• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUATAN CARBOXYMETHYL CELLULOSE (CMC) DARI SELULOSA KULIT ARI BIJI ALPUKAT DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PENGENTAL PADA SAUS TOMAT SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMBUATAN CARBOXYMETHYL CELLULOSE (CMC) DARI SELULOSA KULIT ARI BIJI ALPUKAT DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PENGENTAL PADA SAUS TOMAT SKRIPSI"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN CARBOXYMETHYL CELLULOSE (CMC) DARI SELULOSA KULIT ARI BIJI ALPUKAT

DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PENGENTAL PADA

SAUS TOMAT

SKRIPSI

FIRDHA MAHARANI HERMANA 110802054

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

(2)

PEMBUATAN CARBOXYMETHYL CELLULOSE (CMC) DARI SELULOSA KULIT ARI BIJI ALPUKAT

DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PENGENTAL PADA

SAUS TOMAT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

FIRDHA MAHARANI HERMANA 110802054

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

(3)

PERSETUJUAN

Judul : Pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC)

Dari Selulosa Kulit Ari Biji Alpukat dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Pengental Pada Saus Tomat

Kategori : Skripsi

Nama : Firdha Maharani Hermana

Nomor Induk Mahasiswa : 110802054

Program Studi : Sarjana (S1) Kimia

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Disetujui di Medan, Desember 2016

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Dr. Firman Sebayang, MS

NIP.195607261985031001 NIP.195408301985032001

Dr. Rumondang Bulan, MS

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP.195408301985032001

(4)

PERNYATAAN

PEMBUATAN CARBOXY METHYL CELLULOSE (CMC) DARI SELULOSA KULIT ARI BIJI ALPUKAT

DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PENGENTAL PADA

SAUS TOMAT

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.

Medan, Desember 2016

FIRDHA MAHARANI HERMANA 110802054

(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam tak lupa penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita menuju jalan kebenaran.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar- besarnya kepada ayahanda Trisna Hermana dan ibunda Emy Herlinda yang telah membesarkan, mendoakan tanpa henti, selalu memberikan semangat untuk dapat menyelesaikan studi. Kepada adik-adik, Farhan Syahreza Hermana dan Fachri Fauzan Khalifa Hermana atas kehadirannya, semoga kita menjadi anak-anak yang bisa berbakti kepada kedua orang tua kita dan menjadi anak-anak yang sholeh yang selalu mendoakan orangtua kita.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS selaku dosen pembimbing 1 dan Bapak Dr. Firman Sebayang, MS selaku dosen pembimbing 2 yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan saran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Terima kasih kepada Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku ketua dan sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU Medan.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Drs. Firman Sebayang, MS, Kak Fia dan Kak Vika selaku Kepala dan Laboran Laboratorium Biokimia/KBM FMIPA USU, atas segala bantuan dan fasilitas yang telah disediakan. Kepada seluruh rekan-rekan asisten Biokimia FMIPA USU (Putri, Isti, M.Habibi, Novi, Alex, Henri, Puput, Nikmah, Nurul, Cut, Dian, Fitriyatul, Hamdan, Rifqi, Arwinda, Erfi, Ika, Wike, Nur’aini), adik-adik Stambuk 2012- 2014, serta rekan seperjuangan Stambuk 2011. Khususnya Bernard, Hotlan, Komting, Yulia, Marliah, Agnes, Rickson, dan bang Stephanus yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis selama masa perkuliahan hingga saat ini. Terima kasih juga pada Riswandi, Wildi, Renggania,Dendi, Sahat atas semangat untuk bersama-sama berjuang menyelesaikan studi ini.

Semoga Allah SWT memberikan berkah-Nya dan membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dengan berlipat ganda. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

Penulis

(6)

THE USING OF CARBOXYMETHYL CELLULOSE (CMC) FROM AVOCADO SEED COAT AS THICKENER

ON TOMATO SAUCE MAKING

ABSTRACT

The using of Carboxymethyl Cellulose (CMC) from avocado seed coat as thickener in tomato sauce making is do by three stages. First stage is isolation process of α-selulosa from avocado seed coat which analyzed using FTIR analysis by comparing FTIR analysis output of commercial cellulose and obtained cellulose content as much as 11,32%. At the second stage, cellulose is alkalized using isopropanol with NaOH 30% then being carboxymethylated using monochloroacetic acid and etanol, also purrification which using sentrifugator by adding aquadest and aseton which produce Carboxymethyl Cellulose (CMC), FTIR peak which similar with commercial CMC FTIR peak. Third stage is the making of tomato sauce by adding CMC which variation of 0 gram; 0,5 gram; 1 gram; 1,5 gram of CMC. Then the tomato sauce which is produced is viscosity examined using Brookfield viscosimeter by comparing with commercial tomato sauce. Based on viscosity test outcome, none adding CMC tomato sauce has thickness character which similar with commercial tomato sauce. Based on CMC adding against color, taste, flavor and texture is observed ot showing much impact significantly.

Keywords : Avocado Seed Coat, Cellulose, CMC, Thickener, Tomato Sauce

(7)

PEMBUATAN CARBOXYMETHYL CELLULOSE (CMC) DARI SELULOSA KULIT ARI BIJI ALPUKAT

DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PENGENTAL PADA

SAUS TOMAT

ABSTRAK

Pemanfaatan karboksimetil selulosa dari kulit ari biji alpukat sebagai bahan pengental dalam pembuatan saus tomat terjadi dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah isolasi α-selulosa dari serbuk kulit ari biji alpukat yang dianalisis menggunakan analisa FTIR dengan membandingkan hasil analisa FTIR yang didapat dengan analisis FTIR selulosa komersil serta didapat kadar selulosa sebanyak 11,32%. Pada tahap kedua, selulosa dialkalisasi menggunakan isopropanol dengan NaOH 30% lalu dikarboksimetilasi menggunakan asam monokloroasetat yang kemudian direfluks dan dinetralkan dengan asam asetat dan etanol, serta pemurnian yang menggunakan sentrifugator dengan penambahan akuades dan aseton yang menghasilkan karboksimetil selulosa (CMC), peaK FTIR yang serupa dengan peak FTIR pada CMC komersil. Tahap ketiga yaitu pembuatan saus tomat dengan penambahan CMC dengan penambahan variasi CMC 0 gram; 0,5 gram; 1 gram; dan 1,5 gram. Kemudian saus tomat yang dihasilkan diuji viskositas menggunakan viskosimeter Brookfield dengan membandingkan saus tomat komersil. Berdasarkan hasil uji viskositas, saus tomat tanpa penambahan CMC memiliki sifat kekentalan yang menyerupai saus tomat komersil. Berdasarkan pengaruh penambahan CMC terhadap warna, rasa, aroma serta tekstur dilihat tidak menampakkan pengaruh yang signifikan.

Kata kunci : Kulit Ari Biji Alpukat, Selulosa, CMC, Pengental, Saus Tomat, Brookfield

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Singkatan xi

Daftar Lampiran xii

BAB 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Perumusan Masalah 2

1.3 Pembatasan Masalah 2

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

1.6 Lokasi Penelitian 3

1.7 Metodologi Penelitian 4

BAB 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Alpukat 6

2.2 Selulosa 9

2.3 Bahan Pengental 12

2.4 Carboxymethyl Cellulose (CMC) 12

2.5 Derajat Subtitusi 13

2.6 Saus Tomat 13

2.7 Viskositas 18

BAB 3. Metode Penelitian 3.1 Alat – Alat Penelitian 20

3.2 Bahan – Bahan Penelitian 21

3.3 Prosedur Penelitian 22

3.3.1 Pembuatan Larutan 22

3.3.1.1 Pembuatan Larutan HNO3 3,5% 22

3.3.1.2 Pembuatan Larutan NaOH 2% 22

3.3.1.3 Pembuatan Larutan NaOCl 1,75% 22

3.3.1.4 Pembuatan Larutan NaOH 17,5% 22

3.3.1.5 Pembuatan Larutan H2O2 10% 22

3.3.1.6 Pembuatan Larutan NaOH 30% 23

3.3.1.7 Pembuatan Larutan Iodin 0,1 N 23

3.3.1.8 Pembuatan Larutan NaCl 0,1 M 23

(9)

