• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

E. Pengaruh Penambahan Tween 80 dan Propilen Glikol terhadap Sifat Fisis

1. Viskositas

12. Desain faktorial merupakan metode rasional untuk menyimpulkan dan mengevaluasi secara obyektif mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas sediaan dan dapat menjelaskan interaksi antar faktor. 13. Countour plot merupakan grafik yang digunakan untuk menggambarkan

respon dari sifat fisis krim ekstrak daun jambu biji, di mana didapat dari persamaan desain faktorial.

14. Superimposed merupakan area perpotongan yang memuat semua arsiran dalam countour plot yang diprediksi sebagai variasi Tween 80 dan propilen glikol yang optimal.

D. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk daun jambu biji (diperoleh dari daerah Hargobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta), Tween

19

80 (farmasetis), asam stearat (farmasetis), propilen glikol (farmasetis), butyl hidroxy toluene (farmasetis), metil paraben (farmasetis), TEA (farmasetis),

aquadest, etanol 70% (teknis), strain bakteri staphylococcus aureus, dan telur ayam kampung usia 10 hari.

E. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat gelas (Pyrex Germany), timbangan analitik (Mettler Toledo GB 3002), waterbath, sendok, pipet tetes, vacum rotary evaporator, thermometer, mixer (Modifikasi USD), stopwatch, alat uji daya sebar (Modifikasi USD), viscotester seri VT 04 (Rion Japan), maserator, kertas pH universal, mikroskop (merk Olympus CH2-Japan), dan software R 3.1.1.

F. Tata Cara Penelitian 1. Pembuatan ekstrak daun jambu biji

Sebanyak 100 gram serbuk daun jambu biji ditimbang kemudian dimasukan ke dalam 5 buah erlenmeyer 1 L. Masing-masing erlenmeyer ditambahkan pelarut etanol 70% sebanyak 700 ml. Maserasi dengan menggunakan shaker selama 3 hari dengan kecepatan 200 rpm. Setelah dimaserasi kemudian disaring dan sisa ampasnya diremaserasi selama 2 hari dengan perlakukan yang sama seperti maserasi pertama. Hasil saringan dari maserasi pertama dan hasil remaserasi kemudian digabungkan, lalu dimasukan ke dalam labu alas bulat dan diuapkan dengan menggunakan vakum rotary

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

evaporator pada suhu antara 60-70 oC. Vakum dihentikan apabila sudah tidak ada pelarut yang menetes lagi. Ekstrak dikeluarkan dari vakum rotary evaporator kemudian diuapkan dengan menggunakan waterbath. Proses dihentikan sampai mencapai bobot tetap. Ekstrak daun jambu biji kemudian disimpan ke dalam almari pendingin.

2. Uji kualitatif senyawa tanin dalam ekstrak daun jambu biji

Sebanyak 2 ml ekstrak daun jambu biji ditambahkan beberapa tetes FeCl3 sampai terbentuk warna hitam kebiruan. Warna hitam kebiruan menunjukkan bahwa ekstrak mengandung senyawa tanin.

3. Formula krim

Formula yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada jurnal “Formulation and Evaluation of an Antibacterial Cream from Oxalis corniculata Aqueous Extract” (Handali, Hosseini, Ameri, and Moghimipour, 2011).

Tabel II. Formula acuan

(Handali et al., 2011) Komposisi Jumlah (g) Fase minyak Asam stearat Spermaceti Setil alkohol 1 0,5 0,5 Fase air Gliserin Triethanolamine Benzyl alcohol aquadest O. corniculata extract 0,5 0,2 0,2 7 0,1

21

Penelitian ini menggunakan 2 faktor yaitu Tween 80 dan propilen glikol dengan 2 level yaitu level rendah dan level tinggi. Level rendah untuk Tween 80 sebesar 2 gram dan level tinggi Tween 80 sebesar 4 gram. Level rendah untuk propilen glikol sebesar 10 gram dan level tinggi propilen glikol sebesar 11 gram. Formula dengan desain faktorial yang digunakan dalam penelitian ini tersaji dalam tabel III.

