• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV Analisis Variasi Karakteristik Respon Reflectivity dan Side

4.3 Hasil dan Analisis

4.3.2 Visualisasi Kurva Pemantulan dan Lobe Sis

Gambar 4.1 di atas menunjukkan tingkat pemantulan yang mencapai sempurna (100%) namun juga diiringi lobe sisi yang relatif besar yakni sekitar 31%. Besarnya lobe sisi inilah yang akan disiasati dengan mengaplikasikan fungsi apodisasi Gaussian, Raised-cosine, dan Synchronous untuk mengamati variasi kombinasi tingkat pemantulan dan lobe sisi yang dapat terjadi dengan memberikan masukan panjang kisi 0<z<L di mana L = 10mm.

b. Kurva Pemantulan Kisi Apodisasi Gaussian, Raised-cosine, dan Synchronous Kurva pemantulan yang disertai lobe sisi akan diperlihatkan pada visualisasi berikut ini. Ketiga fungsi apodisasi yakni fungsi apodisasi Gaussian, Raised- cosine, dan Synchronous akan dibandingkan untuk mengamati fungsi apodisasi yang paling optimal, yaitu yang mampu mereduksi lobe sisi hingga riak-riak di dasar kurva nampak lebih halus namun tidak mengurangi tingkat pemantulan secara berlebihan sehingga tidak optimal. Untuk z = 1mm, visualisasi kurva pemantulan untuk ketiga fungsi apodisasi ditunjukkan dalam Gambar 4.2 berikut.

(a) Apodisasi Gaussian (b) Apodisasi Raised-cosine

(c) Apodisasi Synchronous

Untuk z = 1mm, pemantulan yang terjadi hanya sekitar 3,8% pada fungsi apodisasi Gaussian (a), walaupun lobe sisinya juga sangat kecil. Apodisasi Raised-cosine (b) menghasilkan pantulan sebesar 54% dan lobe sisi 4%. Sementara fungsi apodisasi Synchronous (c) memiliki besaran pemantulan dan lobe sisi yang hampir sama dengan apodisasi Gaussian yakni 4% dan 0,2%. Berdasarkan hal tersebut, pada z = 1mm fungsi apodisasi yang memberikan kombinasi nilai pemantulan dan lobe sisi yang terbaik adalah fungsi Raised- cosine.

Visualisasi kurva pemantulan dan kekuatan lobe sisi untuk 2 ≤ z ≤ 4 mm

dan 6 ≤ z≤ λ mm serta listing code software Matlab R2010a penampil visualisasi kurva tersebut disertakan dalam lampiran.

Sesuai dengan Gambar 4.5 yang tertera di lampiran, untuk panjang kisi yang dirancang sepanjang 2mm (z = 2mm), apodisasi Gaussian menghasilkan pemantulan 11,8% beserta lobe sisi sebesar 0,5%. Raised-cosine menghasilkan harga pemantulan 61% dan lobe sisi sebesar 5% yang dapat dikategorikan baik. Sementara apodisasi Synchronous menghasilkan pemantulan dan lobe sisi yang sangat kecil yakni 0,93% dan 0,04% secara berurutan.

Untuk panjang kisi yang dirancang sepanjang 3mm (z = 3mm), apodisasi Gaussian menghasilkan pemantulan 44% beserta lobe sisi sebesar 2,5%. Raised- cosine menghasilkan harga pemantulan 67% dan lobe sisi sebesar 6%. Sementara apodisasi Synchronous mengalami peningkatan nilai pemantulan dan lobe sisi yakni masing-masing 8,1% dan 0,4%. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 4.6 yang tertera di lampiran.

Berdasarkan Gambar 4.7 (lampiran), untuk panjang kisi yang dirancang sepanjang 4mm (z = 4mm), apodisasi Gaussian menghasilkan pemantulan yang mendekati sempurna yakni 99% beserta lobe sisi yang juga relatif besar yaitu 32%. Raised-cosine menghasilkan harga pemantulan 67% dan lobe sisi sebesar 6%. Sementara apodisasi Synchronous mengalami peningkatan nilai pemantulan dan lobe sisi yang signifikan yakni 40,5% dan 2,5% secara berurutan.

