• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hidrolisis Enzimatis

Enzim adalah katalis yang positif, dapat meningkatkan laju reaksi 103 - 1012 jika dibandingkan dengan reaksi katalis bukan enzim. Enzim memiliki beberapa kelebihan seperti reaksi lebih spesifik, lebih efisien, kemurnian produk yang dihasilkan lebih baik dan sesuai yang diinginkan, menggunakan pH yang hampir mendekati netral, suhu dan tekanan yang rendah, menghasilkan produk samping sedikit yang dapat mempengaruhi rasa dan warna (Whitaker 1994; Olsen 1995; Yankov 1986).

Pada proses hidrolisis enzimatis ini, digunakan α-amilase (Bakterial) terhadap tapioka, sagu dan kelapa sawit. Hasil pengamatan nilai DE dan DP hasil hidrolisis disajikan pada Gambar 18. Nilai DE hidrolisat pati tapioka, sagu dan kelapa sawit meningkat seiring dengan waktu likuifikasi. pada awal proses liquiifikasi terjadi peningkatan Nilai DE secara tajam. Nilai DE pada menit ke 15 untuk tapioka, Sagu dan kelapa sawit berkisar 1,8 – 3,89. Pada menit ke 60 nilai DE meningkat, untuk tapioka, sagu dan kelapa sawit berkisar 6,60 – 8,02. Hal ini menunjukkan banyaknya polimer - polimer pati yang telah terkonversi menjadi molekul-molekul yang lebih pendek. Glukosa memiliki nilai DE 100, maltosa nilai DE 53, maltotriosa nilai DE 36 dan pati sendiri memiliki nilai DE hampir nol. Semakin tinggi nilai DP maka semakin rendah nilai DE (Van der Maarel et al.

0 10 20 30 40 50 60 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180

Waktu Hidrolisis (menit)

DP 0 10 20 30 40 50 60 DE

Gambar 18 Hidrolisis enzimatis pati tapioka, sagu dan kelapa sawit.

Derajat polimerisasi (DP) menunjukkan jumlah rata-rata monosakarida unit didalam molekul, sedangkan dekstrosa ekuivalen (DE) adalah jumlah gula pereduksi sebagai persen dari dekstrosa murni yang dihitung dalam basis kering. DE ini terkait dengan derajat polimerisasi dengan mengikuti persamaan DE = 100/DP (Wurzburg 1989; BeMiller dan Whistler 1996).

Alfa amilase (bacterial) adalah enzim dasar yang bersifat endohidrolase. Enzim ini bekerja secara acak memutus ikatan α 1,4-glikosidik di dalam molekul amilosa dan amilopektin tetapi tidak dapat memutuskan ikatan α 1,6-glikosidik dan ikatan α 1,4 disebelah ikatan α 1,6-glikosidik seperti yang disajikan pada Gambar 19 (Biotol 1991).

α-1,4 α-1,4 α-1,4 α-1,4

α-1,4 α-1,4 α-1,4 α-1,4 α-1,4 α-1,4 α-1,4

α-1,6

bagian yang tidak dapat dihidrolisis

α - amilase glu glu glu glu

glu glu glu glu glu glu

...

... ... DP Kelapa Sawit DP Sagu

DE Sagu DE Tapioka DP Tapioka DE Kelapa Sawit

42 2. Hidrolisis asam

Proses pembuatan dekstrin menggunakan HCl dengan konsentrasi 0.5 % dari berat pati kering. Dasar pemilihan konsentrasi ini adalah berdasarkan pH yang dihasilkan seperti disajikan pada Tabel 10 berikut.

