• Tidak ada hasil yang ditemukan

Vulkanisasi adalah proses kimia yang bersifat tidak dapat balik (irreversible) dengan menggunakan bahan pemvulkanisasi, seperti sulfur, bahan yang mengandung sulfur, dan peroksida organik. Tujuan utama dari proses ini adalah membentuk ikatan silang pada molekul karet yang fleksibel,

sehingga menghasilkan jaringan tiga dimensi dan mengubah sifat karet mentah yang rapuh dan plastis menjadi produk yang lebih kuat. Proses vulkanisasi karet biasanya melibatkan pemanasan karet pada suhu 100-180oC dengan bahan pemvulkanisasi, bahan pencepat (accelerator) dan bahan penggiat (activator) (Craig, 1969).

Vulkanisasi kompon dapat mengubah kompon menjadi barang jadi yang memiliki sifat-sifat mekanik, fisika, maupun kimia yang relatif baik seperti dalam hal tegangan tarik, ketahanan kikis, daya pantul, dan ketahanan terhadap pengaruh lingkungan (Maspanger, 2002). Vulkanisasi karet alam dilakukan untuk mengatasi sifat alami karet alam yang mudah rapuh pada suhu dingin dan lunak pada suhu panas. Melalui proses vulkanisasi, produk karet menjadi lebih fleksibel, stabil terhadap perubahan suhu, serta daya tahan dan penggunaan karet alam semakin meningkat (Morton, 1959).

Menurut Coran (1978), vulkanisasi merupakan proses yang melibatkan pembentukan jaringan molekuler melalui ikatan kimia dari rantai-rantai molekul bebas. Proses ini akan meningkatkan kemampuan karet untuk kembali ke bentuk semula setelah dikenai gaya mekanik. Vulkanisasi dengan demikian adalah reaksi intermolekuler yang meningkatkan elastisitas karet serta mengurangi sifat plastisitasnya. Pada dasarnya sistem vulkanisasi terdiri dari dua macam, yaitu sistem vulkanisasi dengan sulfur dan bukan sulfur.

Sulfur merupakan bahan pemvulkanisasi pertama dan paling sering digunakan untuk vulkanisasi karet alam. Konsentrasi sulfur yang ditambahkan umumnya adalah 8 bagian per seratus bobot karet (bsk) dengan lama vulkanisasi 5 jam pada suhu 140oC. Penambahan seng oksida (ZnO) akan mempersingkat waktu vulkanisasi menjadi 3 jam, sedangkan penggunaan bahan pencepat (accelerator) dalam konsentrasi kurang dari 0.5 bsk dapat mempersingkat waktu sebanyak 2-5 menit (Coran, 1978).

Flint (1955), menjelaskan dari awal mula faktis terbentuk. Minyak sebagai bahan baku merupakan trigliserida yang tersusun dari tiga asam lemak tidak jenuh, yang dapat dilambangkan sebagai R1, R2, dan R3. Sebagai contoh, pada minyak kanola (rapeseed oil) dua dari tiga rantai asam lemak bersifat identik, yaitu terdiri dari 2 rantai asam erukat dan 1 rantai asam oleat. Menurut

Clark (1962), trigliserida merupakan hasil reaksi antara gliserol dengan tiga molekul asam lemak yang sama atau berbeda jenisnya. Selanjutnya Flint (1955) menyatakan bahwa secara umum trgiliserida pada suatu minyak dilambangkan sebagai E (karena struktur molekulnya mirip dengan huruf E) (Gambar 4a). Akan tetapi, jika bentuk molekul umum ini disesuaikan pada model atom sesungguhnya bentuk umum ini tidak dapat membentuk faktis. Oleh karena itu, asam lemak tidak jenuh dari trigliserida yang memiliki rantai karbon dengan panjang yang berbeda (R3) akan berputar ke posisi perpanjangan R2, sehingga terbentuk posisi yang sering disebut dengan tuning

fork (fenomena garpu berputar) seperti yang terlihat pada Gambar 4b. Bentuk

molekul seperti garpu ini (tuning fork) rata (flat) dan seperti terhampar pada suatu bidang.

