• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wilayah Laut di Bawah Yurisdiksi (Kewenangan)

BAB III : PENGATURAN INTERNASIONAL YANG RELEVAN

B. Pembagian Wilayah Laut :

2. Wilayah Laut di Bawah Yurisdiksi (Kewenangan)

Wilayah laut yang menjadi yurisdiksi (kewenangan) negara adalah bagian laut dimana suatu negara mempunyai kewenangan terhadap wilayah tersebut.

Negaranegara berdaulat yang telah diakui pasti memiliki yurisdiksi untuk menunjukkan kewibawaannya pada rakyatnya atau pada masyarakat internasional, kedaulatan tersebut terdapat hak, kekuasaan, atau kewenangan negara untuk mengatur masalah internal dan eksternal. Dengan yurisdiksi tersebut, suatu negara mengatur secara lebih rinci dan jelas masalah-masalah yang dihadapinya sehingga terwujud apa yang menjadi tujuan negara itu, sehingga dapat disimpulkan bahwa hanya negara berdaulat yang dapat memiliki yurisdiksi menurut hukum

80 Pasal 47 UNCLOS 1982.

81 Pasal 49 ayat (1) UNCLOS 1982

internasional.82 Yurisdiksi dalam pengertian hukum adalah hak atau kekuasaan suatu negara untuk mengatur dan menegakkan aturan terhadap orang, benda, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam batas-batas teritorialnya.83

Piagam PBB sering menggunakan istilah domestic jurisdiction yang berarti kewenangan domestik. Meskipun demikian, dalam praktik, kata yurisdiksi paling sering digunakan terhadap orang, benda atau peristiwa. Kata yurisdiksi berarti kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki suatu badan peradilan atau badan-badan negara lainnya yang berdasarkan atas hukum yang berlaku. Bila yurisdiksi dikaitkan dengan negara maka akan berarti kekuasaan atau kewenangan negara untuk menetapkan dan memaksakan (to declare and to enforce) hukum yang dibuat oleh negara atau bangsa itu sendiri.

84

a. Zona tambahan (Contiguous zone)

Wilayah laut yang menjadi yurisdiksi (kewenangan) negara adalah zona tambahan (Contiguous zone), zona ekonomi eksklusif (exclusive economic zone), dan landas kontinen (continental shelf).

Zona tambahan (Contiguous zone) merupakan jalur laut dari laut bebas yang berbatasan dengan laut teritorial suatu negara. Keberadaan zona ini didasarkan pada kebutuhan khusus negara-negara untuk meluaskan kekuasaannya melewati batas laut teritorial, disebabkan tidak cukup luasnya laut teritorial untuk melakukan pencegahan penyelundupan dari dan di laut di satu sisi, dan wewenang penuh atau kedaulatan negara pantai di lain sisi. Kedua faktor inilah yang

82 Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, edisi revisi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 71.

83 Ibid

84 I Wayan Patriana, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Mandar Maju, 1990, hlm. 293- 294.

menimbulkan adanya jalur atau zona tambahan.85 Dalam hal-hal tertentu suatu negara dirasakan masih memerlukan wilayah untuk menerapkan kekuasaannya terhadap masalah-masalah khusus, misalnya untuk mengatasi penyelundupan, bea cukai, karantina dan sebagainya. Oleh karena itu diberikan rumusan tentang zona tambahan.86

Pasal 33 Konvensi Hukum Laut 1982 menyatakan zona tambahan adalah wilayah laut yang tidak melebihi 24 mil dari garis pangkal di mana lebar laut teritorial diukur atau sejauh 12 mil diukur dari laut teritorial suatu negara pantai.

Kesimpulannya dalam zona tambahan yang berbatasan dengan laut teritorialnya negara pantai/negara kepulauan memiliki kewenangan (terbatas) untuk mencegah terjadinya pelanggaran perundangundangan, bea cukai, fiskal, keimigrasian atau sanitasi di dalam laut teritorialnya, dan menghukum para pelanggar peraturan perundangundangan tersebut yang terjadi di dalam wilayah teritorialnya.87

b. Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusive Economic Zone)

Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) adalah daerah yang berada di luar dan berdampingan dengan laut teritorial yang tunduk pada rejim hukum khusus di mana terdapat hak-hak dan yurisdiksi negara pantai, dan hak-hak serta kebebasan-kebebasan negara lain, diatur oleh ketentuan-ketentuan yang relevan Konvensi ini.88 Lebar zona ekonomi eksklusif bagi setiap negara pantai tidak boleh melebihi 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur.89

85 Heryandi, Op.Cit., hlm. 57.

86 Ibid.

87 Pasal 33 UNCLOS 1982

88 Pasal 55 UNCLOS 1982.

89 Pasal 57 UNCLOS 1982.

Lebar ZEE 200 mil diukur mulai dari garis pangkal, yaitu garis yang digunakan untuk

mengukur laut teritorial, sehingga apabila di ukur dari garis batas luar (outer limit) laut teritorial maka lebar ZEE adalah 188 mil.

Negara pantai dalam zona ekonomi eksklusif mempunyai hak-hak berdaulat untuk keperluan eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan alam, baik hayati maupun non-hayati, dari perairan di atas dasar laut dan dari dasar laut dan tanah di bawahnya dan berkenaan dengan kegiatan lain untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi ekonomi zona tersebut, seperti produksi energi dari air, arus dan angin.90

Negara pantai dalam melaksanakan hak-hak dan memenuhi kewajibannya berdasarkan Konvensi ini dalam ZEE, harus memperhatikan sebagaimana mestinya hak-hak dan kewajiban negara lain dan harus bertindak dengan suatu cara sesuai dengan ketentuan Konvensi ini.91 Hak-hak yang tercantum dalam pasal ini berkenaan dengan dasar laut dan tanah di bawahnya harus dilaksanakan sesuai dengan Bab VI tentang Landas Kontinen.92

c. Landas Kontinen (Continental Shelf)

Pengertian landas kontinen diartikan sebagai dasar laut dan kekayaan alam yang terdapat di bawahnya dari area laut yang merupakan penambahan dari laut teritorialnya, yang mencakup keseluruhan perpanjangan alami dari wilayah teritorial daratnya ke bagian luar yang memagari garis kontinental, atau jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut.93

90 Pasal 56 ayat (1) UNCLOS 1982.

91 Pasal 56 ayat (2) UNCLOS 1982

92 Pasal 56 ayat (3) UNCLOS 1982.

93 Pasal 76 ayat (1) UNCLOS 1982

Tepian kontinen

meliputi kelanjutan bagian daratan negara pantai yang berada di bawah permukaan air, dan terdiri dari dasar laut dan tanah di bawahnya dari dataran kontinen, lereng (slope) dan tanjakan (rise). Tepian kontinen ini tidak mencakup dasar samudra dalam dengan bukti-bukti samudra atau tanah di bawahnya.94

Batas luar landas kontinen ditentukan berdasarkan pada dua aspek, yaitu:

95

i. Geologis, yaitu sampai pinggiran tepi kontinen ii. Jarak (Ukuran), yaitu :

1. Suatu jarak sejauh 200 mil laut dari garis pangkal yang digunakan untuk mengukur lebar laut teritorial, apabila pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut

2. Menarik garis-garis lurus sejauh 200 mil laut dengan menunjuk titik-titik dari kaki lereng kontinen, atau tidak melebihi 350 mil laut dari garis pangkal yang digunakan untuk menetapkan lebar laut teritorialnya; atau sejauh jarak 100 mil laut dari kedalaman (isobath) 2500 meter.

3. Wilayah Laut di Luar Yurisdiksi (Kewenangan) Negara.

Wilayah laut di luar yurisdiksi (Kewenangan) negara adalah wilayah laut yang berada di luar yurisdiksi nasional (Indonesia), yaitu daerah perairan yang berada di luar 200 mil laut ZEE.96

a. Laut Bebas (High Seas)

Bagian laut yang bukan menjadi yurisdiksi (kewenangan) negara yaitu terdiri dari laut bebas (high seas) dan kawasan (The Area).

94 Pasal 76 ayat (3) UNCLOS 1982

95 Abdul Muthalib, Zona-Zona Maritim Berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982 dan Perkembangan Hukum Laut Indonesia, Bandar Lampung: Universitas Lampung,2011, hlm. 48.

