• Tidak ada hasil yang ditemukan

Viabilitas Sel pada ASPn + KMTn Sebelum dan Sesudah Setting, MTA Sebelum dan Sesudah Setting, dan SIKMR Selama 1, 3, dan 7 Hari

Viabilitas sel MDPC

HASIL PENELITIAN

5.4 Viabilitas Sel pada ASPn + KMTn Sebelum dan Sesudah Setting, MTA Sebelum dan Sesudah Setting, dan SIKMR Selama 1, 3, dan 7 Hari

Hasil analisa statistik , didapatkan hasil p=0,000 terdapat perbedaan bermakna antara MTA dengan ASPn+KMTn dan MTA dengan SIKMR. Viabilitas sel MTA lebih tinggi dibanding ASPn+KMTn dan SIKMR pada hari ke- 1, ke-3, dan hari ke-7 (Gambar 4.5). Viabilitas sel pada MTA terus meningkat pada hari ke-1 sampai ke-7, karena kadar kalsium hidroksida tetap meningkat sampai hari ke-7. Menurut Torabinejad dkk., 2010 mengatakan reaksi sel manusia terhadap MTA dan menyimpulkan bahwa bahan ini tidak toksik dan mempunyai reaksi inflamasi yang lebih ringan. MTA merupakan semen hidrolik, artinya mengeras dengan adanya air.

Suatu semen kedokteran gigi yang mengeras dan mempertahankan sifat-sifatnya dalam keadaan lembab sangat menguntungkan karena sulitnya mengontrol kelembaban di dalam rongga mulut dan adaptasi MTA (sealing ability) sangat baik sehingga kebocoran bakteri minimum. MTA sebagai bahan biokompatibel karena

setelah pengerasan bahan ini melepaskan ion-ion kalsium yang dapat bereaksi dengan fosfor untuk membentuk kristal hidroksiapatit dan memfasilitasi penyembuhan. MTA dapat menginduksi jaringan keras secara lebih cepat. Pada beberapa penelitian, MTA telah digunakan dalam prosedur kaping pulpa pada hewan coba maupun manusia dan hasilnya menunjukkan keberhasilan yang nyata. MTA dapat mempertahankan pH basa. Kelarutannya yang rendah, dan mampu melepaskan ion kalsium secara perlahan karena MTA mengandung kalsium oksida (CaO) dan silika dioksida (SiO2), campuran ini menghasilkan komponen-komponen ini menghasilkan trikalsium silikat (Ca3S), dikalsium silikat (Ca2S), trikalsium alumina, dan tetrakalsium aluminoferit, alumunium oksida (Al2O3), kalsium sulfat dihidrat, magnesium oksida (MgO), kalium sulfat (K2SO4), dan natium sulfat (Na2SO4). Bismut oksida (Bi2O3) ditambahkan sebagai pemberi efek radiopak (Camilleri, 2008).

MTA selain dapat menginduksi proliferasi sel pulpa juga dapat menginduksi pelepasan sitokin dari sel-sel tulang yang mirip hidroksi apatit pada permukaan dentin sehingga mendorong terbentuknya jaringan keras dan memungkinkan perlekatan osteoblast dalam bentuk lapisan tunggal. Namun, sejumlah penelitian menyatakan bahwa sifatnya hanya osteokonduktif dan bukan osteoinduktif.

Walaupun demikian, bahan ini bersifat bioaktif (Bogen, 2009).

ASPn+KMTn lebih rendah viabilitas sel dibanding MTA disebabkan pH ASPn+KMTn (pH=6,4) lebih rendah daripada pH alkalin MTA (pH=12,5) sehingga MTA dapat menciptakan suasana antibakteri dalam lingkungan pH alkalin.

