• Tidak ada hasil yang ditemukan

BISNIS DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA

Bab ini menjelaskan tentang waralaba sebagai bentuk sistem bisnis dan pengaturan waralaba dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007.

BAB III KEPAILITAN PEWARALABA MENURUT UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

Bab ini menjelaskan tentang syarat dan prosedur kepailitan serta akibat yang timbul ketika pewaralaba mengalami pailit ditinjau dari sisi perjanjian waralaba dan berakhirnya kepailitan.

BAB IV AKIBAT KEPAILITAN PEWARALABA TERHADAP PERJANJIAN WARALABA DALAM INDUSTRI MAKANAN Bab ini menjelaskan tentang karakteristik industri makanan pada umumnya, akibat hukum kepailitan pewaralaba terhadap perjanjian waralaba serta bentuk perlindungan hukum bagi terwaralaba dalam menjaga kelangsungan usaha dalam bidang industri makanan BAB V PENUTUP

Bab ini dikemukakan kesimpulan dari bagian awal penulisan skripsi hingga pada bagian akhir dari penulisan skripsi yang merupakan substansi penulisan skripsi ini, dan saran-saran yang penulis berikan dalam masalah yang dibahas.

BAB II

WARALABA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK SISTEM BISNIS DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA

A. Waralaba Sebagai Suatu Bentuk Perjanjian

Usaha waralaba/franchise pertama kali dikenal di Amerika Serikat yaitu kurang lebih satu abad yang lalu ketika perusahaan bir memberikan lisensi kepada perusahaan-perusahaan kecil untuk mendistribusikan bir produksi pabrik yang bersangkutan. Di indonesia, sistem bisnis dengan waralaba mulai berkembang sejak tahun 1980-an dan hingga sekarang sudah berkembang dengan pesat. Waralaba asing juga telah banyak yang masuk ke indonesia, baik dalam perdagangan barang dan jasa. Selain itu beberapa pengusaha indonesia sudah mulai mengembangkan usaha waralaba lokal, seperti Q-tela, Es Teler 77, Salon Rudi Hardisuwarno, Steak Kimos Modern.17

Bisnis waralaba sangat diminati oleh para pengusaha karena prosedur yang mudah, tidak berbelit-belit dan sebagai bisnis efisien yang dapat dijalankan serta dikembangkan oleh siapa saja karena pemasaran usaha yang telah dikenal luas dalam masyarakat. Waralaba saat ini lebih didominasi oleh waralaba rumah makan siap saji. Kecenderungan ini dimulai pada tahun 1919 ketika A&W Root Beer membuka restoran cepat sajinya. Pada tahun 1935, Howard Deering Johnson bekerjasama dengan Reginald Sprague untuk memonopoli usaha restoran modern. Gagasan mereka adalah membiarkan rekanan mereka untuk mandiri

17

http://justitia87.blogspot.com/2009/12/perjanjian-franchise.html. (diakses pada 01 maret 2015).

menggunakan nama yang sama, makanan, persediaan, logo, bahkan membangun desain sebagai pertukaran dengan suatu pembayaran. Dalam perkembangannya, sistem bisnis ini mengalami berbagai penyempurnaan terutama pada tahun l950-an yl950-ang kemudil950-an dikenal menjadi waralaba sebagai format bisnis (business format) atau sering pula disebut sebagai waralaba generasi kedua.18

Pengertian waralaba menurut PP No. 42 Tahun 2007 dalam Pasal 1 angka 1 yaitu :19

“Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian

waralaba.”

Berdasarkan ketentuan tersebut, pengertian waralaba adalah hak untuk menjual produk atau jasa milik pewaralaba oleh terwaralaba, dimana dalam waralaba terdapat dua subjek hukum yakni, pewaralaba (Franchisor) dan terwaralaba (Franchisee). Pemilik atau penerima waralaba tersebut dapat merupakan badan hukum atau pribadi. Sistem usaha waralaba dikenal para pihak yaitu :20

1. Pewaralaba adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektualatau penemuan atau ciri khas usaha yang dimilikinya.

18

http://zehanwidiastuti.wordpress.com (diakses pada 24 Maret 2015).

19

Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, Bab I, Pasal 1.

