• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

2. Viabilitas Serbuk Sar

Fertilitas dan sterilitas serbuk sari merupakan bagian yang paling penting untuk menentukan tanaman dapat menghasilkan biji atau buah. Pada bunga yang mempunyai tingkat fertilitas tinggi, kemungkinan untuk mendapatkan bijinya juga lebih besar. Sebaliknya jika sterilitasntya tinggi maka bunga tersebut tidak dapat menghasilkan biji Pendugaan viabilitas serbuk sari diamati dengan mengecambahkan serbuk sari yang diambil sebanyak 5 kali waktu dengan interval waktu selangnya 15 menit, diawali pada saat bunga mekar penuh. Pengamatan serbuk sari yang viabel dilakukan 24 jam setelah pengambilan serbuk sari.

Pewarnaan

Metode pewarnaan banyak digunakan untuk pendugaan viabilitas serbuk sari karena membutuhkan waktu yang lebih pendek daripada pendugaan dengan menggunakan media perkecambahan polen. Pendugaan viabilitas serbuk sari dengan pewarnaan aniline blue menunjukkan serbuk sari akan terwarnai biru tua menunjukkan bahwa serbuk sari viabel dan terwarnai merah tua jika menggunakan pewarnaan acetocarmine (Gambar 17). Pendugaan viabilitas dengan menggunakan pewarnaan menghasilkan viabilitas serbuk sari 31- 57%.

Pengujian pendugaan viabilitas serbuk sari dengan pewarnaan aniline blue dan acetocarmine menunjukkan bahwa adanya interaksi antara pewarnaan dan

waktu perkecambahan (Tabel 12). Kedua pewarnaan yang digunakan dapat digunakan untuk menduga viabilitas serbuk sari jahe. Pendugaan tertinggi didapatkan pada pewarnaan anilinblue dengan waktu perkecambahan 45 menit setelah bunga mekar. Pewarnaan acetocarmin menunjukkan bahwa viabilitas terendah pada 15 menit setelah bunga mekar dan mencapai puncaknya pada menit ke 60 setelah bunga mekar, setalah itu viabilitas serbuk sari menurun. Diduga makin lama waktu setelah bunga mekar setelah menit ke 60, viabilitas serbuk sari akan semakin turun. Kecendrungan tersebut juga didapatkan pada pewarnaan anilineblue, dimana setelah menit ke-45 setelah bunga mekar viabilitas serbuk sari menurun. Menurut Warid (2009) pewarnaan aniline blue merupakan pewarna yang dapat menduga perkecambahan serbuk sari dengan PGM karena mempunyai korelasi positif sebesar 0,624 pada famili euphorbiaceae, solaneceae, poaceae dan myrtaceae. Adaniya dan Shirai (2001) menggunakan acetocarmin untuk perkecambahan serbuk sari jahe Sanshu dan didapatkan viabilitasnya 40 %.

Tabel 12 Pengaruh interaksi antara pewarnaan dengan waktu pengambilan serbuk sari terhadap pendugaan viabilitas serbuk sari (% daya berkecambah)

Pewarnaan Waktu pengambilan sampel (MSM)

15 30 45 60 75

Aniline blue 42.41 cd 42.00 cd 57.18 a 51.41 ab 39.47 d

Acetocarmin 31.47 e 47.92 cb 50.18 b 53.16 ab 51.0 ab

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan DMRT pada taraf ά =0.05

Gambar 17 Hasil pewarnaan polen jahe (A) Anilin blue dan (B)

A

B

1

2

1 2

Acetocarmin

Ket : 1) Serbuk sari viabel, 2) Serbuk sari tidak viabel

Rendahnya fertilitas serbuk sari jahe merupakan salah satu penyebab tidaknya biji jahe yang didapatkan secara alami. Menurut Prana (1983) rendahnya fertilitas serbuk sari yang dihasilkan pada kebanyakan jenis temu-temuan mengakibatkan persilangan alamiah yang terjadi tidak menghasilkan buah.

Pengecambahan

Media perkecambahan yang diuji yaitu pollen germination medium (PGM), sukrosa 2% dan media Brewbaker & Kwack. Pada media perkecambahan yang digunakan tidak ada serbuk sari yang berkecambah membentuk tabung. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada korelasi antara pendugaan viabilitas serbuk sari dengan menggunakan pewarnaan dengan media perkecambahan.