Tabel III. Formula krim ekstrak daun jambu biji

Komposisi

Formula (g)

F1(g) FA(g) FB(g) FAB(g) Ekstrak daun jambu

biji 5 5 5 5 Asam stearat 20 20 20 20 Tween 80 2 4 2 4 Butylated hydroxyl toluene 0,02 0,02 0,02 0,02 Propilen glikol 10 10 11 11 Triethanolamine 2 2 2 2 Methyl paraben 0,2 0,2 0,2 0,2 Aquadest 60 60 60 60 4. Pembuatan krim

Pertama-tama fase minyak (asam stearat dan butylated hydroxyl toluene) dan fase air (propilen glikol, Tween 80, triethanolamine, dan metil paraben) masing-masing dipanaskan pada suhu 70oC. Fase minyak dicampur dengan fase air ke dalam mortir hangat, kemudian ditambahkan aquadest

hangat lalu diaduk menggunakan mixer hingga homogen dan terbentuk masa krim. Ekstrak daun jambu biji ditambahkan ke dalam campuran tersebut dan

dihomogenkan menggunakan mixer selama 1,5 menit. Krim dimasukkan ke dalam kemasan.

5. Uji sifat fisis dan stabilitas fisis krim a. Uji organoleptis dan pH

Uji organoleptis dilakukan dengan cara mengamati warna dan bau dari krim 48 jam setelah pembuatan. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan indikator pH universal dengan cara memasukkan pH universal ke dalam sediaan krim ekstrak daun jambu biji dan membandingkan warnanya dengan standar.

b. Uji tipe krim

Sebanyak 0,5 g krim ekstrak daun jambu biji dimasukkan ke dalam gelas beker dan diencerkan dengan 2 ml aquadest. Campuran diaduk kemudian ditambah dengan 2 tetes methylene blue. Warna campuran diamati. Bagian yang berwarna biru menunjukkan fase air sedangkan bagian yang tidak berwarna merupakan fase minyak.

c. Uji daya sebar

Sebanyak 1 g krim diletakkan di tengah horizontal plate, kemudian diletakkan pemberat 125 gram di atasnya dan didiamkan selama 1 menit. Diameter penyebaran krim diukur selama 48 jam setelah pembuatan, 7 hari, 14 hari, 21 hari dan 28 hari.

d. Uji viskositas

Uji viskositas dilakukan dengan menggunakan alat viscotester Rion VT-04. Krim dimasukan ke dalam wadah dan dipasang pada viscotester Rion

23

VT-04. Nilai viskositas krim ditunjukkan oleh jarum penunjuk saat viscotester

dinyalakan. Pengujian dilakukan selama 48 jam, 14 hari, 7 hari, 21 hari dan 28 hari.

e. Uji ukuran droplet

Sejumlah krim dioleskan pada gelas objek kemudian ditutup menggunakan kaca penutup, setelah itu diletakkan dibawah mikroskop. Ukuran droplet yang terdispersi dalam krim diamati sebanyak 500 droplet.

f. Uji iritasi

Uji iritasi dilakukan menggunakan metode HET-CAM (Hen’s Egg

Test on the Chorioallantoic Membrane). Uji ini menggunakan telur ayam yang berusia 10 hari. Cangkang telur yang berisi rongga udara dibuka secara hati-hati. Setelah cangkang dibuka, Chorioallantoic Membrane (CAM) dicuci atau dibilas menggunakan NaCl 0,9%. NaCl 0,9 % digunakan sebagai kontrol negatif, sedangkan kontrol positifnya yaitu NaOH 0,1N. Pejankan 0,3 ml NaOH 0,1 N, NaCl 0,9% , dan sediaan krim (F1, FA, FB, dan FAB) pada masing-masing telur. Pemejanan dilakukan pada bagian Chorioallantoic Membrane (CAM), Kemudian catat waktu ketika terjadinya pendarahan (hemorrhage), lisis (lysis), dan koagulasi (coagulation) pada Chorioallantoic Membrane (CAM) setelah diberikan paparan sediaan selama 5 menit.

Data yang diperoleh kemudian dilakukan perhitungan Irritation Score

(IS) dengan menggunakan rumus :

Irritation Score (IS) = 301300−� � 5 + 301300−� � 7 + 301300−� � 9

Keterangan :

HT (Hemorrhage time)= waktu pertama kali pembuluh darah mengalami perdarahan (detik).

LT (Lysis time) = waktu pertama kali lisis pada pembuluh darah (detik).