Jika panjang kisi dirancang sebesar 5mm (z = 5mm) maka pada visualisasi fungsi apodisasi Gaussian (a) tidak terlihat kurva pantulan dan lobe sisi. Ini disebabkan oleh persamaan fungsi Gaussian itu sendiri di mana z = 5mm adalah salah satu faktor pembuat nol. Pada fungsi Raised-cosine (b) pemantulan dan lobe sisi yang dihasilkan masing-masing adalah 77% dan 8%. Sementara dengan menggunakan apodisasi Synchronous (c) pantulan yang dihasilkan adalah 85% dengan iringan lobe sisi sebesar 11%, seperti yang ditunjukkan Gambar 4.3.

(a) Apodisasi Gaussian (b) Apodisasi Raised-Cosine

(c) Apodisasi Synchronous

Gambar 4.8 (lampiran) untuk z=6mm menunjukkan besaran yang sama dengan z = 4mm untuk fungsi apodisasi Gaussian dan Synchronous. Panjang kisi z = 5mm semacam sebuah titik balik untuk nilai besaran pemantulan dan lobe sisi pada kedua tipe fungsi apodisasi ini. Sementara fungsi apodisasi Raised-cosine terus mengalami peningkatan yang hampir konstan. Tingkat pemantulan sudah mencapai angka 80% yakni tepatnya 80,5% dan diiringi oleh lobe sisi 9%. Lobe sisi pada fungsi apodisasi Raised-cosine juga menunjukkan peningkatan yang hampir konstan. Hal ini tampak pada Tabel 4.3.

Untuk panjang kisi yang dirancang sepanjang 7mm (z = 7mm), apodisasi Gaussian menghasilkan pemantulan 44% beserta lobe sisi sebesar 2,5%. Sementara apodisasi Synchronous mengalami peningkatan nilai pemantulan dan lobe sisi yakni masing-masing 8,1% dan 0,4%. Besaran yang sama untuk z = 3mm pada kedua fungsi apodisasi tersebut. Raised-cosine menghasilkan harga pemantulan 83% dan lobe sisi sebesar 10%. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 4.9 yang tertera di lampiran.

Sesuai dengan Gambar 4.10 yang tertera di lampiran, untuk panjang kisi yang dirancang sepanjang 8mm (z = 8mm), apodisasi Gaussian menghasilkan pemantulan 11,8% beserta lobe sisi sebesar 0,5%. Raised-cosine menghasilkan harga pemantulan 84% dan lobe sisi sebesar 10,5%. Semakin besar panjang kisi yang dirancang, semakin stabil peningkatan pemantulan dan lobe sisi. Sementara apodisasi Synchronous kembali menghasilkan pemantulan dan lobe sisi yang sangat kecil yakni 0,93% dan 0,04% secara berurutan.

Gambar 4.11 (lampiran) untuk z = 9mm menunjukkan besaran yang sama dengan z = 1mm untuk fungsi apodisasi Gaussian dan Synchronous. 3,8% dan

0,2% untuk fungsi apodisasi Gaussian, dan 4% dan 0,2% untuk fungsi apodisasi Synchronous. Fungsi apodisasi Raised-cosine menghasilkan pemantulan sebesar 85% dan lobe sisi sebesar 11%.

(a) Apodisasi Gaussian (b) Apodisasi Raised-cosine

(a)Apodisasi Synchronous

Gambar 4.4 Kurva Pemantulan & Lobe Sisi untuk z=10 mm

Berdasarkan Gambar 4.4 di atas dapat kita amati bahwa fungsi apodisasi Gaussian (a) menghasilkan pemantulan dan lobe sisi yang kecil sekali yakni 1,65% dan 0,7%. Sementara dengan menggunakan fungsi apodisasi Raised-cosine (b) tingkat pemantulan mulai memasuki fase stabil yakni 85% dengan iringan lobe sisi sebesar 11%. Untuk seluruh variasi harga z dan ketiga apodisasi, pemantulan dan lobe sisi terkecil dihasilkan oleh fungsi apodisasi Synchronous (c) dengan rancangan panjang kisi 10mm (z = 10mm).

