PROFIL PEREMPUAN DALAM AL-QUR′AN
C. Wanita yang Berperan dalam Bidang Sosial Kemasya- Kemasya-rakatan
1. Bilqis, Ratu yang beriman
Imra′ah (Ratu Bilqis) dikisahkan dalam Surah an-Naml/27: 23:
Sungguh, kudapati ada seorang perempuan yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta memiliki singgasana yang besar. (an-Naml/27: 23)
Secara mendetail kisah Bilqis disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur΄an Surah an-Naml/27 dimulai dari ayat 20 sampai dengan 44. Ada empat belas ayat yang menceritakan kisah Bilqis ini.
Mu☺•afā Murād dalam bukunya, Mi′ah Qi☺a☺ min
♦ayāti☺-☻āli♥īn wa☺-☻āli♥āt”, menulis dalam bentuk esai dari kisah Ratu Bilqis seperti Berikut ini:36
”Kisah ini dimulai dengan kabar yang dibawa oleh burung Hud-hud kepada Sulaiman tentang negeri Saba′. Burung Hud-hud melaporkan bahwa penduduk negeri itu tidak menyembah Allah. Mereka menyembah matahari. Untuk membuktikan benar-tidaknya kabar yang disampaikan oleh Hud-hud itu, Sulaiman mengutusnya untuk mengirim surat ke negeri yang dilaporkannya itu.
Burung Hud-hud pergi ke negeri Saba′ sambil membawa surat dari Sulaiman. Ia menjatuhkan surat tersebut dan menunggu reaksi penduduk negeri itu. Surat itu diterima Ratu Bilqis. Dia mengumpulkan pejabat-pejabat di lingku-ngan kerajaannya. Dia menyatakan bahwa dirinya mendapat surat penting dari Sulaiman. Surat itu berisi permintaan Sulaiman agar mereka tidak sombong dan takluk kepadanya.
Sebelum memberi jawaban terhadap surat Sulaiman, Bilqis meminta pandangan para pejabat di lingkungan istananya. Dia berkata kepada mereka, “Aku meminta kalian memberi masukan tentang apa yang harus aku lakukan untuk menanggapi surat Sulaiman ini. Aku tidak mau memutuskan masalah ini secara sepihak. Aku meminta kalian untuk hadir, menyaksikan, dan menyepakati keputusan bersama.”
Apa yang dilakukan oleh Bilqis di atas merupakan keputusan politik yang sangat cerdas. Dengan begitu, para bawahannya merasa mendapatkan penghargaan dan peng-hormatan. Mereka kemudian berpendapat, “Kita memiliki kekuatan dan kemampuan yang hebat. Namun, urusan ini kami serahkan sepenuhnya kepada engkau. Kami menunggu apa yang akan engkau perintahkan.” Mendengar jawaban bawahannya, Bilqis berkata kepada mereka, “Sesungguhnya raja-raja, apabila mereka memasuki sebuah negeri, niscaya mereka membinasakan dan menjajah penduduknya. Mereka yang asalnya mulia menjadi hina. Seperti itulah yang akan dilakukan oleh Sulaiman dan tentaranya. Sebelum hal itu terjadi, aku akan mengirim utusan kepada mereka untuk
menyampaikan hadiah. Aku akan menunggu bagaimana sikap Sulaiman dan kawan-kawannya.”
Bilqis mengira bahwa yang diminta oleh Sulaiman adalah kekayaan. Oleh karena itu, dia mengirimkan kepada Sulaiman beberapa hadiah berupa harta benda yang banyak.
Ketika menerima kiriman hadiah itu, Sulaiman berkata,
“Apakah akan memberiku hadiah? Apa yang diberikan Allah kepadaku lebih baik daripada apa yang diberikan kepada kalian. Malah, jika hadiah ini aku berikan lagi kepada kalian, pasti kalian sangat senang. Sekarang kalian cepat pulang!”
Setelah para utusan Bilqis pulang, Sulaiman segera mengumpulkan pejabat-pejabatnya. Mereka segera berkumpul.
Sulaiman berkata, “Kita akan menyerang mereka dengan tentara yang jumlahnya tidak akan dapat dilawan oleh mereka. Kita akan lumpuhkan mereka. Kita usir mereka dari negeri mereka. Sekarang, siapa di antara kalian yang dapat membawa singgasana Ratu itu ke sini sebelum mereka datang ke tempat kita?”
