• Tidak ada hasil yang ditemukan

WEWENANG PEMBERIAN PERSETUJUAN DAN

PERIZINAN PENANAMAN MODAL DENGAN SISTEM DESENTRALISASI DAN SISTEM SENTRALISASI

A. Pengertian Wewenang Pemberian Persetujuan dan Perizinan Penanaman Modal Dengan Sistem Desentralisasi Dan Sistem Sentralisasi

Istilah “desentralisasi dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah “decentralization” dan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah “decentralisatie”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian desentralisasi adalah “ tata pemerintah yang lebih banyak memberikan kekuasaan kepada pemerintah daerah atau penyerahan sebagian wewenang pimpinan kepada bawahan”.43

Sementara itu rumusan pengertian desentralisasi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia “Desentralisasi adalah cara pemerintahan yang lebih banyak memberikan kekuasaan kepada pemerintah daerah.”44

Secara yuridis pengertian desentralisasi terdapat dalam peraturan perundang- undangan, yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, pada Pasal 1 huruf a yang menyebutkan “Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya”.45

43

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, cet.3, ( Jakarta, Balai : Pustaka, 1970 ) hal. 201. 44

WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, cet.5, (Jakarta : Balai Pustaka, 1976 ) hal 247.

45

Pasal 1 huruf a Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah.

Pengertian desentralisasi juga terdapat dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, rumusannya adalah “Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia”.46

Pengertian desentralisasi juga bisa ditemukan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya dirubah dengan Undang-Undang No 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang rumusannya yaitu “ Penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalan sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.”47

Menurut Bagir Manan bahwa desentralisasi akan didapati apabila wewenang mengatur dan mengurus penyelenggaraan pemerintahan tidak semata-mata dilakukan oleh pemerintah pusat, melainkan oleh satuan-satuan pemerintahan tingkat yang lebih rendah (zelfstanding), bersifat otonom (teritorial ataupun fungsional).48

46

Pasal 1 huruf e Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah.

47

Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Selanjutnya Dirubah Dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

48

Bagir Manan, Menyonsong Fajar Otonomi Daerah, cet.I, ( Yogyakarta : Pusat Studi Hukum UII, 2001 ) hal. 174.

Bagir Manan juga menegaskan dilihat dari pelaksanaan fungsi pemerintahan, desentralisasi atau otonomi menunjukkan:

1. Satuan-satuan desentralisasi (otonom) lebih fleksibel dalam memenuhi berbagai perubahan yang terjadi dengan cepat.

2. Satuan-satuan desentralisasi (otonom) dapat melaksanakan tugas lebih efektif dan lebih efisien.

3. Satuan-satuan desentralisasi (otonom) lebih inovatif.

4. Satuan-satuan desentralisasi mendorong tumbuhnya sikap moral yang lebih tinggi, komitmen yang lebih tinggi, dan lebih produktif.49

Menurut The Liang Gie bahwa konsepsi desentralisasi dalam konteks Negara Republik Indonesia meliputi pokok-pokok pikiran sebagai berikut:

a. Pengertian Desentralisasi.

Desentralisasi sebagai suatu sistem ketatanegaraan adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada satuan-satuan organisasi pemerintah untuk menyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang mendiami suatu wilayah.

b. Dasar Desentralisasi.

Desentralisasi perlu diselenggarakan oleh Negara Republik Indonesia karena bentuk negara kesatuan yang dianutnya mencakup pelbagai faktor geografis, ekonomis, sosiologis, politis, psikologis, historis dan kulturis yang berbeda-beda dari wilayah ke wilayah.

c. Maksud Desentralisasi.

desentralisasi terutama dimaksudkan untuk memupuk kesadaran bernegara dan berpemerintahan sendiri di kalangan rakyat Indonesia serta membangun negara seluruhnya, khususnya pembangunan ekonomi.

d. Tujuan Desentralisasi.

Pemerintah daerah sebagai perwujudan desentralisasi bertujuan mengusahakan tercapainya tujuan Negara Republik Indonesia yaitu suatu masyarakat sosialis yang penuh dengan kebahagiaan materiil dan sprituil.50

Pada bagian lain The Liang Gie menyebutkan bahwa ada sejumlah alasan dianutnya desentralisasi, yaitu:

49

Ibid. hal 174-175.

50

The Liang Gie, Pertumbuhan Pemerintah Daerah di Negara Republik Indonesia, Jilid III, (Djakarta : PT.Gunung Agung, 1968) hal 56.

Pertama, dilihat dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan, desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja yang pada akhirnya akan menimbulkan tirani.

Kedua, masih dalam bidang politik ada pendapat yang memandang perlunya desentralisasi dari segi demokrasi, penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai tindakan pendemokrasian untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dalam melatih diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi.

Ketiga, dari sudut organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan pemerintah daerah adalah semata-mata untuk mencapai suatu pemerintah yang efesien. Hal-hal yang tepat diurus oleh pemerintah pusat diurus oleh pemerintah pusat dan hal-hal yang tepat diurus oleh pemerintah daerah diurus oleh pemerintah daerah.

Keempat, dari sudut kultural, adanya kekhususan-kekhususan pada suatu daerah seperti corak geografis, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak, budaya, atau latar belakang sejarah mengharuskan dilaksanakan desentralisasi.

Kelima, sudut pandang yang relatif baru yang melihat penyelenggaraan desentralisasi dari kepentingan pembangunan ekonomi, dan pemerintah daerah dapat berperan banyak dalam pembangunan ekonomi.51

Berkaitan dengan desentralisasi pemberian persetujuan dan perizinan penanaman modal, maka yang dimaksud dengan desentralisasi pemberian persetujuan dan perizinan penanaman modal adalah kewenangan untuk memberikan persetujuan dan perizinan untuk pelaksanaan penanaman modal, baik penanaman modal asing

51

atau penanaman modal dalam negeri berada ditangan pemerintah daerah. Desentralisasi pemberian persetujuan dan perizinan penanaman modal di daerah merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mendekatkan pelayanan penanaman modal kepada masyarakat.

Di samping itu dikenal pemberian persetujuan dan perizinan penanaman modal dengan sistem sentralisasi. Istilah sentralisasi dalam bahasa Inggris dipergunakan dengan istilah “sentralization” dalam bahasa Belanda dipergunakan istilah “centralizatie”. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian sentralisasi dirumuskan sebagai berikut “sentralisasi adalah penyatuan segala sesuatu ke suatu tempat (daerah) yang dianggap sebagai pusat, penyentralan, pemusatan.”52 Sementara itu dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia pengertian sentralisasi adalah“Sentralisasi: Pemusatan (kekuasaan, pemerintahan dan sebagainya).”53

Dalam kaitannya dengan sentralisasi penanaman modal, maka sentralisasi berarti penyelenggaraan penanaman modal yang ditangani oleh pemerintah pusat tanpa melibatkan pemerintah daerah. Sentralisasi penanaman modal menunjukkan bahwa semua hal, baik promosi penanaman modal, penentuan kebijakan penanaman modal, persetujuan dan perizinan penanaman modal, hingga perubahan penanaman modal harus dilakukan oleh pemerintah pusat.

Demikian halnya dengan sentralisasi pemberian persetujuan dan perizinan penanaman modal, maka yang dimaksud dengan sentralisasi pemberian persetujuan

52

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Op.cit, hal 201.

53

dan perizinan penanaman modal adalah kewenangan untuk memberikan persetujuan dan perizinan penanaman modal berada di tangan pemerintah pusat. Di sini daerah tidak mempunyai peran dalam hal penentuan kebijakan di bidang penanaman modal, semuanya merupakan kebijakan dari pemerintah pusat.

B. Sejarah dan Perkembangan Desentralisasi Dan Sentralisasi Pemberian Persetujuan Dan Perizinan Penanaman Modal

Penanaman modal di Indonesia dimulai dengan diundangkannya Undang- Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Nageri. Perkembangan kedua undang-undang tersebut menyusul tampilnya rezim orde baru sebagai pemegang tampuk kekuasaan pemerintahan. Kedua peraturan perundang-undangan tersebut kemudian dilengkapi dan disempurnakan pada Tahun 1970, dimana Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 disempurnakan dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 1970 dan Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 disempurnakan dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1970.54

Dalam Sejarah ketatanegaraan Indonesia sistem pemerintah sentralisasi mengalami perjalanan panjang, namun sistem sentralisasi perubahan pada saat reformasi Tahun 1998. Sebelumnya pemerintah yang sangat sentralistik bertahan dan dipraktekkan di Indonesia dalam jangka waktu yang sangat lama. Sehingga dengan reformasi terbentuklah pemerintahan dengan sistem desentralisasi di Indonesia.

