• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM MAKANAN JEPANG

2.3 Etika Makan Masyarakat Jepang

Berbicara tentang etika makan, setiap negara dan disetiap daerah pasti berbeda-beda, tergantung dari kebiasaan atau kebudayaan yang telah diwariskan dari para leluhur di tempat masing-masing. Etika makan sendiri memiliki manfaat guna meningkatkan rasa percaya diri.

Jepang memang masih kental dengan budaya dan adatnya. Salah satunya adalah etika makan, yang mencerminkan keseluruhan budaya dan nilai negara. Dalam budaya Jepang, jamuan makan selalu diikuti dengan tata cara yang relatif lebih formal dan sopan jika dibandingkan dengan aturan dalam jamuan tradisional China. Walaupun kebudayaan keduanya sama-sama menggunakan sumpit, mangkuk, dan sendok sebagai alat makan yang paling utama, tetapi tetap ada banyak perbedaannya. Seperti cara mengangkat mangkuk, menerima makanan dengan sumpit, cara duduk, sikap tubuh, dan beberapa hal lainnya. Etika orang Jepang menekankan pada sikap sopan santun di antara para anggota suatu kelompok tertentu.

Memperlihatkan rasa terima kasih pada hal-hal yang kecil adalah suatu hal yang sangat umum di Jepang. Oleh sebab itu, sangat penting bila mengutamakan etika dalam bermasyarakat terutama dalam masyarakat Jepang. Berikut ini beberapa etika atau tata cara yang harus diperhatikan ketika makan, yaitu :

1. Pada saat makan, mengangkat mangkuk nasi atau mangkuk sup adalah etika yang benar. Apabila makan nasi tidak mengangkat mangkuk dari atas meja hanya dengan mendekatkan muka ke mangkuk nasi adalah perbuatan yang tidak baik. Perlu diperhatikan bahwa makan dengan meletakkan mangkuk, akan membuat sikap badan menjadi tidak baik. Di Jepang, makan dengan menempelkan siku adalah hal yang tidak sopan. Mangkuk boleh diangkat setinggi mulut, namun tidak boleh menyentuh mulut, kecuali ketika minum sup/kuah

2. Menusuk makanan dengan sumpit, memilih-milih makanan sambil memegang sumpit, menancapkan sumpit di atas nasi, dan memasukkan atau menjilati sumpit ke dalam mulut adalah hal yang dinilai tidak sopan.

3. Saat meletakkan peralatan makan dengan mengeluarkan suara adalah melanggar tata cara. Memukul peralatan makan dengan sumpit dan meletakkan peralatan makan sampai mengeluarkan bunyi tidak diperbolehkan.

4. Ketika akan memakan makanan yang telah disediakan sebaiknya mengucapkan Itadakimasu sebelum makan dan mengucapkan Gochisouma deshita setelah selesai makan adalah kebiasaan untuk menghargai makanan. Biasanya sebelum mengucapkan Itadakimasu, meluangkan sedikit waktu untuk memuji makanan yang dihidangkan, sebagai etika sopan santun. Karena orang Jepang percaya dibalik keindahan suatu hidangan, di situlah tersembunyi kelezatan. Dalam setiap makanan, terdapat roh, dan mengucapkan “Itadakimasu” dengan artian menerima roh dari makanan tersebut.

Sedangkan “Gochisousama deshita” diucapkan setelah makan sebagai rasa terima kasih. Kebiasaan tersebut merupakan hal yang mendasar di Jepang.

5. Tidak diperbolehkan menggerakkan piring ke hadapan dengan sumpit 6. Jangan meletakkan sisa makanan di piring kosong.

7. Sebelum makan, bersihkan tangan dengan handuk panas atau dingin. Handuk ini disebut oshibori. Oshibori digunakan hanya untuk membersihkan tangan, ketika menggunakan oshibori untuk membersihkan bagian tubuh lain selain tangan, seperti menyeka wajah adalah perbuatan yang tidak sopan.

8. Setelah selesai memakai sumpit, letakkan ujung sumpit di sebelah kiri.

9. Tidak diperbolehkan memberikan hidangan dari sumpit ke sumpit kepada orang lain secara langsung, hal itu dinilai tidak sopan karena hanya dilakukan di pemakaman saat memindahkan tulang-belulang orang yang meninggal.