Tabel 10 pH Suspensi pati sebelum dan sesudah penambahan HCl Pati pH Suspensi (30%) pH Suspensi + HCl 0.5 % / (bk pati)

Tapioka 4,7 – 4,8 1,56

Sagu 4,1 – 4,3 1,46

Kelapa Sawit 4,0 – 4,2 1,51

Menurut Chronakis (1998) hidrolisis pati dengan menggunakan asam digunakan asam kuat dengan suhu hidrolisis yang tinggi 135-1500C. Konsentrasi HCl yang digunakan 0,02 – 0,03 M dengan kisaran pH (1,6 –2,0). Dari penelitian Ega (2002) hidrolisis pati dengan HCl yang menggunakan pH 2 berlangsung lambat, hasil hidrolisisnya setelah dingin kembali membentuk gel atau padatan (mengalami retrogradasi) sehingga gula pereduksinya cenderung belum terdeteksi diduga kadarnya masih rendah. Dengan keterbatasan suhu waterbath

shaker yang hanya bisa mencapai 970C maka konsentrasi harus HCl

ditingkatkan.

Hasil pengamatan nilai DE dan DP dari hidrolisis asam terhadap tapioka, sagu dan kelapa sawit disajikan pada Gambar 20. Nilai DE hidrolisat tapioka, sagu dan kelapa sawit meningkat seiring dengan bertambahnya waktu likuifikasi. Pola peningkatannya dapat dikatakan mengikuti pola linier Nilai DE untuk 15 menit pertama hidrolisis asam memiliki nilai DE untuk pati tapioka, sagu dan kelapa sawit berkisar 0,4 – 0,59 Nilai DE untuk 60 menit 10,71-14,16. Polimer pati akan dihidrolisis oleh HCl menjadi produk berbobot molekul rendah (French 1984), semakin lama waktu hidrolisisnya maka kandungan gula pereduksi akan semakin meningkat sehingga nilai DE semakin tinggi. Hal tersebut kebalikan dari nilai DP ketiga pati diatas.

Asam akan lebih cepat menghidrolisis bagian amorf dibanding daerah kristalin. Penelitian Kerr (1952) diacu dalam Wurzburg (1986) yang menghidrolisis pati jagung dengan asam menyatakan pada tahap awal hidrolisis fraksi linier amilosa meningkat yang berarti menunjukkan bahwa asam lebih

cenderung menghidrolisa amilopektin yang banyak terdapat di bagian amorf. Bagian ini kurang padat dan mudah dimasuki oleh air dan asam.

0 50 100 150 200 250 300 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 Waktu Hidrolisis (menit)

DP 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 DE

DP Kelapa Sawit DP Sagu DP Tapioka DE Kelapa Sawit DE Sagu DE Tapioka

Gambar 20 Hidrolisis asam terhadap pati tapioka, sagu dan kelapa sawit.

Pembuatan Dekstrin

Untuk menghasilkan berbagai produk dekstrin dengan berat molekul rendah, umumnya proses likuifikasi diperlukan. Pada penelitian ini produksi dekstrin dilakukan dengan likuifikasi asam (HCl) dan Enzim (α-amilase dari B.

lichenimorfis) terhadap tapioka, sagu dan kelapa sawit. Rata-rata ukuran molekul

dekstrin yang yang dihasilkan dapat disesuaikan dengan mengatur derajat hidrolisis asam dan enzim dengan cara menghentikan proses hidrolisisnya. Derajat hidrolisis dinyatakan sebagai dekstrosa equivalent (DE). Dekstrin komersil biasanya kisaran DE 3 – 25 tergantung pada tujuan pembuatan dan penggunaan dekstrin (Taji 1988).

Dalam penelitian ini pembuatan dekstrin enzimatis untuk pati tapioka, sagu dan kelapa sawit kisaran DE yang ditetapkan 10 – 20, dari Lampiran 3 dapat dilihat waktu likuifikasi pati tapioka adalah 75 menit, sagu dan kelapa sawit adalah sama sekitar 45 menit.

Pembuatan dekstrin asam (HCl) untuk pati tapioka, sagu dan kelapa sawit kisaran DE yang ditetapkan 10 – 20, dari Lampiran 4 dapat dilihat waktu untuk

44 Karakterisasi Mutu Dekstrin

Proses pembuatan dekstrin dilakukan terhadap tapioka, sagu dan kelapa sawit dengan metode hidrolisis enzimatis dan asam. Waktu hidrolisis sesuai dengan waktu hidrolisis untuk mencapai tingkat hidrolisis DE 10 – 20, kemudian masing-masing produk dekstrin dikarakterisasi mutunya.

