• Tidak ada hasil yang ditemukan

Induksi pembungaan dan biologi bunga pada tanaman jahe putih besar (Zingiber officinale Rosc)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Induksi pembungaan dan biologi bunga pada tanaman jahe putih besar (Zingiber officinale Rosc)"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

INDUKSI PEMBUNGAAN DAN BIOLOGI BUNGA PADA

TANAMAN JAHE PUTIH BESAR (Z

ingiber officinale

Rosc.)

MELATI

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tesis yang

berjudul:

INDUKSI PEMBUNGAAN DAN BIOLOGI BUNGA PADA

TANAMAN JAHE PUTIH BESAR (Z

ingiber officinale

Rosc.)

merupakan karya saya sendiri di bawah bimbingan komisi pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua data dan

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2010

Melati

(3)

MELATI. Flower Induction and Flowering Biology of Big White Ginger

(

Zingiber officinale

Rosc) Under direction of ENDAH RETNO PALUPI,

and NURLIANI BERMAWIE.

Rhizome is usually used for propagation of large white ginger (Zingiber

officinale Rosc). The major restriction of using rhizome as material for

propagation is pests and diseases spread through rhizome, such as bacterial

wilt, leaf pock, rhizome flea, and rhizome flies. True seed is considered as one

of potential alternatives breakthrough to be developed. However, true seed

production is hindered by limited flower production. Therefore this research

was aimed at studying flower induction and flowering biology of large white

ginger var. Cimanggu 1. The research consisted of two steps; first, flower

induction with low media water content and use of paclobutrazol as two

separate experiments and the second was observation on flowering biology.

The experiments for flower induction was arranged in completely randomized

block design with one factor, i.e. 1) controlling water content of the media at:

48-49, 45-46, 42-43, 39– 40, 36-37, and 33-34 %; and 2) using paclobutrazol

as soil drench: 0, 20, 40, 60, 80, 100 ppm. Observation on flowering biology

includes pollen viability and stigma receptivity. Result of experiment indicated

that low media water content did not induce flowering, but 100 ppm

paclobutrazol as soil drench produced more flowers at earlier stage. Pollen

viability was highest at 45 min. after blooming (MAB) and declines sharply

after 60 MAB. Stigma receptivity presumably occurred at the time when

secretion was produced and the stigma tip was transparant, however the

precise time is yet to be investigated further.

(4)

MELATI. Induksi Pembungaan dan Biologi Bunga Pada Tanaman Jahe Putih

Besar (Z

ingiber officinale

Rosc.) Dibimbing oleh ENDAH RETNO PALUPI,

dan NURLIANI BERMAWIE.

Jahe (

Zingiber officinale

Rosc.) merupakan salah satu tanaman obat

dengan klaim khasiat paling banyak. Lebih dari 40 produk OT (obat

tradisional) menggunakan jahe sebagai bahan baku. Disamping kebutuhan

dalam negeri yang cukup tinggi, jahe juga merupakan salah satu komoditas

ekspor. Pasokan jahe dunia saat ini dikuasai oleh India (50% dari kebutuhan

dunia). Dalam sepuluh tahun terakhir, ekspor jahe dari Indonesia berupa

rimpang jahe segar, jahe kering, acar jahe (pikel), dan minyak atsiri,

berfluktuasi sangat tajam.

Banyaknya OPT tular benih, menjadi kendala dalam penggunaan

rimpang sebagai benih untuk perbanyakan tanaman jahe. Benih yang sudah

terinfeksi sulit untuk disterilkan dan hal ini dapat menurunkan produksi benih

jahe. Oleh karena itu ketersediaan benih yang bebas dari penyakit dari varietas

yang diinginkan pasar dalam jumlah, waktu dan harga yang memadai, sangat

terbatas, sehingga menghambat pengembangan tanaman jahe di Indonesia.

Disamping itu ukuran rimpang yang besar/voluminous (dibutuhkan benih 2-3

ton/ha) dan tidak tahan disimpan lama (daya tumbuh benih turun sampai 50

% dalam waktu 3–4 bulan) merupakan masalah lain yang perlu dicari jalan

keluarnya. Rentang waktu antara panen dan musim tanam kadang-kadang

lebih dari 4 bulan, sehingga benih yang tersedia bermutu rendah.

Penggunaan biji sebagai benih menjadi alternatife terobosan yang potensial

untuk dikembangkan, namun masih menghadapi kendala karena jahe jarang

berbunga dan berbiji.

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) memperoleh teknik induksi

pembu-ngaan jahe, dan (2). mempelajari kendala dalam reproduksi seksual jahe putih

besar var Cimanggu 1 terkait dengan biologi pembungaan. Penelitian

dilaksanakan di Rumah Kaca, Laboratorium Benih, Kelti Plasma Nutfah dan

Pemuliaan, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik di Bogor untuk

induksi pembungaan serta pengamatan fenologi dan biologi bunga, dan

Laboratorium Zoologi LIPI Cibinong untuk pengamatan morfologi serbuk sari

dan kepala putik. Kebun Percobaan Cicurug untuk pengamatan fenologi dan

biologi bunga. Penelitian berlangsung pada bulan Agustus 2009 sampai

dengan Juni 2010.

Untuk mencapai tujuan tersebut telah dilaksanakan penelitian yang

terdiri atas dua pecobaan. Percobaan 1: Induksi Pembungaan Jahe Putih Besar

(

Zingiber officinale

Rosc). Penelitian terdiri atas dua percobaan, yaitu: 1)

(5)

bunga jahe putih besar (

Zingiber officinale

Rosc).

Percobaan induksi pembungaan disusun dengan rancangan perlakuan

satu faktor dalam rancangan lingkungan acak kelompok lengkap dengan

empat ulangan. Setiap perlakuan dan ulangan menggunakan lima sampel,

sehingga total sampel yang digunakan untuk kedua percobaan induksi

pembungaan adalah 240 sampel. Rimpang yang digunakan untuk benih

adalah yang sudah tua, minimal berumur 9 bulan. Ciri-ciri rimpang tua antara

lain kandungan serat tinggi dan kasar, kulit licin dan keras tidak mudah

mengelupas, warna kulit mengkilat menampakkan tanda bernas. Peubah yang

diamati dalam percobaan ini meliputi parameter pertumbuhan (tinggi

tanaman, diameter batang, luas daun, dan jumlah tunas), produksi rimpang

(berat rimpang, dan tebal rimpang) dan parameter pembungaan (awal spika

keluar, akhir spika keluar, jumlah spika dan panjang spika).

Hasil percobaan 1 menunjukkan bahwa induksi pembungaan dengan

kadar air media yang rendah tidak mampu menginduksi pembungaan. Kadar

air media yang rendah dapat mengganggu pertumbuhan, dan produksi

rimpang. Pemberian paclobutrazol dapat meningkatkan pembungaan.

Paclobutrazol dengan kosentrasi 100 ppm memberikan hasil yang terbaik,

dimana waktu keluarnya bunga lebih cepat, waktu pembungan yang panjang

dan jumlah bunga terbanyak. Spika yang muncul tidak hanya terbentuk

langsung dari rimpang tetapi juga berasal dari perubahan tunas vegetatif

menjadi tunas generatif (spika).

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau

menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang

wajar IPB

(7)

INDUKSI PEMBUNGAAN DAN BIOLOGI BUNGA PADA

TANAMAN JAHE PUTIH BESAR (Z

ingiber officinale

Rosc.)

MELATI

Tesis

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Nama

: Melati

NRP

: A251080021

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Endah Retno Palupi, MSc. Dr.Ir.Nurliani Bermawie

Ketua

Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu dan Teknologi Benih

Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S.

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan

izin-Nya karya ilmiah dengan judul “Induksi Pembungaan Dan Biologi Bunga Pada

Tanaman Jahe Putih Besar (Z

ingiber officinale

Rosc.).)”, yang telah dilaksanakan

sejak bulan Agustus 2009 sampai dengan Juni 2010 berhasil diselesaikan.

Karya ilmiah ini disusun sebagai sebagai salah satu syarat kelulusan di Sekolah

Pascasarjana IPB, yang memuat antara lain, latar belakang dilakukannya penelitian,

tinjauan pustaka, bahan dan metode serta hasil dan pembahasan yang didukung oleh

literatur yang terkait.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Endah Retno Palupi MSc dan

Dr. Ir. Nurlianie Bermawie selaku pembimbing dan Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz,

MSc. selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan

dalam penyusunan tesis ini. Terimakasih yang sebesar-besarnya juga penulis tujukan

kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang telah

memberikan kesempatan dan biaya studi, kepada Kepala Balai Penelitian Tanaman

Obat dan Aromatik yang telah mendanai penelitian ini dari dana APBN 2010, kepada

staf pengajar mayor ITB yang telah banyak menyumbangkan ilmunya. Ungkapan

rasa terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepada Ibunda tercinta

atas doa-doanya, suami dan anak-anak tercinta atas doa, dorongan dan kasih

sayangnya.

Semoga dengan telah tersusunnya karya penelitian ini dapat memberi manfaat

bagi pihak yang memerlukannya.

Bogor, Desember 2010

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bukittinggi, Sumatera Barat pada tanggal 16 Mei 1968

dari pasangan Alm. Nazaruddin Latif (ayah) dan Nurleili (ibu). Penulis

merupakan putri ke-7 dari sembilan bersaudara.

Pada tahun 1987 penulis lulus dari SMAN 2 Padang, dan pada tahun yang

sama penulis lulus masuk Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam, Jurusan

Biologi Universitas Andalas, melalui ujian seleksi Sipenmaru. Pada tahun 1994

penulis diterima bekerja sebagai Honorer di Pusat Penelitian dan Pengembangan

Tanaman Perkebunan dan diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil pada tahun 1998.