10. Makanlah makanan yang diberikan, dan jangan menolak makanan yang diberikan dari atasan, orang paling tua atau dari tuan rumah, ini kebiasaan dimana tamu menghargai tuan rumah dengan memakan apa yang diberikan.

11. Jangan menyisakan makanan.

12. Ketika duduk di restoran yang menggunakan tatami harus duduk di atas zabuton.

Zabuton adalah alas duduk diatas tatami. Sebelum duduk diatas zabuton, sebaiknya mendahulukan orang yang diundang atau orang yang lebih dihormati.

13. Dalam jamuan makan, ketika di undang oleh siapapun sebaiknya tidak memesan makanan atau minuman karena akan menyinggung pihak yang mengundang. Hal itu dianggap tidak menghargai pemberian dari pihak pengundang karena semua hal sudah diatur oleh pihak pengundang.

14. Sebelum minum dari gelas sendiri, sebaiknya melakukan kanpai guna menghormati rekan yang lain.

15. Tidak boleh meletakkan sumpit di atas mangkuk nasi ketika masih berisi makanan walaupun sedikit.

16. Jika rekan lain menuangkan sake dengan dua tangan, maka harus menyambutnya dengan memegang gelas menggunakan dua tangan juga.

17. Tidak boleh menghisap sup dari sumpit

18. Ketika meminum sup tidak dianjurkan untuk menggunakan sendok, namun sebaiknya meminumnya langsung dari mulut mangkuk dan sebelum menyeruput sup, gunakan sumpit untuk mengaduk sup.

19. Jangan mencelupkan wasabi ke dalam kecap.

20. Jangan mengambil sumpit sebelum memegang mangkuk.

BAB III

BUDAYA MAKAN MASYARAKAT JEPANG 3.1 Kebiasaan Makan Masyarakat Jepang

Masyarakat Jepang mempunyai budaya makan yang masih sangat dijaga kelestariannya hingga saat ini. Setiap daerah, memiliki ciri khas masing-masing terkait bumbu-bumbu, bahan-bahan masakan, peralatan hingga tata cara dan kebiasaan makan.

Masyarakat Jepang sangat memperhatikan cara makan yang termasuk dalam budaya atau tradisi mereka. Tata cara makan masyarakat Jepang sangat unik dan berbeda dengan negara lainnya. Salah satu contohnya adalah pada saat makan duduk di atas bantal yang tipis, yang kegunaannya dapat meningkatkan aliran darah ke perut dan membantu mencerna makanan dengan mudah. Setiap hal yang dilakukan dan perlengkapan yang digunakan untuk makan memiliki nilai filosofis bagi masyarakat Jepang. Bagi masyarakat Jepang makan bukan hanya sekadar kenyang, tetapi juga bagaimana mensyukuri setiap makanan yang masuk. Jepang juga memiliki kebiasaan makan dengan menggunakan sumpit dan mangkuk. Terkadang ada makanan yang sulit untuk diambil dengan sendok, namun orang Jepang tetap akan mengambilnya dengan menggunakan sumpit. Orang-orang Jepang biasa makan secara lambat, mereka diajari untuk menikmati setiap makanan.

Di Jepang, pada musim-musim tertentu juga memiliki budaya atau tradisi yang sering dilakukan saat makan. Misalnya, pada musim semi biasanya orang-orang Jepang akan pergi bersama keluarga dan teman untuk menikmati makanan atau minum sake sambil melihat bunga sakura yang sedang mekar pada saat musim semi. Pada saat musim dingin atau saat menyambut tahun baru biasanya dilakukan dengan acara makan-makan bersama teman - teman atau rekan kerja yang dikenal dengan istilah “Bounenkai” yang berarti “melupakan masa lalu”. Biasanya makanan yang dimakan adalah Kabocha. Kabocha adalah sejenis labu

dan mie soba. Makanan tersebut sudah menjadi tradisi untuk dimakan di musim dingin atau pada saat menyambut tahun baru.

Berbicara soal cara makan, maka tak bisa lepas dari istilah “Table Manner”. Table manner adalah serangkaian aturan dan prinsip tentang bagaimana seseorang harus berperilaku di meja makan, mulai cara makan hingga menggunakan perlengkapannya. Berikut adalah beberapa aturan dalam tata cara makan masyarakat Jepang .

1. Mengucapkan “Itadakimasu”

Sebelum menyantap sebuah hidangan, orang Jepang selalu mengucapkan

“Itadakimasu” sebagai bentuk syukur atas makanan yang ada di hadapannya. Sejak kecil orang-orang Jepang dibiasakan untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya, termasuk sebelum makan. Ada pula yang menganggap ucapan ini sebagai ungkapan

“selamat makan”. Adapun tujuannya, agar orang Jepang tidak langsung melahap makanan saat di meja makan.

2. Tidak boleh menggosok Sumpit

Sumpit adalah alat makan utama yang digunakan di Jepang saat makan. Dalam menggunakan sumpit ada sejumlah etikanya, termasuk tidak boleh menggosok kedua sumpit yang akan digunakan. Jika diberi sumpit dari bambu, jangan digosok setelah dipisahkan sebab itu artinya menganggap sumpit tersebut murahan.

3. Letakkan sumpit pada tempatnya

Aturan lain yang harus diperhatikan dari penggunaan sumpit adalah penempatannya. Di atas meja biasanya ada benda yang digunakan untuk menaruh sumpit, bisa berupa tatakan, balok kecil, atau pembungkus sumpit yang dilipat.

Letakkan sumpit di tempat tersebut apabila sedang tidak digunakan. Tidak sopan menggigit sumpit jika tidak ada makanan atau menggerak-gerakkan sumpit saat

4. Perhatikan posisi mangkuk dan sumpit

Orang Jepang sangat sensitif dengan posisi sumpit saat sedang makan. Jangan menancapkan sumpit di atas mangkuk meskipun hanya sebentar. Posisi ini dinamakan

"tate-bashi" dan hanya dilakukan saat prosesi pemakaman. Ada juga posisi melintang atau "watashi-bashi". Sumpit yang ditaruh melintang di atas piring atau mangkuk menandakan seseorang sudah selesai makan.

5. Habiskan makanan yang diambil

Jika memperhatikan cara makan orang Jepang, maka tidak akan ada sisa makanan di piring atau mangkuk mereka. Sebab orang Jepang dididik untuk selalu menghabiskan makanan. Itulah sebabnya orang Jepang makan menggunakan mangkuk dan piring kecil supaya mengambil makanan sedikit demi sedikit tapi habis.

6. Mengucapkan "Gochisousama Deshita"

Setelah selesai makan, maka harus mengucapkan “gochisousama deshita”. Ini adalah ungkapan terima kasih kepada tuan rumah yang telah menjamu atau kepada pelayan restoran yang telah memberikan pelayanan sebaik mungkin. Ucapan tersebut tidak dipandang sebagai basa-basi, melainkan sebuah apresiasi.

3.2 Perubahan Makan Masyarakat Jepang

Masakan Jepang ternyata memiliki sejarah yang panjang. Masyarakat Jepang mulai makan nasi sejak zaman Jomon. Pada zaman Jomon lauknya berupa bahan makanan yang direbus (nimono), dipanggang, atau dikukus. Cara mengolah makanan dengan cara menggoreng mulai dikenal sejak zaman Asuka, dan berasal dari semenanjung Korea dan China.

Pada zaman Nara kebudayaan China memengaruhi masakan Jepang sehingga teknik memasak dari China mulai dipakai untuk mengolah bahan makanan lokal. Penyesuaian cara

memasak dari China dengan keadaan alam di Jepang akhirnya melahirkan masakan khas Jepang.

Makanan olahan dari tahu mulai dikenal bersamaan dengan makin populernya tradisi minum teh dan ajaran Zen pada zaman Kamakura. Sedangkan pada zaman Muromachi, kedatangan kapal-kapal dari luar negeri turut membawa berbagai jenis masakan yang disebut namban ryōri (masakan Eropa/Portugis) dan nambangashi (kue Eropa/Portugis). Kue kastela yang menggunakan resep dari Portugis adalah salah satu contoh dari nambangashi. Adapun istilah nanban sendiri adalah sebutan untuk negara Portugis yang pertama kali datang ke Jepang dan menjadi perantara perdagangan Jepang dan China.

