• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV METODE PENELITIAN

D. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan Mei tahun 2012.

E. Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapatkan persetujuan dari institusi pendidikan Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan izin dari Kepala Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh. Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan etik, yaitu memberikan penjelasan kepada calon responden tentang maksud, tujuan, manfaat, dan prosedur penelitian.

Apabila calon responden bersedia maka calon responden dipersilahkan untuk menandatangani informed consent. Tetapi jika calon responden tidak bersedia, maka calon responden berhak untuk menolak dan mengundurkan diri. Responden juga berhak mengundurkan diri selama proses pengumpulan data berlangsung. Kerahasiaan catatan mengenai data responden dijaga dengan cara inisial. Data yang diperoleh dan responden juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

F. Alat Pengumpulan Data

Untuk dapat mengukur variabel penelitian ini, penulis menggunakan instrumen yang berupa lembar observasi yang berisi pelaksanaan pencegahan infeksi pada proses pertolongan persalinan.

G. Prosedur Pengumpulan Data

Adapun prosedur pengumpulan data berdasarkan variabel penelitian sebagai berikut :

1. Prosedur cuci tangan

Prosedur cuci tangan terdapat 5 item pengamatan. Pada setiap item bila cara kerja dilakukan diberi score 1 dan bila tidak dilakukan diberi score 0. bila semua cara kerja dilakukan diberi score 5.

2. Pemakaian sarung tangan dan pelindung lainnya

Pemakaian sarung tangan dan pelindung lainnya terdapat 4 item pengamatan. Pada setiap item bila cara kerja dilakukan diberi score 1 dan bila tidak dilakukan diberi score 0. bila semua cara kerja dilakukan diberi score 4.

3. Penggunaan teknik asepsis atau aseptik

Penggunaan teknik asepsis atau aseptik terdapat 1 item pengamatan. Pada setiap item bila cara kerja dilakukan diberi score 1 dan bila tidak dilakukan diberi score 0. bila semua cara kerja dilakukan diberi score 1.

4. Pemprosesan alat bekas pakai

Pemprosesan alat bekas pakai terdapat 14 item pengamatan. Pada setiap item bila cara kerja dilakukan diberi score 1 dan bila tidak dilakukan diberi score 0. bila semua cara kerja dilakukan diberi score 14.

5. Penanganan peralatan tajam

Penanganan peralatan tajam terdapat 2 item pengamatan. Pada setiap item bila cara kerja dilakukan diberi score 1 dan bila tidak dilakukan diberi score 0. bila semua cara kerja dilakukan diberi score 2.

Pengelolaan sampah medik, menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan terdapat 6 item pengamatan. Pada setiap item bila cara kerja dilakukan diberi score 1 dan bila tidak dilakukan diberi score 0 bila semua cara kerja dilakukan diberi score 6.

H. Analisa Data

Teknik analisa data yang dipergunakan dalam penelitian ini menggunakan perhitungan statistik deskriptif. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisa menggunakan distribusi frekuensi relatif yang dirumuskan sebagai berikut :

100%

x

n

F

P =

Keterangan : P : Persentase.

F : Total pelaksanaan yang dilakukan responden n : Jumlah seluruh responden

(Budiarto, 2002)

Hasil perhitungan dari distribusi frekuensi relatif, secara kontinum dibuat menjadi kategori sebagai berikut :

(Sugiyono, 2006) Sangat tidak baik Kurang baik Cukup baik Sangat baik 8 16 24 32

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mulai dari bulan Februari sampai dengan bulan Mei tahun 2012 terhadap 40 responden dengan cara observasi menggunakan tabel checklist tentang Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Pada Saat Pertolongan Persalinan di BPS Wilayah Kota Banda Aceh, maka didapatkan hasil sebagai berikut :