3.3.2 Penyiapan Serbuk Kulit Ari Biji Alpukat 23

3.3.3 Isolasi α-Selulosa dari Kulit Ari Biji Alpukat 23

3.3.4 Pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC) 24

3.3.5 Pemurnian Carboxymethyl Cellulose (CMC) 24

3.3.6 Analisa Gugus Fungsi dengan Spektroskopi FT-IR 24

3.3.7 Penentuan Derajat Subtitusi (DS) 24

3.3.8 Pembuatan Saus Tomat dengan Carboxymethyl Cellulose 25 (CMC) 3.3.9 Penentuan Viskositas Saus Tomat 25

3.3.10 Uji Organoleptis Saus Tomat 25

3.4 Bagan Penelitian 3.4.1 Penyiapan Serbuk Kulit Ari Biji Alpukat 26

3.4.2 Isolasi α-Selulosa dari Kulit Ari Biji Alpukat 27

3.4.3 Pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC) 28

3.4.4 Pemurnian Carboxymethyl Cellulose (CMC) 29

3.4.5 Pembuatan Saus Tomat 30

3.4.6 Penentuan Viskositas Saus Tomat 31

3.4.7 Uji Organoleptis 31

BAB 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Hasil Penelitian 32

4.1.1 Isolasi α-Selulosa dari Kulit Ari Biji Alpukat 32

4.1.2 Pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC) 33

4.1.3 Pembuatan Saus Tomat dengan Carboxymethyl 33

Cellulose (CMC) 4.1.4 Penentuan Derajat Subtitusi 38

4.1.5 Uji Viskositas Saus Tomat 39

4.2 Pembahasan 4.2.1 Isolasi α-Selulosa dari Kulit Ari Biji Alpukat 39

4.2.2 Pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC) 40

4.2.3 Pembuatan Saus Tomat dengan Carboxymethyl Cellulose42 (CMC) 4.2.4 Penentuan Derajat Subtitusi 43

4.2.5 Uji Viskositas Saus Tomat 43

BAB 5. Kesimpulan 5.1 Kesimpulan 44

5.2 Saran 44

Daftar Pustaka 45

Lampiran 47

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

2.1 Komposisi Kimia Biji Alpukat 8

2.2 Syarat Mutu Saus Tomat 16

4.1 Hasil Survey Uji Organoleptis Saus Tomat I 35 4.2 Hasil Survey Uji Organoleptis Saus Tomat II 36 4.3 Hasil Survey Uji Organoleptis Saus Tomat III 36 4.4 Hasil Survey Uji Organoleptis Saus Tomat IV 37 4.5 Hasil Survey Uji Organoleptis Saus Tomat V 37 4.6 Hasil Uji Viskositas Saus Tomat 39

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1 Buah Alpukat 7

2.2 Penampang Buah Alpukat 8

2.3 Kulit Ari Biji Alpukat 8

2.4 Struktur Kimia Selulosa 10

2.5 Rumus Struktur α-Selulosa 11

2.6 Rumus Struktur β-Selulosa 11

2.7 Struktur Kimia Carboxymethyl Cellulose (CMC) 12

2.9 Buah Tomat Segar 15

2.10 Viskosimeter Brookfield 19

4.1 Spektrum FT-IR α-Selulosa Hasil Isolasi dari Kulit Ari Biji 32 Alpukat

4.2 Spektrum FT-IR CMC Hasil Sintesis 33

4.3 Saus Tomat 34

4.4 Reaksi Pembentukan Carboxymethyl Cellulose (CMC) 41

(12)

DAFTAR SINGKATAN

ASTM = American Society for Testing and Material BTP = Bahan Tambahan Pangan

CMC = Carboxy Methyl Cellulose DS = Derajat Substitusi

FT-IR = Fourier Transform-Infra Red RPM = Rotate Per Meter

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

1 Proses Isolasi α-Selulosa dari Kulit Ari Biji Alpukat 48

2 Perhitungan Massa dan Kadar α-Selulosa 48

3 Sintesis dan Pemurnian CMC 49

4 Perhitungan Massa CMC 50

5 Spektrum FTIR α-Selulosa Komersil 51

6 Spektrum FTIR α-Selulosa dari Kulit Ari Biji Alpukat 51

7 Spektrum FTIR CMC Komersil 52

8 Spektrum FTIR CMC dari Kulit Ari Biji Alpukat 52

9 Pembuatan Saus Tomat 53

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di Indonesia memungkinkan jenis buah-buahan tumbuh dan berkembang. Salah satunya adalah alpukat (Persea Americana mill). Alpukat merupakan salah satu jenis buah yang dapat tumbuh di tempat yang memiliki ketinggian dan curah hujan bervariasi.

Di kota Medan sendiri, alpukat telah menjadi sumber mata pencaharian masyarakat dengan mengolahnya menjadi jus, campuran kopi, dan lain-lainnya.

Alpukat merupakan buah yang diminati masyarakat karena rasanya yang nikmat dan memiliki nilai gizi yang tinggi. Akan tetapi biji alpukat hanya menjadi limbah yang dibuang dan masih kurang pemanfaatannya.

Biji alpukat mengandung amilum dan juga mengandung asam kaprat, asam miristat, asam palmitat, asam stearat, asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat. Sedangkan kulit bijinya yang berwarna cokelat kemerahan mengandung selulosa (Ermaiza, 2009).

Umumnya pada buah alpukat, bagian bijinya yang dianggap tidak bermanfaat akan diolah kembali menjadi sesuatu yang nantinya bermanfaat. Dan biasanya, ketika limbah biji alpukat akan diolah bagian kulit ari nya akan dibuang.

Padahal, apabila kulit ari biji alpukat tersebut mendapatkan penanganan lebih lanjut juga dapat diolah menjadi selulosa. Selulosa dari kulit ari biji alpukat tersebut dapat diolah menjadi bahan pengental makanan. Carboxymethyl Cellulose (CMC) merupakan salah satu dari jenis bahan pengental makanan.

(15)

Salah satu produk makanan yang menggunakan bahan pengental tersebut adalah saus tomat. Masyarakat Indonesia menggunakan saus tomat tidak hanya sebagai penyedap rasa namun juga sebagai pendamping berbagai makanan seperti kentang goreng, bakwan, campuran kuah, makanan laut dan berbagai makanan lainnya.

Penggunaan CMC di Indonesia sebagai bahan pengental, penstabil, pengemulsi dan pembentuk gel dalam produk pangan yang diizinkan oleh Menteri Kesehatan RI, diatur menurut PP. No. 235/MENKES/PER/VI/1979 adalah 1-2%.

Ermaiza (2009) telah melakukan penelitian tentang Pengaruh Dua Jenis Polisakarida dalam Biji Alpukat (Persea americana mill) Terhadap Kandungan Sirup Glukosa Melalui Proses Hidrolisis dengan HCl 3% dimana dilakukan isolasi amilum dari biji alpukat dan selulosa terhadap kulit ari biji alpukat dan didapat kadar serat kasar sebesar 30,23% untuk 5,0010 g kering kulit ari biji alpukat.

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengkaji pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC) dari selulosa kulit ari biji alpukat dan pemanfaatannya sebagai bahan pengental pada saus tomat.

1.2 Permasalahan

- Berapakah α-selulosa yang dihasilkan dari isolasi kulit ari biji alpukat

- Berapakah CMC yang dihasilkan dari α-selulosa hasil isolasi dari kulit ari biji alpukat

- Bagaimana pengaruh penambahan CMC terhadap warna, rasa, aroma,dan kekentalan pada saus tomat

1.3 Pembatasan Masalah

- Jenis kulit biji alpukat yang digunakan adalah kulit biji alpukat yang masih segar.

(16)

- Perolehan sampel dibatasi hanya kulit biji alpukat lokal yang diperoleh dari kedai Pokat Kocok Barokah yang berlokasi di jalan H.M. Jhoni, Medan.

- Isolasi α-selulosa dilakukan dengan metode biasa.

- Temperatur pembuatan CMC yang digunakan adalah 55o – 65oC (suhu pemasakan).

- Konsentrasi NaOH yang digunakan pada pembuatan CMC adalah 30%

- Massa CMC yang digunakan sebagai penstabil dalam pembuatan saus tomat adalah 0,5 g; 1,0 g; dan 1,5 g.

1.4 Tujuan Penelitian

- Untuk mengetahui berapa banyak α-selulosa yang dapat diisolasi dari kulit ari biji alpukat

- Untuk mengetahui berapa banyak CMC dari α-selulosa hasil isolasi dari kulit ari biji alpukat

- Untuk mengetahui pengaruh penambahan CMC terhadap warna, rasa, aroma, serta tekstur pada pembuatan saus tomat

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain :

- Dapat mengetahui apakah α-selulosa dapat diisolasi dari kulit ari biji alpukat

- Dapat mengetahui sintesis CMC dari α-selulosa hasil isolasi dari kulit ari biji alpukat

- Dapat mengetahui pengaruh penambahan CMC terhadap warna, rasa, aroma, serta tekstur pada pembuatan saus tomat

1.6 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia/Kimia Bahan Makanan FMIPA USU Medan, JASINDO Dumai dan Laboratotium Kimia Organik FMIPA UGM Yogyakarta.

(17)

1.7 Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium, di mana pada penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu :

1. Pada tahap ini adalah penyiapan serbuk kulit biji alpukat kemudian diisolasi untuk mendapatkan α-selulosa. Karakterisasi yang digunakan adalah analisa gugus fungsi dengan menggunakan Spektroskopi Fourier Transform-Infra Red (FTIR).

2. Pada tahap ini adalah proses pembuatan karboksimetil selulosa, di mana α- selulosa ditambahkan dengan isopropanol, NaOH, dan monokloro asetat kemudian direfluks. Selanjutnya dinetralkan dengan menggunakan asam asetat, dan etanol. Lalu dikeringkan dengan oven untuk mendapatkan serbuk CMC kering. Selanjutnya digunakan sentrifugator disertai penambahan akuades dan aseton untuk memurnikan hasil CMC yang didapat. Karakterisasi yang digunakan adalah analisa gugus fungsi dengan menggunakan Spektroskopi Fourier Transform-Infra Red (FTIR), dan analisa viskositas dengan menggunakan metode viskosimeter Brookfield.

3. Pada tahap ini adalah proses pembuatan selai nanas yaitu buah tomat yang telah dipilih dicuci dengan air, dilakukan pemanasan air terlebih dahulu kemudian dimasukkan buah tomat ke dalam air mendidih selama ±20 menit. Kemudian diangkat dan dimasukkan ke dalam blender dan dihancurkan hingga menyerupai bubur. Disaring bubur tomat, kemudian dimasak sampai setengah volume awal.

Dimasukkan bumbu-bumbu yang terdiri dari : bunga pala 0,5 g/L, bawang putih halus 1 g/L, cabai merah 0,5 g/L, merica secukupnya, cengkeh 0,25 g/L dan kayu manis 1 g/L. Ditambahkan sebanyak 125 g/L gula pasir dan cuka 25% sebanyak 12cc/L sari buah tomat. Kemudian dibagi ke dalam empat volume sama rata.

Masing-masing dimasukkan ke dalam botol kaca, kemudian ditambahkan CMC dalam berbagai variasi penambahan 0,5 g ; 1,0 g ; 1,5 g dan tanpa penambahan CMC. Dikukus selama ±15 menit. Leher botol kaca ditutup rapat sambil dibiarkan dingin pada suhu kamar.

(18)

Variabel – variabel yang digunakan adalah : - Variabel tetap :

Suhu (oC) Waktu (menit)

Massa serbuk kulit biji alpukat (gram) Massa buah tomat (gram)

Massa serbuk α-selulosa (gram) Konsentrasi CH3COOH (%) Massa monokloro asetat (gram) Konsentrasi Saus Tomat (b/v) Spindle

RPM (%)

- Variabel bebas : Massa CMC (gram) - Variabel terikat : Spektrum Inframerah Kemurnian

Viskositas

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alpukat

Alpukat yang berkembang di Indonesia kebanyakan berasal dari Amerika Tengah dan sedikit dari Guatemala. Tumbuhan ini mulai ada di Indonesia sekitar abad ke- 18. Tumbuhan alpukat memiliki tinggi lebih dari 20 meter. Di Indonesia tumbuhan alpukat tumbuh di dataran rendah dengan ketinggian 1.500 m atau lebih, dengan iklim basah merata sepanjang tahun dan daerah beriklim kering (Bagakalie, M. 1997).

Jenis buah alpukat yang terdapat di Sumatera Utara adalah buah alpukat hijau panjang dan buah alpukat merah bundar. Produksi buah alpukat di Sumatera Utara tahun 2007 mencapai 21.451 ton. Jumlah limbah biji alpukat yang dihasilkan tiap tahun adalah 4.933,73 ton.

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, tumbuhan alpukat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub Divisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledoneae (biji berkeping dua) Ordo : Ranales

Famili : Lauraceae Genus : Persea

Spesies : Persea americana mill

(20)

Gambar 2.1 Buah Alpukat (www.compoundchem.com)

Kulit batang dan daunnya memiliki aroma sedap, mengandung minyak aromatik yang banyak digunakan untuk pembuatan parfum, obat-obatan atau aromaterapi. Berat buahnya bervariasi antara 100 g – 3.800 g, berntuknya beragam, ada yang bulat, bulat lonjong dan bulat agak meruncing pada tangkai.

Buah alpukat merupakan buah berlemak dengan komposisi nutrisi dan energi yang tinggi. Selain itu, buah alpukat memiliki sifat yang unik yaitu buah tidak akan masak di pohon (Bagakalie, M. 1997).

Buah alpukat berbiji satu dengan bentuk seperti bola berdiameter 6,5-7,5 cm, keping biji berwarna putih kemerahan. Buah alpukat memiliki biji yang besar berukuran 5,5 x 4 cm (Chandra, A. 2013).

Pada tumbuhan biji tertutup (angiospermae), kulit biji terdiri atas dua lapisan, yaitu kulit luar (testa) dan kulit dalam (tegmen). Testa memiliki sifat yang bermacam-macam, ada yang tipis, ada yang kaku seperti kulit, serta ada yang keras seperti kayu dan batu (Anonim, 2015).

(21)

Berikut komposisi kimia biji alpukat dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Biji Alpukat

Komponen Jumlah (%) Komponen Jumlah (%) Kadar air

Kadar pati

*Amilosa

*Amilopektin Protein

10,2 80,1 43,3 37,7 tn

Lemak Serat kasar

Warna Kehalusan Rendemen pati

tn 1,21 Putih coklat

Halus 21,3 Sumber : Winarti dan Purnomo, 2006.

*Amilosa + Amilopektin = pati ; tn = tidak dianalisa

Gambar. 2.2. Penampang Buah Alpukat a. eksokarpi; b. mesokarpi + endokarpi (daging buah); c.kulit ari; d. endosperma; e. embrio (Whiley, A. 2002)

Kulit ari atau kulit bagian terluar (testa), memiliki serat dan gluten yang biasanya dipakai untuk suplemen tambahan pada makanan hewan sedangkan minyaknya dipakai untuk memasak atau dipakai untuk proses selanjutnya (Whistler, 2009).

Gambar 2.3 Kulit Ari Biji Alpukat

(22)

2.2Selulosa

Selulosa adalah polimer glukosa yang berbentuk rantai linier dan dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik. Struktur yang linier menyebabkan selulosa bersifat kristalin dan tidak mudah larut. Selulosa tidak mudah didegradasi secara kimia maupun mekanis. Di alam, biasanya selulosa berasosiasi dengan polisakarida lain seperti hemiselulosa atau lignin membentuk kerangka utama dinding sel tumbuhan.