96 Heryandi, Op.Cit., hlm. 91.

Istilah laut bebas (High Seas) pada mulanya berarti seluruh bagian laut yang tidak termasuk perairan pedalaman dan laut teritorial suatu negara.97 Laut bebas merupakan res nullius, yaitu dapat dimiliki oleh siapapun, sehingga siapapun dapat menguasai, menduduki dan memanfaatkannya atau dengan kata lain laut bebas tidak dimiliki oleh negara manapun.98 Konsep tersebut belum lengkap karena pada saat itu belum ada konsep negara kepulauan. Menurut Konvensi Hukum Laut 1982 konsep laut bebas diperbaharui dengan memasukkan unsur perairan kepulauan karena pada Konvensi Hukum Laut 1982 telah diakui konsep negara kepulauan. Jadi dalam Konvensi Hukum Laut 1982 laut bebas merupakan daerah yang berada di luar laut teritorial, perairan pedalaman dan perairan kepulauan.99

97 Ibid, hlm.101..

98 Chairil Anwar, Horizon Baru Hukum Laut Internasional, Konvensi Hukum Laut 1982, Jakarta: Djambatan, 1989, hlm. 62.

99 Pasal 86 UNCLOS 1982

Kebebasan di laut bebas berlaku untuk negara pantai, negara kepulauan maupun negara tak berpantai. Semua negara tersebut sama-sama mempunyai hak untuk menikmati daerah laut bebas dan tidak boleh menuntut atau melaksanakan kedaulatan atau hak-hak berdaulatnya atas bagian manapun di daerah tersebut.

Kebebasan-kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan dalam hal pelayaran, kebebasan memasang kabel dan pipa bawah laut, kebebasan Penerbangan, kebebasan riset ilmiah, kebebasan membangun pulau buatan dan instalansi lainnya, termasuk kebebasan menangkap ikan. Kebebasan-kebebasan tersebut akan dilaksanakan oleh semua negara dengan memperhatikan kepentingan negara-negara lain di dalam mereka melaksanakan kebebasan di laut.

Kawasan (The Area) Kawasan merupakan rezim baru dalam Hukum Laut 1982, yang sebelumnya tidak diatur dalam Konvensi Hukum LautJenewa 1958.

Kawasan berarti dasar laut dan dasar samudra serta tanah di bawahnya di luar batas-batas yurisdiksi nasional.100 Letak kawasan berada di luar landas kontinen dan berada di bawah laut bebas. DalamKonvensi Hukum Laut 1982 kawasan diatur dalam Bab XI, bagian 1-5 dari Pasal 133- Pasal 191. Sama seperti laut bebas, kawasan merupakan warisan bersama umat manusia. Pada Pasal 136 disebutkan bahwa: Kawasan dan kekayaan-kekayaannya merupakan warisan bersama umat manusia.101

G. Sumber dan Subjek Hukum Laut Internasional.

a. Sumber Hukum Laut Internasional.

Pada dasarnya, sumber hukum terbagi menjadi dua, yaitu: sumber hukum dalam arti materiil dan sumber hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam arti materiil adalah sumber hukum yang membahas materi dasar yang menjadi substansi dari pembuatan hukum itu sendiri. Sumber hukum dalam arti formal adalah sumber hukum yang membahas bentuk atau wujud nyata dari hukum itu sendiri. Dalam bentuk atau wujud apa sajakah hukum itu tampak dan berlaku.

Dalam bentuk atau wujud inilah dapat ditemukan hukum yang mengatur suatu masalah tertentu.

Sumber hukum dipakai pertama sekali pada arti dasar berlakunya hukum.

Dalam hal ini yang dipersoalkan adalah apa sebabnya suatu hukum mengikat,

100 Pasal 1 ayat (1) UNCLOS 1982

101 Pasal 137 ayat (1) UNCLOS 1982

yakni sebagai sumber hukum material yang menerangkan apa yang menjadi hakikat dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional.102

Sumber hukum internasional dapat diartikan sebagai: 103 1. Dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional.