a. Distribusi Frekwensi Karakteristik Responden

Berdasarkan penelitian data karakteristik responden terdiri dari umur, pendidikan, pekerjaan dan lama bekerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40 orang responden dalam penelitian ini, berdasarkan umur sebahagian besar responden berumur 40 – 49 tahun yaitu sebanyak 18 orang (45 %). Berdasarkan pendidikan terbanyak responden berpendidikan D-III yaitu sebanyak 18 orang (45 %) dan tidak ada responden yang berpendidikan D-I. Berdasarkan pekerjaan sebanyak 37 orang (92,5 %) bekerja sebagai PNS dan 3 orang (7,5 %) bekerja sebagai non PNS. Berdasarkan lamanya bekerja sebanyak 34 orang (85 %) dengan lama bekerja > 10 tahun dan tidak ada yang lamanya bekerja < 2 tahun. Lebih jelasnya dapat dilihat rincian pada tabel 5.1 sebagai berikut :

Tabel 5.1

Distribusi Frekwensi Karakteristik Responden di BPS Wilayah Kota Banda Aceh Tahun 2012

Karakteristik Frekwensi % Umur 30-39 tahun 11 27,5 40-49 tahun 18 45 > 50 tahun 11 27,5 Total 40 100 Pendidikan DI 0 0 DIII 18 45 DIV 14 35 S1 5 12,5 S2 3 7,5 Total 40 100 Pekerjaan PNS 37 92,5 Non PNS 3 7,5 Total 40 100 Lamanya Bekerja < 2 Tahun 0 0 2 - 10 Tahun 6 15 > 10 Tahun 34 85 Total 40 100

b. Distribusi Frekwensi Pelatihan APN

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data pelatihan APN responden di BPS Wilayah Kota Banda Aceh, diketahui bahwa, 40 orang (100 %) bidan yang menjadi responden pada penelitian ini sudah pernah mengikuti pelatihan APN. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat rincian pada tabel 5.2 sebagai berikut :

Tabel 5.2

Distribusi Frekwensi Pelatihan APN Responden di BPS Wilayah Kota Banda Aceh Tahun 2012

No Pelatihan APN Frekwensi Persentase (%)

1 Ya 40 100

2 Tidak 0 0

Total 40 100

c. Distribusi Frekwensi Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Pada Saat Pertolongan Persalinan Tentang Prosedur cuci Tangan di BPS Wilayah Kota Banda Aceh Tahun 2012.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa responden yang paling banyak melakukan pelaksanaan pencegahan infeksi pada saat pertolongan persalinan tentang mencuci tangan adalah pada pernyataan petugas membasahi tangan dengan air bersih dan mengalir, petugas menggosok kedua tangan dengan kuat dan menggunakan sabun selama 10-15 detik (termasuk sela-sela jari), petugas membilas tangan dengan air bersih, masing-masing sebanyak 40 orang (100 %), dan paling sedikit yang melakukannya adalah pada pernyataan petugas melepaskan perhiasan ditangan & pergelangan yaitu sebanyak 16 orang (40 %). Untuk lebih jelasnya hal ini dapat dilihat pada tabel 5.3 sebagai berikut :

Tabel 5.3

Distribusi Frekwensi Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Pada Saat Pertolongan Persalinan Tentang Prosedur Cuci Tangan di BPS Wilayah

Kota Banda Aceh Tahun 2012.

No Prosedur Mencuci Tangan Dilakukan Tidak Dilakukan

F % F %

1 Petugas melepaskan perhiasan ditangan & pergelangan

16 40 24 60

2 Petugas membasahi tangan dengan air

bersih dan mengalir 40 100 0 0

3

Petugas menggosok kedua tangan dengan kuat dan menggunakan sabun selama 10-15 detik (termasuk sela-sela jari)

40 100 0 0

4 Petugas membilas tangan dengan air

bersih 40 100 0 0

5

Petugas mengeringkan tangan dengan cara :