Unit penyusun (building block) selulosa adalah selobiosa karena unit keterulangan dalam molekul selulosa adalah 2 unit gula (D-glukosa). Selulosa adalah senyawa yang tidak larut di dalam air dan ditemukan pada dinding sel tumbuhan terutama pada tangkai, batang, dahan, dan semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Selulosa merupakan polisakarida struktural yang berfungsi untuk memberikan perlindungan, bentuk, dan penyangga terhadap sel, dan jaringan (Lehninger 1993) (Gambar 1).

Selulosa tidak pernah ditemukan dalam keadaan murni di alam, tetapi selalu berasosiasi dengan polisakarida lain seperti lignin, pectin, hemiselulosa, dan xilan. Kebanyakan selulosa berasosiasi dengan lignin sehingga sering disebut sebagai lignoselulosa. Selulosa, hemiselulosa dan lignin dihasilkan dari proses fotosintesis. Di dalam tumbuhan molekul selulosa tersusun dalam bentuk fibril yang terdiri atas beberapa molekul paralel yang dihubungkan oleh ikatan glikosidik sehingga sulit diuraikan. Komponen-komponen tersebut dapat diuraikan oleh aktifitas mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme mampu menghidrolisis selulosa untuk digunakan sebagai sumber energi, seperti bakteri dan fungi.

(23)

O CH2OH

H OH

H H

OH O H

O

*

O OH H

CH2OH H

H OH

H H

O *

n

Gambar 2.4 Struktur Kimia Selulosa

Rantai selulosa terdiri dari satuan glukosa anhidrida yang saling berikatan melalui atom karbon pertama dan ke empat. Ikatan yang terjadi adalah ikatan ß- 1,4-glikosidik. Secara alamiah molekul-molekul selulosa tersusun dalam bentuk fibril-fibril yang terdiri dari beberapa molekul selulosa yang dihubungkan dengan ikatan glikosidik. Fibril-fibril ini membentuk struktur kristal yang dibungkus oleh lignin. Komposisi kimia dan struktur yang demikian membuat kebanyakan bahan yang mengandung selulosa bersifat kuat dan keras. Sifat kuat dan keras yang dimiliki oleh sebagian besar bahan berselulosa membuat bahan tersebut tahan terhadap peruraian secara enzimatik. Secara alamiah peruraian selulosa berlangsung sangat lambat.

Berdasarkan derajat polimerisasi dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu :

1. Selulosa α (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat polimerisasi 600 - 1500. Selulosa α dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa. Selulosa α merupakan kualitas selulosa yang paling tinggi (murni).

Selulosa α > 92% memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan propelan dan atau bahan peledak, sedangkan selulosa kualitas dibawahnya digunakan sebagai bahan baku pada industri kertas dan industri

(24)

sandang/kain. Semakin tinggi kadar alfa selulosa, maka semakin baik mutu bahannya (Nuringtyas 2010) (Gambar 2.5).

Gambar 2.5 Rumus Struktur α – Selulosa (Nuringtyas, 2010).

2. Selulosa β (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan derajat polimerisasi 15 - 90, dapat mengendap bila dinetralkan (Gambar 2.6).

Gambar 2.6 Rumus Struktur β – selulosa (Nuringtyas, 2010)

3. Selulosa γ (Gamma cellulose) adalah sama dengan selulosa β, tetapi derajat polimerisasinya kurang dari 15.

(25)

2.3 Bahan Pengental

Bahan tambahan pangan jenis pengental merupakan bahan yang dapat mengentalkan atau menghomogenkan beberapa fasa dengan kelarutan tertentu agar diperoleh produk olahan yang homogen.

2.4Carboxymethyl Cellulose (CMC)

CMC merupakan turunan selulosa yang paling banyak digunakan dalam pengolahan pangan. Perlakuan terhadap selulosa menggunakan larutan NaOH 18% menghasilkan selulosa alkali. Jika selulosa alkali direaksikan dengan garam natrium dari asam kloroasetat maka dihasilkan eter karboksimetil selulosa (selulosa-O-CH2-CO2-Na+).

CMC mempunyai struktur molekul yang panjang dan cukup kaku tetapi mempunyai muatan negatif dari gugus karboksil. Gaya tolak-menolak elektrostatik akibat muatan negatif gugus karboksil menyebabkan molekul CMC dapat larut dalam air dan membentuk larutan. Larutan CMC bersifat sangat kental dan stabil. Di pasaran, CMC tersedia dalam berbagai tingkat kekentalan.

O

CH2OCH2

H OH

H H

OH O H

O

* O

OH H H

H OH

H H

O *

n

+ 2NaCl

C O OH

CH2OCH2 C O OH

Gambar 2.7 Struktur Kimia Carboxymethyl Cellulose (CMC)

(26)

CMC biasa digunakan sebagai pengental atau untuk memperbaiki tekstur berbagai produk pangan seperti jeli, bahan isian, saus, dan keju oles. CMC menghambat pembentukan kristal es pada es krim dan menstabilkan serta membentuk tekstur yang lembut.

2.5 Derajat Substitusi

Derajat substitusi dapat dievaluasi dengan metode FT-IR dari perbandigan absorbansi pada 1604,77 (dianggap berasal dari pita karbonil) dan absorbansi 3448,72 (berasal dari pita hidroksil), dihitung dengan meggunakan persamaan 2.1 berikut ;

Persamaan 2.1. Perhitungan Derajat Subtitusi

Dimana DS adalah derajat substitusi dan nilai 0,10 mewakili gugus yang spesifik dari selulosa asli (Moore, 1980).

2.6 Saus Tomat

Pada umumnya produk saus yang ada di Indonesia sebagai bahan tambahan digunakan buah pepaya dan buah labu kedalam saus tomat dengan tujuan meningkatkan volume dari hasil olahan saus dan meningkatkan nilai ekonomis serta menurunkan jumlah modal apabila produksinya cukup besar. Saus umumnya memiliki tekstur yang agak kental yang dihasilkan dari pengolahan buah tomat dan ditambahkan bahan lain seperti gula, garam, bahan pewarna untuk meningkatkan warna alami dan penambahan bahan pengawet untuk memperlama daya simpannya.

𝐷𝐷𝐷𝐷 (%) = ��𝐴𝐴1604

𝐴𝐴3448 � − 0,10� 100

(27)

Menurut Hambali, dkk., (2006), saus tidak hanya digunakan sebagai penyedap rasa tetapi juga sebagai bahan pendamping berbagai makanan seperti pergedel, bakwan, tahu isi dan sebagai bahan campuran kuah bakso, mie ayam serta makanan laut yang selalu menggunakan saus sebagai pelengkap.

Prinsip pengolahan agar diperoleh hasil olahan yang baik adalah kualitas bahan baku (bebas dari kerusakan fisik, mekanik maupun mikroba), proses persiapan bahan baku dan persiapan alat, prosedur pengolahan yang tepat yaitu menggunakan suhu yang tidak merusak nilai gizi bahan baku, saat yang tepat untuk menghentikan pemanasan dalam pengolahan. Tahapan ini menentukan mutu hasil olahan, selanjutnya tahapan berikutnya adalah pengemasan dan penyimpanan, yang dilakukan agar produk yang dikemas dan disimpan tidak mengalami penyimpangan.

Pada proses pengolahan saus tomat maka penggunaan suhu dan waktu pemanasan menentukan saus yang dihasilkan. Suhu yang digunakan dibawah titik didih, dilakukan pengadukan yang kontinu atau terus menerus agar tidak terjadi karamel yang mempengaruhi warna saus yang dihasilkan. Selama proses pemanasan dilakukan pengamatan terhadap keasaman saus yanng dihasilkan, untuk memenuhi persyaratan keasaman saus maka dapat ditambahkan asam organik atau asam sintetik yang diperbolehkan oleh Departemen Kesehatan.

Kerusakan saus tomat terjadi karena adanya aktivitas mikroba selama penyimpanan yang disebabkan karena saus kurang asam atau pH masih tinggi, kadar air relatif tinggi atau lebih dari 40% yang ditunjukkan saus masih encer, atau pengemasan kurang steril sehingga wadah dan saus terkontaminasi mikroba.