20

2. Terwaralaba adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki pewaralaba.

Beberapa bidang usaha yang menggunakan sistem waralaba di Indonesia adalah :21

1. Automotive

Meliputi Franchise Automotive and Carwash (otomotif dan cuci mobil) 2. Computers

Meliputi Computer things and Internet café (komputer dan warung internet/warnet)

3. Education

Course and education Facility (pendidikan, kursus) 4. Entertainment

Entertainment and fun, Meliputi entertainment franchise, family recreation franchise, movie rental franchise, family karaoke franchise

5. Fashion

Meliputi Fashion, apparel, shoes and Jewerly (Mode, pakaian jadi, sepatu dan perhiasan)

6. Fitness and sports

Meliputi Fitness, Sports Equipment (kebugaran dan alat-alat olahraga)

21

7. Fast food and Bakery

Yang meliputi fast food franchise, pizza franchise, burger, bakery, and cake franchise (waralaba makanan siap saji, waralaba pizza, burger, roti, dan kue) 8. Restaurant and café

Meliputi restorant, café outlet, steak house (restoran/rumah makan, kafe, dan bistik)

9. Medical store

Meliputi medical store franchise and health (apotik dan rumah sakit) 10.Spa, salon and beauty

Meliputi Spa and beauty shop, salon, body care, skin centre franchise 11.Real estate and property

Meliputi property and real estate broker, apartement, real estate dealer franchise

12.Laundry services

Meliputi dry cleaning franchise 13.Tour and travel

Meliputi tour-travel agent, travel and ticketing services, honeymoon and romantic gateway franchise

14.Retail, outlet and minimart

Meliputi consumer goods, retail chain store, outlet, supermarket and mini market franchise

15.Photography

Berdasarkan Pasal 1313 KUH Perdata, pengertian perjanjian adalah:

“suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

R. Subekti menyatakan bahwa perikatan merupakan suatu pengertian abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu peristiwa hukum yang konkrit.22 Berdasarkan ketentuan tersebut, setiap perjanjian waralaba bentuknya wajib untuk dibuat secara tertulis oleh para pihak. Eksistensi dari perjanjian waralaba adalah sebuah perjanjian innominaat yang merupakan perjanjian yang timbul, tumbuh, dan berkembang karena adanya kebebasan berkontrak sebagaimana yang tercantum di dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Meskipun hukum kontrak innominaat diatur di dalam Buku III KUH Perdata, Pasal 1319 KUH Perdata menegaskan bahwa:23

“Semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang

tidak terkenal dengan suatu nama tertentu tunduk pada peraturan-peraturan

umum, yang termuat di dalam bab ini dan bab yang lalu.”

Membahas suatu perjanjian waralaba tidak terlepas dari ketentuan mengenai syarat sah suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu:24

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu pokok persoalan tertentu;

22

Kevin Kogin, Aspek Hukum Kontrak Waralaba Pada Kegiatan Usaha Jasa Makanan dan Minuman (Jakarta: PT. Tatanusa 2014), hlm. 34-35.

23

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1319.

24

4. Suatu sebab yang tidak terlarang.

Keempat syarat sah suatu perjanjian tersebut telah terpenuhi, maka perjanjian tersebut menjadi undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan tidak dapat ditarik kembali melainkan atas kesepakatan kedua belah pihak.

Perjanjian waralaba adalah suatu perjanjian yang diadakan antara pewaralaba/pemberi waralaba dengan terwaralaba/penerima waralaba dimana pihak pewaralaba memberikan hak kepada pihak penerima waralaba untuk memproduksi atau memasarkan barang (produk) dan/atau jasa (pelayanan) dalam waktu dan tempat tertentu yang disepakati di bawah pengawasan pewaralaba, sementara terwaralaba membayar sejumlah uang tertentu atas hak yang diperolehnya.25 Sehingga meskipun perjanjian waralaba merupakan perjanjian yang timbul, tumbuh dan berkembang di dalam praktik, perjanjian waralaba harus tetap tunduk pada Buku III KUH Perdata. Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis yang dibuat antara pewaralaba dan terwaralaba untuk melindungi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Selain itu, perjanjian waralaba juga diperlukan sebagai salah satu syarat administratif bagi terwaralaba untuk mendapatkan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW) sebagai bukti sebuah perusahaan terwaralaba (franchisee).26

Pada Lampiran Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53/m-dag/per/8/2012 Tentang Penyelenggaraan Waralaba (selanjutnya

25

http://e-journal.kopertis4.or.id (diakses pada 07 Januari 2015).

26

disingkat Permendag No. 53/2012) disebutkan bahwa hal-hal yang harus dimuat dalam perjanjian waralaba sebagai berikut :27

1. Nama dan alamat para pihak, yaitu nama dan alamat jelas pemilik/penanggungjawab perusahaan yang mengadakan perjanjian yaitu pemberi waralaba dan penerima waralaba.

2. Jenis hak kekayaan interlektual, yaitu jenis hak kekayaan intelektual pemberi waralaba, seperti merek dan logo perusahaan, desain outlet/gerai, sistem manajemen/pemasaran atau racikan bumbu masakan yang diwaralabakan. 3. Kegiatan usaha, yaitu kegiatan usaha yang diperjanjikan seperti perdagangan

eceran/ritel, pendidikan, restoran, apotek atau bengkel.

4. Hak dan kewajiban pemberi waralaba dan penerima waralaba, yaitu hak yang dimiliki baik oleh pemberi waralaba maupun penerima waralaba, seperti: a. Pemberi waralaba berhak menerima fee atau royalty dari penerima

waralaba, dan selanjutnya pemberi waralaba berkewajiban memberikan pembinaan secara berkesinambungan kepada penerima waralaba.

b. Penerima waralaba berhak menggunakan hak kekayaan intelektual atau ciri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba, dan selanjutnya penerima waralaba berkewajiban menjaga kode etik/kerahasiaan HKI atau ciri khas usaha yang diberikan pemberi waralaba.

5. Bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan dan pemasaran yang diberikan pemberi waralaba kepada penerima waralaba, seperti bantuan

27

Lampiran Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53/M-DAG/PER/8/2012 Tentang Penyelenggaraan Waralaba.

fasilitas berupa penyediaan dan pemeliharaan komputer dan program IT pengelolaan kegiatan usaha.

6. Wilayah usaha, yaitu batasan wilayah yang diberikan pemberi waralaba kepada penerima waralaba untuk mengembangkan bisnis waralaba seperti; wilayah Sumatra, Jawa dan Bali atau di seluruh Indonesia.

7. Jangka waktu perjanjian, yaitu batasan waktu mulai dan berakhir perjanjian terhitung sejak surat perjanjian ditandatangani oleh kedua belah pihak.

8. Tata cara pembayaran imbalan, yaitu tata cara/ketentuan termasuk waktu dan cara perhitungan besarnya imbalan seperti fee atau royalty apabila disepakati dalam perjanjian yang menjadi tanggung jawab penerima waralaba.

9. Penyelesaian sengketa, yaitu penetapan tempat/lokasi penyelesaian sengketa, seperti melalui Pengadilan Negeri tempat/domisili perusahaan atau melalui Pengadilan, Arbitrase dengan mengunakan hukum Indonesia.

10.Tata cara perpanjangan, pengakhiran, dan pemutusan perjanjian seperti pemutusan perjanjian tidak dapat dilakukan secara sepihak, perjanjian berakhir dengan sendirinya apabila jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian telah berakhir. Perjanjian dapat diperpanjang kembali apabila dikehendaki oleh kedua belah pihak dengan ketentuan yang ditetapkan bersama.

11.Jaminan dari pihak pemberi waralaba untuk tetap menjalankan kewajiban-kewajibannya kepada penerima waralaba sesuai dengan isi perjanjian hingga jangka waktu perjanjian berakhir.

12.Jumlah geraiyang akan dikelola oleh penerima waralaba.28

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 juga menyebutkan bahwa waralaba diselenggarakan harus berdasarkan perjanjian tertulis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba dengan memperhatikan hukum Indonesia dan dalam hal perjanjian ditulis dalam bahasa asing, perjanjian tersebut harus diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.29

Berdasarkan pengertian waralaba sebagaimana dikemukakan di atas, ada beberapa unsur dalam suatu perjanjian waralaba, yaitu:30

1. Adanya suatu perjanjian yang disepakati

Perjanjian waralaba dibuat oleh para pihak, yaitu pewaralaba dan terwaralaba, yang keduanya berkualifikasi sebagai subjek hukum, baik sebagai badan hukum maupun hanya sebagai perorangan.

a. Adanya pemberian hak dari pewaralaba kepada terwaralaba unttuk memproduksi dan memasarkan produk dan/atau jasa;

Dalam hal ini terwaralaba berhak menggunakan nama, cap dagang, dan logo milik pewaralaba yang sudah lebih dahulu dikenal dalam dunia perdagangan.

b. Pemberian hak tersebut terbatas pada waktu dan tempat tertentu;

Dalam hal pewaralaba memberi hak kepada terwaralaba untuk menggunakan nama, cap dagang, dan logo dari usahanya kepada

28

Lampiran II Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53/M-DAG/PER/8/2012 tentang Penyelenggaraan Waralaba.