Visualisasi kurva yang menunjukkan nilai-nilai besaran pemantulan (r) dan kekuatan lobe sisi secara keseluruhan dapat dituangkan dalam Tabel 4.2 berikut. Tabel 4.3 Nilai Besaran Pemantulan (r) dan Kekuatan Lobe Sisi dengan Variasi z berdasarkan Kurva (visualisasi Matlab R2010a)

Z (mm)

FUNGSI APODISASI

Gaussian Raised-cosine Synchronous

Pemantulan Lobe Sisi Pemantulan Lobe Sisi Pemantulan Lobe Sisi

1 3,8% 0,2% 54% 4% 4% 0,2% 2 11,8% 0,5% 61% 5% 0,93% 0,04% 3 44% 2,5% 67% 6% 8,1% 0,4% 4 99% 32% 73% 7% 40,5% 2,5% 5 77% 8% 85% 11% 6 99% 32% 80,5% 9% 40,5% 2,5% 7 44% 2,5% 83% 10% 8,1% 0,4% 8 11,8% 0,5% 84% 10,5% 0,93% 0,04% 9 3,8% 0,2% 85% 11% 4% 0,2% 10 1,65% 0,7% 85% 11% 0,47% 0,02%

Berdasarkan keseluruhan gambar visualisasi kurva dan pentabelannya pada Tabel 4.3 dapat dianalisis hal-hal sebagai berikut, yaitu:

1. Lobe sisi bertambah seiring meningkatnya pemantulan.

2. Untuk apodisasi fungsi Raised-cosine, semakin besar z maka tingkat pemantulan juga meningkat yang juga disertai peningkatan kekuatan lobe sisi.

3. Dengan apodisasi fungsi Raised-cosine, pemantulan FBG mencapai kestabilan dimulai z = 9mm.

4. Apodisasi Gaussian dan Synchronous mengalami titik balik yakni pada saat z = 5mm.

5. Untuk apodisasi Gaussian, baik tingkat pemantulan maupun kekuatan lobe

FBG mencapai pemantulan 99% dan kekuatan lobe sisi yang relatif besar yakni 32%.

6. Pada z = 5mm, fungsi apodisasi Gaussian tidak menampilkan visualisasi apapun karena z= 5mm membuat harga nol pada rumusan fungsi Gaussian. Pada z = 6mm FBG kembali memantul sebesar λλ%, dan pada 6 ≤ z≤ 10 menurun dengan nilai besaran yang hampir identik.

7. Untuk apodisasi Synchronous, tingkat pemantulan meningkat di sepanjang

rentang 1 ≤ z≤ 5 mm, di mana pada z = 5mm FBG mengalami pemantulan paling besar yakni sekitar 85% dan kekuatan lobe sisi 11%, kemudian

pada 6 ≤ z ≤ 10 menurun dengan nilai yang hampir identik dengan kenaikan sebelumnya. Namun pada z = 2mm dan z = 8mm persentase pemantulannya menurun.

8. Dari ketiga fungsi apodisasi tersebut, fungsi Raised-cosine merupakan fungsi yang paling optimal karena karakteristik responnya meningkat terus tanpa fluktuasi sehingga lebih terprediksi dan kenaikannya akhirnya mencapai titik stabil, walaupun juga disertai kenaikan lobe sisi.

9. Kekuatan lobe sisi terkecil adalah pada z = 10mm untuk fungsi Synchronous, yaitu 0,02%. Walaupun demikian kondisi ini tidak optimal karena pemantulannya juga sangat kecil, hanya sekitar 0,47%.

10.Untuk apodisasi fungsi Gaussian pemantulan terbaik terjadi pada z = 4mm dan z = 6mm. Untuk apodisasi fungsi Raised-cosine pemantulan terbaik terjadi pada z = 9mm dan z = 10mm. Untuk apodisasi Synchronous pemantulan terbaik terjadi pada z = 5mm.

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Untuk kisi seragam dengan Indeks Modulasi 3 x 10-4 dan Indeks Bias Terinduksi 10-4, dengan masukan variasi panjang kisi (0 < z < L) L = 10 mm, diperoleh bahwa pada z=4 mm, tingkat pemantulan sudah mencapai angka 94%, pada z = 10mm pemantulannya adalah ±99,97%.

2. Semakin besar nilai periode kisi (ᴧ) yang dirancang, yang berarti semakin besar

panjang gelombang Bragg ( ) maka semakin kecil tingkat pemantulan,

meskipun tidak berpengaruh signifikan.

3. Dari visualisasi kurva pemantulan dan lobe sisi terlihat bahwa semakin tinggi tingkat pemantulan, maka lobe sisi juga semakin kuat.

4. Dari ketiga fungsi apodisasi yang digunakan terlihat bahwa apodisasi fungsi Raised-cosine merupakan fungsi apodisasi yang paling optimal karena kenaikan tingkat pemantulan dan lobe sisinya dapat terprediksi dan paling stabil di antara ketiganya.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat penulis berikan untuk menjadi masukan bagi studi atau penelitian berikutnya adalah :

1. Membuat pemrograman berorientasi objek (OOP) untuk kemudahan perhitungan pemantulan dengan berbagai variasi masukan.

2. Studi perhitungan fungsi apodisasi secara analitik untuk melihat perbandingan dengan perhitungan secara numerik.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Firdaus, Rifqi. Analisis Kinerja AWG (Arrayed Waveguide Gratings) pada Komunikasi Serat Optik. Medan: Tugas Akhir Universitas Sumatera Utara. 2009.

[2] Nugraha, Andi. Serat Optik. Andi, Yogyakarta. 2006

[3] Keiser, Gerd. Optical Fiber Communication, edisi ketiga. New Jersey, McGraw-Hill. 2000.

[4] Othonos, Andreas. Fiber Bragg Grating: Fundamental and Applications In Telecommunication and Sensing. Artech House. 1999.

[5] J. Zhao. An Object-Oriented Simulation Program For Fiber Bragg Gratings. Faculty of Engineering, Vol. Master of Engineering, Rand Afrikaans University Johannesburg, Republic of South Africa. 2001

[6] C.R. Giles, “Lightwave applications of fiber bragg gratings”, Journal of Lightwave Technology, vol.15, no.8, pp.1391-1404, 1997.

[7] Hill K.O, Meltz. G. “Fiber Bragg Grating Technology Fundamentals and

Overview” Journal of Lightwave Technology, Vol. 15, No. 8, pp. 1263-1276, 1997

[8] G. Meltz, W. W. Morey, and W.H. Glenn, “Formation of Bragg Gratings in

optical fibres by a transverse holographic method,” Optics Letters, vol.14, no.15, 1989, pp.823-825.

[9] Erdogan, Turan, “Fiber Grating Spectra”, Journal of Lightwave Technology, Vol. 15, No. 8, hal. 1277-1294, Agustus 1997

[10] Megret, Patrice dkk, “Fiber Bragg Gratingsμ Fundamentals and Applications” 2007.

[11] Skaar, Johannes, “Synthesis and Characterization of Fiber Bragg Gratings”, Thesis, pp. 10-13, 2000

[12] Yariv, Amnon., “Coupled-Mode Theory for Guided-Wave Optics”, IEEE Journal of Quantum Electronics, 9, 919-933, 1973

[13] M. Yamada and K. Sakuda, “Analysis of almost-periodic distributed

feedback slab waveguide via a fundamental matrix approach”, Applied Optics, vol.26, no.16, pp.3474-3478, 1987.