Pada tahun 2003 sampai sekarang penulis diangkat menjadi tenaga peneliti di

bidang Teknologi Benih di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor.

(12)

DAFTAR ISI ...

DAFTAR TABEL ...

DAFTAR GAMBAR ...

DAFTAR LAMPIRAN ...

PENDAHULUAN

Latar Belakang ...

Tujuan Penelitian ...

Hipotesisa ...

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Morfologi Tanaman Jahe ...

Perbanyakan Tanaman Jahe ...

Induksi Pembungaan ...

Biologi Bunga ...

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian ...

Tahap dan Metode Penelitian...

Pelaksanaan Penelitian ………

Pengamatan ……….

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Penelitian ………..

Induksi Pembungaan Jahe Putih Besar (

Zingiber officinale

Rosc ...

Induksi pembungaan dengan kadar air media yang berbeda ...

Pertumbuhan tanaman dan produksi ...

Pembungaan ...

Induksi pembungaan dengan pemberian paclobutrazol ...

Pertumbuhan tanaman dan produksi ...

Pembungaan ...

Korelasi jumlah tunas generatif (spika) dengan jumlah tunas vegetatif ….

Biologi Bunga Jahe Putih Besar ………...

Biologi bunga ...

Deskripsi bunga ...

Pengamatan serbuk sari ...

Pengamatan kepala putik ...

Viabilitas serbuk sari ...

SIMPULAN DAN SARAN ...

(13)
(14)

No Halaman

1

Pengaruh kadar air media terhadap luas daun (cm

2

29

) pada awal

dan akhir perlakuan ...

2

Pengaruh kadar air media terhadap produksi rimpang dan tebal

rimpang ...

31

3

Pengaruh kadar air media terhadap waktu bunga teridentifikasi

jumlah bunga dan jumlah rumpun yang berbunga ...

34

4

Pengaruh paclobutrazol terhadap luas daun (cm

2

38

) pada awal

dan akhir perlakuan ………...

5

Pengaruh paclobutrazol terhadap produksi rimpang (berat

rimpang, tebal rimpang dan kadar air rimpang ….………...

38

6

7

Pengaruh paclobutrazol terhadap panjang tangkai spika …...

Pengaruh paclobutrazol tarhadap jumlah spika/rumpun

dan panjang spika ...

41

42

8

Periode terbentuknya spika di Bogor dan Cicurug ……..……

45

9

Waktu bunga mekar, suhu, dan kelembaban saat bunga mekar

46

10

Fenologi pembungaan tanaman jahe di Bogor dan Cicurug...

50

11.

Deskripsi dan karakteristik spika dan bunga jahe …………...

55

12.

Pengaruh interaksi antara pewarnaan dengan waktu

pengambilan serbuk sari terhadap pendugaan viabilitas

serbuk sari ………...

.

(15)

No

Halaman

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

(A) Kondisi tanaman 8 MST, tanaman mengalami pemanjangan dan

tangnya lemah. (B) Daun muda mulai menguning dan kering

ungnya. ...

Tinggi tanaman selama 14 MSP pada kadar air media yang berbeda

………...

Kondisi tanaman perlakuan KAM 36-37% dan 33-34% pada 12

MSP ………

Diameter batang selama 14 MSP pada kadar air media berbeda ...

Jumlah tunas selama 14 MSP pada kadar air media yang berbeda ...

Tinggi tanaman pada konsentrasi paclobutrazol yang berbeda ……..

Diameter batang pada kosentrasi paclobutrazol yang berbeda ...

Jumlah tunas pada kosentrasi paclobutrazol yang berbeda ………....

(A) Tunas vegetatif dan generatif B). Tunas generatif yang tumbuh

dari rimpang, C). Tunas generatif yang muncul pada ujung tunas

vegetatif ...

A)

Braktea yang mempunyai 2 bunga, B) Spika dan bunga

mengering, C) Bunga mengering sebelum mekar ...

Tunas generatif (spika) yang muncul diujung tunas vegetatif ……...

Periode perkembangan spika ….. ...……… .. ...

Periode bunga mekar sampai layu ……….

Bagian bunga jahe dan posisinya ...

Morfologi serbuk sari dengan menggunakan

scanning electron

microscope

(SEM) ...………...

(16)
(17)

No

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Kondisi rumah kaca yang terbuka (tidak mempunyai dinding)

Sebelum tanam, B) Tanaman 2 BST ……….

A) Rimpang siap panen untuk benih B) Rimpang yang sudah

direndam dengan dithama ...

A) Potongan rimpang untuk benih berat 50-60 gr B) Rimpang

setelah direndam dithama ...

Rimpang dengan tunas 1-2 cm siap untuk dipindah ke polybag ...

Rimpang yang terserang lalat rimpang. (A) Serangan awal,

(B) Serangan lanjut, (C) Rimpang keropos ………...

Rata-rata suhu dan kelembaban di dalam dan di luar rumah kaca

selama penelitian pada bulan September 2009-Mei 2010 ………...

Rata-rata suhu dan kelembaban di Cicurug pada bulan September

2009 - Mei 2010) ……….

71

71

71

72

72

72

(18)

Latar belakang

Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman obat

dengan klaim khasiat paling banyak. Lebih dari 40 produk OT (obat tradisional)

menggunakan jahe sebagai bahan baku, sehingga jahe merupakan salah satu

tanaman yang dibutuhkan dalam jumlah besar untuk IKOT (industri kecil obat

tradisional) maupun IOT (industri obat tradisional). Hasil survey Balittro di

beberapa IKOT dan IOT di tujuh propinsi utama pengembangan industri OT

(Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, dan Nusa

Tenggara Barat) menunjukkan bahwa volume kebutuhan jahe untuk industri OT

mencapai lebih dari 47.000 ton setiap tahun, belum termasuk kebutuhan industri

OT di pulau Sumatera (Kemala et al. 2003).

Produksi jahe nasional pada tahun 2004 sebesar 104.789 ton mengalami

penurunan dibandingkan tahun 2003 sebesar 125.386 ton (BPS 2004). Penurunan

produksi jahe tersebut disebabkan oleh turunnya produksi di sentra pengembangan

jahe utama (Jawa Barat) akibat serangan organisme pengganggu tanaman (OPT)

dan budidaya yang kurang optimal. Pada tahun 2005 luas areal tanaman jahe

mencapai 6.149 ha, dan meningkat menjadi 8.904 ha pada 2006; dengan produksi

berturut-turut 125.827 dan 177.137 ton (Statistik Produksi Hortikultura 2006).

Kendala utama dalam produksi benih jahe dan temu-temuan lainnya

adalah gangguan hama dan penyakit (OPT) utama seperti layu bakteri, bercak

daun, kutu rimpang, dan lalat rimpang. Beberapa usaha pengendalian masih belum

efektif, terutama karena belum ada nomor-nomor jahe yang tahan terhadap R.

solanacearum (Supriadi et al. 2000) dan belum adanya sistem perbanyakan benih

jahe yang menghasilkan benih bebas penyakit (Hasanah et al. 2004).

Untuk mengantisipasi serangan organisme pengganggu tanaman, petani

dan penangkar benih perlu menggunakan bahan tanaman (benih) bermutu dari

varietas yang sudah dilepas, bersertifikat, bebas OPT dan penerapan teknik

budidaya anjuran yang dapat meningkatkan produktivitas tanaman. Balai

Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik sudah melepas 1 varietas unggul jahe

(19)

(Halina 1, Halina 2, Halina 3, dan Halina 4) 2 varietas jahe merah (Jahira 1, dan

Jahira 2) (Bermawie et al. 2006). Namun varietas unggul jahe yang telah dilepas

semuanya peka terhadap layu bakteri dan penyakit bercak daun.

Di tiga propinsi utama penghasil jahe yaitu Bengkulu, Jawa Barat, dan

Jawa Tengah, penyakit bercak daun telah menyerang tanaman jahe. Penyakit yang

menyerang tanaman tersebut disebabkan oleh cendawan Pyricularia sp dan

Phyllosticta sppertanaman, yang menyebabkan hampir seluruh daun menjadi

rusak sehingga pertumbuhan tanaman menjadi kerdil dan produksi rimpang

menurun drastis. Penyakit bercak daun diduga menyebar melalui benih (rimpang

jahe), air dan angin sehingga penularan penyakit ini cepat meluas.

Varietas unggul jahe yang telah dilepas juga rentan terhadap penyakit

layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum. Ralstonia

solanacearum merupakan OPT utama tular benih yang menyebabkan rimpang

menjadi busuk, menggagalkan hasil dan sulit ditanggulangi karena di samping

menyerang jahe, juga dapat menyerang tanaman temu-temuan lainnya seperti

kunyit dan kencur; sayuran (tomat dan cabe), serta beberapa macam gulma

(Supriadi et al. 1995).

Adanya OPT tular benih menjadi kendala dalam penggunaan rimpang

sebagai benih untuk perbanyakan tanaman jahe. Benih yang sudah terinfeksi sulit

untuk disterilkan dan hal ini dapat menggagalkan usaha budidaya dan

menurunkan produksi jahe. Oleh karena itu ketersediaan benih varietas yang

diinginkan yang bebas dari penyakit dalam jumlah, waktu dan harga yang

memadai, sangat terbatas, sehingga menghambat pengembangan tanaman jahe di

Indonesia.

