• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGOBATAN KECACINGAN TERHADAP KEBUGARAN FISIK PADA ANAK SEKOLAH DASAR DENGAN INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS TESIS MAHYARANI DALIMUNTHE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH PENGOBATAN KECACINGAN TERHADAP KEBUGARAN FISIK PADA ANAK SEKOLAH DASAR DENGAN INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS TESIS MAHYARANI DALIMUNTHE"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGOBATAN KECACINGAN TERHADAP KEBUGARAN FISIK PADA ANAK SEKOLAH DASAR DENGAN INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS

TESIS

MAHYARANI DALIMUNTHE 147041109 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Ilmu Kesehatan Anak / M.Ked (Ped) pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

MAHYARANI DALIMUNTHE 147041109 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(3)
(4)
(5)

PERNYATAAN

Pengaruh Pengobatan Kecacingan Terhadap Kebugaran Fisik Pada Anak Sekolah Dasar dengan Infeksi Soil Transmitted Helminths

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, April 2019

Mahyarani Dalimunthe

(6)

dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini, yang merupakan salah satu tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan magister kedokteran di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya penulisan tesis ini, saya ingin menyampaikan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum sebagai rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) sebagai dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked(Oph), Sp.M(K) sebagai ketua program studi magister kedokteran klinik Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. dr. Mohd Rhiza Z. Tala, M.Ked (OG), Sp.OG(K) sebagai sekretaris program studi magister kedokteran klinik Universitas Sumatera Utara.

5. dr. Supriatmo, M.Ked (Ped), Sp.A(K) selaku ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

6. dr. Selvi Nafianti, M.Ked(Ped), Sp.A(K) selaku ketua program studi Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

7. dr. Ayodhia Pitaloka Pasaribu, M. Ked(Ped), Sp.A, PhD (CTM) sebagai pembimbing pertama dan Prof. dr. Bidasari Lubis, Sp. A(K) sebagai pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing saya dalam menyelesaikan tesis ini.

(7)

8. Dr. Endang H. Ganie, DTM&H, Sp.ParK, dr. Muhammad Ali, Sp.A(K), dan dr.

Pertin Sianturi, M.Ked(Ped), Sp.A(K) selaku penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk memperbaiki tesis ini.

9. Seluruh dosen dan staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

10. Bupati Kabupaten Batubara, Kepala Kecamatan Talawi, Kepala Desa Pahang, Kepala Desa Sei Muka, Kepala SD Negeri 014740 Pahang dan Kepala SD Negeri 010157 Sei Muka yang telah mengizinkan saya melakukan penelitian di wilayah dan instansi yang mereka pimpin.

11. Seluruh guru dan siswa SD Negeri 014740 Pahang dan SD Negeri 010157 Sei Muka yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini.

12. Tim penelitian Talawi yang telah bekerja sama dengan baik dalam menyelesaikan penelitian di lokasi tersebut.

13. Ibunda Hj. Dahliana Sitorus Pane dan Ayahanda H. Amron Dalimunthe serta mertua saya Suka Tambunan dan Ibunda H. Maslen Siagian yang sangat saya cintai dan hormati yang telah memberikan dukungan moril dan materil yang sangat besar selama pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Tuhan Yang Maha Esa.

14. Suami saya Rener Hardeli Tambunan, SH, MH yang sangat saya cintai yang selalu memberikan dukungan moril dan materil serta perhatian selama saya menempuh pendidikan, juga kepada putra tersayang Alberga Sakharaziq Tambunan yang menjadi motivasi dan semangat saya dalam menulis tesis ini.

(8)

ini.

Saya menyadari bahwa tesis ini masih memiliki kekurangan, oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaannya. Akhir kata, saya berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi setiap orang yang menggunakannya.

Medan, April 2019

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan i

Telah di Uji ii

Pernyataan iii

Ucapan Terima Kasih iv

Daftar Isi vii

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xi

Daftar Singkatan xii

Abstrak xiii

Abstract xiv

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Hipotesis 3

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.4.1.Tujuan Umum 3

1.4.2.Tujuan Khusus 3

1.5 Manfaat Penelitian 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) 5

2.2 Epidemiologi Soil Transmitted Helminths (STH) 5

2.3 Infeksi cacing gelang (Ascaris lumbricoides) 6

2.4 Infeksi cacing cambuk (Trichuris trichiura) 8

2.5 Infeksi Cacing Tambang 8

2.6 Diagnosis Infeksi STH 9

2.7 Kebugaran fisik 11

2.8 Patofisiologi STH terhadap kebugaran fisik 15

(10)

3.2.1 Tempat Penelitian 22

3.2.2 Waktu Penelitian 22

3.3. Populasi Penelitian 22

3.4 Sampel dan Pemilihan Sampel 22

3.5 Perkiraan Besar Sampel 23

3.6 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 24

3.6.1 Kriteria Inklusi 24

3.6.2 Kriteria Eksklusi 24

3.7 Persetujuan Setelah Penjelasan / Informed Consent 24

3.8. Etika Penelitian 24

3.9. Cara Kerja dan Alur Penelitian 25

3.9.1. Cara Kerja 25

3.9.2. Alur Penelitian 27

3.10 Identifikasi Variabel 27

3.11 Definisi Operasional 28

3.12 Pengolahan dan Analisis Data 36

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Prevalensi dan Karakteristik Demografi 37

4.2. Jenis Infeksi STH Sebelum dan Sesudah Pemberian Albendazol 39

4.3. Hubungan Kebugaran Fisik Sebelum dan Sesudah Pengobatan dengan Albendazol 40

4.4 Hubungan Intensitas Telur Cacing dengan Kadar Hemoglobin dan Nilai VO2 max Sebelum dan Sesudah Pengobatan 41 4.5 Faktor Risiko yang Mempengaruhi Nilai Kebugaran Fisik

(11)

BAB 5 PEMBAHASAN 43

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 49

BAB 7 RINGKASAN 50

DAFTAR PUSTAKA 51

LAMPIRAN 1. Personil Penelitian 55

2. Biaya Penelitian 55

3. Jadwal Penelitian 55

4. Lembar Penjelasan Kepada Orang Tua 56

5. Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) 58

6. Data Murid 59

7. Tes Kebugaran Fisik 59

8. Kuesioner Subjek Penelitian 60

9. Teknik Hapusan Tebal Kato-Katz 61

10. Etika Penelitian 64

(12)

Tabel 2.1 Tabel klasifikasi intensitas infeksi berdasar jumlah telur 10 Tabel 2.2 Karakteristik telur cacing yang ditularkan melalui tanah 10 Tabel 2.3 Kategori status IMT

15 Tabel 2.4 Rekomendasi WHO frekuensi pemberian obat antelmintik 18 Tabel 4.1 Karakteristik subyek penelitian 39 Tabel 4.2 Hubungan Kebugaran Fisik Sebelum dan Sesudah Pengobatan

dengan Albendazol 40 Tabel 4.3 Hubungan intensitas telur cacing dengan kadar hemoglobin

dan nilai VO2 max sebelum dan sesudah pengobatan 41 Tabel 4.4 Faktor risiko yang mempengaruhi kebugaran fisik sesudah

pengobatan (Analisa bivariat) 42

Tabel 4.5 Faktor risiko yang mempengaruhi kebugaran fisik sesudah

pengobatan (Analisa multivariat) 42

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Lapangan tes lari bolak balik 20 meter 12

Gambar 2.2 Handgrip strength test 13

Gambar 2.3 Tes sit and reach 14

Gambar 2.4 Kerangka Konseptual 21

Gambar 3.1 Alur penelitian 27

Gambar 4.1 Diagram Alur penelitian 38

(14)

WHO : World Health Organization

Ditjend P2PL : Direktorat jenderal pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan

SD : Sekolah dasar

VO2 max : Volume oksigen maksimum MDA : Mass drug administration SBD : School based deworming CBD : Community-Based Deworming

WASHED : Water, sanitation, hygiene education, and deworming IMT : Indeks massa tubuh

PSP : Persetujuan setelah penjelasan

EPG : Egg per gram

BB : Berat badan

TB : Tinggi badan

Hb : Hemoglobin

SPSS : Statistical package for social sciences for windows IK : Interval kepercayaan

n : besar sampel minimal

P : nilai P

SB :simpangan baku

Z :tingkat kemaknaan Zβ : power

(15)

ABSTRAK

Latar belakang: Kebugaran fisik adalah kemampuan tubuh untuk melakukan aktivitas fisik yang ditentukan oleh kondisi fisiologis dan psikiologis tubuh.