28 70 12 30

a. Diangin-anginkan b. Dilap dengan tisu

c. Dilap dengan handuk pribadi

d. Distribusi Frekwensi Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Pada Saat Pertolongan Persalinan Tentang Pemakaian Sarung Tangan dan Perlengkapan Pelindung Lainnya di BPS Wilayah Kota Banda Aceh Tahun 2012.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa responden yang paling banyak melakukan pelaksanaan pencegahan infeksi pada saat pertolongan persalinan tentang pemakaian sarung tangan dan perlengkapan pelindung lainnya adalah pada pernyataan Petugas menggunakan sarung tangan yang steril pada saat melakukan pemeriksaan dalam (vagina tuse) masing-masing sebanyak 40 orang (100 %), dan paling sedikit yang melakukannya adalah pada pernyataan Petugas

menggunakan sarung tangan yang steril pada saat menolong persalinan yaitu sebanyak 27 orang (67,5 %). Untuk lebih jelasnya hal ini dapat dilihat pada tabel 5.4 sebagai berikut :

Tabel 5.4

Distribusi Frekwensi Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Pada Saat Pertolongan Persalinan Tentang Pemakaian Sarung Tangan dan Perlengkapan Pelindung

Lainnya di BPS Wilayah Kota Banda Aceh Tahun 2012.

No Pemakaian sarung tangan dan perlengkapan pelindung lainnya

Dilakukan Tidak Dilakukan

F % F %

1 Petugas menggunakan celemek dan

perlengkapan pelindung lainnya 28 70 12 30 2

Petugas menggunakan sarung tangan yang steril pada saat melakukan pemeriksaan dalam (vagina tuse)

40 100 0 0

3

Petugas menggunakan sarung tangan yang steril pada saat menolong persalinan

27 67.5 13 32.5

4

Petugas menggunakan sarung tangan pada saat membersihkan percikan darah/ cairan tubuh

40 100 0 0

e. Distribusi Frekwensi Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Pada Saat Pertolongan Persalinan Tentang Penggunaan Teknik Asepsis atau Aseptic di BPS Wilayah Kota Banda Aceh Tahun 2012.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa hanya 10 orang (25 %) responden yang melakukan pelaksanaan pencegahan infeksi pada saat pertolongan persalinan tentang penggunaan teknik asepsis atau aseptik. Sedangkan 30 orang (75 %) responden tidak melakukan penggunaan teknik asepsis atau aseptik. Untuk lebih jelasnya hal ini dapat dilihat pada tabel 5.5 sebagai berikut :

Tabel 5.5

Distribusi Frekwensi Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Pada Saat Pertolongan Persalinan Tentang Penggunaan Teknik Asepsis atau Aseptic di BPS Wilayah

Kota Banda Aceh Tahun 2012.

No Penggunaan teknik asepsis atau aseptic

Dilakukan Tidak Dilakukan

F % F %

1

Petugas menggunakan tindakan anti sepsis dengan menggunakan larutan antiseptic

10 25 30 75

f. Distribusi Frekwensi Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Pada Saat Pertolongan Persalinan Tentang Pemprosesan Alat Bekas Pakai di BPS Wilayah Kota Banda Aceh Tahun 2012.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa responden yang paling banyak melakukan pelaksanaan pencegahan infeksi pada saat pertolongan persalinan tentang pemprosesan alat bekas pakai adalah pada pernyataan petugas menggunakan sarung tangan karet yang tebal/sarung tangan rumah tangga dari latek, petugas menggunakan sikat dengan air dan sabun untuk menghilangkan sisa darah dan kotoran dari instrument, petugas mencuci setiap benda sedikitnya 3 kali dengan air dan sabun, petugas membilas benda yang telah dicuci dengan bersih, selagi masih memakai sarung tangan,petugas mencuci sarung tangan dengan air dan sabun kemudian dibilas secara seksama dengan menggunakan air bersih, petugas menyimpan instrumen dalam wadah steril bertutup rapat masing-masing sebanyak 40 orang (100 %), dan paling sedikit yang melakukannya adalah pada pernyataan benda-benda yang terbuat dari plastik/karet dicuci terpisah dengan peralatan dari logam yaitu sebanyak 4 orang (10 %). Untuk lebih jelasnya hal ini dapat dilihat pada tabel 5.6 sebagai berikut :

Tabel 5.6

Distribusi Frekwensi Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Pada Saat Pertolongan Persalinan Tentang Pemprosesan Alat Bekas Pakai di BPS

Wilayah Kota Banda Aceh Tahun 2012.