Berdasarkan penelitian Pretty dkk., 2014 menyatakan kandungan kalsium hidroksida

pada ASPn+KMTn lebih sedikit dibanding MTA, dimana ion kalsium hidroksida ini berfungsi untuk perlekatan dan proliferasi sel (Torabinajed, 2010). Namun demikian berdasarkan hasil statistik terlihat bahwa ASPn+KMTn mempunyai viabilitas selnya lebih tinggi dibanding SIKMR dan kontrol (Tabel 4.4). Hal ini berarti proliferasi sel pada ASPn+KMTn lebih tinggi dibanding SIKMR dan kontrol.

Penelitian-penelitian terdahulu terlihat bahwa kitosan molekul tinggi dan abu sekam padi mempunyai potensi sebagai bahan bioaktif. Trimurni dkk., 2007 dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa dengan penggunaan kitosan belangkas dan kitosan komersil sebagai bahan pembanding dengan kalsium hidroksida pada perawatan kaping pulpa direk menunjukkan keduanya lebih mampu menstimulasi pembentukan dentin reparatif dengan kemampuannya membentuk koagulum yang padat sebagai sub base membran yang memudahkan perlekatan sel-sel pulpa seperti dentinoblast untuk memudahkan migrasi dan proliferasi sel-sel pulpa dentinoblas.

Henny dkk., 2013 melakukan penelitian dengan menambahkan kitosan belangkas nanopartikel (Tachypleus gigas) 0,015% berat kitosan pada SIKMR dan SIKMRn serta efeknya terhadap proliferasi sel. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan viabilitas sel yang signifikan pada SIKMR dan SIKMRn yang ditambahkan 0,015% berat kitosan nano dari belangkas. Adanya gugus amino dan hidroksil yang saling terikat menyebabkan kitosan mempunyai reaktivitas kimia yang tinggi dan menyumbang sifat elektrolit kation sehingga dapat berperan sebagai amino pengganti.

Penelitian Trimurni dkk., 2007 dan Henny dkk., 2013 berhubungan dengan penelitian ini karena sama-sama menggunakan kitosan molekul tinggi. Penelitian Trimurni dkk., 2007 menggunakan kitosan belangkas yang mampu menginduksi dentin reparatif, sedangkan penelitian Henny dkk., 2013 menggunakan kitosan molekul tinggi nanopartikel ditambahkan dengan SIKMRn dapat meningkatkan proliferasi sel secara signifikan dibanding SIKMRn saja, dimana sebelumnya penelitian Suprastiwi (2012) menggunakan SIKMRn tanpa kitosan dengan hasil tidak ada perbedaan viabiitas sel antara SIKMR dengan SIKMRn. Persentase kandungan silika (SiO2) pada SIKMR berbeda dengan ASPn, kandungan silika (SiO2) pada semen ionomer kaca di bawah 60% yang menurut Valimaki dan Hench dapat digolongkan ke dalam material yang bersifat bioaktif. Sedangkan silika (SiO2) pada ASPn mengandung silika di atas 90% yang menyebabkan berkurangnya sifat bioaktifitas.

Silika pada abu sekam padi yang dapat digunakan sebagai bahan kedokteran terbukti mempengaruhi pembentukan tulang. Silika merupakan bahan semi konduktor yang mempunyai potensi untuk mencapai sifat-sifat mekanis, morfologis, biokompatibilitas dan biodegradasi. Berdasarkan penelitian Indahyani dkk., 2011 menyatakan bahwa silika yang berasal dari sekam padi mempunyai kemampuan untuk menstimulasi proliferasi osteoblast dan mempunyai nilai absorbansi yang paling tinggi. Pretty dkk., 2014 mengatakan bahwa kandungan ASPn+KMTn yang terbanyak adalah silika (Si) dan mempunyai tag like structure yang lebih baik

dibanding MTA yang berarti ikatan adhesif antara ASPn+KMTn dengan dentin lebih baik dibanding MTA.