Kebugaran fisik memiliki komponen kardiorespirasi, muskuloskeletal, morfologi tubuh. Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) menyebabkan penyerapan nutrisi terganggu, malabsorbsi lemak dan kerusakan mukosa usus sehingga dapat terjadi penurunan kebugaran fisik. Pengobatan infeksi STH dengan Albendazol 400 mg dapat mengganggu ambilan glukosa oleh parasit, bertujuan untuk eradikasi cacing sehingga dapat meningkatkan kebugaran fisik.

Tujuan: Mengetahui pengaruh pengobatan kecacingan terhadap kebugaran fisik pada anak sekolah dasar dengan infeksi STH.

Metode: Penelitian dengan desain kuasi-ekspiremental dilakukan di Desa Pahang dan Desa Sei Muka, kecamatan Talawi, kabupaten Batubara, Sumatera Utara mulai juli hingga desember 2018. Anak berusia 9 hingga 12 tahun diikutkan secara consecutive sampling. Didapatkan 68 anak yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Analisis data menggunakan uji t- dependent (p< 0.05)

Hasil: Dari total 68 anak yang terinfeksi STH, infeksi yang disebabkan oleh Trichuris trichiura sebanyak 58 anak, terdapat pengaruh pengobatan kecacingan dengan komponen kebugaran fisik yaitu kekuatan otot (p=0.001) dan fleksibilitas otot (p=0.031). Namun tidak ada pengaruh jenis cacing, status gizi dan kadar hemoglobin sesudah pengobatan terhadap kebugaran fisik.

Kesimpulan: Pengobatan kecacingan berpengaruh terhadap kekuatan otot dan fleksibilitas otot, namun tidak terhadap Nilai VO2 max.

Kata kunci: STH; anak sekolah; kekuatan otot; fleksibilitas otot; VO2 max.

(16)

Background: Physical fitness is the body's ability to perform physical activities determined by the physiological and psychiatric conditions of the body. Physical fitness has a cardiorespiratory, musculoskeletal component, body morphology. Infection of Soil Transmitted Helminths (STH) causes absorption of disturbed nutrients, malabsorption of fat and damage to intestinal mucosa so that a decrease in physical fitness can occur. Treatment of STH infection with Albendazol 400 mg can interfere with glucose uptake by parasites, aiming to eradicate worms so that they can improve physical fitness.

Objective: Knowing the effect of deworming treatment on physical fitness in elementary school children with STH infection.

Methods: Research with a quasi-pensional design was carried out in Pahang Village and Sei Muka Village, Talawi sub-district, Batubara district, North Sumatra from July to December 2018. Children aged 9 to 12 years were included in consecutive sampling. There were 68 children who met the inclusion and exclusion criteria. Data analysis using t-dependent test (p

<0.05).

Result:From a total of 68 children infected with STH, infections caused by Trichuris trichiura were 58 children, there was an effect of helminthiasis treatment with components of physical fitness namely muscle strength (p = 0.001) and muscle flexibility (p = 0.031). But there was no influence on the type of worm, nutritional status and hemoglobin level after treatment of physical fitness.

Conclusion: Worm treatment affects muscle strength and muscle flexibility, but not VO2 max.

Keywords: Worm treatment affects muscle strength and muscle flexibility, but not VO2 max.

(17)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan sekelompok parasit nematoda yang menyebabkan infeksi pada manusia, akibat kontak dengan telur parasit atau larva yang berkembang di dalam tanah yang hangat dan lembab di negara tropis dan subtropis di dunia. Cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus), Strongyloides stercoralis disebut STH karena sering menimbulkan infeksi kronik secara bersamaan pada seorang anak terutama di negara berkembang.1

Perkiraan World Health Organization (WHO) tahun 2012 bahwa lebih dari 2 milyar orang di seluruh dunia terinfeksi STH, prevalensi tertinggi terjadi didaerah sanitasi yang tidak memadai dan sumber air yang tidak bersih.2 Hasil survei kecacingan oleh Ditjen Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) pada tahun 2009 di Indonesia menyebutkan bahwa ada sebesar 31.8% siswa Sekolah Dasar (SD) menderita kecacingan.

Kecacingan dapat menyebabkan kehilangan karbohidrat dan protein serta kehilangan darah, sehingga menurunkan kualitas sumber daya manusia.3

Studi dari beberapa negara juga menunjukkan bahwa Pengobatan

(18)

Necator americanus) dan cacing gelang (Ascaris lumbricoides) dapat meningkatkan produktivitas kerja, kesehatan dan kebugaran fisik.4 Menurunnya kebugaran fisik merupakan manifestasi dari ketidakmampuan tubuh untuk menjaga pasokan oksigen yang cukup ke jaringan. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai penyebab, diantaranya adalah infeksi kronis yang diakibatkan oleh infeksi STH.5 Organisasi Kesehatan Dunia menganjurkan pemberian obat cacing secara periodik pada populasi beresiko yaitu pada anak-anak usia sekolah dengan albendazol dosis tunggal.4

Ada dua penelitian yang dilakukan uji coba terkontrol secara acak di Kenya menunjukkan bahwa kebugaran fisik pada anak sekolah dasar yang terinfeksi STH, membaik 7 minggu sampai 4 bulan setelah mendapat pengobatan albendazol 400 mg dosis tunggal dengan menggunakan uji lari bolak balik 20 meter.5 Namun di Indonesia, belum ada penelitian tentang pengaruh pengobatan kecacingan terhadap kebugaran fisik pada anak sekolah dasar dengan infeksi STH.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah ada pengaruh pengobatan kecacingan terhadap kebugaran fisik pada anak sekolah dasar dengan infeksi STH.

(19)

3

1.3 Hipotesis

Ada pengaruh pengobatan kecacingan terhadap kebugaran fisik pada anak sekolah dasar dengan infeksi STH.

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui pengaruh pengobatan kecacingan terhadap kebugaran fisik dengan anak yang terinfeksi STH.

1.4.2 Tujuan khusus

1. Hubungan intensitas telur cacing dengan kadar hemoglobin dan nilai VO2

max sebelum dan sesudah pengobatan

2. Mengetahui faktor risiko yang dapat mempengaruhi nilai kebugaran fisik sesudah pengobatan albendazol.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Di bidang akademik dan ilmiah: memberikan informasi mengenai pengobatan kecacingan pada anak dengan infeksi STH.

2. Di bidang pelayanan masyarakat: memberikan informasi kepada petugas kesehatan tentang regimen pemberian albendazol yang lebih efektif untuk mengatasi infeksi STH demi meningkatkan upaya kesehatan anak dan membantu program kementerian kesehatan Republik Indonesia khususnya Direktorat jendral pengendalian penyakit dan penyehatan

(20)

3. Di bidang pengembangan penelitian: hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi untuk penelitian selanjutnya.

4. Membantu program WHO dalam pemberian antihelmintik yang tepat untuk mencapat target 75% pada anak usia sekolah secara global pada tahun2020.

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH)

Infeksi STH disebabkan oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), cacing tambang (Necator americanus atau Ancylostoma duodenale) dan Strongyloides stercoralis Infeksi keempat cacing ini bisa dijumpai bersamaan pada satu individu, terutama anak yang tinggal di negara yang kurang berkembang dan merupakan infeksi kronis.6 Anak yang terinfeksi dapat mengalami malnutrisi, perawakan pendek, keterbelakangan intelektual dan defisit kognitif dan gangguan dalam pendidikan. Hal ini telah dilaporkan dalam beberapa penelitian mengenai efek infeksi STH pada performa kehadiran sekolah dan produktivitas ekonomi.3

2.2 Epidemiologi Soil Transmitted Helminths (STH)

Soil transmitted helminths menginfeksi lebih dari 1.45 milyar individu di seluruh dunia dan lebih dari seperempat penduduk dunia terinfeksi dengan satu jenis atau lebih dari STH.1 Ascaris lumbricoides dijumpai diseluruh dunia dan diperkirakan 1.3 milyar orang pernah terinfeksi dengan cacing ini. Tricuris trichiura ditemukan di seluruh dunia dengan endemisitas yang tinggi, umur yang paling rentan mendapat infeksi cacing ini adalah 5-15 tahun. Necator americanus dan Ancylostoma duodenale ditemukan di daerah tropis dan

(22)

subtropis seperti Asia dan Afrika. Intensitas infeksi meningkat sampai usia 6- 7 tahun dan kemudian stabil.7

Di Indonesia, prevalensi infeksi STH di 8 provinsi pada tahun 2008 berkisar 2,7% sampai 60.7%, dengan distribusi spesies Ascaris lumbricoides, Tricuris trichiura dan Hookworm (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) pada anak sekolah masing-masing 14.5%, 13.9% dan 3.6%.3 Penelitian yang dilakukan di desa Suka kecamatan Tigapanah, kabupaten Karo, Sumatera Utara tahun 2004 menunjukkan prevalensi kecacingan pada anak usia sekolah dasar sebesar 91.3%.8 Penelitian cross-sectional di Belawan Sumatera Utara tahun 2015 pada anak usia sekolah di dua sekolah dasar, melaporkan bahwa prevalensi infeksi STH sebesar 65.4%.9 Penelitian yang dilakukan di desa Suka kecamatan Tigapanah, kabupaten Karo, Sumatera Utara tahun 2018 prevalensi infeksi STH sebesar 55.6%.10 Hal ini menunjukkan masih tinggi penyakit kecacingan pada anak sekolah khususnya anak sekolah dasar di Provinsi Sumatera Utara.

2.3 Infeksi cacing gelang (Ascaris lumbricoides)

Cacing jantan mempunyai panjang 10-30 cm, cacing betina panjang 22-35 cm dan dapat bertelur 100.000-200.000 butir sehari, siklus hidup A.

lumbricoides dimulai dari dikeluarkannya telur oleh cacing betina dewasa di usus halus manusia dan kemudian dikeluarkan melalui feses. Manusia merupakan satu-satunya hospes defenitif. Telur ini dapat bertahan hidup

(23)

7

karena adanya mamillated outer coat, partikel tanah melekat pada dinding telur dapat melindunginya dari kerusakan. Kondisi yang menguntungkan seperti udara yang hangat, lembab, tanah yang terlindung dari matahari, embrio akan berubah menjadi larva di dalam telur dalam waktu kurang lebih 3 minggu.11

Telur yang infektif bila tertelan oleh manusia dindingnya akan mulai dicerna di lambung, selanjutnya telur masuk ke duodenum. Perbedaan keasaman cairan lambung dan duodenum akan melemahkan dinding telur serta merangsang pergerakan larva yang terdapat didalamnya sehingga dinding telur pecah dan larva keluar. Larva akan menembus dinding usus halus menuju venula mesenterika dan menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan melalui sirkulasi portal masuk ke hepar, kemudian ke jantung dan paru. Di paru larva menembus dinding pembuluh darah dan dinding alveolus, masuk kerongga alveolus kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva menuju ke faring dan menimbulkan rangsangan batuk. Adanya rangsangan batuk ini menyebabkan larva tertelan ke esofagus, lalu menuju usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa diperlukan waktu lebih kurang 65-70 hari, cacing dewasa dapat hidup di usus halus selama 1 tahun.12

(24)

2.4 Infeksi cacing cambuk (Trichuris trichiura)

Cacing betina panjang kurang lebih 5 cm, cacing jantan kurang lebih 4 cm.

Bagian anteriornya seperti cambuk, cacing betina menghasilkan telur setiap harinya 3000-10.000 butir. Manusia merupakan hospes defenitif utama pada cacing cambuk (Trichuris trichiura), Bila telur berisi embrio tertelan manusia, larva yang menjadi aktif keluar melalui dinding telur, masuk kedalam usus bagian proksimal dan menembus villi usus. Di dalam usus dapat menetap selama 3–10 hari. Setelah menjadi dewasa cacing turun kebawah ke daerah sekum. Suatu struktur yang menyerupai cambuk pada bagian anterior dan menempatkan kedalam mukosa usus hospesnya. Di tempat itulah cacing mengambil makanannya. Masa pertumbuhan, mulai dari telur tertelan sampai menjadi dewasa lebih kurang 30–90 hari. Cacing dewasa dapat hidup untuk beberapa tahun.13

2.5 Infeksi Cacing Tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)

Cacing jantan berukuran panjang kurang lebih 0.8 cm, dan cacing betina berukuran kurang lebih 1 cm. Ancylostoma duodenale menyerupai huruf C, bertelur 10.000-25.000 butir per hari dan mempunyai dua pasang gigi yang berfungsi untuk melekatkan diri di mukosa usus. Infeksi lebih sering terjadi dengan tertelan larva.11

Necator americanus menyerupai bentuk huruf S, tiap hari bertelur

(25)

9

melalui kulit.12 Manusia merupakan satu-satunya hospes defenitif dari kedua cacing tambang ini. Siklus hidup cacing terdiri atas tiga tahap yaitu telur, larva, dan cacing dewasa. Cacing tambang melekat pada mukosa usus halus dengan rongga mulutnya. Telur yang dikeluarkan bersama tinja menjadi matang dan mengeluarkan larva rhabditiform dalam waktu 1–2 hari pada suhu optimum. Dalam waktu 3–4 hari larva rhabditiform menjadi larva filariform yang infektif dan dapat menembus kulit manusia. Bila larva menembus kulit manusia akan mengikuti aliran limfe atau pembuluh kapiler dan dapat mencapai paru-paru. Larva akan naik ke bronkus dan trakea, akhirnya masuk ke usus dan menjadi dewasa. Migrasi melalui darah dan paru-paru berlangsung selama satu minggu, sedangkan siklus dari larva menjadi dewasa berlangsung 7–8 minggu.7,12

2.6 Diagnosis Infeksi STH

Diagnosis dilakukan dengan menemukan telur pada sediaan basah tinja langsung. Perhitungan telur per gram tinja dengan teknik katokatz untuk menentukan berat ringannya infeksi. Selain itu diagnosis dapat dibuat bila cacing dewasa keluar melalui mulut, hidung atau anus.11,13 Klasifikasi intensitas infeksi berdasarkan jumlah telur dalam satu gram feses dapat dilihat pada tabel 2.1.14 Karakteristik telur cacing dapat dilihat pada tabel 2.23

(26)

Tabel 2.1 Tabel Klasifikasi intensitas infeksi berdasarkan jumlah telur dalam satu gram feses. 14

No. Klasifikasi Jenis Telur Cacing

Cacing gelang Cacing cambuk Cacing tambang

1. Ringan 1 – 4.999 1 – 999 1 – 1..999

2. Sedang 5.000 – 49.999 1.000 – 9.000 2.000 – 3.999

3. Berat ≥ 50.000 ≥ 10.000 ≥ 4.000

Tabel 2.2 Karakteristik telur cacing yang ditularkan melalui tanah 3

Spesies Ukuran Bentuk Warna Keterangan Gambar

A. lumbricoides (tidak dibuahi)

60-90x 40-60 (mikron)

Memanja ng ellipsoidal

Coklat tua

Lebih ramping, bagian luar mempunyai tonjolan kasar dan lapisan

albuminoid. Bagian dalam penuh berisi granul A. lumbricoides

(dibuahi), tanpa lapisan albumin (decorticated)

45-70x 35-50 (mikron)

Oval Jernih Bentuk hampir

menyerupai telur cacing tambang, tapi dinding tebal

A. lumbricoides (dibuahi,dengan lapisan albumin)

50-70x 40-50 (mikron)

Lonjong atau bulat

Kuning kecoklat an sampai coklat

Dinding tebal dan berlapis, bagian luar dilapisi lapisan yang berbenjol-benjol dan bergelombang A. lumbricoides

Infektif (siap menginfeksi manusia)

50-70x 40-50 (mikron)

