• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Akibat Perceraian

1. Akibat putusnya perkawinan karena

1.6. Metode penelitian

1.6.6 Waktu penelitian

Penelitian ini membutuhkan waktu 4 (empat) bulan, di mulai dari bulan Agustus sampai dengan November 2010. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus minggu pertama. Tahap persiapan penelitian ini, meliputi: penentuan judul penelitian, penulisan proposal, seminar proposal, dan perbaikan proposal. Tahap pelaksanaan penelitian selama 3 bulan terhitung mulai minggu pertama bulan Agustus sampai Oktober minggu terakhir, meliputi : pengumpulan sumber data sekunder, pengolahan dan penganalisaan data. Tahap penyelesaian penelitian selama 1 bulan terakhir pada bulan November, meliputi : kegiatan penulisan laporan penelitian, pendaftaran ujian lisan dan melakukan ujian skripsi.

BAB54 II

DAMPAK PERCERAIAN BAGI PARA PIHAK

2.1 Dampak Bagi Para Pihak

Permasalahan yang sering dijumpai bagi perempuan yang bercerai adalah perubahan peranan sebagai ibu rumah tangga menjadi single parent dan memiliki hak asuh anak lebih besar. Namun bagi sebagian laki-laki perceraian tidaklah sangat menyakitkan. Mereka bisa memiliki hak yang lebih sedikit atas anak-anaknya, karena hak asuh anak telah diserahkan pada mantan isteri. Hubungan antara keduanya berlaku seperti antara dua orang yang saling asing. Putusnya perkawinan mengembalikan status halal yang tadinya didapat dari perkawinan melalui akad nikah menjadikan kembali pada status semula yaitu haram, tidak boleh berpandangan, bersentuhan, apalagi melakukan hubungan suami isteri yang sebutannya menjadi perbuatan zina.

Adanya suatu keharusan bagi suami memberi mut’ah kepada isteri yang diceraikannya sebagai suatu konpensasi. Namun dalam kewajiban memberi mut’ah ini dikalangan ulama terjadi perbedaan pendapat. golongan

Zahiriyah merpendapat bahwa mut.ah itu hukumnya wajib. Dasar wajibnya

adalah terdapat dalam ayat 241 surat Al-Baqarah, yang artinya “ Untuk isteri-isteri yang diceraikan itu hendaklah ada pemberian dalam bentuk

mut’ah secara patut, merupakan hak atas orang yang bertaqwa”. Golongan

ulama Malikiyah berpendapat hukumnya mut’ah itu adakah sunnah dengan alasan karena lafadz “haqqan “alal Muttaqien” itu tidak menunjukan

wajib’. Golongan lain mengatakan bahwa kewajiban memberi mut’ah itu berlaku tergantung pada keadaan tertentu, dalam keadan tertentu itupun terdapat perbedaan pendapat. Ulama Hanafiyah mengatakan hukumnya wajib untuk suami yang akan menceraikan isterinya sebelum digauli dan maharnya belum ditentukan sebelumnya. Golongan ini mendasarkan pada surat Al-Baqarah ayat 236. Sedangkan Jumhur ulama berpendapat bahwa

mut’ah itu hanya wajib diberikan oleh suami yang menghendaki perceraian,

seperti thalak. Mungkin inilah yang mendasari pemberlakuan keharusan pemberian mut’ah bagi suami yang akan menceraikan isteri, yang berlaku dalam hukum perkawinan di Indonesia, yang tertuang dalam Kompilasi Hukum Ialam Pasal 158 huruf a dan b sementara hanya sunnah saja bagi suami memberi mut’ah apabila tidak memenuhi syarat seperti yang tercantum dalam Pasal 158 tersebut. Selain memberikan mut’ah, yaitu melunasi utang yang yang wajib dibayarnya dan belum dibayar ketika sedang dalam ikatan perkawinan, berupa maskawin atau nafakah. Adanya akibat hukum bagi pemeliharaan anak atau hadlanah.41

Masalah status harta bersama suami istri tersebut, Pasal 128 KUHPerdata menetapkan bahwa kekayaan-bersama mereka dibagi dua antara suami dan isteri, atau antara para ahli waris mereka, tanpa mempersoalkan dari pihak mana asal barang-barang itu. 42 Ketentuan pembagian harta bersama separoh bagi suami dan separoh bagi isteri hanya sesuai dengan rasa keadilan dalam hal baik suami maupun isteri sama-sama

41

Di kutip dari Aam Hamidah, HAK-HAK ISTERI PASCA PERCERAIAN,

Tangerang,Hakim PA Serang, hal.2.

42

melakukan peran yang dapat menjaga keutuhan dan kelangsungan hidup keluarga. Harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di dibawah pengawasan masing-masing suami isteri sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Apabila sebelum melakukan perkawinan kedua belah pihak melakukan perjanjian perkawinan yang dibuat dihadapan notaris dan didaftarkan ke pegawai pencatat perkawinan, maka pembagian harta bersama menganut perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

2.2 Dampak Bagi Anak

Perceraian dalam sebuah pernikahan tidak bisa dilepaskan dari pengaruhnya terhadap anak. Banyak faktor yang terlebih dahulu diperhatikan sebelum menjelaskan tentang dampak perkembangan anak setelah terjadi suatu perceraian antara ayah dan ibu mereka.Faktor tersebut bisa meliputi perubahan usia anak dan tahap perkembangan anak, konflik yang terjadi setelah perceraian, jenis kelamin anak dan gaya pengasuhan orangtua setelah bercerai. Kesemua hal itu dapat menggambarkan bagaimana dampak yang diberikan akibat perceraian terhadap perkembangan anak pada saat itu dan masa yang akan datang. Berkaitan dengan masalah pemeliharaan anak setelah perceraian, didalam Pasal 1 UU No. 1 Th 1974 terdapat ketentuan yang mengatur hal ini. Adapun bunyi ketentuan pasal 41 tersebut adalah:

1. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memlihara dan mendidik anak- anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak-anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi putusannya.