CT (Coagulation time) = waktu pertama kali koagulasi protein pada membran (detik).

Hasil perhitungan kemudian dicocokan pada tabel IV untuk mengetahui kategori iritasi.

Tabel IV. Indeks iritasi primer uji HET-CAM

Irritation Score Kategori 0 - 0,9 Tidak mengiritasi 1 - 4,9 Sedikit mengiritasi 5 - 8,9 Cukup mengiritasi 9 - 21 Sangat mengiritasi (Cazedey et al., 2009) g. Uji Antibakteri

1) Pembuatan stok bakteri Staphylococcus aureus

Sebanyak 7,6 gram media Muller Hinton Agar (MHA) disuspensikan ke dalam 200 mL aquadest. Sebanyak 5 ml media MHA dimasukan ke dalam tabung reaksi, kemudian disterilkan dengan menggunakan autoklaf suhu 121oC selama 15 menit. Setelah steril, tabung reaksi disimpan pada kemiringan 30-45o dan media dibiarkan memadat. Sebanyak 1 ose biakan murni Staphylococcus aureus diambil, lalu diinokulasikan pada media agar miring secara zig-zag dan diinkubasi selama 48 jam pada suhu suhu 37oC.

25

2) Pembuatan suspensi bakteri Staphylococcus aureus

Sebanyak 1 ose koloni bakteri Staphylococcus aureus dari stok bakteri dimasukan ke dalam tabung reaksi yang berisi NaCl 0,9%. Kekeruhan suspensi bakteri disesuaikan dengan kekeruhan standard 0,5 Mcfarland (1,5x108 CFU/mL).

3) Pengujian potensi antibakteri ekstrak daun jambu biji

Sebanyak 2 media MHA steril disiapkan ke dalam cawan petri lalu tunggu hingga memadat. Suspensi bakteri Staphylococcus aureus dimasukan ke media MHA yang telah memadat dengan menggunakan cotton bud steril. Oleskan suspensi bakteri tersebut dengan merata. Media MHA yang telah dioleskan suspensi bakteri, dibuat lubang sumuran dengan menggunakan pelubang sumuran. Media MHA pertama digunakan untuk uji ekstrak daun jambu biji, sedangkan media MHA kedua digunakan untuk uji kontrol negatif (aquadest).

Ekstrak daun jambu biji yang telah diencerkan hingga konsentrasi 5% dan air sebagai kontrol negatif, diambil menggunakan spuit dan diletakan ke dalam masing-masing lubang sumuran. Inkubasi kedua media selama 24 jam pada suhu 37oC di dalam inkubator. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali.

G. Analisis Hasil

Data dari hasil pengukuran sifat fisis (viskositas dan daya sebar) dan stabilitas (pergeseran viskositas dan daya sebar) diuji statistik untuk mengetahui signifikansi dari faktor Tween 80, propilen glikol, serta interaksi keduanya

terhadap sifat fisis dan stabilitas fisis krim ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.).

Uji statistik yang dilakukan yaitu Shapiro-Wilk untuk mengetahui normalitas distribusi data. Jika p-value lebih besar dari 0,05 maka data terdistribusi normal dan jika p-value kurang dari 0,05 data tidak terdistribusi normal. Uji Levene’s Test untuk mengetahui kesamaan varian, jika nilai Pr (>F) lebih besar daripada 0,05 berarti data memiliki kesamaan varian dan jika nilai Pr (>F) kurang dari 0,05 berarti data tidak memiliki kesamaan varian. Uji statistik berikutnya adalah uji ANAVA dengan taraf kepercayaan 95%, jika nilai Pr (>F) kurang dari 0,05 berarti data berbeda bermakna dan jika nilai Pr(>F) lebih dari 0,05 berarti data berbeda tidak bermakna.

