BAB 2. Tinjauan Pustaka
2.7 Viskositas
Viskositas adalah suatu pernyataan “tahanan untuk mengalir” dari suatu sistem yang mendapat suatu tekanan. Makin kental suatu cairan, makin besar gaya yang dibutuhkan untuk membuatnya mengalir pada kecepatan tertentu (Moechtar, 1989).
Viskositas adalah suatu ungkapan yang menyatakan tekanan yang mencegah zat cair untuk mengalir. Makin tinggi viskositasnya, makin besar tekanannya. Zat cair sederhana dapat diperikan dengan viskositas absolut. Tapi sifat-sifat reologikdari sistem dispersi heterogen lebih kompleks dan tidak dapat dinyatakan dengan satuan tunggal (Moechtar, 1989).
Sifat reologi dari sistem farmasi dapat mempengaruhi pemilihan peralatan untuk processing yang digunakan dalam pembuatannya. Selanjutnya kekurangmampuan memilih alat yang tepat dapat menghasilkan produk yang tidak dikehendaki, setidak-tidaknya yang menyangkut sifat alirnya (Moechtar, 1989).
Salah satu bentuk pengukuran viskositas adalah dengan menggunakan viskosimeter Brookfield. Prinsip kerja dari viskosimeter Brookfield adalah berdasarkan metode cone and plate yaitu menggunakan instrumen yang terdiri dari rotating cone dengan sudut tumpul dan flat plate yang lebih rendah dan tidak bergerak. Lempeng dinaikkan sampai puncak kerucut benar-benar menyentuh permukaan. Cairan diisikan melalui celah segitiga antara cone dan plate.
Tegangan permukaan mencegahnya dari penyebaran pada plate. Plate dipertahankan sampai temperatur konstan dengan membentuk sirkulasi air. Cone diatur dengan dengan kecepatan yang teratur. Tarikan kental pada putaran cone mendesak tenaga putaran pada dinamometer dengan gaya gesekan.
Gambar 2.10 Viskosimeter Brookfield
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Alat – Alat Penelitian
Alat – alat yang digunakan dalam penelitian adalah :
Nama Alat Merek
Beaker Glass Pyrex
Spatula
Gelas ukur Pyrex
Neraca analitis Mettler Toledo
Pipet tetes
Batang pengaduk kaca
Labu takar Pyrex
Botol akuades Hot plate stirrer Magnetic bar
Termometer Fisher
Cling Wrap
Blender Miyako
Indikator universal Merck
Statif dan klem
Aluminium foil 20
Labu leher dua Pyrex
Kondensor
Sentrifugator 4000 rpm
Statif dan klem Desikator
Seperangkat alat FTIR Shimadzu
Viskosimeter Brookfield DV-I Prime
Timbangan
3.2 Bahan – Bahan Penelitian
Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Bahan Merek
Bawang Putih
3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Pembuatan Larutan
3.3.1.1 Pembuatan Larutan HNO3 3,5%
Sebanyak 107,6 HNO3 65% dimasukkan ke dalam labu takar 2000 mL, ditambahkan dengan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.
3.3.1.2 Pembuatan Larutan NaOH 2%
Sebanyak 20 g NaOH pellet dilarutkan dengan 500 mL aquadest dalam beaker glass, diaduk hingga larut, lalu dimasukkan ke dalam labu takar 1000 mL, ditambahkan dengan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.
3.3.1.3 Pembuatan Larutan NaOCl 1,75%
Sebanyak 146 mL NaOCl(p) 12% dimasukkan ke dalam labu takar 1000 mL, ditambahkan dengan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.
3.3.1.4 Pembuatan Larutan NaOH 17,5%
Sebanyak 175 g NaOH pellet dilarutkan dengan 500 mL aquadest dalam beaker glass, diaduk hingga larut, lalu dipindahkan ke dalam labu takar 1000 mL, ditambahkan dengan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.
