• Tidak ada hasil yang ditemukan

t anah lunak C=0.90/ T t anah sedang C= 0.50/ T t anah keras C= 0.35/ T

1.Berat Mati Atap :

Plat Dak = 0.12 x 2400 kg/m3 x 2028.24 m2 = 5841.33 kN Spesi = 0.02 x 2400 kg/m3 x 2028.24 m2 = 97355.52 kN M E = 25 kg/m2 x 2028.24 m2 = 507.06 kN

Balok :

Balok Induk Memanjang = 0.4 x 0.8 x 7.2 x 51 x 2400 kg/m3 = 2820.11 kN Balok Induk Melintang = 0.4 x 0.8 x 8.4 x 26 x 2400 kg/m3 = 1677.31 kN Balok Induk Melintang = 0.4 x 0.8 x 2.8 x 13 x 2400 kg/m3 = 279.55 kN Balok Induk Melintang = 0.4 x 0.8 x 3.1 x 4 x 2400 kg/m3 = 95.23 kN Balok Anak 30/50 = 0.3 x 0.5 x 8.4 x 24 x 2400 kg/m3 = 72.58 kN Balok Anak 30/50 = 0.3 x 0.5 x 3.1 x 3 x 2400 kg/m3 = 3.35 kN Plafond dan Penggantung = 18kg/m2 x 2028.24 m2 = 365.08 kN+

Wt atap = 115761.1 kN 2.Berat Hidup Atap :

Koefisien reduksi beban hidup = 0.3

Beban Hidup Atap + Air Hujan = 100 kg/m2 + 20 kg/m2

Beban Atap = 0.3 x 2028.24 x 120 kg/m2 = 730.17 kN+ Wt atap = 730.17 kN Total Beban Atap = 115761.1 + 730.17 = 116491.27 kN

B.Beban Lantai 2 s/d 9

Luas Plat Dak Tiap Lantai : 2028.24 m2 Luas Bidang Lantai : 2028.24 m2 Balok Pratekan : 60 x 90 cm

Balok Anak : 30 x 50 cm

Kolom : 80 x 80 cm

2.Berat Mati Lantai :

Plat = 0.12 x 2400 kg/m3 x 2028.24 m2 = 5841.33 kN Spesi = 0.02 x 2400 kg/m3 x 2028.24 m2 = 97355.52 kN M E = 25 kg/m2 x 2028.24 m2 = 507.06 kN

Balok :

Balok Induk Memanjang = 0.4 x 0.8 x 7.2 x 51 x 2400 kg/m3 = 2820.11 kN Balok Induk Melintang = 0.4 x 0.8 x 8.4 x 26 x 2400 kg/m3 = 1677.31 kN Balok Induk Melintang = 0.4 x 0.8 x 2.8 x 13 x 2400 kg/m3 = 279.55 kN Balok Induk Melintang = 0.4 x 0.8 x 3.1 x 4 x 2400 kg/m3 = 95.23 kN Balok Anak 30/50 = 0.3 x 0.5 x 8.4 x 24 x 2400 kg/m3 = 72.58 kN Balok Anak 30/50 = 0.3 x 0.5 x 3.1 x 3 x 2400 kg/m3 = 3.35 kN Kolom 80/80 = 0.8 x 0.8 x 4 x 28 x 2400 kg/m3 = 1720.32 kN Plafond dan Penggantung = 18kg/m2 x 2028.24 m2 = 365.08 kN+

Wt atap = 117481.1 kN 3.Berat Hidup Lantai :

Koefisien reduksi beban hidup = 0.3

Beban Lantai = 0.3 x 2028.24 x 300 kg/m2 = 1825.42 kN+ Wt atap = 1825.42 kN Total Beban Lantai 2 s/d 9 :

Jadi total beban bangunan keseluruhan adalah Tabel 4.1. Jumlah Beban Bangunan Keseluruhan

Sumber : Hasil Perhitungan

4.4.3. Per hitungan Gaya Geser

Menurut SNI 03-1726-2002 perhitungan gaya geser dasar melewati beberapa tahap yaitu :

A.Periode Waktu Getar Alami Fundamental Empiris (TI)

Berdasarkan pada SNI 03-1726-2002 Pasal 5, waktu getar alami struktur gedung (T1) dibatasi sebagai berikut :

T1 <

Dimana: ξ = ditetapkan menurut tabel 8. SNI 03-1726-2002 (WG 5 = 0,16) n = jumlah tingkat T1 < 0,16 x 9 T1 < 1,44 →diambil T1 = 1,27 detik n ⋅ ξ No Lantai Bangunan Total Beban (kN) Jumlah (kN) 1 Atap 116497,21 116497,21 2 9 119306,52 235803,73 3 8 119306,52 355110,25 4 7 119306,52 474416,77 5 6 119306,52 593723,29 6 5 119306,52 713029,81 7 4 119306,52 832336,33 8 3 119306,52 951642,85 9 2 119306,52 1070949,37 1070949,37 Jumlah Total Bangunan

B.Faktor respon gempa (C)

Pada kajian kali ini diasumsikan pada wilayah gempa 5 dengan tanah tergolong tanah lunak. Berdasarkan pada gambar 2 SNI 03-1726-2002, didapatkan

C = T 9 , 0 = 27 , 1 9 , 0

= 0,709. Maka untuk harga faktor respon spektrum gempa (C)

adalah 0,709.