Proses pembuatan dekstrin enzimatis dan asam dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9. Dengan proses yang sama pati tapioka, sagu dan kelapa sawit dibuat menjadi dekstrin dan selanjutnya dikarakterisasi mutu dekstrin tersebut meliputi nilai DE dan DP, warna dalam larutan lugol, kadar air, kadar abu, kadar serat, derajat putih, derajat asam, kelarutan dalam air dingin, viskositas. Hasil analisa mutu dekstrin enzimatis disajikan pada Tabel 11.

Warna dalam larutan lugol

Dekstrin yang dihasilkan secara enzimatis dan asam dari pati tapioka, sagu dan kelapa sawit ditetesi larutan iod memberi warna coklat tua. Dekstrin komersial ditetesi larutan iod juga memberikan warna coklat muda. Pati bila ditetesi larutan iod akan membentuk warna biru. Hal ini disebabkan karena amilosa membentuk formasi helix dengan molekul iod terperangkap ditengahnya sehingga memberikan warna biru yang jelas. Amilopektin memberikan warna ungu kecoklatan (Pomeranz 1991).

Hidrolisis pati dengan α-amilase akan memutus ikatan α 1,4 dari dalam molekul amilosa dan amilopektin. Hidrolisisnya menghasilkan dekstrin dengan bobot molekul yang rendah, maltosa, maltooligosakarida dan sedikit glukosa. Akibat hidrolisis oleh α-amilase ini rantai linier yang panjang terus terfragmentasi membentuk rantai-rantai yang lebih pendek sehingga warna birunya akan hilang dan berubah menjadi coklat dan selanjutnya berubah menjadi coklat tua (Gambar 21).

Hidrolisis asam akan memutuskan ikatan α-glikosidik. Asam pertama akan menghidrolisis bagian daerah amorf sebelum menyerang bagian daerah kristalin, amilosa dan amilopektin dihidrolisis secara simultan sehingga menghasilkan senyawa berantai pendek dengan ukuran dan bobot molekul kecil. Akibat hidrolisis tersebut warna biru dari iod berubah menjadi coklat tua (Wurzburg 1989; Wang YJ dan Wang L 2001; Pomeranz 1991).

Tabel 11 Hasil analisa mutu dekstrin hidrolisis enzim dan asam

Dekstrin Hidrolisis Enzim Dekstrin hidrolisis asam SNI Dekstrin

Variabel Mutu Kelapa sawit Sagu Tapioka Kelapa sawit Sagu Tapioka Pangan Non Pangan

Warna Visual P P P P P P P-K P-K

Warna

ditetesi larutan lugol

C C C C C C U-K U-K

DE 17,12±1,33 21,09±0,25 18,73±1,73 8,17±0,39 14,05±0,21 9,09±0,69 - -

DP 5,87±0,47 4,75±0,06 5,38±0,52 12,28±0,61 7,13±0,12 11,07±0,88 - -

Kadar air (%bb) 7,62±0,39 6,91±0,39 7,83±0,99 7,35±0.29 6,92±0,39 7,85±0,56 Maks. 11 Maks. 11

Kadar abu (%bb)* 0,70±0,02a 0,12±0,02c 0,23±0,03b 1,15±0,01a 0,74±0,02b 0,78±0,03b Maks. 0,5 Maks. 0,5

Kadar Serat (%bb)* 1,16±0,07a 0,45±0,04b 0,36±0,04b 1,10±0,12a 0,38±0,01b 0,20±0,02c Maks. 0,6 Maks. 0,6

Kelarutan (%bb)* 55,95±8,39b 51,11±5,15b 92,63±3,55a 60,32±0,3c 64,47±0,9b 69,34±2,9a Min. 97 Min. 80