Uji tersebut dilakukan jika memenuhi syarat uji parametrik. Apabila tidak memenuhi syarat tersebut maka akan dilanjutkan uji Kruskal-Wallis dengan

post hoc Wilcoxon. Uji Kruskal-Wallis dilakukan dengan membandingkan keempat kelompok formula untuk mengetahui variasi Tween 80 dan propilen glikol memberikan pengaruh signifikan atau tidak. Uji Wilcoxon dilakukan dengan membandingkan dua kelompok formula yang memiliki nilai yang sama pada salah satu faktor. Apabila dalam analisis data didapatkan hasil p-value

kurang dari 0,05 berarti data berbeda bermakna. Sebaliknya, jika p-value lebih dari 0,05 berarti data berbeda tidak bermakna.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembuatan Ekstrak Daun Jambu Biji

Pada penelitian ini serbuk daun jambu biji diperoleh dari Merapi Farma Herbal Yogyakarta. Serbuk yang diperoleh harus dilakukan determinasi tanaman, hal ini bertujuan untuk mengetahui keaslian tanaman tersebut dan kebenaran dari spesies tanaman yang digunakan. Adapun langkah determinasi yaitu dengan membandingkan ciri-ciri morfologi tanaman dengan kunci determinasi pada Flora of Java (Backer and Bakhuizen, 1963). Serbuk daun jambu biji yang digunakan pada penelitian ini tidak dilakukan determinasi, karena telah memiliki sertifikat dari Merapi Farma Herbal mengenai keaslian dan kebenaran spesies tanaman yang digunakan (lampiran 1).

Pembuatan ekstrak daun jambu biji dilakukan dengan metode ekstraksi maserasi, yaitu dengan cara merendam serbuk daun jambu biji dengan menggunakan pelarut etanol 70%. Kandungan aktif yang terdapat di dalam daun jambu biji yang memiliki efek antibakteri yaitu tanin. Tanin merupakan senyawa yang bersifat polar dan dalam metode ekstraksinya digunakan pelarut etanol yang bersifat semipolar. Proses penyarian senyawa tanin tidak menggunakan pelarut polar contohnya air karena mudah ditumbuhi bakteri dan dapat terjadi reaksi enzimatik. Pelarut etanol 70% digunakan karena aman, lebih mudah dalam proses pemekatan, dan mikroba lebih sulit untuk tumbuh.

Tahap selanjutnya yaitu proses pemekatan dengan menggunakan vacuum rotary evaporator. Proses pemekatan bertujuan untuk menguapkan pelarut etanol 70% sehingga didapatkan ekstrak kental daun jambu biji. Suhu vacuum rotary evaporator yang digunakan yaitu 60oC - 70 oC. Vacuum rotary evaporator

dihentikan apabila sudah terbentuk ekstrak kental dan tidak ada pelarut yang menetes lagi. Ekstrak kental yang didapat kemudian dipanaskan di atas waterbath

dengan suhu 60oC - 70 oC. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan sisa pelarut yang mungkin masih terjebak di dalam ekstrak dan juga untuk memperoleh bobot tetap ekstrak daun jambu biji. Ekstrak daun jambu biji yang diperoleh dari tiap proses kemudian dihitung rendemennya. Rata-rata rendemen yang diperoleh yaitu sebesar 17,93 %.

(i) (ii)

Gambar 7. Hasil uji kualitatif ekstrak daun jambu biji (i) sebelum diberi reagen FeCl3 dan (ii) sesudah diberi reagen FeCl3

Ekstrak daun jambu biji yang diperoleh kemudian dilakukan uji kualitatif dengan menggunakan reagen FeCl3. Tujuan uji kualitatif ini yaitu untuk melihat apakah ekstrak daun jambu biji mengandung senyawa tanin atau tidak. Ekstrak

29

yang mengandung senyawa tanin ditunjukkan dengan berubahnya warna ekstrak yang awalnya berwarna coklat menjadi berwarna hitam kebiruan.

Gambar 7 menunjukkan bahwa terjadi perubahan warna ekstrak daun jambu biji setelah diberi perlakuan FeCl3. Hal tersebut menunjukkan bahwa ekstrak daun jambu biji memiliki kandungan senyawa tanin.

Uji kualitatif tanin ekstrak daun jambu biji juga dilakukan di LPPT Universitas Gadjah Mada. Adapun metode yang digunakan yaitu kromatografi lapis tipis (KLT). Tujuan dilakukan uji kualitatif tanin di LPPT yaitu untuk memastikan lebih lanjut terkait kandungan senyawa tanin dengan menggunakan metode yang lebih akurat. Hasil menunjukkan bahwa ekstrak daun jambu biji mengandung senyawa tanin.