C.Faktor reduksi gempa (R)

Gedung rumah sakit Jasa Medika dianalisa dengan menggunakan Struktur Rangka Pemikul Momen Khusus, Sehingga berdasarkan SNI 03-1726-2002 pada tabel 3 didapatkan nilai faktor daktilitas (µ) = 5,2. Dengan nilai faktor reduksi gempa (R) = 8,5 dan faktor tahanan struktur (f) = 2,8 .

D.Gaya Geser Dasar Nominal (V)

Berdasarkan SNI 03-1726-2002 Ps.7.1.3 menyatakan nilai akhir respon dinamik struktur gedung terhadap pembebanan gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana dalam suatu arah tertentu, tidak boleh kerang dari 80 % nilai respon ragam yang pertama. Dengan V1 adalah

V1 = W RIC ... ... ... ... ... (SNI 03-1726-2002 Ps. 7.1.3) V1 = 951642,85 5 , 8 5 , 1 709 , 0 ⋅ ∗ V1 = 119067.31 kN

E.Distribusi Gaya Geser Horizontal Kesepanjang Tinggi Gedung Fi = V Hi Wi Hi Wi × × ×

Tabel 4.2 Gaya Tiap lantai

Sumber : Hasil Perhitungan

4.4.4. Kontr ol Par tisipasi Massa

Menurut SNI 03-1726-2002 Pasal 7.2.1 menyebutkan bahwa perhitungan respon dinamik struktur harus sedemikian rupa sehingga partisipasi massa dalam menghasilkan respons total harus sekurang-kurangnya 90%.

Tabel 4.3 Hasil Partisipasi Massa

Mode Period UX UY UZ sumUX sumUY SumUZ

1 5.0426 22.4421 4.8645 0 22.4421 4.8645 0 2 4.51845 36.8803 31.454 0 58.4436 38.3452 0 3 4.32032 14.6743 34.2865 0 74.6718 75.6778 0 4 1.39566 4.835 1.3643 0 79.0655 76.9832 0 5 1.2879 3.8975 8.3644 0 83.5443 85.8943 0 Lantai Wi Hi Wi x Hi Fx-y (kN) (m) (kN.m) (kN) 1/12 Fix 1/ 4 Fiy Atap 116497,21 36 4193899,56 23896,29 3413,76 1706,88 9 119306,52 32 3817808,64 21753,38 3107,63 1553,81 8 119306,52 28 3340582,56 19034,20 2719,17 1359,59 7 119306,52 24 2863356,48 16315,03 2330,72 1165,36 6 119306,52 20 2386130,4 13595,86 1942,27 971,13 5 119306,52 16 1908904,32 10876,69 1553,81 776,91 4 119306,52 12 1431678,24 8157,52 1165,36 582,68 3 119306,52 8 954452,16 5438,34 776,91 388,45 2 119306,52 4 477226,08 477226,08 68175,15 34087,58 Untuk tiap portal

6 1.2454 3.776 2.6477 0 87.7632 87.7632 0 7 0.73205 1.9777 1.1688 0 89.0843 89.0064 0 8 0.6798 1.6442 3.245 0 90.8286 92.3789 0 9 0.6224 1.4733 0.4862 0 92.1897 92.6184 0 10 0.4319 0.6883 1.1833 0 92.3411 93.4197 0 11 0.4816 1.2533 1.1491 0 94.0788 95.0543 0 12 0.3065 0.8544 0.1432 0 94.6553 95.4089 0 13 0.3008 0.2254 0.8021 0 95.1291 96.2058 0

Sumber : Hasil Analisa Progam Sap

4.4.5. Kontr ol Simpangan Antar Tingkat

Sesuai dengan SNI 03-1726-2002 Pasal 8.1.2 dan Pasal 8.2.1 untuk masing-masing arah dan masing-masing-masing-masing jenis pembebanan gempa terdapat dua kontrol yaitu kontrol kinerja batas layan dan kinerja batas ultimate yaitu :

1. Kinerja batas layan

Simpangan antar tingkat harus duhitung dari simpangan struktur gedung akibat pembebanan gempa rencana, guna membatasi terjadinya pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan. Dimana simpangan tidak boleh melampaui 0.03/R x tinggi tingkat atau minimum 30 mm, bergantung yang mana nilainya terkecil (SNI 03-1726-2002 Ps.8.1.2). Syarat ∆s = R 03 , 0 x h atau 30 mm, ∆s = 5850 20,64 5 , 8 03 , 0 =

× mm, diambil yang terkecil

Simpangan antar tingkat dihitung dari simpangan struktur gedung akibat

pembebanan gempa rencana dalam kondisi gedung diambang keruntuhan, simpangan

sturktur gedung akibat gempa nominal dikalikan dengan faktor pengali .ξ

ξ = skala faktok R × 7 . 0 (SNI 03-1726-2002 Ps.8.2.1) Faktor Skala = 0,8× ≥1 V V1 (SNI 03-1726-2002 Ps.7.2.3) = 36386,689 1 58 , 34087 8 . 0 ≥ × = 0,749 ≥ 1