Media perkecambahan yang digunakan belum mampu mengecambahkan serbuk sari jahe pada waktu pengambilan yang berbeda. Hal tersebut ditunjukkan dengan tidak adanya serbuk sari yang membentuk tabung walaupun sudah diamati sampai 72 jam setelah perkecambahan. (Gambar 18). Media yang digunakan untuk perkecambahan yaitu Pollen Growth Media (PGM) merupakan media yang umum digunakan untuk perkecambahan serbuk sari yang terdiri atas senyawa yang lebih lengkap daripada media yang biasa digunakan untuk perkecambahan serbuk sari. Tidak adanya serbuk sari yang berkecambah diduga karena media yang digunakan tidak cocok, atau kondisi lingkungan yang tidak mendukung serbuk sari untuk berkecambah. Kondisi laboratorium dimana penelitian dilakukan tidak sama dengan kondisi lingkungan alami. Walaupun PGM dapat digunakan untuk mempelajari perkecambahan serbuk sari pada banyak species, tetapi media tersebut belum dapat mengecambahkan serbuk sari jahe. Diduga kandungan PGM dan BK yang digunakan perlu dimodifikasi lagi untuk mendapatkan media perkecambahan yang cocok untuk jahe, misalnya dengan menambah konsentrasi sukrosa (gula). Tidak adanya serangga yang ditemukan pada saat bunga mekar diduga karena rendahnya kandungan sukrosa yang merupakan senyawa atraktan penarik serangga pada cairan di kepala putik.

mempengaruhi daya berkecambah, selain itu juga dipengaruhi oleh faktor external, seperti sumber karbon, boron dan kalsium, potensial air, derajat kemasaman media, kerapatan serbuk sari dalam media, dan aerasi dalam media kultur. Malik dalam Warid (2009) menyatakan bahwa sukrosa merupakan senyawa gula sebagai sumber karbon yang mudah diabsorbsi oleh sel tanaman, sehingga sukrosa sering digunakan dalam pembuatan media perkecambahan serbuk sari karena menghasilkan persentase perkecambahan yang lebih tinggi dan perpanjangan tabung serbuk sari

Gambar 18. Serbuk sari yang tidak berkecambah ( tidak membentuk tabung)

Morfologi serbuk sari diduga juga mempengaruhi daya berkecambah seperti yang telah dibahas sebelumnya. Dibutuhkan penelitian yang lebih lanjut untuk mengetahui kendala utama penyebab sulitnya perkecambahan serbuk sari . Darjanto dan Satifah (1990) menyatakan bahwa untuk melakukan penyerbukan harus dipilih waktu yang tepat dan tidak boleh terlambat. Baik putik maupun benang sari harus dalam keadaan segar, sehat dan telah masak. Pertumbuhan

serbuk sari dipengaruhi oleh suhu udara. Pada suhu rendah (< 150C)

perkecambahan serbuk sari, sedangkan pada suhu tinggi (>350C) terjadi

penguapan air sehingga akan menyebabkan bunga dan serbuk sari cepat mengering. Pada umumnya batas suhu optimum untuk perkembangan serbuk sari

berkisar 25 0C. Cuaca yang cerah dan udara yang agak lembab merupakan kondisi

yang baik untuk penyerbukan, sedangkan pada iklim yang dingin bunganya tidak lekas layu sehingga dapat lebih lama diserbuki. Disamping itu pada fase penyerbukan yang mendapat cahaya penuh selama 10 jam per hari merupakan kondisi yang ideal. Kondisi tersebut di daerah tropis dapat ditemui di dataran

tinggi, di atas 300 m dpl. Hal tersebut tidak sejalan dengan penelitian Adaniya dan Shoda (1998) yang menyatakan serbuk sari beberapa strain jahe yang diuji menunjukkan bahwa persentase fertilitas serbuk sari dengan menggunakan pewarnaan acetocarmin antara 2,2 – 21,4 %, dan pengecambahannya pada media yang terdiri atas 80% sukrosa dan 100 ppm boric acid mampu mengecambahkan serbuk sari walaupun menghasilkan perkecambahan serbuk sari yang sangat rendah 0-0,22 %.

SIMPULAN

Perlakuan cekaman kadar air media yang rendah tidak dapat menginduksi pembungaan. Paclobutrazol dengan konsentrasi 100 ppm meningkatkan jumlah spika/rumpun menjadi 3,4, dimana waktu keluarnya bunga lebih cepat, waktu pembungaan yang panjang dan jumlah bunga terbanyak. Pembungaan akan meningkat jika didukung oleh lingkungan tumbuh yang memicu pembungaan.