54

Perubahan sistem pemerintah dari sentralisasi menuju desentralisasi ikut berpengaruh terhadap mekanisme penanaman modal di Indonesia.

Demikian halnya dengan persetujuan dan perizinan penanaman modal baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri mengalami perubahan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Desentralisasi persetujuan dan perizinan penanaman modal berdasarkan regulasi, dalam rangka penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri mengalami perubahan dan perkembangan sebagai berikut:

1. Keputusan Presiden No. 21 Tahun 1973

Desentralisasi persetujuan dan perizinan penanaman modal mulai dikenal dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 21 Tahun 1973 tentang Tata Cara Penanaman Modal. Desentralisasi persetujuan dan perizinan penanaman modal ini hanya diperuntukkan untuk penanaman modal dalam negeri, sedangkan untuk persetujuan dan perizinan penanaman modal asing masih bersifat sentralisasi. Adapun prinsip-prinsip desentralisasi persetujuan dan perizinan penanaman modal dalam negeri berdasarkan Keputusan Presiden tersebut adalah:

Ketentuan pokok tentang Tata Cara Permohonan Penanaman Modal Dalam Negeri diatur sebagai berikut:

a. Calon penanam modal yang akan mengadakan usaha dalam rangka penanaman modal dalam negeri menyatakan minatnya dengan menghubungi BKPM daerah untuk memperoleh keterangan mengenai kemungkinan penanaman modal di bidang usaha tertentu.

b. Setelah calon penanaman modal mendapatkan keterangan-keterangan tentang terbukanya bidang usaha, maka calon penanam modal menghubungi Notaris untuk menyelesaikan Akte Notaris guna pendirian Badan Hukum, kecuali bagi penanam modal yang telah mempunyai bidang usaha berbentuk Badan Hukum. c. Setelah memperoleh Akte Notaris pembentukan Badan Hukum, calon penanam

modal mengajukan permohonan kepada BKPM Daerah untuk memperoleh: 1. Izin Usaha Sementara

2. Izin Penggunaan Tanah Sementara 3. Izin bangunan Sementara

4. Izin Undang-undang Gangguan Sementara

Dengan mengisi formulir sesuai dengan bentuk dan tata cara yang akan diatur lebih lanjut oleh Ketua BKPM Pusat.

d. Penyelenggaraan untuk memperoleh izin-izin tersebut diatas ad. c Pasal ini, dikordinir oleh BKPM Daerah.

e. Tembusan Izin-izin Sementara tersebut ad.c Pasal ini yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah dan oleh Perwakilan Departemen yang bersangkutan di Pusat. f. Dalam hal calon penanam modal akan melakukan usahannya tanpa memerlukan

fasilitas/keringan fiskal dalam rangka penanaman modal dalam negeri, maka calon tersebut mengajukan permohonan kepada BKPM Daerah untuk memperoleh izin usaha tetap.

g. Permohonan penanam modal ad. f Pasal ini, diteruskan oleh BKPM Daerah kepada BKPM Pusat, dengan melampirkan salinan izin-izin yang telah dikeluarkan tersebut ad.e Pasal ini berserta Akte Notaris pembentukan Badan Hukum.

h. BKPM Pusat meneliti apakah permohonan tersebut segera diberitahukan kepada calon penanam modal yang bersangkutan.

i. Apabila permohonan untuk memperoleh izin tetap tersebut dikabulkan, maka BKPM mengkoordinir penyelesaian izin-izin meliputi:

1. Izin tetap Departemen yang bersangkutan

2. Pengesahan Badan Hukum/ PT oleh Departemen Kehakiman

Izin-izin tersebut disampaikan oleh BKPM kepada calon penanam modal yang bersangkutan, sedangkan tembusan disampaikan kepada BKPM Daerah dan Instansi-instansi pemerintah lainnya yang dipandang perlu.

j. Penyelesaian izin penggunaan tanah sementara, izin bangunan sementara dan izin Undang-undang gangguan sementara menjadi izin-izin yang bersifat tetap dikoordinir oleh BKPM Daerah dengan instansi pemerintah Daerah yang bersangkutan.

k. Bagi penanam modal dalam negeri yang telah mempunyai bidang usaha tertentu dan ingin memanfaatkan fasitas/keringanan fiskal dalam rangka Undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri, yang bersangkutan menyatakan minatnya juga dengan menghubungi BKPM Daerah.

l. Calon penanam modal maupun penanam modal yang berminat untuk memperoleh fasilitas-fasilitas/keringanan-keringanan fiskal dalam rangka

Undang-undang Penanaman Modal dalam Negeri maka yang bersangkutan mengajukan permohonan kepada BKPM Daerah dengan mengisi formulir, sesuai dengan bentuk dan tata cara yang akan diatur lebih lanjut oleh Ketua BKPM Pusat dengan melampirkan:

1. Akte Notaris pembentukan Badan Hukum/Akte pengesahan Badan Hukum. 2. Izin usaha sementara/izin usaha tetap

3. izin penggunaan tanah sementara/Izin penggunaan tanah tetap 4. Izin bangunan sementara/Izin bangunan tetap.

5. Izin Undang-undang gangguan sementara/ Izin Undang-undang gangguan tetap

m. BKPM Daerah setelah meneliti kelengkapan permohonan tersebut ad.1 Pasal ini, kemudian meneruskannya kepada BKPM Pusat dengan disertai pertimbangan- pertimbangan seperlunya.

n. BKPM Pusat meneliti apakah permohonan fasilitas/keringanan fiskal tersebut wajar untuk dikabulkan, sesuai dengan ketentuan dan kebijaksanaan yang berlaku di bidang penanaman modal dalam negeri.

o. Apabila permohonan untuk meperoleh fasilitas/keringan fiskal tersebut dikabulkan, maka BKPM mengkoordinir penyelesaian izi-izin yang meliputi: 1. Izin usaha tetap dari Departemen yang bersangkutan;

2. Pengesahan P.T oleh Departemen Kehakiman;

3. Fasilitas/keringanan pajak dari Departemen Keuangan; 4. Fasilitas/keringan bea masuk dari Departemen Keuangan;

Tembusan keputusan-keputusan/izin-izin tersebut disampaikan kepada BKPM Daerah dan Instansi Pemerintah lainnya yang dipandang perlu

p. Keputusan-keputusan/izin-izin tersebut ad.o Pasal ini disampaikan oleh BKPM Pusat kepada yang bersangkutan.

q. Dalam hal calon penanam modal yang bersangkutan masih memiliki izin penggunaan tanah sementara, maka penyelesaian izin-izin tersebut menjadi izin tetap, dikoordinir oleh BKPM Daerah dengan instansi-instansi Pemerintah Daerah yang bersangkutan .

r. Besarnya biaya-biaya yang diperlukan untuk memperoleh keputusan- keputusan/izin-izin dalam rangka penanaman modal dalam negeri yang diatur dalam Keputusan Presiden ini, dibebankan kepada penanam modal yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.55

Ketentuan tersebut di atas telah menunjukkan ada sejumlah kewenangan dari pemerintah daerah berkaitannya dengan perizinan Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN). Adapun hal-hal yang menunjukkan peranan pemerintah daerah dalam hal

55

tersebut diatas: Pertama, setiap investor dalam negeri yang akan melakukan penanaman modal terlebih dahulu menghubungi BKPM Daerah untuk memperoleh informasi dan peluang penanaman modal yang tersedia di daerah setempat.Kedua, Izin usaha sementara, Izin Penggunaan Tanah Sementara, Izin Bangunan Sementara, dan Izin Usaha Undang-Undang Sementara diajukan dan dikoordinir permohonan tersebut oleh BKPM Daerah, meskipun format dan tata caranya ditetapkan oleh BKPM Pusat, Ketiga, bahwa untuk penanam modal akan melakukan usahanya tanpa memerlukan fasilitas fiskal dalam rangka penanaman modal dalam negeri, maka calon tersebut mengajukan permohonan kepada BKPM Daerah untuk memperoleh izin usaha tetap.

Ketiga hal tersebut di atas, telah menunjukan bahwa persetujuan dan perizinan penanaman modal dalam negeri berdasarkan keputusan presiden tersebut telah menunjukkan adanya desentralisasi persetujuan dan perizinan penanaman modal dalam negeri.

Itulah deskripsi singkat mengenai konsep desentralisasi persetujuan dan perizinan penanaman modal, dalam rangka penanaman modal dalam negeri sebagaimana terdapat dalam Keputusan Presiden No. 21 Tahun 1973 tentang Tata Cara Penanaman Modal. Dalam perkembangannya tepat tanggal 3 Oktober 1977 Keputusan Presiden No. 21 Tahun 1973 dicabut dengan Keputusan Presiden No. 54 Tahun 1977 tentang Ketentuan Tatacara Penanaman Modal

2. Keputusan Presiden No. 115 Tahun 1998

Setelah konsep sentralisasi mendominasi semua bidang pemerintahan, sebagaimana tuntutan reformasi maka hampir semua bidang yang selama ini sentralisasi berubah menjadi desentralisasi, termasuk juga bidang penanaman modal. Desentralisasi penanaman modal pada tahap ini hanyalah ditujukan kepada penanaman modal dalam negeri. Pada tahun tersebut dikeluarkan Keputusan Presiden No. 115 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden No. 97 Tahun 1993 tentang Tata Cara Penanaman Modal.

Dalam Keputusan Presiden No. 115 Tahun 1998 tersebut, hanyalah penanaman modal dalam negeri saja mengalami perubahan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Sedangkan untuk persetujuan dan perizinan penanam modal asing masih sentralisitik, dimana permohonan ditujukan kepada Presiden dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).56 Di sini peran daerah, dalam hal ini Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) hanya untuk memperoleh/mendapatkan informasi mengenai peluang untuk melakukan penanaman modal.

Prinsip desentralisasi persetujuan dan perizinan penanam modal untuk penanaman modal dalam negeri berdasarkan Keputusan Presiden No. 115 Tahun 1998 adalah sebagai berikut:

1. Kewenangan pemberian persetujuan dan perizinan penanaman modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka (2), angka (3), angka (5) huruf a,

56

Pasal 2 angka (3) huruf b. Keputusan Presiden No. 115 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden No. 97 Tahun 1993 Tentang Tata Cara Penanaman Modal.

ayat (8), dan ayat (9) untuk permohonan penanaman modal dalam rangka dilimpahkan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.

2. Untuk melaksanakan lebih lanjut pelimpahan kewenangan sebagaimana yang dimaksud ayat (1), Gubernur Kepala Daerah Tingkat I menugaskan Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah .

3. Tata cara penanaman modal dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri Negara Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.57 Kemudian berdasarkan Keputusan Presiden No. 115 Tahun1998 bahwa desentralisasi pemberian persetujuan dan perizinan pelaksanaan penanaman modal dalam negeri dilakukan sebagai berikut:

1. Pemberian perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (5) huruf b, huruf c, dan huruf e serta Pasal 2 ayat (7) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, dilaksanakan melalui pelayanan satu atap sesuai dengan kewenangan masing- masing di bawah koordinasi Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, dan khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta di bawah koordinasi Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

2. Petunjuk pelaksanaan koordinasi pelayanan satu atap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut oleh Menteri Dalam Negeri setelah mendapat pertimbangan dari Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional dan Menteri Negara Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal.58

Dari ketentuan yang terdapat dalam keputusan di atas telah menunjukkan desentralisasi pemberian persetujuan dan perizinan untuk penanaman modal dalam negeri. Ada beberapa hal yang menunjukkan desentralisasi pemberian persetujuan dan perizinan penanaman modal dengan regulasi tersebut. Diantaranya adalah Pertama, kewenangan pemberian persetujuan dan perizinan pelaksanan penanaman modal dalam negeri yang memenuhi kriteria tertentu, dapat dilimpahkan kepada

57

Pasal 1A Keputusan Presiden No. 115 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden No. 97 Tahun 1993 Tentang Tata Cara Penanaman Modal.