Derajat Putih

(% terhadap BaSO4)*

63,76±1,75c 67,79±0,71b 85,59±2,02a 66,53±1,06b 63,50±0,20c 87,48±0,53a _ _

Derajat asam

(ml NaOH 0,1N/100g)* 1,65±0,07 0,63±0,03 0,82±0,07 1,84±0,04a 0,42±0,05c 1,17±0,09b Maks. 5 Maks.6

Viskositas (cP)* 4,97±0,45a 4,90±0,26a 3,82±0,26b 9,50±0,5b 15,42±0,14a 5,52±0,03c 3-40E 3-40E

Kejernihan Pasta (%T)* 44,45±0,43c 75,78±1,08b 85,59±0,10a 29,98±1,24c 44,90±1,41b 78,42±2,85a - -

Keterangan : * : Jenis pati berbeda nyata pada α = 5% baik secara enzimatis dan asam

a,b,c : Notasi huruf yang berbeda menunjukan berbeda nyata pada α = 5% (DMRT)

0

E : Derajat Engler P : Putih

P-K : Putih kekuningan C : Coklat

46 Gambar 21 Warna dekstrin yang ditetesi larutan lugol.

Keterangan gambar :

A : Dekstrin tapioka hidrolis enzim B : Dekstrin sagu hidrolisis enzim

C : Dekstrin kelapa sawit hidrolisis enzim D : Dekstrin komersial

E : Dekstrin tapioka hidrolisis asam F : Dekstrin sagu hidrolisis asam

G : Dekstrin kelapa sawit hidrolisis asam

Perubahan warna ini disebabkan karena panjang rantai dari satuan unit glukosa penyusunnya. Hubungan antara panjang rantai dengan warna dalam larutan lugol disajikan pada Tabel 12 berikut.

Tabel 12 Hubungan panjang rantai dengan warna dalam lugol (Pomeranz 1991) Unit Glukosa Σ putaran heliks Warna dalam larutan lugol

12 2 Tidak bewarna 12-15 2 Coklat 20-30 3-5 Merah 35-40 6-7 Ungu >45 9 Biru A B C D G F E

Dekstrosa Ekuivalen (DE) dan Derajat Polimerisasi (DP)

Hasil pengujian nilai DE dan DP dari masing-masing dekstrin baik hidrolisis enzim dan asam dapat dilihat pada Lampiran 5. Hidrolisis enzim menghasilkan dekstrin tapioka nilai DE 18,73 dan DP 5,38, sagu nilai DE 21,09 dan DP 4,75, kelapa sawit DE 17,2 dan DP 5,87. Nilai DE dari masing-masing dekstrin ditetapkan untuk waktu hidrolisisnya diharapkan akan mencapai nilai DE 10. Produk dekstrin yang dihasilkan memiliki nilai DE yang lebih tinggi dari penelitian pendahuluannya. Hal ini diduga karena pada waktu penghentian hidrolisis α-amilase yang mendinginkan hidrolisat pati pada suhu –40C, α-amilase menjadi inaktif tapi tidak rusak. Sewaktu proses pengeringan dekstrin dengan oven pada suhu 500C selama 48 jam, α-amilase masih bekerja menghidrolisis pati kembali sehingga mengakibatkan nilai DE meningkat tidak sesuai dengan DE yang ditetapkan. Nilai DE dekstrin kelapa sawit lebih tinggi dari DE tapioka hal ini disebabkan kandungan amilosanya yang lebih rendah (Tabel 7) sehingga proses hidrolisisnya lebih lambat. Nilai DE ini menunjukkan tinggkat hidrolisis, dimana semakin kecil nilai DE ukuran molekul yang terbentuk selama hidrolisis semakin kecil dan akan mengakibatkan kelarutan dalam air dingin meningkat dan menurunkan nilai viskositas.

Hidrolisis asam menghasilkan dekstrin tapioka nilai DE 9,09 dan DP 11,07, sagu nilai DE 14,05 dan DP 7,13, kelapa sawit DE 8,17 dan DP 12,28. Nilai DE dari masing-masing dekstrin ditetapkan untuk waktu hidrolisisnya diharapkan akan mencapai nilai DE 10 - 20. Produk dekstrin yang dihasilkan diperoleh kisaran DE 8 – 14, dekstrin tersebut masih dapat dibandingkan mutunya.