Ifrit dari golongan jin, salah seorang yang menjadi pembesar kerajaan Sulaiman, berkata, “Aku dapat membawa singgasana Ratu itu sebelum engkau bangkit dari tempat dudukmu.” Waktu duduk yang biasa dilakukan oleh Sulaiman di singgasananya saat itu adalah sejak Subuh hingga tergelincir matahari. Sementara itu, salah seorang pembesar kerajaan Sulaiman yang—menurut pendapat yang kuat—
bernama A☺if bin Barkhiya berkata, “Aku dapat membawa singgasana Bilqis kepadamu hanya sekejap mata.” Artinya, ketika Sulaiman memejamkan matanya lalu membuka lagi, singgasana Bilqis sudah dapat dilihat di hadapannya.
Dikatakan bahwa A☺if bin Barkhiya adalah seorang yang sangat mengusai Alkitab dan telah mengetahui rahasia nama Alllah yang agung. Apa yang dijanjikannya olehnya, benar-benar terjadi. Dia dapat menghadirkan singgasana Bilqis
Allah. Dia berkata, “Ini adalah karunia Tuhanku untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau kufur akan nikmat-nikmat-Nya. Barangsiapa yang bersyukur, sesungguhnya dia bersyukur untuk keuntungannya sendiri. Dan, barangsiapa yang kufur, sesungguhnya Tuhanku Mahakaya lagi Mahamulia.”
Setelah singgasana Bilqis berada di hadapannya, Sulaiman berkeinginan untuk mengubah hiasan singgasana tersebut.
Hal ini dilakukan untuk menguji kecerdasan Bilqis. Dia berkata, “Ubahlah hiasan singgasananya. Kita lihat apakah dia mengenalinya atau tidak.”
Diceritakan bahwa ketika Bilqis mengetahui hadiah yang dikirimnya dikembalikan lagi oleh Sulaiman, bersama dengan pembesarnya dia sepakat untuk menghadap kepada Sulaiman. Ketika sampai di tempat Sulaiman, dia diperlihat-kan singgasana miliknya yang hiasannya telah diubah.
“Apakah seperti ini singgasanamu?” tanya Sulaiman. “Kira-kira seperti ini,“ Jawab Bilqis.
Dosa beribadah kepada selain Allah, yaitu menyembah matahari, telah menjadikan Bilqis terhalang pandangannya.
Dia tidak mampu mengenali singgasananya sendiri. Dia termasuk orang-orang kafir saat itu. Setelah mengetahui keadaan Bilqis, Sulaiman memerintahkan kepada bawahannya agar membangun gedung tinggi yang lantainya terbuat dari kaca. Di gedung itulah Bilqis mengakui kezaliman dirinya dan tunduk kepada Zat yang berhak mendapat tundukan, yaitu Allah sub♥ānahu wa ta’ālā. Sebagian pendapat mengatakan bahwa akhirnya Bilqis dinikahi oleh Sulaiman.”37
Di antara hikmah yang dapat diambil dari kisah di atas adalah sebagai berikut:
1. Kekuasaan Allah tidak terbatas. Dia mampu menunduk-kan manusia, jin, burung, binatang buas, hingga angin kepada Nabi Sulaiman.
2. Ilmu pengetahuan tidak hanya dikuasai manusia. Ifrit dari golongan jin juga mampu menguasai ilmu pengetahuan.
Namun, pengetahuan manusia lebih unggul daripada jin dan golongannya.
3. Islam mengajari setiap Muslim untuk memulai segala urusan dengan “basmalah” (bismillāhir-ra♥mānir-ra♥īm) selama tidak ada lafal lain secara khusus yang berkenaan urusan tersebut.
4. Pemimpin harus bertindak adil dan selalu bermusyawarah dalam mengambil keputusan. Hal ini sebagaimana dilakukan oleh Bilqis dan Sulaiman dalam memutuskan semua urusan rakyatnya.
5. Keimanan kepada Allah dapat membantu seseorang memiliki kemampuan luar biasa. Hal ini ditunjukkan oleh Sulaiman yang mampu menguasai alam binatang dan jin serta A☺if bin Barkhiya yang mampu memindahkan singgasana Bilqis ke kerajaan Sulaiman.
6. Islam mengajari manusia untuk bersyukur kepada Allah setiap kali mendapatkan nikmat agar terhindar dari malapetaka.
7. Kenikmatan adalah ujian dari Allah. Karena itu, ketika A☺if bin Barkhiya mampu menghadirkan singgasana Bilqis dalam waktu sekejap mata, Sulaiman segera berkata, “Ini adalah ujian dari Allah. Dia menguji apakah aku termasuk orang yang bersyukur atau kufur.”