Ukuran rimpang yang besar/voluminous butuh benih 2-3 ton/ha, tidak

tahan disimpan lama (daya tumbuh benih turun sampai 50 % dalam waktu 3–4

bulan) merupakan masalah lain yang perlu dicari jalan keluarnya, karena rentang

waktu antara panen dan musim tanam kadang-kadang lebih dari 4 bulan, sehingga

benih yang tersedia bermutu rendah. Upaya penyimpanan benih jahe putih kecil

pada ruang AC dengan suhu 20-240 C dapat mempertahankan mutu benih dan

daya tumbuh yang tinggi yakni 91,66 %. Penggunaan AC dianggap tidak layak

(20)

dapat mempertahankan viabilitas benih jahe sampai 4 bulan dengan daya tumbuh

88 %, setelah itu jahe akan keriput dengan tingkat viabilitas yang rendah dimana

daya tumbuhnya turun sampai 50% (Melati dan Rusmin 2008). Untuk mengatasi

kendala penggunaaan rimpang sebagai bahan perbanyakan, perlu dicari alternatif

bahan perbanyakan yang lain yang memungkinkan untuk diterapkan di tingkat

petani.

Penyediaan benih jahe melalui kultur jaringan mengalami kendala dengan

induksi tunas langsung maupun fase kalus (Mariska dan Syahid 1992) karena

menghasilkan tanaman baru yang berimpang kecil (Syahid dan Hobir 1996).

Penggunaan biji sebagai bahan perbanyakan menjadi alternatife terobosan

yang potensial untuk dikembangkan. Biji jahe diharapkan akan membantu

mengatasi permasalahan-permasalah pada jahe seperti mengatasi kelangkaan

benih pada saat off season (di luar musim), menghambat penularan penyakit,

mempermudah sortasi dan transportasi yaitu dalam pengiriman benih jahe untuk

lokasi yang sulit untuk ditempuh.karena biji jauh lebih kecil dan ringan daripada

rimpang jahe. Selain hal tersebut, dengan berhasilnya membijikan jahe juga

bermanfaat besar dalam bidang pemuliaan tanaman jahe. Selama ini

varietas-varietas jahe didapatkan dari hasil eksplorasi bukan merupakan hasil persilangan.

Keragaman jahe yang sangat rendah dapat ditingkatkan jika jahe dapat dibijikan,

dengan dilakukannya penyerbukan antar varietas tanaman jahe yang ada saat ini.

Tetapi hal tersebut belum dapat dilakukan karena jahe jarang berbunga dan tidak

berbiji. Kegagalan pembentukan biji pada tanaman jahe diduga disebabkan oleh

viabilitas serbuk sari yang rendah (Adaniya dan Shoda 1998) atau fertilitas gamet

betina yang rendah seperti yang terjadi pada jahe merah (Rachman 1998). Untuk

mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut itu perlu dilakukan penelitian

induksi pembungaan pada jahe dan kajian fenologi dan biologi bunga untuk

mempelajari kendala pembentukan biji.

Berdasarkan permasalahan tersebut telah dilaksanakan suatu

penelitian yang berjudul ” Induksi Pembungaan dan Studi Biologi Bunga pada

(21)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Memperoleh teknik induksi pembungaan jahe

2. Mempelajari fenologi dan biologi pembungaan jahe sehingga diketahui kendala

pembentukan biji pada jahe putih besar var Cimanggu 1

Hipotesa

1. Perlakuan stress kekeringan atau pemberian paclobutrazol yang tepat dapat

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Morfologi Tanaman Jahe

Zingiberaceae berasal dari bahasa Sanskerta “zingiber” yang artinya

berbentuk seperti tanduk. Zingiberaceae berpangkal pada bentuk cabang rimpang

yang mulai tumbuh menjadi batang yang bentuknya seperti tanduk. Warga dari

famili Zingiberaceae dikenal sebagai penghasil rimpang yang umumnya

mempunyai nilai sebagai rempah-rempah, digunakan sebagai campuran bahan

makanan (manisan, permen, minuman) maupun sebagai ramuan dalam obat

tradisional. Disamping itu ada pula yang menghasilkan malai bunga yang dapat

dimakan sebagai sayur dan sebagai tanaman hias yang cukup indah dan harum

baunya (Rismunandar 1988).

Sebagian besar Zingiberaceae merupakan tumbuhan berumur panjang

yang besar, berbatang basah dengan rimpang dan daun yang besar, gundul dan

tidak berambut, dengan pelepah yang besar dan tangkai yang nyata dan tidak

jarang beralur disisi atasnya. Helai daun biasanya asimetris, bertulang menyirip.

Bunga umumnya besar dan berwarna menarik, hemaprodit, zigomorf, berbilangan

tiga, mempunyai kelopak dan mahkota. Daun mahkota tiga, pada pangkalnya

melekat. Benang sari dalam dua lingkaran, tiap lingkaran terdiri dari tiga benang

sari. Bakal buah tenggelam, kebanyakan beruang tiga dengan satu bakal biji

dalam tiap ruangannya. Biji banyak dan tidak mempunyai endosperma besar.

Tangkai putik sangat langsing, dengan ujung terjepit diantara kedua benang sari.

Kepala sari melebar. Buah kotak kebanyakan berkatup tiga, kadang kadang tidak

pecah (Steenis et al. 2006).

Sebagian besar keluarga Zingiberaceae yang berada di Indonesia

digunakan sebagai bahan obat-obatan, kosmetik dan bumbu masak. Di pulau Jawa

lebih banyak dikenal dengan tanaman empon-empon. Diantara species penting

yang dikomersialkan dari suku ini adalah jahe, kunyit, temulawak dan lengkuas

(Rismunandar 1988). Kuntorini (2005) menyatakan bahwa penggunaan lengkuas,

temulawak, temu ireng dan temu kunci untuk obat-obatan masih dibawah 20 %

(23)

digunakan secara luas di Jepang, Timur Tengah, India, Bangladesh, Taiwan,

Jamaica and Nigeria (Anon 1999).

Jahe merupakan tanaman herba tahunan yang tumbuh pada lahan dataran

rendah sampai menengah (300-900 m dpl). Di Indonesia dikenal tiga tipe jahe

yang didasarkan atas ukuran dan warna rimpang, yaitu jahe putih besar, jahe putih

kecil dan jahe merah. Jahe putih kecil dan jahe merah sebagian besar

dimanfaatkan dalam industri minuman penyegar dan bahan baku indutri OT,

herba terstandar maupun fitofarmaka (Bermawie et al. 2006). Jahe putih besar, di

Jawa Barat dikenal dengan nama umum jahe badak tapi di Sumatera disebut jahe

gajah. Nama lainnya yaitu jahe ganyong dan jahe lempung di Kuningan, jahe

kapur di Jawa Timur. Ukuran jahe ini jauh lebih besar dan bentuknya lebih

gemuk, demikian pula aroma dan rasanya kurang tajam dibanding kedua jenis

lainnya. Jahe ini banyak digunakan untuk sayur, makanan, minuman, permen dan

rempah-rempah (Januwati 1991).

Jahe putih besar mempunyai rimpang yang tumbuh bergerombol pada

pangkal batangnya, berdaging dan berukuran tebal serta bercabang tidak

beraturan. Ukuran panjang dan lebar rimpang jahe putih besar berkisar antara

15.83 – 32.75 cm dan 6.20 – 11.30 cm. Jahe putih kecil 6.13 – 31.70 cm dan 6.38

– 11.10 cm, sedangkan jahe merah 12.33 – 12.60 cm dan 5.26 – 10.40 cm

(Rostiana et al. 1991). Berdasarkan pengamatan sitologi, kromosom jahe

berjumlah 2n=22 (Ajijah et al. 1997) kecuali pada species Zingiber mioga

berjumlah 2n=55 (Peter et al. 2007).

Tanaman jahe mempunyai batang semu (pseudostems) yang berbentuk

bulat. Tegak, tidak bercabang, berwarna hijau muda, sering kemerahan pada

bagian dasar. Setiap batang umumnya terdiri dari 8 -12 helai daun (Rostiana et al.

1991; Sumeru 1995; Peter et al. 2007). Tinggi tanaman ini rata-rata 68.63 ±

12.5 cm.

Perbanyakan Tanaman Jahe

Perbanyakan tanaman jahe umumnya dilakukan secara vegetatif, yaitu

dengan menggunakan rimpang berukuran 2.5 – 5 cm, dengan bobot 25 – 60 gram.

(24)

sangat rendah. Penggunaan rimpang sebagai bahan perbanyakan jahe mempunyai

beberapa kendala yaitu: 1) dapat membawa penyakit tular benih Ralstonia

solanacearum, dan Fusarium serta nematoda sehingga penyebaran penyakit dan

nematoda sulit dihindari; 2) rimpang yang berukuran besar/voluminous

mempersulit penanganannya (sortasi, penyimpanan, pengemasan, transportasi dan

lain-lain) dan mengakibatkan kebutuhan benih yang cukup tinggi, sekitar 2-3

ton/ha; 3) tidak tahan disimpan lama karena daya berkecambah benih turun

sampai 50 % dalam waktu 3 – 4 bulan (Sukarman et al. 2004 ). Apabila tidak

dilakukan langkah-langkah penanganan benih yang memadai, maka benih jahe

paling lama dapat disimpan 2 – 3 bulan. Penyimpanan lebih dari waktu itu

mengakibatkan benih mengkerut dan sudah bertunas. Benih yang sehat, walaupun

bertunas, panjang tunasnya tidak lebih dari 1 cm. Untuk menghindari tumbuhnya

jamur atau kapang, penyimpanan benih akan lebih baik kalau diberi perlakuan abu

dapur yang ditaburkan. Pada kondisi demikian benih dapat disimpan selama 4

bulan (Januwati et al. 1991). Menurunnya kadar air benih setelah penyimpanan

erat kaitannya dengan proses penguapan benih/rimpang jahe selama penyimpanan.

