• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.8 Patofisiologi STH terhadap kebugaran fisik

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2018 – Desember 2018 3.3 Populasi Penelitian

Populasi target pada penelitian ini adalah anak usia 9 sampai 12 tahun yang terinfeksi STH di SD Negeri 014740 Pahang dan SD Negeri 010157 Sei Muka, kecamatan Talawi, kabupaten Batubara, Sumatera Utara

3.4 Sampel dan Pemilihan sampel

Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pemilihan sampel berdasarkan consecutive sampling.

23

3.5 Perkiraan Besar Sampel

Besar sample dihitung dengan mempergunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis dengan variabel numerik pada satu populasi, yaitu :31

Keterangan rumus : 5 n = Besar sampel

Z = Nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai  yang besarnya ditentukan. Nilai  =0,05  Z= 1,96

Zβ = Nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai β yang ditentukan. Nilai β= 0,2  Zβ= 0,842

SD = Simpangan baku = 3.2

X1- X2 = Selisih rerata minimal yang dianggap bermakna yang didapat dari data penelitian sebelumnya atau jika tidak ada dapat ditentukan peneliti. X1-X2=1.9

Dengan menggunakan rumus di atas besar sampel minimal sebanyak 45 anak, Perkiraan gagal follow up sebesar 10% maka jumlah total sampel minimal sebesar 50 anak.

3.6 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.6.1. Kriteria Inklusi sampel

1. Anak berusia 9-12 tahun yang terinfeksi STH

2. Dari hasil pemeriksaan kato-katz ditemukan salah satu atau kombinasi dari telur STH yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Hookworm, Strongyloides stercoralis.

3.6.2. Kriteria eksklusi

1. Tidak mengikuti prosedur penelitian

2. Anak dengan penyakit kronis, seperti; asma bronkial, gagal ginjal kronik, TB paru, penyakit jantung bawaan, gizi buruk, obesitas, abses dan luka dibagian tubuh dan anggota gerak,

3. Anak yang mengkonsumsi antihelmintik dalam 1 bulan terakhir

3.7 Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed consent)

Semua subjek penelitian telah diminta persetujuan dari orang tua atau wali setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu.

3.8 Etika penellitian

Persetujuan penelitian akan diminta dari Komite Etik Penelitian Kesehatan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

25

3.9. Cara Kerja dan Alur Penelitian 3.9.1. Cara Kerja

1. Mengumpulkan anak SD yang berusia 9 tahun sampai 12 tahun di kecamatan Pahang dan Sei muka kabupaten Batubara, Sumatera Utara.

2. Menjelaskan mengenai penelitian yang dilakukan dan meminta persetujuan setelah penjelasan informed consent dari orang tua atau wali.

3. Orangtua atau wali mengisi formulir data pasien dan kuesioner yang dibagikan.

4. Pot tinja yang sudah diberi nomor berdasarkan nomor sekolah, kelas dan nomor absen dibagikan pada anak SD Negeri 014740 Pahang dan SD Negeri 010157 Sei Muka, kecamatan Talawi kabupaten Batubara, Sumatera Utara

5. Tinja yang telah dikumpul diperiksa dengan metode kato-katz.

6. Dilakukan pengukuran berat badan terhadap masing–masing sampel.

Berat badan diukur dengan timbangan berdiri digital merk Omron dengan ketelitian 0,1 kg. Alat timbangan diletakkan pada lantai yang datar dan tidak mudah goyang. Lihat angka pada posisi angka nol. Sampel diukur dengan menggunakan pakaian sekolah tanpa alas kali, jaket, topi, jam tangan, kalung dan tidak memegang atau mengantongi sesuatu. Sampel diukur dengan posisi berdiri diatas alat timbangan tanpa dipegangi.

7. Dilakukan pengukuran tinggi badan terhadap masing-masing sampel.

Tinggi badan diukur dengan menggunakan microtoise merk Gea dengan ketelitian 0.1 cm. Sampel diukur tanpa alas kaki dengan posisi berdiri dimana kepala, punggung, bokong dan tumit menempel pada dinding tempat microtoise digantung. Microtoise ditarik hingga menempel pada puncak kepala sampel dan dibaca pengukuran yang tertera.