2. Metode penciptaan hukum internasional

3. Tempat diketemukannya ketentuan-ketentuan hukum internasional yang dapat diterapkan pada suatu persoalan konkrit.

Sumber hukum ada dua jenis yakni:

a. Sumber hukum materil: dapat didifenisikan sebagai bahan-bahan aktual yang dipergunakan oleh seorang ahli hukum internasional untuk menentukan kaidah hukum yang berlaku terhadap suatu peristiwa atau situasi tertentu.104

b. Sumber hukum Formal: merujuk kepada bukti-bukti baik secara umum maupun khusus yang menunjukkan bahwa hukum tertentu telah diterapkan dalam suatu kasus tertentu. Dari sebuah hukum materiil inilah isi dari sebuah hukum bisa ditemukan.105

Dalam hukum tertulis, ada dua tempat yang mencantumkan secara tertulis sumber hukum internasional dalam arti formal yakni pasal 7 Konvensi Den Haag XII 1907 tentang pembentukan Mahkamah Internasional Perampasan Kapal di Laut (International Prize Court) dan dalam pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional Permanen tahun 1920 yang kini tercantum dalam Pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional tahun 1945. Namun keberadaan Mahkamah

102 Mochtar Kusumaatmadja, Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung, 2003, hlm. 113

103 Yordan Gunawan, “Pengantar Hukum Internasional”, http: // telagahati .wordpress.

com. diakses tanggal 02 Januari 2017 Pukul 10.00 Wib

104 J. G. Starke, Op. Cit. hal. 42

105 Benny setianto, “Sumber hukum internasional”, http://bennysetianto.blogspot.com.

diakses tanggal 02 Januari 2017 Pukul 10.00 Wib

Internasional Perampasan Kapal di Laut tidak pernah terbentuk dikarenakan jumlah ratifikasi yang diperlukan tidak tercapai, sehingga sumber hukum internasional yang dipakai pada masa sekarang hanya pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional.106

Sumber hukum laut internasional tidak lepas dari hukum internasional umum. Karena hukum laut internasional merupakan cabang dari hukum internasional umum. Sumber hukum internasional (dalam arti formil)107 dapat ditemukan dalam Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, yaitu:108 a. Perjanjian-perjanjian internasional.

b. Kebiasaan internasional

c. Asas hukum umum yang diakui oleh bangsabangsa yang beradab.

d. Putusan-putusan pengadilan dan pendapat sarjana yang terkemuka (doktrin) e. Putusan-putusan organisasi internasional (sumber di luar Pasal 38 ayat (1)

Statuta Mahkamah Internasional yang merupakan perkembangan hukum internasional).

Pasal 38 ayat (1) dari Piagam Mahkamah Internasional (International Court of Justice) menyatakan bahwa Mahkamah yang memiliki fungsi untuk memutus sesuai dengan hukum internasional yang diajukan kepadanya, akan memberlakukan sumber-sumber hukum sebagai berikut:109

106 Mochtar Kusuma Atmadja, Op. Cit. hlm. 114

107 Sumber hukum dalam arti formil adalah sumber yang menentukan bentuk, cara, proses dan menyelidiki dimanakah hukum dapat ditemukan dalam bentuknya yang konkrit/formal yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang konkrit tertentu.

108 Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional.

109 Mochtar Kusuma Atmadja, Op. Cit. hlm. 117

a. Konvensi internasional, baik umum maupun khusus, yang membentuk aturan-aturan yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang bersengketa.

b. Kebiasaan internasional, sebagai bukti praktek umum yang diterima sebagai hukum

c. Asas-asas hukum umum yang diterima oleh bangsa-bangsa yang beradab d. Tunduk kepada ketentuan Pasal 59, putusan pengadilan dan ajaran para ahli

yang sangat memenuhi syarat dari berbagai negara sebagai sarana pelengkap bagi penentuan aturan hukum

Hukum laut internasional sebagai cabang dari hukum internasional umum, maka sumber hukum laut internasional sama seperti sumber hukum internasional umum, hanya saja pada hukum laut internasional, kebiasaan internasional tidak lagi menjadi sumber hukum, karena masalah-masalah yang tidak diatur dalam konvensi ini tetap tunduk pada ketentuan dan asas hukum internasional umum110

b. Subjek Hukum Laut Internasional.

sehingga apabila terdapat hal-hal yang belum diatur dalam Konvensi Hukum Laut 1982 akan berlaku asas-asas hukum internasional umum.