Karena benih/rimpang bersifat higroskopis maka benih/rimpang tersebut akan

menyerap atau melepaskan air sampai kadar airnya mencapai keseimbangan

dengan kelembaban udara di sekitarnya (Sukarman et al. 2008). Standar Nasional

Indonesia mengenai persyaratan mutu benih (rimpang) JPB yang layak untuk

ditanam yakni ≥ 70%, diharapkan dengan kadar air tersebut kemampuan benih

(rimpang) untuk tumbuh masih tinggi (Anon 2006).

Pada umumnya pengadaan benih masih menggunakan benih dari kebun

sendiri, dan belum mengacu kepada standar mutu benih yang berasal dari

budidaya untuk produksi benih sehingga mutunya kurang terjamin. Selain itu

benih jahe juga rentan terhadap serangan penyakit dan hama gudang. Benih jahe

juga akan mudah keriput apabila dipanen tidak cukup umur, dan mudah bertunas

apabila kondisi simpannya kurang baik. Kondisi demikian tentu akan berpengaruh

kurang baik terhadap produksi dan kualitas jahe yang dihasilkan. Di Jawa Barat

petani jahe belum ada yang dikhususkan untuk menanam benih jahe karena

(25)

Induksi Pembungaan

Proses pembungaan pada dasarnya merupakan interaksi dari pengaruh dua

faktor besar, yaitu faktor eksternal /lingkungan (suhu, cahaya, kelembaban, curah

hujan, dan unsur hara) dan faktor internal (fitohormon dan genetik). Perubahan

lingkungan tersebut dapat mengubah respon pembungaan suatu tanaman

(Darjanto dan Satifah 1990). Setiap species tanaman dapat mempunyai respon

yang berbeda terhadap lingkungan untuk berbunga (Thomas 1993). Ashari (2006)

menyatakan bahwa sedikitnya ada 2 unsur yang mempengaruhi pembungaan

yaitu: curah hujan dan distribusi hujan dan tinggi tempat dari permukaan laut.

Selain unsur iklim di atas, menurut Guslim dalam Nasution (2009) produksi

tanaman juga dipengaruhi oleh radiasi matahari dan suhu.

Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Kondisi

lingkungan yang sesuai selama pertumbuhan akan merangsang tanaman untuk

tumbuh cepat, berbunga dan menghasilkan benih. Kebanyakan spesies tidak akan

memasuki masa reproduktif jika pertumbuhan vegetatifnya belum selesai dan

belum mencapai tahapan yang matang untuk berbunga. Ada dua rangsangan yang

menyebabkan perubahan itu terjadi, yaitu suhu dan panjang hari (Mugnisjah dan

Setiawan 1995). Adanya rangsangan ekternal menyebabkan akan terjadi

transformasi pertumbuhan indeterminat pada ujung pucuk yang dirubah ke

bentuk pertumbuhan determinat yang sama sekali berbeda, yaitu alat

reproduktifnya (Harjadi et al. 1988).

Pada musim hujan tanaman melakukan aktivitas maksimal untuk

menyerap hara dan air, agar dapat mengakumulasikan cadangan makanan dan

menyimpan energi sebanyak-banyaknya sehingga pertumbuhan vegetatif lebih

dominan. Suhu tinggi hingga batas ambang tertentu dibutuhkan oleh meristem

lateral (primordia bunga) untuk mulai membentuk kuncup-kuncup bunga dan

melangsungkan proses pembungaan. Selain itu, pada umumnya pembungaan di

daerah tropis merupakan respon terhadap turunnya status air dalam tanah.

Cekaman (stress) air dapat menginduksi inisiasi bunga, dengan diikuti oleh hujan

maka primordia bunga yang terinisiasi akan berkembang pada tanaman tahunan

(26)

Tanaman yang mengalami masa kering menyebabkan pasokan nitrogen

pada tajuk tanaman berkurang sehingga jumlah nitrogen pada tajuk tanaman lebih

kecil daripada karbon. Jumlah nitrogen pada tajuk tanaman lebih kecil dari

karbon menyebabkan metabolisme tanaman meningkat sehingga laju fotosintesis

bertambah, jumlah karbohidrat yang dihasilkan tentu meningkat. Kondisi itu dapat

terjadi bila tanaman mengalami masa kering sehingga pasokan nitrogen

berkurang, sehingga pada beberapa tanaman seperti jambu air, perlakuan stres air

pada tanaman akan memicu keluar bunga (Sandra 2009).

Suhu, curah hujan, cahaya dan keadaan lingkungan merupakan faktor yang

dapat mempengaruhi pembungaan. Adanya perbedaan antara suhu maksimum

pada siang hari dan suhu minimum di waktu malam dapat merangsang

pembentukan bunga yang baik. Pada Zingiberaceae, bunga dapat tumbuh dengan

baik pada kondisi yang lembab, karena tidak cepat layu (Darjanto dan Satifah

1990).

Paclobutrazol merupakan salah satu zat pengatur tumbuh yang dapat

merangsang terjadinya pembungaan. Paclobutrazol adalah salah satu penghambat

biosintesa giberelin (Terri dan Millie 2000) yang digunakan pada pengurangan

ukuran pohon, peningkatan produksi kuncup bunga, dan peningkatan panenan

buah (Sedgley dan Griffin 1989). Paclobutrazol diserap oleh tanaman melalui

daun, pembuluh batang atau akar, kemudian ditranslokasikan secara akropetal

melalui xylem kebagian tanaman yang lain (Wattimena 1988). Pada meristem sub

apikal senyawa ini akan menghambat biosintesis giberelin, yang selanjutnya akan

menyebabkan penurunan laju pembelahan sel sehingga mengakibatkan

terhambatnya pertumbuhan vegetatif, dan secara tidak langsung akan mengalihkan

fotosintat ke pertumbuhan reproduktif yang diperlukan untuk membentuk bunga.

Paclobutrazol juga berperan sebagai zat yang dapat memperlambat

pertumbuhan yang mengakibatkan bagian–bagian tanaman akan mengecil dan

dapat merangsang tumbuhnya bunga. Aplikasi zat pengatur tumbuh ini diperlukan

untuk mempercepat pembungaan tanaman mangga dan meningkatkan

keberhasilan penyilangan atau hibridisasi. Aplikasi paclobutrazol dapat

merangsang pembungaan mangga 57-83 hari setelah aplikasi (Husen dan Ishartati

(27)

kualitas dan kuantitas bunga. Penggunaan paclobutrazol ternyata efektif terhadap

pembungaan mangga, apel, dan melati (Purnomo et al. 1989; Herlina et al. 2001).

Pemberian paclobutrazol pada jahe hias ‘ Chiang mai Pink” dengan konsentrasi 20

mg/pot dapat mempercepat keluarnya bunga pertama dari pada tanaman kontrol

(Maria et al. 2001). Ashrafuzzaman et al.(2009) menyatakan bahwa perendaman

umbi bawang sepanjang malam dengan 80 ppm paclobutrazol tidak dapat

meningkatkan jumlah bunga dan mempercepat pembungaan bunga bawang.

Biologi Bunga

Sebagian besar famili Zingiberaceae menghasilkan bunga. Bunga pada

Zingiber sp berada di ujung tangkai bunga yang muncul secara langsung dari

rimpang. Bunga berbentuk kerucut tertutup oleh rangkaian braktea. Braktea

merupakan kantong tempat munculnya bunga, satu bunga dalam satu braktea.

Beberapa species mempunyai braktea berwarna hijau sewaktu muda dan berubah

warna menjadi merah setelah terjadi pembuahan. Bunga biasanya mekar pada

siang hari dan bertahan hanya beberapa jam saja. Ciri paling unik adalah

bunganya dapat menyediakan serbuk sari dalam waktu yang lama (Larsen et al.

1999). Berdasarkan penelitian-penelitian yang sebelumnya menyatakan bahwa

viabilitas serbuk sari tergolong rendah, walaupun demikian belum ada informasi

yang menyatakan lamanya masa viabilitas serbuk sari.

Bunga pada genus Zingiber jarang menghasilkan buah. Penyebab

kegagalan produksi buah dan biji diduga disebabkan oleh beberapa faktor,

diantaranya kegagalan penyerbukan akibat terbatasnya vektor penyerbukan. (Peter

et al. 2007). Ramachandra (1982) melaporkan bahwa ratio serbuk sari fertil dan

serbuk sari berkecambah tergantung pada banyaknya serbuk sari yng

berkecambah pada stigma atau ada tidaknya self incompatibility. Rahman (1998)

melaporkan bahwa fertilitas serbuk sari pada jahe merah (Zingiber officinale var

Rubrum) sangat bervariasi tetapi cukup tinggi (6-45 %) sehingga cukup

menjamin terjadinya pembuahan. Fertilitas semacam ini jauh lebih tinggi

daripada fertilitas serbuk sari dari jenis Curcuma yang bersifat steril (2 – 7 %),

sehingga tanaman ini tidak menghasilkan biji. Fertilitas yang rendah ini diduga

(28)

Menurut Bermawie dan Martono (1997) jahe jarang berbunga, bila terjadi

bunga mekar pada siang hari, dan gugur pada keesokan harinya, sehingga periode

untuk penyerbukan sangat pendek. Bunga tersusun dalam spika yang langsung

muncul dari rimpangnya, sama halnya dengan batang semu. Setiap bunga

dilindungi oleh braktea (daun pelindung) berwarna hijau, berbentuk bulat telur

atau jorong. Setiap braktea akan muncul satu bunga (Purseglove et al. 1981 ).

Peter et al. (2007) menambahkan adakalanya terdapat dua bunga, bunga bisexual,

tidak beraturan, berwarna kuning dengan bintik-bintik ungu gelap. Pada bunga

hermaprodit dengan posisi yang berdampingan, ketika kotak sari pecah tidak

dapat menjangkau kepala putik karena posisinya berjauhan dan kotak sari

menempel pada pangkal kepala putik. Bunga keluar 2-3 bulan setelah tanam,

inisiasi bunga berasal dari pembentukan rhizome- rhizome baru. Ketika bunga

gugur dan bagian yang lainnya mengering, rhizome menjadi dorman.

Fenologi adalah ilmu tentang periode fase-fase yang terjadi secara alami

pada tumbuhan. Fase-fase tersebut berlangsung sangat dipengaruhi oleh keadaan

lingkungan sekitar, seperti lamanya penyinaran, suhu dan kelembaban udara

(Fewless 2006). Fenologi perbungaan suatu jenis tumbuhan adalah salah satu

karakter penting dalam siklus hidup tumbuhan karena pada fase itu terjadi proses

awal bagi suatu tumbuhan untuk berkembang biak. Suatu tumbuhan akan

memiliki perilaku yang berbeda-beda pada pola perbungaan dan perbuahannya,

akan tetapi pada umumnya diawali dengan pemunculan kuncup bunga dan

diakhiri dengan pematangan buah (Tabla dan Vargas 2004). Pengamatan

fenologi tumbuhan yang seringkali dilakukan adalah perubahan masa vegetatif ke

generatif dan panjang masa generatif tumbuhan tersebut. Ini biasanya dilakukan

melalui pendekatan dengan pengamatan umur bunga, pembentukan biji dan saat

(29)

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah kaca (Lampiran 1) dan Laboratorium

Benih, Kelti Plasma Nutfah dan Pemuliaan Balai Penelitian Tanaman Obat dan

Aromatik di Bogor untuk percobaaan induksi pembungaan serta pengamatan

fenologi dan biologi bunga. Kebun Percobaan Cicurug Balai Penelitian Tanaman

Obat dan Aromatik digunakan untuk pengamatan fenologi dan biologi bunga.

Pengamatan morfologi serbuk sari dan kepala putik dilakukan di Laboratorium

Zoologi LIPI Cibinong. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2009 sampai

dengan Juni 2010.

Tahap dan Metode Penelitian

Penelitian terdiri atas dua percobaan, yaitu: 1) Induksi pembungaan jahe

putih besar (Zingiber officinale Rosc), dan 2) Biologi bunga jahe putih besar

Percobaan 1

Induksi Pembungaan Jahe Putih Besar Suhu udara dan kelembaban udara

Kedua data ini diperoleh dengan menggunakan alat termohygrometer.

Pengukuran dilakukan setiap hari, tiga kali sehari, pada pukul 07.00, 12.00 dan

16.00 WIB, baik di dalam rumah kaca maupun di luar rumah kaca.

Percobaan induksi pembungaan ini terdiri atas dua kegiatan yakni:

1. Induksi pembungaan dengan kadar air media yang berbeda

Percobaan ini disusun dalam rancangan acak kelompok satu faktor, yaitu

kadar air media. Perlakuan kadar air media (KAM) atau kapasitas lapang

(KL) terdiri atas enam taraf yaitu:

C0 : KAM 48-49 % atau 100 % KL

C1 : KAM 45-46 % atau 83 % KL

C2 : KAM 42-43 % atau 66 % KL

(30)

C4 : KAM 36-37 % atau 33 % KL

C5 : KAM 33-34 % atau 16 % KL

Tiap perlakuan diulang empat kali, sehingga terdapat 24 satuan

percobaan. Tiap percobaan terdiri atas lima sampel tanaman, maka jumlah

benih jahe yang digunakan sebanyak 120 benih jahe. Data yang diperoleh

dikonsentrasi dengan uji F menggunakan program SAS (Statistical Analysis

System) dan jika berpengaruh nyata secara statistik (pada ά = 0.05) maka

dilakukan uji lanjut menggunakan DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada

taraf ά = 0.05

Model rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Y i j = µ + α i + ßj + Є ijk , dimana :

Y i j k = Nilai pengamatan pada perlakuan ke i dan kelompok ke j

µ = Nilai rataan umum α i = Perlakuan ke - i

ß j = Pengaruh kelompok ke -j

E ijk = Pengaruh acak pada perlakuan ke i dan kelompok ke j

2. Induksi pembungaan dengan pemberian paclobutrazol

Percobaan ini disusun dalam rancangan acak kelompok satu faktor,

yaitu : konsentrasi paclobutrazol. Perlakuan paclobutrazol terdiri atas enam

taraf yaitu: P0 : 0 ppm (kontrol)

P1 : 20 ppm.

P2 : 40 ppm.

P3 : 60 ppm.

P4 : 80 ppm.

P5 : 100 ppm

Tiap perlakuan diulang empat kali, sehingga terdapat 24 satuan

percobaan. Tiap percobaan terdiri atas lima sampel tanaman, maka jumlah

benih jahe yang digunakan sebanyak 120 benih jahe. Data yang diperoleh

dikonsentrasi dengan uji F menggunakan program SAS (Statistical Analysis

System) dan jika berpengaruh nyata secara statistik (pada ά = 5%) maka

(31)

Model rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Y i j = µ + α i + ßj + Є ijk ,

Y i j k = Nilai pengamatan pada perlakuan ke i dan kelompok ke j

µ = Nilai rataan umum α i = Perlakuan ke - i

ß j = Pengaruh kelompok ke -j

E ijk = Pengaruh acak pada perlakuan ke i dan kelompok ke j

Percobaan 2.

Biologi Bunga Jahe Putih Besar (Zingiber officinale Rosc) Percobaan biologi bunga terdiri atas dua kegiatan yakni:

1. Biologi bunga

Pengamatan biologi bunga dilakukan terhadap bunga yang terbentuk

pada Percobaan 1. Pengamatan dilakukan secara visual dengan mengamati

perubahan-perubahan yang terjadi selama tunas generatif terbentuk.

2. Viabilitas serbuk sari

Pengamatan viabilitas serbuk sari terdiri atas dua percobaan.

a. Pengecambahan serbuk sari.

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan media perkecambahan

serbuk sari yang terbaik bagi jahe. Percobaan ini menggunakan Rancangan

Acak lengkap (RAL) dua faktor. Faktor yang diujikan adalah media

perkecambahan serbuk sari yang terdiri atas tiga jenis media, yaitu media

Brewbaker & Kwack (BK), media PGM (Pollen Germination Medium) dan

media sukrosa 10% dan sebagai faktor kedua adalah waktu pengambilan

serbuk sari (lima taraf) dengan selang waktu 15 menit yang dimulai pada saat

bunga mekar.

Pembuatan media BK dilakukan dengan mencampurkan bahan kimia

100 ppm H3BO4 300 ppm Ca(NO3)2.4H2O, 200 ppm MgSO47H2O, dan 100

ppm KNO3 dalam 1000 ml aquabides. Media PGM dibuat dengan

mencampurkan 10% sukrosa, 0,005% H3BO3, 10 mM CaCl2, 0.05mM KH2PO4

(32)

kertas saring. Media sukrosa 10% dibuat dengan melarutkan 10 gram sukrosa

dalam 100 ml aquadest.

Data yang diperoleh dianalisis dengan uji F menggunakan program

SAS (Statistical Analysis System) dan jika berpengaruh nyata secara statistik

(pada ά = 5%) maka dilakukan uji lanjut menggunakan DMRT (Duncan

Multiple Range Test).

Model rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Y i j = µ + α i + ßj + (άß)ij + Є ijk,

Y i j k = Nilai pengamatan pengaruh perlakuan pewarnaan ke-i,

waktu ke-j dan ulangan ke-k

µ = Nilai rataan umum

α i = pengaruh pewarna ke - i

ß j = pengaruh waktu pengambilan serbuk sari ke -j

(άß)ij = pengaruh interaksi antara pewarna ke-i dan waktu ke-j

E ijk = Pengaruh galat percobaan pada pewarna ke i, waktu ke-j,

dan ulangan ke-k

i = 1,2

j = 1,2,3,4,5

b. Pewarnaan serbuk sari.

Pengujian viabilitas melalui pewarnaan serbuk sari dilakukan dengan

menggunakan Aniline blue 0.2% (0.2 gram Aniline blue dilarutkan dalam 100

ml aquadest) dan Acetocarmine 0.75% (0.75 gram carmine dilarutkan dalam

45 ml asam asetat glacial + 55 ml aquadest, kemudian didihkan, setelah

dingin disaring).

Data yang diperoleh dianalisis dengan uji F menggunakan program

SAS (Statistical Analysis System) dan jika berpengaruh nyata secara statistik

(pada ά = 5%) maka dilakukan uji lanjut menggunakan DMRT (Duncan

Multiple Range Test).

Model rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Y i j = µ + α i + ßj + (άß)ij + Є ijk,

(33)

waktu ke-j dan ulangan ke-k

µ = Nilai rataan umum

α i = pengaruh media perkecambahan serbuk sari diambil ke - i

ß j = pengaruh waktu pengambilan serbuk sari ke -j

(άß)ij = pengaruh interaksi antara media ke-i dan waktu ke-j

E ijk = Pengaruh galat percobaan pada media ke i, waktu ke-j,

dan ulangan ke-k

i = 1,2

j = 1,2,3,4,5

Pelaksanaan Penelitian

Persemaian Benih

Rimpang yang digunakan untuk benih adalah yang sudah tua, minimal

berumur 9 bulan. Ciri-ciri rimpang tua antara lain kandungan serat tinggi dan

kasar, kulit licin dan keras tidak mudah mengelupas, warna kulit mengkilat

menampakkan tanda bernas (Lampiran 2). Untuk mencegah infeksi bakteri,

dilakukan perendaman di dalam larutan antibiotik Dithama yang merupakan

formula Balittro dengan konsentrasi anjuran, kemudian dikering-anginkan

(Gambar 14B). Rimpang untuk dijadikan benih adalah yang mempunyai 2-3 mata

tunas yang baik dengan bobot sekitar 50-60 g (Lampiran 3). Sebelum ditanam

rimpang benih disemai terlebih dahulu dengan cara menanam pada media cocopit

di tempat yang teduh. Selama penyemaian dilakukan penyiraman setiap hari

sesuai kebutuhan, untuk menjaga kelembaban rimpang. Rimpang yang bertunas

dengan panjang 1-2 cm siap ditanam (±1 bulan) (Lampiran 4) dalam polybag

diameter 30 cm.

