• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN

A. Wanprestasi

Wanprestasi menurut Abdul Kadir Muhamad mempunyai arti tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian22. Sedangkan menurut J. Satrio, wanprestasi mempunyai arti bahwa debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya, maka dikatakan bahwa debitur wanprestasi23.

Debitur dikatakan telah melakukan wanprestasi baik karena lalai maupun karena kesengajaan24. Untuk menentukan dan menyatakan apakah seseorang melakukan wanprestasi, tidaklah mudah karena seringkali tidak diperjanjikan dengan tepat kapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang telah diperjanjikan. Sebelum dinyatakan wanprestasi, seorang debitur harus lebih dahulu ditagih atau diberi teguran atau somasi, sebagaimana ketentuan Pasal 1238 KUH

20JM.Van Dunne dan Van der Burght,Gr. 1988, Perbuatan Melawan Hukum, Dewan Kerja sama Ilmu Hukum Belanda dengan Indonesia, Proyek Hukum Perdata, Ujung Pandang, hlm 15.

21J. Satrio, 1988,Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya,Alumni, Bandung, hlm. 83.

22Abdul Kadir Muhamad, 1998,Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 20.

23J. Satrio,Op.Cit,hlm. 122.

24 Agus Yudha Hernoko, 2010, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 122.

Perdata yang menyebutkan : “Si berhutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berhutang akan terus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”

Pernyataan lalai sebenarnya merupakan suatu peringatan dari kreditur agar debitur berprestasi, selambat-lambatnya pada suatu saat tertentu25.

Menurut Pasal 1267 KUH Perdata, pihak kreditur dapat menuntut pihak debitur yang lalai dengan memilih beberapa kemungkinan tuntutan Sedangkan menurut R. Subekti26, akibat hukum bagi debitur yang telah wanprestasi adalah suatu sanksi, terdapat 4 (empat) macam sanksi yaitu :

1) Ganti Rugi

Debitur harus membayar ganti rugi sebagai akibat kerugian yang diderita kreditur, seperti yang tersebut dalam Pasal 1243 KUH Perdata.

Undang-undang juga memberikan ketentuan yang merupakan pembatasan tentang apa yang dituntut sebagai ganti rugi, ketentuan-ketentuan tersebut terdapat dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata, yaitu menyatakan sebagai berikut :

Pasal 1247 KUH Perdata menentukan: “Si berhutang hanya diwajibkan mengganti biaya, rugi dan bunga yang nyata telah, atau sedianya dapat diduga

25Purwahid Patrik, 2004,Dasar-dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, hlm. 12.

sewaktu perikatan dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan karena sesuatu tipu daya yang dilakukan olehnya.”

Pasal 1248 KUH Perdata menentukan: “Bahwa jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan karena tipu daya di berutang, pengganti biaya, rugi dan bunga sekedar mengenai kerugian yang dideritanya oleh si berpiutang dan keuntungan yang terhilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari tidak dipenuhinya perikatan.”

Dengan demikian walaupun debitur dalam kenyataan lalai atau alpa tetap diberi perlindungan oleh undang-undang terhadap kesewenangan pihak kreditur. Akan tetapi pembatasan tersebut hanya meliputi kerugian yang dapat diduga pada kemungkinan timbulnya kerugian dan besarnya kerugian.27 Serta kerugian tersebut merupakan akibat langsung dari wanprestasi, seperti yang ditentukan dalam Pasal 1248 KUH Perdata.

2) Pembatalan Perjanjian

Pembatalan ini mempunyai maksud bahwa kedua belah pihak berkehendak kembali kepada keadaan semula sebelum perjanjian diadakan. Bila salah satu pihak telah memenuhi atau menerima prestasi dari pihak lain (baik barang maupun uang), maka harus dikembalikan seperti sedia kala.28 Pemutusan perjanjian karena wanprestasi debitur diatur dalam Pasal 1265-1267 KUH Perdata, yaitu terdapat dalam bagian V Bab I buku III KUH Perdata. Menurut

27Wirjono Prodjodikoro,Op.Cit, hlm. 72.