= 0,749 maka diambil nilai minimal sama dengan 1

Berdasarkan SNI 03-1726-2002 Ps.8.2.2 nilai ∆m tidak boleh lebih dari 0,02 kali

tinggi tingkat, maka :

∆m ≤ 0,02 h

∆m ≤ 0,02 x 5850 = 117 mm

Sedangkan kinerja batas ultimit tiap lantai yaitu ∆m = ξ x drift antar tingkat ∆s (SNI 03-1726-2002 Ps.8.2), hasil dari kontrol drift sendiri yang dibagi menjadi dua bagian yaitu x dan y, perhitungan, penggambaran, maupun pemasukkan data yang

dibantu oleh software sap2000 dapat dilihat pada tabel x dan y berikut :

Tabel 4.4. Kontrol kinerja batas layan, kinerja akibat beban gempa dinamik arah x

Sumber : Hasil perhitungan sap

Adapun hasil dari output kontrol kineja batas layan dan akibat gempa dinamik arah y adalah dibawah ini :

Tabel 4.5. Kontrol Kinerja Batas Layan Akibat Beban Gempa Dinamik Arah y

Sumber : Hasil Perhitungan Sap

Zi ∆s Drift (∆s) Syarat Drift ∆s ∆M Syarat Drift ∆M (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) Atap 36 23,234 9,25 20,64 56,25 117 Ok 9 32 20,718 7,88 20,64 51,155 117 Ok 8 28 18,202 6,51 20,64 46,06 117 Ok 7 24 15,686 5,14 20,64 40,965 117 Ok 6 20 13,17 5,14 20,64 35,87 117 Ok 5 16 10,42 4,34 20,64 31,29 117 Ok 4 12 8,1 3,69 20,64 23,63 117 Ok 3 8 6,4 3,8 20,64 23,14 117 Ok 2 4 2,6 2,6 20,64 14,47 117 Ok Tingkat Ket Zi ∆s Drift (∆s) Syarat Drift ∆s ∆M Syarat Drift ∆M (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) Atap 36 44,653 7,466 20,64 115,007 117 Ok 9 32 39,806 6,982 20,64 113,371 117 Ok 8 28 34,959 6,498 20,64 103,537 117 Ok 7 24 30,112 6,014 20,64 84,91 117 Ok 6 20 25,265 5,14 20,64 84,87 117 Ok 5 16 20,63 5,26 20,64 79,81 117 Ok 4 12 14,45 4,88 20,64 76,48 117 Ok 3 8 10,49 4,36 20,64 52,43 117 Ok 2 4 6,1 3,17 20,64 36,2 117 Ok Tingkat Ket

5.1.Umum

Balok pratekan direncanakan dengan sistem pasca-tarik (post tensioning) dimana suatu sistem prategang ditarik setelah beton mengeras. Jadi tendon prategang

ditarik setelah beton dalam keadaan mengeras dan tendon-tendon tersebut

diangkurkan pada ujung beton dengan bantuan alat mekanis.

Prosedur untuk mendesain balok pratekan meliputi penentuan besarnya gaya

pratekan awal, momen akibat beban yang bekerja pada balok prestress, dan

menghitung tegangan-tegangan gaya yang teradi pada penampang.

Perencanaan balok prategang yang dilakukan menggunakan metode ACI

2008 dan SNI 03-2847-2002. Dalam aturan ACI 318-2008 pasal 21.5.2.5 dimana

tendon prestress diperbolehkan menerima 25% momen positif atau negatif beban gempa dan untuk 75% diberikan ke tulangan lunak, sehingga beton prategang dapat digunakan pada zona gempa tinggi.

5.2.Tegangan Ijin Beton Pr ategang

Sebelum gaya awal prategang ditentukan, terlebih dahulu dihitung tegangan

ijin pada balok prategang baik tegangan ijin beton maupun tegangan ijin baja yang

sesuai dengan SNI 03-2847-2002 pasal 20.4, adapun perhitungan tegangan ijin balok

prategang adalah sebagai berikut :

Mutu beton (fc) = 35 Mpa

Tabel 5.1. Rasio Kuat Tekan Beton Terhadap Umur Semen Portland Biasa

Umur (Hari) Rasio Kuat Tekan

3 0,40 7 0,65 14 0,88 21 0,95 28 1,00 90 1,20 365 1,35

Sumber : Purbolaras Wordpress. Com

Menurut peraturan SNI 03-2847-2002 pasal 20.4.1 (1) dan pasal 20.4.1 (2) adalah :

a. Tegangan ijin beton sesaat setelah penyaluran gaya prategang (saat jacking) Tegangan tekan : ci = 0,6 x fci ... ... ... ... ... SNI 03-2847-2002 Ps 20.4.1 (1)

ci = 0,6 x 30,8 = 18,48 Mpa

Tegangan Tarik : ti = 0,25 x ... ... ... SNI 03-2847-2002 Ps 20.4.1 (2)

ti = 0,25 x √30 ,8 = 13,87 Mpa

b. Tegangan ijin beton sesaat sesudah kehilangan prategang(saat beban bekerja)

Tegangan tekan : c = 0,45 x fc ... ... ... ... SNI 03-2847-2002 Ps 20.4.2 (1)