Lonjong atau bulat

Kuning kecoklat an sampai coklat

Dinding tebal berlapis 3 (fertil) atau 2

(decorticated) berisi larva

T. trichiura 50-54x 22-23 (mikron)

Seperti tempayan

Coklat sampai coklat tua

Kedua kutub menyerupai

“Sumbu/knob”

Stadium infektif berisi larva

Cacing tambang 55-75x 35-46 (mikron)

Oval atau ellipsoidal

Jernih Dinding telur satulapis, bila baru dikeluarkan melalui tinja intinya terdiri atas 4-8 sel

(27)

11

2.7 Kebugaran fisik

Kebugaran fisik merupakan kemampuan tubuh untuk melakukan aktivitas fisik yang ditentukan oleh kondisi fisiologis dan psikologis tubuh. Kebugaran fisik memiliki komponen kardiorespirasi, muskuloskeletal, morfologi tubuh dan penggerak (motor component).15

Komponen kardiorespirasi merupakan komponen yang paling penting dalam menentukan kebugaran fisik yang menggambarkan kemampuan sistem kardiovaskular dan respirasi untuk menyediakan oksigen yang dibutuhkan selama melakukan aktivitas fisik. Ambilan oksigen maksimal (VO2

max) adalah kriteria untuk mengukur daya tahan kardiorespiratori, yaitu mengukur tingkat tertinggi dari oksigen yang dikonsumsi oleh otot rangka selama latihan. Hal ini dinyatakan dalam liter oksigen per menit absolut atau relatif terhadap berat badan mililiter oksigen per kilogram berat badan per menit (ml/kg/menit).16 Kebugaran fisik dapat dinilai secara subjektif self report dan objektif. Pengukuran subjektif dengan menggunakan kuesioner dan objektif dengan menggunakan alat atau cara tertentu dan diobservasi secara langsung.17

Pengukuran kebugaran fisik yang akurat dan terjangkau diharapkan bisa menjadi alat yang sangat berharga untuk kondisi ini. Pengukuran kebugaran fisik dapat dilakukan dengan berbagai metode, namun penerapan dan frekuensinya berhubungan dengan sumber daya yang ada di lokasi

(28)

adalah dengan mengukur kapasitas aerobik maksimal melalui VO2 max.18 Salah satu metode yang digunakan untuk menilai kebugaran kardiorespirasi adalah dengan menilai VO2 maxdengan menggunakan uji lari bolak balik 20 meter (gambar 2.1).19 Penelitian yang dilakukan di Kanada dengan cara uji lari bolak-balik 20 meter digunakan untuk menentukan kapasitas aerobik maksimal anak dan telah divalidasi pada anak usia sekolah.15 Sejak dikembangkan oleh Leger dan Lambert pada tahun 1982, uji lari bolak-balik 20 meter telah banyak digunakan di negara maju sebagai alat untuk mengukur kapasitas aerobik pada orang dewasa dan anak.19

Gambar 2.1 Lapangan tes lari bolak balik 20 meter.19

Komponen muskuloskeletal merupakan keseimbangan semua fungsi sistem muskuloskeletal yang terdiri atas kekuatan otot (muscle strength) yaitu kemampuan untuk melakukan kontraksi secara berulang, ketahanan otot (muscular endurance) yaitu kemampuan untuk mempertahankan satu kontraksi dalam satu periode yang panjang dan muscular force yaitu kemampuan melakukan kontraksi maksimal dalam waktu singkat.20

Salah satu tes yang digunakan untuk menilai kekuatan otot adalah dengan tes handgrip strength, dimana tes ini berhubungan dengan kekuatan otot tangan dan punggung tangan dalam melakukan genggaman maksimal

(29)

13

secara isometrik. Tes ini memberikan gambaran keadaan otot, saraf, tulang dan sendi. Hasil pengukuran tes ini dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, perbedaan sudut bahu, siku, pergelangan tangan, postur tubuh serta ukuran tangan.21 Tes ini menggunakan alat hand dynamometer (gambar 2.2). Cara melakukan tes ini adalah peserta melakukan kontraksi maksimal pada tangan sambil menggenggam hand dynamometer dengan posisi bahu dipertahankan lurus dalam posisi horizontal dengan lantai. Tes diulang tiga kali dengan interval waktu 15 detik pada kedua tangan dan nilai maksimal yang dicatat sebagai kekuatan otot. Hasil pengukuran dalam satuan kilogram.22 Nilai normal kekuatan otot pada anak usia 9 sampai 12 tahun adalah 11,6 kg sampai 21,6 kg.23

Gambar 2.2 Handgrip strength test 20

Fleksibilitas otot adalah komponen muskoloskeletal yang berhubungan dengan kemampuan otot atau sekelompok otot untuk bergerak bebas mencapai batas akhir rentang gerakan (range of motion).20 Fleksibilitas otot sangat diperlukan dalam melakukan aktivitas fisik harian, salah satu tes yang

(30)

Gambar dapat dilihat pada (gambar 2.3). Tes ini memerlukan box yang dilengkapi dengan indikator dan penggaris berskala.16 Cara melakukan tes sit and reach adalah peserta duduk di lantai dengan kedua tungkai diluruskan ke depan menyentuh perangkat, siku dipertahankan tetap lurus, kemudian membungkuk ke depan mencapai kapasitas maksimal sambil ujung jari menekan indikator penggaris berskala. Nilai normal fleksibilitas otot pada anak adalah 11 cm sampai 20 cm.21

Gambar 2.3 Test sit and reach 24

Komponen morfologi tubuh menyangkut komposisi tubuh. Salah satu penilaian morfologi tubuh adalah dengan menilai indeks massa tubuh (IMT).

IMT dihitung dengan menggunakan berat badan dan tinggi badan anak yang menggambarkan komposisi lemak tubuh. Nilai IMT dihitung dengan rumus berikut:25

berat badan (kg) IMT =

( tinggi badan(m))2

Nilai IMT pada anak dievaluasi dengan memplotkan nilai IMT pada kurva IMT CDC (Centers for Disease Control and Prevention) tahun 2000 berdasarkan usia dan jenis kelamin. Interpretasi nilai IMT pada anak pada (tabel 2.3)

(31)

15

Tabel 2.3 Kategori status IMT 26

Kategori status IMT Rentang persentil

Underweight ≤ Persentil ke-5

Normal Persentil ke-5 - < Persentil ke-85

Overweight Persentil ke-85 - < Persentil ke-95

Obesitas ≥ Persentil ke-95

2.8 Patofisiologi Infeksi STH terhadap Kebugaran Fisik

Seekor cacing A. lumbricoides ini akan mengambil karbohidrat sebanyak 0.14 gram dan protein 0.035 gram setiap harinya, sehingga akan menyebabkan hiperperistaltik sehingga menimbulkan diare, rasa tidak enak diperut, kolik akut pada epigastrium dan gangguan selera makan. Sehingga menyebabkan terjadinya malnutrisi, defisit pertumbuhan dan gangguan kebugaran fisik.11,12 Cacing T.trichiura dewasa mengisap sekitar 0,005 mL darah per hari.