Untuk menghindari kerusakan selama penyimpanan tersebut maka pH saus dapat diturunkan dengan menambahkan asam, kekentalan saus ditingkatkan dengan menambahkan bahan pengisi dan kontaminasi mikroba dapat dihindari dengan menggunakan wadah steril dan dituang ke dalam wadah saat masih panas (>80oC) (Sutardi, 1994).

(28)

Gambar 2.9 Buah Tomat Segar

Proses pengolahan saus diawali dengan mempersiapan bahan-bahan dan alat yang akan digunakan serta melakukan pengolahan bahan yaitu :

- Persiapan Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan saus harus dalam keadaan segar, bebas dari kotoran agar dihasilkan saus dengan mutu yang baik. Sebaiknya tidak menggunakan buah yang terlalu matang karena kandungan gizinya relatif mengalami penurunan dan mutunya rendah (Amila, 2008).

- Pembersihan

Dilakukan pembuangan bagian yang tidak dapat dipakai seperti kulit, bagian yang busuk, kering dan sebagainya. Lalu dilakukan pencucian pada air yang mengalir (Amila, 2008).

- Pengukusan (Blanching)

Pengukusan dilakukan pada suhu 80-85oC selama 10 menit menggunakan panci pengukusan dengan tujuan menonaktifkan enzim dan mempertahankan warna alami bahan (Amila, 2008).

- Penghancuran Buah

Penghancuran dilakukan dengan penambahan air 1:1 pada masing-masing buah dengan menggunakan blender sampai diperoleh bubur buah yang halus (Hambali, dkk., 2006).

(29)

- Pencampuran

Proses pencampuran sangat penting untuk mendapatkan bahan pangan yang seimbang, pencampuran dilakukan untuk memberikan pindah panas yang baik di seluruh campuran dan memisahkan lemak dari jaringan.

- Pemasakan

Pemasakan dilakukan selama 30 menit dengan suhu 80oC sampai mengental dan kekentalannya dapat diukur secara manual dengan melihat aliran saus dari sendok pemasakan saat dialirkan kebawah dan pemasakan dihentikan (Hambali, dkk., 2006).

- Pengemasan

Dimasukkan saus yang telah dimasak kedalam botol kaca yang terlebih dahulu disterilisasikan setelah itu ditutup rapat dan disterilisasi kembali selama 5 menit.

Syarat mutu saus tomat menurut SNI 01-3546-2004 adalah sebagai berikut : Tabel 2.2 Syarat mutu saus tomat

Uraian Persyaratan

Aroma Normal

Rasa Normal

Warna Normal

Jumlah Total soluble solid min 30, Brix 20oC

Keasaman min 0,8, % bb

Bahan Tambahan Makanan

Pengawet SNI 01-0222-1995

Pewarna SNI 01-0222-1995

Cemaran Logam

Timbal (Pb) maks 0,1 mg/kg

Tembaga (Cu) maks 50,0 mg/kg

Seng (Zn) maks 40,0 mg/kg

Timah (Sn) maks 40,0-250 mg/kg

Raksa (Hg) dan Arsen (As) maks 0,03 mg/kg Angka Lempeng Total maks 2 x 102 koloni/g Kapang dan Khamir maks 50 koloni/g

(30)

Tomat termasuk tanaman sayuran yang sudah dikenal sejak dahulu.

Peranannya yang penting dalam pemenuhan gizi masyarakat sudah sejak lama diketahui orang.

Tomat sebagai bahan baku saus tidak ditentukan berdasarkan jenis dan varietasnya, tetapi pemilihan tomat didasarkan atas umur (tua) tingkat kematangan, tingkat kesegaran, dan tidak diserang hama dan penyakit. Jika semua persyaratan dapat terpenuhi kualitas produknya juga pasti baik. Untuk menjamin kualitas produk saus sebaiknya tomat dipetik pada waktu matang dipohon (kandungan gizi dan nutrisinya maksimal).

Tomat juga merupakan komoditas yang cepat rusak, sehingga memerlukan penanganan yang tepat sejak dipanen. Pengolahan tomat menjadi berbagai produk pangan menjadi salah satu pilihan untuk dapat mengkonsumsi tomat dan memperoleh manfaat dari sifat fungsional tomat, Salah satu bentuk olahan tomat yaitu saus tomat.

Saus tomat adalah cairan kental pasta yang terbuat dari bubur buah berwarna menarik (biasanya merah), mempunyai aroma dan rasa yang merangsang. Walaupun mengandung air dalam jumlah besar, saus memiliki daya simpan panjang karena mengandung asam, gula, garam, dan seringkali diberi pengawet. Saus tomat dibuat dari campuran buah tomat dan bumbuh-bumbuh.

Dan pasta yang digunakan berwarna merah muda sesuai dengan warna tomat yang digunakan (Rukmana, 1994).

Dalam kondisi setengah basah saus tomat menjadi lebih rusak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengemasan agar awet dalam jangka waktu yang relatif lama serta mempermudah pendistribusiannya. Saus tomat biasanya dikemas dalam botol-botol dari bahan gelas atau plastik dan ditutup rapat. Dalam keadaan tertutup rapat, saus tomat dapat terlindung dari segala pengaruh yang berasal dari luar seperti mikroba penyebab kebusukkan.

(31)

2.7Viskositas

Viskositas adalah suatu pernyataan “tahanan untuk mengalir” dari suatu sistem yang mendapat suatu tekanan. Makin kental suatu cairan, makin besar gaya yang dibutuhkan untuk membuatnya mengalir pada kecepatan tertentu (Moechtar, 1989).

Viskositas adalah suatu ungkapan yang menyatakan tekanan yang mencegah zat cair untuk mengalir. Makin tinggi viskositasnya, makin besar tekanannya. Zat cair sederhana dapat diperikan dengan viskositas absolut. Tapi sifat-sifat reologikdari sistem dispersi heterogen lebih kompleks dan tidak dapat dinyatakan dengan satuan tunggal (Moechtar, 1989).

Sifat reologi dari sistem farmasi dapat mempengaruhi pemilihan peralatan untuk processing yang digunakan dalam pembuatannya. Selanjutnya kekurangmampuan memilih alat yang tepat dapat menghasilkan produk yang tidak dikehendaki, setidak-tidaknya yang menyangkut sifat alirnya (Moechtar, 1989).

Salah satu bentuk pengukuran viskositas adalah dengan menggunakan viskosimeter Brookfield. Prinsip kerja dari viskosimeter Brookfield adalah berdasarkan metode cone and plate yaitu menggunakan instrumen yang terdiri dari rotating cone dengan sudut tumpul dan flat plate yang lebih rendah dan tidak bergerak. Lempeng dinaikkan sampai puncak kerucut benar-benar menyentuh permukaan. Cairan diisikan melalui celah segitiga antara cone dan plate.

Tegangan permukaan mencegahnya dari penyebaran pada plate. Plate dipertahankan sampai temperatur konstan dengan membentuk sirkulasi air. Cone diatur dengan dengan kecepatan yang teratur. Tarikan kental pada putaran cone mendesak tenaga putaran pada dinamometer dengan gaya gesekan.

(32)

Gambar 2.10 Viskosimeter Brookfield

(33)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat – Alat Penelitian

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian adalah :

Nama Alat Merek

Beaker Glass Pyrex

Spatula

Gelas ukur Pyrex

Neraca analitis Mettler Toledo

Pipet tetes

Batang pengaduk kaca

Labu takar Pyrex

Botol akuades Hot plate stirrer Magnetic bar

Termometer Fisher

Cling Wrap

Blender Miyako

Indikator universal Merck

Statif dan klem Kertas saring Corong penetes

Corong kaca Pyrex

Labu erlenmeyer Pyrex

Oven Plastik klip

Aluminium foil 20

Labu leher dua Pyrex

Kondensor

Sentrifugator 4000 rpm

(34)

Statif dan klem Desikator

Seperangkat alat FTIR Shimadzu

Viskosimeter Brookfield DV-I Prime

Timbangan Kompor gas Saringan

Sendok pengaduk Panci

Botol Kaca

3.2 Bahan – Bahan Penelitian

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Bahan Merek

Kulit Biji Alpukat Aquadest

HNO3(p) 3,5% Merck

NaNO3

NaOH pellet Merck

NaOCl(p) 1,75% Merck

CH3COOH glasial Merck

H2O2(p) 10% Merck

Isopropanol Merck

Monokloro asetat Merck

CMC standart Merck

Metanol Merck

Etanol Merck

NaCl(p) Merck

Aseton Larutan Iodin Buah Tomat

(35)

Bawang Putih Merica

Gula Buah Pala Cengkeh Kayu Manis Cabai Merah Cuka 25%

3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Pembuatan Larutan

3.3.1.1 Pembuatan Larutan HNO3 3,5%

Sebanyak 107,6 HNO3 65% dimasukkan ke dalam labu takar 2000 mL, ditambahkan dengan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.