No Pemprosesan alat bekas pakai Dilakukan Tidak Dilakukan

F % F %

Dekontaminasi :

1

Petugas menggunakan sarung tangan karet yang tebal/sarung tangan rumah tangga dari latek

40 100 0 0

2

Petugas segera memasukkan benda-benda yang terkontaminasi kedalam larutan klorin 0,5 %

26 65 14 35

3 Petugas merendam instrument selama 10

menit. 26 65 14 35

Pencucian dan Pembilasan :

4

Petugas menggunakan sarung tangan karet yang tebal/sarung tangan rumah tangga dari lateks

40 100 0 0

5 Benda -benda yang akan dicuci sudah

dikontaminasi terlebih dahulu. 26 65 14 35

6 Benda-benda yang terbuat dari plastik/karet

dicuci terpisah dengan peralatan dari logam. 4 10 36 90 7 Petugas membuka engsel gunting dan klem. 37 92.5 3 7.5 8

Petugas menggunakan sikat dengan air dan sabun untuk menghilangkan sisa darah dan kotoran dari instrument

40 100 0 0

9 Petugas mencuci setiap benda sedikitnya 3

kali dengan air dan sabun. 40 100 0 0

10 Petugas membilas benda yang telah dicuci

dengan bersih. 40 100 0 0

11

Selagi masih memakai sarung

tangan,petugas mencuci sarung tangan dengan air dan sabun kemudian dibilas secara seksama dengan menggunakan air bersih.

40 100 0 0

Sterilisasi :

12 Petugas menggunakan oven panas kering

pada temperature 170 °C 37 92.5 3 7.5

13 Petugas melakukan sterilisasi selama 20

menit jika instrumen tidak terbungkus 37 92.5 3 7.5 14 Petugas menyimpan instrumen dalam

g. Distribusi Frekwensi Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Pada Saat Pertolongan Persalinan Tentang Penanganan Peralatan Tajam di BPS di Wilayah Kota Banda Aceh Tahun 2012.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa responden yang paling banyak melakukan pelaksanaan pencegahan infeksi pada saat pertolongan persalinan tentang penanganan peralatan tajam adalah pada pernyataan, petugas membuang benda-benda tajam dalam wadah tahan bocor dan segel dengan perekat jika sudah dua pertiga penuh, lalu dibakar didalam insinerator adalah sebanyak 24 orang (60 %), dan paling sedikit yang melakukannya adalah pada pernyataan jika benda-benda tajam tidak bisa dibuang secara aman dengan cara insinerasi, bilas tiga kali dengan larutan klorin 0,5 % (Dekontaminasi), tutup kembali menggunakan teknik satu tangan dan kemudian dikuburkan yaitu sebanyak 9 orang (22,5 %). Untuk lebih jelasnya hal ini dapat dilihat pada tabel 5.7 sebagai berikut :

Tabel 5.7

Distribusi Frekwensi Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Pada Saat Pertolongan Persalinan Tentang Penanganan Peralatan Tajam di BPS

Wilayah Kota Banda Aceh Tahun 2012.

No Penanganan Peralatan Tajam Dilakukan Tidak Dilakukan

F % F %

1

Petugas membuang benda-benda tajam dalam wadah tahan bocor dan segel dengan perekat jika sudah dua pertiga penuh,lalu dibakar didalam insinerator.