Penyiapan Media Tanam

Media yang digunakan adalah campuran tanah, pasir, dan pupuk kandang

dengan perbandingan 2 : 1 : 1. Media yang telah dicampur, diaduk sampai rata

dan disiram dengan fungisida (Dithane) sebanyak 4 g/l. Untuk perawatan tanaman

(34)

yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, dengan cara

tanaman dipupuk dengan pupuk kandang sapi kedua pada umur empat bulan

sebanyak ± 1,5 kg tiap tanaman. Pemberian pupuk buatan NPK dilakukan tiga kali

pada umur 1, 2, dan 3 bulan setelah pindah tanam sebanyak ± 10 g tiap tanaman

setiap pemberian. Pemeliharaan tanaman dilakukan agar tanaman dapat tumbuh

dan berproduksi dengan baik yang meliputi: penyiangan gulma, penyulaman,

pembubuman, dan pengendalian organisme pengganggu tanaman.

Penentuan Kapasitas Lapang dan Titik Layu Permanen pada Media Tanam

Perlakuan kadar air media (KAM) ditentukan dengan menetapkan

kapasitas lapang dan titik layu permanen pada media tanam tanpa tanaman

dilakukan dengan menggunakan alat “Pressure Plate Apparatus” dan “Pressure

Membran Apparatus“ masing-masing pada pF 2.54 dan pF 4.20. Untuk penetapan

kapasitas lapang dan titik layu permanen digunakan media tanam kering udara.

Contoh tanah untuk penetapan kapasitas lapang (pF 2.54) diletakkan di

atas piringan (plate) dalam “Pressure Plate Apparatus “ sedangkan tanah untuk

penetapan titik layu permanen (pF 4.20) diletakkan di atas piringan dalam

Pressure Membran Apparatus“. Kedua contoh tanah ini disiram air sampai

berlebihan dan dibiarkan selama 48 jam. Alat ditutup rapat-rapat, kemudian diberi

tekanan sesuai dengan pF yang dikehendaki (untuk pF 2.54 dengan tekanan 1/3

bar dan 1.5 bar untuk pF 4.20). Keseimbangan tercapai kira-kira 48 jam setelah

diberi tekanan. Kemudian contoh tanah dikeluarkan dan ditetapkan kadar airnya

dengan metode gravimetri, dengan menggunakan rumus :

KA = BB - BK x 100 %.

BB

Dari hasil perhitungan didapatkan kadar air media pada kondisi kapasitas

lapang yaitu 47.98 % dan titik layu permanen adalah 32.32 % dengan demikian

selang kadar air yang tersedia adalah selisih antara kapasitas lapang dan titik layu

permanen yaitu 15.66 %. Kadar air yang tersedia ini digunakan untuk

(35)

air media diperoleh kapasitas lapang (KL) 100% = kadar air media 48-49% (K1),

KL 83% = kadar air media 45-46 % (K2), KL 66% = kadar air media 42-43 %

(K3), KL 50% = kadar air media 39-40 % (K4), KL 33%= kadar air media 36-37

% (K5), KL 16%= kadar air media 33-34 % (K6).

Perlakuan kadar air media diberikan pada saat tanaman berumur 4 bulan

(pertumbuhan vegetatif sudah cukup besar dan pengisian rimpang sudah terjadi)

sampai tanaman berumur 6 bulan. Setiap 3 hari dilakukan pengukuran kadar air

media sesuai dengan perlakuan, jika kadar air turun dari kadar air perlakuan maka

setiap 1% penurunan kadar air dilakukan penyiraman sebanyak 300 ml.

Penanaman Benih

Bibit dipindahkan pada media tanam berupa tanah : pasir : pupuk kandang

(2 : 1 : 1) sebanyak 30 kg pada polybag berukuran 60x60 cm. Media tanam

disusun di rumah kaca (yang diatasnya diberi paranet 50%) sesuai perlakuan.

Pemberian paranet berfungsi untuk menurunkan suhu di dalam rumah kaca yang

cukup tinggi sehinga dikhawatirkan dapat mengganggu pertumbuhan jahe pada

awal penanaman dimana benih masih lemah dan dalam masa adaptasi. Benih

ditanam dengan cara tunas menghadap ke atas. Pemeliharaan tanaman meliputi

penyiraman tanaman yang dilakukan 3 kali dalam seminggu, penyiangan

dilakukan bila terdapat gulma, penyulaman dilakukan bila terdapat bibit yang

mati, penyulaman dilakukan paling lambat 2 bulan setalah tanam. Pengendalian

hama penyakit dilakukan jika perlu (jika terdapat serangan yang mengganggu dan

melebihi ambang batas) secara mekanik dan menggunakan insektisida serta

fungisida.

Aplikasi paclobutrazol

Perlakuan aplikasi paclobutrazol diberikan pada saat tanaman berumur 4

bulan (pertumbuhan vegetatif sudah cukup besar) sampai tanaman berumur 6.5

bulan. Aplikasi dilaksanakan dengan cara menyiramkan paclobutrazol sesuai

perlakuan sebanyak 500 ml pada bagian pinggir rimpang dan diulang setiap 2

minggu sekali selama lima kali selama 2.5 bulan (Thohirah et al.2005).

(36)

Pengamatan

Induksi Pembungaan Jahe Putih Besar (Zingiber officinale Rosc)

Pengamatan Pertumbuhan

Pengamatan parameter pertumbuhan diimulai pada saat tanaman berumur

4 bulan setelah tanam (BST) yaitu saat dimulainya perlakuan kadar air media dan

perlakuan aplikasi paclobutrazol, dan untuk pengamatan selanjutnya dilakukan

dengan interval waktu dua minggu sampai tanaman berumur tujuh bulan.

Pengamatan dilakukan terhadap :

1. Tinggi tanaman. diukur dari pangkal batang (batas antara rimpang

batang semu) yang telah ditandai (tunas ke 2) sampai titik tumbuh.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan meteran dan dilakukan

pada umur 0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14 minggu setelah perlakuan (MSP).

2. Diameter batang. Pengukuran dilakukan pada batang yang telah

ditandai (tunas ke 2) dengan menggunakan jangka sorong dan

dilakukan pada umur 0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14 MSP.

3. Jumlah tunas. Total jumlah yang terdapat pada 1 rumpun tanaman

dilakukan pada umur 0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14 MSP

4. Luas daun. Pengamatan luas daun dilakukan dua kali, pengamatan

pertama awal, pengamatan kedua perlakuan pada daun pada saat

aplikasi dihentikan yaitu 8 MSP. Sampel daun yang diambil adalah

daun yang tidak mengalami pertambahan luas yaitu daun ke dua atau

tiga dari atas. Luas daun ditentukan dengan menggunakan leaf area

meter di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman, BALITTRO.

Cimanggu.

Pada saat tanaman berumur 9 bulan dilakukan pemanenan dengan cara

membongkar rimpang dari dalam tanah. Selanjutnya rimpang dibersihkan dan

dilakukan penanganan pasca panen, sesuai dengan parameter yang ingin diamati

meliputi :

1. Bobot rimpang per rumpun (g). Pengamatan dilakukan dengan

menggunakan timbangan biasa dan dilakukan satu kali pada saat

(37)

2. Kadar air rimpang (%). Timbang berat basah rimpang (BB) yang baru

dipanen dengan menggunakan timbangan analitik, setelah itu rimpang

diiris tipis, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 500C sampai

berat keringnya konstan dan timbang kembali (BK). Dilakukan

penghitungan kadar air rimpang dengan cara :

KA (%) = BB – BK x 100 %.

BB

Pengamatan Pembungaan

Pengamatan pembungaan meliputi :

1. Waktu spika pertama keluar (MSP). Pengamatan dilakukan pada saat

terjadi perubahan tunas vegetatif menjadi generatif.

2. Waktu spika terakhir keluar (MSP). Pengamatan dilakukan pada saat

tidak ada lagi penambahan spika yang terbentuk.

3. Jumlah spika/rumpun. Pengukuran dilakukan berdasarkan total jumlah

spika yang terdapat dalam 1 rumpun selama tanaman hidup.

4. Panjang tangkai spika. Pengamatan dilakukan terhadap semua spika

yang terbentuk dalam satu rumpun Pengukuran dilakukan pada saat

awal terjadinya perubahan vegetatif menjadi generatif. Diukur dari

pangkal tunas (batas antara tunas dengan rimpang) sampai ujung spika.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan mistar besi.

Biologi Bunga Jahe Putih Besar (Zingiber officinale Rosc)

Pengamatan biologi bunga

Pengamatan biologi bunga mencakup: panjang bunga, panjang dan lebar

kelopak bunga , panjang dan lebar kepingan mahkota, panjang dan lebar labellum

(lip). Pengamatan biologi dan fenologi bunga bunga yang terbentuk mencakup:

1. Jumlah braktea/spika, jumlah bunga/spika, lama masa pembungaan/rumpun,

lama masa pembungaan/spika.

