T. vogelii
Gambar 3 Perkembangan mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan ekstrak Q. amara, Q. indica, dan T. vogelii. HSP = hari setelah perlakuan.
0 20 40 60 80 100 1 3 5 7 9 M o rt al ita s (%) Waktu pengamatan (HSP) 0.25% 0.18% 0.13% 0.10% 0.07% 0.05% Kontrol
33
Secara umum, mortalitas larva sebagian besar terjadi pada hari pertama sampai hari ketiga, setelah itu tingkat kematian larva hanya sedikit mengalami kenaikan sampai pada akhir pengamatan. Hal ini terjadi karena pada hari pertama dan kedua diberikan pakan perlakuan sehingga serangga uji mengonsumsi senyawa aktif yang bersifat racun bagi tubuhnya. Kematian yang terjadi pada hari ketiga diduga karena masih terdapatnya residu di dalam tubuh larva yang dapat mengakibatkan kematian, sedangkan pada hari keempat dan selanjutnya kemungkinan residu mulai berkurang sehingga mortalitas mulai menurun terutama pada konsentrasi yang relatif rendah.
Data mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan ekstrak Q. amara, Q. indica, dan T. vogelii diolah dengan analisis probit untuk menentukan
hubungan konsentrasi-mortalitas termasuk menentukan LC50 dan LC95. Analisis probit dilakukan terhadap mortalitas larva instar II dan instar II+III pada pengamatan fase instar II-III dan instar II-IV. Hasilnya menunjukkan bahwa ekstrak T. vogelii memiliki toksisitas lebih tinggi (LC50 dan LC95) pada mortalitas larva instar II dan instar II+III yaitu masing-masing sebesar 0.08% dan 0.14% dibandingkan dengan ekstrak Q. amara dan Q. indica (Tabel 6). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Abizar & Prijono (2010) yang melaporkan bahwa LC95 ekstrak etil asetat daun T. vogelii berbunga ungu tidak lebih besar dari 0.3% pada 72 (0.27%) dan 96 (0.26%) jam sejak awal perlakuan. Dengan demikian ada kemungkinan fenomena ini akan mendekati nilai kesetaraan LC95 pada penelitian ini jika pengamatan terus dilanjutkan hingga serangga mencapai instar IV.
Ekstrak Q. amara lebih toksik daripada ekstrak Q. indica pada mortalitas larva instar II dan instar II+III. Nilai LC50 dan LC95 ekstrak Q. amara berturut-turut 0.62% dan 1.92% (instar II) serta 0.52% dan 2.09% (instar II+III), sedangkan nilai LC50 dan LC95 ekstrak Q. indica masing-masing 0.69% dan 0.64% (instar II) serta 2.78% dan 2.31% (instar II+III).
Toksisitas ekstrak T. vogelii (pada taraf LC50 dan LC95) berdasarkan
mortalitas larva instar II dan II+III berbeda nyata dengan toksisitas ekstrak Q. amara dan Q. indica (SK 95% dari LC50 dan LC95 tumpang tindih). Sementara
34
toksisitas ekstrak Q. amara berdasarkan mortalitas larva instar II (LC50 dan LC95) tidak berbeda dengan ekstrak Q. indica, namun berdasarkan mortalitas larva instar II+III berbeda nyata.