24 60 16 40

2

Jika benda-benda tajam tidak bisa dibuang secara aman dengan cara insinerasi,bilas tiga kali dengan larutan klorin 0,5 % (Dekontaminasi),tutup kembali menggunakan teknik satu tangan dan kemudian dikuburkan.

h. Distribusi Frekwensi Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Pada Saat Pertolongan Persalinan Tentang Pengelolaan Sampah Medis, Menjaga Kebersihan dan Sanitasi Lingkungan di BPS Wilayah Kota Banda Aceh Tahun 2012.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa responden yang paling banyak melakukan pelaksanaan pencegahan infeksi pada saat pertolongan persalinan tentang pengelolaan sampah medis, menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan adalah pada pernyataan sampah terkontaminasi dimasukkan ke tempat sampah kedap air/kantong plastik sebelum dibuang. Petugas membersihkan tempat tidur ,meja dan troli dengan kain yang dibasahi klorin 0,5 % dan deterjen, masing-masing sebanyak 40 orang (100 %), dan paling sedikit yang melakukannya adalah pada pernyataan petugas menyediakan tempat sampah medis dan tempat sampah kering yang kedap air, petugas memisahkan antara sampah medis dengan sampah kering, yaitu masing-masing sebanyak 18 orang (45 %). Untuk lebih jelasnya hal ini dapat dilihat pada tabel 5.8 sebagai berikut :

Tabel 5.8

Distribusi Frekwensi Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Pada Saat Pertolongan Persalinan Tentang Pengelolaan Sampah Medis, Menjaga Kebersihan dan

Sanitasi Lingkungan di BPS Wilayah Kota Banda Aceh Tahun 2012.

No Pengelolaan sampah medis, menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan

Dilakukan Tidak Dilakukan

F % F %

1

Petugas menyediakan tempat sampah medis dan tempat sampah kering yang kedap air.

18 45 22 55

2 Petugas memisahkan antara sampah

medis dengan sampah kering. 18 45 22 55

3

Petugas membersihkan tempat tidur ,meja dan troli dengan kain yang dibasahi klorin 0,5 % dan deterjen

40 100 0 0

4 Petugas menyeka celemek dengan

klorin 0,5 % 20 50 20 50

5

Petugas membersihkan lantai dengan lap kering kemudian diseka dengan campuran klorin 0,5 % dan deterjen.

40 100 0 0

6

Sampah terkontaminasi dimasukkan ke tempat sampah kedap air/kantong plastik sebelum dibuang.

40 100 0 0

i. Distribusi Frekwensi Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Pada Saat Pertolongan Persalinan di BPS Wilayah Kota Banda Aceh Tahun 2012.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 40 responden yang diteliti terdapat 30 orang ( 75 %) dengan katagori cukup baik, sebanyak 8 orang (20 %) dengan katagori sangat baik dan sebanyak 2 orang (5%) dengan katagori kurang baik, seperti terlihat pada tabel 5.9 sebagai berikut :

Tabel 5.9

Distribusi Frekwensi Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Pada Saat Pertolongan Persalinan di BPS Wilayah Kota Banda Aceh Tahun 2012.

No Kategori F %

1 Sangat Baik 8 20

2 Cukup Baik 30 75

3 Kurang Baik 2 5

4 Sangat Tidak Baik 0 0

Total 40 100

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian pelaksanaan pencegahan infeksi pada saat pertolongan persalinan di BPS wilayah kota Banda Aceh tahun 2012 menunjukkan bahwa sebagian besar pelaksanaan pencegahan infeksi sudah cukup baik, bahkan sebagian pelaksanaan pencegahan infeksinya sudah sangat baik. Bila dilihat pada karakteristik pendidikan sebagian besar responden berpendidikan D-III dan D-IV kebidanan. Pelaksanaan pencegahan infeksi pada saat pertolongan persalinan di BPS wilayah Kota Banda Aceh sudah cukup baik mungkin dikarenakan sudah tingginya pendidikan bidan sehingga bidan lebih cepat mendapatkan informasi tentang pelaksanaan pencegahan infeksi dan dampak yang ditimbulkan jika pelaksanaan pencegahan infeksi pada saat pertolongan persalinan tidak dilakukan. Tingkat pendidikan juga menentukan mudah tidaknya seseorang memahami pengetahuan yang diperolehnya dan akan mempengaruhi sikap dalam menerapkan tindakan berdasarkan pengetahuan yang diperoleh. Hal ini didukung oleh teori Cherin (2009), bahwa semakin tingginya

informasi. Notoadmojo (2005) juga menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi tindakan adalah kemudahan memperoleh informasi, umur dan pendidikan.