8. Semua sampel kemudian dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin dengan menggunakkan alat Hb-Meter portable dengan merk “Hemoque”

buatan Swedia dengan ketelitian 0,1 gr/dL. Darah sampel diambil dari ujung jari kemudian darah di teteskan ke strip pada alat pemeriksaan.

Hasil dibacakan melalui layar alat pemeriksaan.

9. Pemeriksaan tinja dengan metode kato-katz dijumpai telur cacing dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

10. Pengukuran fungsi muskuloskeletal dengan menggunakan alat hand dynamometer dan sit and reach box dan fungsi kardiorespirasi.

11. Pemberian terapi albendazol 400 mg tablet

12. Dua bulan sesudah terapi dilakukan pemeriksaan tinja, pemeriksaan hemoglobin, pengukuran fungsi muskuloskeletal dan fungsi kardiorespirasi.

13. Data-data dikumpulkan, disusun dalam bentuk tabel dan kemudian dilakukan analisis statistik.

27 uji lari bolak balik, Test sit and

reach, handgrip strength test

Variabel perancu Skala

Status gizi Ordinal

Indeks massa tubuh (IMT) Ordinal Intensitas telur cacing Numerik

Kadar hemoglobin Numerik

3.11. Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Soil Transmitted Helminths (STH) yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) adalah infeksi cacing parasit yang paling sering dijumpai pada manusia.1

2. Kebugaran fisik adalah kemampuan tubuh untuk melakukan aktivitas fisik dan atau latihan fisik yang menggabungkan fungsi sistem kardiorespirasi, muskoloskeletal dan morfologi tubuh.6

2.1. Fungsi kardiorespirasi adalah kemampuan konsumsi oksigen maksimal (VO2 max) oleh tubuh saat melakukan latihan yang dinilai dengan melakukan uji lari bolak balik 20 meter.16,32

Fasilitas dan alat :

1. Lintasan yang datar dan tidak licin sepanjang 20 meter

2. Buat 2 garis dengan jarak yang ditentukan oleh kecepatan kaset.

3. Meteran

29

5. Aplikasi Bleep Test dan pengeras suara 6. Alat tulis

Petugas : Pengukur jarak, petugas start, pengawas lintasan, pencatat skor

Cara ukur :

1. Siapkan tempat yang datar dan nyaman (tidak licin dan aman) untuk berlari antara 2 titik berjarak 20 meter, tandai kedua titik tersebut (dengan garis atau tanda/benda lainnya).

2. Apabila luasnya tempat memadai untuk test beberapa peserta sekaligus, maka lintasan dapat diatur secara seri maupun paralel asalkan setiap peserta dapat mendengar aba-aba dengan jelas.

3. Ikuti petunjuk dari Bleep test. Setelah 5 hitungan bleep, peserta tes mulai berlari, dari garis pertama ke garis 2. Kecepatan berlari harus diatur konstan dan tepat tiba di garis, lalu berbalik arah (pivot) ke garis asal.

4. Jika peserta tes sudah sampai di garis sebelum terdengar bunyi bleep, peserta tes harus menunggu di belakang garis, dan baru berlari lagi saat bunyi kaset. Begitu seterusnya, peserta tes berlari bolak-balik sesuai dengan irama bleep test.

5. Lari bolak-balik ini terdiri dari beberapa tingkatan (level). Setiap tingkatan terdiri dari beberapa balikan (shuttle).