2. Perubahan-perubahan yang terjadi pada individu bunga sejak mekar sampai

(38)

panjang dan lebar kepingan mahkota, warna mahkota bunga, panjang pistil,

panjang kotak serbuk sari.

3. Pola perkembangan pembukaan braktea diamati sejak braktea kuncup sampai

membuka penuh. Spika yang diamati berjumlah 10 tangkai. Pengukuran

braktea terdiri dari panjang dan diameter braktea dan jumlah helaian braktea

yang terdapat pada setiap spika.

4. Struktur serbuk sari dan kepala putik. Serbuk sari diambil dari bunga yang

baru mekar di lapang. Struktur serbuk sari dan kepala putik diamati dengan

menggunakan mikroskop pemindai elektron (scanning elektron

microscope/SEM). Pengamatan dilakukan terhadap bentuk serbuk sari,

tekstur permukaan dan pori, sedangkan untuk kepala putik diamati tektur

permukaaannya.

5. Prosedur persiapan sampel untuk pengamatan menggunakan SEM: spesimen

serbuk sari dan kepala putik difiksasi dalam alkohol 70 % kemudian

didehidrasi pada suhu 4 0C. Spesimen ditempel pada stub dengan

menggunakan double tape, kemudian divakum selama 10 menit untuk

mengeluarkan gelembung udara dalam spesimen, dan dilapisi dengan emas

selama 5 menit. Spesimen dimasukkan dalam chamber pada SEM untuk

diamati. Pengamatan dilakukan pada 20 KV dengan pembesaran 1000 x

untuk melihat bentuk serbuk sari dan ada/tidaknya pori, 5000 x untuk

melihat tekstur permukaan, 150 x untuk mengamati struktur kepala putik.

Penentuan Masa Reseptif Kepala Putik

Untuk menentukan masa reseptif kepala putik, dilakukan pengamatan

morfologi bunga secara visual pada kepala putik. Pengamatan morfologi pada

kepala putik ditentukan berdasarkan perubahan yang terjadi pada permukaan

kepala putik yang dilakukan pada pukul 13.00, 14.00, 15.00, 16.00, dan pukul

17,00 WIB. Masa reseptif kepala putik ditentukan berdasarkan munculnya sekresi

pada permukaan kepala putik. Banyaknya sekresi (nektar) yang muncul

(39)

Viabilitas Serbuk sari

Pengamatan terhadap viabilitas serbuk sari dilakukan dengan

pengecambahan serbuk sari. Serbuk sari diambil sesaat setelah bunga mekar, dan

setiap 15 menit (5 x pengambilan sampel serbuk sari). Pengamatan

perkecambahan serbuk sari dilakukan 24 jam setelah pengecambahan dengan

menggunakan mikroskop cahaya. Viabilitas serbuk sari dihitung berdasarkan

persentase serbuk sari yang berkecambah (fertil) dengan ciri serbuk sari yang

telah kerkecambah membentuk tabung sepanjang minimal sama dengan diameter

serbuk sari.

Penghitungan viabilitas dengan media perkecambahan menggunakan rumus :

Viabilitas = jumlah serbuk sari yang berkecambah dalam bidang pandang x 100%

jumlah serbuk sari yang dikecambahkan dalam bidang pandang

Pendugaan viabilitas serbuk sari dilakukan dengan metode pewarnaan

menggunakan aniline blue 0.2 % dan acetocarmin. Pengamatan dilakukan setelah

24 jam pewarnaan dibawah mikroskop cahaya. Serbuk sari dikategorikan normal

apabila serbuk sari sudah 70 % terwarnai menjadi biru tua dengan pewarnaan

anile blue dan terwarnai menjadi merah tua dengan pewarnaan acetocarmine.

Penghitungan viabilitas denganmetoda pewarnaan menggunakan rumus :

Viabilitas = jumlah serbuk sari yang terwarnai dalam bidang pandang x 100%

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Penelitian

Keadaan pertanaman pada umur 0–7 minggu setelah tanam (MST)

menunjukkan pertumbuhan yang sehat tapi cenderung mengalami pemanjangan

(etiolasi) dan tingkat serangan hama yang relatif rendah. Hama yang menyerang

tanaman yaitu belalang dan ulat tanah. Akibat yang ditimbulkan oleh serangan

belalang dan ulat tidak terlalu mengganggu pertumbuhan dan perkembangan

tanaman. Belalang menimbulkan kerusakan dengan meninggalkan bekas gigitan

yang berupa lubang-lubang pada daun. Serangan belalang dan ulat tanah dapat

diminimalkan dengan pengendalian secara mekanis dan penyemprotan

insektisida (Decis).

Saat tanaman berumur 8 MST paranet yang menutupi rumah kaca dibuka

karena kondisi tanaman mengalami pemanjangan (etiolasi), diameter batang

lebih kecil, dan batang tanaman kelihatan agak lemah (Gambar 1A). Setelah

paranet dibuka bagian pinggir daun menjadi menguning (Gambar 1 B). Diduga

hal tersebut terjadi karena respon tanaman terhadap perubahan kondisi

lingkungan setelah paranet dibuka, terjadi peningkatan suhu dan penurunan

kelembaban udara dalam rumah kaca.

Gambar 1 (A) Kondisi tanaman 8 MST, tanaman mengalami pemanjangan dan batangnya lemah. (B) Daun muda mulai menguning dan kering

ujungnya.

(41)

Suhu dan kelembaban

Suhu dan kelembaban udara di dalam dan di luar rumah kaca selama

penelitian kerkisar antara 21- 39.50C dan 34.3-88.46% ( Lampiran 6). Suhu udara

rataan dalam rumah kaca lebih tinggi dibanding suhu luar rumah kaca, sebaliknya

kelembaban udara dalam rumah kaca lebih rendah dibanding keadaan lingkungan

di luar rumah kaca selama penelitian dilaksanakan. Suhu dan kelembaban

berkaitan dengan besarnya evapotranspirasi dalam rumah kaca dan mempengaruhi

kadar air media. Semakin tinggi suhu dan atau semakin rendah kelembaban di

dalam rumah kaca, maka kadar air media akan semakin cepat turun karena laju

evapotranspirasi akan terus meningkat dengan meningkatnya suhu.

Induksi Pembungaan Jahe Putih Besar (Zingiber officinale Rosc)

1. Induksi pembungaan dengan kadar air media yang berbeda Pertumbuhan tanaman dan produksi

Data pertumbuhan tanaman yang diamati adalah tinggi tanaman,

diameter batang dan jumlah tunas. Tinggi tanaman pada awal pengamatan

sampai sampai minggu ke-6 setelah aplikasi tidak berbeda nyata antar

perlakuan. Tinggi tanaman secara umum menunjukkan kenaikan setiap

pengamatan (2 minggu sekali) (Gambar 2). Perlakuan kadar air media yang

diaplikasikan belum menghambat pertumbuhan tinggi tanaman. Hal ini

diduga disebabkan oleh kelembaban pada pagi hari dan sore hari yang relatif

tinggi dalam rumah kaca karena tingginya curah hujan (Lampiran 6).

Walaupun tanaman ternaungi karena berada dalam rumah kaca tapi

lingkungan di luar rumah kaca tetap mempengaruhi keadaan dalam rumah

kaca. Intensitas hujan yang cukup tinggi pada awal aplikasi kadar air media

menyebabkan udara dalam rumah kaca menjadi sejuk, sehingga proses

evapotranspirasi berjalan lambat dan tidak menghambat pertumbuhan

tanaman .

Pada minggu ke-6 setelah aplikasi diberikan mulai terlihat perbedaan

tinggi tanaman antar perlakuan. Perlakuan media dengan kadar air (KAM)

48-49% menghasilkan tinggi tanaman yang paling tinggi yaitu 67.28 cm dan

(42)

tersebut menunjukkan bahwa media dengan kadar air sampai 42 % selama 8

minggu tidak mempengaruhi (menghambat) tinggi tanaman jahe, sedangkan

kadar air media dibawahnya sudah berpengaruh terhadap tinggi tanaman jahe.

Minggu ke-10 setelah aplikasi tinggi tanaman cenderung mengalami

penurunan dari pengamatan sebelumnya (8 MSP), karena tanaman mulai

memasuki umur 7 bulan setelah tanam. Pada saat pertumbuhan vegetatif

tanaman jahe sudah maksimal dan diikuti dengan masa pengisian rimpang.

Beberapa tanaman sudah mulai luruh terutama tanaman dengan perlakuan

kadar air media rendah. Tanaman dengan kadar air media yang rendah lebih

cepat luruh dibandingkan tanaman dengan kadar air tinggi. Tanaman pada

KAM 39-40%, 36-37% dan kadar air 33-34% pada 12 MSP telah luruh dan

[image:42.612.157.510.334.522.2]

tumbuh tunas baru. Tanaman pada media yang lainnya layu yang merupakan

Gambar 2 Tinggi tanaman selama 14 MSP pada kadar air media berbeda Keterangan : Garis vertikal merupakan batas pemberian aplikasi perlakuan MSP : minggu setelah perlakuan, BST : bulan setelah tanam.

awal dari luruhnya tanaman. Tanaman pada kadar air media 42-43 % pada

akhir pengamatan ( 14 MSP) telah luruh dan hanya perlakuan dengan kadar air

media 45-46 dan 48-49 % yang belum luruh sampai akhir pengamatan.

Menurut Panggabean (1992) perkembangan rimpang jahe mulai meningkat

(43)

Pada saat itu terjadi penumpukan cadangan makanan di rimpang berupa

karbohidrat dan hasil metabolisme sekunder berupa minyak atsiri.

