BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Jahe 2.1.1 Habitat
Jahe dapat tumbuh pada daerah tropis dengan ketinggian tempat antara 0-1,700 m di atas permukaan laut. Jahe memerlukan suhu tinggi serta curah hujan yang cukup saat masa pertumbuhannya. Suhu tanah yang ideal yaitu antara 25-30°C. Untuk mendapatkan hasil rimpang yang baik, tanah harus dalam keadaan gembur sehingga member kesempatan akar tersebut berkembang dengan normal. Tanaman ini tidak tahan genangan air sehingga irigasinya harus selalu diperhatikan (Hapsoh, 2011).
2.1.2 Morfologi a. Rimpang/akar
Rimpang bercabang tidak teratur umumnya kearah vertikal, kulit berbentuk sisik tersusun melingkar dan berbuku-buku, warna kuning coklat sampai merah tergantung dari jenisnya. Daging berwarna kuning cerah, berserat, aromatis, mengandung metabolit sekunder (Syukur, 2001).
b. Batang
hijau tua. Batang biasanya basah dan banyak mengandung air, sehingga tergolong tanaman herba (Paimin, 2000).
c. Daun
Daun jahe berbentuk lonjong dan lancip menyerupai daun rumput-rumputan besar. Daun itu berselingan dengan tulang daun sejajar sebagaimana tanaman monokotil lainnya. Pada bagian atas, daun lebar dengan ujung agak lancip, bertangkai pendek, berwarna hijau tua agak mengkilap. Sementara bagian bawah berwarna hijau muda dan berbulu halus. Panjang daun sekitar 5-25 cm dengan lebar 0,8-2,5 cm. Tangkainya berbulu atau gundul dengan panjang 5-25 cm dan lebar 1-3 cm. Ujung daun agak tumpul dengan panjang lidah 0,3-0,6 cm. Bila daun mati maka pangkal tangkai tetap hidup dalam tanah, lalu bertunas dan menjadi rimpang akar baru (Tjitrosoepomo, 1994).
d. Bunga
berwarna lembayung berbintik-bintik berlekuk 3, bakal buah tenggelam, beruang 3 yang dapat dibuahi hanya sebuah sedangkan sebuah benang sari lain telah berubah bentuk menjadi daun (Tjitrosoepomo, 1994).
Taksonomi Tanaman Jahe
Menurut Paimin, (2000), Taksonomi tanaman jahe sebagai berikut : Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Zingiber
Spesies : Zingiber officinale Roscoe
Ciri morfologis famili ini merupakan herba aromatik dengan rimpang tebal yang sangat menonjol. Rimpang ini kaya akan minyak atsiri, tersimpan dalam sel khas. Daun tersusun spiral atau berseling dengan pelepah di sekeliling batang. pelepah ini tersusun sedemikian rupa sehingga membentuk struktur mirip batang yang mendukung batang asli yang agak lemah (Heinrich dkk., 2010).
2.1.3 Jenis-jenis Tanaman Jahe
1. Jahe putih besar/Jahe gajah/Jahe Badak (Zingiber officinale var. officinale) Varietas jahe ini banyak ditanam di masyarakat dan dikenal dengan nama
Zingiber officinale var. officinale. Batang jahe gajah berbentuk bulat, berwarna
hijau muda, diselubungi pelepah daun, sehingga agak keras. Ukuran rimpangnya lebih besar dan gemuk jika dibandingkan jenis jahe lainnya. Jika diiris rimpang berwarna putih kekuningan. Berat rimpang berkisar 0,18-1,04 kg. Jenis jahe ini bisa di konsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun olahan (Hapsoh, 2010).
Akar jahe gajah ini memiliki serat yang sedikit lembut dengan kisaran panjang akar 4,53-6,30 cm dan diameter mencapai kisaran 4,53-6,30 mm. Rimpang memiliki aroma yang tajam dan rasanya kurang pedas. Kandungan minyak atsiri pada jahe gajah 0,82-1,66% (Hapsoh, 2010).
2. Jahe Putih/Jahe Emprit (Zingiber officinale var. rubrum)
dapat mencapai 20 cm dengan lebar daun rata-rata 25 cm. Kandungan minyak atsiri 1,5-3,5%. Kandungan minyak atsirinya lebih besar daripada jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas (Hapsoh, 2010).