(a) (b)

Gambar 4. Molekul Trigliserida Bentuk “E” (a) dan “Tuning Fork” (Garpu) (b) (Flint, 1955)

Selanjutnya Flint (1955), menjelaskan bahwa ketika minyak mengalami proses vulkanisasi (Gambar 5a) maka dua buah asam lemak tidak jenuh dari trigliserida yang memiliki rantai karbon dengan panjang yang sama (R1 dan R2) akan cenderung membentuk ikatan dengan sulfur yang ditambahkan. Ikatan ini disebut sebagai ikatan intramolekul, yaitu ikatan antara sulfur dengan rantai karbon tak jenuh pada asam lemak lain dalam suatu trigliserida yang dihasilkan dari pemutusan ikatan rangkap pada trigliserida. Proses terbentuknya ikatan intramolekul dapat dilihat pada Gambar 5b. Selain itu,

sulfur yang ditambahkan juga akan membentuk ikatan intermolekul yang merupakan bentuk ikatan sulfur dengan rantai karbon tak jenuh pada trigliserida lain dapat dilihat pada Gambar 5c. Proses ini juga mengakibatkan penggabungan dua trigliserida yang telah berbentuk seperti garpu tersebut dengan model penggabungan ekor ke ekor (tail to tail) disebut juga dengan

double tuning fork, sehingga terbentuk unit dasar dari minyak vulkanisasi

yang berbentuk bidang datar (flat planar) seperti jembatan yang tediri dari tiga blok/persegi panjang. Proses penggabungan dari dua trigliserida secara tail to

tail atau double tuning fork dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 5. Reaksi Vulkanisasi Karbon-Sulfur (a), Ikatan Intramolekul (b), dan Ikatan Intermolekul (c) (Flint, 1955)

Gambar 6. Proses Penggabungan Dua Trigliserida Secara Tail to Tail atau

Double Tuning Fork (Flint, 1955)

Proses penggabungan secara terus-menerus dari banyak trigliserida minyak yang telah mengalami tuning fork akan membentuk susunan persegi panjang yang bertumpuk. Ikatan sulfur dengan karbon ada yang berupa ikatan monosulfida dan ada pula yang disulfida. Jika beberapa molekul yang mempunyai ikatan sulfur dan karbon di dalamnya, baik ikatan monosulfida

maupun disulfida digabungkan maka akan terbentuk suatu makromolekul yang sangat kompleks (Flint, 1955). Tipe susunan unit pokok faktis tercantum pada Gambar 7.

(a)

(b)

Gambar 7. Tipe Susunan Unit Pokok Faktis: (a) Bata dalam dinding (Bricks in a Wall) dan (b) Tumpukan Buku (Pile of Book) (Flint, 1955)

Struktur molekul faktis gelap menyerupai susunan bata dalam dinding (bricks in a wall) atau tumpukan buku (pile of book) yang memanjang dengan bobot molekul sekitar 7000. Tiap unit bata atau buku digambarkan sebagai gabungan dua molekul trigliserida melalui ikatan mono atau disulfida. Struktur molekul seperti itu memungkinkan mudahnya terjadi sliding effect (di antara rantai molekul lurus) yang memberikan sifat pelumasan kering (dry

lubrication) serta bersifat berorientasi menyebar dan mengikat bahan-bahan

sewaktu dilakukan suatu proses pencampuran, sehingga mempermudah proses pencampuran dan mempercepat tercapainya homogenitas campuran (Flint, 1955).

Flint (1955), menyatakan bahwa diantara dua tipe struktur makromolekul, tipe susunan bata dalam dinding (bricks in a wall) akan menghasilkan struktur makromolekul yang lebih kuat. Bila kedua tipe struktur makromolekul ini terdapat dalam faktis, maka proporsi kedua tipe struktur inilah yang akan menentukan mutu faktis. Faktis dengan proporsi tipe struktur

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Dokumen terkait