Tabel 6 Penduga parameter toksisitas ekstrak Q. amara, Q. indica, dan T. vogelii terhadap larva C. pavonana dengan metode residu pada daun
Jenis ekstraka a ± GBb b ± GBb LC50 (SK 95%)b (%) LC95 (SK 95%)b (%) Q. amara - Instar II - Instar II+III 0.71 ± 0.11 0.76 ± 0.11 3.33 ± 0.32 2.76 ± 0.29 0.62 (0.49 - 0.86) 0.53 (0.41 - 0.73) 1.92 (1.21 - 6.29) 2.09 (1.23 - 8.58) Q. indica - Instar II - Instar II+III 0.43 ± 0.94 0.57 ± 0.96 2.73 ± 0.23 2.95 ± 0.29 0.70 (0.63 - 0.79) 0.64 (0.53 - 0.80) 2.78 (2.11 - 4.25) 2.31 (1.55 - 5.09) T. vogelii - Instar II - Instar II+III 7. 22 ± 0.60 7.06 ± 0.60 6.69 ± 0.55 6.45 ± 0.54 0.08 (0.07 - 0.09) 0.08 (0.06 - 0.09) 0.15 (0.11 - 0.31) 0.14 (0.11 - 0.27) a
Mortalitas larva pada pengamatan larva instar II- III dan II-IV untuk masing-masing ekstrak. b
a = intersep regresi probit, b = kemiringan regresi probit, GB = galat baku, SK = selang kepercayaan.
Berdasarkan LC50, ekstrak T. vogelii lebih toksik terhadap larva C. pavonana instar II sebesar 7.8 kali daripada ekstrak Q. amara dan 8.8 kali
daripada ekstrak Q. indica. Ekstrak Q. amara juga lebih toksik 1.3 kali daripada ekstrak Q. indica. Pada taraf LC95, ekstrak T. vogelii lebih toksik daripada ekstrak
35
Q. amara dan Q. indica masing-masing sebesar 12.8 kali dan 18.5 kali, sedangkan ekstrak Q. amara lebih toksik 1.4 kali daripada ekstrak Q. indica. Berdasarkan mortalitas larva instar II+III, ekstrak T. vogelii lebih toksik dibandingkan ekstrak Q. amara dan Q. indica masing-masing 6.6 kali dan 8 kali pada taraf LC50. Pola toksisitas tersebut juga sama pada LC95 yaitu ekstrak T. vogelii lebih toksik daripada ekstrak dua spesies Simaroubaceae tersebut masing-masing 4.9 kali dan
16.5 kali, sedangkan ekstrak Q. amara lebih toksik 1.1 kali daripada ekstrak Q. indica.
Lama Perkembangan Larva
Umumnya ekstrak tumbuhan yang diuji dapat memperpanjang waktu perkembangan larva C. pavonana dari instar II ke instar selanjutnya jika
dibandingkan dengan kontrol (Tabel 7). Waktu yang dibutuhkan larva C. povonana dari instar II untuk berkembang menjadi instar III dan IV lebih lama
pada perlakuan ekstrak T. vogelii daripada perlakuan ekstrak Q. amara dan Q. indica. Pada perlakuan ekstrak T. vogelii, waktu yang dibutuhkan larva C. pavonana instar II menjadi instar III berkisar 3.8-6.0 hari, sedangkan dari
instar II menjadi instar IV berkisar 6.0-10 hari dibandingkan dengan kontrol yang hanya berkisar 2.0-4.0 hari. Perkembangan larva C. pavonana pada konsentrasi 0.05%-0.13% masing-masing saling berbeda nyata dan berbeda juga dengan kontrol baik dariinstar II ke III maupun dari instar II ke IV. Sementara itu pada konsentrasi 0.25% dan 0.18% larva C. pavonana tidak berhasil mencapai instar III karena semua larva mati pada instar II.
Pada perlakuan ekstrak Q. amara, waktu yang dibutuhkan larva C. pavonana instar II menjadi instar III berkisar 3.7-5.9 hari dan instar II menjadi
instar IV berkisar 5.7-8.8 hari pada konsentrasi 0.20%-1%, sedangkan larva kontrol hanya membutuhkan waktu 2.0 dan 4.8 hari. Perkembangan larva instar II-III pada semua konsentrasi yang diuji berbeda nyata dengan kontrol. Lama perkembangan larva pada konsentrasi 1% berbeda nyata dengan konsentrasi lainnya, sedangkan pada konsentrasi 0.40%, 0.53%, dan 0.73% tidak terdapat perbedaan nyata di antara konsentrasi tersebut, namun lama perkembangan larva
36
pada ketiga konsentrasi tersebut berbeda nyata dengan konsentrasi 0.28% dan 0.20%. Pada konsentrasi 0.40%, 0.53%, dan 0.73%, waktu yang diperlukan larva C. pavonana instar II menjadi III berkisar 4.5-5.0 hari, sedangkan pada konsentrasi 0.2% dan 0.28% sekitar 3.7 hari.