Mekanisme cacing untuk bertahan hidup diusus, salah satunya cacing T.trichiura dewasa diujung anteriornya menyerupai cambuk dan menjepit ke dinding usus besar dan sekum dengan mengeluarkan protein yang membentuk pori. Mekanisme invasif ini menyebabkan peradangan dan perdarahan yang mengakibatkan sakit perut dalam jangka pendek dan dijangka panjang bisa terjadi prolaps rektum dan anemia.7,11Anak-anak yang terinfeksi cacing ini sering menderita disentri kronis, prolaps rektum, anemia, pertumbuhan yang buruk, dan juga terjadi gangguan latihan fisik.2,11,12

(32)

Infeksi cacing tambang pada manusia disebabkan oleh Necator americanus dan Ancylostoma duodenale. Cacing dewasa hidup di sepertiga bagian atas usus halus terutama di jejenum dan duodenum, melekat pada mukosa usus. A.duodenale dapat bertahan hidup selama 1 sampai 2 tahun, sedangkan N.americanus selama 3 sampai 5 tahun atau lebih. Cara infeksi adalah per kutaneus yaitu terutama N. americanus atau secara per oral terutama A. duodenale dengan tertelan bersama makanan yang terkontaminasi tanah. Cacing tambang menghisap darah lebih banyak dibandingkan dengan cacing T.trichiura. Seekor cacing A.duodenale dapat menghisap 0,16 ml sampai 0,34 ml darah per hari, sedangkan seekor cacing N.americanus dapat menghisap 0,03 ml sampai 0,05 ml.11,13

2.9 Pengaruh Pengobatan infeksi STH terhadap Kebugaran Fisik

World Health Organization telah memfokuskan pada pendekatan terpadu terhadap air bersih, sanitasi, edukasi kesehatan dan terapi obat (deworming) dalam mengendalikan infeksi STH. Program ini dinamakan WASHED (water, sanitation, hygiene education, and deworming) untuk memutus siklus penularan parasit usus.27

Deworming adalah pemberian obat antelmintik secara dini dan bersifat periodik untuk populasi yang berisiko tinggi terinfeksi STH. Pemberian antelmintik yang bertujuan untuk eradikasi cacing usus pada individu yang terinfeksi, sehingga mengurangi jumlah individu terinfeksi dengan intensitas

(33)

17

tinggi yang dapat menyebarkan infeksi kepada orang lain dan untuk mengurangi morbiditas dengan pengurangan jumlah atau intensitas cacing.3,27

Obat antelmintik dapat didistribusikan pada skala masal tanpa diagnosis infeksi individu (kemoterapi preventif). Intervensi kesehatan masyarakat ini dilakukan dengan menggunakan metode yang berbeda, yaitu:28

1. Mass Drug Administration (MDA). Obat anthelmintik didistribusikan secara berkala untuk seluruh penduduk di wilayah geografis tertentu (seperti negara, wilayah, provinsi, kabupaten, kota atau masyarakat).

2. Targeted Preventive Chemotherapy. Obat anthelmintik didistribusikan dengan interval regular secara spesifik pada kelompok berisiko, ditentukan oleh usia (misalnya, anak-anak usia sekolah), jenis kelamin, atau karakteristik lain, seperti pekerjaan misalnya petani atau penambang.

3. Selective Preventive Chemotherapy. Obat antihelmentik diberikan berdasarkan deteksi rutin dalam kelompok populasi di daerah endemik ke semua orang yang terinfeksi atau orang-orang yang dicurigai terinfeksi.

Antelmintik yang digunakan dalam program ini adalah albendazol 400 mg untuk dewasa dan anak usia >2 tahun.28

(34)

Tabel 2.4 Rekomendasi WHO frekuensi pemberian obat antelmintik sebagai kemoterapi preventif untuk infeksi STH pada anak usia sekolah berdasarkan risiko.26

Kategori Risiko Area Prevalensi STH pada anak usia sekolah

Frekuensi terapi

Tinggi >50% Dua kali setahun

Sedang > 20% dan < 50% Sekali setahun

Rendah <20% Terapi berdasarkan

kasus yang ada

Albendazol adalah antelmintik golongan benzimidazole dengan nama kimia methyl [5-(propylthio)-1 H-benzimidazol-2-yl] carbamate. Albendazol diberikan pada saat perut kosong untuk penanganan parasit-parasit intraluminal. Namun untuk penanganan terhadap parasit-parasit jaringan, obat ini harus diberikan bersama dengan makanan berlemak.29

Farmakokinetik albendazol yaitu absorpsi diusus, lebih baik bila dikonsumsi bersama dengan makanan berlemak dan obat ini dimetabolisme di hati menjadi turunan sulfoksida (albendazole sulphoxide) yang dapat dideteksi di plasma dalam waktu 3 jam dengan waktu paruh 8-9 jam.

Metabolit sulfoksida diekskresi oleh ginjal melalui urin, hati melalui empedu.30 Albendazol termasuk antelmintik dengan spektrum luas, yang efektif terhadap infeksi cacing intestinal dan infeksi cacing jaringan.27

Efek farmakodinamik antelmintik albendazol dan metabolitnya, albendazol sulfoksida bekerja dengan jalan menghalangi polimerisasi tubulin dan pengambilan glukosa oleh sel parasit dengan demikian mengurangi

(35)

19

ambilan glukosa secara ireversibel. Akibatnya parasit-parasit usus dilumpuhkan atau mati perlahan-lahan. Pembersihan parasit tersebut dari saluran cerna belum dapat menyeluruh hingga beberapa hari setelah pengobatan. Obat ini juga memiliki efek larvisid (membunuh larva) serta efek ovisid (membunuh telur). Albendazol tersedia dalam bentuk tablet kunyah 200 mg dan 400 mg, dan sedian sirup.Untuk pengobatan infeksi STH, dosis oral yang diberikan untuk anak berumur lebih 2 tahun dan dewasa yaitu dosis tunggal 400 mg.27,28

Efek toksik sistemik, seperti pada hati dan sumsum tulang, proteinuria, jarang terjadi dengan dosis terapi antelmintik benzimidazol untuk infeksi STH.

Namun, gejala efek samping obat seperti sakit perut, diare, mual, pusing, dan sakit kepala sering terjadi. Secara keseluruhan, bukti menunjukkan penggunaan obat ini pada anak berusia kurang dari 6 tahun masih aman.26

Penelitian di Kenya tahun 1993 setelah dilakukan pemberantasan infeksi STH dengan albendazol 400 mg, dapat meningkatkan pertumbuhan, kebugaran fisik dan denyut jantung yang normal saat istirahat. WHO dan salah satu peneliti di Kenya pada tahun 1992 mulai menetapkan untuk dilakukannya pemberantasan kecacingan pada anak sekolah.25

Kebugaran fisik telah berkorelasi positif dengan kinerja akademik melalui peningkatan memori dan perhatian, sementara kekuatan fisik dituntut dalam pekerjaan, yang seringkali menjadi sumber pendapatan utama

(36)

kondisi kemiskinan dan malnutrisi dapat dicegah. Berdasarkan alasan yang rasional bahwa menurunkan intensitas infeksi akan membantu mengendalikan morbiditas akibat infeksi cacing kronik maka World Health Organization menganjurkan pemberian obat cacing secara periodik pada populasi berisiko yaitu anak usia sekolah dengan albendazol dosis tunggal 400 mg. 5,25

(37)

21

2.10 Kerangka Konseptual

3.

4.

Gambar 2.4 Kerangka Konseptual Infeksi STH

Infeksi salurah cerna BAB berdarah

Kekurangan zat besi Anemia

Gejala; diare, lemas, demam

Gangguan pertumbuhan- perawakan pendek

Gangguan kognitif

Kebugaran fisik

Tidak hadir di sekolah meningkat

Penurunan produktifitas kerja

Fungsi Muskuloskeletal

Fungsi Kardiorespirasi Morfologi Tubuh

Uji lari bolak balik 20 meter

Kekuatan otot

Flexibilitas Otot

Handgrip Strength test Tes sit and reach IMT VO2 max

Jumlah putaran

yang selesai Albendazol

Kebugaran fisik

(38)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain kuasi eksperimental, yang membandingkan kebugaran fisik sebelum dan sesudah pengobatan kecacingan pada anak Sekolah Dasar dengan infeksi STH.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di SD Negeri 014740 Pahang dan SD Negeri 010157 Sei Muka, kecamatan Talawi, kabupaten Batubara, Sumatera Utara.

3.2.2 Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2018 – Desember 2018 3.3 Populasi Penelitian

Populasi target pada penelitian ini adalah anak usia 9 sampai 12 tahun yang terinfeksi STH di SD Negeri 014740 Pahang dan SD Negeri 010157 Sei Muka, kecamatan Talawi, kabupaten Batubara, Sumatera Utara

3.4 Sampel dan Pemilihan sampel

Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pemilihan sampel berdasarkan consecutive sampling.

(39)

23

3.5 Perkiraan Besar Sampel

Besar sample dihitung dengan mempergunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis dengan variabel numerik pada satu populasi, yaitu :31

Keterangan rumus : 5 n = Besar sampel

Z = Nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai  yang besarnya ditentukan. Nilai  =0,05  Z= 1,96

Zβ = Nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai β yang ditentukan. Nilai β= 0,2  Zβ= 0,842

SD = Simpangan baku = 3.2

X1- X2 = Selisih rerata minimal yang dianggap bermakna yang didapat dari data penelitian sebelumnya atau jika tidak ada dapat ditentukan peneliti. X1-X2=1.9

Dengan menggunakan rumus di atas besar sampel minimal sebanyak 45 anak, Perkiraan gagal follow up sebesar 10% maka jumlah total sampel minimal sebesar 50 anak.