Tegangan Tarik : t = 0,5 x ... ... ... SNI 03-2847-2002 Ps 20.4.2 (3) t = 0,5 x √ 35 = 29,58 Mpa

5.3.Karakteristik Penampang Balok

Penentuan karakteristik penampang balok diperlukan sebelum melakukan analisa dimensi penampang, dan dimaksudkan untuk dapat mengetahui besaran nilai momen inersia, luas, berat dan data-data yang diperlukan sebagai sumber perhitungan yang terkait dengan bentuk dimensi balok yang dipergunakan. Adapun data-data yang digunakan adalah :

Digunakan balok pratekan dengan ukuran 60 x 90 cm bw = 60 cm dan h = 90 cm dengan tebal pelat lantai = 12 cm Panjang balok prategang = 14400 mm

d’ (jarak serat terluar tarik hingga titik berat tendon) = 7,5 cm

Abalok = bw x h = 60 x 90 = 5400 cm2 dan Esbaja = 1,95 x 105 MPa (tabel freyssinet)

Berdasarkan SNI 03-2847-2002 Ps. 10.5.1 maka nilai modulus elastisitas beton untuk masing-masing pelat dan balok adalah :

Ecbalok = 4700 x = 4700 x √ 35 = 27805,6 MPa Ecpelat = 4700 x = 4700 x √ 35 = 27805,6 Mpa

N = = ,

Gambar 5.1 detail Ya dan Yb

Dimana : Yb = Jarak pusat berat elemen terhadap sisi bawah (cm) Ya = Jarak pusat elemen terhadap sisi atas (cm)

a. Titik berat : Ya x A = A x Yb Ya x (1 x 90) = (90 x 1 x 45) Ya = = 45 cm Yb = 90 cm – Ya = 90 cm – 45 cm = 45 cm b. Momen Inersia : I = x b x h3 = x 60 x 903 = 3645000 cm4

c. Daerah Tendon yang diperkenankan batas prategang

Bila gaya aksial tekan bekerja pada kern sentral maka pada seluruh penampang tidak akan mengalami tegangan tarik. Untuk penampang yang sama sepanjang bentang, maka jarak kern tidak tergantung pada geometri penampang dan tidak tergantung pada gaya aksial maupun tegangan lainnya (Struktur Beton Prategang, Ir Winarni).

Gambar 5.2 Daerah Batas Tendon

Untuk perhitungannya adalah Wa = = = 81000 cm3 Wb = = = 81000 cm3 ka = =

( ) = 15 cm kb = = ( ) = 15 cm

karena nilai ka dan kb terlalu kecil untuk penampang balok dengan ukuran besar maka nilai ka dan kb harus diperbesar untuk memenuhi gaya tekan kabel yang maksimal, maka diambil ka = 36 cm dan kb = 36 cm.

5.4.Momen Akibat Berat Sendiri dan Komposit 5.4.1. Akibat Berat Sebelum Komposit

Beban yang terjadi pada saat sebelum komposit adalah berupa berat sendiri balok tersebut sebagai beban terbagi rata. Untuk menghitung momen akibat berat sendiri balok pratekan sebelum komposit dengan asumsi perletakan sendi-sendi. Maka didapatkan nilai beban merata akibat berat sendiri sebesar :

q = Atotal x beton = 0,54 x 2400 = 1296 kg/m

Momen akibat beban mati berat sendiri ditengah bentang adalah : MD = x q x l2 = x 1296 x 14,42 = 33592,32 kgm

5.4.2. Akibat Beban Mati dan Hidup Setelah Komposit

Dari hasil analisa dengan sap2000 v7 ataupun pada data yang tersaji dengan kombinasi pembebanan 1,2D+1L+1E didapat momen pada balok prestress setelah komposit dimana pada ujung tumpuan terdapat momen negatif yang terjadi adalah sebesar -14665, kgm dan -28925,41 kgm sedangkan pada daerah lapangan terdapat momen positif sebesar 17531,77 kgm.

5.4.3. Daerah Limit Kabel dan Gaya Awal Prategang

Setelah didapat momen sebelum dan sesudah komposit, momen yang telah dihasilkan digunakan untuk mendesain gaya awal prategang yang terjadi diambil dari momen setelah komposit. Pemilihan momen dilakukan setelah beban komposit bekerja dipilih momen tengah bentang. Jika selisih dari tumpuan dan lapangan kurang atau sama dengan 10% maka pemilihan momen maksimum boleh dipilih momen ditumpuan. Pada gambar diatas selisih dari momen tumpuan adalah kurang dari 10%, maka dapat diambil momen lapangan yaitu 17531,77 kgm untuk batasan desain.

5.4.3.1. Desain Pendahuluan

Desain pendahuluan dilakukan untuk mengetahui batasan dari nilai gaya prategang yang hendak digunakan. Desain ini dihitung sesuai desain pendahuluan (Lin and Burn 1996 subbab 6-1). Momen yang digunakan momen tumpuan, sehingga besar momen totalnya 17531,77 kgm, maka :

F = , = , ,, = 29968,838 kg ... ... ... ... (Lin and Burn 1996 subbab 6-1) Maka dicoba F = 145000 kg (sebelum terjadi kehilangan pratekan).