Tabel 7 Pengaruh ekstrak Q. amara, Q. indica, dan T. vogelii pada konsentrasi yang berbeda terhadap perkembangan larva C. pavonana
Jenis ekstrak Konsentrasi (%)
Lama perkembangan larva (hari) ± SDa Instar II ke III Instar II ke IV Q. amara 1.00 5.9 ± 0.2 (11) a 8.3 ± 1.1 (9) a 0.73 5.1 ± 0.3 (41) b 8.2 ± 0.6 (35) a 0.53 4.8 ± 0.9 (41) b 7.6 ± 0.9 (37) ab 0.40 4.8 ± 0.1 (56) b 7.4 ± 0.7 (51) b 0.28 3.7 ± 0.5 (67) c 6.0 ± 0.2 (58) c 0.20 3.7 ± 0.4 (69) c 5.7 ± 0.4 (63) c Kontrol 2.0 ± 0.0 (69) c 4.3 ± 0.2 (75) d Q. indica 1.20 5.7 ± 0.7 (21) a 7.4 ± 0.4 (17) a 0.87 5.7 ± 0.4 (25) a 7.3 ± 0.4 (19) a 0.63 4.8 ± 0.1 (45) b 7.1 ± 0.3 (44) ab 0.48 4.7 ± 0.3 (53) bc 6.3 ± 0.6 (51) bc 0.33 4.3 ± 0.7 (61) bc 6.3 ± 0.6 (57) c 0.24 4.1 ± 0.5 (67) c 5.9 ± 0.4 (67) c Kontrol 2.4 ± 0.2 (75) d 4.7 ± 0.2 (74) d T. vogelii 0.25 0.0 ± 0.0 (0) f 0.0 ± 0.0 f 0.18 0.0 ± 0.0 (0) f 0.0 ± 0.0 f 0.13 6.0 ± 0.0 (1) a 10.0 ± 0.0 (1) a 0.10 5.5 ± 0.3 (33) b 7.0 ± 0.0 (29) b 0.07 4.1 ± 0.2 (58) c 6.3 ± 0.5 (55) c 0.05 3.8 ± 0.3 (64) d 6.0 ± 0.9 (62) d Kontrol 2.0 ± 0.0 (75) e 4.1 ± 0.1 (75) e a
SD = standar deviasi. Rataan pada lajur yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan (α = 0.05). Angka dalam kurung menunjukkan jumlah larva yang bertahan hidup.
37
Perkembangan larva instar II-IV pada konsentrasi ≥ 0.53% tidak berbeda nyata di antara konsntrasi tersebut. Selain itu, lama perkembangan larva pada konsentrasi 0.53% juga tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 0.40%, namun lama perkembangan larva pada konsentrasi 0.40% berbeda nyata dengan konsentrasi 0.73% dan 1%; sedangkan pada konsentrasi 0.28% dan 0.20% pola perkembangan larva sama seperti larva instar II-III. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa ekstrak kulit batang Q. amara pada konsentrasi ≥ 0.53% dapat memperpanjang waktu perkembangan larva dari instar II-IV sekitar 3-4 hari dibandingkan dengan larva kontrol, sedangkan pada konsentrasi 0.20% dan 0.28% selama 1.44-1.73 hari.
