• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Wakaf Tunai

Bertambahnya pengetahuan masyarakat terhadap institusi wakaf terbaru yakni wakaf tunai, menjadikan permintaan akan lembaga amiil yang dapat menaungi wakaf tunai ini semakin meningkat. Berdasarkan ilmu ekonomi dalam melihat peluang yang ada, para lembaga amiil yang berkecimpung dalam penghimpunan dana ummat berlomba-lomba menawarkan konsep berwakaf secara tunai, yakni wakaf yang dilaksanakan dengan membayarkan sejumlah uang (tunai) kepada nazhir oleh individu ataupun berkelompok.

Selain memproduktifkan harta wakaf konvensional yang ada selama ini, objek wakaf dapat diperluas dengan menjadikan uang sebagai objek wakaf. Uang memiliki posisi yang strategis dalam lalu lintas perekonomian. Dewasa ini, uang bukan hanya berfungsi sebagai alat tukar saja, melainkan sudah dianggap sebagian dari suatu benda yang dapat diperdagangkan. Oleh sebab itu, sebagian ulama tidak ragu-ragu lagi menetapkan uang sebagai objek wakaf dengan istilah cash wakaf, waqf al-nukud, yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan wakaf tunai.

Keunikan institusi wakaf dikarenakan wakaf merupakan salah satu ibadah yang memiliki dimensi hablumminallah dan hablumminannas. Manakala umat Islam berjamaah dalam kegiatan ekonomi, tentunya Allah SWT., akan memberikan rahmat-Nya. Dan jika kegiatan ekonomi dirahmati Allah SWT., tentunya akan berkah, berkeadilan dan melahirkan kesejahteraan umat.

Kenyataannya di masyarakat wakaf uang ini telah lama dipraktikkan, namun dalam akadnya tetap disebutkan wakaf tanah. Misalnya untuk pembelian tanah pertapakan pembangunan masjid seluas 1000 meter persegi dengan harga Rp. 100.000.000. kemudian tanah seluas 1000 meter tersebut dibagi menjadi 1000 kapling. Dengan demikian, diperoleh harga Rp. 100.000 per meternya. Selanjutnya dipasarkan kepada masyarakat luas untuk berwakaf tanah dengan cara per-meter dengan nilai yang dapat dijangkau, dan wakif membayar sesuai jumlah meter yang hendaknya diwakafkannya. Kenyataan tersebut, meskipun akadnya dilakukan dalam bentuk wakaf tanah, namun yang diberikan wakif dalam bentuk uang (Suhrawardi K Lubis, 2010: 103).

Pengembangan wakaf dewasa ini telah melahirkan konsep sertifikat wakaf uang yang dipresentasikan pertama kali oleh Prof. Mannan di Third Harvard University Forum on Islamic Finance pada Oktober 1999. Di Bangladesh, konsep spektakuler dalam keuangan publik Islam dikenalkan kepada publik pada bulan Desember 1997 dan Social Investment Bank Ltd (SIBL) baru menerbitkannya secara formal di tanggal 12 Januari 1998 (Nurul Huda dan Mohamad Heykal, 2010: 326).

2.2.2 Dasar Hukum Wakaf Tunai

Wakaf uang atau tunai ini telah mendapat respons positif dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), sebelumnya pada tahun 2001, Prof. M. A Mannan, Ketua Social Investment Bank Ltd (SIBL) memberikan seminar di Indonesia mengenai wakaf uang. Akhirnya tanggal 11 Mei 2002 MUI mengeluarkan fatwa tentang di perbolehkannnya wakaf uang (waqf al-nuqud), dengan syarat nilai pokok wakaf wajib dijamin kelestariannya.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui komisi fatwa mengeluarkan fatwa tentang wakaf uang yang berisi:

a. Wakaf uang (cash wakaf/waqf al-nuqud) adalah wakaf yang dilakukan oleh seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai;

b. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga; c. Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh);

d. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar‟iy;

e. Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.

Keluarnya fatwa MUI ini, setelah terlebih dahulu mendengarkan pandangan dan pendapat rapat fatwa MUI pada hari Sabtu tanggal 23 Maret 2002, antara lain tentang perlunya dilakukan peninjauan dan penyempurnaan (pengembangan) definisi wakaf yang telah umum diketahui, dengan memperlihatkan maksud hadist antara lain yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ra.,

ia berkata Umar bin Khattab ra. kepada Nabi Muhammad saw., “saya mempunyai seratus sahan (tanah, kebun) di Khaibar belum pernah saya mendapat harta yang lebih saya kagumi melebihi tanah itu, saya bermaksud menyedekahkannya”. (H.R.

al-Nasa‟i).

Selanjutnya, pendapat rapat Komisi Fatwa MUI pada hari Sabtu tanggal 11 Mei 2002 tentang perumusan definisi wakaf, yakni: menahan harta yang dapat diimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (misal: menjual, memberikan, atau mewariskannya), untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah (tidak haram). Keluarnya fatwa MUI ini disambut beragam oleh masyarakat. Perjuangan untuk membuat payung hukum kegiatan wakaf dalam bentuk undang-undang terus berlaku (Suhrawardi K Lubis, 2010: 107).