Jahe mempunyai masa berbunga 4–7 BST yang dipengaruhi oleh lingkungan. Lamanya waktu yang dibutuhkan mulai dari insiasi bunga sampai bunga layu 70-80 hari.

Morfologi bunga menunjukkan bahwa posisi kotak sari lebih rendah dari kepala putik. Serbuk sari mempunyai permukaan yang rata dan tidak mempunyai pori. Waktu bunga bunga mekar hanya beberapa jam. Kepala putik reseptif ± 2.5 jam setelah bunga mekar, ditandai dengan sekresi yang maksimal. Viabilitas serbuk sari dengan metode pewarnaan menggunakan Aniline blue dan Acetocarmine mencapai puncaknya pada 45-60 menit setelah bunga mekar dan setelah itu viabilitas serbuk sari mulai menurun.

Media perkecambahan serbuk sari yang digunakan yaitu Pollen Germination Medium, Brewbaker & Kwack dan sukrosa belum mampu mengecambahkan serbuk sari sehingga tabungnya tidak terbentuk.

SARAN

Paclobutrazol konsentrasi 100 ppm mampu menginduksi pembungaan jahe, untuk konsentrasi yang lebih tinggi perlu dilaksanakan agar mendapatkan jumlah bunga yang lebih banyak. Perlu dilakukan waktu aplikasi paclobutrazol yang tepat untuk menginduksi pembungaan, jika didapatkan pembungaan lebih awal maka waktu pembungaan jahe akan lebih lama. Penambahan hormon pada

tanaman yang dapat meningkatkan viabilitas serbuk sari. Modifikasi media perkecambahan serbuk sari agar serbuk sari jahe mampu berkecambah.

Adaniya S, Shoda M, Fujieda K. 1989. Effect of Day Length on Flowering and

Rhizome Swelling in Ginger (Zingiber officinale Rosc). J Jpn So. Hort.

Sci 58(3) : 649-656.

Adaniya S, Shoda M. 1998. Variation in Pollen Fertitity and Germination in

Ginger (Zingiber officinale Roscoe). J Jpn Soc Hort Sci.67 (6) : 872 –

874.

Ajijah N, Martono B, Bermawie N, Hadad EA. 1997. Botani dan Karakteristik.

Mong Jahe. No.3. Balittro.Bogor.

Gracie AJ, Brown PH, Clark RJ. 2004. Study Of Some Factors Affecting The

Growth and Development of Myoga (Zingiber mioga Roscoe). Sc

.Hortc. 100, 267-278.

Anon. 1999. Zingiber officinale. Natural Remedies Research Centre. MD\Zo\11-

99.

Anon. 2006. Standar Nasional Indonesia Benih jahe (Zingiber officinale L.).

Badan Standarisasi Nasional. 22p Anonim.2010.PengantarPaleobotani.

http://www.google.co.id/search?source=ig&hl=id&rlz=1G1GGLQ_IDI D351&=&q=aksis+polar+polen&meta=lr%3D&aq=f&aqi=&aql=&oq= &gs_rfai. Diakses 5 April 2010.

Ashari S.1998. Pengantar Biologi Reproduksi Tanaman, Penerbit Rineka Cipta,

Jakarta

Ashrafuzzaman M, Nasrul Millat, Ismail MR, Uddin MK, Shahidullah SM dan Meon S 2009. Paclobutrazol and Bulb Size Effect on Onion Seed

Production. Int. J. Agric. Biol. 11 ( 3) :245-250.

Badan Pusat Statistik. 2004. Statistik Tanaman Obat-Obatan dan Hias. Badan Pusat Statistik, Jakarta.P36

Baskorowati R. Umiyati N. Kartikawati A. Rimbawanto, Susanto M. 2008 Pembungaan Dan Pembuahan Melaleuca Cajuputi Subsp. Cajuputi Powell Di Kebun Benih Se. mai Paliyan, Gunungkidul, Yogyakarta. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan 2 (2).

Banko, TJ, Bir RE. 1999. Use of Growth Retardants to Promote Flowering of

Bermawie N, Hadad EA, Martono B, Ajijah N, 1997. Plasma nutfah dan

Pemuliaan. Mong Jahe No.3. Balittro. Bogor.

Bermawie N. Syahid SF, Ajijah N , Purwiyanti P, Martono B. 2006. Usulan

Pelepasan Varietas Jahe. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor, tidak dipublikasikan.

Bhattacharya A. 2004. Flower Visitor and Fruit Set of Anacardium occidentale.

Ann Bot fennici 41: p 385-392.