29

Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, Bab I, Pasal 6.

30

Juajir Sumardi, Aspek-Aspek Hukum Franchise dan Perusahaan Transnasional

terwaralaba terbatas pada tempat dan waktu yang telah diperjanjikan dalam perjanjian waralaba yang telah mereka buat bersama.

c. Adanya pembayaran sejumlah uang tertentu dari terwaralaba kepada pewaralaba.

Pembayaran-pembayaran ini antara lain: pembayaran awal, pembayaran selama berlangsungnya waralaba, pembayaran atas pengoperan hak.

Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk suatu bisnis waralaba di samping harus mempunyai syarat dan ketentuan, tetapi juga harus ditentukan secara jelas siapa yang harus menanggung biaya tersebut. Yaitu apakah pihak pewaralaba atau pihak terwaralaba yang merupakan pihak yang wajib membayar.

Adapun yang merupakan biaya dalam sistem waralaba yang wajib adalah sebagai berikut :31

1. Royalty

Merupakan pembayaran oleh pihak terwaralaba kepada pihak pewaralaba sebagai imbalan dari pemakaian hak waralaba oleh terwaralaba. Walaupun tidak tertutup kemungkinan pembayaran royalti ini pada suatu waktu dalam jumlah tertentu yang sebelumnya tidak diketahuinya. Akan tetapi, sistem yang lebih sering justru pembayaran franchise fee dengan memakai sistem persentase tertentu dari omzet penerima waralaba.

2. Franchise fee

Merupakan bayaran yang harus dilakukan oleh pihak terwaralaba/penerima waralaba kepada pihak pewaralaba/pemberi waralaba, yang

31

merupakan biaya waralaba, yang biasanya dilakukan dengan jumlah tertentu yang pasti dan dilakukan sekaligus dan hanya sekali saja. Dibayar hanya pada tahap saat perjanjian waralaba akan dimulai atau pada saat penandatanganan akta waralaba.

3. Direct Expenses

Ini merupakan biaya langsung yang harus dikeluarkan sehubungan dengan pembukaan/pengembangan suatu bisnis waralaba. Misalnya terhadap pemondokan pihak yang akan menjadi pelatih dan fee-nya, biaya pelatihan, dan biaya pada saat pembukaan. Dianjurkan agar biaya seperti tersebut di atas harus sudah ditentukan dengan jelas dalam kontrak waralaba itu sendiri.

4. Biaya Sewa

Meskipun kurang lazim, ada beberapa pewaralaba yang ikut juga menyediakan tempat bisnis, maka dalam hal yang demikian pihak terwaralaba harus membayar harga sewa tempat tersebut kepada pihak pewaralaba. Sebaiknya, biaya ini ditetapkan bersama secara tegas dari awal, agar tidak timbul masalah di kemudian hari.

5. Marketing and Advertising Fee

Karena pihak pewaralaba yang melakukan marketing dan iklan, maka pihak terwaralaba harus ikut menanggung beban biaya tersebut dengan menghitungnya, baik secara persentase dari omzet penjualan apabila ada marketing atau iklan tertentu.

6. Assignment Fees

Yang dimaksud dengan assignment fees adalah biaya yang harus dibayar oleh pihak terwaralaba kepada pihak pewaralaba jika pihak terwaralaba tersebut mengalihkan bisnisnya kepada pihak lain, termasuk bisnis yang merupakan objeknya waralaba. Oleh pihak waralaba biaya tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan persiapan pembuatan perjanjian penyerahan, pelatihan pemegang waralaba yang baru, dan sebagainya.