[14] Makino, T, “Transfer Matrix Method with Application to Distributed Feedback Optical Devices,” Progress In Electromagnetics Research, PIER 10, 271-319, 1995.

[15] Kasyap, Raman. Fiber Bragg Grating. Academic Press. 1999

[16] Sunita P.Ugale., V. Mishra, “Modelling and Characterization of Fiber Bragg

LAMPIRAN A

Visualisasi Kurva Pemantulan dan Kekuatan Lobe Sisi Untuk z = 2 mm

(a) Apodisasi Gaussian (b)

(c) Apodisasi Raised-Cosine (d)

(e) Apodisasi Synchronous

Untuk z = 3 mm

(a) Apodisasi Gaussian

(b) Apodisasi Raised-Cosine

(c) Apodisasi Synchronous

Untuk z = 4 mm

(a) Apodisasi Gaussian

(b) Apodisasi Raised-Cosine

(c) Apodisasi Synchronous

Untuk z = 6 mm

(a) Apodisasi Gaussian

(b) Apodisasi Raised-Cosine

(c) Apodisasi Synchronous

Untuk z = 7 mm

(a) Apodisasi Gaussian

(b) Apodisasi Raised-Cosine

(c) Apodisasi Synchronous

Untuk z = 8 mm

(a) Apodisasi Gaussian

(b) Apodisasi Raised-Cosine

(c) Apodisasi Synchronous

Untuk z = 9 mm

(a) Apodisasi Gaussian

(b) Apodisasi Raised-cosine

(c) Apodisasi Synchronous

LAMPIRAN B

Listing Code Software MATLAB R2010

Visualisasi Kurva Pemantulan dengan Fungsi-Fungsi Apodisasi

a. Tanpa Apodisasi

%spektrum reflektansi filter %refleksi lamda2 n=1; for lamda = 1550.34:0.01:1556.32; n1=1.47; n2=1.457; lb2=1553.33; r=10000; %untuk lamda 2 v2 = (2*pi*r./lb2)*sqrt(n1^2 - n2^2);neff2 = sqrt (n2^2 + (lb2 .^2.*(1.1428.*v2 - 0.996).^2./(4*pi^2*r^2))); per2 = lb2./(2.*neff2); N=10000; l2=N*per2; delta_n=0.0003; koe_koplinPout = (pi.*delta_n/lamda) k2 = (2*pi*neff2)/lamda; delta_k2 = k2 - (pi./per2); s2 = sqrt (koe_koplinPout.^2 - delta_k2.^2); T11 = (cosh (s2*l2))-1i*(delta_k2./s2)*sinh(s2*l2); T12 = 1i *(koe_koplinPout/s2)*sinh(s2*l2); T21= -1i*(koe_koplinPout/s2)*sinh(s2*l2); T22=(cosh(s2*l2)) + 1i *((delta_k2/s2)*sinh(s2*l2)); T = [T11 T12; T21 T22]; Tout = T;

refl (n) = abs (Tout (2,1)./Tout (1,1)).^2; n=n+1; end lamda = 1550.34:0.01:1556.32; n=n+1; n=1:599; g = refl (n); figure (2) plot (lamda,g,'-'); grid on

b. Apodisasi Gaussian

%spektrum reflektansi filter %refleksi lamda2 n=1; for lamda = 1548.34:0.01:1554.32; n1=1.47; n2=1.457; lb2=1550.33; r=10000; %untuk lamda 2 v2 = (2*pi*r./lb2)*sqrt(n1^2 - n2^2);neff2 = sqrt (n2^2 + (lb2 .^2.*(1.1428.*v2 - 0.996).^2./(4*pi^2*r^2))); per2 = lb2./(2.*neff2); N=10000; l2=N*per2; delta_n=0.0001; z=1; %1≤z≤10 L=10; koe_koplinPout = (pi.*delta_n/lamda).*exp(-log (2*((0.5*z- 2.5).^2))); k2 = (2*pi*neff2)/lamda; delta_k2 = k2 - (pi./per2); s2 = sqrt (koe_koplinPout.^2 - delta_k2.^2); T11 = (cosh (s2*l2))-1i*(delta_k2./s2)*sinh(s2*l2); T12 = 1i *(koe_koplinPout/s2)*sinh(s2*l2); T21= -1i*(koe_koplinPout/s2)*sinh(s2*l2); T22=(cosh(s2*l2)) + 1i *((delta_k2/s2)*sinh(s2*l2)); T = [T11 T12; T21 T22]; Tout = T;