HCl akan menghidrolisis polimer pati menjadi gula, oligomer berantai pendek dan berbobot molekul rendah (Tegge 1984 dan French 1984). Hidrolisis asam sangat tergantung dengan waktu, semakin lama waktunya maka gula pereduksi akan meningkat sehingga akan meningkatkan nilai DE dan menurunkan nilai DP. Hidrolisis asam terhadap pati tapioka, sagu dan kelapa sawit waktu yang digunakan adalah sama 60 menit tapi menghasilkan nilai DE dan DP yang berbeda. Menurut Tegge (1984) laju hidrolisis asam selain dipengaruhi oleh waktu juga dipengaruhi oleh jenis katalis, suhu dan jenis pati. perbedaan nilai DE dan DP tersebut diduga dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia

48 Kadar Air

Dari hasil pengujian kadar air dekstrin secara enzimatis dan asam dapat dilihat pada Tabel 11. Kadar air dekstrin tapioka 7,83%, sagu 6,91% dan kelapa sawit 6,62% sedangkan dari produk hidrolisis asam akan menghasilkan dekstrin dengan kadar air tapioka 7,85%, sagu 6,92% dan kelapa sawit 6,35%. Jika dibandingkan dengan persyaratan SNI yang mempersyaratkan kadar air untuk dekstrin maksimum adalah 11%. Ketiga jenis dekstrin baik hidrolisis asam dan enzim dapat dikatakan memenuhi persyaratan SNI dekstrin pangan dan non pangan.

Rendahnya kadar air ini mengakibatkan desktrin bersifat higroskopis, jika dibiarkan diudara terbuka akan mengabsorbsi air dan akan mengakibatkan pengumpalan-penggumpalan molekul dekstrin dan dapat menurunkan mutu dekstrin.

Kadar Abu

Lampiran 7 dan 8 memperlihatkan dari tabel sidik ragam jenis pati berpengaruh nyata pada α = 5% terhadap kadar abu dekstrin yang dihasilkan dari hidrolisis enzimatis dan asam. Untuk uji beda lanjut memperlihatkan uji Duncan bahwa ketiga jenis pati dari hidrolisis enzimatis memberikan pengaruh yang nyata juga terhadap kadar abu yang dihasilkan. Perbedaan ini dapat dilihat pada Gambar 22 berikut ini.

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8

Tapioka Sagu Sawit SNI Pangan SNI Non

Pangan

Kadar

Abu (%bk)

Gambar 22 Kadar abu dari dekstrin tapioka, sagu dan kelapa sawit hidrolisis enzimatis.

Nilai rataan kadar abu pati tapioka 0,23 %, sagu 0,12 % dan kelapa sawit 0,70 (Tabel 11). Hal ini tidak begitu berbeda dengan kadar abu pati asal. Peningkatan kadar abu dari pati asal disebabkan adanya penambahan bahan pembantu dalam menghidrolisis pati seperti penambahan CaCl2 dalam prosesnya peningkatan pH untuk mencapai pH proses optimum dari enzim yaitu pH 5,2 dan harus ditambahkan NaOH untuk meningkatkan pH dari hidrolisat masing-masing pati sehingga aktivitas α-amilase optimal dalam proses hidrolisis masing-masing pati menjadi dekstrin. Peningkatan dalam proses hidrolisis enzimatis terhadap masing-masing pati dapat dikatakan kecil.

Hidrolisis asam akan menghasilkan rataan kadar abu dekstrin kelapa sawit 1,15 %, tapioka 0.77 % dan sagu 0,74 % (Tabel 11). Untuk uji beda lanjut Duncan memperlihatkan bahwa dekstrin kelapa sawit berbeda nyata dengan sagu dan tapioka sedangkan dekstrin sagu tidak berbeda nyata dengan tapioka. Perbedaan ini disajikan pada Gambar 23 berikut.