(40)

3.6 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.6.1. Kriteria Inklusi sampel

1. Anak berusia 9-12 tahun yang terinfeksi STH

2. Dari hasil pemeriksaan kato-katz ditemukan salah satu atau kombinasi dari telur STH yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Hookworm, Strongyloides stercoralis.

3.6.2. Kriteria eksklusi

1. Tidak mengikuti prosedur penelitian

2. Anak dengan penyakit kronis, seperti; asma bronkial, gagal ginjal kronik, TB paru, penyakit jantung bawaan, gizi buruk, obesitas, abses dan luka dibagian tubuh dan anggota gerak,

3. Anak yang mengkonsumsi antihelmintik dalam 1 bulan terakhir

3.7 Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed consent)

Semua subjek penelitian telah diminta persetujuan dari orang tua atau wali setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu.

3.8 Etika penellitian

Persetujuan penelitian akan diminta dari Komite Etik Penelitian Kesehatan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

(41)

25

3.9. Cara Kerja dan Alur Penelitian 3.9.1. Cara Kerja

1. Mengumpulkan anak SD yang berusia 9 tahun sampai 12 tahun di kecamatan Pahang dan Sei muka kabupaten Batubara, Sumatera Utara.

2. Menjelaskan mengenai penelitian yang dilakukan dan meminta persetujuan setelah penjelasan informed consent dari orang tua atau wali.

3. Orangtua atau wali mengisi formulir data pasien dan kuesioner yang dibagikan.

4. Pot tinja yang sudah diberi nomor berdasarkan nomor sekolah, kelas dan nomor absen dibagikan pada anak SD Negeri 014740 Pahang dan SD Negeri 010157 Sei Muka, kecamatan Talawi kabupaten Batubara, Sumatera Utara

5. Tinja yang telah dikumpul diperiksa dengan metode kato-katz.

6. Dilakukan pengukuran berat badan terhadap masing–masing sampel.

Berat badan diukur dengan timbangan berdiri digital merk Omron dengan ketelitian 0,1 kg. Alat timbangan diletakkan pada lantai yang datar dan tidak mudah goyang. Lihat angka pada posisi angka nol. Sampel diukur dengan menggunakan pakaian sekolah tanpa alas kali, jaket, topi, jam tangan, kalung dan tidak memegang atau mengantongi sesuatu. Sampel diukur dengan posisi berdiri diatas alat timbangan tanpa dipegangi.

(42)

7. Dilakukan pengukuran tinggi badan terhadap masing-masing sampel.

Tinggi badan diukur dengan menggunakan microtoise merk Gea dengan ketelitian 0.1 cm. Sampel diukur tanpa alas kaki dengan posisi berdiri dimana kepala, punggung, bokong dan tumit menempel pada dinding tempat microtoise digantung. Microtoise ditarik hingga menempel pada puncak kepala sampel dan dibaca pengukuran yang tertera.

8. Semua sampel kemudian dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin dengan menggunakkan alat Hb-Meter portable dengan merk “Hemoque”

buatan Swedia dengan ketelitian 0,1 gr/dL. Darah sampel diambil dari ujung jari kemudian darah di teteskan ke strip pada alat pemeriksaan.

Hasil dibacakan melalui layar alat pemeriksaan.

9. Pemeriksaan tinja dengan metode kato-katz dijumpai telur cacing dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

10. Pengukuran fungsi muskuloskeletal dengan menggunakan alat hand dynamometer dan sit and reach box dan fungsi kardiorespirasi.

11. Pemberian terapi albendazol 400 mg tablet

12. Dua bulan sesudah terapi dilakukan pemeriksaan tinja, pemeriksaan hemoglobin, pengukuran fungsi muskuloskeletal dan fungsi kardiorespirasi.

13. Data-data dikumpulkan, disusun dalam bentuk tabel dan kemudian dilakukan analisis statistik.

(43)

27

3.9.2 Alur Penelitian

1.

2.

Gambar 3.1. Alur penelitian 3.10 Identifikasi Variabel

Variabel bebas Skala

Pengobatan STH Nominal Variabel tergantung Skala

VO2 max Numerik

Kekuatan otot Numerik

Anak Sekolah Dasar usia 9-12 tahun diperiksa feses

Ekskusi:

Tidak ditemukan telur cacing Pendaftaran Anak SD infeksi STH(+)

Pemeriksaan Status nutrisi, kadar hemoglobin,

Albendazol 400 mg dosis tunggal

Pemeriksaan parasitologi, hemoglobin, uji lari bolak balik,

Test sit and reach, handgrip strength test

2 bulanfollow-up

Anak SD infeksi STH(+) uji lari bolak balik, Test sit and

reach, handgrip strength test

(44)

Variabel perancu Skala

Status gizi Ordinal

Indeks massa tubuh (IMT) Ordinal Intensitas telur cacing Numerik

Kadar hemoglobin Numerik

3.11. Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Soil Transmitted Helminths (STH) yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) adalah infeksi cacing parasit yang paling sering dijumpai pada manusia.1

2. Kebugaran fisik adalah kemampuan tubuh untuk melakukan aktivitas fisik dan atau latihan fisik yang menggabungkan fungsi sistem kardiorespirasi, muskoloskeletal dan morfologi tubuh.6

2.1. Fungsi kardiorespirasi adalah kemampuan konsumsi oksigen maksimal (VO2 max) oleh tubuh saat melakukan latihan yang dinilai dengan melakukan uji lari bolak balik 20 meter.16,32

Fasilitas dan alat :

1. Lintasan yang datar dan tidak licin sepanjang 20 meter

2. Buat 2 garis dengan jarak yang ditentukan oleh kecepatan kaset.

3. Meteran

(45)

29

5. Aplikasi Bleep Test dan pengeras suara 6. Alat tulis

Petugas : Pengukur jarak, petugas start, pengawas lintasan, pencatat skor

Cara ukur :

1. Siapkan tempat yang datar dan nyaman (tidak licin dan aman) untuk berlari antara 2 titik berjarak 20 meter, tandai kedua titik tersebut (dengan garis atau tanda/benda lainnya).

2. Apabila luasnya tempat memadai untuk test beberapa peserta sekaligus, maka lintasan dapat diatur secara seri maupun paralel asalkan setiap peserta dapat mendengar aba-aba dengan jelas.

3. Ikuti petunjuk dari Bleep test. Setelah 5 hitungan bleep, peserta tes mulai berlari, dari garis pertama ke garis 2. Kecepatan berlari harus diatur konstan dan tepat tiba di garis, lalu berbalik arah (pivot) ke garis asal.

4. Jika peserta tes sudah sampai di garis sebelum terdengar bunyi bleep, peserta tes harus menunggu di belakang garis, dan baru berlari lagi saat bunyi kaset. Begitu seterusnya, peserta tes berlari bolak-balik sesuai dengan irama bleep test.

5. Lari bolak-balik ini terdiri dari beberapa tingkatan (level). Setiap tingkatan terdiri dari beberapa balikan (shuttle).