refl (n) = abs (Tout (2,1)./Tout (1,1)).^2; n=n+1; end lamda = 1548.34:0.01:1554.32; n=n+1; n=1:599; g = refl (n); figure (2) plot (lamda,g,'-'); grid on

c. Apodisasi Raised-cosine

%spektrum reflektansi filter %refleksi lamda2 n=1; for lamda = 1548.34:0.01:1554.32; n1=1.47; n2=1.457; lb2=1550.33; r=10000; %untuk lamda 2 v2 = (2*pi*r./lb2)*sqrt(n1^2 - n2^2);neff2 = sqrt (n2^2 + (lb2 .^2.*(1.1428.*v2 - 0.996).^2./(4*pi^2*r^2))); per2 = lb2./(2.*neff2); N=10000; l2=N*per2; delta_n=0.0001; z=1; %1≤z≤10 L=10; koe_koplinPout = (pi.*delta_n/lamda).*0.5.*(1+cos (3.14*(0.05*z-0.5))); k2 = (2*pi*neff2)/lamda; delta_k2 = k2 - (pi./per2); s2 = sqrt (koe_koplinPout.^2 - delta_k2.^2); T11 = (cosh (s2*l2))-1i*(delta_k2./s2)*sinh(s2*l2); T12 = 1i *(koe_koplinPout/s2)*sinh(s2*l2); T21= -1i*(koe_koplinPout/s2)*sinh(s2*l2); T22=(cosh(s2*l2)) + 1i *((delta_k2/s2)*sinh(s2*l2)); T = [T11 T12; T21 T22]; Tout = T;

refl (n) = abs (Tout (2,1)./Tout (1,1)).^2; n=n+1; end lamda = 1548.34:0.01:1554.32; n=n+1; n=1:599; g = refl (n); figure (2) plot (lamda,g,'-'); grid on

d. Apodisasi Synchronous

%spektrum reflektansi filter %refleksi lamda2 n=1; for lamda = 1548.34:0.01:1554.32; n1=1.47; n2=1.457; lb2=1550.33; r=10000; %untuk lamda 2 v2 = (2*pi*r./lb2)*sqrt(n1^2 - n2^2);neff2 = sqrt (n2^2 + (lb2 .^2.*(1.1428.*v2 - 0.996).^2./(4*pi^2*r^2))); per2 = lb2./(2.*neff2); N=10000; l2=N*per2; delta_n=0.0001; z=1; %1≤z≤10 L=10; koe_koplinPout = (pi.*delta_n/lamda).*sinc(0.628*z-3.14); k2 = (2*pi*neff2)/lamda; delta_k2 = k2 - (pi./per2); s2 = sqrt (koe_koplinPout.^2 - delta_k2.^2); T11 = (cosh (s2*l2))-1i*(delta_k2./s2)*sinh(s2*l2); T12 = 1i *(koe_koplinPout/s2)*sinh(s2*l2); T21= -1i*(koe_koplinPout/s2)*sinh(s2*l2); T22=(cosh(s2*l2)) + 1i *((delta_k2/s2)*sinh(s2*l2)); T = [T11 T12; T21 T22]; Tout = T;

refl (n) = abs (Tout (2,1)./Tout (1,1)).^2; n=n+1; end lamda = 1548.34:0.01:1554.32; n=n+1; n=1:599; g = refl (n); figure (2) plot (lamda,g,'-'); grid on

Dokumen terkait