• Tidak ada hasil yang ditemukan

Boleh dikatakan, kemunculan cabang Musabaqah Makalah Alquran merupakan bentuk transformasi kultural dalam dunia dakwah. Ia adalah jawaban kultural atas tradisi dakwah lisan yang selama ini berkembang di tubuh umat Islam. Dakwah yang diusung adalah dakwah dalam bentuk tulisan. Melalui cabang ini, peserta dituntut untuk mampu mengeksplorasi ayat demi ayat dalam Al-Quran sehingga ayat-ayat tersebut menjadi ―ada dan hidup‖ di tengah-tengah kehidupan masyarakat Muslim. Oleh karena itu, keberadaan cabang Musabaqah Makalah Alquran merupakan penyeimbang di antara cabang-cabang lain di even MTQ. Sehingga output dari kegiatan MTQ, kita akan menyaksikan masyarakat Muslim yang tidak hanya pandai mengalunkan ayat-ayat Al-Quran dengan merdu, tetapi mereka juga akan mendapatkan informasi penting makna ayat-ayat Al-Quran yang notabene sebagai panduan hidup dan kehidupan masyarakat Muslim.

Sebagai media lomba, MTQ seharusnya lebih besar dari sekedar perkara kalah-menang ini. Lebih dari sekedar arena adu pintar, adu cepat, adu cerdik, atau adu suara, MTQ adalah mozaik tempat berbagai warna meminta haknya untuk muncul ke permukaan. Dan, menerima semuanya dengan tangan-tangan keikhlasan adalah keindahan suci (sacred beauty) yang menakjubkan.

Jika dibuat ibarat, MTQ adalah kendaraan ruhani yang dapat dinaiki oleh siapa saja yang sedia untuk terlibat di dalamnya. Sebagai anak bontot dari keluarga besar MTQ, cabang Musabaqah Makalah Al-Quranmencoba memotret kehidupan

secara lebih full color. Lebih dari sekedar anggota kafilah MTQ, anak-anak muda yang tergabung di kereta cabang Menulis Kandungan Al-Quran, adalah para pejalan kehidupan. Mereka adalah para peniti jalan keabadian [sâlik] yang memilih cabang Musabaqah Makalah Al-Quransebagai kendaraan ruhaninya.

Sudah pasti, setiap perjalanan selalu saja digoda dengan pertanyaan: apa hasil akhirnya? Setelah lomba digelar, setelah berbagai tangga dijejak, setelah kata disusun, setelah keputusan diumumkan, lantas apa?

Sekaitan dengan itu, agar tidak terjengkang ke awang-awang oleh jerat hidup yang bernama kalah-menang, pada tempatnya kalau anak-anak muda cabang Musabaqah Makalah Al-Quranmelakukan semacam ‗lompatan iman‘. Secara sederhana, ‗lompatan iman‘ didefinisikan sebagai hasrat mendekati Tuhan dengan hasrat tak berbatas (passionate infinity). Dan, kita tahu, dengan gelora hasrat yang membakar sampai ke ubun-ubun, anak-anak muda cabang Musabaqah Makalah Al-Quran merumuskan ‗lompatan imannya‘ dengan cara melahirkan karya demi karya, sebagai cara untuk mendekati-Nya. ‗Lompatan iman‘ cabang Musabaqah Makalah Al-Quran adalah berlomba dengan hasrat untuk berkarya di dalam dan luar arena. ‗Lompatan iman‘ semacam ini dibutuhkan ketika kita berada di tengah ketiadaan bentuk (formlessness). Yakni, suatu kondisi di mana arena lomba akhirnya hanya berakhir di hadapan tembok gelap dan hampa. Tanpa nyawa.

Ketiadaan bentuk dalam lomba adalah situasi ketika lomba hanya berhenti sebagai lomba; ketika lomba hanya berhenti di ruang lomba; ketika lomba terbentur ke ruang kedap-makna, ketika lomba tak lagi punya tanda, hanya keriuhan sesaat saja. Setelah itu tidak ada apa-apa. Sungguh, tidak ada apa-apa.

Situasi ketiadaan bentuk adalah ketika aneka lomba digelar di sini dan di sana, tetapi tak jua bisa mendorong kita untuk melahirkan karya demi karya yang akan menjadi obor penerang perjalanan kita sendiri sebagai manusia.

Sudah waktunya kita memiliki keberanian diri untuk sampai pada suasana terjaga [Kanjeng Sunan Ampel menyebutnya sebagai situasi ilir-ilir –atau ngalilir dalam istilah Sunda]. Keberanian untuk siuman dari kultur obral-omong yang hanya bikin lena, untuk kemudian mati menguap di cakrawala. Belum terlalu terlambat bagi kita untuk memiliki keberanian melepaskan diri dari keriuhan budaya hampa-karya.

Jika boleh, buku-buku buah karya para peserta cabang Musabaqah Makalah Al-Quran adalah tanda cinta mereka untuk kita semua. Ya, untuk kita semua. Termasuk Anda, kenapa tidak. Karenanya, karya ini bisa dinikmati, diapresiasi oleh siapa saja, kapan saja, di mana saja. Lebih dari semuanya, karya sederhana ini akan menjadi tanda yang amat sahih, bahwa mereka semua adalah para pemenang sesungguhnya: pemenang melawan budaya nirmakna, pemenang melawan kultur miskin karya, pemenang melawan kebiasaan tidak produktif dan leha-leha. Dan, lebih dari semuanya, mereka adalah pemenang atas diri mereka sendiri, tidak atas siapa-siapa. Kalau mau tahu, itulah yang disebut kesuksesan dalam arti yang sebenar-benarnya.

Karenanya, seluruh peserta cabang Musabaqah Makalah Al-Quran–tanpa kecuali— adalah para juara sejati yang dapat merayakan sukses setiap hari. Mereka adalah kumpulan manusia yang sedang belajar untuk sukses di perjalanan, sukses di tempat tujuan. Menikmati prosesnya, merayakan hasilnya. Tidak ada kekalahan, tidak ada kegagalan. Semua merayakan kemenangan. Meminjam istilah penyair legendaris Chairil Anwar, semuanya akan dicatat, semuanya dapat tempat.

Ketika sampai di titik ini, kesuksesan akan menjadi pengalaman sehari-hari yang mudah, murah, lagi pula meriah. Kesuksesan pun terasa lebih abadi dan berkah. Setiap saat para peserta cabang Musabaqah Makalah Al-Quran bisa bernyanyi riang:

di sini senang di sana senang

di mana-mana hatiku senang di MTQ menang di kehidupan menang di mana-mana aku menang

Nah, kalau sudah demikian keadaannya, adakah hidup yang lebih indah selain dari hidup sebagai rangkaian perayaan kesyukuran yang tak berkeputusan?

Tentang ini, ada baiknya, kita belajar berguru kepada pohon. Bagi Gede Prama, sang penutur kehidupan, pohon adalah guru kesuksesan. Karena, apa pun yang terjadi, ia memberi judul hidupnya sukses. Buktinya, pohon tidak pernah mengeluh. Dan bunga, ia tidak pernah gagal, karena begitu tugasnya berbagi wangi selesai, ia segera melakukan tugas berikutnya sebagai pupuk. Adapun air, ia bisa melewati apa saja, dari batu, kayu, atau pasir. Dengan kelenturan, bukankah air senantiasa sukses sampai ke tujuan? Lebih-lebih matahari: energinya seperti bertutur tentang sukses yang tak berkesudahan. Dan semuanya sukses tanpa pernah memilih, tanpa harus ada yang merasa tersisih.

BAB 3