3.3.1.5 Pembuatan Larutan H2O2 10%
Sebanyak 167 mL H2O2(p) 30% dimasukkan ke dalam labu takar 500 mL, ditambahkan dengan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.
3.3.1.6 Pembuatan Larutan NaOH 30%
Sebanyak 300 g NaOH pellet dimasukkan ke dalam labu takar 1000 mL, ditambahkan dengan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.
3.3.1.7 Pembuatan Larutan NaCl 0,1 M
Sebanyak 0,585 g NaCl pellet dilarutkan dengan 50 mL aquadest dalam beaker glass, diaduk hingga larut, lalu dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL, ditambahkan dengan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.
3.3.2 Penyiapan Serbuk Kulit Ari Biji Alpukat
Biji alpukat segar dibersihkan dan dicuci dengan air kemudian dikupas kulit arinya. Dijemur di bawah sinar matahari. Dihaluskan dengan menggunakan blender sampai berbentuk serbuk kasar.
3.3.3 Isolasi α-Selulosa dari Kulit Ari Biji Alpukat
Kulit biji alpukat sebanyak 75 g serbuk dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian ditambahkan 2 L campuran HNO3 3,5% dan 20 mg NaNO3 lalu dipanaskan pada suhu 90oC selama 2 jam sambil diaduk di atas hot plate. Disaring dan dicuci residu hingga filtrat netral. Selanjutnya ditambahkan 1500 ml NaOH 2% lalu dipanaskan pada suhu 50oC selama 1 jam sambil diaduk di atas hot plate.
Disaring dan dicuci residu hingga filtrat netral. Selanjutnya residu diputihkan dengan 1 L larutan NaOCl 1,75% lalu dipanaskan pada suhu 80oC selama 30 menit. Disaring dan dicuci residu hingga filtrat netral. Selanjutnya ditambahkan dengan 500 mL larutan NaOH 17,5%, dipanaskan pada suhu 80oC selama 30 menit sambil diaduk di atas hot plate. Disaring dan dicuci residu hingga filtrat netral. Lalu ditambahkan dengan H2O2 10%, dipanaskan pada suhu 60oC selama 15 menit sambil diaduk di atas hot plate. Disaring dan dikeringkan residu pada suhu 60oC di dalam oven kemudian disimpan dalam desikator.
3.3.4 Pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC)
Sebanyak 4 g serbuk α-selulosa dimasukkan ke dalam labu leher dua, kemudian ditambahkan 30 mL isopropanol sambil dilakukan pengadukan. Ditambahkan 30 mL NaOH 30% sambil dirangkai alat refluks. Dipanaskan pada suhu 60oC sambil diaduk selama 1 jam. Selanjutnya ditambahkan campuran 40 mL isopropanol dan 12 g monokloro asetat setetes demi setetes selama 1 jam lalu dipanaskan pada suhu 60oC selama 4 jam. Dinetralkan dengan CH3COOH glasial hingga pH = 7, kemudian disaring. Endapan dicuci dengan 50 mL etanol 96% kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC. Disimpan dalam desikator.
3.3.5 Pemurnian Carboxymethyl Cellulose (CMC)
Sebanyak 5 g CMC dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian dilarutkan dengan 100 mL aquadest lalu dipanaskan di atas hot plate pada suhu 80oC selama 10 menit sambil diaduk. Kemudian disentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 4000 rpm. Dipisahkan endapan dari larutan. Dilarutkan CMC hasil re-presipitasi dengan 100 mL aseton. Disaring CMC tersebut, dibungkus dengan aluminium foil serta dikeringkan di dalam oven pada suhu 60oC selama 4 jam.
Kemudian disimpan di dalam desikator (Hong, 2013).
3.3.6 Analisa Gugus Fungsi dengan Spektroskopi FT-IR
Sampel dipreparasi dalam bentuk bubur (mull). Bubur diperiksa dalam sebuah film tipis yang diletakkan di antara lempengan – lempengan garam yang datar.