Sejak tahun 1960 karena mendapat pengaruh dari pola makan dari masyarakat Amerika, makanan-makanan utama masyarakat Jepang yang pada mulanya memakan nasi berubah sehingga selain nasi masyarakat Jepang juga banyak yang mengonsumsi roti ataupun daging. Untuk menu sarapan pagi masyarakat Jepang pada umumnya berbeda-beda ada yang makan roti, tetapi untuk washoku biasanya menunya terdiri dari nasi, sup miso, ikan, tsukemono (acar),atau sayur yang direbus ditaburi wijen (goma), dan natto.

Pengaruh Amerika tidak hanya dari pola makannya saja, tetapi suasana makan pun dipengaruhi oleh cara pikir Amerika. Pada masa sebelum perang, orang tua terutama ayah sangat keras terhadap anak-anaknya sehingga kadang-kadang terdengar suara kemarahan orang tua di tengah kesunyian ketika makan. Tetapi setelah perang dunia, pola pikir orang Amerika bahwa makan itu sesuatu yang menyenangkan dan mulai disukai banyak orang.

Selain itu, meja makan pun berubah dari chabudai (meja makan yang pendek) ke meja makan dan dari duduk di bawah sampai duduk di kursi meja makan. Sumpit pun disesuaikan dengan situasi dan kondisi, kadang-kadang diganti dengan sendok dan garpu.

Makanan yang disajikan di rumah dapat dianggap sebagai pola makan masyarakat Jepang. Namun, seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan pengaruh dari negara luar, restoran atau tempat-tempat yang menyajikan makanan dapat dilihat pula sebagai cerminan pola makan masyarakat Jepang kini. Pada umumnya, makanan yang disajikan dirumah-rumah orang Jepang adalah makanan dengan konsep dasar nasi, lauk (biasanya ikan dan sayuran), dan sup. Namun, keluarga di Jepang saat ini juga mulai menyajikan makanan bergaya ala barat yang lebih disukai oleh anak-anak dan remaja, seperti salad, spaghetti, omuraisu (nasi goreng dengan omelet), atau makanan dengan rasa tajam seperti kare raisu ( nasi kare).

Sementara itu, restoran yang berkembang di Jepang saat ini dapat dilihat dari tipenya.

Beberapa restoran mempunyai menu khas sendiri yaitu sebagai restoran dengan 1 masakan saja, misalnya restoran sushi, tempura, sukiyaki, yakiniku, dan tonkatsu. Ada pula restoran yang mengangkat masakan dari daerahnya masing-masing seperti restoran Okinawa, Akita, dan Hokkaido. Kemudian ada restoran yang populer saat siang hari seperti ramen, soba, dan udon. Restoran yang populer dimalam hari seperti izakaya, yakitori. Dan tentu saja restoran yang menyajikan makanan dari luar negeri, seperti restoran Italia, Perancis, Korea, Thailand, dan Indonesia. Saat ini restoran cepat saji bergaya barat pun semakin banyak dan mereka melabeli diri sebagai family restaurant.

Meskipun masyarakat Jepang saat ini telah sangat bebas menentukan Jenis makanan yang diinginkan, makanan tradisional Jepang tetap hadir dalam perayaan-perayaan besar seperti festival dan tahun baru. Kesadaran masyarakat Jepang terhadap gizi makanan yang dikonsumsi pun sangat tinggi, sehingga makanan tradisional yang baik untuk kesehatan tetap dijadikan acuan sebagai makanan yang disarankan oleh pemerintahan Jepang untuk masyarakatnya. Keseriusan menjaga tradisi seiring era globalisasi menjadi kekuatan negara Jepang membentuk citra bangsanya

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

Jepang merupakan negara yang mempunyai berbagai macam kebudayaan dan adat istiadat yang masih sangat dijaga dan dilestarikan nilainya. Di Jepang banyak sekali terdapat makanan-makanan tradisional yang masih dijaga hingga saat ini. Bukan hanya itu saja, pola makan dan etika makan masyarakat Jepang juga masih dijaga hingga sekarang. Meskipun, sudah banyak terpengaruh dari negara luar.