Peraturan-peraturan yang berlaku pada perjanjian waralaba, sebelum adanya peraturan yang khusus untuk mengatur waralaba, yaitu sebagai berikut:32 1. Peraturan tentang perjanjian khususnya yang dijumpai pada Pasal 1320 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu syarat-syarat sahnya suatu perjanjian dan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang ketentuan yang dapat membenarkan tentang perjanjian waralaba;

2. Peraturan tentang hak milik intelektual, yaitu hak paten, merek, dan hak cipta; 3. Peraturan hukum tentang perpajakan, yaitu pajak pertambahan nilai dan pajak

penghasilan; serta

4. Peraturan hukum tentang ketenagakerjaan.

Pasal 1381 KUH Perdata menyebutkan tentang cara berakhirnya suatu perikatan yaitu:

“Perikatan-perikatan hapus karena pembayaran; karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; karena pembaharuan hutang; karena perjumpaan hutang atau kompensasi; karena

32

percampuran hutang; karena pembebasan hutangnya; karena musnahnya barang yang terhutang; karena kebatalan atau pembatalan; karena berlakunya syarat batal, yang diatur dalam Bab I buku ini; karena lewatnya waktu.”

Disamping hapusnya perjanjian tersebut, sebab lain berakhirnya perjanjian yaitu:33

1. Jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian tersebut telah berakhir, 2. Adanya persetujuan dari para pihak untuk mengakhiri perjanjian tersebut, 3. Ditentukan oleh undang-undang, misalnya perjanjian akan berakhir dengan

meninggalnya salah satu pihak beserta perjanjian tersebut 4. Adanya putusan hakim

5. Tujuan yang dimaksud dalam perjanjian telah tercapai.

Dalam pembentukan perjanjian waralaba, ada beberapa faktor penting yang diperhatikan, antara lain:34

1. Mitra pasif (silent partners)

Yang dimaksudkan dengan mitra pasif dalam hal ini adalah terwaralaba lainnya dan pihak konsumen. Terwaralaba lain harus dipertimbangkan karena mereka tentu menginginkan perlakuan yang sama, disamping itu juga memperhatikan pihak konsumen, Karena pewaralaba mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi pihak ketiga. Dengan demikian, walaupun suatu kesepakatan kerja sama adalah antara dua pihak yang bersepakat, namun dalam isi kesepakatan tersebut paling tidak terdapat dua pihak lain yang terkena pula dampaknya yaitu pihak terwaralaba lainnya dan pihak konsumen maupun masyarakat pada

33

Juajir Sumardi, Op.Cit., hlm. 43.

34

umumnya. Dalam hal ini, konsumen atau masyarakat pada umumnya mengharapkan adanya produk atau jasa yang konsisten/standar yang diterimanya di tempat lain.

2. Pemeliharaan standar

Sistem waralaba hanya akan berjalan dengan baik jika seluruh terwaralaba memelihara sistem yang telah dibuat oleh pewaralaba.

3. Hubungan jangka panjang

Berbeda dengan dealership maupun distributorship yang ada saat ini kerja sama waralaba di Indonesia pada umumnya berlaku untuk jangka panjang, biasanya antara lima sampai sepuluh tahun. Kerjasama di bidang bisnis waralaba biasanya berlaku lima sampai sepuluh tahun. Apabila jangka waktu itu telah dilampaui, pewaralaba akan meninjau kembali hubungan kerjasama itu dan juga terwaralaba seringkali berkeinginan untuk dapat terus memelihara serta memperbaharui hubungan kerjasama bisnis waralaba tersebut.35

4. Segi komersial

Perjanjian waralaba sebaiknya mencerminkan keadaan sesungguhnya dari sistem waralaba, sehingga dengan demikian terdapat hubungan yang berkaitan dengan operasional sehari-hari.

5. Pedoman operasional (operation manual)

Hal yang tidak disebutkan di dalam perjanjian, biasanya dicantumkan secara terperinci dalam suatu pedoman tentang pengoperasian suatu usaha waralaba.

35

Johannes Ibrahim & Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis Dalam Perspektif Manusia Modern (Jakarta:PT. Refika Aditama, 2004). Hlm. 144.

6. Keadaan mendesak (contingencies)

Tidak mungkin untuk mencakup semua keadaan, tetapi setidaknya perjanjian waralaba dapat mengatasi beberapa keadaan yang mendesak, misalnya:

a. Meninggalnya pihak pewaralaba; b. Pemindahan lokasi;

c. Perubahan bauran produk;

d. Pemindahan sistem waralaba oleh pewaralaba, dan; e. Pemindahan usaha waralaba oleh terwaralaba.