5.4.4. Daerah Limit Kabel

Daerah limit kabel dibatasi oleh kern pada balok, sedangkan Amin dan Amax yang didapat dari perhitungan berikut :

Amax = = , = 0,12 m = 12 cm

12 cm 73,5 cm ... ... ... Ok

Amin = = , = 0,231 m = 23,1 cm

Nilai hasil dari perhitungan diatas dapat digambar sesuai yang dihasilkan dari perhitungan, mengenai batas limit daerah dimana letak kabel dapat atau boleh ditempatkan :

Gambar 5.4 Daerah Limit Kabel

Selain pemilihan tendon harus berada pada daerah limit kabel, terdapat juga pemilihan letak tendon yang diasumsikan awal penempatan tendon yang berguna untuk perhitungan selanjutnya dengan memperhatikan tebal decking yang disyaratkan oleh SNI 03-2847-2002 dimana d’ minimal 7,5 cm sehingga untuk daerah lapangan :

Amax – kT < eo lapangan < kB + Amin – selisih syarat dimana selisih syarat didapatkan nilai :

Amin – (syarat Amin) sebesar (yb – kB – d’)

Agar terpenuhi syarat minimum decking sebesar 7,5 cm, jadi Selisih syarat = 23,1 – (45 – 36 – 7,5) = 1,5 cm

Sehingga :

Amax – kT < eo lapangan < kB + Amin – selisih syarat -10 < 26 < 57,6

Diambil eo lapangan = 260 mm (terletak dibawah cgc). Untuk eo diambil dengan ketentuan eo tumpuan < kT = 36 cm, sehingga diambil eo tumpuan adalah 100 mm diatas cgc.

5.4.5. Kontrol Tegangan

Tegangan pada setiap tahap pelaksanaan harus diperiksa terlebih dahulu, agar memenuhi syarat tegangan ijin tarik maupun tekan. Pengecekan ini dilakukan dengan maksud apakah tendon yang sudah terpasang memiliki tegangan yang sesuai dengan kapasitas tegangan ijin beton dalam memikul momen yang terjadi.

Sebelum pengecekan dilakukan perhitungan momen-momen yang terjadi terlebih dahulu, dimana perhitungannya adalah :

1) Momen akibat berat sendiri balok

Seperti halnya perhitungan yang sebelumnya, bahwa MD = q x l2 = 33592,32 kgm

2) Momen setelah beban hidup dan mati tambahan bekerja

Seperti pada subbab sebelumnya bahwa momen didapat dari progam sap2000 v7 didapat momen MT pada tumpuan adalah -14665,75 kgm dan -28925,41 kgm sedangkan pada daerah lapangan terdapat momen positif sebesar 17531,77 kgm.

Setelah didapat kedua momen maka, kontrol tegangan dapat dilakukan : 1. Kontrol tegangan saat gaya prategang awal

Kontrol tegangan sebelum komposit, saat penyaluran gaya prategang bekerja dan kerja beban hanya berupa berat sendiri balok, sehingga momen yang digunakan adalah MD.

a) Serat Atas (serat atas tertarik akibat F dan MD)

ti - +

1,387 Mpa - , + , , 1,387 Mpa -217,8 t/m2 = -2,178 Mpa ... ... ... Ok b) Serat bawah (tertekan akibat F dan MD)

ci - − + -18,48 MPa -

, ,

+ ,

-18,48 Mpa -319,23 t/m2 = -3,19 MPa ... ... ... OK

2. Kontrol tegangan saat beban tambahan bekerja

Kontrol tegangan (sesudah komposit) setelah beban lain tambahan berupa berat mati plat, balok anak, berat mati tambahan lainnya ditambah dengan beban hidup bekerja. Dimana terdapat momen negatif pada tumpuan sebesar -14665,75 kgm dan -28925,41 kgm sedangkan pada daerah lapangan terdapat momen positif sebesar 17531,77 kgm sehingga pengecekan kontrol tegangan dilakukan pada daaerah tumpuan dengan eksentrisitas 100 mm dan daerah lapangan dengan eksentrisitas 260 mm dari cgc.

a) Pada daerah lapangan

i. Serat atas (tertekan akibat F dan MT)

c - +

c -

, + , ,

ii. Serat bawah (tertekan akibat F dan MT)

t - − +

t - , + ,

2,958 MPa -1842,197 t/m2 = -18,42197 MPa ... ... ... OK b)Pada daerah tumpuan

Kontrol tegangan pada daerah tumpuan untuk batas tarik diperbolehkan melebihi tegangan ijin tarik yang terjadi pada daerah tumpuan karena pada daerah tumpuan akan diberikan tulangan lunak tarik dan tekan untuk menanggulangi kebutuhan tegangan tarik dan untuk memikul 25% beban gempa yang terjadi.