Lama perkembangan larva C. pavonana instar II-III yang diberi perlakuan ekstrak Q. indica berkisar 4.1-5.7 hari, sedangkan instar II-IV berkisar 5.7-7.4 hari. Sama seperti kedua ekstrak sebelumnya, lama perkembangan larva pada semua konsentrasi berbeda nyata dengan kontrol. Pada konsentrasi 0.87% dan 1.20% lama perkembangan larva C. pavonana instar II menjadi instar III berkisar 5.7-5.7 hari, sedangkan pada konsentrasi 0.24%-0.63% berkisar 4.1-4.8 hari. Lama perkembangan larva kontrol sekitar 2.4 hari. Pada konsentrasi 1.20%, 0.87%, dan 0.63% lama perkembangan larva instar II menjadi instar IV sekitar 7.1-7.4 hari. Lama perkembangan larva di antara perlakuan dengan tiga konsentrasi tersebut tidak berbeda nyata dan ketiganya berbeda dengan dua konsentrasi terendah. Efek lama perkembangan larva oleh sediaan insektisida nabati dari tanaman famili Simaroubaceae juga dilaporkan oleh Lina et al. (2010), yaitu ekstrak metanol buah B. javanica dapat menghambat perkembangan larva instar II dan II+III masing-masing 3.4-5.1 hari dan 5.7-6.3 hari pada konsentrasi 0.15%-0.55%.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikemukakan bahwa ekstrak T. vogelii, Q. amara, dan Q. indica mengandung senyawa metabolit sekunder
yang dapat mengganggu proses fisiologi yang terkait dengan perkembangan larva C. pavonana. Serangga uji yang menyerap senyawa asing di dalam tubuhnya akan mendetoksifikasi senyawa-senyawa tersebut, namun sebagai kompensasinya waktu perkembangannya lebih lama daripada keadaan normal. Selain itu, secara
38
fisik ada individu-individu yang ukurannya lebih kecil daripada larva kontrol tetapi ada juga yang sama seperti larva kontrol. Individu yang abnormal kemungkinan sangat kecil untuk bertumbuh dan berkembang menjadi fase berikutnya atau akan mengalami kematian. Dengan demikian hal ini secara tidak langsung akan mengurangi populasi pada fase berikutnya.
Bioaktivitas Campuran Dua Ekstrak Tumbuhan terhadap Larva C. pavonana
Penghambatan Aktivitas Makan (Antifeedant)
Campuran ekstrak T. vogelii + Q. amara (perbandingan konsentrasi 1:4) dan ekstrak T. vogelii + Q. indica (perbandingan konsentrasi 1:4.8) menunjukkan penghambatan aktivitas makan (PAM) yang kuat terhadap larva C. pavonana (Tabel 8). Campuran ekstrak T. vogelii + Q. amara memiliki efek PAM terhadap
larva C. pavonana yang lebih kuat dibandingkan dengan campuran ekstrak T. vogelii + Q. indica. Efek PAM campuran ekstrak T. vogelii + Q. amara
berkisar 83.5%-98.0%, sedangkan campuran ekstrak T. vogelii + Q. indica berkisar 92.4%-98.5%. Efek PAM campuran ekstrak T. vogelii + Q. amara pada konsentrasi 0.25% berbeda nyata dengan lima konsentrasi lainnya, sedangkan efek PAM pada konsentrasi 0.18% dan 0.13% tidak menunjukkan adanya perbedaan. Hal yang sama juga terjadi pada konsentrasi 0.10% dan 0.07%. Penghambatan
aktivitas makan oleh campuran ekstrak T. vogelii + Q. indica terhadap larva C. pavonana tidak berbeda nyata pada konsentrasi 0.29%-0.73%, sedangkan efek
PAM pada konsentrasi terendah (0.15%) berbeda nyata dengan konsentrasi lainnya.