Menurut peneliti hal lain yang membuat cukup baiknya pelaksanaan pencegahan infeksi dikaitkan dengan pelatihan APN yang mana semua responden diketahui sudah pernah mengikuti pelatihan APN. Hal ini sesuai menurut Hurlock (1999) menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka ia akan banyak mengetahui sesuatu dan mengerti manfaat dan kegunaan sesuatu hal karena akan beralih ketingkat pengetahuan dan tindakannya kearah yang lebih baik. Sesuai dengan Notoadmojo (2005), yang mengatakan bahwa pendidikan mempunyai peranan penting dalam menentukan kualitas manusia, membentuk dan meningkatkan kemampuan manusia dalam menyerap informasi dalam bidang kesehatan dan keluarga. Menurut Koentjaraningrat (1977) yang dikutip Nursalam (2008) bahwa tingkat pendidikan juga menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh pada umumnya, semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin baik pula pengetahuannya yang dapat diaplikasikan dalam tindakan-tindakan. Dengan pendidikan yang tinggi maka seseorang akan cenderung mendapatkan informasi yang lebih baik, baik dari oranglain maupun dari media informasi lainnya. Sebaliknya tingkat pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan dan sikap seseorang terhadap nilai-nilai baru yang diperkenalkan.

Hal lainnya yang menyebabkan pelaksanaan pencegahan infeksi pada saat pertolongan persalinan di BPS wilayah kota Banda Aceh tahun 2012 adalah lamanya bekerja. Pada tabel 5.1 diketahui bahwa sebagian besar responden dengan masa kerja selama > 10 tahun. Menurut Notoadmodjo (2005) semakin

lama masa bekerja seseorang maka semakin banyak pula pengalaman yang diperolehnya. Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan yang akan mempengaruhi seseorang dalam menerapkan pengetahuan yang dimilikinya.

Pada tabel 5.9 diketahui bahwa pelaksanaan pencegahan infeksi pada saat pertolongan persalinan di BPS wilayah kota Banda Aceh masih terdapat responden dengan katagori kurang baik. Dilihat dari karakteristik umur responden tersebut berumur 55 dan 57 tahun, sehingga hal ini tidak sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Nursalam (2008), bahwa semakin cukup umur seseorang maka tingkat kematangan dan kekuatannya akan semakin baik dalam berfikir dan bekerja. Menurut peneliti hal ini dipengaruhi karena mereka masih belum melaksanakan pencegahan infeksi pada saat pertolongan persalinan secara benar dan konsisten. Gulardi (2008) berpendapat bahwa resiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total, tapi dapat dikurangi hingga sekecil mungkin dengan menerapkan tindakan-tindakan pencegahan infeksi yang benar dan konsisten.

Tabel 5.3 untuk prosedur mencuci tangan pada pernyataan petugas melepaskan perhiasan ditangan dan pergelangan diketahui bahwa sebagian besar responden belum melakukannya dan pada pernyataan petugas mengeringkan tangan juga terdapat responden yang belum melakukannya. Menurut Tietjen (2004) bahwa flora kuman di kulit terdiri dari mikroorganisme yang menetap dan sementara. Pada beberapa mikroorganisme didapat melalui kontak langsung dengan orang lain atau peralatan selama bekerja sehari-hari. Organisme ini disebut dengan flora peralihan dan mudah dihilangkan dengan prosedur cuci tangan. Anjuran cuci tangan yang baik adalah pada air mengalir menggunakan

Menurut Elliot (1996), mencuci tangan merupakan cara penting untuk mengendalikan infeksi yang erat kaitannya dengan meningkatkan kesehatan yang positif. Sedangkan menurut Garner (1986), menyatakan mencuci tangan merupakan satu-satunya prosedur klinis yang paling penting dilakukan untuk menghilangkan dan meminimalkan penularan penyakit serta mempertahankan lingkungan bebas dari infeksi. Hal ini juga dijumpai pada penelitian yang dilakukan oleh Tambun (2010) tentang pelaksanaan tindakan pencegahan infeksi pada proses pertolongan persalinan oleh BPS di wilayah kerja Puskesmas Medan Tuntungan.