Pengujian dilakukan dengan menjepit film hasil campuran pada tempat sampel.
Kemudian film diletakkan pada plat ke arah sinar infra merah. Hasilnya akan direkam kertas berkala berupa aliran kurva bilangan gelombang 4000-200 cm-1 terhadap intensitas.
3.3.7 Penentuan Derajat Substitusi (DS)
Derajat substitusi dapat dievaluasi dengan metode FT-IR dari perbandingan absorbansi pada 1604,77 (dianggap berasal dari pita karbonil) dan absorbansi 3448,72 (berasal dari pita hidroksil), dihitung dengan menggunakan persamaan 2.1 perhitungan Derajat Substitusi.
3.3.8 Pembuatan Saus Tomat dengan Carboxymethyl Cellulose (CMC)
Pembuatan saus tomat dengan CMC berdasarkan metode yang telah dimodifikasi dari metode Rukmana dan Rahma (1994), dimana buah tomat yang telah dipilih dicuci dengan air, dilakukan pemanasan air terlebih dahulu kemudian dimasukkan buah tomat ke dalam air mendidih selama ±20 menit. Kemudian diangkat dan dimasukkan ke dalam blender dan dihancurkan hingga menyerupai bubur.
Disaring bubur tomat, kemudian dimasak sampai setengah volume awal.
Dimasukkan bumbu-bumbu yang terdiri dari : bunga pala 0,5 g/L, bawang putih halus 1 g/L, cabai merah 0,5 g/L, merica secukupnya, cengkeh 0,25 g/L dan kayu manis 1 g/L. Ditambahkan sebanyak 125 g/L gula pasir dan cuka 25% sebanyak 12cc/L sari buah tomat. Kemudian dibagi ke dalam empat volume sama rata.
Masing-masing dimasukkan ke dalam botol kaca, kemudian ditambahkan CMC dalam berbagai variasi penambahan 0,5 g ; 1,0 g dan 1,5 g. Dikukus selama ±15 menit. Leher botol kaca ditutup rapat sambil dibiarkan dingin pada suhu kamar.
3.3.9 Penentuan Viskositas Saus Tomat
Dimasukkan 300 ml saus tomat tanpa penambahan CMC ke dalam beaker glass, kemudian dihidupkan alat viskosimeter Brookfield, dipilih spindle yang diinginkan, kemudian dipasang spindle pada alat viskosimeter Brookfield, dicelupkan saus tomat pada spindle hingga spindle terendam, dipilih speed rpm yang diinginkan, kemudian dihidupkan motor, ditunggu ± 60 detik, kemudian dicatat hasilnya. Diulangi perlakuan pada saus tomat penambahan variasi CMC 0,5 g ; 1 g ; 1,5 g dan untuk saus tomat komersil.
3.3.10 Uji Organoleptis Saus Tomat dengan Variasi Penambahan CMC 0 g;
0,5 g; 1 g; 1,5 g; dan Saus Tomat Komersil
Uji organoleptis dilakukan dengan meletakkan saus tomat dibagi kedalam 4 wadah dengan uraian yaitu; wadah pertama berisi saus tomat tanpa penambahan CMC; wadah kedua berisi saus tomat dengan penambahan CMC 0,5 g; wadah ketiga berisi saus tomat dengan penambahan CMC 1 g; wadah keempat berisi saus tomat dengan penambahan CMC 1,5 g ; dan wadah kelima berisi saus tomat komersil. Masing-masing saus tomat diamati rasa, aroma dan warna.
3.4 Bagan Penelitian
3.4.1 Penyiapan Serbuk Kulit Ari Biji Alpukat
Biji Alpukat
dibersihkan dari sisa-sisa daging buah dicuci dengan air
dikupas kulit arinya Kulit Ari Biji Alpukat Basah
dijemur di bawah sinar matahari dihaluskan dengan blender Serbuk Kasar Kulit Ari Biji Alpukat
3.4.2 Isolasi α-Selulosa dari Kulit Ari Biji Alpukat
75 g Serbuk Kulit Ari Biji Alpukat
dimasukkan ke dalam beaker glass
ditambahkan 2 L campuran HNO3 3,5% + 20 mg NaNO3
dipanaskan pada suhu 90oC selama 2 jam sambil diaduk di atas hot plate disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral
Residu Filtrat
ditambahkan 1500 mL larutan NaOH 2%
dipanaskan pada suhu 50oC selama 1 jam sambil diaduk di atas hot plate disaring dan dicuci hingga filtrat netral
diputihkan dengan 1 L larutan NaOCl 1,75%
dipanaskan pada suhu 80oC selama 30 menit sambil diaduk di atas hot plate disaring dan dicuci hingga filtrat netral
ditambahkan 500 mL larutan NaOH 17,5%
dipanaskan pada suhu 80oC sambil diaduk di atas hot plate disaring dan dicuci hingga filtrat netral
diputihkan dengan H2O2 10%
dipanaskan pada suhu 60oC selama 15 menit sambil diaduk di atas hot plate disaring
α−selulosa basah
dikeringkan pada suhu 60oC di dalam oven selama 4 jam disimpan di dalam desikator
3.4.3 Pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC)
4 g Serbuk α−selulosa
dimasukkan ke dalam labu leher dua ukuran 500 mL ditambahkan 30 mL isopropanol
ditambahkan 30 mL NaOH 30%
dirangkai alat refluks
dipanaskan pada suhu 55o-65oC sambil diaduk selama 1 jam di atas hot plate ditambahkan larutan 40 mL isopropanol + 12 g monokloro asetat setetes demi setetes menggunakan corong penetes selama 1 jam
dipanaskan pada suhu 55o-65oC sambil diaduk selama 4 jam di atas hot plate dimatikan alat refluks
dinetralkan dengan asam asetat glasial disaring
Filtrat Residu
dicuci dengan 50 mL larutan etanol 96%
dikeringkan pada suhu 50oC dalam oven CMC
FTIR
(Wijayani, A. 2005)
3.4.4 Pemurnian Carboxymethyl Cellulose (CMC) 5 g CMC kering
dimasukkan ke dalam beaker glass dilarutkan dengan 100 mL aquadest
dipanaskan di atas hot plate pada suhu 80oC selama 10 menit sambil diaduk disentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 4000 rpm
dipisahkan endapan dari larutan
Endapan Larutan
dilarutkan dengan 100 mL aseton disaring
Residu Filtrat
dibungkus dengan alumunium foil
dikeringkan di dalam oven pada suhu 60oC selama 4 jam disimpan dalam desikator
CMC
FTIR
(Hong, 2013)
3.4.5 Pembuatan Saus Tomat
1 kg Buah Tomat dibersihkan
direbus dalam air mendidih selama ±20 menit ditiriskan
dihaluskan dengan blender Bubur Tomat
dimasak hingga setengah volume awal
dimasukkan bumbu-bumbu yang terdiri : 0,5 g/ L bunga pala; 1 g/L bawang putih halus;
0,5 g/L cabai merah; merica secukupnya, 0,25 g/L cengkeh; 1 g/L kayu manis; 125 g/L gula pasir dan 12 cc/L cuka 25%
dipanaskan hingga homogen Campuran Homogen
dimasukkan ke dalam botol kaca dikukus selama ±15 menit ditutup rapat botol kaca
dibiarkan dingin pada suhu kamar Saus Tomat
catatan : dilakukan penambahan CMC selanjutnya dengan variasi massa 0,5 g ; 1 g ; dan 1,5 g.