28Suharnoko, 2008, Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus, Prenada Media Group, Jakarta, hlm.124.

undang-undang dalam hal wanprestasi, harus memenuhi syarat untuk melaksanakan pembatalan perjanjian, yaitu :

(a) Debitur harus dalam keadaan wanprestasi; (b) Pemutusan perjanjian dengan perantaraan hakim; (c) Harus dalam perjanjian timbal balik.

3) Peralihan Resiko

Resiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi sesuatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa barang yang menjadi objek perjanjian. Disebutkan dalam Pasal 1237 ayat (2) KUH Perdata, bahwa atas kelalaian dari seseorang debitur maka ia akan dikenai sanksi peralihan resiko. 4) Pembayaran Ongkos Perkara

Dalam hal debitur yang lalai dan sebagai pihak yang dikalahkan diwajibkan membayar biaya perkara, seperti yang disebutkan dalam suatu hukum acara pidana maupun acara perdata (Pasal 181 ayat (1) H.I.R). Kreditur dapat memilih diantara beberapa kemungkinan tuntutan ataupun sanksinya terhadap debitur tersebut. Kreditur dapat menuntut satu atau lebih sanksi kepada debitur. Jadi selain dapat menuntut pemenuhan perjanjian saja juga dapat disertai dengan menuntut ganti rugi29.

Sedangkan bagi seorang debitur yang dituduh wanprestasi dapat mengajukan beberapa alasan sebagai alat untuk membela diri, yaitu30:

29Handri Raharjo, 2010,Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustisia, Jakarta, hlm.82.

(a) Mengajukan alasan bahwa kreditur telah lalai; (b) Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa;

(c) Mengajukan alasan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi.

b) Akibat dari Wanprestasi

Sebagai akibat terjadinya wanprestasi maka debitur harus : 1) Mengganti kerugian.

2) Benda yang dijadikan obyek dari perikatan sejak saat tidak dipenuhinya kewajiban menjadi tanggung jawab dari debitur.

3) Jika perikatan itu timbul dari perjanjian yang timbal balik, kreditur dapat minta pembatalan (pemutusan) perjanjian.

Di samping debitur harus bertanggung gugat tentang hal-hal tersebut, maka apa yang dapat dilakukan oleh kreditur menghadapi debitur yang wanprestasi itu. Kreditur dapat menuntut salah satu dari 5 kemungkinan sebagai berikut :

1) Dapat menuntut pembatalan/pemutusan perjanjian. 2) Dapat menuntut pemenuhan perjanjian.

3) Dapat menuntut pengganti kerugian.

4) Dapat menuntut pembatalan dan pengganti kerugian. 5) Dapat menuntut pemenuhan dan pengganti kerugian.

Wanprestasi memang dapat terjadi dengan sendirinya tetapi kadang-kadang tidak. Banyak perikatan yang tidak dengan ketentuan waktu pemenuhan prestasinya memang dapat segera ditagih. Ini diperlukan tenggang waktu yang

layak dan ini diperbolehkan dalam praktek. Tenggang waktu dapat beberapa jam, dapat pula satu hari bahkan lebih. Maka dari itu dalam perjanjian-perjanjian yang tidak ditentukan waktunya wanprestasi tidak terjadi demi hukum, karena tidak ada kepastian kapan ia betul-betul wanprestasi. Kalau perikatan itu dengan ketentuan waktu, kadang-kadang ketentuan waktu mempunyai arti yang lain yaitu : bahwa debitur tidak boleh berprestasi sebelum waktu itu tiba.

Jalan keluar untuk mendapatkan kapan debitur itu wanprestasi undang-undang memberikan upaya hukum dengan suatu pernyataan lalai (ingebrekestelling, sommasi) Pasal1242 KUHPerdata. Pernyataan lalai ialah merupakan upaya hukum untuk menentukan kapan saat terjadinya wanprestasi. Sedangkan pernyataan lalai adalah pesan (pemberitahuan) dari kreditur kepada debitur yang menerangkan kapan selambat-lambatnya debitur diharapkan memenuhi prestasinya. Biasanya diberikan waktu yang banyak bagi debitur terhitung saat pernyataan lalai itu diterima oleh debitur. Pernyataan lalai ada yang diperlukan dan ada yang tidak diperlukan mengingat adanya bentuk wanprestasi31.