3. Jahe Merah atau Jahe Sunti (Zingiber officinale var. amarum)
Jahe merah mempunyai nama latin Zingiber officinale var. amarum, memiliki rimpang dengan bobot antara 0,5-0,7 kg/rumpun. Struktur rimpang jahe merah, kecil berlapis-lapis dan daging rimpangnya berwarna merah jingga sampai merah, ukuran lebih kecil dari jahe emprit. Diameter rimpang dapat mencapai 4 cm daan tingginya antara 5,26-10,40 cm. Susunan daun terletak berselang-seling teratur, berbentuk lancet dan berwarna hijau muda hingga hijau tua. Panjang daun dapat mencapai 25 cm dengan lebar antara 27-31 cm. Kandungan minyak atsiri sebesar 2,58-3,90%. Jahe merah mempunyai kegunaan yang paling banyak jika dibandingkan jenis jahe yang lain yang merupakan bahan penting dalam industri jamu tradisional (Hapsoh, 2010).
2.1.4 Budidaya Tanaman Jahe
Menurut Hapsoh, (2011), cara budidaya Tanaman Jahe sebagai berikut: a) Penyiapan Lahan
b) Penyiapan Benih
Untuk benih digunakan rimpang yang berasal dari tanaman cukup tua, yaitu umurnya antara 9-12 bulan. Rimpang jahe yang akan dibuat benih dipotong-potong. Ukuran rimpang untuk bibit antara 50-80 gram. Untuk menjaga agar bekas potongan tidak busuk maka pada bekas sayatan ditaburi abu gosok. Selanjutnya rimpang ditunaskan selama 1-3 minggu pada media tumpukan jerami padi. Media jerami disiram rutin dan jangan dibiarkan sampai kering.
c) Penanaman
Potongan rimpang yang sudah bertunas dimasukkan kedalam lubang tanam yang telah disiapkan dengan mata tunas dihadapkan ke atas kemudian ditutup dengan tanah halus. Setelah itu permukaan ditutup dengan jerami agar pertumbuhan gulma terhambat dan permukaan tanah tetap terjaga kelembabannya.
2.1.5 Sistem Panen Tanaman Jahe
menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena tingginya kadar air (Hapsoh, 2011).
2.1.6 Kandungan Kimia Jahe
Rimpang jahe mengandung 1-3% minyak atsiri, yang kandungan kimia utamanya adalah Zingiberen dan β-bisabolen. Rasa pedas dan tajam dihasilkan oleh campuran senyawa fenolat yang disebut gingerol, gingerdiol, gingerdion, dihidrogingerdion, dan shogaol. Shogaol dihasilkan dari proses dehidrasi dan degradasi gingerol serta terbentuk selama pengeringan dan ekstraksi. Shogaol lebih pedas dan tajam daripada gingerol, yang faktanya bahwa jahe kering lebih pedas dari jahe segar (Heinrich dkk., 2010).
2.1.7 Manfaat Jahe
Jahe terkenal menghasilkan efek menghangatkan jika dimakan, dan sifat dasarnya yang berbau tajam merangsang reseptor-reseptor termogenik. Efek farmakologis paling pentingnya yaitu penggunaannya untuk mencegah gejala gejala gastrointestinal pada mabuk perjalanan dan mual pascaoperasi, serta vertigo dan mual pagi hari pada kehamilan, dan terdapat bukti klinis khasiat jahe pada kondisi ini. Konsumsi jahe juga telah dilaporkan memiliki efek bermanfaat meringankan nyeri dan frekuensi sakit kepala migrain (Heinrich dkk., 2010).
obat nyeri sendi dan otot karena rematik, tonikum, serta obat batuk (Syukur, 2001).
Gingerol pada jahe bersifat sebagai antikoagulan, yaitu mencegah penggumpalan darah sehingga dapat mencegah tersumbatnya pembuluh darah yang menjadi penyebab utama penyakit Stroke, dan serangan jantung (Hapsoh, 2010).
Jahe juga dapat menurunkan tekanan darah dengan cara merangsang pelepasan hormon adrenalin dan memperlebar pembuluh darah, akibatnya darah mengalir lebih cepat dan lancar serta memperingan kerja jantung dalam memompa darah (Hapsoh, 2010).
2.2 Minyak Atsiri
Minyak atsiri adalah minyak yang mudah menguap pada suhu kamar di udara terbuka, minyak eteris, atau minyak essensial yang mewakili bau dari tanaman asalnya (Gunawan dkk., 2004), dan merupakan campuran dari senyawa yang berwujud cairan atau padatan yang memiliki komposisi maupun titik didih yang beragam (Sastrohamidjojo, 2004).
2.2.1 Sifat-sifat Minyak Atsiri
Menurut Gunawan, (2004), Adapun sifat-sifat dari minyak atsiri ialah : 1. Tersusun dari bermacam-macam komponen senyawa.
3. Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, menggigit, memberi kesan hangat sampai panas, atau justru dingin ketika terasa di kulit, tergantung dari jenis komponen penyusunnya.
4. Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen udara, sinar matahari, dan panas karena terdiri dari berbagai macam komponen penyusun.
5. Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air. 6. Sangat mudah larut dalam pelarut organik.
2.2.2 Fungsi Minyak Atsiri
a. Fungsi Minyak Atsiri bagi Tanaman
b. Fungsi Minyak Atsiri bagi Manusia
Minyak atsiri sebagai bahan pewangi dan penyedap, antiseptik internal atau eksternal, dan sebagai bahan analgesik. Minyak atsiri mempunyai sifat membius, dan merangsang. Disamping itu beberapa jenis minyak atsiri lainnya dapat digunakan sebagai obat cacing. Minyak atsiri juga membantu pencernaan dengan merangsang saraf sekresi sehingga dengan mencium bau-bauan tertentu, maka akan keluar cairan getah sehingga rongga mulut dan lambung menjadi basah. Kegunaan lain dari minyak atsiri adalah sebagai bahan pewangi kosmetik (Guenther, 1987).
2.2.3 Metode Isolasi Minyak Atsiri
Isolasi atau penyulingan dapat didefinisikan sebagai proses pemisahan komponen-komponen suatu campuran yang terdiri atas dua cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap atau berdasarkan perbedaan titik didih komponen-komponen senyawa tersebut (Sastrohamidjojo, 2004).
Metode Isolasi Minyak Atsiri
Menurut Gunawan, (2004), Minyak atsiri umumnya diisolasi dengan empat metode yang lazim digunakan sebagai berikut :
1. Metode destilasi terhadap bagian tanaman yang mengandung minyak. Dasar dari metode ini adalah memanfaatkan perbedaan titik didih.
3. Metode pengepresan atau pemerasan. Metode ini hanya bisa dilakukan terhadap simplisia yang mengandung minyak atsiri dalam kadar yang cukup besar. Bila tidak, nantinya hanya habis dalam proses pemerasan. 4. Metode perlekatan bau dengan menggunakan media lilin (enfleurage).
Metode ini disebut juga metode enfleurage. Cara ini memanfaatkan aktivitas enzim yang diyakini masih terus aktif selama sekitar 15 hari sejak bahan minyak atsiri dipanen.
1. Metode Destilasi
Diantara metode-metode isolasi yang paling lazim digunakan adalah metode destilasi. Beberapa metode destilasi yang populer dilakukan diberbagai perusahaan industri penyulingan minyak atsiri, antara lain sebagai berikut :
a. Metode destilasi uap (langsung dari bahannya tanpa menggunakan air). Metode ini paling sesuai untuk bahan tanaman yang kering dan untuk minyak-minyak yang tahan pemanasan (tidak mengalami perubahan bau dan warna saat dipanaskan),
1. Bahan tanaman langsung direbus dalam air.
2. Bahan tanaman langsung masuk air, tetapi tiak direbus. Dari bawah dialirkan uap air panas.
3. Bahan tanaman ditaruh di bejana bagian atas, sementara uap air dihasilkan oleh air mendidih dari bawah dandang.
4. Bahan tanaman ditaruh dalam bejana tanpa air dan disemburkan uap air dari luar bejana.
2. Metode Penyarian
Metode penyarian digunakan untuk minyak-minyak atsiri yang tidak tahan pemanasan, seperti cendana. Kebanyakan dipilih metode ini karena kadar minyaknya di dalam tanaman sangat rendah/kecil. Bila dipisahkan dengan metode lain, minyaknya akan hilang selama proses pemisahan. Pengambilan minyak atsiri menggunakan cara ini diyakini sangat efektif karena sifat minyak atsiri yang larut sempurna di dalam bahan pelarut nonpolar.
3. Metode Pengepresan atau Pemerasan
Metode pemerasan/pengeprasan dilakukan terutama untuk minyak-minyak atsiri yang tidak tahan pemanasan seperti minyak jeruk (citrus). Juga terhadap minyak-minyak atsiri yang bau dan warnanya berubah akibat pengaruh pelarut penyari. Metode ini juga hanya cocok untuk minyak atsiri yang rendemennya relatif besar.
4. Metode Enfleurage
beberapa jenis bunga yang setelah dipetik, enzimnya masih menunjukkan kegiatan dalam menghasilkan minyak atsiri sampai beberapa hari/minggu, misalnya bunga melati, Jasminum sambac, sehingga perlu perlakuan yang tidak merusak aktivitas enzim tersebut secara langsung (Gunawan dkk., 2004). 2.2.4 Penggolongan Minyak Atsiri
Menurut Gunawan, (2004), Komponen minyak atsiri adalah senyawa yang bertanggung jawab atas bau dan aroma yang karakteristik serta sifat kimia dan fisika minyak. Demikian pula peranannya sangat besar dalam menentukan khasiat suatu minyak atsiri sebagai obat. Atas dasar perbedaan komponen penyusun tersebut maka minyak atsiri dibagi menjadi beberapa golongan sebagai berikut :
1. Minyak atsiri Hidrokarbon Contohnya :
a) Minyak terpentin dari tanaman bermarga pinus (famili Pinaceae) antara lain Pinus palustris Miller, Pinus maritima Lamarck, Pinus longifolia Roxb, Pinus merkusii L.
b) Minyak cubebae dari hasil penyulingan buah Piper cubeba Linn. (Kemukus, famili Piperaceae).