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4

Tapioka Sagu Sawit SNI Pangan SNI Non

Pangan

Kadar

Abu (%bk)

Gambar 23 Kadar abu dekstrin tapioka, sagu dan kelapa sawit hidrolisis asam.

Nilai kadar abu dekstrin yang dihasilkan meningkat dari kadar abu pati aslinya. Hal ini disebabkan oleh penambahan NaOH dalam proses penetral hidrolis HCl sehingga menghasilkan garam NaCl, yang meningkatkan nilai kadar abu.

50 Kadar Serat

Lampiran 7 dan 8 memperlihatkan dari tabel sidik ragam jenis pati berpengaruh nyata pada α = 5% terhadap kadar serat dekstrin yang dihasilkan baik secara enzimatis dan asam. Untuk uji beda lanjut dari hidrolisis enzimatis memperlihatkan uji Duncan pada α = 5% kadar serat dekstrin dari pati kelapa sawit berbeda nyata dari desktrin sagu dan tapioka. Dekstrin tapioka tidak berbeda nyata dengan sagu. Gambar 24 berikut memperlihatkan kadar serat dari dekstrin tapioka, sagu dan sawit.

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2

Tapioka Sagu Sawit SNI Pangan SNI Non

Pangan K a d a r Serat (%b k )

Gambar 24 Kadar serat dari dekstrin tapioka, sagu dan kelapa sawit hidrolisis enzimatis.

Kadar serat dekstrin kelapa sawit 1,16 %, sagu 0,44 % dan tapioka 0,36% (Tabel 11). Perbedaan yang nyata antara pati kelapa sawit dibanding sagu dan tapioka dikarenakan tingginya kadar serat dari pati asal kelapa sawit tersebut. Proses hidrolisis enzimatis dapat dikatakan tidak memberikan pengaruh terhadap kadar serat dari masing-masing dekstrin yang dihasilkan karena kadarnya hampir mirip dengan pati aslinya.

Uji beda lanjut memperlihatkan uji Duncan pada α = 5% kadar serat hidrolisis asam dari dekstrin kelapa sawit berbeda nyata dari desktrin sagu dan tapioka. Dekstrin tapioka tidak berbeda nyata dengan sagu. Kadar serat dari masing-masing dekstrin yang dihasilkan disajikan pada Gambar 25 berikut.

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2

Tapioka Sagu Sawit SNI Pangan SNI Non Pangan

Kadar Serat (%bk)

Gambar 25 Kadar serat dekstrin tapioka, sagu dan kelapa sawit Hidrolisis asam.

Kadar serat kasar dekstrin tapioka 0,20 %, sagu 0,38 % dan kelapa sawit 1,10 % (Tabel 11). Kadar serat kasar ini mengalami penurunan jika dibandingkan pati asalnya seperti yang disajikan pada Tabel 10. Hasil penelitian Lawal dan Adebolawe (2005) terhadap pati biji nangka (Canavalia ensiformis) yang dimodifikasi menjadi pati thinned acid kadar seratnya mengalami penurunan dari 0,61% menjadi 0,14 %. Penurunan ini disebabkan karena asam menghidrolisis fraksi amilosa didalam pati juga mereduksi serat dan protein yang terkandung di dalam pati.

Kadar serat dekstrin kelapa sawit baik yang dihasilkan secara enzimatis dan asam tidak jauh berbeda. Kadar serat dekstrin kelapa sawit masih tidak jauh berbeda dengan pati aslinya dan melebihi persyaratan SNI dekstrin pangan dan non pangan. Hal ini diduga asam lebih cenderung menghidrolisis pati ketimbang serat karena kadar pati jauh lebih besar dibanding serat (Tabel 7).

Kelarutan dalam air dingin

Hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 7 dan 8 menunjukkan bahwa jenis pati berbeda nyata pada α = 5% terhadap kelarutan dekstrin dalam air dingin yang dihasilkan. Gambar 26 berikut menyajikan kelarutan dalam air dingin dekstrtin tapioka, sagu dan kelapa sawit.