Makanan Jepang atau Nihon Ryouri yang biasa dikenal dengan istilah nihon shoku atau washoku. Ciri khas makanan Jepang adalah pada bahan, bumbu, dan cara menghidangkannya. Bahan makanan yang biasa digunakan masyarakat Jepang adalah sayur-sayuran, buah-buahan, dan makanan laut. Bumbu-bumbu yang digunakan adalah seperti, dashi (air kaldu), yang dibuat dari ikan dan shitake, ditambah miso dan shōyu. Sedangkan yōshoku (makanan barat) merujuk kepada gaya masakan ala Barat yang bermula pada Restorasi Meiji. Masakan tersebut biasanya dihidangkan dengan gaya Eropa namun memiliki rasa seperti masakan Jepang, tetapi sering kali menampilkan nama Barat, yang biasanya ditulis dalam katakana.

Etika makan masyarakat Jepang pun masih sangat dilestarikan hingga saat ini, mulai dari cara duduk di tatami, menggunakan sumpit, makan nasi, makan sup, dan saat minum teh.

Semuanya mempunyai etika dan tata cara tersendiri dan masih sangat dilestarikan hingga sekarang. Meskipun sudah sedikit terpengaruh dari negara luar.

Tidak hanya etika dan tata cara saja, di Jepang juga ada hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan ketika makan. Misalnya, tidak boleh menancapkan sumpit di atas nasi,

menjilati sumpit ke dalam mulut, tidak boleh menghisap sup dengan sumpit, pada saat makan harus mengangkat mangkuk, sebelum makan harus mengucapkan Itadakimasu, dan setelah makan harus mengucapkan Gochisousama deshita.

4.2 Saran

Pola makan masyarakat Jepang setiap zamannya pasti mengalami perubahan. Namun, ketaatan masyarakat Jepang yang mampu mempertahankan kebudayaan mereka di tengah majunya teknologi dan budaya luar yang masuk dan etika makan yang masih sangat di jaga atau dipertahankan hingga saat ini hendaklah di contoh bagi para pembaca.

Oleh karena itu, para pembaca khususnya mahasiswa program studi D-III Bahasa Jepang, sebaiknya dapat mencontoh pola makan dan etika makan orang Jepang yang masih dilestarikan hingga saat ini dan dapat dijadikan motivasi agar para pembaca juga mempunyai semangat yang sama dalam menjaga dan melestarikan etika dan budaya makan di negaranya masing - masing.

DAFTAR PUSTAKA

Haryanti, Pitri, M.Pd. 2013. All About Japan. Yogyakarta : Andi Offset, 2013

Ariwibowo, G. Andika. (2015) Pendidikan Selera : Perkembangan Budaya Makan Dalam Rumah Tangga Urban Jakarta Pada Periode 1950-an :

https://media.neliti.com/media/publications/291822-pendidikan-selera-perkembangan-budaya-ma-5f1e8750.pdf (Diakses pada tanggal 18 Juni 2021)

Rosliana, Lina. (2017) SHOKU BUNKA : Warna Budaya dan Tradisi Dalam Makanan Jepang https://docplayer.info/65568884-Shoku-bunka-warna-budaya-dan-tradisi-dalam-makanan-jepang.html ( Diakses pada tanggal 13 Juni 2021)

Syafrizal, Muhammad. 2013. Etika Dan Pola Makan Orang Jepang. Fakultas Ilmu Budaya.

Universitas Sumatera Utara. Medan.

https://subpokbhsjepang.wordpress.com/2008/06/06/sejarah-masakan-jepang/ (Diakses pada tanggal 27 april 2021)

https://we-xpats.com/id/guide/as/jp/detail/3606/#:~:text=Orang%20Jepang%20Sehat-,Shoku%20Bunka%2C%20Budaya%20Makan%20di%20Jepang,kebudayaannya%20serta%2 0jati%20diri%20mereka. ( Diakses pada tanggal 28 april 2021)

https://matcha-jp.com/id/876 (Diakses pada tanggal 16 Mei 2021)

https://sajiansedap.grid.id/read/10753635/ini-alat-makan-jepang-lho ( Diakses pada tanggal

https://id.wikipedia.org/wiki/Osechi (Diakses pada tanggal 14 Juni 2021)

LAMPIRAN

Gambar 1,2 dan 3 : Cara Memegang Sumpit

Gambar 4 dan 5 : Hashioki

Gambar 6 dan 7: Sekihan dan Takikomi Gohan

Gambar 8 dan 9 : Okayu dan Donburimono

Gambar 10 dan 11 : Onigiri dan Tempura

Gambar 12 dan 13 : Udon dan Soba

Gambar 14 dan 15 : Ramen dan Nabe yaki

Gambar 16 : Acar atau Tsukemono

ABSTRAK

Jepang merupakan Negara yang mempunyai berbagai macam kebudayaan yang unik.