Uji kadar air serbuk daun jambu biji juga dilakukan di LPPT Universitas Gadjah Mada. Adapun metode yang digunakan yaitu gravimetri. Uji kadar air dilakukan untuk mengetahui kadar air yang terdapat pada serbuk daun jambu biji. Syarat kadar air yang terdapat dalam serbuk yaitu kurang dari 10 %. Hasil uji menunjukkan bahwa kadar air serbuk daun jambu biji yaitu sebesar 8,42 %, sehingga memenuhi persyaratan kadar air sebuk. Laporan mengenai hasil uji kualitatif tanin dan kadar air serbuk daun jambu biji dapat dilihat pada lampiran 2.

B. Uji Antibakteri Ekstrak Daun Jambu Biji

Tujuan uji antibakteri yaitu untuk mengetahui kemampuan daya antibakteri dari ekstrak daun jambu biji. Uji daya antibakteri pada penelitian ini menggunakan metode difusi sumuran karena sampel ekstrak daun jambu biji

berbentuk cair. Bakteri yang digunakan pada uji daya antibakteri yaitu

Staphylococcus aureus. Kemampuan daya antibakteri dari ekstrak daun jambu biji dapat ditunjukan dengan terbentuk zona hambat atau zona jernih di sekitar lubang sumuran.

(i) (ii)

Gambar 8. Hasil Uji Antibakteri Ekstrak Daun Jambu Biji (i) kontrol negatif dan (ii) ekstrak daun jambu biji

Gambar 8 (i) kontrol negatif tidak membentuk zona jernih atau zona hambat, Sedangkan gambar 8 (ii) terbentuk zona hambat atau zona jernih disekitar lubang sumuran. Hal ini mengindikasikan bahwa ekstrak daun jambu biji memiliki kemampuan daya antibakteri. Luas zona hambat pada ekstrak daun jambu biji sebesar 2,253 cm2.

Daya antibakteri ini disebabkan oleh adanya senyawa tanin yang terdapat di dalam ekstrak daun jambu biji. Tanin merupakan komponen utama dalam daun jambu biji, karena jumlahnya yang lebih banyak dari pada senyawa lain yaitu sekitar 9 – 12%. Mekanisme antibakteri dari senyawa tanin yaitu dengan cara presipitasi protein, inaktivasi enzim, destruksi atau inaktivasi materi genetik (Rosidah and Afizia, 2012).

31

C. Pembuatan Krim Ekstrak Daun Jambu Biji

Krim yang dibuat memiliki tipe minyak dalam air (M/A). Pemilihan krim tipe M/A karena mudah diaplikasikan ke permukaan kulit, memberikan rasa lembab di kulit, mudah dibersihkan dengan air, dan tidak menimbulkan rasa lengket. Eksipien yang digunakan untuk sediaan semisolid topikal memegang peranan penting, yaitu meningkatkan kelarutan zat aktif, permeasi obat serta meningkatkan stabilitas obat dan formulasi, meningkatkan aspek estetika sediaan, mencegah kontaminasi dan pertumbuhan mikroba, mengatur pelepasan (Heather

and Adam, 2012).

Sebelum melakukan optimasi formula, hal pertama yang dilakukan adalah melakukan orientasi formula. Tujuan orientasi formula yaitu untuk menentukan besaran level rendah dan level tinggi pada faktor Tween 80 dan propilen glikol. Selain itu untuk melihat apakah respon yang diteliti mampu memberikan perubahan pada respon daya sebar dan viskositas.

Gambar 9 dan gambar 10 menunjukkan bahwa jumlah Tween 80 yang diberikan menyebabkan perubahan respon viskositas dan daya sebar krim. Daerah irisan dari kedua grafik yakni antara 2-4 gram. Berdasarkan hasil tersebut, dipilih level rendah Tween 80 yaitu 2 gram, dan level tingginya yaitu 4 gram. Gambar 11 dan gambar 12 menunjukkan bahwa jumlah propilen glikol yang diberikan menyebabkan perubahan pada respon viskositas dan daya sebar krim. Daerah irisan dari kedua grafik yakni antara 10-11 gram. Berdasarkan hasil tersebut, dipilih level rendah propilen glikol yaitu 10 gram, dan level tingginya yaitu 11 gram.