(46)

6. Peserta tes berlari sesuai irama bleep sampai ia tidak mampu mengikuti kecepatan irama tersebut (pada saat bleep terdengar, peserta tes belum sampai di garis). Jika dalam 2 kali berturut-turut peserta tes tidak berhasil mengejar irama bleep, maka peserta tes tersebut dianggap sudah tidak mampu mengikuti tes, dan ia harus berhenti

7. Lakukan pendinginan dengan cara berjalan, jangan langsung berhenti/duduk.

VO2 max dinilai dengan menggunakan rumus:33

VO2 max = 31,025 + 3.238X1-3,248X2 + 0.1536X1X2

Skala ukur : numerik

X1 : Kecepatan lari (km/jam)

X2 : Usia

Hasil ukur : ml/kgBB/menit

Nilai normal VO2 max pada anak usia 8 sampai 12 tahun adalah 39 ml/KgBB/menit sampai 48.9 ml/KgBB/menit.19

2.2 Fungsi muskuloskeletal adalah kekuatan otot tangan dan fleksibilitas otot punggung :20

2.2.1 Kekuatan otot adalah kekuatan otot tangan dengan tes handgrip strengh

Alat ukur : hand dynamometer merek Camry

(47)

31

dengan bahu dipertahankan lurus dalam posisi horizontal dengan lantai diulang tiga kali dengan interval 15 detik pada kedua tangan dan nilai maksimal yang dicatat sebagai kekuatan otot.Kekuatan otot dinilai oleh peneliti.19

Skala ukur : numerik Hasil ukur : kg Ketelitian : 0.5 kg

2.2.2 Fleksibilitas otot adalah fleksibilitas otot punggung dengan sit and reach test

Alat ukur : sit and reach box merek Novel

Cara ukur : Subjek duduk di lantai dengan kedua tungkai diluruskan ke depan menyentuh perangkat, kemudian membungkuk ke depan sampai kapasitas maksimal dengan ujung jari menekan indikator dengan siku dipertahankan tetap lurus.34

Fleksibilitas otot dinilai oleh peneliti.

Skala ukur : numerik Hasil ukur : cm Ketelitian : 0.5 cm

3. Pengobatan kecacingan adalah pemberian antelmintik yag bertujuan untuk eradikasi cacing usus pada individu yang terinfeksi.30

(48)

4. Indeks massa tubuh (IMT). Indeks massa tubuh dihitung dengan menggunakan rumus berat badan (kg) dibagi tinggi badan (m) kuadrat, lalu diplotkan ke dalam kurva IMT CDC 2000.3

Alat ukur : timbangan berat badan merek Camry dan microtoise merek One Med, kurva IMT CDC tahun 2000

Cara ukur : berat badan dalam satuan kg diukur dengan pakaian minimal dan membuka alas kaki dengan ketelitian 0.5 kg dan tinggi badan dalam satuan cm diukur dengan posisi berdiri tegak, menghadap ke depan, tanpa alas kaki, tumit dan bokong menempel pada dinding dengan ketelitian 0.5 cm.

Skala ukur : ordinal Hasil ukur :

- ≤ Persentil ke-5 underweight

- Persentil ke-5 - < Persentil ke-85 normal - Persentil ke-85 - < Persentil ke-95 overweight - ≥ Persentil ke-95 obesitas

5. Status gizi adalah pengukuran berbagai dimensi fisik tubuh manusia pada berbagai usia.3,17

Alat ukur : berat badan diukur dengan menggunakan timbangan berdiri digital merk Omron dengan ketelitian 0,1 kg, tinggi badan diukur dengan menggunakan microtoise merk Gea dengan ketelitian 0.1 cm.

(49)

33

Cara ukur: Berat badan dalam satuan kg diukur dengan pakaian minimal dan membuka alas kaki dengan ketelitian 0.1 kg dan tinggi badan dalam satuan cm diukur dengan posisi berdiri tegak, menghadap ke depan, tanpa alas kaki, tumit dan bokong menempel pada dinding dengan ketelitian 0.1 cm.

Skala ukur : ordinal

Hasil ukur : Interpretasi BB/TB

> 120 % : kegemukan / obesitas 110-120% : overweight

90-110% : normal 70-90 % : gizi kurang < 70 % : gizi buruk

Gizi buruk adalah suatu kekurangan energi dan protein, akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi atau menderita sakit dalam waktu lama. Status gizi sangat kurus menurut berat badan terhadap tinggi badan.3

Overweight adalah berat badan yang melebihi berat badan normal, disebabkan oleh penimbunan jaringan lemak.3

6. Kadar hemoglobin suatu patokan yang digunakan untuk mengetahui kadar hemoglobin seseorang.

Alat ukur: Hb-Meter portable dengan merk Homecure dengan ketelitian

(50)

Cara ukur: Darah sampel diambil dari ujung jari kemudian darah di teteskan ke strip pada alat pemeriksaan. Hasil dibacakan melalui layar alat pemeriksaan.

Skala ukur : numerik Hasil ukur : g/dL .

Anemia menurut World Health Organization (WHO):3 1. Usia < 12 tahun : Hb < 11,5 g/dL

2. Usia ≥ 12 tahun : Hb < 12 g/dL

7. Intensitas cacing adalah menyatakan jumlah telur cacing per gram tinja dalam setiap sediaan yang diperiksa.2

8. Metode kato-katz adalah metode yang digunakan untuk mendiagnosis secara kualitatif ataupun kuantitatif pada infeksi STH.35

Cara :

a. Sarung tangan dipakai untuk mengurangi kemungkinan infeksi b. Nomor kode ditulis pada gelas obyek dengan spidol sesuai

dengan yang tertulis di pot tinja

c. Kertas minyak ukuran 10 x 10 cm diletakkan di atas meja dan tinja sebesar ruas jari ditaruh di atas kertas minyak

d. Tinja disaring menggunakan kawat saring

e. Karton yang berlubang diletakkan di atas slide kemudian tinja yang sudah di saring dimasukkan pada lubang tersebut

(51)

35

f. Karton berlubang tersebut diangkat dengan perlahan dan tinja ditutup dengan selofan yang sudah direndam dalam larutan kato g. Ratakan dengan tutup botol karet hingga merata. Diamkan

kurang lebih sediaan selama 20-30 menit

h. Baca di dibawah mikroskop dengan pembesaran 10x dan 40x i. Baca seluruh lapangan pandang, tentukan spesiesnya, hitung

jumlah telur untuk setiap spesies yang ditemukan

j. Hasil pemeriksaan sampel tinja dinyatakan dengan kualitatif yaitu positif dan negatif, dan secara kuantitatif yaitu menyatakan jumlah telur per gram tinja (Egg Per Gram / EPG).

Cara menghitung telur cacing

Intensitas cacing gelang : jumlah telur cacing gelang x1000 Berat tinja (mg)

Intensitas cacing tambang: jumlah telur cacing tambangx1000 Berat tinja (mg)

Intensitas cacing cambuk: jumlah telur cacing cambuk x1000 Berat tinja (mg)

9. Asma bronkial adalah suatu penyakit kronik saluran pernapasan ditandai dengan batuk dan mengi yang timbul secara episodik, cendrung pada malam hari, musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan atopi pada penderita atau keluarganya.36

10. Penyakit jantung bawaan merupakan penyakit jantung yang diakibatkan

(52)

kelompok yaitu non sianotik dan sianotik. Gejala bibir, kulit, jari dan kaki mengalami kebiruan, sesak napas dan gangguan pertumbuhan.37

11. Penyakit gagal ginjal kronik adalah proses kerusakan pada ginjal dengan rentang waktu lebih dari 3 bulan, dengan gejala mual, sesak napas, kelelahan, bengkak pada kaki.38

12. Tuberkulosis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis keluhan batuk berdahak kental dan keruh yang berlangsung lebih dari 2 minggu, demam, menggigil, keringat malam, berat badan turun, sesak napas.3

13. Abses adalah penimbunan nanah, tanda dan gejala abses meliputi kemerahan, nyeri tekan, teraba hangat, pembengkakan, demam.39

3.12 Pengolahan dan Analisis Data

Pengelolaan data dilakukan dengan sistem komputerisasi Statistical Package for Social Sciences for Windows (SPSS) versi 20, Untuk mengetahui hubungan antara data kategorik dengan data numerik digunakan uji t test.

Untuk mengetahui hubungan kategorik dengan kategorik digunakan uji Chi square. Perbedaan intensitas telur cacing dengan kadar hemoglobin dan kebugaran fisik digunakan uji ANOVA. Interval kepercayaan (IK) 95% dan tingkat kemaknaan P <0.05.

(53)

37

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Prevalensi dan Karakteristik Demografi

Penelitian ini dilakukan di dua Sekolah Dasar Negeri Pahang dan Sei muka, kecamatan Talawi, kabupaten Batubara, Sumatera Utara, sejak bulan juli hingga desember 2018. Pemeriksaan feses dilakukan pada 196 anak dari umur 9 tahun sampai dengan umur 12 tahun, terdapat 94 anak yang tidak mengumpulkan feses. Berdasarkan hasil pemeriksaan feses ditemukan 70 anak yang terinfeksi STH, namun 2 anak tidak hadir sekolah, sehingga hanya 68 anak yang masuk dalam penelitian.