Pengakhiran perjanjian waralaba dapat terjadi karena:36 1. Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak

Pihak dalam perjanjian waralaba menentukan bahwa perjanjian disepakati berlangsung selama tujuh tahun, maka setelah waktu tujuh tahun perjanjian akan berakhir.

2. Undang-undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian

Pewaralaba dan terwaralaba sepakat menjalankan bisnis waralaba dalam bidang makanan selama sepuluh tahun, tiba-tiba terwaralaba meninggal dunia. Undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian agar dilakukan pemenuhan kewajiban oleh ahli waris sebelum jangka waktu berakhirnya perjanjian yang ditetapkan oleh undang-undang.

36

3. Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu.

Para pihak atau undang-undang memutuskan dalam keadaan tertentu dan dengan terjadinya peristiwa tertentu, maka perjanjian menjadi hapus dan perjanjian waralaba akan hapus jika salah satu pihak meninggal dunia.

4. Pernyataan menghentikan perjanjian oleh kedua belah pihak atau oleh salah satu pihak.

Misalnya, pewaralaba menyatakan bahwa perjanjian waralaba dengan terwaralaba dihentikan kerena terwaralaba dianggap tidak memenuhi target yang ditetapkan oleh pewaralaba dalam perjanjian yang telah disepakati bersama. 5. Perjanjian hapus karena putusan hakim

Misalnya, hakim memutuskan hapusnya suatu perjanjian waralaba karena diminta oleh salah satu pihak.

6. Tujuan perjanjian telah tercapai

Misalnya, para pihak sepakat bahwa perjanjian waralaba akan dilangsungkan selama lima belas tahun, setelah waktu tersebut maka dianggap tujuan dari bisnis tercapai sehingga terjadi pengkhiran perjanjian.

7. Dengan persetujuan para pihak

Misalnya, terwaralaba merasa tidak dapat memenuhi target pembukaan outlet yang ditargetkan lalu terwaralaba dengan persetujuan pewaralaba mengakhiri perjanjian waralaba.

B. Hak dan Kewajiban Antara Pewaralaba dengan Terwaralaba dalam Perjanjian Waralaba

Kedudukan hukum para pihak dalam perjanjian waralaba yang berlaku di Indonesia adalah berdiri sendiri (independen contracts atau no agency) klausul ini menegaskan bahwa kedudukan dan hubungan hukum antara pewaralaba dengan terwaralaba bukanlah hubungan keagenan, joint venture, atau atasan bawahan. Pihak pewaralaba sebagai pihak yang memberikan bisnis waralaba dengan memiliki sistem/tata cara dalam menjalankan bisnis waralaba, sementara pihak terwaralaba merupakan pihak yang menerima/menjalankan bisnis waralaba tersebut dengan cara yang dikembangkan oleh pewaralaba.37

Keberhasilan usaha waralaba yang ditawarkan pewaralaba kepada terwaralaba, menjadikan terwaralaba langsung menjadi seorang pengusaha dengan memakai (menjalankan) suatu sistem usaha yang diberikan oleh pewaralaba melalui suatu perjanjian. Perjanjian antara pewaralaba dan terwaralaba berisi hak dan kewajiban masing-masing pihak sesuai dengan kesepakatan mereka. Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu dasar yang dipatuhi oleh masing-masing pihak. Akan tetapi karena suatu usaha waralaba adalah suatu sistem pemasaran yang vertikal di mana pewaralaba bersedia menyerahkan semua sistem usaha waralaba kepada terwaralaba, maka perjanjian usaha waralaba mencakup perjanjian lisensi (HAKI).

Perjanjian waralaba menetapkan pewaralaba dalam berbagai bentuk ketentuan-ketentuan persyaratan waralaba yang dimaksudkan untuk menjaga ciri khas usaha, standar pelayanan dan barang/jasa, dan HAKI. Berbagai persyaratan

37

perjanjian waralaba tersebut dalam prakteknya sering memuat klausul-klausul yang mengatur berbagai bentuk hambatan atau pembatasan terhadap terwaralaba sehingga dapat berpotensi menimbulkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.38

Ketika suatu perjanjian ditandatangani, dengan begitu para pihak telah sepakat dengan perjanjian tersebut, hal ini dikuatkan dalam Pasal 1338 KUH

Dokumen terkait