Kegunaannya sebagai peluruh air seni, asma, karminatif, ekspektoran, dan stimulan.
2. Minyak atsiri Alkohol
Kegunaannya sebagai Bahan pewangi (corrigen odoris), kolagoga dan ekspektoransia.
3. Minyak atsiri Fenol
Contohnya : Minyak cengkeh yang diperoleh dari bunga dan daun tanaman Eugenia caryophyllata atau Syzigium caryophyllum (famili Myrtaceae).
Kegunaannya sebagai antiseptik, obat mulas, menghilangkan rasa mual dan muntah.
4. Minyak atsiri Eter Fenol
Contohnya : Minyak adas yang berasal dari hasil penyulingan buah Pimpinella anisum atau Foeniculum vulgare (famili Apiaceae atau
Umbelliferae).
Kegunaannya sebagai pelengkap sediaan obat batuk, bahan parfum, serta menutupi bau tidak enak pada sediaan farmasi (korigen odoris).
5. Minyak atsiri Oksida
Contohnya : Minyak kayu putih yang diperoleh dari isolasi daun Melaleuca Leucadendron L. (famili Myrtaceae).
Kegunaannya sebagai obat gosok, meredakan kembung (Karminativum), obat berbagai penyakit kulit ringan (gatal, digigit serangga), serta baunya untuk menetralkan rasa mual, pusing, dan mabuk perjalanan.
6. Minyak atsiri Ester
Kegunaannya sebagai korigen odoris, bahan pewangi, bahan parfum, dalam sediaan farmasi, industri permen dan minuman.
2.3 Parameter Mutu Minyak Atsiri 2.3.1 Bobot Jenis
Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri . Dari seluruh sifat fisika- kimia, nilai bobot jenis sudah sering dicantumkan dalam pustaka. Nilai BJ minyak atsiri berkisar antara 0,696-1,188 pada 15°C. Piknometer adalah alat penetapan bobot jenis yang praktis dan tepat digunakan. Bentuk kerucut piknometer bervolume sekitar 10 ml, dilengkapi dengan sebuah termometer dan sebuah kapiler dengan gelas penutup (Guenther, 1987).
2.3.2 Indeks Bias
Indeks bias merupakan perbandingan sudut sinar datang dengan sudut sinar pantul. Jika cahaya melewati media kurang padat ke media lebih padat, maka sinar akan membelok atau “membias” dari garis normal. Jika e adalah sudut sinar
pantul, dan i sudut sinar datang, maka menurut hukum pembiasan. Dimana n adalah indeks bias media kurang padat, dan N, indeks bias media lebih padat. Refraktometer adalah alat yang tepat dan cepat untuk menetapkan nilai indeks bias. Dari beberapa tipe refraktometer maka yang dianggap paling baik adalah refraktometer pulfrich dan Abbe (Guenther,1987).
2.3.3 Putaran Optik
tersebut. Sebagian besar minyak atsiri jika ditempatkan dalam sinar atau cahaya yang dipolarisasikan mempunyai sifat memutar bidang polarisasi ke arah kanan (dextrorotatory) atau ke kiri (laevorotatory). Sifat optis aktif suatu minyak ditentukan dengan polarimeter, dan nilainya dinyatakan dalam derajat rotasi. Banyak tipe polarimeter yang dapat digunakan dan yang paling sering digunakan untuk mengukur putaran optik minyak atsiri adalah half-shadow instrument, tipe l Lippich. Sudut rotasi tergantung dari sifat cairan, panjang tabung yang dilalui sinar, panjang gelombang sinar yang digunakan dan suhu. Arah perputaran bidang polarisasi (rotasi) biasanya menggunakan tanda (+) untuk menunjukkan dextrorotation (rotasi ke arah kanan, sesuai dengan perputaran jarum jam), dan tanda (-) untuk levorotation (rotasi ke kiri,yaitu berlawanan dengan arah jarum jam) (Guenther, 1987).
2.3.4 Spesifikasi Kadar Minyak Atsiri dan Syarat Mutu Minyak Jahe Tabel 1. Spesifikasi Syarat Mutu Minyak Jahe Menurut SNI 06-1312-1998
No. Jenis Uji Satuan Persyaratan