Dilakukan pemeriksaan antropometri, hemoglobin, uji lari bolak balik, kekuatan otot, fleksibilitas otot. Kemudian dilakukan intervensi dengan memberikan albendazol 400 mg dosis tunggal. Selanjutnya sesudah 2 bulan pengobatan dilakukan pemeriksaan feses rutin, hemoglobin, uji lari bolak balik, kekuatan otot, fleksibilitas otot. Alur penelitian dapat dilihat pada diagram alur penelitian (gambar 4.1).

(54)

Gambar 4.1 Diagram Alur penelitian

Pada penelitian ini mempunyai data karakteristik sampel yaitu lebih banyak laki-laki dengan jumlah 37 anak, dan perempuan berjumlah 31 anak. Rerata umur 10 tahun, status gizi underweight 20 anak, 45 anak dengan gizi normal dan 3 anak overweight. Data karakteristik sampel dapat

Eksklusi:

94 anak tidak mengumpul feses 32 anak infeksi STH (-)

2 anak tidak hadir sekolah

68 anak terinfeksi STH

Albendazol 400 mg dosis tunggal

Pemeriksaan uji lari bolak balik 20 meter, Test sit and reach, handgrip strength test, kadar

hemoglobin

Analisa Akhir

68 anak dilakukan parasitologi, Pemeriksaan uji lari bolak balik 20 meter, Test sit and reach, handgrip

strength test, kadar hemoglobin 196 Anak Sekolah Dasar umur 9 – 12

tahun diperiksa feses, status nutrisi

2 bulan setelah pengobatan

(55)

39

Tabel 4.1.Karakteristik subyek penelitian

Karakteristik n=68

Umur, tahun

Rerata (SB) 10.0 (1.11)

Jenis kelamin, n (%)

Laki-laki 37 (54.4)

Perempuan 31 (45.6)

Berat badan, kg

Rerata (SB) 24.3 (4.75)

Tinggi badan, cm

Rerata (SB) 126.7 (7.30)

IMT, n (%)

Underweight 19 (27.9)

Normal 48 (70.6)

Overweight 1 (1.5)

Status gizi, n(%)

Gizi kurang 20 (29.4)

Gizi baik 45 (66.2)

Gizi lebih 3 (4.4)

Jenis STH, n (%)

A. Lumbricoides 10 (14.7)

T. trichiura 58 (85.2)

Infeksi campuran 5 (7.3)

Hemoglobin, g/dl

Rerata (SB) 12.1 (0.84)

VO2 max, ml/KgBB/menit

Rerata (SB) 40.0 (2.36)

Kekuatan otot, kg

Rerata (SB) 9.2 (1.36)

Fleksibilitas otot, cm

Rerata (SB) 29.5 (3.17)

4.2 Jenis Infeksi STH Sebelum dan Sesudah Pemberian Albendazol Pada penelitian ini jenis cacing yang dijumpai yaitu A. lumbricoides, T.

trichiura dan terdapat juga infeksi campuran (A. lumbricoides dan Trichuris trichiura). Pemeriksaan sebelum pengobatan infeksi STH terbanyak disebabkan oleh cacing T. trichiura yaitu 58 anak pada A. lumbricoides 10

(56)

anak, dan terdapat infeksi campuran yaitu 5 anak. Sesudah 2 bulan pengobatan albendazol 400 mg terdapat penurunan infeksi STH menjadi 18 anak yang terinfeksi, dengan infeksi terbanyak yaitu 15 anak T. trichiura dan 3 anak A. lumbricoides. Pada penelitian ini tidak ditemukan infeksi cacing lain.

4.3 Hubungan Kebugaran Fisik Sebelum dan Sesudah Pengobatan dengan Albendazol

Pada penelitian ini dilakukan 2 kali pemeriksaan kebugaran fisik yaitu sebelum pengobatan dan sesudah pengobatan dengan albendazol 400 mg.

Terdapat hubungan yang signifikan pada pemeriksaan kekuatan otot dan fleksibilitas otot sebelum dan sesudah pengobatan. Penjelasan dapat dilihat di tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hubungan kebugaran fisik sebelum dan sesudah pengobatan dengan albendazol

Kebugaran Fisik Sebelum Pengobatan

n= 68

Sesudah Pengobatan

n= 68

IK 95% P*

VO2 max,

Rerata (SB)

40.07 (2.36) 40.04 (2.38) (-0.017, 0.076) 0.211 Kekuatan otot,

Rerata (SB)

9.23 (1.36) 10.08 (1.25) (-1.055, 0.641) 0.001 Fleksibilitas otot,

Rerata (SB)

29.5 (3.17) 29.7 (3.10) (-0.238, 0.016) 0.031 * Uji t-dependen

(57)

41

4.4 Hubungan Intensitas Telur Cacing dengan Kadar Hemoglobin dan Nilai VO2 max Sebelum dan Sesudah Pengobatan

Sebelum pengobatan terdapat hubungan yang signifikan antara infeksi kecacingan semakin banyak intensitas telur cacing maka semakin rendah kadar hemoglobin. Namun intensitas telur cacing tidak ada hubungan dengan nilai VO2 max. Sesudah pengobatan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara intensitas telur cacing dengan kadar hemoglobin dan nilai VO2 max.

Penjelasan dapat dilihat pada tabel 4.3

Tabel 4.3 Hubungan intensitas telur cacing dengan kadar hemoglobin dan nilai VO2 max sebelum dan sesudah pengobatan

Jenis Cacing Rerata Intensitas

(EPG)

Hemoglobin VO2 max Rerata

(SB)

P* Rerata (SB) P Sebelum Pengobatan

A. lumbricoides

0.04 0.16

Ringan 1059.0 11.5 (0.83) 41.3 (1,69) Sedang 18840.0 11.6 (1.13) 38.1 (2.80) T. trichiura

0.01 0.14

Ringan 207.2 12.2 (0.76) 40.1 (2.36) Sedang 3018.6 11.4 (0.80) 38.8 (2.28) Sesudah Pengobatan

A. lumbricoides 0.54 0.53

Ringan 382. 0 12.7 (0.31) 39.2 (2.26)

T. trichiura 0.38 0.44

Ringan 230.2 12.2 (0.76) 39.9 (2.83)

*Uji ANOVA

Gambar

Tabel 2.1 Tabel Klasifikasi intensitas infeksi berdasarkan jumlah telur dalam  satu gram feses
Gambar 2.1 Lapangan tes lari bolak balik 20 meter. 19
Gambar 2.2  Handgrip strength test  20
Gambar 2.4 Kerangka Konseptual Infeksi STH
+2

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

……… yang ada di BCA (&#34; REKENING &#34;), termasuk tapi tidak terbatas untuk mendebet, memindahbukukan dana dari REKENING, meminta data, mutasi, dan keterangan lainnya atas

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh bermakna latihan gerak aktif menggenggam bola terhadap kekuatan otot tangan pada pasien stroke.. Kata kunci: stroke, latihan

Ekstraksi fitur GLCM dan metode neural network dapat digunakan pada sistem evaluasi jalan dengan cerdas.. Penelitian selanjutnya digunakan ekstraksi fitur berbeda untuk

Selanjutnya imbal hasil aktual yang dihasilkan portofolio optimal akan dibandingkan dengan imbal hasil aktual pasar (IHSG), serta diukur kinerjanya dengan menggunkan Indeks Sharpe

(1) Seksi Pengendalian, Evaluasi dan Pelaporan Pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf c, mempunyai tugas pokok membantu

4.1.6   Rencana konstruksi (Construction plan)  

Dalam laporan keuangan tersebut kita mendapatkan analisis rasio profitabilitas (Return On Equity, Return On Asset,dan Net Profit Margin) dan rasio Net Working Capital. b)

Laporan keuangan akan dianalisis untuk memberikan informasi yang terkait dengan kebutuhan modal kerja yang dibutuhkan dalam membiayai kegiatan operasinya, perputaran kas