Misalnya, cara berpakaian, seni pertunjukan, pola hidup, dan etika makan termasuk sejarah atau asal usulnya yang masih sangat dilestarikan hingga saat ini. Setiap daerah memiliki makanan khusus yang berbeda dengan daerah lain. Makanan Jepang dikenal dengan istilah Nihon Shoku atau Washoku. Sedangkan, makanan barat dikenal dengan yōshoku. Washoku adalah makanan yang semua bahan dan bumbunya asli dari Jepang, jadi secara harfiah makanan yang tidak terpengaruh dari makanan luar. Sedangkan yōshoku adalah makanan yang sudah terpengaruh dengan gaya masakan luar, seperti bumbu, cita rasa, dan proses penghidangan. Pada umumnya masyarakat Jepang menggunakan bahan-bahan makanan seperti sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, dan makanan laut. Bumbu-bumbu yang biasa dipakai orang Jepang adalah seperti dashi, shitake, ditambah miso dan shōyu.

Masyarakat Jepang mulai makan nasi sejak zaman Jomon. Pada zaman Nara pengaruh kuat kebudayaan China memengaruhi masakan atau makanan Jepang sehingga teknik memasak dari China mulai dipakai untuk mengolah bahan makanan lokal. Masakan Jepang terus berkembang dengan pengaruh dari daratan China pada zaman Heian. Aliran memasak dan etika makan berkembang di kalangan bangsawan. Di zaman Kamakura selain makanan, mulai populernya tradisi minum teh dan ajaran Zen. Pada zaman ini, masakan dan makanan mulai dibentuk dalam porsi kecil dan menjadi makanan resepsi yang disebut juga dengan Kaiseki. Memasuki zaman Muromachi, kalangan samurai mulai ikut dalam urusan masak-memasak di dalam istana. Tata krama sewaktu makan juga semakin berkembang. Di zaman Edo, kebudayaan orang kota semakin berkembang pesat. Pada zaman Edo makanan dinikmati secara santai sambil meminum sake, dan tidak mengikuti tata cara makan formal seperti masakan Kaiseki atau masakan Honzen.

Masyarakat Jepang biasa makan dengan menggunakan sumpit dan mangkuk.

Walaupun makanan susah untuk diambil dengan sumpit, orang Jepang tetap menggunakan sumpit sebagai peralatan makan mereka. Sumpit yang digunakan oleh orang Jepang biasanya yang terbuat dari kayu, bambu, atau sumpit sekali pakai. Mangkuk yang digunakan biasanya terbuat dari porselen, kayu, dan keramik. Di rumah orang Jepang, setiap anggota keluarga pasti mempunyai peralatan makan sendiri-sendiri.

Namun, ternyata tidak hanya budaya makan saja yang terpengaruh oleh gaya luar.

Tetapi, etika makan pun sedikit demi sedikit sudah mulai terpengaruh dari negara luar.

Meskipun begitu orang-orang Jepang masih tetap menjaga dan melestarikan etika makan sampai saat ini. Contohnya, cara duduk di tatami, makan nasi, makan sup, menggunakan sumpit dan lain-lain.

Bukan hanya itu saja, di Jepang juga ada pantangan-pantangan yang tidak boleh dilakukan pada saat makan. Ini juga masih dilestarikan hingga saat ini oleh masyarakat Jepang. Seperti tidak boleh menancapkan sumpit ke atas nasi karena posisi tersebut

merupakan sesaji orang Jepang untuk leluhur atau dewa mereka, tidak boleh menjilati sumpit, tidak boleh menghisap sup dari sumpit, dan lain-lain.

Dokumen terkait