3.3.1.2 Pembuatan Larutan NaOH 2%

Sebanyak 20 g NaOH pellet dilarutkan dengan 500 mL aquadest dalam beaker glass, diaduk hingga larut, lalu dimasukkan ke dalam labu takar 1000 mL, ditambahkan dengan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.

3.3.1.3 Pembuatan Larutan NaOCl 1,75%

Sebanyak 146 mL NaOCl(p) 12% dimasukkan ke dalam labu takar 1000 mL, ditambahkan dengan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.

3.3.1.4 Pembuatan Larutan NaOH 17,5%

Sebanyak 175 g NaOH pellet dilarutkan dengan 500 mL aquadest dalam beaker glass, diaduk hingga larut, lalu dipindahkan ke dalam labu takar 1000 mL, ditambahkan dengan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.

3.3.1.5 Pembuatan Larutan H2O2 10%

Sebanyak 167 mL H2O2(p) 30% dimasukkan ke dalam labu takar 500 mL, ditambahkan dengan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.

(36)

3.3.1.6 Pembuatan Larutan NaOH 30%

Sebanyak 300 g NaOH pellet dimasukkan ke dalam labu takar 1000 mL, ditambahkan dengan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.

3.3.1.7 Pembuatan Larutan NaCl 0,1 M

Sebanyak 0,585 g NaCl pellet dilarutkan dengan 50 mL aquadest dalam beaker glass, diaduk hingga larut, lalu dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL, ditambahkan dengan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.

3.3.2 Penyiapan Serbuk Kulit Ari Biji Alpukat

Biji alpukat segar dibersihkan dan dicuci dengan air kemudian dikupas kulit arinya. Dijemur di bawah sinar matahari. Dihaluskan dengan menggunakan blender sampai berbentuk serbuk kasar.

3.3.3 Isolasi α-Selulosa dari Kulit Ari Biji Alpukat

Kulit biji alpukat sebanyak 75 g serbuk dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian ditambahkan 2 L campuran HNO3 3,5% dan 20 mg NaNO3 lalu dipanaskan pada suhu 90oC selama 2 jam sambil diaduk di atas hot plate. Disaring dan dicuci residu hingga filtrat netral. Selanjutnya ditambahkan 1500 ml NaOH 2% lalu dipanaskan pada suhu 50oC selama 1 jam sambil diaduk di atas hot plate.

Disaring dan dicuci residu hingga filtrat netral. Selanjutnya residu diputihkan dengan 1 L larutan NaOCl 1,75% lalu dipanaskan pada suhu 80oC selama 30 menit. Disaring dan dicuci residu hingga filtrat netral. Selanjutnya ditambahkan dengan 500 mL larutan NaOH 17,5%, dipanaskan pada suhu 80oC selama 30 menit sambil diaduk di atas hot plate. Disaring dan dicuci residu hingga filtrat netral. Lalu ditambahkan dengan H2O2 10%, dipanaskan pada suhu 60oC selama 15 menit sambil diaduk di atas hot plate. Disaring dan dikeringkan residu pada suhu 60oC di dalam oven kemudian disimpan dalam desikator.

(37)

3.3.4 Pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC)

Sebanyak 4 g serbuk α-selulosa dimasukkan ke dalam labu leher dua, kemudian ditambahkan 30 mL isopropanol sambil dilakukan pengadukan. Ditambahkan 30 mL NaOH 30% sambil dirangkai alat refluks. Dipanaskan pada suhu 60oC sambil diaduk selama 1 jam. Selanjutnya ditambahkan campuran 40 mL isopropanol dan 12 g monokloro asetat setetes demi setetes selama 1 jam lalu dipanaskan pada suhu 60oC selama 4 jam. Dinetralkan dengan CH3COOH glasial hingga pH = 7, kemudian disaring. Endapan dicuci dengan 50 mL etanol 96% kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 50oC. Disimpan dalam desikator.

3.3.5 Pemurnian Carboxymethyl Cellulose (CMC)

Sebanyak 5 g CMC dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian dilarutkan dengan 100 mL aquadest lalu dipanaskan di atas hot plate pada suhu 80oC selama 10 menit sambil diaduk. Kemudian disentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 4000 rpm. Dipisahkan endapan dari larutan. Dilarutkan CMC hasil re- presipitasi dengan 100 mL aseton. Disaring CMC tersebut, dibungkus dengan aluminium foil serta dikeringkan di dalam oven pada suhu 60oC selama 4 jam.

Kemudian disimpan di dalam desikator (Hong, 2013).

3.3.6 Analisa Gugus Fungsi dengan Spektroskopi FT-IR

Sampel dipreparasi dalam bentuk bubur (mull). Bubur diperiksa dalam sebuah film tipis yang diletakkan di antara lempengan – lempengan garam yang datar.

Pengujian dilakukan dengan menjepit film hasil campuran pada tempat sampel.

Kemudian film diletakkan pada plat ke arah sinar infra merah. Hasilnya akan direkam kertas berkala berupa aliran kurva bilangan gelombang 4000-200 cm-1 terhadap intensitas.

3.3.7 Penentuan Derajat Substitusi (DS)

Derajat substitusi dapat dievaluasi dengan metode FT-IR dari perbandingan absorbansi pada 1604,77 (dianggap berasal dari pita karbonil) dan absorbansi 3448,72 (berasal dari pita hidroksil), dihitung dengan menggunakan persamaan 2.1 perhitungan Derajat Substitusi.

(38)

3.3.8 Pembuatan Saus Tomat dengan Carboxymethyl Cellulose (CMC)

Pembuatan saus tomat dengan CMC berdasarkan metode yang telah dimodifikasi dari metode Rukmana dan Rahma (1994), dimana buah tomat yang telah dipilih dicuci dengan air, dilakukan pemanasan air terlebih dahulu kemudian dimasukkan buah tomat ke dalam air mendidih selama ±20 menit. Kemudian diangkat dan dimasukkan ke dalam blender dan dihancurkan hingga menyerupai bubur.

Disaring bubur tomat, kemudian dimasak sampai setengah volume awal.

Dimasukkan bumbu-bumbu yang terdiri dari : bunga pala 0,5 g/L, bawang putih halus 1 g/L, cabai merah 0,5 g/L, merica secukupnya, cengkeh 0,25 g/L dan kayu manis 1 g/L. Ditambahkan sebanyak 125 g/L gula pasir dan cuka 25% sebanyak 12cc/L sari buah tomat. Kemudian dibagi ke dalam empat volume sama rata.

Masing-masing dimasukkan ke dalam botol kaca, kemudian ditambahkan CMC dalam berbagai variasi penambahan 0,5 g ; 1,0 g dan 1,5 g. Dikukus selama ±15 menit. Leher botol kaca ditutup rapat sambil dibiarkan dingin pada suhu kamar.

3.3.9 Penentuan Viskositas Saus Tomat

Dimasukkan 300 ml saus tomat tanpa penambahan CMC ke dalam beaker glass, kemudian dihidupkan alat viskosimeter Brookfield, dipilih spindle yang diinginkan, kemudian dipasang spindle pada alat viskosimeter Brookfield, dicelupkan saus tomat pada spindle hingga spindle terendam, dipilih speed rpm yang diinginkan, kemudian dihidupkan motor, ditunggu ± 60 detik, kemudian dicatat hasilnya. Diulangi perlakuan pada saus tomat penambahan variasi CMC 0,5 g ; 1 g ; 1,5 g dan untuk saus tomat komersil.