Tinggi tanaman pada 10 MSP tidak berbeda nyata antar perlakuan

kecuali dengan perlakuan KAM 33-34% yaitu 47.31 cm, paling rendah

dibanding tinggi tanaman pada perlakuan lainnya. Hal tersebut terjadi sampai

akhir pengamatan (14 MSP), dan tidak berbeda nyata dengan tinggi tanaman

pada kadar air media dibawah 42-43%. Rendahnya kadar air media

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan bila

berlangsung dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan luruhnya daun

sebelum waktunya (Gambar 3). Hal ini disebabkan oleh peranan air yang

begitu besar bagi pertumbuhan tanaman. Air akan meningkatkan tekanan

hidrolik internal sel tanaman, sehingga tanaman mengalami pembesaran sel

yang akan merenggangkan dindingnya yang menyebabkan pertumbuhan dan

perkembangan tanaman berlangsung. Proses tersebut akan terganggu apabila

kadar air media dibawah 42-43 % yang menyebabkan tanaman menjadi luruh

sebelum waktunya dan ketika dilanjutkan dengan pemeliharaan pada kondisi

optimum tunas-tunas baru bermunculan. Penelitian ini sejalan dengan

pendapat Khaerana (2007) yang melakukan penelitian cekaman kekeringan

pada temu lawak dan menunjukkan hasil bahwa cekaman kekeringan pada

umumnya tidak mempengaruhi tinggi tanaman kecuali pada saat tanaman

[image:43.612.191.470.486.641.2]

telah berumur diatas 7.5 bulan.

Gambar 3 Kondisi tanaman perlakuan KAM 36-37% dan 33-34% pada 12 MSP

Suhu dalam rumah kaca lebih tinggi dibanding suhu di luar rumah

kaca. Suhu yang tinggi dengan tingkat kelembaban yang rendah akan

Tunas layu

(44)

menyebabkan tingginya tingkat evapotranspirasi dalam rumah kaca.

Peningkatan evapotranspirasi pada tanaman dengan kadar air media yang

rendah menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat. Penanaman dalam

polybag semakin menyulitkan tanaman karena suhu media lebih tinggi.

Tanaman jahe pada perlakuan kadar air yang rendah 33-34 % tidak

menyebabkan tanaman mati karena adanya persediaan air pada rimpang yang

dapat dimanfaatkan tanaman. Penelitian Gardner et al. (1991) pada tanaman

jagung menunjukkan bahwa perkembangan sel tanaman jagung yang ditanam

dalam rumah kaca dengan suhu lebih tinggi dan kelembaban rendah akan

terhenti pada potensial air yang lebih tinggi dibandingkan tanaman yang

berada di luar rumah kaca, yang perkembangan selnya berhenti pada potensial

yang lebih rendah .

Pengaruh kadar air media terhadap diameter batang menunjukkan

bahwa diameter batang tidak dipengaruhi oleh kadar air media. Peningkatan

diameter batang hanya terjadi dua minggu sejak perlakuan, setelah itu

diameter batang menurun (Gambar 4). Data ini memberi indikasi bahwa pada

kondisi tercekam kekeringan, rimpang jahe yang mengandung air dapat

[image:44.612.156.493.439.628.2]

mempertahankan pertumbuhan tanaman selama dua minggu.

Gambar 4 Diameter batang pada media tanam dengan kadar air berbeda Keterangan : Garis vertikal merupakan batas pemberian aplikasi perlakuan MSP : minggu setelah perlakuan, BST : bulan setelah tanam.

(45)

Terjadinya penurunan diameter batang pada beberapa perlakuan diakhir

pengamatan disebabkan adanya tunas yang luruh secara keseluruhan terutama

perlakuan kadar air media 36-37% dan 33-34%. Pada tanaman yang berbatang

semu, batang merupakan pelepah daun yang tersusun rapat dengan kandungan

air yang tinggi. Meningkatnya umur tanaman lapisan terluar dari batang semu

akan mengering dan mengelupas, hal tersebut sejalan dengan penelitian

pendahuluan. Menurut Sumeru 1995; Ajijah et al. 1997; dan Steenis et al.

(2006) Zingiberaceae merupakan tumbuhan yang berbatang basah dan

merupakan batang semu yang terdiri atas pelepah-pelepah. Pelepah yang

mengering dan kemudian mengelupas akan mempengaruhi diameter batang.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa selama 14 MSP

jumlah tunas mengalami fluktuatif, diduga kadar air media yang berbeda

belum mempengaruhi jumlah tunas tanaman. Jumlah tunas pada jahe putih

besar menunjukkan kenaikan dari awal pengamatan sampai 4 MSP.

Penambahan tunas yang tertinggi cenderung terjadi pada 4 dan 6 MSP, dan

penambahan tunas yang terbanyak terdapat pada perlakuan kontrol (Gambar

5). Penurunan jumlah tunas mulai terjadi pada 8 MSP, dimana umur tanaman

sudah memasuki bulan ke-7 dan pertumbuhan tanaman sudah optimal.

Berkurangnya jumlah tunas disebabkan oleh fase pertumbuhan dan perlakuan

kadar air media. Kadar air media yang rendah pengurangan jumlah tunasnya

lebih banyak dibandingkan kadar air media yang lebih tinggi. Berkurangnya

air dalam media tanam mengganggu pertumbuhan tunas baru dan akhirnya

(46)

Gambar 5. Jumlah tunas pada media tanam dengan kadar air berbeda Keterangan : Garis vertikal merupakan batas pemberian aplikasi perlakuan

MSP : minggu setelah perlakuan, BST : bulan setelah tanam.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kadar air media pada

awal pengamatan (1MSP) belum berpengaruh nyata terhadap luas daun (Tabel

1). Perlakuan kadar air media dibawah kapasitas lapang (kontrol)

mempengaruhi luas daun tanaman jahe. Luas area daun tertinggi pada akhir

perlakuan terdapat pada perlakuan kontrol (KAM 48-49 %), walaupun pada

awal perlakuan luas daun tertinggi terdapat pada perlakuan KAM 45-46 %

dengan berjalannya waktu dengan pemberian kadar air media yang berbeda

maka luas daun jadi berubah dimana kadar air media rendah luas daun mulai

menyempit. Lamanya perlakuan yang diberikan mempengaruhi luas daun,

sama halnya dengan tinggi tanaman. Luas area daun terendah terdapat pada

perlakuan KAM 33-34 % yaitu 19.74 cm2 berbeda dengan luas daun perlakuan

kadar air media yang lebih tinggi dan berbeda nyata dengan luas daun pada

perlakuan KAM 45-49%.

Tabel 1. Pengaruh kadar air media terhadap luas daun (cm2) pada awal

dan akhir perlakuan

KAM(%)

Luas daun (cm2)

(47)

48-49 41.62 25.55 a

45-46 44.83 22.41 ab

42-43 41.38 22.08 ab

39-40 40.95 23.73 ab

36-37 37.95 23.75 ab

33-34 39.88 19.74 b

KK 11.42 11.38

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata dengan DMRT pada taraf ά =0.05

Tanaman dengan perlakuan kadar air rendah menunjukkan respon

dimana daunnya menyempit dibandingkan kontrol. Semakin rendah kadar air

media maka luas daun semakin mengecil pula. Mengecilnya ukuran luas daun

terjadi setelah beberapa lama perlakuan diberikan yang merupakan salah satu

respon tanaman terhadap kekurangan air. Hal ini merupakan mekanisme

penghindaran tanaman untuk menekan kehilangan air karena proses transpirasi

pada tanaman. Dengan mengecilnya daun maka traspirasi juga akan semakin

berkurang. Semakin mengecilnya daun, maka luas bidang permukaan yang

mengalami proses fotosintesa juga semakin menyempit yang menyebabkan

terhambatnya pertumbuhan tanaman. Pada pene

Gambar

Gambar 2   Tinggi tanaman selama 14 MSP pada kadar air media berbeda
Gambar 3    Kondisi tanaman perlakuan KAM 36-37%  dan 33-34%
Gambar 4 Diameter batang pada media tanam dengan kadar air berbeda Keterangan : Garis vertikal merupakan batas pemberian aplikasi perlakuan MSP : minggu setelah perlakuan, BST : bulan setelah tanam
Tabel 3 Pengaruh kadar air media terhadap waktu bunga teridentifikasi,                   jumlah bunga dan jumlah rumpun yang berbunga
+7

Referensi

Dokumen terkait

PERATURAN DESA BANTUL NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN TANAH KAS DESA.. Dalam konsiderans Menimbang Peraturan Desa, Peraturan Lurah Desa atau Keputusan Lurah Desa

Berbeza dengan pemerian lampau tentang bahasa Negeri Sembilan yang lebih berkisar pada huraian fonologi (seperti Sharman 1973, 1974; Mohd Pilus 1977; Arbak 1994), kosa kata

1) Pendidikan karakter yang berakar pada konsep etis spiritual dan pembentukan nilai-nilai hidup.Manusia memiliki kemampuan IQ (kecerdasan formal), EQ (kecerdasan

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan berkat dan karuniaNya yang luar biasa, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Molo adong pangalaho na masa di masyarakat umum na maralo tu Patik dohot haporseaon ni Huria, manang hagogoon na naeng manuruk tu tongatonga ni Huria, isarana, hamajuon

memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam dan Magister Kedokteran Penyakit Dalam di Fakultas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian feed aditif berbahan dasar temulawak dan kunyit dalam ransum tidak menyebabkan perubahan yang nyata terhadap konsumsi

Pembelajar an Paket Tr acer Cr eated by: Admin-TKJ-SMKN1 MOJOKERTO Page 24  Setelah Router yang anda konfigurasi maka langkah berikutnya adalah melakukan konfigurasi untuk