• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

4. Volume Perdagangan ( Trading Volume )

Kinerja suatu saham dapat diukur dengan volume perdagangannya. Semakin sering saham tersebut diperdagangkan mengindikasikan bahwa saham tersebut aktif dan diminati oleh para investor. Volume perdagangan saham adalah banyaknya lembaran saham suatu emiten yang diperjualbelikan di pasar modal setiap hari dengan tingkat harga yang disepakati oleh pihak penjual dan pembeli saham. Volume perdagangan ini seringkali dijadikan tolok ukur (benchmark) untuk mempelajari informasi dan dampak dari berbagai kejadian.

Aktivitas volume perdagangan digunakan untuk melihat penilaian suatu informasi oleh investor individual dalam arti informasi tersebut membuat suatu keputusan perdagangan atau tidak. Hal ini berkaitan dengan salah satu motivasi investor dalam melakukan transaksi jual beli saham yaitu penghasilan yang berkaitan dengan capital gain. Volume perdagangan yang kecil menunjukkan investor yang sedikit atau kurang tertarik dalam melakukan investasi di pasar sekunder, sedangkan volume

14

yang besar menunjukkan banyaknya investor dan banyaknya minat untuk melakukan transaksi jual dan beli saham.

5. Inflasi

Inflasi adalah kecenderungan dari harga umum untuk naik secara terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas dan mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lainnya (Boediono, 1999: 155). Secara luas inflasi dapat dikatakan sebagai kenaikan harga yang terus menerus sehingga mengakibatkan daya beli dari masyarakat pun menjadi menurun, hal ini disebabkan karena jumlah uang yang ada di tangan masyarakat tidak sebanding dengan tingkat kenaikan harga yang terjadi.

Dari pengertian tersebut jelas terungkap bahwa dengan kenaikan harga-harga (inflasi) dapat mengakibatkan nilai uang yang ada menjadi turun (devaluasi), sehingga berdampak pada tingkat konsumsi masyarakat. Selain itu, Inflasi adalah suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomi. Selain itu, Inflasi dalam buku makroekonomi di terangkan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga (Sukirno, 2002;15). Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain (Boediono, 2000). Tingkat inflasi (prosentase pertambahan kenaikan harga) berbeda dari suatu periode satu ke periode lainnya, dan berbeda pula dari satu negara ke

15

negara lainnya (Sukirno, 2003:15). Kenaikan harga ini dapat diukur dengan menggunakan indeks harga. Beberapa indeks harga yang sering digunakan untuk mengukur inflasi antara lain: indeks biaya hidup atau Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index), indeks harga perdagangan besar (Wholesale Price Index), GNP deflator.

Sedangkan dalam buku Case dan Fair (2007:212) menjelaskan inflasi sebagai suatu variabel ekonomi makro yang dapat sekaligus menguntungkan dan merugikan suatu perusahaan, namun pada dasarnya inflasi yang tinggi tidak disukai oleh para pelaku pasar modal karena akan meningkatkan biaya produksi.

Pengertian-pengertian tersebut sangatlah sejalan dengan pengertian inflasi yang disebutkan pula oleh Bank Indonesia, BI mendefinisikan inflasi adalah kecenderungan harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, terdapat kesamaan persepsi mengenai Inflasi, bahwa yang disebut dengan inflasi adalah suatu kenaikan harga-harga yang terjadi secara umum, artinya terjadi pada semua jenis barang dan juga terjadi secara meluas, yang berarti bahwa kenaikan harga-harga tersebut tidak hanya terjadi di suatu daerah saja, tetapi berdampak pada seluruh daerah yang ada di wilayah negara.

16 1. Jenis-Jenis Inflasi.

a. Ditinjau Dari Parah Tidaknya suatu Inflasi.

Apabila dilihat dari skala parah atau tidaknya Inflasi tersebut, maka dapat dilihat sebagai berikut :

1. Inflasi ringan dengan skala Inflasi sebesar < 10 persen / tahun. 2. Inflasi sedang dengan skala Inflasi sebesar 10 – 30 persen / tahun. 3. Inflasi berat dengan skala Inflasi sebesar 30 – 100 persen / tahun. 4. Hiperinflasi dengan skala Inflasi sebesar > 100 persen / tahun.

b. Ditinjau dari Asal Inflasi.

Dilihat dari asal inflasi maka dapat diketahui bahwa inflasi tersebut berasal dari dalam negeri dan juga berasal dari luar negeri atau yang lebih dikenal dengan sebutan Imported Inflation. Inflasi yang berasal dari dalam negeri atau disebut Domestic Inflation

adalah inflasi yang terjadi karena kenaikan harga akibat adanya kondisi shock dari dalam negeri baik karena perilaku masyarakat maupun pemerintah yang mengakibatkan kenaikan harga.

Sedangkan, untuk Inflasi yang berasal dari luar negeri atau yang disebut dengan Imported Inflation merupakan suatu kenaikan harga yang diakibatkan karena kenaikan harga-harga dari barang-barang yang diimpor, sehingga akan mengakibatkan tekanan terhadap harga dalam negeri.

17

Sedangkan berdasarkan Bank Indonesia dalam kerangka kebijakan moneter yang baru disebutkan bahwa inflasi terjadi dikarenakan adanya tekanan dari sisi supply (cost push Inflation), dari sisi demand (demand pull Inflation), dan juga dari ekspektasi inflasi. (Bank Indonesia dalam

Inflation Targeting Framework).

Cost push Inflation atau inflasi yang berasal dari sisi penawaran dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered prices), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya jalur distribusi.

