BAB II Tinjauan Pustaka
1. Wajib Pajak
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan (Pasal 1 butir 2 UU KUP).
Wajib pajak dikelompokkan menjadi: a. Wajib pajak orang pribadi
c. Wajib pajak pemungut/pemungut.
Adapun hak dan kewajiban wajib pajak adalah sebagai berikut: a. Kewajiban wajib pajak
1) Mendaftarkan diri pada Direktorat Jenderal Pajak untuk mendapatkan NPWP.
2) Mengambil sendiri blanko SPT dan blanko perpajakan lainnya ditempat-tempat yang telah ditentukan oleh Dirjen Pajak.
3) Mengisi dan menyampaikan SPT dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya.
4) Bagi wajib pajak yang melakukan pembukuan untuk melengkapi SPT Tahunan dengan laporan keuangan berupa neraca dan perhitungan rugi laba.
Hal ini ditetapkan bahwa setiap wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha dan atau pekerjaan bebas di Indonesia harus mengadakan pembukuan.
Ketentuan-ketentuan dalam menyusun pembukuan adalah sebagai berikut:
(a) Harus diselenggarakan di Indonesia.
(b) Harus menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah, dalam bahasa Indonesia atau bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
(c) Harus disusun berdasarkan suatu sistem tertentu yang lazim dipakai di Indonesia yaitu Standar Akuntansi Keuangan.
(d) Minimal terdiri dari catatan tentang keadaan kas dan bank, daftar utang piutang, daftar persediaan barang.
(e) Pada setiap akhir tahun pajak, pembukuan ditutup dengan membuat neraca dan perhitungan laba rugi yang konsisten dengan tahun sebelumnya.
(f) Pembukuan atau pencatatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan serta dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, harus disimpan selama sepuluh tahun.
Pengecualian
Wajib pajak tidak wajib menyelenggarakan pembukuan apabila: (a) Peredaran bruto usaha dari pekerjaan bebas yang dilakukan
kurang dari Rp 600.000.000,00 setahun.
(b) Wajib Pajak memilih menggunakan Norma Perhitungan (untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak), dan memberitahukan hal tersebut kepada Dirjen Pajak dalam jangka waktu tiga bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
Walaupun wajib pajak tidak menyelenggarakan pembukuan, wajib pajak tetap diwajibkan untuk membuat catatan peredaran usaha ataupun penerimaan bruto dan pekerjaan bebas tersebut. 5) Apabila ada pemeriksaan maka wajib pajak yang diperiksa harus:
(a) Memperhatikan dan meminjamkan pembukuan atau
lain yang berhubungan dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas wajib pajak.
(b) Memberi kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna memberikan kelancaran.
(c) Memberikan keterangan yang diperlukan. b. Hak wajib pajak
Adapun hak-hak wajib pajak adalah sebagai berikut:
1) Mempunyai hak untuk mengajukan penundaan pemasukan SPT dengan syarat-syarat sebagai berikut:
(a) Permohonan diajukan secara tertulis, dengan alasan yang cukup kuat dan tepat.
(b) Permohonan harus disertai penyertaan mengenai besarnya pajak yang dibayar atas dasar perhitungan sementara yang terutang dalam satu tahun pajak beserta bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak.
2) Mempunyai hak melakukan pembetulan sendiri SPT yang sudah dimasukkan ke Kantor Inspeksi Pajak, dengan syarat:
(a) Permohonan diajukan secara tertulis. (b) Diajukan kepada Dirjen Pajak.
3)Mempunyai hak melakukan permohonan penundaan dan
pengangsuran pembayaran pajak sesuai dengan kemampuannya, dengan syarat pengajuan tersebut sebelum tanggal jatuh tempo
pembayaran pajak dan disertai dengan alasan yang tepat serta jumlah pajak yang di mohon untuk ditunda.
4) Mempunyai hak mengajukan permohonan perhitungan atau perubahan kelebihan pajak (kompensasi) serta hak memperoleh kepastian terbitnya Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak dan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak. Adapun prosesnya sebagai berikut:
(a) Meminta kembali kelebihan pembayaran dengan mengisi kolom yang tersedia pada SPT atau dengan Surat Permohonan sendiri.
(b) Dalam waktu dua belas bulan akan diterbitkan Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran.
(c) Kelebihan dalam Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran langsung dikompensasikan dengan hutang pajak lainnya yang sudah jatuh tempo pembayarannya, atau hutang pajak yang belum jatuh tempo.
(d) Sisanya, dalam waktu satu bulan, diterbitkan Surat perintah Membayar Kelebihan pajak (SPMKP).
5)Mempunyai hak mempeoleh bunga karena terlambat pengembalian pembayaran pajak.
Wajib Pajak berhak untuk memperoleh bunga sebesar 2% setiap bulan atas keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, dihitung dari saat berlakunya batas waktu
sampai dengan berlakunya pembayaran kelebihan pajak atau dihitung sejak lewat satu bulan dari tanggal Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak dan sampai dengan saat diberlakukannya pembayaran kelebihan pajak tersebut.
6)Mempunyai hak untuk tidak dikenakan tambahan 100% atas Surat Ketetapan Pajak Tambahan, apabila:
(a) Surat Ketetapan Pajak Tambahan yang dikeluarkan diakibatkan oleh keterangan tertulis dari wajib pajak.
(b) Sepanjang Dirjen Pajak belum mulai melakukan pemeriksaan. 7)Mempunyai hak untuk mengajukan permohonan pembetulan
ketetapan pajak, apabila ditemui keadaan-keadaan berikut: (a) Kesalahan tulis atau hitung
(b) Kekeliruan dalam penetapan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan.
8) Mempunyai hak untuk mengajukan surat keberatan.
Apabila Wajib Pajak merasa keberatan atas Surat Ketetapan Pajak yang telah diterbitkan, maka Wajib Pajak tersebut dapat mengajukan permohonan keberatan kepada Dirjen Pajak dalam waktu tiga bulan sejak tanggal surat ketetapan, dengan persyaratan bahwa Surat Keberatan ini diajukan untuk:
(a) Surat Ketetapan Pajak penghasilan.
(c) Surat ketetapan Kelebihan Pembayaran dan Surat Pemberitaan atas Pajak Penghasilan.
(d) Permohonan oleh pihak ketiga atas dasar Undang-Undang Pajak Penghasilan.
9)Mempunyai hak untuk mengajukan naik banding kepada Badan Peradilan Pajak atas keputusan yang ditetapkan Dirjen Pajak atas Surat Keberatan yang diajukan dengan syarat:
(a) Dalam waktu tiga bulan sejak tanggal keputusan ditetapkan. (b) Permohonan banding tidak menunda pembayaran pajak yang
terutang.
Apabila dalam praktek pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak telah dapat melaksanakan kewajibannya sesuai dengan peraturan perpajakan yang ada, maka wajib pajak tersebut termasuk kedalam “Wajib Pajak Patuh”. Wajib pajak patuh adalah wajib pajak yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Direktur Jenderal Pajak menetapkan wajib pajak yang memenuhi persyaratan sebagai wajib pajak patuh setiap bulan Januari. Bagi wajib pajak orang pribadi, Direktur Jenderal Pajak berwenang secara jabatan (ex-officio) menetapkan status wajib pajak patuh tanpa permohonan wajib pajak sepanjang wajib pajak orang pribadi tersebut memenuhi persyaratan. Sedangkan bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang memenuhi kriteria sebagai wajib pajak patuh akan
diberikan pelayanan khusus dalam restitusi Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai berupa pengembalian pendahuluan kelebihan pajak tanpa dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Penetapan wajib pajak patuh berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun.