S
48
Percik
Mei 2005
FOTO-FOTO: DORMARINGAN
Ki-Ka: Bambang Guritno (PU), Salusra Widya (Bappenas) dan penulis
utang saja tidak cukup tapi perlu pengha- pusan utang PDAM dan perlu pada tingkat pusat sendiri perlu peningkatan kapasitas.
Persoalan rendahnya kemampuan aparat PDAM juga menjadi perhatian Perpamsi, agar tidak sekedar bisa mem- bangun sarana, tapi juga menjual air. Sesi building is easy, maintaining is not, menjadi pas menggambarkan keadaan ini. Digagaslah kerja sama dengan World Bank Institute (WBI) untuk implemen- tasi April 2005. "Karena Perpamsi dapat menyebarkan hasil dari kapasitas pegawai yang meningkat ke seluruh PDAM. Juga memfasilitasi pertemuan pemda dan PDAM dengan stakeholder lebih luas untuk meningkatkan dialog," kata Godman Ambarita, Direktur Eksekutif Perpamsi, dalam makalah twinning program capacity building component for NRW reduction untuk menjelaskan latar belakang kerja samanya dengan WBI. Hasilnya, agar PDAM mampu meningkatkan perfor- manya dan terutama bisa menolong dirinya sendiri, kata Werner Bremen, pada presentasinya capacity Building in NRW Reduction, Benchmarking to improve performance.
zMasyarakat juga tahu kok
Banyak pihak masih mengkhawatir- kan kemampuan masyarakat dalam me- monitor pembangunan sarana AMPL dan
kalaupun dilibatkan terus ngapain? Itulah kira-kira yang didiskusikan pada sesi so what did we get out of this: M&E in WSS. Faktanya masyarakat bisa, dan kemampuan itulah yang disampaikan Hening Darpito dan Nila Mukherjee, pada presentasinya monitoring for quali- ty in implementation, the wslic approach Indonesia. Hasilnya, masyarakat punya data sendiri tentang AMPL di wilayah- nya, proses pelaksanaan dan monitoring yang lebih transparan untuk semua kalangan, sarana dibangun berdasarkan permintaan sehingga menjamin keber- lanjutan dan efektifitas layanan. Dan sepertinya WSLIC dapat membuktikan itu.
zBencana dan semua prihatin Bencana tsunami, Desember 2004, juga menjadi salah satu alasan Indonesia menjadi dikenal di WW-05 ini dan semua orang tahu dampaknya dan penderitaan masyarakat. Wajarlah secara khusus topik ini dibahas pada sesi relief and reconstruction in tsunami effected areas. Persoalan penyediaan air dan sanitasi merupakan hal mendasar yang utama diselesaikan, bersama-sama dengan perumahaan dan perlindungan. Bebe- rapa hal yang telah dikerjakan, disam-
paikan oleh Unicef pada presentasinya water and environmental sanitation, Indian ocean emergency response.Pada WW-05 juga digunakan kesempatan mencari dana melalui pelelangan foto- foto koleksi Bank Dunia, yang hasilnya diserahkan untuk membantu korban tsunami.
Pembelajaran
Sebagai suatu kegiatan, WW-05 boleh jadi masih sarat dengan berbagai ke- pentingan atau mungkin kekeliruan. Se- gera setelah di Jakarta, dilakukan diskusi tentang WW-05 ini, khususnya topik ten- tang Indonesia, oleh kelompok AMPL. Berbagai tanggapanpun bermunculan. Pada presentasi Hatsuya Azumi misal- nya, pelaku AMPL melihat bahwa isu WUR masih tidak diangkat, padahal isu ini sangat krusial dan mendapat tanggap- an dari banyak kalangan. Pada program FRAP juga, dipandang bahwa yang di- sampaikan masih berkisar tentang yang sukses dilaksanakan.
Namun apapun itu, faktanya Indone- sia telah memberikan informasi penting kepada pihak lain, negara lain bagaimana mengelola perusahaan air minum milik daerah. Indonesia dikenal sebagai negara yang berwilayah luas, birokrasi yang serba kompleks, aturan yang serba tidak jelas sehingga keberhasilan suatu pro- gram patut mendapat perhatian, dan mungkin ini jugalah yang dipikirkan para peserta WW-05 dari luar Indonesia.
Sebaliknya, sebagai negara berwi- layah luas, dan karakter geografis bera- gam pelajaran dari negara lain dalam mengelola sumber daya air, pengelolaan banjir, sinergi pengelolaan energi air dan sebagainya dapat mengilhami Indonesia, khususnya para pengambil keputusan.
Itulah mungkin salah satu keberhasil- an WW-05, sharing experienceini mem- buka peluang dialog langsung antar negara dalam penanganan masalah dan belajar bersama. (dormaringan hs/waspola)
E P U T A R A M P L
S
Lembaga 10% Am.Latin 14% Amerika Utara 24% Eropa 14% Afrika 20% Asia- Pasifik 18%Peserta Water Week sedang membaca
Percikedisi Inggris.