6. Peserta tes berlari sesuai irama bleep sampai ia tidak mampu mengikuti kecepatan irama tersebut (pada saat bleep terdengar, peserta tes belum sampai di garis). Jika dalam 2 kali berturut-turut peserta tes tidak berhasil mengejar irama bleep, maka peserta tes tersebut dianggap sudah tidak mampu mengikuti tes, dan ia harus berhenti

7. Lakukan pendinginan dengan cara berjalan, jangan langsung berhenti/duduk.

VO2 max dinilai dengan menggunakan rumus:33

VO2 max = 31,025 + 3.238X1-3,248X2 + 0.1536X1X2

Skala ukur : numerik

X1 : Kecepatan lari (km/jam)

X2 : Usia

Hasil ukur : ml/kgBB/menit

Nilai normal VO2 max pada anak usia 8 sampai 12 tahun adalah 39 ml/KgBB/menit sampai 48.9 ml/KgBB/menit.19

2.2 Fungsi muskuloskeletal adalah kekuatan otot tangan dan fleksibilitas otot punggung :20

2.2.1 Kekuatan otot adalah kekuatan otot tangan dengan tes handgrip strengh

Alat ukur : hand dynamometer merek Camry

31

dengan bahu dipertahankan lurus dalam posisi horizontal dengan lantai diulang tiga kali dengan interval 15 detik pada kedua tangan dan nilai maksimal yang dicatat sebagai kekuatan otot.Kekuatan otot dinilai oleh peneliti.19

Skala ukur : numerik Hasil ukur : kg Ketelitian : 0.5 kg

2.2.2 Fleksibilitas otot adalah fleksibilitas otot punggung dengan sit and reach test

Alat ukur : sit and reach box merek Novel

Cara ukur : Subjek duduk di lantai dengan kedua tungkai diluruskan ke depan menyentuh perangkat, kemudian membungkuk ke depan sampai kapasitas maksimal dengan ujung jari menekan indikator dengan siku dipertahankan tetap lurus.34

Fleksibilitas otot dinilai oleh peneliti.

Skala ukur : numerik Hasil ukur : cm Ketelitian : 0.5 cm

3. Pengobatan kecacingan adalah pemberian antelmintik yag bertujuan untuk eradikasi cacing usus pada individu yang terinfeksi.30

4. Indeks massa tubuh (IMT). Indeks massa tubuh dihitung dengan menggunakan rumus berat badan (kg) dibagi tinggi badan (m) kuadrat, lalu diplotkan ke dalam kurva IMT CDC 2000.3

Alat ukur : timbangan berat badan merek Camry dan microtoise merek One Med, kurva IMT CDC tahun 2000

Cara ukur : berat badan dalam satuan kg diukur dengan pakaian minimal dan membuka alas kaki dengan ketelitian 0.5 kg dan tinggi badan dalam satuan cm diukur dengan posisi berdiri tegak, menghadap ke depan, tanpa alas kaki, tumit dan bokong menempel pada dinding dengan ketelitian 0.5 cm.

Skala ukur : ordinal Hasil ukur :

- ≤ Persentil ke-5 underweight

- Persentil ke-5 - < Persentil ke-85 normal - Persentil ke-85 - < Persentil ke-95 overweight - ≥ Persentil ke-95 obesitas

5. Status gizi adalah pengukuran berbagai dimensi fisik tubuh manusia pada berbagai usia.3,17

Alat ukur : berat badan diukur dengan menggunakan timbangan berdiri digital merk Omron dengan ketelitian 0,1 kg, tinggi badan diukur dengan menggunakan microtoise merk Gea dengan ketelitian 0.1 cm.

33

Cara ukur: Berat badan dalam satuan kg diukur dengan pakaian minimal dan membuka alas kaki dengan ketelitian 0.1 kg dan tinggi badan dalam satuan cm diukur dengan posisi berdiri tegak, menghadap ke depan, tanpa alas kaki, tumit dan bokong menempel pada dinding dengan ketelitian 0.1 cm.

Skala ukur : ordinal

Hasil ukur : Interpretasi BB/TB

> 120 % : kegemukan / obesitas 110-120% : overweight

90-110% : normal 70-90 % : gizi kurang < 70 % : gizi buruk

Gizi buruk adalah suatu kekurangan energi dan protein, akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi atau menderita sakit dalam waktu lama. Status gizi sangat kurus menurut berat badan terhadap tinggi badan.3

Overweight adalah berat badan yang melebihi berat badan normal, disebabkan oleh penimbunan jaringan lemak.3

6. Kadar hemoglobin suatu patokan yang digunakan untuk mengetahui kadar hemoglobin seseorang.

Alat ukur: Hb-Meter portable dengan merk Homecure dengan ketelitian

Cara ukur: Darah sampel diambil dari ujung jari kemudian darah di teteskan ke strip pada alat pemeriksaan. Hasil dibacakan melalui layar alat pemeriksaan.