Darjanto, Satifah S. 1990. Pengetahuan Dasar Biologi Bunga dan Teknik Penyerbukan Buatan. Penerbit PT Gramedia Jakarta. 156 hal.

Fewless G. 2006. Phenology. hhtp://www.uwgb.edu/biodiversity/phenology /index.htm. (Diakses 9 Desember 2010)

Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Herawati Susilo, Penerjemah. Jakarta: Universitas Indonesia. Terjemahan dari Physiology of Crops Plants.

Harjadi SS, Yahya S.1988. Fisiologi Stress Lingkungan.PAU.Bioteknologi Institut

Hasanah M. Sukarman, Supriadi, Januwati M, Balfas R. 2004. Keragaan perbenihan jahe di Jawa Barat. Jurnal penelitian tanaman industri 10(3):118-125.

Herlina D, Hatmini KD, Masyhudi MF. 2001. Peran paklobutrazol dan pupuk

KNO3 terhadap induksi pembungaan melati. J. Sains Edisi Khusus

Oktober 21. p : 189-200.

Husen S, Ishartati E. 2007. Induksi Pembungaan, Kompatibilitas, dan Karakterisasi Semai, Hibrida Persilangan Antar Kultivar Mangga

(Mangifera indica.L). Jurnal Akta Agrosia Edisi Khusus No1.html 77

- 85. 2007

Januwati, Rostiana ), Rosita SMD, Sitepu. 1991. Pedoman Pengadaan Rimpang Jahe Bebas Penyakit Untuk Bibit.balai penelitian Tanaman Rempah Dan Obat.18p

Jiang YG, Ling Z, Xiao BD, Yu R, Ji JK, Qing JL. 2004. The Floral Biology of

Curcuma longifolia (Zingiberaceae): a ginger with Two Day . Am J Bot

91(2): 289–293. 2004.

Jimenez VM. 2001. Regulation of in Vitro Somatic Embryogenesis With Emphais

on The Role Of Endogenous Hormones. R.Bras. Fisiol.Veg 13 (2) : 196

– 223.

Kemala S et al. 2003. “Studi Serapan dan Pasokan Tanaman Obat”. Balittro,

Khaerana. 2007. Pengaruh Cekaman kekeringan dan umur panen terhadap Pertumbuhan dan kandungan Xanthorrhizol Tanaman temulawak. Thesis Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Kramer PJ. 1980. Plant and Soil Water Relationship. A Modern synthesis. Tata Mc Graw-Hill Publ. Co. Ltd., New York. 449 p.

Kuntorini EM. 2005. Botani Ekonomi Suku Zingiberaceae Sebagai Obat

Tradisional Oleh Masyarakat di Kotamadya Banjarbaru. BIOSCIENTIAE

2(1): 25-36

Lakitan B. 2005. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Maria, Patricia C. Branch and Kuehny JS, 2001. Effect of Light Intensity and PGR application on Growth and Flowering of Ornamental Ginger. Louisiana State University, Dept. of Horticulture, 137 Julian C. Miller Hall, Baton Rouge, LA 70803-2120.

Mariska I, Syahid SF. 1992. Perbanyakan Vegetatif Melalui Kultur Jaringan Pada Tanaman Jahe. Buletin Littri (4) : 1 - 5

Melati, Rusmin D. 2008. Pengaruh Perlakuan Penyimpanan Terhadap Viabilitas Rimpang Jahe Putih Kecil. Laporan Penelitian Mandiri Balittro T.A 2007.Tidak Dipublikasikan

Mubiyanto BM. 1997. Tanggapan Tanaman Kopi Terhadap Cekaman Air. Warta Puslit Kopi dan Kakao 13(2): 83-95.

Mugnisjah WQ, Setiawan A. 1995. Produksi Benih, Penerbit Bumi Aksara

Jakarta, bekerjasama dengan Pusat antar Universitas-Ilmu Hayat, Institut Pertanian, Bogor.

Mursal. 2004. Studi Pemacuan Pembungaan dan Pembuahan pada Tanaman Lengkeng Untuk Produksi Buah di Luar Musim. Thesis Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Nasution A S, Gusli. 2009. Hubungan Faktor Iklim Dengan Pertumbuhan dan Produksi Tanaman . Budidaya Hutan Usu.

http://sanoesi.wordpress.com/2009/01/29/hubungan-faktor-iklim- dengan-pertumbuhan-dan-produksi-tanaman/

Panggabean G. 1992. Pengaruh Kekeringan Terhadap Pertumbuhan dan Jumlah Per Rumpun Beberapa Jenis Tanaman Jahe (Zingiber spp). Prosiding Seminar Hasil Litbang SDH 6 Mei 1992. p 311-315.