Akhirnya, pihak pemerintah Indonesia telah pula menetapkan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004. Peraturan perundang-undangan tersebut antara lain mengatur bentuk benda wakaf, yaitu benda tidak bergerak, dan benda bergerak dan uang. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan yang terdapat dalam Pasal 28 s.d 31 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 dan Pasal 22 s.d 27 Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2006.

Wakaf atas benda bergerak berupa uang dilaksanakan oleh wakif secara tertulis kepada pengelola Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Kemudian diterbitkan sertifikat wakaf uang, selanjutnya sertifikat wakaf uang yang telah diterbitkan itu disampaikan LKS kepada wakif dan nazhir sebagai bukti

penyerahan harta benda wakaf (Pasal 29 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004). Selanjutnya Lembaga Keuangan Syariah atas nama nazhir mendaftarkan harta benda wakaf berupa uang kepada Menteri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya sertifikat wakaf uang (Pasal 30 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004).

Selanjutnya, dalam Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 ditegaskan mengenai mekanisme wakaf terhadap benda bergerak berupa uang ini. Dalam peraturan ini ditegaskan bahwa wakaf uang yang diwakafkan adalah mata uang rupiah, jika uang yang akan diwakafkan masih dalam mata uang asing, harus dikonversi terlebih dahulu dalam mata uang rupiah (Pasal 22 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006).

Dan yang terbaru adalah Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 4 Tahun 2009 Tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang, disebutkan bahwa masyarakat dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas nazhir (Pasal 13 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 4 Tahun 2009).

Bagi seorang wakif yang akan mewakafkan uangnya diwajibkan untuk (Pasal 22 ayat (3) PeraturanPemerintah No. 42 Tahun 2006):

a. Hadir di Lembaga Keuangan Syari‟ah penerima wakaf uang (LKS -PWU) untuk menyatakan kehendak wakaf uangnya;

b. Menjelaskan kepemilikan dan asal usul yang diwakafkan; c. Menyetor secara tunai sejumlah uang ke LKS-PWU;

d. Mengisi form pernyataan kehendak wakif yang berfungsi sebagai Akta Ikrar Wakaf (AIW).

Di dalam hal wakif tidak hadir ke LKS-PWU maka wakif dapat menunjuk wakil atau kuasanya, dan wakil dari wakif tersebut dapat menyatakan ikrar wakaf benda bergerak berupa uang kepada nazhir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dan selanjutnya nazhir menyerahkan ikrar wakaf (AIW) tersebut kepada LKS-PWU (Pasal 22 ayat 4 dan 5 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006). Beberapa pasal ketentuan peraturan perundang-undangan di atas memperlihatkan bahwa wakaf uang diakui dalam hukum positif di Indonesia. 2.2.3 Macam-macam Wakaf Tunai

Wakaf uang dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya sebagai berikut:

a. Wakaf uang secara langsung; wakaf uang langsung ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: (1) wakaf permanen, dan (2) wakaf berjangka. Wakaf permanen, artinya, uangnya yang diserahkan wakif tersebut menjadi harta wakaf untuk selamanya. Dengan kata lain tidak dapat ditarik kembali oleh wakif. Wakaf berjangka, uang yang diserahkan wakif hanya bersifat sementara, setelah lewat waktu tertentu, uang dapat ditarik kembali oleh wakif. Dengan demikian, yang di-wakif-kan di sini adalah hasil investasinya saja, lazimnya wakaf berjangka nominalnya relatif besar.

b. Wakaf saham; selain berwakaf dalam bentuk uang, yang dapat dikategorikan sebagai wakaf uang adalah wakaf dalam bentuk saham, saham adalah tanda penyertaan modal pada suatu Perseroan Terbatas (PT). Manfaat yang

diperoleh dari wakaf saham ini adalah dividen (keuntungan yang dibagikan perusahaan kepada pemegang saham, capital gain, yaitu keuntungan yang diperoleh dari selisih jual beli, dan manfaat non-materiil, yaitu lahirnya kekuasaan/hak suara dalam menetukan jalannya perusahaan.

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2006 juga menetapkan objek wakaf selain uang adalah obligasi syariah (dalam bentuk Obligasi Mudharabah, Obligasi Ijarah, dan Emisi Obligasi Syariah) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSB), SBSN ini dapat dalam bentuk SBSN Ijarah, SBSN Mudharabah, SBSN Musyarakah, SBSN Istishna, SBSN dua akad atau lebih. c. Wakaf takaful; wakaf dilaksanakan dengan pola asuransi takaful. Misalnya seseorang bermaksud berwakaf sebesar Rp. 100.000.000.- kemudian yang bersangkutan mengadakan akad dengan Perusahaan Asuransi Syariah, dengan ketentuan akan dibayar secara periodik selama 10 tahun. Seandainya sebelum waktu sepuluh tahun wakif meninggal dunia, pada saat itu perusahaan asuransi membayar wakaf sang wakif kepada nazhir yang ditunjuk wakif.

d. Wakaf pohon; wakaf pohon dilaksanakan dengan pola mewakafkan sejumlah tanaman pohon tertentu (pohon kelapa, pohon sawit, pohon karet, pohon jati dan lain-lain) kemudian uang hasil penjualan dari produksi tanaman tersebut dipergunakan untuk kemaslahatan umum.

Dokumen terkait