Dua jenis campuran ekstrak tersebut memiliki aktivitas antifeedant yang kuat terhadap larva C. pavonana. Ada kemungkinan senyawa-senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak campuran tersebut memiliki sifat sinergis atau meningkatkan senyawa-senyawa aktif yang bersifat deterrent. Senyawa-senyawa beracun atau deterrent yang terkandung dalam campuran tersebut dikenal oleh indera gustatory larva C. pavonana sehingga salah satu bentuk respons adalah menghindar dari pakan yang diberikan dan atau menghentikan aktivitas makan sementara atau tidak mengonsumsi pakan yang diberikan. Perilaku ini terlihat
39
pada konsentrasi ≥ 0.1%, yaitu larva mulai mengelompok pada permukaan tutup cawan petri. Hummelbrunner & Isman (2001) menyatakan bahwa pencampuran beberapa jenis senyawa aktif ekstrak tumbuhan dapat meningkatkan efek deterrent terhadap serangga uji. Misalnya, perlakuan dengan campuran trans-anetol + timol dan trans-anetol + α-terpinol (perbandingan 1:1) pada LD50 luas daun yang dimakan larva S. litura masing-masing 66.8 cm2 dan 94.59 cm2 lebih sedikit dibandingkan perlakuan senyawa tunggal berturut trans-anetol (103.1 cm2), timol (85.6 cm2), dan α-terpinol (130.1 cm2).
Tabel 8 Penghambatan aktivitas makan pada larva C. pavonana akibat perlakuan dengan dua jenis campuran ekstrak tumbuhan
Jenis ekstrak campuran Konsentrasi (%) Rerata PAM ± SD(%)a T. vogelii + Q. amara 0.25 98.0 ± 0.6 a 0.18 95.6 ± 2.1 b 0.13 95.2 ± 1.8 b 0.10 92.9 ± 0.7 c 0.07 90.7 ± 1.7 c 0.05 83.5 ± 3.6 d T. vogelii + Q. indica 0.73 98.7 ± 0.5 a 0.50 97.7 ± 0.4 a 0.38 96.4 ± 1.0 ab 0.29 94.7 ± 1.0 ab 0.21 93.4 ± 1.4 b 0.15 92.4 ± 1.6 c a
SD = standar deviasi. Rataan pada lajur yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan (α = 0.05).
Mortalitas Larva
Mortalitas larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak T. vogelii + Q. amara lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberi perlakuan
campuran ekstrak T. vogelii + Q. indica. Perlakuan campuran ekstrak T. vogelii + Q. amara pada konsentrasi terendah (0.05%) telah mengakibatkan kematian larva C. pavonana ≥ 50%. Sementara pada perlakuan campuran ekstrak T. vogelii +
40
Q. indica, mortalitas larva baru mencapai ≥ 65% pada konsentrasi ≥ 0.21%, sedangkan pada konsentrasi terendah (0.15%) kematian larva C. pavonana sebesar 40% (Tabel 9).
Sama seperti pada pengujian ekstrak secara terpisah, mortalitas larva akibat perlakuan dengan campuran ekstrak lebih banyak terjadi pada larva instar II
daripada instar III. Pada konsentrasi ≥ 0.07%, campuran ekstrak T. vogelii + Q. amara mengakibatkan kematian larva instar II sebesar 50%-100%, sedangkan
pada konsentrasi terendah (0.05%) mortalitas larva instar II sebesar 48%. Berbeda dengan campuran ekstrak T. vogelii + Q. indica, mortalitas larva instar II berkisar 65%-100% pada konsentrasi ≥ 0.21% dan pada konsentrasi terendah sebesar 40%. Sementara mortalitas larva instar III tidak mencapai 4% pada perlakuan dengan kedua jenis campuran ekstrak tersebut.
Tabel 9 Pengaruh dua jenis campuran ekstrak tumbuhan pada konsentrasi berbeda terhadap mortalitas larva C. pavonana
Jenis ekstrak campuran Konsentrasi (%)
Mortalitas larva (%) Instar II Instar III Instar
II+III T. vogelii + Q. amara 0.25 100.0 0.0 100.0 0.18 98.7 0.0 98.7 0.13 94.7 0.0 94.7 0.10 84.0 0.0 84.0 0.07 58.7 1.3 60.0 0.05 48.0 2.7 50.7 Kontrol 0.0 0.0 0.0 T. vogelii + Q. indica 0.73 100.0 0.0 100.0 0.50 94.7 0.0 94.7 0.38 85.3 2.7 88.0 0.29 67.0 0.0 67.0 0.21 65.3 1.3 66.6 0.15 40.6 1.3 41.9 Kontrol 0.0 0.0 0.0
41
Perkembangan mortalitas larva C. pavonana yang diberi perlakuan campuran ekstrak T. vogelii + Q. amara dan ekstrak T. vogelii + Q. indica menunjukkan pola yang serupa (Gambar 4). Mortalitas larva mulai terjadi sejak hari pertama setelah perlakuan dan meningkat secara nyata pada hari kedua dan ketiga, sedangkan pada hari keempat dan seterusnya hanya terjadi sedikit peningkatan mortalitas atau tingkat mortalitas sudah konstan.
Pada pengujian campuran ekstrak T. vogelii + Q. amara, mortalitas larva C. pavonana lebih banyak ditemukan pada konsentrasi 0.25%, kemudian diikuti
pada konsentrasi 0.18% dan 0.13% pada hari pertama dan kedua setelah perlakuan. A B 0 20 40 60 80 100 1 3 5 7 9 Mo rta li tas (%) Waktu pengamatan (HSP) 0.25% 0.18% 0.13% 0.10% 0.07% 0.05% Kontrol 0 20 40 60 80 100 1 3 5 7 9 Mortalitas (%) Waktu pengamatan (HSP) 0.73% 0.52% 0.38% 0.29% 0.21% 0.15% Kontrol
42
Gambar 4 Perkembangan mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan campuran ekstrak T. vogelii + Q. amara (A) dan campuran ekstrak T. vogelii + Q. indica (B).
Mortalitas larva C. pavonana yang diberi perlakuan ekstrak campuran T. vogelii + Q. indica pada hari pertama tidak sebesar yang ditemukan pada
perlakuan campuran ekstrak T. vogelii + Q. amara. Pada hari pertama, mortalitas larva C. pavonana hanya mencapai 20% pada konsentrasi tertinggi (0.73%). Mulai hari kedua dan ketiga mortalitas larva meningkat secara nyata pada semua konsentrasi. Pada konsentrasi 0.73%, mortalitas larva telah mencapai 100% pada hari ketiga setelah perlakuan, sedangkan pada konsentrasi 0.50% dan 0.38% mortalitas masing-masing sebesar 89% dan 84%. Sementara pada konsentrasi lainnya mortalitas berkisar 36%-62%. Peningkatan mortalitas masih terus berlangsung pada hari keempat sampai akhir pengamatan walaupun tidak sebesar pada hari ke-2 dan ke-3; dan pada beberapa konsentrasi tidak terjadi lagi peningkatan mortalitas sampai akhir pengamatan.
Hasil analisis probit menunjukkan bahwa campuran ekstrak T. vogelii + Q. amara lebih toksik dibandingkan dengan campuran ekstrak T. vogelii + Q. indica baik pada taraf LC50 maupun LC95. Nilai LC50 dan LC95 campuran ekstrak T. vogelii + Q. amara masing-masing 0.06% dan 0.14% (instar II) serta 0.05% dan 0.15% (instar II+III), sedangkan nilai LC50 dan LC95 campuran ekstrak T. vogelii + Q. indica adalah 0.18% dan 0.54% untuk mortalitas instar II serta 0.18% dan 0.53% untuk mortalitas larva instar II+III (Tabel 10). Artinya campuran ekstrak T. vogelii + Q. amara lebih toksik terhadap larva C. pavonana instar II sebesar 3 kali dan 3.9 kali daripada campuran ekstrak T. vogelii + Q. indica pada taraf LC50 dan LC95, sedangkan berdasarkan mortalitas larva instar II+III campuran ekstrak T. vogelii + Q. amara lebih toksik 3 kali (LC50) dan 3.86 kali (LC95) dibandingkan dengan campuran ekstrak T. vogelii + Q. indica.