Tegangan tarik untuk daerah tumpuan yang terjadi akibat beban setelah komposit adalah :

i. Serat atas tertarik

t - − +

2,958 - , , + ,

2,958 MPa -231,086 t/m2 = -2,31086 MPa ... ... ... OK ii. Serat bawah tekan

c - +

-15,75 -

, + , ,

Tegangan yang terjadi dapat digambarkan dengan diagram sebagai berikut :

Gambar 5.5 Diagram Tegangan Sebelum Komposit

Gambar 5.6 Diagram Sesudah Komposit Dearah Lapangan

5.4.6. Penentuan J umlah Strand

Dari gaya prategang yang telah ditentukan dengan tegangan sesuai dengan tegangan ijin maka penentuan jumlah strand kabel dapat dilakukan. Adapun data data strand kabel diambil dari tabel Freyssinet Total Technology sebagai berikut:

a. Termasuk jenis high strenght and low relaxion strand

b. Nominal diameter digunakan sebesar 12,70 mm dengan luas nominal area kawat 126,68 mm2

c. Minimal breaking load (fpu) 1860 MPa d. fpy = 0,9 fpu = 1674 MPa

e. Saat jacking = 0,80 fpu = 1488 MPa f. Saat transfer = 0,74 fpu = 1376,4 MPa g. Saat angkur = 0,70 fpu = 1302 MPa h. Saat pelayanan = 0,82 fpy = 1373,5 MPa i. Es = 1,95 x 105 MPa

Data-data tersebut merupakan penggunaan kabel strand untuk tendon prategang yang diatur dalam SNI 03-2847-2002 pasal 20.5 tentang tegangan ijin untuk baja prategang dimana tegangan akibat gaya pengangkuran tendon diambil nilai terkecil. Dengan nilai tegangan uji tendon yang didapat, dapat dihitung jumlah luasan

strand yang dibutuhkan untuk menghasilkan gaya prategang F = 145000 kg maka F = 1450000 N.

Dengan menggunakan kawat strand Ф12,70mm, fpu = 1860MPa = 1860 N/mm2, maka besarnya gaya penjangkaran yang diperlukan :

Aps = F/ f terkecil

n = Aps / Astrand

n = 1113,67 / 126,68 = 9,7 buah strand dalam empat tendon

maka satu tendon @ enam strand, satu tendon @ enam strand, satu tendon @ enam

strand dan satu tendon @ enam strand.

Kontrol tegangan tendon terpasang : < 0,7 fpu

, < 0,7 x 1860 1052,52 < 1302 ... ... ... OK

5.5.Penentuan Tracee Tendon

Menentukan kedudukan awal kabel tergantung pada suatu kern penampang balok, dan letak eksentrisitasnya. Data-data yang diketahui adalah sebagai berikut :

a. Ka = 450 mm ; Kb = 450 mm

b. eT = 100 mm

c. eL = 260 mm

d. L = 14400 mm

e. Dimensi Balok = 600 x 900 mm

Daerah batas pratekan ditentukan oleh kern batas untuk suatu penampang tergantung pada letak geometrik dari gaya center line sepanjang balok. Dengan Ka dan Kb masing-masing sebesar 450 mm, nilai tersebut dijadikan dasar sebagai luasan yang tercakup untuk seluruh tendon.

Adapun detail gambarnya dapat lihat dibawah ini :

Gambar 5.8 Letak Tendon pada Tumpuan dan Lapangan

Catatan : (-) daerah tarik dan (+) daerah tekan

Kelengkungan kabel pratekan dengan membentuk lengkung parabola dapat dihitung pada daerah kabel dengan ketentuan antara 0, , , dan L.

Adapun keterangannya dapat dilihat pada gambar dibawah ini,

Gambar 5.9 Lengkung Parabola pada Kabel

Menurut materi tinjau dasar prinsip beton prategang ITS, bentuk kelengkungan kabel pratekan yang ideal dari c.g.s adalah

Mx = − ( )

Mx = ( − )

bentuk persamaan Mx = ( − ) dapat dibuat menjadi : y = ax2 + bx + c c g c L 0 1 4 L 21 L 3 4 L L

y = ( )

jika x = ½ L maka y = ( )

→ y = f = fokus parabola = e, maka perhitungan untuk tendon C1,C2,C3,C4 adalah

Gambar 5.10 Jarak Tendon

dapat juga dilihat pada tabel berikut : Tabel 5.2. Jarak Tendon Tiap BAR

Sumber : Hasil Perhitungan

5.6.Kehilangan Pratekan

Gaya prategang awal yang diberikan ke elemen beton mengalami proses reduksi yang progresif, nilai reduksi yang mengurangi besarnya gaya prategang awal disebut sebagai kehilangan prategang dimana kehilangan prategang yang terjadi sesuai dengan tahapan tahapan kondisi beban kerja. Gaya prategang yang telah dikurangi oleh reduksi akibat kehilangan prategang disebut sebagai gaya prategang efektif.

Reduksi gaya prategang dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: 1. Kehilangan elastis segera (kehilangan langsung)

Kehilangan langsung adalah kehilangan gaya awal prategang pada komponen balok prategang. Kehilangan secara langsung terdiri dari :

a. Kehilangan akibat perpendekan elastis beton b. Kehilangan akibat pengangkuran

c. Kehilangan akibat gesekan (Wobble Efek)

2. Kehilangan yang bergantung terhadap waktu (kehilangan tidak langsung) Kehilangan prategang yang bergantung pada waktu disebut sebagai kehilangan prategang secara tidak lansung hal ini dikarenakan hilangnya gaya awal yang relatif lama. Adapun macam-macam kehilangan secara tidak langsung adalah sebagai berikut :

a. Kehilangan akibat susut b. Kehilangan akibat rangkak c. Kehilangan akibat relaksasi baja

5.6.1. Kehilangan Prategang Langsung

Kehilangan prategang langsung seperti yang dijabarkan pada subbab sebelumnya yang terdiri dari perpendekan elastis, slip pengangkuran dan wobble efek, akan dibahas pada subbab ini.