52 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Tapioka Sagu Sawit SNI Pangan SNI Non

Pangan Kel a ru tan dal a m ai r di ngi n (%bk)

Gambar 26 Kelarutan air dingin dekstrin tapioka, sagu dan kelapa sawit hidrolisis enzimatis.

Nilai kelarutan air dingin untuk dekstrin tapioka 92,63%, sagu 55,95% dan kelapa sawit 51,11% (Tabel 11). Selanjutnya dari uji Duncan pada taraf α = 5% dapat dilihat pada Lampiran 7 menunjukkan dekstrin tapioka memberikan perbedaan yang nyata terhadap dekstrin sagu dan kelapa sawit sedangkan dekstrin sagu tidak berbeda nyata terhadap dekstrin kelapa sawit. Hal ini disebabkan hidrolisis pati oleh α amilase akan menyebabkan rantai molekul pati menjadi lebih pendek dan memiliki bobot molekul rendah (BeMiller dan Whistler 1996). Hidrolisis pati tapioka diduga lebih banyak menghasilkan sakarida dengan bobot molekul rendah dibandingkan dengan sagu dan kelapa sawit sehingga dekstrin tapioka memiliki kelarutan yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dekstrin adalah produk hidrolisis yang rendah diantara pati dan sirup, tidak seperti pati dekstrin bersifat larut dalam air dingin tapi tidak manis seperti sirup.

Hidrolisis asam menghasilkan kelarutan dalam air dingin untuk dekstrin tapioka 69,34 %, sagu 64,47 % dan kelapa sawit 60,32 % (Tabel 11) seperti yang disajikan pada Gambar 27. Selanjutnya dari uji Duncan pada taraf α = 5% dapat dilihat pada Lampiran 8 menunjukkan dekstrin tapioka memberikan perbedaan yang nyata terhadap dekstrin sagu dan kelapa sawit sedangkan dekstrin sagu berbeda nyata terhadap dekstrin kelapa sawit. Dekstrin kelapa sawit memiliki kelarutan dalam air dingin yang lebih rendah dibanding dekstrin sagu dan tapioka. Asam akan menghidrolisis pati secara acak, memutuskan ikatan glikosidik dan menghasilkan fragmen sakarida dengan ukuran dan bobot molekul

yang lebih kecil dan menurunkan viskositas produknya (Smith 1982; BeMiller dan Whistler 1996; Bentacur dan Chel 1997). Rendahnya kelarutan dalam air dingin dekstrin kelapa sawit diduga sakarida yang dihasilkan akibat hidrolisis asam memiliki ukuran dan bobot molekul yang lebih tinggi dibanding dekstrin sagu dan tapioka. Demikan juga dekstrin sagu terhadap tapioka, sehingga kelarutan dalam air dingin dekstrin sagu lebih rendah dari tapioka.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Tapioka Sagu Sawit SNI Pangan SNI Non

Pangan

Kelar

u

tan dalam air

dingin (%bk)

Gambar 27 Kelarutan air dingin dekstrin tapioka, sagu dan kelapa sawit hidrolisis asam

Kelarutan air dingin dekstrin kelapa sawit dari hidrolisis enzim lebih rendah dari asam. Hal ini menunjukan penerimaan pati kelapa sawit terhadap α -amilase rendah sehingga hidrolisisnya berjalan lambat. Sakarida yang dihasilkan masih berbobot molekul tinggi sehingga kelarutannya lebih rendah dari asam. Tapioka yang memiliki penerimaan terhadap terhadap α-amilase tinggi, hidrolisisnya dapat bereaksi dengan cepat sehingga sakarida yang dihasilkan memiliki bobot molekul yang rendah dan mudah larut dalam air dibandingkan dengan asam.

Viskositas

Hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 7 dan 8 menunjukkan bahwa jenis pati berbeda nyata pada α = 5% terhadap viskositas dekstrin yang dihasilkan baik secara enzimatis dan asam. Gambar 28 berikut menyajikan

54 0 2 4 6 8 10 12 14 16

Tapioka Sagu Sawit

Viskosotas (cP)

Gambar 28 Viskositas dekstrin tapioka, sagu dan kelapa sawit hidrolisis enzimatis.