Gambar 9. Grafik orientasi pengaruh jumlah Tween 80 terhadap viskositas krim

Gambar 10. Grafik orientasi pengaruh jumlah Tween 80 terhadap daya sebar krim 108 110 112 114 116 118 120 122 124 126 0 1 2 3 4 5 6 7 Vis k o sit a s (d.P a .s ) Jumlah Tween 80 (g)

Pengaruh Tween 80 terhadap viskositas krim

5.6 5.7 5.8 5.9 6.0 6.1 6.2 0 1 2 3 4 5 6 7 Da y a s eba r (cm ) Jumlah Tween 80 (g)

33

Gambar 11. Grafik orientasi pengaruh jumlah propilen glikol terhadap viskositas krim

Gambar 12. Grafik orientasi pengaruh jumlah propilen glikol terhadap daya sebar krim 104 106 108 110 112 114 116 118 120 122 124 0 2 4 6 8 10 12 Vis k o sit a s (d.P a .s )

Jumlah propilen glikol (g)

Pengaruh propilen glikol terhadap viskositas krim

5.3 5.4 5.5 5.6 5.7 5.8 5.9 6.0 0 2 4 6 8 10 12 D a y a Se ba r ( c m )

Jumlah propilen glikol (g)

Pengaruh propilen glikol terhadap daya sebar krim

Proses pembuatan krim diawali dengan mencampurkan bahan-bahan sesuai dengan fasenya. Fase minyak terdiri dari asam stearat dan BHT, sedangkan fase air terdiri dari metil paraben, Tween 80, propilen glikol, dan TEA. Masing-masing fase kemudian dilelehkan pada suhu 70oC di atas waterbath. Langkah berikutnya mencampurkan fase minyak dengan fase air dalam mortir hangat, kemudian diaduk dengan menggunakan mixer dengan kecepatan konstan. Tujuan menggunakan mortir hangat untuk mencegah pembekuan segera. Aquadest

ditambahkan saat pengadukan berlangsung. Ekstrak daun jambu biji ditambahkan ketika masa krim terbentuk. Krim ekstrak daun jambu biji disimpan dalam wadah tertutup.

D. Uji Sifat Fisis dan Stabilitas Fisis Krim Ekstrak Daun Jambu Biji 1. Uji organoleptis dan pH

Krim ekstrak daun jambu biji yang telah diformulasi kemudian dilakukan uji organoleptis dan pH. Aspek yang diamati dari uji organoleptis meliputi warna, bau, dan homogenitas krim. Uji organoleptis penting dilakukan karena erat kaitannya dengan acceptability dari krim itu sendiri. Hasil pengamatan yang dilakukan dapat dilihat pada tabel V.

Tabel V. Hasil uji organoleptis dan pH sediaan krim ekstrak daun jambu biji

Kriteria Formula F1 Formula FA Formula FB Formula FAB

Warna Coklat Keemasan Coklat Keemasan Coklat Keemasan Coklat Keemasan

Bau Khas Khas Khas Khas

Homogenitas Homogen Homogen Homogen Homogen

35

Tabel V menunjukan bahwa sediaan krim ekstrak daun jambu biji yang dihasilkan memiliki warna coklat – keemasan, bau yang khas, dan homogen. Hasil uji pH menunjukkan bahwa sediaan krim ekstrak daun jambu biji memiliki pH yang seragam yaitu 6. Hasil tersebut menunjukkan bahwa krim yang dibuat sesuai dengan pH kulit yaitu 5 – 6,5. Nilai pH pada krim sangat berpengaruh terhadap potensi iritasi pada kulit. Apabila nilai pH tersebut melebihi atau kurang dari kriteria pH kulit, maka akan menyebabkan iritasi pada kulit. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sediaan krim ekstrak daun jambu biji yang dibuat tidak menimbulkan iritasi.

2. Uji tipe krim

Uji tipe krim bertujuan untuk mengetahui tipe krim yang dihasilkan dari formulasi sediaan krim ekstrak daun jambu biji. Tipe krim yang diharapkan pada penelitian ini adalah minyak dalam air (M/A). Hasil uji tipe krim dapat dilihat pada tabel VI.