D
alam rangka mempersiapkan uji coba penerapan Commu- nity Led Total Sanitation (CLTS) di Indonesia, sebuah lokakarya diselenggarakan di Jakarta pada 24 Februari lalu. Lokakarya ini dimaksud- kan untuk mempersiapkan bagaimana Indonesia mengadopsi konsep tersebut. Lokakarya ini menghasilkan kesepa- katan langkah-langkah yang akan diam- bil dalam penerapan CLTS di lokasi proyek WSLIC 2.Lokakarya ini diikuti oleh perwakilan dari instansi terkait di pusat ditambah peserta dari CPMU WSLIC 2, DPMU WSLIC 2, lembaga donor, LSM, WASPO- LA, dan WSP-EAP Bank Dunia. Acara dibuka oleh Basah Hernowo, Direktur Permukiman dan Perumahan Bappenas. Pada sambutannya ia menyatakan bahwa CLTS merupakan salah satu pilihan dalam pelaksanaan pembangunan sani- tasi di Indonesia. Sebagai hal baru, menu- rutnya, konsep itu memerlukan penye- suaian dengan kondisi yang ada di Indonesia. Ia juga berharap program ini tidak hanya berhenti pada tahap uji coba.
Sebelum lokakarya, perwakilan Indo- nesia berkunjung ke Bangladesh dan India-dua negara yang dinilai berhasil menerapkan konsep tersebut-pada akhir tahun 2004 lalu. Presentasi juga sudah disampaikan oleh Kamal Kar, pakar CLTS, di Bappenas.
Konsep CLTS memiliki tiga tujuan yakni (i) mengubah perilaku dan me- ningkatkan kesadaran masyarakat men- genai kesehatan; (ii) memberdayakan masyarakat; (iii) mengurangi tingkat buang air besar (BAB) di daerah terbuka. CLTS mampu mengubah perilaku dan meningkatkan kesadaran masyarakat
dalam waktu yang cukup singkat dibandingkan dengan konsep lainnya.
Proses awal didahului dengan iden- tifikasi kondisi dan fakta mengenai tingkat kesehatan (terutama pola BAB di daerah terbuka) yang ada di desa bersangkutan. Kemudian masyarakat diajak untuk berdiskusi mengenai kon- disi dan fakta tersebut. Saat itulah masyarakat dihadapkan secara lang- sung dengan persoalan. Proses ini mempunyai sasaran agar masyarakat mulai sadar bahwa ternyata selama ini mereka tidak hidup bersih dan sehat. Sasaran selanjutnya adalah masyarakat mulai menanyakan mengenai bagaimana agar kondisi yang ada dapat diubah. Berarti pada proses awal CLTS, proses perubahan perilaku dan peningkatan ke- sadaran benar-benar datang dari bawah dan dalam waktu yang cukup singkat.
Kesadaran masyarakat tersebut selan- jutnya ditindaklanjuti dengan membe- rikan informasi sederhana mengenai hal- hal yang dapat dilakukan masyarakat un- tuk mengatasi kondisi kesehatan di dae- rahnya. (FW/MJ)
S
osialisasi proyek WSLIC (Water Sanitation for Low Income Com- munities) 2 berlangsung di ruang Angling Dharmo, Pemkab Bojonegoro, 22 Februari lalu. Acara itu dibuka oleh Bu- pati Bojonegoro HM Santoso dan dihadiri para camat, kepala Puskesmas, kepala cabang Dinas Pendidikan, Kasi PMD, Kepala KUA, ketua tim penggerak PKK, dan dinas terkait se-Kabupaten Bojone- goro.Bupati Bojonegoro dalam sambutan- nya mengatakan, saat ini air bersih meru- pakan kebutuhan pokok manusia. Air ber- sih memiliki peran penting dalam kehi- dupan. ''Penggunaan air bersih dapat me- nekan atau menurunkan angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh Wa- ter Borne Diseaseatau penyakit yang di-
tularkan oleh air seperti diare, kolera, pe- nyakit kulit maupun penyakit lainnya," je- las Santoso.
Ia menilai sosialisasi WSLIC II mem- punyai arti penting sebagai upaya me- ningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya proyek WSLIC, sehingga ma- syarakat perlu mendapatkan informasi yang jelas agar dapat menentukan lang- kah untuk memperoleh dan menunjang keberhasilan proyek tersebut. Karenanya ia meminta peserta sosialisasi agar meng- ikuti dengan seksama sehingga informasi yang diperoleh dapat diteruskan kepada masyarakat.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro dr. Setyobudi, dalam laporan- nya mengatakan, penyelenggaraan so- sialisasi tersebut merupakan langkah
awal dari proses pemilihan desa untuk lo- kasi proyek WSLIC. Proses pemilihan de- sa dilakukan melaluli pendekatan yang berorientasi kepada kebutuhan masyara- kat. "Untuk itu masyarakat harus tahu terlebih dahulu apa dan bagaimana pro- yek WSLIC tersebut, " ujarnya. Oleh kare- na itu, lanjutnya, pemerintah wajib me- laksanakan penyebarluasan informasi tentang proyek WSLIC ke semua desa me- lalui kegiatan sosialisasi di tingkat kabu- paten, kecamatan dan desa.
Ia juga menjelaskan tujuan proyek WSLIC, yakni meningkatkan derajat kese- hatan, produktivitas dan kualitas hidup masyarakat berpenghasilan rendah yang tinggal di perdesaan.
(sukohadiwidodo)