1) Apabila debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali maka pernyataan lalai tidak diperlukan, kreditur langsung minta ganti kerugian.

2) Dalam hal debitur terlambat memenuhi prestasi maka pernyataan lalai diperlukan, karena debitur dianggap masih dapat berprestasi.

3) Kalau debitur keliru dalam memenuhi prestasi, Hoge Raad berpendapat pernyataan lalai perlu, tetapi Meijers berpendapat lain apabila karena

kekeliruan debitur kemudian terjadi pemutusan perjanjian yang positif (positive contrackbreuk), pernyataan lalai tidak perlu.32

Pemutusan perjanjian yang positif adalah dengan prestasi debitur yang keliru itu menyebabkan kerugian kepada milik lainnya dari kreditur. Lain halnya pemutusan perjanjian yang negatif, kekeliruan prestasi tidak menimbulkan kerugian pada milik lain dari kreditur, maka pernyataan lalai diperlukan.

Suatu perjanjian pada umumnya akan berakhir apabila tujuan dari perjanjian itu telah dicapai, yang masing-masing pihak telah memenuhi prestasi yang diperjanjikan, sebagaimana yang mereka kehendaki bersama dalam mengadakan perjanjian tersebut. Di samping berakhirnya perjanjian seperti disebutkan di atas, terdapat beberapa cara lainnya yang dapat mengakhiri perjanjian, yaitu33:

1) Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak yang membuatnya. Misalnya; dalam perjanjian telah ditentukan batas waktu berakhirnya dalam waktu tertentu.

2) Undang-undang menentukan batas waktu perjanjian tersebut. Misalnya : Pasal 1520 KUH Perdata, bahwa hak membeli kembali tidak boleh diperjanjikan untuk suatu waktu tertentu, yaitu lebih lama dari lima tahun.

3) Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu, maka perjanjian akan berakhir. Misalnya : jika salah satu pihak meninggal, perjanjian menjadi hapus, sesuai dengan Pasal 1603 KUH Perdata.

4) Karena perjanjian para pihak (herroeping). Seperti tercantum dalam Pasal 1338 KUH Perdata bahwa perjanjian dapat ditarik kembali atau dibatalkan dengan perjanjian para pihak yang membuatnya.

32Agus Yudha Hernoko,Op.Cit, hlm. 137.

5) Pernyataan penghentian perjanjian, dapat dilaksanakan oleh kedua belah pihak atau oleh satu pihak hanya pada perjanjian yang bersifat sementara, misalnya perjanjian kerja dan perjanjian sewa menyewa. 6) Berakhirnya karena putusan hakim, misalnya jika dalam perjanjian

terjadi sengketa yang diselesaikan lewat jalur pengadilan, kemudian Hakim memutuskan perjanjian tersebut berakhir.

Perjanjian pemasangan iklan melalui lembaga penyiaran radio adalah salah satu upaya produsen dalam mempromosikan produk atau jasa yang dihasilkan. Iklan merupakan karya cipta yang disiarkan yang juga menjadi karya siaran, sehingga memiliki aspek hukum dan dilindungi oleh undang-undang. Pasal 7 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menentukan bahwa Jika suatu Ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, Penciptanya adalah orang yang merancang Ciptaan itu. Dengan demikian iklan sebagai karya yang dirancang oleh produsen merupakan ciptaan produsen itu sendiri dalam hal ini produsen bisa sipemberi iklan atau Lembaga penyiaran .