Pada penelitian ini viabilitas sel pada SIKMR paling rendah dibanding ASPn+KMTn dan MTA karena pH SIKMR mengandung PAA (polyacrilic acid) dengan pH=4,75 yang bersifat asam (Petri dkk., 2007) sedangkan pH ASPn+KMTn

=6,4. pH asam dapat menyebabkan kematian sel. Derajat keasaman (pH) berpengaruh terhadap kelarutan dan ketersediaan ion mineral sehingga mempengaruhi penyerapan nutrien oleh sel. Perubahan nilai pH yang signifikan dapat mempengaruhi kerja enzim, menghambat proses pertumbuhan, dan pH asam pertumbuhan sel cenderung rendah (Subowo, 2007).

Pada kelompok SIKMR ada kandungan HEMA yang merupakan monomer dari resin komposit yang ditambahkan pada likuid semen, komponen ini bersifat toksik dan alergik, akan tetapi dengan proses pengadukan dan pengerasan komponen ini sebagian besar akan terikat dengan semen. Adanya elemen yang terlepas dari semen menyebabkan terjadinya interaksi antara material dengan jaringan pulpa, walaupun awalnya elemen yang terlepas bersifat toksik tetapi karena sebagian besar sudah terikat di dalam semen maka efek toksiknya menjadi berkurang (Suprastiwi, 2011). Oleh sebab itu SIKMR tidak bersifat sitotoksik dimana nilai viabilitas sel SIKMR lebih tinggi dibanding kontrol.

Dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya (Trimurni dkk., 2007; Henny dkk., 2012) terlihat bahwa kemampuan KMTn walaupun tanpa gabungan bahan lain mampu membentuk dentin reparatif pada kasus gigi pulpitis reversibel, juga terlihat

bahwa gabungan KMTn dengan SIKMRn menyebabkan proliferasi sel. Pada penelitian ini biokompatibilitas ASPn+KMTn diteliti secara in vitro dengan menggunakan MDPC.

Produk sekresi dan gen pengkode MDPC yaitu Dentin sialofosfoprotein (DSPP), Transforming Growth Factor (TGF- β), Interleukin (IL-8), Kolagen tipe I, dan Proteoglikan. Untuk menginisiasi pembentukan odontoblas dapat menggunakan transforming growth factor-β (TGF- β) dan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF). TGF-β berperan penting dalam sinyal selular untuk diferensiasi odontoblas dan mengaktifkan fibroblas untuk membentuk prekolagen, dimana menghasilkan deposisi dari kolagen di dalam injuri. Oleh karena itu selain menggunakan MTT-Assay untuk melihat pertumbuhan sel pulpa dapat juga menggunaan TGF-β (Margono, 2012).

MDPC yang berisi pulp cell line memiliki pola kromosom aneupleoid dan selnya dapat memperbanyak diri dengan cepat dan masa hidup yang tidak terbatas.

Oleh karena itu, hasil yang diperoleh bila menggunakan sel ini kemungkinan berbeda dengan yang diperoleh bila menggunakan sel pulpa manusia yang sesungguhnya (Camelleri, 2008). MDPC terdiri dari sel odontoblas, preodontoblas (sel punca), fibroblas, dan sel-ses sistem imun (Margono, 2012). Bahan uji pada penelitian ini dapat meningkatkan viabilitas sel MDPC baik sebagai kaping pulpa direk dan indirek.

Simposium Internasional Maksilofasial dan Biologi Regeneratif Oral di Okayama tahun 2005, mengemukakan bahwa MDPC, yang merupakan sel-lir odontoblas memiliki kemampuan terendah dalam menginduksi pembentukan dentin

karena hanya mengekspresikan dentin sialofosfoprotein secara eksklusif yang memiliki kapasitas yang rendah dalam menginduksi matriks dentin termineralisasi.

Walaupun pernyataan ini bertentangan dengan sejumlah penelitian (Paola cit Margono 2012).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ASPn+KMTn dapat menyebabkan viabilitas sel dan dari hasil penelitian Pretty dkk., 2014 terbukti bahwa ASPn+KMTn memiliki kemampuan adhesi yang menyebabkan sealing ability yang baik, ditandai dengan adanya tag like stucture sehingga bahan ini mampu menjaga jaringan pulpadentinal kompleks dan cukup biokompatibel.

BAB 6

Dokumen terkait