Tabel 5.4 untuk pemakaian sarung tangan dan perlengkapan pelindung lainnya pada pernyataan petugas menggunakan sarung tangan yang steril pada saat menolong persalinan masih ada responden yang belum melakukannya sehingga sangat beresiko untuk terkontaminasi dengan mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit-penyakit berbahaya. Menurut Gulardi (2008), pakai sarung tangan sebelum menyentuh sesuatu yang basah (kulit tak utuh, selaput mukosa, darah atau cairan tubuh lainnya) atau peralatan, sarung tangan atau sampah yang terkontaminasi. Ganti sarung tangan untuk menangani setiap ibu atau bayi baru lahir setelah terjadi kontak langsung untuk menghindari kontaminasi silang atau gunakan sarung tangan yang berbeda untuk situasi yang berbeda pula. Sebagai tindakan pencegahan, sarung tangan harus digunakan oleh seluruh bidan yang kontak dengan darah atau cairan tubuh. Sarung tangan hanya dipakai 1 orang klien untuk menghindarkan kontaminasi silang. Jika memungkinkan pergunakan sarung tangan untuk sekali pakai. Jika menggunakan sarung tangan pakai ulang, maka sarung tangan harus melalui proses dekontaminasi setelah dipakai, kemudian dicuci selanjutnya sarung tangan

disterilisasi atau di DTT. Untuk sarung tangan pakai ulang sebaiknya tidak lebih dari 3 kali pakai ulang karena memungkinkan terjadi kebocoran kecil yang tidak tampak dengan mata telanjang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Gisca (2009) di Rumah Sakit ethanol Palembang, tentang pengetahuan dan tindakan bidan untuk mengendalikan kejadian infeksi, mendapati bahwa sebagian besar bidan mempunyai pengetahuan yang baik tentang pengendalian infeksi yang diaplikasikan melalui tindakan dengan baik pula dalam melaksanakan pemakaian sarung tangan untuk mengendalikan kejadian infeksi di Rumah sakit Ethanol Palembang. Tenosis (2001), juga menyatakan bahwa menggunakan sarung tangan dalam melakukan tindakan terbukti sangat efektif untuk mencegah kontaminasi pada tangan petugas yang menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial.

Tabel 5.5 untuk penggunaan teknik asepsis atau aseptik dengan pernyataan petugas menggunakan tindakan antisepsis dengan menggunakan larutan antiseptik diketahui sebagian besar bidan belum melakukannya. Menurut Tietjen (2004), petugas atau bidan harus melakukan tindakan antisepsis dengan menggunakan larutan antiseptik yang dirancang untuk menyingkirkan sebanyak mungkin mikroorganisme tanpa merusak atau mengiritasi kulit atau lapisan mukosa dimana zat tersebut digunakan. Karena kulit tidak mungkin disterilisasi, menyiapkan kulit dengan larutan antiseptik meminimalkan jumlah mikroorganisme yang mungkin akan mengkontaminasi luka pembedahan dan menyebabkan terjadinya infeksi. Semua jenis antiseptik dapat tercemar. Mikroorganisme yang mencemari antiseptik diantaranya stafilokokus, basil gram negatif dan beberapa indospora.

Tabel 5.6 untuk pemprosesan alat bekas pakai pada pernyataan benda-benda yang terbuat dari plastik/ karet dicuci terpisah dengan peralatan dari logam, berdasarkan hasil penelitian diketahui sebagian besar responden tidak melakukannya. Hal ini sangat beresiko untuk rusaknya peralatan yang terbuat

Dokumen terkait