Periklanan dalam bahasa Inggris disebut advertising yang berasal dari bahasa Latin Advertere, artinya mengalihkan perhatian. Dengan demikian periklanan merupakan bentuk komunikasi massa, komunikasi yang dilakukan oleh suatu pengiklan (perusahaan) untuk mengkomunikasikan sesuatu kepada konsumen melalui (media).34 Agar pengiklan dapat berkomunikasi secara efektif dan efisien dengan konsumen, mereka dibantu biro iklan untuk merancang pesan iklan yang kreatif dapat menarik konsumen untuk melihat,

mendengar, lalu membaca melalui media (televisi, radio, surat kabar, majalah,

billboard, dan sebagainya).35

Dalam kenyataannya, penyampaian pesan kepada konsumen melalui iklan akan selalu mendapat hambatan berupa pesan-pesan lain yang saling berebut perhatian audience-nya. Oleh karena itu, pesan iklan harus menarik agar dapat merebut perhatian dan mudah diingat konsumen.

Pemasangan iklan digunakan untuk mencapai sasaran jangka pendek dan jangka panjang perusahaan. Sasaran jangka pendek yaitu menyampaikan pesan secara luas kepada calon pembeli yang prospektif (awarness). Dalam pelaksanaannya, terdapat berbagai jenis periklanan, seperti:36

a) National advertising b) Retail advertising c) Cooperative Advertising d) Trade Advertising e) Industrial Advertising f) Farm Advertising

Sebuah iklan diciptakan melalui sebuah proses yang cukup panjang. Secara umum gambaran proses penciptaan sebuah iklan adalah menentukan segmentasi pasar, mengetahui motivasi pembelian, menciptakan pesan yang efektif, memilih media yang tepat, dan mengevaluasi setiap langkah yang diambil. Hal ini dapat dilakukan setelah pengarahan singkat (briefing) dari klien.37 Setelah semua informasi didapatkan, langkah selanjutnya adalah

35Ibid, hlm. 54.

36 Mohammad Suyanto, 2007, Strategi Perancangan Iklan Outdoor Kelas Dunia, Andi, Yogyakarta, hlm. 72-73.

menentukan posisi produk, perencanaan pesan, dan perencanaan media.38 Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

a) Penjelasan Produk b) Pengumpulan Data c) Sasaran

d) Memosisikan Merek e) Kreativitas Pesan Iklan.39

2. Konsepsi

Suatu kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang akan diteliti. Suatu konsep merupakan gejala yang akan diteliti akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut.40Agar tidak terjadi perbedaan pengertian tentang konsep-konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka perlu diuraikan pengertian-pengertian konsep yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut.

Tanggung jawab adalah kewajiban menanggung segala sesuatunya.41 Tanggung jawab dalam hukum dimaksudkan sebagai keterikatan para pihak terhadap ketentuan-ketentuan hukum dalam menjalankan usahanya, dalam penelitian ini adalah tanggung di bidang perdata.

Lembaga Penyiaran adalah organisasi penyelenggara siaran yang berbentuk badan hukum, yang melakukan penyiaran atas suatu karya siaran dengan

38Mohammad Suyanto,Op.Cit, hlm. 74.

39Ibid, hlm. 76-77.

40Soerjono Soekanto, 1986,Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hlm. 132.

menggunakan transmisi dengan atau tanpa kabel atau melalui sistem elektromagnetik.42

Radio adalah salah satu bentuk media massa elektronik yang melakukan siaran dalam bentuk audio.

Iklan adalah suatu bentuk komunikasi massa yang dilakukan oleh suatu perusahaan untuk mengkomunikasikan informasi tentang produk yang dihasilkannya kepada konsumen.43

Pihak ketiga adalah masyarakat luas ataupun pemilik hak kekayaan intelektual yang merasa dirugikan kepentingannya akibat penyiaran iklan tersebut.

G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, yaitu suatu analisis data yang berdasarkan pada teori hukum yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data yang lain.44

Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu penelitian dengan melakukan penelusuran terhadap norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hal perjanjian pemasangan iklan.

42UU No. 19 Tahun 2002, tentang Hak Cipta, Pasal 1 point 12.