(Rukmana, 1994)
3.4.6 Penentuan Viskositas Saus Tomat
300 ml saus tomat
dihidupkan alat
dipilih spindle yang diinginkan
dipasang spindle pada alat viskosimeter Brookfield dicelupkan sampel pada spindle hingga terendam dipilih speed rpm yang diinginkan
dihidupkan motor ditunggu ± 60 detik
dilakukan hal yang sama untuk saus tomat dengan penambahan variasi CMC : 0,5 g ; 1 g ; 1,5 g dan untuk saus tomat komersil
dimasukkan ke dalam beaker glass
Viskosimeter Brookfield
Catatan : dilakukan hal yang sama pada saus tomat dengan penambahan CMC 0,5 g ; 1 g ; dan 1,5 g.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Isolasi α-Selulosa dari Kulit Ari Biji Alpukat
Adanya proses seperti delignifikasi, pemutihan, dan pemurnian pada sampel kulit ari biji alpukat akan menghasilkan α-Selulosa yang berwarna putih. Dari 75 gram serbuk pelepah kelapa sawit yang digunakan akan diperoleh 9,5272 gram α-Selulosa murni (diperkirakan sebanyak 12,703% dari massa awal kulit ari biji alpukat). Dari data spektroskopi FT-IR α-Selulosa memberikan spektrum dengan puncak-puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 3448,72 cm-1 , 2916,37 cm-1 , 1635,64 cm-1 , 1372 cm-1 , 1064,71 cm-1 (Gambar 4.1).
Gambar 4.1 Spektrum FT-IR α-Selulosa Hasil Isolasi dari Kulit Ari Biji Alpukat
4.1.2 Pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC)
Carboxymethyl Cellulose (CMC) merupakan hasil reaksi antara α-selulosa yang sudah dialkalisasi terlebih dahulu dengan NaOH sehingga suasananya menjadi alkali yang kemudian direaksikan dengan asam monokloroasetat yang dilarutkan terlebih dahulu dengan isopropanol dengan pemanasan pada suhu 55 - 65 oC selama 4 jam. Kemudian dicuci dengan ethanol 96% lalu dikeringkan. Dari 4 gram α-selulosa yang digunakan akan diperoleh 10,74 gram yang selanjutnya dimurnikan akan diperoleh 4,92 gram CMC murni. Hasil yang diperoleh berupa Carboxymethyl Cellulose (CMC) berupa serbuk halus berwarna putih yang selanjutnya dianalisis menggunakan spektroskopi FT-IR, di mana memberikan spektrum puncak-puncak serapan pada bilangan gelombang 3448,72 cm-1 , 2931,80 cm-1 , 1604,77 cm-1 , 1327,03 cm-1 , 1072,42 cm-1 (Gambar 4.2).
Gambar 4.2 Spektrum FT-IR CMC Hasil Sintesis
4.1.3 Pembuatan Saus Tomat dengan Carboxymethyl Cellulose (CMC)
Dalam penelitian ini, pembuatan saus tomat dilakukan menggunakan emulsifier atau pengental CMC dengan variasi 0 gram, 0,5 gram, 1 gram dan 1,5 gram. Hal ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh dari CMC terhadap saus tomat.
Gambar 4.3 Saus Tomat : (A) tanpa penambahan CMC; (B) + 0,5 gram;
(C) + 1 gram; (D) + 1,5 gram; (X) Komersil
Dalam pembuatan saus tomat ini dilihat dua jenis karakterisasi : uji organoleptis dan uji fisik. Pada subbab ini akan dijabarkan hasil survey terhadap 4 variasi saus tomat serta saus tomat komersil (karakterisasi dari segi organoleptis), sementara itu dari segi uji fisik akan dibahas pada subbab selanjutnya yaitu berupa uji viskositas.
Survey untuk saus tomat pada penelitian ini dilakukan terhadap 15 panelis yang berasal dari mahasiswa FMIPA Kimia USU dengan parameter usia yang berdekatan (20-22 tahun) agar hasil survey uji organoleptis lebih optimum.