3.3.10 Uji Organoleptis Saus Tomat dengan Variasi Penambahan CMC 0 g;

0,5 g; 1 g; 1,5 g; dan Saus Tomat Komersil

Uji organoleptis dilakukan dengan meletakkan saus tomat dibagi kedalam 4 wadah dengan uraian yaitu; wadah pertama berisi saus tomat tanpa penambahan CMC; wadah kedua berisi saus tomat dengan penambahan CMC 0,5 g; wadah ketiga berisi saus tomat dengan penambahan CMC 1 g; wadah keempat berisi saus tomat dengan penambahan CMC 1,5 g ; dan wadah kelima berisi saus tomat komersil. Masing-masing saus tomat diamati rasa, aroma dan warna.

(39)

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Penyiapan Serbuk Kulit Ari Biji Alpukat

Biji Alpukat

dibersihkan dari sisa-sisa daging buah dicuci dengan air

dikupas kulit arinya Kulit Ari Biji Alpukat Basah

dijemur di bawah sinar matahari dihaluskan dengan blender Serbuk Kasar Kulit Ari Biji Alpukat

(40)

3.4.2 Isolasi α-Selulosa dari Kulit Ari Biji Alpukat

75 g Serbuk Kulit Ari Biji Alpukat

dimasukkan ke dalam beaker glass

ditambahkan 2 L campuran HNO3 3,5% + 20 mg NaNO3

dipanaskan pada suhu 90oC selama 2 jam sambil diaduk di atas hot plate disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral

Residu Filtrat

ditambahkan 1500 mL larutan NaOH 2%

dipanaskan pada suhu 50oC selama 1 jam sambil diaduk di atas hot plate disaring dan dicuci hingga filtrat netral

diputihkan dengan 1 L larutan NaOCl 1,75%

dipanaskan pada suhu 80oC selama 30 menit sambil diaduk di atas hot plate disaring dan dicuci hingga filtrat netral

ditambahkan 500 mL larutan NaOH 17,5%

dipanaskan pada suhu 80oC sambil diaduk di atas hot plate disaring dan dicuci hingga filtrat netral

diputihkan dengan H2O2 10%

dipanaskan pada suhu 60oC selama 15 menit sambil diaduk di atas hot plate disaring

α−selulosa basah

dikeringkan pada suhu 60oC di dalam oven selama 4 jam disimpan di dalam desikator

α−selulosa kering dikarakterisasi FTIR

Residu

Residu

Filtrat

Filtrat

Residu Filtrat

Filtrat

Filtrat

(Ohwoavworhua, F. 2005)

(41)

3.4.3 Pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC)

4 g Serbuk α−selulosa

dimasukkan ke dalam labu leher dua ukuran 500 mL ditambahkan 30 mL isopropanol

ditambahkan 30 mL NaOH 30%

dirangkai alat refluks

dipanaskan pada suhu 55o-65oC sambil diaduk selama 1 jam di atas hot plate ditambahkan larutan 40 mL isopropanol + 12 g monokloro asetat setetes demi setetes menggunakan corong penetes selama 1 jam

dipanaskan pada suhu 55o-65oC sambil diaduk selama 4 jam di atas hot plate dimatikan alat refluks

dinetralkan dengan asam asetat glasial disaring

Filtrat Residu

dicuci dengan 50 mL larutan etanol 96%

dikeringkan pada suhu 50oC dalam oven CMC

FTIR

(Wijayani, A. 2005)

(42)

3.4.4 Pemurnian Carboxymethyl Cellulose (CMC) 5 g CMC kering

dimasukkan ke dalam beaker glass dilarutkan dengan 100 mL aquadest

dipanaskan di atas hot plate pada suhu 80oC selama 10 menit sambil diaduk disentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 4000 rpm

dipisahkan endapan dari larutan

Endapan Larutan

dilarutkan dengan 100 mL aseton disaring

Residu Filtrat

dibungkus dengan alumunium foil

dikeringkan di dalam oven pada suhu 60oC selama 4 jam disimpan dalam desikator

CMC

FTIR

(Hong, 2013)

(43)

3.4.5 Pembuatan Saus Tomat

1 kg Buah Tomat dibersihkan

direbus dalam air mendidih selama ±20 menit ditiriskan

dihaluskan dengan blender Bubur Tomat

dimasak hingga setengah volume awal

dimasukkan bumbu-bumbu yang terdiri : 0,5 g/ L bunga pala; 1 g/L bawang putih halus;

0,5 g/L cabai merah; merica secukupnya, 0,25 g/L cengkeh; 1 g/L kayu manis; 125 g/L gula pasir dan 12 cc/L cuka 25%

dipanaskan hingga homogen Campuran Homogen

dimasukkan ke dalam botol kaca dikukus selama ±15 menit ditutup rapat botol kaca

dibiarkan dingin pada suhu kamar Saus Tomat

catatan : dilakukan penambahan CMC selanjutnya dengan variasi massa 0,5 g ; 1 g ; dan 1,5 g.

(Rukmana, 1994)

(44)

3.4.6 Penentuan Viskositas Saus Tomat

300 ml saus tomat

dihidupkan alat

dipilih spindle yang diinginkan

dipasang spindle pada alat viskosimeter Brookfield dicelupkan sampel pada spindle hingga terendam dipilih speed rpm yang diinginkan

dihidupkan motor ditunggu ± 60 detik

dilakukan hal yang sama untuk saus tomat dengan penambahan variasi CMC : 0,5 g ; 1 g ; 1,5 g dan untuk saus tomat komersil

dimasukkan ke dalam beaker glass

Viskosimeter Brookfield

Hasil

3.4.7 Uji Organoleptis

Saus Tomat

dibagi menjadi 3 pengamatan

Pengamatan I

diamati rasanya dicatat hasilnya

Pengamatan II

diamati aromanya dicatat hasilnya

Pengamatan III

diamati warnanya dicatat hasilnya

Hasil Hasil Hasil

Catatan : dilakukan hal yang sama pada saus tomat dengan penambahan CMC 0,5 g ; 1 g ; dan 1,5 g.

(45)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Isolasi α-Selulosa dari Kulit Ari Biji Alpukat

Adanya proses seperti delignifikasi, pemutihan, dan pemurnian pada sampel kulit ari biji alpukat akan menghasilkan α-Selulosa yang berwarna putih. Dari 75 gram serbuk pelepah kelapa sawit yang digunakan akan diperoleh 9,5272 gram α- Selulosa murni (diperkirakan sebanyak 12,703% dari massa awal kulit ari biji alpukat). Dari data spektroskopi FT-IR α-Selulosa memberikan spektrum dengan puncak-puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 3448,72 cm-1 , 2916,37 cm-1 , 1635,64 cm-1 , 1372 cm-1 , 1064,71 cm-1 (Gambar 4.1).

Gambar 4.1 Spektrum FT-IR α-Selulosa Hasil Isolasi dari Kulit Ari Biji Alpukat

(46)

4.1.2 Pembuatan Carboxymethyl Cellulose (CMC)

Carboxymethyl Cellulose (CMC) merupakan hasil reaksi antara α-selulosa yang sudah dialkalisasi terlebih dahulu dengan NaOH sehingga suasananya menjadi alkali yang kemudian direaksikan dengan asam monokloroasetat yang dilarutkan terlebih dahulu dengan isopropanol dengan pemanasan pada suhu 55 - 65 oC selama 4 jam. Kemudian dicuci dengan ethanol 96% lalu dikeringkan. Dari 4 gram α-selulosa yang digunakan akan diperoleh 10,74 gram yang selanjutnya dimurnikan akan diperoleh 4,92 gram CMC murni. Hasil yang diperoleh berupa Carboxymethyl Cellulose (CMC) berupa serbuk halus berwarna putih yang selanjutnya dianalisis menggunakan spektroskopi FT-IR, di mana memberikan spektrum puncak-puncak serapan pada bilangan gelombang 3448,72 cm-1 , 2931,80 cm-1 , 1604,77 cm-1 , 1327,03 cm-1 , 1072,42 cm-1 (Gambar 4.2).