43Mohammad Suyanto,Op.Cit,hlm. 53.

44Bambang Sunggono, 2001, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 38.

2. Jenis dan Sumber Data

Pada penelitian hukum, bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam penelitian digolongkan sebagai data sekunder. Data sekunder tersebut mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, sehingga meliputi surat-surat pribadi, buku-buku harian, buku-buku sampai dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah.45

Dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan, yaitu:

a. Bahan-bahan hukum primer, yaitu berhubungan dengan Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan perjanjian.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa hasil penelitian, artikel, buku-buku referensi, media informasi lainnya.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi pentunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, berupa kamus hukum, kamus umum, dan jurnal.

3. Teknik dan Alat Pengumpul Data

Pengumpulan data dilakukan dengan penelurusan kepustakaan. Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat

45Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1995, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 23.

dipertanggungjawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini diperoleh melalui alat pengumpul data dengan cara sebagai berikut:

a) Studi dokumen, yaitu pengumpulan data dengan melakukan penelaahan kepada bahan pustaka atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

b) Wawancara yang dibantu dengan pedoman wawancara dengan nara sumber yang hanya berperan sebagai informan, yaitu manajemen radio Kiss FM. Wawancara dilakukan dengan berpedoman pada pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu.

4. Analisis Data

Setelah diperoleh data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier, maka dilakukan inventarisir dan penyusunan secara sistematik, kemudian diolah dan dianalisa dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berpikir deduktif, yakni berpikir dari hal yang umum menuju kepada hal yang khusus atau spesifik dengan menggunakan perangkat normatif sehingga dapat memberikan jawaban yang jelas atas permasalahan dan tujuan penelitian.

BAB II

PERJANJIAN KERJASAMA PEMASANGAN IKLAN MELALUI RADIO

A. Perjanjian Kerjasama dalam Praktek 1. Perjanjian Kerjasama

Penafsiran Perjanjian disebutkan Jika terjadi sengketa antara para pihak dan atas sengketa tersebut tidak ada pengaturan yang jelas dalam perjanjian disepakati para pihak, bukan berarti perjanjian belum mengikat para pihak atau dengan sendirinya batal demi hukum. Karena pengadilan dapat mengisi kekosongan hukum tersebut melalui penafsiran untuk menemukan hukum yang berlaku bagi para pihak yang berlaku bagi para pihak yang membuat perjanjian.46 Pasal 1313 KUH Perdata memberikan definisi tentang perjanjian sebagai berikut: “Perjanjian adalah suatu perbuatan, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Dengan demikian perjanjian merupakan kesepakatan antara dua orang atau dua pihak, mengenai hal-hal pokok yang menjadi objek dari perjanjian. Kesepakatan itu timbul karena adanya kepentingan dari masing-masing pihak yang saling membutuhkan.

Perjanjian juga dapat disebut sebagai persetujuan, karena dua pihak tersebut setuju untuk melakukan sesuatu. Perjanjian kerjasama dalam suatu bisnis bisa dilakukan secara formal maupun informal, hal ini disesuaikan dengan jenis

29

kerjasama yang hendak dilakukan. Selain itu, pembuatan perjanjian kerjasama bisa disesuaikan dengan kesepakatan semua pihak yang terlibat didalamnya.

Sebagaimana telah diutarakan di atas, timbulnya perjanjian standar di dalam lalu lintas hukum kontrak Nasional dan Internasional dilandasi oleh kebutuhan akan pelayanan yang efektif dan efisien kegiatan transaksi. Oleh karena itu, karakter utama dari sebuah perjanjian standar adalah pelayanan yang cepat (efisien) terhadap kegiatan transaksi yang tinggi namun tetap dapat memberikan kekuatan serta kepastian hukum (efektif).

Agar perjanjian standar dapat memberi pelayanan yang cepat, isi dan syarat (conditional) perjanjian standar harus ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis dalam bentuk formulir, kemudian digandakan dalam jumlah tertentu sesuai dengan kebutuhan. Formulir-formulir tersebut kemudian ditawarkan kepada para konsumen secara massal, tanpa memperhatikan perbedaan kondisi mereka satu yang lain.