8. Pemimpin negara harus memiliki kecerdasan. Karena itu, Sulaiman menguji kecerdasan Bilqis dengan singgasana-nya yang telah diubah.38
2. Ibu Musa
Kisah yang sejati, Al-Qur′an mengisahkan dalam Surah al-Qa☺a☺/28 mulai dari ayat 8 sampai 13, seperti berikut ini:
Dan Kami ilhamkan kepada ibunya Musa, "Susuilah dia (Musa), dan apabila engkau khawatir terhadapnya maka hanyutkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah engkau takut dan jangan (pula) bersedih hati, sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya salah seorang rasul." (al-Qa☺a☺/28:
7-8)
Mu☺•afā Murād, menulis kisah Ibu Musa dalam uslūb bebas dan mendetail dalam bukunya 70 Kisah Teladan sebagai berikut:39
Kisah ibu Nabi Musa diawali dengan tindakan Fir‘aun yang membunuh anak laki-laki Bani Israil. Ketika mengetahui bahwa Fir‘aun mengerahkan semua tentaranya untuk memburu anak laki-laki yang lahir pada tahun itu, ibu Musa sangat cemas atas keselamatan buah hatinya. Allah subhānahu wa ta‘ālā menurunkan ilham kepadanya agar menyediakan peti (tabut) untuk menghanyutkan bayinya ke Sungai Nil.
Ibu Musa pergi menuju Sungai Nil sambil membawa peti yang berisi bayinya. Sesampainya di tepi sungai, dia menghanyutkan peti tersebut. Sementara itu, Fir‘aun mempunyai seorang anak perempuan yang menderita penyakit lepra yang parah. Suatu ketika, Fir‘aun bermusyawarah dengan para tabib dan tukang sihir mengenai penyakit anaknya. Para tabib dan tukang sihir berkata, “Wahai Baginda Raja! Penyakit anakmu tidak akan sembuh kecuali oleh makhluk yang datang dari laut (sungai).
Ia seperti manusia. Air liurnya dapat menyembuhkan kulit anakmu yang terkena lepra. Dia pun akan sembuh.
Sedangkan, makhluk tersebut akan muncul pada hari anu bulan anu, yaitu ketika hari di pagi hari sedang menyorot.”
Ketika waktu yang disebutkan oleh para tabib dan tukang sihir telah tiba, pagi-pagi buta Fir‘aun pergi ke sebuah istana miliknya yang terdapat di pinggir sungai Nil. Dia disertai oleh Āsiyah binti Muzāhim. Fir‘aun duduk di balkon istana itu. Dia duduk sambil menghadap tepi sungai. Tiba-tiba sebuah peti mengambang di atas sungai. Ia terombang-ambing oleh ombak sungai sehingga menyangkut di dekat sebuah pohon. Peti tersebut diambil lalu diletakkan di hadapan Fir‘aun. Istri Fir‘aun kemudian membuka peti itu.
Ketika peti itu terbuka, ternyata isinya adalah seorang bayi laki-laki yang masih dalam menyusui. Di antara dua matanya terdapat cahaya yang mengilap. Allah meletakkan rasa simpati dalam hati orang-orang yang hadir saat itu. Lalu, putri Fir‘aun yang terkena lepra mengambil air liur dan mengoleskannya. Ternyata, penyakit lepranya sembuh.
Orang-orang jahat dari keluarga Fir‘aun berkata, “Kami kira bayi laki-laki inilah yang kita takutkan itu. Bayi ini pasti dibuang ke sungai karena orang tuanya takut.”
Mendengar perkataan sebagian keluarganya, Fir‘aun bermaksud membunuhnya. Namun, istrinya menghalanginya.
Bahkan, dia berkeinginan memungutnya. Fir‘aun tidak jadi membunuhnya. Demikian dijelaskan oleh Fakhrur-Rāzī dalam Mafātī♥ul-Gaib ketika menjelaskan ayat 9, Surah al-Qa☺a☺/28:
Dan istri Fir’aun berkata, "(Dia) adalah penyejuk mata hati bagiku
bermanfaat kepada kita atau kita ambil dia menjadi anak," sedang mereka tidak menyadari. (al-Qa☺a☺/38: 9)
Ketika Musa telah dihanyutkan ke sungai dan berlabuh di depan Fir‘aun, hati ibu Musa merasa sangat cemas. Dalam hatinya tidak ada yang teringat kecuali Musa. Karena sangat emosi dan sedih, dia hampir saja membuka mulut bahwa anak tersebut adalah anak kandungnya. Jika Allah tidak mengukuhkan dan memberi kesabaran, ibu Musa mungkin menceritakan keadaannya. Allah mengukuhkan hatinya. Dia berkata kepada anak perempuannya, “cari tahu tentang dia!