Skala ukur : numerik Hasil ukur : g/dL .

Anemia menurut World Health Organization (WHO):3 1. Usia < 12 tahun : Hb < 11,5 g/dL

2. Usia ≥ 12 tahun : Hb < 12 g/dL

7. Intensitas cacing adalah menyatakan jumlah telur cacing per gram tinja dalam setiap sediaan yang diperiksa.2

8. Metode kato-katz adalah metode yang digunakan untuk mendiagnosis secara kualitatif ataupun kuantitatif pada infeksi STH.35

Cara :

a. Sarung tangan dipakai untuk mengurangi kemungkinan infeksi b. Nomor kode ditulis pada gelas obyek dengan spidol sesuai

dengan yang tertulis di pot tinja

c. Kertas minyak ukuran 10 x 10 cm diletakkan di atas meja dan tinja sebesar ruas jari ditaruh di atas kertas minyak

d. Tinja disaring menggunakan kawat saring

e. Karton yang berlubang diletakkan di atas slide kemudian tinja yang sudah di saring dimasukkan pada lubang tersebut

35

f. Karton berlubang tersebut diangkat dengan perlahan dan tinja ditutup dengan selofan yang sudah direndam dalam larutan kato g. Ratakan dengan tutup botol karet hingga merata. Diamkan

kurang lebih sediaan selama 20-30 menit

h. Baca di dibawah mikroskop dengan pembesaran 10x dan 40x i. Baca seluruh lapangan pandang, tentukan spesiesnya, hitung

jumlah telur untuk setiap spesies yang ditemukan

j. Hasil pemeriksaan sampel tinja dinyatakan dengan kualitatif yaitu positif dan negatif, dan secara kuantitatif yaitu menyatakan jumlah telur per gram tinja (Egg Per Gram / EPG).

Cara menghitung telur cacing

Intensitas cacing gelang : jumlah telur cacing gelang x1000 Berat tinja (mg)

Intensitas cacing tambang: jumlah telur cacing tambangx1000 Berat tinja (mg)

Intensitas cacing cambuk: jumlah telur cacing cambuk x1000 Berat tinja (mg)

9. Asma bronkial adalah suatu penyakit kronik saluran pernapasan ditandai dengan batuk dan mengi yang timbul secara episodik, cendrung pada malam hari, musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan atopi pada penderita atau keluarganya.36

10. Penyakit jantung bawaan merupakan penyakit jantung yang diakibatkan

kelompok yaitu non sianotik dan sianotik. Gejala bibir, kulit, jari dan kaki mengalami kebiruan, sesak napas dan gangguan pertumbuhan.37

11. Penyakit gagal ginjal kronik adalah proses kerusakan pada ginjal dengan rentang waktu lebih dari 3 bulan, dengan gejala mual, sesak napas, kelelahan, bengkak pada kaki.38

12. Tuberkulosis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis keluhan batuk berdahak kental dan keruh yang berlangsung lebih dari 2 minggu, demam, menggigil, keringat malam, berat badan turun, sesak napas.3

13. Abses adalah penimbunan nanah, tanda dan gejala abses meliputi kemerahan, nyeri tekan, teraba hangat, pembengkakan, demam.39

3.12 Pengolahan dan Analisis Data

Pengelolaan data dilakukan dengan sistem komputerisasi Statistical Package for Social Sciences for Windows (SPSS) versi 20, Untuk mengetahui hubungan antara data kategorik dengan data numerik digunakan uji t test.