2. Biaya pemeliharaan dan pendidikan anak-anak menjadi tanggung jawab pihak bapak, kecuali dalam pelaksanaannya pihak bapak tidak dapat melakukan kewajiban tersebut, maka Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan suatu kewajiban bagi bekas isteri.

Dari ketentuan Pasal 41 diatas dapat diketahui bahwa baik bapak maupun ibu mempunyai hak dan kewajiban yang sama terhadap pemeliharaan anak meskipun telah bercerai.

A. Dampak Bagi Psikologis Anak

Adanya keterikatan kuat antara anak dengan orangtua umumnya diperlihatkan dengan munculnya depresi yang hebat pada anak ketika orangtuanya bercerai. Memperlihatkan ada kelompok anak yang tidak memberikan reaksi atas kepergian orang tuanya. Bahkan ketika orang tua kembali, reaksi anak kadang-kadang antusias dan malah menjauhi orang tuanya.

B. Dampak Perceraian pada Perilaku Anak

Tahun pertama perceraian orangtua adalah masa krisis yang paling sulit bagi anak. Orang tua dari waktu ke waktu memperlihatkan sikap kasar terhadap anaknya. Namun setelah dua tahun situasi mulai pulih kembali. Pada anak-anak keluarga retak, aktivitas fisiknya menjadi lebih agresif untuk tahun pertama. Namun tahun berikutnya anak ini kurang menampilkan kegirangan mereka lebih diselimuti perasaan cemas. Setelah 2 tahun berlalu, anak ini masih memperlihatkan aktivitas fisik yang menurun. Tetapi sebaliknya, aktivitas bahasa lebih

agresif. Gejala ini tampak pada pergaulan dengan teman dan teman yang berusia lebih kecil dari dirinya. Meski anak ini agresif dalam berbicara namun ia tidak stabil, goyah. Mereka melakukan sesuatu tanpa suatu motivasi jelas dan efektif, juga emosi tidak terkontrol.

C. Dampak Perceraian Terhadap Pola Pengasuhan Orangtua Tunggal

Pada hakekatnya manusia diciptakan menjadi perempuan dan laki-laki. Keduanya diciptakan agar bisa saling melengkapi guna membangun suatu sinergi baru yang lebih dan bermanfaat bagi umat manusia. Sinergi tersebut terbentuk sempurna ketika terjadi pernikahan antara seorang wanita dengan seorang pria dan hilang ketika terjadi perceraian. Pengasuhan anak akan optimal ketika dilakukan oleh ayah dan ibu bersamaan dalam kondisi sinergi yang sempurna. Dan ketika perceraian terjadi, akan ada penumpukan dua tugas berdasarkan gender yang diemban oleh salah seorang orangtua tunggal.

Gender adalah pembagian kategori pria dan wanita yang

dikonstruksi secara sosiokultural. Misalnya, wanita secara sosiokultural dianggap lemah lembut, emosional, keibuan, dan sebagainya, sedangkan pria dianggap kuat, rasional, perkasa, dan sebagainya. Sifat-sifat tersebut tidak kodrati. Karena itu, sifat tersebut tidak abadi dan dapat dipertukarkan. Maka ada pria emosional, lemah lembut, dan sebagainya. Atau kebalikannya ada wanita kuat, rasional, dan sebagainya. Dengan demikian, semua sifat yang dapat dipertukarkan antara wanita dengan pria dan yang dapat berubah dari waktu ke waktu, serta berbeda dari

satu kelas sosial ke lain kelas, merupakan gender. Peran orangtua berdasarkan gender ini memungkinkan seorang ibu sekaligus berperan sebagai ayah atau sebaliknya. Pada umumnya, pola pengasuhan orangtua berbeda-beda bergantung kepribadian dan pilihan pola pengasuhan orangtua tersebut. Tetapi, sebagian besar pola pengasuhan tersebut dapat diperkirakan berdasarkan gender secara umum. Seorang ibu harus menanggung beban ekonomi keluarga sendirian setelah perceraian. Hal ini akan berdampak kepada beban pikiran ibu yang bertambah, waktu untuk kegiatan publik yang lebih banyak, dan waktu untuk kegiatan domestik yang berkurang. Dampak tersebut akan membuat ibu cepat lelah dan mudah emosi. Umumnya, seorang single-

mother akan menuntut kemandirian anaknya lebih sering terutama pada

anak perempuan.

Berbeda dengan seorang ayah yang sudah terbiasa dengan pekerjaan publik yang cukup menyita waktu, tenaga, dan pikiran. Dengan terjadinya perceraian, seorang single-father akan merasakan berkurangnya tanggungan anggota keluarga (isteri) sehingga meskipun dengan penghasilan yang sama akan terasa lebih berkucukupan disbanding sebelumnya. Hal ini biasanya disalurkan dengan memanjakan dan memberikan kasih sayang yang lebih dari sebelumnya

terhadap anaknya. Perubahan-perubahan tersebut sekali lagi bergantung sepenuhnya pada kepribadian orangtua.43

43

Santrok, John W. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Jakarta, Erlangga, 2002, Edisi 5 Jilid 1. h.130

Dokumen terkait