5.6.1.1. Kehilangan Akibat Perpendekan Elastis

Kehilangan pratekan akibat deformasi elastis beton tergantung pada rasio modulus elastisitas, serta tegangan rata-rata beton pada ketinggian baja.

Fc = prategang pada beton pada ketinggian baja Es = Mudulus elastisitas baja

Ec = modulus elastisitas beton = = rasio modulus

F = Gaya prategang pada masing-masing kabel A = Luas penampang balok

I = Gaya Inersia

Regangan pada beton pada ketinggian baja atau perpendekan satuan ,tegangan pada baja yang bersesuaian dengan regangan = .

Adapun data yang diketahui adalah sebagai berikut : a.Bentang balok : 14,4 m

b.Lebar : 600 mm c.Tinggi : 900 mm

d.Jenis kabel : 4 buah tendon yang terdiri dari 6 strand

e.Luas kabel : 540000 mm2

f.Fmasing-masing kabel: 1488 N/mm2 x 253,36 x 10-3 = 376,99 kN

Untuk tendon 1 :

+ − (T.Y Lin dan Ned H. Burn-Desain Beton Prategang hal.99) = ,

, + ,,

, =5178,063 N/mm2

Kehilangan tegangan pada tendon 1, Δ = = , , , = 4,96 MPa = 4,96 N/mm2

Prosentase kehilangan tegangan : , = 2,48 ; ,, = 0,65%

Untuk menentukan prosentase Δ fs tiap kabel → , = 2,48 (2 adalah jumlah kabel) dari hasil tersebut dapat digunakan sebagai faktor pengurang dari tendon satu ke tendon 2.

Tabel 5.3. Kehilangan Perpendekan Elastis Beton pada Tiap Tendon No

Tendon (kN) Fo e (mm) (N/mm2) fcir Mudulus Rasio Δ %

1 376,99 -550 5178,063 7,1 4,96 0,65

2 376,99 350 5178,063 7,1 2,48 0,33

3 376,99 -550 5178,063 7,1 4,96 0,65

4 376,99 350 5178,063 7,1 2,48 0,33

Sumber : Hasil Perhitungan

5.6.1.2. Kehilangan Akibat Woble Efek

Kehilangan prategang akibat gesekan terjadi di antara tendon dan bahan disekelilingnya. Besarnya kehilangan ini merupakan fungsi dari alinyemen yang disebut efek tendon yang biasa disebut sebagai woble efek.

Besarnya nilai kehilangan tersebut dapat dihitung sebagai berikut : FpF = Fi x (( ) ( ))

fpF = Fi - FpF

Dimana :

FpF = Gaya prategang setelah terjadi kehilangan akibat friction fpF = Besarnya gaya kehilangan prategang akibat friksi

Fi = Gaya awal prategang = Sudut kelengkungan = Koefisien friksi (gesekan) K = Koefisien woble

L = Panjang balok

Nilai sudut kelengkungan didapat dengan rumus sebagai berikut : =

dengan f adalah panjang fokus tendon (dari cgs), nilai gesekan terbesar terletak pada ujung yang paling jauh,maka kondisi tengah bentanglah yang menentukan.

Tabel 5.4. Jarak Tiap Kabel Terhadap c.g.c No

Tendon

Tinggi Tumpuan

(mm) Kondisi Tengah Bentang (mm)

1 -550 200

2 350 350

3 -550 200

4 350 350

Sumber : Hasil Perhitungan

Maka sudut kelengkungan tiap tendon adalah Tendon 1 1 = = 0,111 radian Tendon 2 2 = = 0,194 radian Tendon 3 3 = = 0,111 radian

Tendon 4

4 = = 0,194 radian

Sedangkan nilai K atau didapat dari tabel 14 SNI 03-2847-2002 pasal 20.6.1 tentang friksi dan woble efek, untuk kawat strand dengan untaian 7 kawat didapat nilai K = 0,0016 – 0,0066 diambil K = 0,0016/m dan = 0,15-0,25 diambil = 0,15. Sehingga nilai F kehilangan akibat friksi adalah sebagai berikut :

Tendon 1

Menurut persyaratan SNI 20.6.1 jika (K lx + ) < 0,3 maka pengaruh kehilangan friksi dapat dihitung dengan :

(0,0016x14,4 + 0,15 0,11 ) < 0,3 0,04 < 0,3 ... ... ... OK

Ps = 391,95 kN

Untuk selanjutya diperhitungkan dengan tabel berikut :

Tabel 5.5. Kehilangan Akibat Gesekan pada Balok 600 x 900 mm

Sumber : Hasil Perhitungan

No Tendon Fo (kN) lx (m) K (Klx+ ) Ps % 1 376,99 14,4 0,0016 0,15 0,111 0,07479 405,185082 1,0748 2 376,99 14,4 0,0016 0,15 0,194 0,05214 573,552586 1,5214 3 376,99 14,4 0,0016 0,15 0,111 0,07479 405,185082 1,0748 4 376,99 14,4 0,0016 0,15 0,194 0,05214 573,552586 1,5214