Untuk inflasi yang terjadi dari sisi penawaran ini, biasanya tidak bisa langsung tersentuh oleh kebijakan moneter Bank Indonesia. Hal ini disebabkan karena sisi penawaran dipengaruhi oleh faktor-faktor luar yang tidak bisa dikendalikan oleh Bank Indonesia.

Demand pull Inflation atau inflasi yang berasal dari sisi permintaan adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregat demand) lebih besar daripada kapasitas perekonomian.

Inflasi yang berasal dari sisi permintaan ini bisa dikendalikan oleh kebijakan Bank Indonesia, dengan cara mengendalikan tingkat permintaan atas suatu barang dengan menggunakan instrumen kebijakan moneter, dan diantaranya adalah dengan jalur suku bunga atau BI Rate. Yang terakhir

18

faktor penyebab inflasi menurut Bank indonesia adalah karena adanya ekspektasi Inflasi, Ekspektasi inflasi adalah inflasi yang timbul karena perilaku masyarakat dan perilaku ekonomi apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking.

Ekspektasi inflasi ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal dan tahun baru) dan penentuan Upah Minimum Regional (UMR).

6. Dividen

Dividen menurut Weston dan Copeland (Rodoni) adalah keuntungan perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas yang diberikan kepada para pemegang saham. Besarnya dividen yang diberikan ditentukan dalam rapat pemegang saham yang dinyatakan dalam suatu jumlah persentase (%) tertentu atas nilai nominal saham dan bukan atas nilai pasarnya.

Kebijakan dividen adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam keputusan pendanaan perusahaan. Kebijakan perusahaan membagikan dividen kepada para investor adalah kebijakan yang sangat penting. Kebijakan pembagian dividen (dividend policy) tidak saja membagikan keuntungan yang diperoleh perusahaan kepada para investor tetapi harus selalu diikuti dengan pertimbangan adanya kesempatan investasi kembali (reinvesment). Apabila dividen dibayarkan secara tunai makin meningkat, maka semakin sedikit dana yang tersedia untuk reinvestasi. Hal ini

19

menyebabkan tingkat pertumbuhan dimasa mendatang menjadi rendah, sehingga akan menekan harga saham.

Ada dua asumsi yang mendasari kebijakan dividen (Bodie,et.al 2008) antara lain:

a. Kebijakan dividen pada perusahaan yang tidak sedang tumbuh (a low invesment rate plan). Pada perusahaan-perusahaan yang termasuk kategori ini mampu membayarkan dividen lebih tinggi pada awal periode, tetapi pertumbuhan dividen pada tahun-tahun berikutnya lebih rendah.

b. Kebijakan dividen pada perusahaan yang sedang tumbuh (a high reinvesment rate plan). Perusahaan-perusahaan yang sedang tumbuh akan memberikan dividen relatif rendah pada awalnya. Hal ini dikarenakan adanya rencana reinvestasi dari sebagian laba yang diperoleh untuk membiayai aktivitas ekspansi (reinvesment). Tetapi perusahaan-perusahaan yang termasuk kelompok perusahaan yang sedang tumbuh akan mampu menghasilkan tingkat pertumbuhan dividen yang lebih tinggi pada tahun-tahun berikutnya. Walaupun sebagian besar perusahaan kelompok ini mempertahankan rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) yang tetap. Namun pertumbuhan laba yang lebih besar akhirnya memberikan dividen lebih besar.

Beberapa faktor yang mempengaruhi penetapan kebijakan dividen pada perusahaan, Weston dan Brigham (Rodoni):

20 1. Peraturan hukum,

2. Posisi likuiditas,

3. Perlunya membayar kembali pinjaman, 4. Keterbatasan karena kontrak hutang, 5. Tingkat perluasan perusahaan,

6. Tingkat keuntungan(tingkat hasil pengembalian atas aktiva yang diharapkan),

7. Stabilitas perusahaan,

8. Kemampuan memasuki pasar modal, 9. Kontrol,

10. Kedudukan pajak para pemegang saham,

11. Pajak atas penghasilan yang diperoleh dengan tidak wajar, 12. Tingkat inflasi.

Kebijakan dividen penting karena ada dua alasan yaitu pertama, pembayaran dividen akan mempengaruhi harga saham, dengan demikian akan berpengaruh juga dengan perdagangan saham. Kedua, pendapatan yang ditahan (retained earning) biasanya merupakan sumber tambahan modal sendiri (equity capital) yang terbesar dan terpenting untuk pertumbuhan perusahaan (Fajrihan,2010).

Menurut Brigham dan Gapenski (Rodoni) tiap perubahan dalam kebijakan pembayaran dividen akan memiliki dua dampak yang berlawanan yaitu apabila akan dibayarkan semua, maka keputusan

21

cadangan terabaikan dan sebaliknya apabila laba akan ditahan semua kepentingan pemegang saham akan uang kas terabaikan. Untuk menjaga kedua kepentingan tersebut, maka manajer dapat menempuh kebijakan yang optimal. Kebijakan dividen optimal merupakan kebijakan yang menciptakan keseimbangan antara dividen saat ini dan pertumbuhan dimasa yang akan datang, sehingga dapat memaksimumkan laba dan mempengaruhi nilai perusahaan.

Dengan demikian kebijakan dividen yang diambil perusahaan berkaitan dengan tujuan utama pembuatan keputusan keuangan yaitu memaksimalkan nilai ( harga ) saham umum perusahaan.

Dokumen terkait