Peter KV, Ravindran, Babu PN, Divakaran M. 2007. Breeding of Spice Crops .

Prana MS 1983. Pembungaan beberapa jenis temu (Curcuma Spp.) Pemb Littri. Vol VII. No 46. Hal 33-36.

Pinto, Ana CR, Graziano T T, Barbosa, Carlos J and Lasmar FB. 2006. Growth

Retardants On Production Of Flowering Potted Thai Tulip . Bragantia

[online]. 2006, vol.65, n.3, pp. 369-380.

Piyaporn S, Chantaranothai P dan Theerakulpisut P, 2009. Pollen Morphology of

the genus Cornukaempferia (Zingiberaceae) in Thailand. Thld J of Sys

and Evot 47 (2): 139–143 (2009

Purbiati T, Endarto O, Retnaningtyas E, Suryadi A dan Prahardini PER. 2002. Respon Perlakuan ZPT dan Pengendalian Hama Pada Tanaman Bunga Mawar.

Purnomo S dan Prahardini PER 1989. Perangsangan Pembungaan Dengan Paklobutrasol Dan Pengaruhnya Terhadap Hasil Dan Buah Mangga (Mangifera indicaL) Hort 27 : 16 – 24.

Purseglove JW, Brown EG, Green Cl, Robbins SRJ. 1981. Spic.Long Inc, New York.: 447 – 527

Rachman E. 1998. Biologi Perbungaan Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc. Var

Rubra). Berita Biol 4(4) Puslibang Biologi-LIPI, : p. 163 – 167.

Rhidova L,. Hrabetova, and Tupy J. 1996. Optimization of conditions for in vitro

pollen growth in potatoes. Int. J.Nat. Scin. (20): 30-33.

Rismunandar.1988. Rempah-Rempah Komoditi Ekspor Indonesia. Sinar Baru Bandung.

Rosita SMD, Darwati I, dan Moko 2006. Pengaruh Pupuk Kasting dan Macam Benih Terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Mutu Jahe Muda. Jurnal Littri 12 (1). P 7-14.

Rostiana O dan Syahid SF. 2007. Karakteristik Rimpang Tanaman Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Varietas Cimanggu – 1 hasil Embriogenesis Somatik In Vitro. Prosiding Seminar Nasional Dan Pameran. Buku 1. Balittro. Rostiana. O dan Syahid SF. 2007. Pengaruh Media Dasar MS dan N6 Terhadap

Perkembangan Embrio Somatik pada Kultur meristem Jahe (Zingiber

officinale Rosc). Berita Biol. 9 (2) . (Inpress)

Rostiana. O, Abdullah A, Taryono, Hadad EA. 1991. Jenis-Jenis Tanaman Jahe. LITTRO.7 (1) : 7-16.

Rostiana. O, Bermawie N dan Rahardjo M. 2009. Standar Prosedur Operasional

Budidaya Jahe. Budidaya Jahe, Kencur, Kunyit dan Temu Lawak Circ

no 16.2009.

Rostiana O, Sitinjak RR, Syahid SF.2006. Regeneration of ginger meristem in vitro through somatic embryogenesis (Unpublish)

Sandra E. 2008. Sembilan Bulan Petik Mangga. http://moonraise.blogspot.com/. Diakses 12 Mei 2009.

Seeno S dan Isoda A. 2003. Effect Paclobutrazol on Podding and Photosynthetic Characteristic in Peanut. Plant Production Science Vol.6. P 190-194. Japan

Sakai S, Kato M dan Inoue T. 1999. Three Pollination Guilds and Variation in Floral Characteristics of Bornean Gingers (Zingiberaceae and

Costaceae). Am J of Bot 86(5): 646–658

Statistik Produksi Hortikultura. 2006. “Statistik Produksi Hortikultura Tahun 2006 (Angka tetap)”. Dirjen Hortikultura, Dept. Pertanian.

Steenis CGJ, Bloembergen S, Eyma PJ. 2006. Flora.M.Surjowinoto (penerjemah). PT Pradnya Pramita. Jakarta

Sukarman, Rusmin D, Melati. 2004. Pengaruh Asal Sumber Benih dan Cara

Penyimpanan Terhadap Viabilitas Benih Jahe. Buku II. Pros Simp IV

Hasil Penelitian Tanaman Perkebunan.

