BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WALI DALAM PERKAWINAN
C. Macam-macam Wali dalam Perkawinan
Secara umum wali dalam perkawinan digolongkan menjadi dua macam, yaitu
wali nasab dan wali hakim.21 Kedua macam wali tersebut akan diuraikan lebih
lanjut di bawah ini.
1. Wali Nasab
Nasab artinya bangsa, wali nasab adalah wali nikah karena ada hubungan
nasab dengan wanita yang akan melangsungkan pernikahan.22 Wali ditunjuk
berdasarkan skala prioritas secara tertib mulai dari orang yang paling berhak,
yaitu orang yang paling dekat/aqrab, lebih kuat hubungan darahnya. Jumhur
Ulama mengatakan bahwa wali itu adalah wali waris dan diambil dari garis
ayah, bukan ibu.23
21
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. IV, h. 80, lihat juga Departemen Agama RI, h. 134
22
Slamet Abidin dan H Aminudin, Fiqih Munakahat, h. 89 23
Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000), Cet. I, h. 63
Urutan wali nasab yang ditetapkan dalam Kompilasi Hukum Islam pada
pasal 21 dan 22, adalah sebagai berikut:
Pasal 21:
a) Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan, kelompok yang satu didahulukan dari kelompok yang lain sesuai dengan erat tidaknya susunan kekerabatan dengan calon mempelai wanita.
Pertama, kelompok kerabat laki-laki garis lurus ke atas ayah, kakek dari pihak ayah, dan seterusnya.
Kedua, kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka.
Ketiga, kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara seayah dan keturunan laki-laki mereka.
Keempat, kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah kakek dan keturunan laki-laki mereka.
b) Apabila dalam satu kelompok wali nikah terdapat beberapa orang yang sama-sama berhak menjadi wali, maka yang paling berhak menjadi wali adalah yang lebih dekat derajat kekerabatanna dengan calon mempelai wanita.
c) Apabila dalam satu kelompok derajat kekerabatannya maka yang paling berhak menjadi wali nikah adhal kerabat kandung dari kerabat yang hanya seayah.
d) Apabila dalam satu kelompok derajat kekerabatannya sama, yakni sama- sama derajat kandung atau sama-sama derajat seayah, mereka sama-sama berhak menjadi wali nikah, dengan mengutamakan yang lebih tua dan memenuhi syarat-syarat wali.24
Apabila diuraikan lebih rinci lagi susunan wali adalah sebagai berikut:
24
a. Ayah kandung;
b. Kakek (dari garis ayah) seterusnya ke atas dalam garis laki-laki;
c. Saudara laki-laki sekandung;
d. Saudara laki-laki seayah;
e. Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung;
f. Anak laki-laki saudara laki-laki seayah;
g. Anak laki-laki dari anak laki-laki saudara laki-laki sekandung;
h. Anak laki-laki dari anak laki-laki saudara laki-laki seayah;
i. Saudara laki-laki ayah sekandung (paman);
j. Saudara laki-laki ayah seayah (paman ayah);
k. Anak laki-laki paman sekandung;
l. Anak laki-laki paman seayah;
m.Saudara laki-laki kakek sekandung;
n. Anak laki-laki saudara laki-laki kakek sekandung;
o. Anak laki-laki saudara laki-laki seayah.25
Wali yang paling berhak dan paling utama menjadi wali nikah adalah
ayah, karena sangat dekat kekerabatannya dengan mempelai wanita dan ayah
adalah orang yang mempunyai keutamaan dibandingkan dengan wali nikah
yang lain. Oleh karena itu ayah disebut wali yang dekat atau wali aqrab, dan
25
Slamet Abidin dan H. Aminuddin, Fiqih Munakahat, h. 90-91, lihat juga, Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, h. 87
wali lain disebut wali yang jauh atau wali ab’ad (saudara terdekat atau yang
agak jauh).