Ikutilah dia!” Maka, anak perempuan itu pergi untuk mencari Musa. Dari kejauhan dia melihat Musa berada di rumah Fir‘aun.
Ketika Musa sudah berada di kediaman Fir‘aun, disuruhlah beberapa ibu menyusui untuk menyusuinya. Musa kecil tidak mau menyusu kepada siapa pun di antara perempuan yang ditugaskan oleh Fir‘aun. Setelah tidak ada seorang pun perempuan di lingkungan kerajaan yang dapat menyusui Musa, mereka pergi ke pasar untuk mencari perempuan yang dapat menyusui Musa. Ketika melihat Musa yang sedang dibawa oleh para petugas Fir‘aun, kakak perempuannya segera mengenalinya. Namun, dia tidak menampakkannya dan para petugas itu pun tidak menaruh curiga apa-apa kepadanya.
Kakak perempuan Musa juga segera mengetahui bahwa petugas Fir‘aun sedang mencari perempuan yang mau menyusui anak pungutnya, yakni Musa. Lalu, mereka berkata kepada mereka, Maukah kamu aku tunjukkan ahli bait yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik kepadanya? (al-Qa☺a☺/28: 12). Ketika mendengar perkataan kakak perempuan tersebut, mereka segera menangkapnya.
Mereka mencurigainya. Mereka berkata kepadanya, “Me-ngapa kamu mengetahui mereka akan berbuat baik dan menyayanginya?” Dia menjawab, “Sebab, mereka ingin
membahagiakan raja. Mereka juga mengharapkan anak ini akan berguna bagi sang raja nantinya. “Setelah mendengar jawaban itu, mereka melepaskan kakak Musa ini. Dia selamat dari aniaya mereka. Setelah itu, mereka meminta diantar menemui keluarga yang dapat menyusui Musa.
Sesampainya di tempat ibu Musa, para petugas Fir‘aun menyerahkan Musa kepadanya untuk disusui. Musa mau mengisap air susu ibunya. Para petugas Fir‘aun itu merasa lega dan bahagia karena dapat menemukan orang yang bisa menyusui Musa. Salah seorang di antara mereka diutus menghadap kepada istri raja untuk mengabarkan bahwa sudah ada perempuan yang dapat menyusui anak pungutnya.
Sang istri raja mengambil ibu Musa. Dia menghadiahkan beberapa bingkisan untuk ibu Musa. Namun, apa yang dilakukan oleh istri raja tersebut bukan karena dia tahu bahwa perempuan tersebut adalah ibu Musa yang sebenarnya. Apa yang dilakukannya adalah semata-mata karena Musa mau menyusu kepadanya.
Istri raja ini meminta kepada ibu Musa untuk menjadi pembantu di istananya sebagai tukang menyusui bayi temuannya tersebut. Namun, ibu Musa tidak menerimanya.
Dia berkata, “Aku punya suami dan beberapa anak. Aku tidak dapat meninggalkan mereka karena tidak ada yang memeliharanya. Namun, jika engkau mau agar aku menyusui anak ini, aku dapat melakukannya di rumahku,”
istri Fir‘aun itu menyetujui tawaran ibu Musa. Dia membayar penyusuan, menyerahkan berbagai makanan, pakaian, dan pemberian lainnya kepada ibu Musa. Ibu Musa kemudian pulang membawa anaknya dalam keadaan yang sangat bahagia. Demikian dijelaskan dalam Tafsir Ibn Ka♪īr ketika menjelaskan ayat 13, Surah al-Qa☺a☺.
3. Dua Putri Lelaki Tua
Kedua putri ini dikisahkan dalam Al-Qur′an seperti tercantum dalam Surah al-Qa☺a☺/28: 23:
Dan ketika dia sampai di sumber air negeri Madyan, dia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang memberi minum (ternaknya), dan dia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang perempuan sedang menghambat (ternaknya). Dia (Musa) berkata,
"Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?" Kedua (perempuan) itu menjawab, "Kami tidak dapat memberi minum (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedang ayah kami adalah orang tua yang telah lanjut usianya." (al-Qa☺a☺/28:23)
Kata imra′atain , ditafsirkan oleh para ahli tafsir, sebagai putri dari kedua Nabi Syu‘aib, yang mengembalakan ternaknya, dan ketika akan menanti giliran untuk memberi minum ternaknya ia dibantu oleh Nabi Musa yang pada ujung kisahnya, menjadi istri Nabi Musa, setelah Nabi Musa mengabdi pada calon mertuanya sebagai pegembala kambing selama 8 tahun, sebagai mahar terhadap putrinya ungkapan sesudah ayat tersebut di atas, yaitu ayat 40.