Untuk mengetahui hubungan kategorik dengan kategorik digunakan uji Chi square. Perbedaan intensitas telur cacing dengan kadar hemoglobin dan kebugaran fisik digunakan uji ANOVA. Interval kepercayaan (IK) 95% dan tingkat kemaknaan P <0.05.

37

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Prevalensi dan Karakteristik Demografi

Penelitian ini dilakukan di dua Sekolah Dasar Negeri Pahang dan Sei muka, kecamatan Talawi, kabupaten Batubara, Sumatera Utara, sejak bulan juli hingga desember 2018. Pemeriksaan feses dilakukan pada 196 anak dari umur 9 tahun sampai dengan umur 12 tahun, terdapat 94 anak yang tidak mengumpulkan feses. Berdasarkan hasil pemeriksaan feses ditemukan 70 anak yang terinfeksi STH, namun 2 anak tidak hadir sekolah, sehingga hanya 68 anak yang masuk dalam penelitian.

Dilakukan pemeriksaan antropometri, hemoglobin, uji lari bolak balik, kekuatan otot, fleksibilitas otot. Kemudian dilakukan intervensi dengan memberikan albendazol 400 mg dosis tunggal. Selanjutnya sesudah 2 bulan pengobatan dilakukan pemeriksaan feses rutin, hemoglobin, uji lari bolak balik, kekuatan otot, fleksibilitas otot. Alur penelitian dapat dilihat pada diagram alur penelitian (gambar 4.1).

Gambar 4.1 Diagram Alur penelitian

Pada penelitian ini mempunyai data karakteristik sampel yaitu lebih banyak laki-laki dengan jumlah 37 anak, dan perempuan berjumlah 31 anak. Rerata umur 10 tahun, status gizi underweight 20 anak, 45 anak dengan gizi normal dan 3 anak overweight. Data karakteristik sampel dapat

Eksklusi:

94 anak tidak mengumpul feses 32 anak infeksi STH (-)

2 anak tidak hadir sekolah

68 anak terinfeksi STH

Albendazol 400 mg dosis tunggal

Pemeriksaan uji lari bolak balik 20 meter, Test sit and reach, handgrip strength test, kadar

hemoglobin

Analisa Akhir

68 anak dilakukan parasitologi, Pemeriksaan uji lari bolak balik 20 meter, Test sit and reach, handgrip

strength test, kadar hemoglobin 196 Anak Sekolah Dasar umur 9 – 12

tahun diperiksa feses, status nutrisi

2 bulan setelah pengobatan

39

4.2 Jenis Infeksi STH Sebelum dan Sesudah Pemberian Albendazol Pada penelitian ini jenis cacing yang dijumpai yaitu A. lumbricoides, T.

trichiura dan terdapat juga infeksi campuran (A. lumbricoides dan Trichuris trichiura). Pemeriksaan sebelum pengobatan infeksi STH terbanyak disebabkan oleh cacing T. trichiura yaitu 58 anak pada A. lumbricoides 10

anak, dan terdapat infeksi campuran yaitu 5 anak. Sesudah 2 bulan pengobatan albendazol 400 mg terdapat penurunan infeksi STH menjadi 18 anak yang terinfeksi, dengan infeksi terbanyak yaitu 15 anak T. trichiura dan 3 anak A. lumbricoides. Pada penelitian ini tidak ditemukan infeksi cacing lain.

4.3 Hubungan Kebugaran Fisik Sebelum dan Sesudah Pengobatan dengan Albendazol

Pada penelitian ini dilakukan 2 kali pemeriksaan kebugaran fisik yaitu sebelum pengobatan dan sesudah pengobatan dengan albendazol 400 mg.

Terdapat hubungan yang signifikan pada pemeriksaan kekuatan otot dan fleksibilitas otot sebelum dan sesudah pengobatan. Penjelasan dapat dilihat di tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hubungan kebugaran fisik sebelum dan sesudah pengobatan dengan albendazol

41

4.4 Hubungan Intensitas Telur Cacing dengan Kadar Hemoglobin dan Nilai VO2 max Sebelum dan Sesudah Pengobatan

Sebelum pengobatan terdapat hubungan yang signifikan antara infeksi kecacingan semakin banyak intensitas telur cacing maka semakin rendah kadar hemoglobin. Namun intensitas telur cacing tidak ada hubungan dengan nilai VO2 max. Sesudah pengobatan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara intensitas telur cacing dengan kadar hemoglobin dan nilai VO2 max.