(

+ +µα

)

= x x s P Kl P 1

(

1 0,0016 14,4 0,15 0,11

)

99 , 376 x x Ps = + +

5.6.1.3. Kehilangan Akibat Slip Angkur

Pada sistem pascatarik, apabila kabel ditarik dan didongkrak dilepaskan untuk mentrasfer prategang beton, pasak-pasak yang dipasang untuk memegang kawat-kawat dapat menggelincir pada jarak yang pendek sebelum kawat-kawat tadi menempatkan diri secara kokoh diantara pasak-pasak yang dipasang untuk memegang kawat. Besarnya pergelinciran tergantung dari tipe pasak dan besarnya tegangan pada kawat (Raju, N. Krisna 1989). Besarnya nilai kehilangan prategang akibat slip angkur dapat dihitung dengan perumusan berikut :

Dimana :

P = Gaya prategang pada kabel (N)

A = Luas penampang melintang tendon (126,68 mm2) = Jumlah hilangnya tegangan prategang akibat angkur L = Panjang kabel

Es = Modulus Elastisitas baja Dari data diketahui :

a.Bentang balok = 14,4 m

b.Lebar = 600 mm

c.Tinggi = 900 mm

d.Luas penampang kabel = 253,36 mm2

e.Tegangan awal tiap kabel = 1488 MPa

f.Es = 1,95 x 105 MPa ∆ = s AE PL

Akibat penggelinciran angkur :

Tabel 5.6. Akibat Pergelinciran Angkur No Tendon P L (mm) E A (mm2) = ∆ (mm) 1 1488 14400 1,95x105 253,36 0,4337 2 1488 14400 1,95x105 253,36 0,4337 3 1488 14400 1,95x105 253,36 0,4337 4 1488 14400 1,95x105 253,36 0,4337

Sumber : Hasil Perhitungan

Maka prosentase akibat pergelinciran angkur :

Tabel 5.7. Prosentase Kehilangan Tegangan Akibat Pergelinciran Angkur No Tendon Es Δ (mm) L (mm) ∆ 1488 100 (%) 1 1,95x105 0,4337 14400 4,788 0,321 2 1,95x105 0,4337 14400 4,788 0,321 ∆ = AE PL mm x x x 4337 , 0 10 95 , 1 36 , 253 14400 1488 5 = = ∆ 2 5 / 788 , 4 14400 4337 , 0 10 59 , 1 mm N L ES = × × = ∆

3 1,95x105 0,4337 14400 4,788 0,321

4 1,95x105 0,4337 14400 4,788 0,321

Sumber : Hasil perhitungan

5.6.1.4. Kehilangan Rangkak Beton

Kehilangan gaya prategang akibat rangkak untuk komponen struktur dengan tendon terekat dihitung dari persamaan berikut :

CR = Kcr ( − ) (T.Y Lin dan Ned H. Burn hal 107) Diketahui dari data :

a.Bentang balok = 14,4 m

b.Lebar = 600 mm

c.Tinggi = 900 mm

d.Luas penampang kabel = 253,36 mm2

e.Tegangan awal tiap kabel = 1488 MPa

f.Es = 1,95 x 105 MPa

g.Ec = modulus elastisitas beton umur 28 hari, yang

bersesuaian dengan fc

h.Kcr = 2,0 untuk komponen struktur pratarik

i. Kcr = 1,6 untuk komponen struktur pasca-tarik

j. fcir = perpendekan elastis (MPa)

k.fcds = tegangan beton pada garis berat tendon akibat

seluruh beban mati yang bekerja pada kompo-

Gaya prategang masing-masing kabel = 1488 N/mm2 x 253,36x10-3 = 376,99 kN fcds= = ( , ) = 0,698 MPa Rasio mudulus = = = , , = 7,1MPa CR = Kcr ( − ) = 1,6 x 7,1 x (4,96 - 0,698) = 48,416 MPa Prosentase kehilangan = , 100 = 3,25%

Tabel 5.8. Prosentase Kehilangan Rangkak Beton pada Tiap Tendon No Tendon (MPa) e (tumpuan) (cm) CR (MPa) % Kehilangan 1 3,84 -550 48,416 3,25 2 1,93 350 20,244 1,36 3 3,84 -550 48,416 3,25 4 1,93 350 20,244 1,36

Sumber : Hasil Perhitungan

5.6.1.5. Kehilangan Susut Beton

Susut beton pada struktur prategang menyebabkan perpendekan kawat-kawat baja yang ditarik dan mampu menyebabkan kehilangan tegangan. Susut beton dipengaruhi oleh tipe semen, waktu kelembaban. Pada beton pascatarik susut dan rangkak diperhitungkan sebagai beban permanen yang dapat mempengaruhi kinerja batas layan dari sebuah struktur tersebut (Khrisna Raju 1989). Jika beton

ditinggalkan mengering , dapat dipercaya bahwa sebagaian besar dari susut terjadi pada 2-3 bulan pertama, bila disimpan dengan udara pada kelembaban relatif 50%

Dokumen terkait