Kedua perempuan tersebut, kalau ditafsirkan secara kontekstual pada zaman sekarang ini adalah perempuan karier, profesional, dan menekuni pekerjaannya dengan telaten dan penuh tanggung jawab.
Pesan moral dari ayat tersebut antara lain:
1. Pandangan seorang gadis tentang sifat laki-laki bisa dijadikan pedoman bagi orang tua dalam memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan pernikahan. Hal ini
dibuktikan dengan sikap orang tua gadis tersebut yang akan menikahkan salah seorang anak gadisnya dengan Musa setelah mendapat masukan bahwa Musa adalah pemuda yang kuat dan dapat dipercaya.
2. Boleh berjalan bersama wanita yang bukan mahram dengan tetap menjaga pandangan dan harga diri. Sebagai seorang nabi yang mendapat gelar kālimullāh (orang yang berdialog langsung dengan Tuhan), Musa berjalan dengan wanita bukan mahramnya dengan tetap menjaga pandangan mata dan harga dirinya.
3. Orang tua boleh mengutus anak gadisnya untuk menemui lelaki bukan mahram jika dia meyakini keselamatan dan kehormatan anak gadisnya dapat terjaga.
Hal ini dilakukan oleh orang tua gadis itu ketika menyuruh putrinya untuk menemui Musa. Sebab, dia meyakini bahwa orang yang akan ditemui putrinya adalah orang yang saleh.
4. Jika dalam keadaan terpaksa, wanita diperbolehkan bekerja di luar rumah. Namun, dia tetap harus menjaga kehormatannya, menutupi auratnya, tidak boleh bercam-pur secara bebas dengan laki-laki bukan mahram, serta tidak boleh memerdukan suaranya. Bekerja di luar rumah terkadang diwajibkan bagi sebagian wanita jika pekerjaannya berkaitan dengan kemaslahatan kaum wanita, seperti menjadi dokter spesialis bagi penyakit kewanitaan atau mengajar untuk wanita dewasa.40
D. Penutup
Demikianlah profil perempuan yang dikisahkan dalam Al-Qur′an, yang dapat dikategorikan kepada tiga “wanita salehah”, untuk dijadikan teladan bagi wanita mukminah, seperi kisah istri Adam, istri Nabi Ibrahim, istri Zakaria, istri Fir‘aun, Maryam binti ‘Imrān, istri-istri Nabi Muhammad ☺allallāhu
untuk tidak dicontoh, seperti istri Nabi Nuh, istri Nabi Lut, istri Abū Lahab, dan Zulaikha yang mengajak selingkuh Nabi Yusuf. Wanita yang berperan dalam bidang sosial politik, seperti Ratu Bilqis, sebagai kepala negara, Ibu Musa, dan dua putri Nabi Syu‘aib sebagai wanita karir. Wallāhu a‘lam bi☺☺awāb.
Catatan:
1 Az-Za‘in, Mu♥ammad Bassam Rusydi, Mu‘jam Ma′ānī Al-Qur΄ān, (Damaskus: Dārul- Fikr, t.th.), h. 758-759.
2 Al-Imam Syaukānī, Fathul- Qadīr, juz 1, h. 8.
3 Mu☺¯afā Murād, Mi′ah Qi☺a☺ min Hayāt, h. 26.
4 Riwayat al-Bukhārī, ☻a♥ī♥ Bukhārī, juz 2, h. 315, ☻a♥i♥ Muslim, juz 12; h.
175, HN: 4458, 4459.
5 ‘Abdullah Yūsuf ‘Alī, The Holy Qur’an, Terjemah Ali Audah, juz 1; h.
131-132.
6 Wahbah az-Zuhailī, at-Tafsīr al-Wajīz, h. 55.
7 ‘Abdullah Yūsuf ‘Alī, The Holy Qur’an, juz I, h. 132.