Penjelasan dapat dilihat pada tabel 4.3

Tabel 4.3 Hubungan intensitas telur cacing dengan kadar hemoglobin dan nilai VO2 max sebelum dan sesudah pengobatan

Jenis Cacing Rerata

4.5 Faktor Risiko yang Mempengaruhi Nilai Kebugaran Fisik Sesudah Pengobatan

Uji analisis bivariat regresi linear dilakukan dengan metode enter, ada empat variabel independent dan dua variabel dependent. Berdasarkan hasil uji bivariat diperoleh bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara T.

trichiura dan status gizi terhadap fleksibilitas otot. Setelah dilakukan uji multivariat maka tidak terdapat pengaruh T. trichiura dan status gizi terhadap fleksibilitas otot. Penjelasan lebih lanjut pada tabel. 4.4 dan tabel 4.5

Tabel 4.4 Faktor risiko yang mempengaruhi kebugaran fisik sesudah pengobatan (Analisa bivariat)

Variabel Bivariat Kekuatan Otot Fleksibilitas Otot

Koefisien P Koefisien P

A. lumbricoides -0,018 0,885 -0,094 0,447

T. trichiura -0,123 0,320 -0,165 0,179

Status gizi -0.038 0.756 -0.203 0.097

Kadar Hemoglobin -0,056 0,648 0,095 0,442

Tabel 4.5 Faktor risiko yang mempengaruhi kebugaran fisik sesudah pengobatan (Analisa multivariat)

Variabel Multivariat Fleksibilitas Otot

Koefisien P

T. trichiura -0,004 0,152

Status gizi -0.070 0.084

43

BAB 5 PEMBAHASAN

Infeksi STH merupakan salah satu penyakit yang banyak terjadi di masyarakat dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.40 WHO merekomendasikan pengobatan infeksi STH yaitu dengan albendazol 400 mg dosis tunggal, karena berspektrum luas sehingga dapat membunuh beberapa jenis cacing sekaligus.41 Jumlah infeksi STH sangat banyak di Indonesia, prevalensi tertinggi terdapat di Papua dan Sumatera Utara dengan prevalensi antara 50% hingga 80%.42 Penelitian di Bali pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi kecacingan pada anak SD tergolong tinggi berkisar 40%. Pada penelitian kami didapatkan prevalensi infeksi STH sebesar 38.5%. Angka ini masih tinggi bila dibandingkan dengan angka nasional infeksi kecacingan yaitu 10%. Tingginya angka kecacingan dapat digunakan sebagai indikator bahwa pengobatan infeksi cacing belum maksimal.43

Hasil penelitian kami mendapatkan infeksi kecacingan yang tinggi pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 54.4%. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian di Lombok pada tahun 2014 terdapat jenis kelamin perempuan lebih banyak dari laki-laki.44 Penelitian yang dilakukan Bolivia pada tahun 2009 menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara infeksi

Pada penelitian kami terdapat status nutrisi anak yang terbanyak dengan status gizi baik yaitu sebanyak 66.2%, gizi kurang 29.4% dan gizi lebih 4.4%. Hal yang sama pada penelitian yang dilakukan di Yunnan pada tahun 2013, terdapat 58% anak dengan status gizi baik.46 Hasil yang penelitian di Asia Tenggara pada tahun 1995 menyatakan efek infeksi cacing usus terhadap status gizi lebih dipengaruhi infeksi cacing tambang. Sehingga mereka merekomendasikan pada program yang ditujukan untuk memperbaiki status gizi anak, harus lebih dikonsentrasikan pada pemberian nutrisi yang adekuat, bukan hanya pengobatan infeksi STH.47

Kadar hemoglobin pada awal penelitian mempunyai nilai rerata yang normal, sesudah dua bulan pengobatan dengan albendazol 400 mg dosis tunggal mengalami peningkatan. Kami tidak menemukan perbedaan kadar hemoglobin berdasarkan jenis infeksi STH. Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan di Cina pada tahun 2015.48 Berbeda dengan penelitian di Cina pada tahun 2014 terdapat perbedaan kadar hemoglobin pada anak infeksi STH pada bulan pertama, keempat dan keenam. Hal ini disebabkan pengaruh perubahan pola makan yang musiman atau adanya infeksi lainnya.5

Sesudah dua bulan pengobatan dengan albendazol 400 mg sebanyak 15 anak yang masih terinfeksi T. trichiura. Hasil yang sama didapatkan pada studi di Lombok pada tahun 2014 juga menujukkan adanya infeksi T. trichiura

45

tunggal.44 Berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Austria pada tahun 2014, anak yang terinfeksi T. trichiura yang mendapat pengobatan dengan albendazol 400 mg selama tiga hari memiliki efikasi lebih baik dibandingkan dengan pemberian satu hari.49 Namun WHO merekomendasikan dalam mengendalikan infeksi STH dengan kemoterapi modern menggunakan albendazol 400 mg dosis tunggal untuk anak usia diatas dua tahun.4 Berdasarkan penelitian di Etiopia tahun 2013 bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara jumlah telur cacing A. lumbricoides, T. trichiura dan hookworm setelah diberikan dosis tunggal albendazol 400 mg, bahwa dosis tunggal albendazol 400 mg sama efektifnya dalam menurunkan jumlah telur cacing.41 Albendazol dosis tunggal dilaporkan WHO masih memberikan angka penurunan jumlah telur yang cukup baik sebesar 80%.50

Terdapat hubungan yang signifikan antara kebugaran fisik sesudah diberi pengobatan dengan albendazol 400 mg dosis tunggal, terlihat dari fungsi muskuloskletal yang dinilai dari kekuatan otot dan fleksibilitas otot. Hal ini berbeda dengan penelitian di Cina pada tahun 2014 bahwa kekuatan otot dan fleksibilitas otot mengalami peningkatan signifikan sesudah empat bulan pengobatan dengan albendazol 400 mg dosis tunggal.Penelitian ini berbeda karena cepatnya terjadi reinfeksi setelah keberhasilan pengobatan.5

Namun pada penelitian kami tidak terdapat hubungan yang bermakna, antara kebugaran fisik yang dilihat dari komponen respiratori yaitu nilai VO

penelitian di Cina pada tahun 2014, terdapat hubungan yang bermakna dengan meningkatnya nilai VO2 max sesudah satu bulan pengobatan albendazol 400 mg dosis tunggal. Hal ini disebabkan hilangnya rasa sakit perut melalui eliminasi T. trichiura dapat meningkatkan ketahanan anak dalam latihan fisik seperti lari bolak balik 20 meter.5 Pada studi kami tidak terdapat anak yang mengalami gejala sakit perut.

Hasil yang berbeda studi di Kenya pada tahun 1993, terjadi peningkatan kebugaran fisik sesudah 7 minggu sampai dengan 4 bulan pengobatan albendazol 400 mg terlihat dari nilai VO2 max yang meningkat.

Berbeda karena pada studi ini terdapat penurunan jumlah telur cacing Hookworm 80%, A. lumbricoides 100%, T. trichiura 75%.51 Sedangkan pada penelitian kami penurunan jumlah telur cacing A. lumbricoides 70%, T.

trichiura 74%.

Pada penelitian kami Intensitas STH mempunyai hubungan yang signifikan dengan kadar hemoglobin sebelum pengobatan, semakin banyak intensitas telur cacing maka semakin rendah kadar hemoglobin. Namun tidak

Pada penelitian kami Intensitas STH mempunyai hubungan yang signifikan dengan kadar hemoglobin sebelum pengobatan, semakin banyak intensitas telur cacing maka semakin rendah kadar hemoglobin. Namun tidak

Dokumen terkait