Adapun variabel pengamatan pada survey ini yaitu: warna, aroma, tekstur dan rasa.
Dengan keterangan sebagai berikut:
Warna : (a) = Merah Oranye; (b) = Merah; (c) = Merah Tua
Aroma : (a) = Tidak Harum; (b) = Kurang Harum; (c) = Harum; (d) = Sangat Harum
Tekstur : (a) = Encer; (b) = Sangat Encer; (c) = Kental; (d) = Sangat Kental Rasa : (a) = Manis; (b) = Sangat Manis; (c) = Asam; (d) = Sangat Asam
Survey dilakukan dengan memberikan 5 jenis saus tomat kepada 15 panelis yang diketahui bahwa saus tomat I merupakan saus tomat dengan 0 gram CMC, saus tomat II dengan 0,5 gram CMC, saus tomat III dengan 1 gram CMC, saus tomat IV dengan 1,5 gram CMC, dan saus tomat V adalah saus tomat komersil.
Hasil survey akan ditampilkan pada tabel 4.1, tabel 4.2, tabel 4.3, tabel 4.4 dan tabel 4.5 berikut.
Tabel 4.1 Hasil Survey Uji Organoleptis Saus Tomat I
Peserta Uji Organoleptik Saus Tomat I
Warna Aroma Tekstur Rasa
Tabel 4.2 Hasil Survey Uji Organoleptis Saus Tomat II
Peserta Uji Organoleptik Saus Tomat II
Warna Aroma Tekstur Rasa
Tabel 4.3 Hasil Survey Uji Organoleptis Saus Tomat III
Peserta Uji Organoleptik Saus Tomat III
Warna Aroma Tekstur Rasa
Tabel 4.4 Hasil Survey Uji Organoleptis Saus Tomat IV
Peserta Uji Organoleptik Saus Tomat IV
Tabel 4.5 Hasil Survey Uji Organoleptis Saus Tomat V
Peserta Uji Organoleptik Saus Tomat V
Warna Aroma Tekstur Rasa
4.1.4 Penentuan Derajat Subtitusi
Penentuan derajat substitusi dari CMC yang dihasilkan berdasarkan analisis spektrum FT-IR. Nilai intensitas %T pada bilangan gelombang 1604,77 cm-1 dan 3448,72cm-1 masing-masing adalah 8,25 dan 4,331 yang dapat dilihat pada Lampiran 2.
Perhitungan nilai derajat substitusinya dapat dihitung berdasarkan persamaan 2.1 penentuan derajat substitusi dibawah ini :
Adsorbansi pada bilangan gelombang 1604.77cm-1 (A1604.77)
%T = 8,25
Adsorbansi pada bilangan gelombang 3448,72cm-1(A3448,72)
%T = 4,331
4.1.5 Uji Viskositas Saus Tomat
𝐷𝐷𝐷𝐷 (%) = ��𝐴𝐴1604
𝐴𝐴3448� − 0,10� 100
Dalam penelitian ini metode viskositas yang digunakan adalah metode viskositas Brookfield. Hasil dari uji viskositas saus tomat ditunjukan pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Hasil Uji Viskositas Saus Tomat Parameter Sampel Suhu
(27
4.2.1 Isolasi α-Selulosa dari Kulit Ari Biji Alpukat
α-Selulosayang digunakan berasal dari hasil isolasi kulit ari biji alpukat. Uji kualitatif selulosa dengan menggunakan uji iodin yang menghasilkan larutan warna putih. Massa α-selulosa hasil isolasi adalah 9,5272 gram dari 75 gram sampel kulit ari biji alpukat (12,703%).
Spektrum yang ditunjukkan dari data FT-IR memberi dukungan bahwa selulosa yang digunakan memiliki gugus O-H dengan munculnya puncak vibrasi pada bilangan gelombang 3448,72 cm-1 serta didukung oleh puncak serapan pada bilangan gelombang 1064,71 cm-1 yang menunjukkan vibrasi dari gugus C-O simetris dan puncak serapan pada bilangan gelombang 1372 cm-1 menunjukkan vibrasi C-O anti-simetris. Puncak vibrasi pada bilangan gelombang 2916,37 cm-1 merupakan vibrasi stretching C-H.
4.2.2 Pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC)
Carboxymethyl Cellulose (CMC) merupakan hasil reaksi antara selulosa yang sudah dialkalisasi terlebih dahulu dengan NaOH sehingga suasananya menjadi alkali yang
kemudian direaksikan dengan asam monokloroasetat yang dilarutkan terlebih dahulu dengan isopropanol dengan pemanasan pada suhu 55 - 65 oC selama 4 jam. Kemudian dicuci dengan etanol 96% lalu dikeringkan.Penggunaan isopropanol sebagai pelarut inert berguna untuk meningkatkan derajat substitusi dalam reaksi,yang mana diketahui dengan adanya asam monokloroasetat dapat menurun derajat substitusi terhadap selulosa. Maka adanya pelarut inert isopropanol akan menjaga orde reaksi substitusi tetap optimal dalam reaksi. (Klemm, 1998)
Spektrum yang ditunjukkan dari data FT-IR memberi dukungan bahwa Carboxymethyl Cellulose yang terbentuk memiliki gugus karbonil (C=O) yang berasal dari asam monokloroasetat dengan munculnya puncak vibrasi pada bilangan gelombang 1604,77 cm-1 serta didukung oleh puncak serapan pada bilangan gelombang 1072,42 cm
-1 menunjukkan vibrasi dari gugus C-O simetris dan puncak serapan pada bilangan gelombang 1327,03 cm-1yang menunjukkan vibrasi dari gugus C-O anti-simetris. Puncak vibrasi C=O ini lebih rendah dari puncak vibrasi secara umum dikarenakan gugus karbonil yang terbentuk melekat melalui rantai eter yang mana lebih lemah ikatannya bila dibandingkan dengan rantai ester, sehingga vibrasi serapan yang dimunculkan juga ikut rendah.
Puncak serapan pada bilangan gelombang 3448,72 cm-1menunjukkan vibrasi OH dari selulosa. Puncak vibrasi pada bilangan gelombang 2931,80 cm-1 merupakan vibrasi stretching C-H. Puncak serapan pada bilangan gelombang 1419,61 cm-1 menunjukkan vibrasi gugus metilena (-CH2-) dari penambahan asam monokloroasetat.
Penambahan NaOH menyebabkan terjadinya alkalisasi oleh ion Na+ katalis terhadap gugus hidroksil pada atom C-6 membentuk Na-CMC dengan bantuan pelarut protik isopropanol. Penambahan asam monokloroasetat menyebabkan reaksi karboksimetilasi berlangsung di mana kation Na+ berikatan dengan anion Cl- membentuk garam NaCl, sedangkan gugus metilen dari asam monokloroasetat yang bersifat elektrofil diserang oleh ion O- pada atom C-6 selulosa yang bersifat nukleofil dan membentuk CMC. Hal ini juga didukung berdasarkan teori HSAB, di mana ion Na+ dari NaOH yang merupakan asam kuat (hard acid) cenderung bereaksi dengan ion Cl- dari asam monokloroasetat yang merupakan basa kuat (hard base).