Nilai viskositas dekstrin tapioka 3,82 cP, sagu 4,90 cP dan kelapa sawit 4,96 cp (Tabel 11). Hasil uji lanjut Duncan pada α = 5% dapat dilihat pada Lampiran 7 menunjukkan viskositas dekstrin tapioka berbeda nyata dengan dekstrin sagu dan kelapa sawit, sedangkan dekstrin sagu tidak berbeda nyata dengan dekstrin kelapa sawit. Rendahnya viskositas dekstrin tapioka dibanding dekstrin sagu dan kelapa sawit diduga proses hidrolisis pati oleh α-amilase pada pati sagu dan kelapa sawit menghasilkan sejumlah besar sakarida dengan bobot molekul tinggi dibanding tapioka hal ini mengakibatkan viskositas dekstrin tapioka lebih rendah dibanding sagu dan kelapa sawit (Wang YJ dan Wang L 2000).

Hidrolisis asam menghasilkan viskositas dekstrin tapioka 5,52 cP, sagu 15,42 cP dan kelapa sawit 9,50 cP (Tabel 11). Hasil uji lanjut Duncan pada α = 5% dapat dilihat pada Lampiran 8 menunjukkan viskositas dekstrin tapioka berbeda nyata dengan dekstrin sagu dan kelapa sawit, sedangkan dekstrin sagu berbeda nyata dengan dekstrin kelapa sawit. Konsentrasi yang sama dekstrin sagu lebih kental dari kelapa sawit dan tapioka, sedangkan dekstrin kelapa sawit lebih kental dari tapioka. Gambar 29 menyajikan viskositas dekstrin tapioka, sagu dan kelapa sawit. Perbedaan viskositas ini disebabkan perbedaan sakarida sakarida yang dihasilkan oleh hidrolisis asam terhadap pati sagu, kelapa sawit dan tapioka. Semakin banyak sakarida yang berukuran dan berbobot molekul tinggi maka viskositas akan semakin besar, disamping itu kemampuan retrograsi

fraksi amilosa juga dapat meningkatkan viskositas dekstrin yang dihasilkan (Wang YJ dan Wang L 2000).

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Tapioka Sagu Sawit

Viskositas (cP)

Gambar 29 Viskositas dekstrin tapioka, sagu dan kelapa sawit hidrolisis asam.

Hidrolisis enzimatis menghasilkan viskositas dekstrin yang lebih rendah dibandingkan dengan hidrolisis asam. Hal ini disebabkan sakarida yang dihasilkan hidrolisis enzimatis memiliki rantai yang lebih pendek dan berbobot molekul rendah dibanding asam.

Derajat Putih

Hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 7 dan 8 menunjukkan bahwa jenis pati berbeda nyata pada α = 5% terhadap derajat putih dekstrin yang dihasilkan secara enzimatis dan asam. Gambar 30 menyajikan derajat putih dekstrin tapioka, sagu dan kelapa sawit. Gambar 31 sampel dekstrin tapioka, sagu dan kelapa sawit yang dihasilkan dari hidrolisis enzimatis.

Derajat putih dekstrin yang dihasilkan turun dari derajat putih pati aslinya (Tabel 8). Penurunan derajat putih ini disebabkan oleh reaksi Maillard dan karamelisasi sewaktu proses likuifikasi dan pengeringan (Hollnagel dan Kroh 2000). Reaksi Maillard disebabkan interaksi gula pereduksi (aldosa dan ketosa) dengan protein (group asam amino) yang menghasilkan senyawa yang kompleks yang bewarna coklat sering juga disebut melanoidin (Kearsley dan Dziedzic

56 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Tapioka Sagu Sawit

Derjat putih (% Baso4)

Gambar 30 Derajat putih dekstrin tapioka, sagu dan kelapa sawit hidrolisis enzimatis.

Proses karamelisasi umumnya terjadi bila dalam kondisi tanpa adanya

Dokumen terkait