Berdasarkan LC50 dan LC95 terhadap larva instar II C. pavonana, campuran
ekstrak T. vogelii + Q. amara lebih toksik 1.3 kali dan 1.1 kali daripada ekstrak T. vogelii serta lebih toksik 10.3 kali dan 13.7 kali daripada ekstrak Q. amara,
43
campuran ekstrak T. vogelii + Q. amara lebih toksik 1.6 kali dan 1 kali daripada
ekstrak T. vogelii serta lebih toksik 10.6 kali dan 14.9 kali daripada ekstrak Q. amara. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa campuran ekstrak T. vogelii + Q. amara lebih aktif terhadap larva C. pavonana dibandingkan
dengan campuran ekstrak T. vogelii + Q. indica serta ekstrak T. vogelii dan Q. amara secara terpisah.
Berdasarkan nilai indeks kombinasi (IK), campuran ekstrak T. vogelii + Q. amara memiliki aktivitas insektisida lebih tinggi dibandingkan dengan
campuran ekstrak T. vogelii + Q. indica. Nilai IK LC50 campuran ekstrak T. vogelii + Q. amara dan ekstrak T. vogelii + Q. indica terhadap mortalitas larva
instar II masing-masing 0.42 dan 0.69, sedangkan IK LC50 terhadap mortalitas
larva instar II+III masing-masing 0.47 dan 0.71. IK LC95 campuaran ekstrak T. vogelii + Q. amara terhadap mortalitas larva instar II dan II+III masing-masing
0.31 dan 0.35, sedangkan pada campuran ekstrak T. vogelii + Q. indica berturut-turut 0.88 dan 0.91 (Tabel 11).
Tabel 10 Penduga parameter toksisitas dua jenis campuran ekstrak tumbuhan terhadap larva C. pavonana dengan metode residu pada daun. Jenis ekstrak campuran a ± GB a) b ± GB a) LC50 (SK 95%) a) (%) LC95 (SK 95%) a) (%) T. vogelii + Q. amara - Instar II 5.17 ± 0.51 4.12 ± 0.46 0.06 (0.05 - 0.06) 0.14 (0.12 - 0.17) - Instar II + III 5.17 ± 0.51 4.13 ± 0.46 0.05 (0.05 - 0.06) 0.14 (0.12 - 0.16) T. vogelii + Q. indica - Instar II 2.56 ± 0.22 3.49 ± 0.36 0.18 (0.14 - 0.21) 0.54 (0.43 - 0.82) - Instar II + III 2.57 ± 0.22 3.45 ± 0.36 0.18 (0.13 - 0.21) 0.54 (0.42 - 0.85) a
a = intersep regresi probit. b = kemiringan regresi probit. GB = galat baku. SK = selang kepercayaan.
44
Berdasarkan IK LC50, campuran ekstrak T. vogelii + Q. amara dan ekstrak T. vogelii + Q. amara memiliki sifat interaksi sinergistik terhadap mortalitas larva C. pavonana instar II dan II+III. Berdasarkan IK LC95, interaksi komponen campuran ekstrak T. vogelii + Q. amara bersifat sinergistik, sedangkan interaksi campuran ekstrak T. vogelii + Q. indica bersifat aditif terhadap mortalitas larva instar II dan II+III. Sifat interaksi sinergistik kemungkinan disebabkan adanya senyawa metabolit sekunder di dalam campuran ekstrak yang dapat meningkatkan daya efikasi terhadap larva C. pavonana. Selain itu aktivitas senyawa aktif pada bagian sasaran yang berbeda secara bersamaan dapat mengakibatkan pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan aktivitas senyawa aktif secara terpisah.
Tabel 11 Sifat aktivitas dua jenis campuran ekstrak tumbuhan terhadap larva C. pavonana
Jenis ekstrak
campuran Mortalitasa
Indeks kombinasi Sifat interaksi LC50 LC95 LC50 LC95 T. vogelii +