Pasal 21 KHI menjelaskan bahwa apabila wali nikah yang paling berhak
urutannya tidak memenuhi syarat sebagai wali nikah, atau oleh karena wali
nikah rungu atau sudah udzur, maka yang menjadi wali bergeser kepada wali
nikah yang lain menurut derajat berikutnya.26
Mengenai perpindahan wali dari yang dekat kepada yang lebih jauh
urutannya yaitu apabila wali yang dekat ada atau karena sesuatu hal dianggap
tidak ada, yaitu:
1. Wali aqrabnya tidak ada sama sekali
2. Wali aqrab ada, tetapi belum baligh;
3. Wali aqrab ada, tetapi menderita sakit gila;
4. wali aqrab ada, tetapi pikun karena tua;
5. wali aqrab ada tetapi bisu dan tidak dapat dimengerti isyaratnya;
6. wali aqrab ada, tetapi tidak beragama Islam.27
Wali nasab terbagi menjadi dua, yaitu Pertama, wali nasab yang berhak
memaksa menentukan perkawinan dan dengan siapa seorang perempuan mesti
26
Departemen Agama R.I., h. 435-436 27
kawin. Wali nasab yang berhak memaksa ini disebut wali nasab yang mujbir
dipendekan dengan sebutan wali mujbir. Wali mujbir terdiri dari bapak, kakek
dan ayah dari kakek seterusnya ke atas. Mujbir artinya orang yang
memaksa.28 Walaupun wali mujbir dapat memaksa tetapi ia harus memenuhi
persyaratan:
1. Tidak ada permusuhan antara wali mujbir dengan anak gadis;
2. Sekufu antara perempuan dengan laki-laki calon suaminya;
3. Calon suami itu mampu membayar mas kawin;
4. Calon suami tidak cacat yang membahayakan pergaulan dengan dia.29
Apabila keempat syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi oleh wali yang
memaksa menikahkan anaknya (wali mujbir) maka wanita yang dipaksa
menikah dapat meminta fasakh ke pengadilan.
Kedua, wali nasab yang tidak mempunyai kekuasaan memaksa atau wali
nasab biasa, yaitu saudara laki-laki kandung atau sebapak, paman yaitu
saudara laki-laki kandung atau sebapak, dari bapak dan seturusnya anggota
keluarga laki-laki menurut garis keturunan patrilineal.
2. Wali Hakim
28
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: UI Press, 1974), Cet. Ke-1, h. 69 29
Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam Menurut Empat Mazhab, (Jakarta: Hudakarya Agung, 1996), Cet. 15, h. 55
Wali hakim adalah penguasa atau wakil penguasa yang berwenang dalam
bidang perkawinan. Biasanya penghulu atau petugas lain dari Departemen
Agama. Dalam hal ini ditemui kesulitan untuk harirnya wali nasab atau ada
halangan-halangan dari wali nasab atas suatu perkawinan, maka seorang calon
pengantin perempuan dapat menggunakan bantuan wali hakim baik melalui
Pengadilan Agama atau tidak, tergantung pada prosedur yang dapat
ditempuh.30
Rasulullah SAW bersabda:
ﻓ
ﺴ ﺎ
ْ
نﺎ
و
ﻰ
ْ
ﻻ
و
ﻪ
)
ﻪ ﺎ
ﺑا
اور
(
31Artinya: “ ... Maka hakimlah yang bertindak menjadi wali bagi seseorang yang tidak ada walinya.” (HR. Ibnu Majah)
Dalam prakteknya wali hakim yang diangkat oleh pemerintah pada saat ini
adalah Pegawai Pencatat Pernikahan (Kepala Kantor Urusan Agama
Kecamatan). Ketentuan tentang wali hakim diatur dalam Peraturan Menteri
Agama (PMA) Nomor 2 Tahun 1987 tentang wali hakim khususnya pada Bab
III pasal 4 dan pasal 5 mengenai Penunjukan wali hakim yang berbunyi:
Pasal 4
1) Kepala Kantor Urusan Agama selaku Pegawai Pencatat Nikah ditunjuk menjadi wali hakim dalam wilayahnya untuk menikahkan mempelai wanita sebagai dimaksud pasal 2 ayat (1) peraturan ini.
30
Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam Menurut Empat Mazhab, h. 56 31
Abi Abdullah Muhammad Ibnu Yaziida Quzwini, Sunan Ibnu Majah, (Beirut: Dar Al- Fikr), Jilid I, h. 605
2) Apabila si wilayah kecamatan, kantor Urusan Agama Kecamatan berhalangan atau tidak ada, maka Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kotamadya diberi kuasa untuk atas nama Menteri Agama menunjuk wakil/Pembantu Pegawai Pencatat Nikah untuk sementara menjadi wali hakim dalam wilayahnya.
Pasal 5
Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji diberi kewenangan untuk atas nama Menteri Agama menunjuk Pegawai yang memenuhi syarat menjadi wali hakim pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri sebagaimana dimaksud pada pasal 2 ayat (1) peraturan ini.