Karakter tersebut di atas menyebabkan para konsumen dapat melakukan tawar-menawar mengenai isi perjanjian. Dengan kata lain, pada konsumen tidak memiliki posisi tawar-menawar yang sama dengan produsen. Dalam banyak hal para konsumen hanya dapat menerima atau menolak isi perjanjian yang ditetapkan sepihak oleh produsen secara keseluruhan atau secara utuh. Mengenai hal ini Hood Philips,47menyatakan sebagai berikut.

30

"Kontrak-kontrak (kontrak standar) adalah dari jenis-cuti-itu, karena di sini pelanggan tidak dapat bar di atas syarat-syarat:satunya pilihan adalah untuk menerima dalam toto atau menolak layanan sama sekali."

Dalam uraian di atas, karakter dari suatu perjanjian standar dapat dikemukakan secara berurutan sebagai berikut.

1. Isi kontrak telah ditetapkan secara tertulis dalam bentuk formulir yang digandakan.

2. Penggandaan kontrak dimaksudkan untuk melayani permintaan para konsumen yang berfrekuensi tinggi sering dan banyak/massal).

3. Konsumen dalam banyak hal menduduki posisi tawar-menawar (kedudukan transaksional) yang lebih rendah daripada produsen.

Dari karakter-karakter tersebut di atas, akhirnya dirumuskan bahwa pengertian kontrak standar itu adalah perjanjian yang isinya telah ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis berupa formulir-formulir yang digandakan dalam jumlah tidak terbatas, untuk ditawarkan kepada para konsumen tanpa memperhatikan perbedaan kondisi para konsumen.48

Fungsi kontrak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fungsi yuridisi dan fungsi ekonomis. Fungsi yuridis kontrak adalah dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak, sedangkan fungsi ekonomis adalah menggerakkan (hak

31

milik) sumber daya dari nilai penggunaan yang lebih rendah menjadi nilai yang lebih tinggi.

Mark Zimmerman juga mengemukakan pandangan orang Barat tentang fungsi kontrak, Ia mengemukakan bahwa:

"Bagi orang-orang Barat, kontrak adalah dokumen hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari para pihak yang membuatnya. Apabila terjadi perselisihan mengenai pelaksanaan perja di antara para pihak, dokumen hukum itu akan dirujuk untuk penyelesaian perselisihan itu. Apabila perselisihan tidak dapat diselesai dengan mudah melalui perundingan di antara para pihak sendiri (karena memakan waktu dan tenaga yang tidak sedikit), mereka akan menylesaikan melalui proses litigasi di pengadilan. Isi kontrak itu yang akan dijadikan dasar oleh hakim untuk menyelesaikan pertikaian itu " Sutan Remy Sjahdeini49. Di samping itu, menurut Abdullah kontrak berfungsi untuk mengamankan transaksi bisnis. Suatu kontrak dalam bisnis sangatlah penting, karena dari kontrak itu paling tidak dapat diketahui:

1. Perikatan apa yang dilakukan, kapan, dan di mana kontrak tersebut dilakukan;

2. Siapa saja yang saling mengikatkan diri dalam kontrak tersebut;

3. Hak dan kewajiban para pihak, apa yang harus, apa yang boleh, dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh para pihak;

4. Syarat-syarat berlakunya kontrak tersebut;

5. Cara-cara yang dipilih untuk menyelesaikan perselisihan dan pilihan domisili hukum yang dipilih bila terjadi perselisihan antara para pihak;

32

6. Kapan berakhirnya kontrak atau hal-hal apa saja yang mengakibatkan berakhirnya kontrak tersebut;

7. sebagai alat kontrol bagi para pihak, apakah masing-masing pihak telah menunaikan kewajiban atau prestasinya atau belum ataukah malah telah melakukan suatu wanprestasi;

8. sebagai alat bukti bagi para pihak apabila di kemudian hari terjadi

Dokumen terkait