Gambar 4.2 Spektrum FT-IR CMC Hasil Sintesis

(47)

4.1.3 Pembuatan Saus Tomat dengan Carboxymethyl Cellulose (CMC)

Dalam penelitian ini, pembuatan saus tomat dilakukan menggunakan emulsifier atau pengental CMC dengan variasi 0 gram, 0,5 gram, 1 gram dan 1,5 gram. Hal ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh dari CMC terhadap saus tomat.

Gambar 4.3 Saus Tomat : (A) tanpa penambahan CMC; (B) + 0,5 gram;

(C) + 1 gram; (D) + 1,5 gram; (X) Komersil

Dalam pembuatan saus tomat ini dilihat dua jenis karakterisasi : uji organoleptis dan uji fisik. Pada subbab ini akan dijabarkan hasil survey terhadap 4 variasi saus tomat serta saus tomat komersil (karakterisasi dari segi organoleptis), sementara itu dari segi uji fisik akan dibahas pada subbab selanjutnya yaitu berupa uji viskositas.

Survey untuk saus tomat pada penelitian ini dilakukan terhadap 15 panelis yang berasal dari mahasiswa FMIPA Kimia USU dengan parameter usia yang berdekatan (20-22 tahun) agar hasil survey uji organoleptis lebih optimum.

Adapun variabel pengamatan pada survey ini yaitu: warna, aroma, tekstur dan rasa.

Dengan keterangan sebagai berikut:

Warna : (a) = Merah Oranye; (b) = Merah; (c) = Merah Tua

Aroma : (a) = Tidak Harum; (b) = Kurang Harum; (c) = Harum; (d) = Sangat Harum

Tekstur : (a) = Encer; (b) = Sangat Encer; (c) = Kental; (d) = Sangat Kental Rasa : (a) = Manis; (b) = Sangat Manis; (c) = Asam; (d) = Sangat Asam

(48)

Survey dilakukan dengan memberikan 5 jenis saus tomat kepada 15 panelis yang diketahui bahwa saus tomat I merupakan saus tomat dengan 0 gram CMC, saus tomat II dengan 0,5 gram CMC, saus tomat III dengan 1 gram CMC, saus tomat IV dengan 1,5 gram CMC, dan saus tomat V adalah saus tomat komersil.

Hasil survey akan ditampilkan pada tabel 4.1, tabel 4.2, tabel 4.3, tabel 4.4 dan tabel 4.5 berikut.

Tabel 4.1 Hasil Survey Uji Organoleptis Saus Tomat I

Peserta Uji Organoleptik Saus Tomat I

Warna Aroma Tekstur Rasa

1 c b a a

2 c c b a

3 c b b a

4 a a a b

5 b a c a

6 a c c a

7 b c a a

8 c c a a

9 c b a a

10 a a a a

11 a c c d

12 c b a a

13 c a a a

14 a c c a

15 b b a a

Mayoritas c c a a

(49)

Tabel 4.2 Hasil Survey Uji Organoleptis Saus Tomat II

Peserta Uji Organoleptik Saus Tomat II

Warna Aroma Tekstur Rasa

1 b b a c

2 c c c b

3 c c c a

4 a b a a

5 b a a c

6 b c c a

7 b c a c

8 a b c c

9 c b c c

10 a a a a

11 a b c a

12 c b a a

13 a b c a

14 b c a a

15 b c c c

Mayoritas b b c a

Tabel 4.3 Hasil Survey Uji Organoleptis Saus Tomat III

Peserta Uji Organoleptik Saus Tomat III

Warna Aroma Tekstur Rasa

1 b b c a

2 c c c a

3 c c c b

4 b a c a

5 b a c a

6 a c d a

7 b c c a

8 c b c a

9 c b c a

10 b b c a

11 a b d c

12 b b d c

13 c b d a

14 b c c a

15 b c c a

Mayoritas b b c a

Tabel 4.4 Hasil Survey Uji Organoleptis Saus Tomat IV

(50)

Peserta Uji Organoleptik Saus Tomat IV

Warna Aroma Tekstur Rasa

1 c b b a

2 c c d a

3 c c d a

4 c a d a

5 b a d c

6 a c d a

7 b c c c

8 b b c a

9 b c d a

10 b b c c

11 b c d c

12 c b d c

13 b a d a

14 a b c a

15 c c c c

Mayoritas b c d a

Tabel 4.5 Hasil Survey Uji Organoleptis Saus Tomat V

Peserta Uji Organoleptik Saus Tomat V

Warna Aroma Tekstur Rasa

1 b c c d

2 c d c c

3 c b d a

4 a d c b

5 b a c c

6 c c c a

7 b c a a

8 a b c a

9 b c c a

10 a a d c

11 a d c a

12 c d c a

13 b b c c

14 a c c a

15 b c c c

Mayoritas b c c a

4.1.4 Penentuan Derajat Subtitusi

(51)

Penentuan derajat substitusi dari CMC yang dihasilkan berdasarkan analisis spektrum FT-IR. Nilai intensitas %T pada bilangan gelombang 1604,77 cm-1 dan 3448,72cm-1 masing-masing adalah 8,25 dan 4,331 yang dapat dilihat pada Lampiran 2.

Perhitungan nilai derajat substitusinya dapat dihitung berdasarkan persamaan 2.1 penentuan derajat substitusi dibawah ini :

Adsorbansi pada bilangan gelombang 1604.77cm-1 (A1604.77)

%T = 8,25 T = 0,0825

𝐴𝐴1604.77 = 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙1 𝑇𝑇 = 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙

1

0,0825 = 1,0835

Adsorbansi pada bilangan gelombang 3448,72cm-1(A3448,72)

%T = 4,331 T = 0,04331

𝐴𝐴3448,72 = 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙1 𝑇𝑇 = 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙

1

0,04331 = 1,3634

𝐷𝐷𝐷𝐷 (%) = ��1,0835

1,3634� − 0,10� 𝑋𝑋 100 = (0,7947-0,10) X 100

= 69,47 %

4.1.5 Uji Viskositas Saus Tomat

𝐷𝐷𝐷𝐷 (%) = ��𝐴𝐴1604

𝐴𝐴3448� − 0,10� 100

Gambar

Gambar 2.1 Buah Alpukat (www.compoundchem.com)
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Biji Alpukat
Gambar 2.4 Struktur Kimia Selulosa
Gambar 2.6 Rumus Struktur β – selulosa (Nuringtyas, 2010)
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Herba yang bersifat dormant jika lingkungan tidak baik, tinggi mencapai 200 cm, diameter umbi mencapai 35 cm, kasar; batang seperti berkutil – berduri dan

Namun berbeda hal nya dengan Dinasti Abbasiyah yang di gadang-gadang konflik tersebut disebabkan karena ketidak cakapan seorang pemimpin dalam memimpin pemerintah yaitu

Adapun nilai-nilai yang terkandung di dalam teks Mahabharata diantaranya adalah: Nilai ajaran dharma, nilai kesetiaan, nilai pendidikan dan nilai yajna (korban suci).. Nilai-nilai ini

  Tersedia ya hasil  pe gkajia  da  pe ge a ga   odel/progra  PAUD‐Dik as ya g  er utu,     er a asa  ge der, ESD da  ke arga egaraa  glo

Berbeda dengan pembelajar visual yang mengandalkan penglihatan, tipe pembelajar auditorial ini mengandalkan indra pendengaran untuk belajar, sehingga media pembelajaran yang

Manfaat hasil Penyusunan Analisis PDRB Provinsi DIY 2009–2013 adalah untuk menjadi dasar rekomendasi kebijakan perencanaan pembangunan dengan memperrtimbangkan

 Hasil simulasi yang dilakukan dengan mereduksi beban pencemaran dari point source menunjukkan bahwa kualitas air Sungai Ciujung sudah tidak memiliki daya tampung

Dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa, ”Setiap orang berkewajiban untuk ikut