Sukarman, Rusmin D, Melati 2008;

 

Pengaruh Lokasi Produksi dan Lama

Penyimpanan Terhadap Mutu Benih Jahe (Zingiber officinale ). Jurnal

littri 14(3), hlm. 119 – 124.

Sumeru A. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya, Jogyakarta : UI. Press.

Supriadi JG, Elphinstone SJ, Edengreen and Hartati SY. 1995. Physiological, Serological, And Pathological Variation Amongst Isolates Of Pseudomonas Solanacearum From Ginger And Other Host In Indonesia.

J Pen Tan Ind 1(2):88-89.

Supriadi, Mulya K, Sitepu D, 2000. Strategy For Controlling Wilt Disease Of

Ginger Caused by Pseu-domonas solanacearum. Jurnal Penelitian dan

Pengembangan Pertanian 19 (3): 106-111.

Tabla VP, Vargas CF. 2004. Phenology and Phenotypic Natural Selection on The

Flowering Time of A Deceit-Pollinated Tropical Orchid, Myrmecophila

Christinae. Annals of Botany,94(2):243-250.

Thohirah LA, Ramlan MF, Kamalakshi. 2005. The Effect of Paclobutrazol ang

Flurprimidol on The Growth and Flowering of Cuccuma roscoeana and

Curcuma alismatifolia. Malay App Biology .34-2.P 1-5.

Thomas B. 1993. Internal and external Control of Flowering in: Jordan BR (Ed) Molecular biology of Flowering. Sussex. CAB International.

Warid. 2009. Korelasi Metode Pengecambahan In Vitro Dengan Pewarnaan Dalam Pengujian Viabilitas Polen. Skripsi. Program Studi Pemuliaan dan Teknologi Benih Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Lampiran 1: Kondisi rumah kaca yang terbuka (tidak mempunyai dinding)

A) Sebelum tanam, B) Tanaman 2 BST

Lampiran 2 A) Rimpang siap panen untuk benih B) Rimpang yang sudah direndam dengan dithama

Lampiran 3 A) Potongan rimpang untuk benih berat 50-60 gr B) Rimpang setelah direndam dithama

A A

B B

Lampiran 4. Rimpang dengan tunas 1-2 cm siap untuk dipindah ke polybag

Lampiran 5. Rimpang yang terserang lalat rimpang. (A) Serangan awal, (B) Serangan lanjut, (C) Rimpang keropos

Lampiran 6. Rata-rata suhu dan kelembaban di dalam dan di luar rumah kaca selama penelitian pada bulan September 2009-Mei 2010

Pengamatan Pukul Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Suhu Dalam 07.00 26.1 26.1 25.4 23.5 23.5 23.1 21.38 22.75 19.76 12.00 37.1 37.9 40.8 36.89 31.9 35.4 32.10 28.00 28.81 16.00 25.8 26.0 25.1 24.0 24.0 23.6 23.43 26.78 24.88 Luar 07.00 27.3 27.3 26.9 25.12 24.7 23.0 22.10 25.50 23.06 12.00 39.5 38.2 40.9 37.96 31.9 35.4 33.57 34.00 37.00 16.00 27.5 27 27.1 26 24.3 23.5 23.71 28.56 25.65 Kelembaban Dalam 07.00 82.7 82.3 84.7 85.7 85.7 87.1 84.52 80.00 88.47 12.00 44.2 43.1 34.3 57.64 57.5 44.9 47.40 60.00 51.81 16.00 85.3 83.9 85.0 84.14 84.1 83.9 79.82 60.44 72.29 Luar 07.00 84.5 87.5 86.76 76.75 83.59 12.00 64.4 48.8 48.50 48.00 38.75 16.00 87.1 87.4 83.43 55.44 69.12

Lampiran 7. Rata-rata suhu dan kelembaban di Cicurug pada bulan September 2009 - Mei 2010)

Pengamatan Pukul Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Suhu 07.00 21.2 21.51 23.10 22.90 21.78 22.14 21.04 22.87 12.00 29.56 29.80 29.80 29.75 30.53 30.53 29.80 34.84 16.00 23.63 23.75 23.63 23.38 21.43 22.01 21.70 23.65 Kelembaban 07.00 82.76 84.16 84.35 84.03 84.26 86.92 89.10 85.25 12.00 51.71 57.85 65.23 62.61 65.03 64.71 68.90 64.33 16.00 72.30 81.14 80.80 77.72 87.22 83.46 87.00 85.45

Dokumen terkait