8 Riwayat al-Bukhārī, ☻a♥ī♥ al-Bukhārī, juz 11 h. 246 HN 3177, dan riwayat Muslim, ☻a♥i♥ Muslim, juz 12 h. 62.
9 ‘Abdullah Yūsuf ‘Alī, The Holy Qur’an, juz 1, h. 134.
10 ‘Abdullah Yūsuf ‘Alī, The Holy Qur’an, juz 1, h. 134.
11 Mu☺•afā Murād, 70 Kisah Teladan, Bandung: Al-Bayan, h. 115-117.
12 Mu☺•afā Murād, 70 Kisah Teladan, Bandung: Al-Bayan, h. 119.
13 Mu☺•afā Murād, 70 Kisah Teladan, Bandung: Al-Bayan, h. 119.
14 Riwayat al-Bukhārī, ☻a♥ī♥ al-Bukhārī, juz 12 h. 175.
15 Riwayat al-Bukhārī, Bad′ul-Wa♥yi (1: 3). Muslim, Fī Bāb Bad′ī al-Wa♥yi (1: 379).
16 Riwayat al-Bukhārī, ☻a♥ābah. Riwayat Muslim,
Fa○ā′ilu☺-☻a♥ābah, bab “Tazwīj Khadījah” (7:133).
17 Riwayat A♥mad (4: 355). Riwayat al-Bukhārī, al-Fa○ā′il, bab “Tazwīj Khadījah”.(7;133)
18 Diriwayatkan oleh al-Ajirī. Berkata a♣-♠ahabī, “Sanadnya jayyid (baik).” Sair A‘lam an-Nubalā′ (2: 241).
19 Riwayat al-Bukhārī, Fa○ā′ilu☺-☻a♥ābah. bab “Fadhilah ‘Asiyah”, no.
hadis (3769, (7/133).
20 Riwayat al-Bukhārī, Fa○ā′ilu☺-☻a♥ābah. Bab “Law Kuntu Muttakhi♣an”
(7: 22) NH; 3662.
21 Riwayat al-Bukhārī, Fa○ā′ilu☺-☻a♥ābah. bab “ Fa○ā′il ‘Āisyah”, NH:
3768.
22 Riwayat al-Bukhārī, Kitab at-Tafs³r, Tafsir surah al-A♥zāb, NH: 4786.
23 Riwayat al-Bukhārī, Kitab as-Syahādat, Bab ♦adī♪ul-Ifki, h. 103-106.
24 Ibnul Jauzi, Talqih Fuhum Ahli al-Asar, (363). Jawāmi‘ as-Sirah, Ibnu Hazm (276).
25 ◘abaqāt Ibnu Sa‘ad (8: 52, 53).
28 ◘abaqāt Ibnu Sa‘ad (8.52.)
29 ‘Alimah an-Nisa΄, al-I☺abah (701), as-Samat as-Samin (29), a•-◘abarī (3:
67), Zail a-Muzil (2: 43), Tarikh al-Kamis (1: 475), ☻ubh al-A‘sya (5: 435)
30 Khunais saudara kandung ‘Abdullah bin Hu♣aifah, salah satu as-Sābiqunal-awwālun (sahabat yang pertama masuk Islam), hijrah ke Habsyah dan Medinah, gugur sebagai syahid dalam Perang Badar. Lihat Asadul-Gabah.
31 Riwayat al-Bukhārī, Kitab a•-◘alāq. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Sa‘ad,
◘abaqāt Ibnu Sa‘ad (8: 67) dengan sanad jayyid (yang baik).
32 Wahbah Az-Zuhailī, At-Tafsīr al-Wajīz, h. 562, Tafsīr Jalālain, h. 407.
33 Wahbah Az-Zuhailī, At-Tafsīr al-Wajīz, h. 562, Tafsir Jalālain; h. 407.
34 Al-Imam as-Suyū¯ī, Tafsir al-Jalālain, h. 449.
35 Wahbah Az-Zuhailī, At-Tafsīr al-Wajīz, h. 605.
36 Mu☺•afā Murād, Mi′ah Qi☺a☺ min ♦ayāt a☺-☻ali♥īn wa a☺-☻ali♥āt, penerjemah Ija Sunata, Albayan Mizan,2007, h. 100-106.
37 Mu☺•afā Murād, Mi′ah Qi☺a☺, h. 101.
38 Mus•ata Murad, Miah Qisas, h. 105.
39 Mu☺•afā Murād, Mi′ah Qi☺a☺, h. 81-88.
40 Mu☺•afā Murād, Mi′ah Qi☺a☺, h. 77-78.
PERAN PEREMPUAN