58

Pasal 2A Keputusan Presiden No. 115 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden No. 97 Tahun 1993 Tentang Tata Cara Penanaman Modal.

Gubernur Kepala Daerah Tingkat I. Kedua, berperannya kembali Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) untuk melaksanakan kewenangan pemberian persetujuan dan perizinan penanaman modal dalam negeri. Ketiga, diberikan kewenangan kepada daerah di bawah koordinasi Bupati/walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, dan khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan pelayanan satu atap (one roof service).

Ketiga hal tersebut di atas, menunjukkan bahwa Keputusan Presiden No. 115 Tahun 1998 telah meletakkan fondasi awal desentralisasi pemberian persetujuan dan perizinan penanaman modal di era reformasi. Sedangkan untuk penanaman modal asing belum menunjukkan desentralisasi secara jelas, namun nuansanya sudah menunjukkan ke arah desentralisasi. Inilah gambaran singkat perjalanan untuk menerobosi sentralisasi pemberian persetujuan dan perizinan penanaman modal ke arah desentralisasi.

3. Keputusan Presiden No. 117 Tahun 1999

Bachruddin Jusuf Habibie pada Tanggal 30 September 1999 mengeluarkan Keputusan Presiden No. 117 Tahun 1999 Tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Presiden No. 97 Tahun 1993 Tentang Tata Cara Penanaman Modal. Keputusan Presiden tersebut membuka peluang untuk dilakukannya desentralisasi persetujuan dan perizinan penanaman modal.

Konsep desentralisasi pemberian persetujuan dan perizinan penanaman modal asing yang terdapat dalam Keputusan Presiden No 117 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:

(1) Kewenangan pemberian persetujuan penanaman modal dalam rangka penanaman modal asing sebagai mana diatur dalam Undang-undang No.1 Tahun 1967 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 1970, dilimpahkan Menteri Negara Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal kepada Menteri Luar Negeri dan Gubernur Kepala Daerah Propinsi.

(2) Khusus kepada Gubernur Kepala Daerah Propinsi diberikan pelimpahan wewenang pemberian perizinan pelaksanaan penanaman modal, sebelum dibentuk instansi yang menangani penanaman modal di Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.

(3) Untuk melaksanakan pelimpahan wewenang lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Menteri Luar Negeri Menugaskan Kepala Perwakilan Republik Indonesia, sedangkan untuk pelaksanaan ayat (1) dan (2), Gubernur Kepala Daerah Propinsi menugaskan Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah. (4) Calon penanaman modal yang akan mengadakan usaha dalam rangka Penanaman Modal Asing mempelajari lebih dahulu Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Bagi Penanaman Modal Asing dan apabila diperlukan penjelasan lebih lanjut dapat menghubungi Badan Koordinasi Penanaman Modal, Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah atau Perwakilan Republik Indonesia.

(5) Setelah mengadakan penelitian yang cukup mengenai bidang usaha yang terbuka dan ketentuan-ketentuan lain yang bersangkutan, calon penanam modal mengajukan permohonan Kepada Menteri Negara Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau Gubernur Kepala Daerah Propinsi, dalam hal ini Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah, atau Kepala Perwakilan Republik Indonesia dengan menggunakan tata cara permohonan yang ditetapkan oleh Menteri Negara Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. (6) Apabila permohonan mendapat persetujuan, Menteri Negara Investasi/Kepala

Badan Koordinasi Penanaman Modal, atau Gubernur Kepala Daerah dalam hal ini Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah, atau Ketua perwakilan Republik Indonesia menerbitkan Surat Persetujuan Penanaman Modal tersebut kepada calon penanam modal, yang berlaku juga sebagai persetujuan prinsip. (7) Menteri Negara Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau

Gubernur Kepala Daerah, dalam hal ini Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah, atau Ketua perwakilan Republik Indonesia menyampaikan rekaman Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing kepada Instansi Pemerintah terkait.

(8) Apabila penanaman modal telah memperoleh Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing dan setelah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan, maka;

a. Menteri Negara Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau Gubernur Kepala Daerah, dalam hal ini Badan Koordinasi Penanaman Modal

Dokumen terkait