Berdasarkan dukungan teori ini, maka secara hipotesa reaksi selulosa dengan asam monokloroasetat untuk membentuk CMC dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut ;
O
Gambar 4.4 Reaksi Pembentukan Carboxymethyl Cellulose (CMC)
4.2.3 Pembuatan Saus Tomat dengan PenambahanCarboxymethyl Cellulose (CMC)
Berdasarkan sifat dan fungsinya maka CMC dapat digunakan sebagai bahan aditif pada produk minuman dan juga aman untuk dikonsumsi. CMC mampu menyerap air yang terkandung dalam udara dimana banyaknya air yang terserap dan laju penyerapannya bergantung pada jumlah kadar air yang terkandung dalam CMC serta kelembaban dan temperatur udara di sekitarnya. (Kamal, N. 2010)
Carboxymethyl cellulose akan terdispersi dalam air, kemudian butir-butir CMC yang bersifat hidrofilik akan menyerap air dan terjadi pembengkakan. Air yang sebelumnya ada di luar granula dan bebas bergerak, tidak dapat bergerak lagi dengan bebas sehingga keadaan larutan lebih mantap (Fennema, et al., 1996). Hal ini akan menyebabkan partikel-partikel terperangkap dalam sistem tersebut dan memperlambat proses pengendapan karena adanya pengaruh gaya gravitasi (Potter, N. 1986).
Pada penelitian ini, penambahan CMC berfungsi sebagai pengental atau stabilizer dimana gugus CMC yang bersifat hidrofilik akan menyerap air dari saus tomat. Hal ini menyebabkan granula-granula CMC yang bercampur dalam saus tomat akan mengembang dan menyebabkan saus menjadi lebih kental. Selain itu, saus tomat juga akan semakin tahan lama karena jumlah air yang sudah berkurang.
Menurut hasil survey, saus tomat yang ditambahkan dengan CMC hasil sintesis tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap rasa dari saus. Namun, penambahan CMC dapat meningkatkan kekentalan dari saus.
4.2.4 Penentuan Derajat Subtitusi
Derajat substitusi sebesar 69,47 % menunjukkan bahwa hanya 69,47% asam monokloroasetat tersubstitusi kegugus H yang terikat pada CH2OH sedangkan selebihnya 30,53 % tidak bereaksi.
4.2.5 Uji Viskositas Saus Tomat
Viskositas merupakan gambaran dari tahanan suatu benda cair untuk mengalir.
Sifat ini sangat penting dalam formulasi sediaan cair dan semipadat karena sifat ini menentukan sifat dari sediaan dalam hal campuran dan sifat alirnya, baik pada saat diproduksi, dimasukkan ke dalam kemasan, serta sifat-sifat penting pada saat pemakaian, seperti konsistensi, daya sebar dan kelembaban. Viskositas dari suatu sediaan juga akan mempengaruhi stabilitas fisik dan ketersediaan hayatinya (Paye, M. 2001).
Metode viskositas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu viskositas Brookfield. Berdasarkan hasil uji, viskositas saus tomat meningkat seiring dengan penambahan CMC (berat/berat). Menurut Fennema, et al. (1996), CMC akan terdispersi dalam air, kemudian butir-butir CMC yang bersifat hidrofilik akan menyerap air dan terjadi pembengkakan. Air yang sebelumnya ada di luar granula dan bebas bergerak, tidak dapat bergerak lagi dengan bebas.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu :
a. α-Selulosa yang telah diperoleh dari hasil isolasi kulit ari biji alpukat sebanyak 9,5272 gram dari 75 gram sampel (12,703%). Didukung dengan data spektroskopi FT-IR yang memberikan spektrum dengan puncak-puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 3448,72 cm-1 yang merupakan gugus –OH, kemudian bilangan gelombang 2916,36 cm-1 yang merupakan gugus CH, bilangan gelombang 1372 cm-1 yang merupakan gugus C-O-C anti-simetris.
b. CMC dapat disintesis dengan mereaksikan α-selulosa dan asam monokloroasetat dengan penambahan pelarut isopropanol dan NaOH sebagai pemberi suasana
b. CMC dapat disintesis dengan mereaksikan α-selulosa dan asam monokloroasetat dengan penambahan pelarut isopropanol dan NaOH sebagai pemberi suasana