Tabel VI. Hasil uji tipe krim dari sediaan krim ekstrak daun jambu biji

Formula Tipe Krim

R1 R2 R3

F1 M/A M/A M/A

FA M/A M/A M/A

FB M/A M/A M/A

FAB M/A M/A M/A

Tabel VI menunjukkan bahwa sediaan krim ekstrak daun jambu biji memiliki tipe krim M/A. Gambar mengenai hasil uji tipe krim dapat dilihat pada lampiran 8.4. Pengujian tipe krim dilakukan dengan menggunakan reagen

methylene blue. Penambahan reagen methylene blue pada krim tipe M/A akan menyebabkan fase luar berwarna biru, sedangkan pada fase dalam tidak akan

berwarna. Hal tersebut dikarenakan methylene blue larut air sehingga fase luar yaitu air akan berwarna biru. Pengamatan melalui mikroskop menunjukkan secara jelas bahwa fase luar dari droplet krim akan berwarna biru setelah penambahan reagen methylene blue.

3. Uji ukuran droplet

Uji ukuran droplet untuk mengetahui distribusi ukuran partikel yang terdapat pada sediaan krim ekstrak daun jambu biji. Droplet krim dari tiap formula diukur sebanyak 500 partikel dengan menggunakan mikroskop. Sebelum melakukan uji ukuran droplet terlebih dahulu dilakukan kalibrasi. Tujuan kalibrasi yaitu untuk mengetahui ukuran sebenarnya dari droplet krim yang diukur. Ukuran sebenarnya dari droplet akan diketahui setelah nilai kalibrasi dari mikoskop tersebut dikalikan dengan ukuran droplet yang terlihat di mikroskop. Hasil uji ukuran droplet krim dapat dilihat pada tabel VII.

Tabel VII. Hasil uji ukuran droplet

Formula Ukuran Droplet (μm)

R1 R2 R3 (x̅ ± SD)

F1 52,6 51,6 52,7 52,3 ± 0,6

FA 46,0 42,4 48,4 45,6 ± 3,0

FB 54,8 51,0 55,0 53,6 ± 2,2

FAB 45,6 50,2 56,5 50,7 ± 5,5

Tabel VII menunjukkan bahwa rata-rata ukuran droplet yang diperoleh dari tiap formula berkisar 45,6 – 53,6 μm. Menurut Gupta dan Garg (2002) kisaran ukuran droplet dari krim konvensional yaitu 10 – 100 μm. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa krim ekstrak daun jambu biji memiliki ukuran droplet yang sesuai dengan rentang standar.

37

4. Uji viskositas

Viskositas merupakan tahanan sediaan untuk mengalir. Semakin tinggi viskositas suatu sediaan maka tahanan untuk mengalir akan semakin tinggi. Viskositas dapat menjadi indikator perubahan stabilitas fisis dari suatu sediaan (Heather and Adam, 2012). Viskositas sediaan krim yang baik berada pada rentang 100 – 150 d.Pa.s. Pengamatan viskositas pada sediaan krim ekstrak daun jambu biji dilakukan pada 48 jam, 7 hari, 14 hari, 21 hari, dan 28 hari. Pengamatan awal dilakukan pada 48 jam setelah pembuatan krim, untuk menghindari pengaruh suhu dan pengadukan saat pembuatan krim, Sehingga pada saat pengamatan krim diasumsikan telah membentuk sistem yang stabil.

Tabel VIII. Viskositas (x̅ ± SD) krim ekstrak daun jambu biji selama penyimpanan

Formula Viskositas (d.Pa.s)

48 jam 7 hari 14 hari 21 hari 28 hari

F1 133 ± 7,6 121 ± 7,6 108 ± 7,6 88 ± 7,6 53 ± 5,7 FA 103 ± 5,7 95 ± 5,0 93 ± 15,3 81 ± 12,6 73 ± 11,5 FB 130 ± 5,0 116 ± 15,3 98 ± 10,4 83 ± 11,5 66 ± 5,7 FAB 105 ± 8,6 101 ± 7,6 96 ± 5,7 86 ± 5,7 76 ± 5,7

Tabel VIII menunjukkan viskositas sediaan krim pada waktu pengamatan 48 jam, 7 hari, 14 hari, 21 hari, dan 28 hari. Data tabel VIII menunjukkan bahwa viskositas pada 48 jam setelah pembuatan masuk ke dalam rentang viskositas.

Pergeseran viskositas merupakan parameter untuk menentukan stabilitas fisis krim ekstrak daun jambu biji. Pergeseran viskositas diukur

Dokumen terkait