Umumnya subjek hukum adalah setiap pendukung hak dan kewajiban menurut hukum dan setiap pemilik/pemegang kepentingan yang mempunyai kapasitas untuk melakukan perbuatan hukum.111 Subjek hukum internasional menurut J.G Starke diartikan sebagai:112

110 Mukadimah Konvensi Hukum Laut 1982, dapat diakses secara online di:

http://www.un. org/depts/los/convention_agreements/texts/unclos/unclos_e.pdf diakses tanggal 02 Januari 2017 Pukul 10.00 Wib

111 Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum, Alumni, Bandung, 2009, hlm. 50

112 J.G Starke, Op.Cit, hlm.78.

i. Pemegang hak dan kewajiban menurut hukum internasional

ii. Pemegang hak istimewa (privilege) untuk mengajukan tuntutan di muka pengadilan internasional

iii. Pemilik kepentingan-kepentingan yang telah ditetapkan oleh ketentuan hukum internasional.

Berdasarkan pengertian tersebut dalam hukum nasional (perdata) yang menjadi subjek hukum adalah manusia dan sesuatu yang berdasarkan aturan hukumdianggap mampu melakukan perbuatan hukum (seperti manusia) yaitu badan hukum. Pengertian subjek hukum internasional berbeda dengan subjek hukum nasional, karena hukum internasional digunakan untuk mengatur kehidupan masyarakat internasional yang terdiri atas negara-negara yang merdeka, organisasi internasional, juga kesatuan-kesatuan lain bukan negara, dimana diantara lain selalu saling berinteraksi satu sama lainnya113 sehingga yang menjadi subjek hukum internasional adalah:114

a. Negara

b. Tahta suci vatikan

c. Palang Merah Internasional d. Organisasi Internasional e. Organisasi Pembebasan f. Pihak Berperang (belligerent) g. Individu.

113 Abdul Muthalib, Op.Cit., hlm. 9.

114 Mochtar Kusumaatmadja, Op.Cit, hlm. 95

Hukum laut internasional merupakan bagian dari hukum internasional, maka subjek hukum laut internasional adalah:115

a. Negara, baik berpantai maupun tidak berpantai

b. Organisasi Internasional, meliputi organisasi internasional universal antara lain PBB dan badan-badan khususnya contohnya International Maritime Organization (IMO), dan organisasi regional

c. Pihak Berperang (belligerent), terutama pihak yang dapat menguasai bagian wilayah yang berpantai

d. Individu (dalam arti terbatas). Dalam hal ini pembajak kapal laut dapat menjadi subjek hukum internasional karena melanggar Konvensi Hukum Laut 1982, dan Konvensi Roma 1988.

H. Penangkapan Kapal Berbendera Asing Yang Melakukan Pencurian Ikan (illegal fishing) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Wilayah laut Indonesia menyimpan banyak potensi kekayaan laut yang sangat berlimpah. Hal tersebut dikarenakan Indonesia memiliki perairan laut yang sangat luas. Kawasan tersebut diperkirakan menyimpan kekayaan sumberdaya ikan sebesar 6,4 juta ton per tahun namun upaya ekploitasi berlebihan dan aksi pencurian ikan yang dilakukan oleh nelayan asing yang semakin marak mengancam potensi kekayaan tersebut. Sejak tahun 2005, operasi kapal pengawasan SDKP (sumber daya kelautan perikanan) telah behasil menangkap lebih kurang 1.343 kapal perikanan pelaku illegal fishing, teridiri atas 58 Kapal Perikanan Asing (KIA) dan 585 Kapal Perikanan Indonesia (KII). Selama

115Abdul Muthalib, Op.Cit., hlm. 12-13.

2016,116 KKP telah melakukan pemeriksaan sebanyak 4.326 kapal perikanan. Dari jumlah tersebut, kapal yang ditangkap sejumlah 112 kapal perikanan diduga melakukan tindak pelanggaran, 70 merupakan kapal asing, dan 42 kapal ikan Indonesia. Versi lain menyebutkan, menurut pusat Data dan Informasi KIARA, selama kurang waktu 10 tahun dari 2006 hingga 2016 grafik illegal fishing mengalami naik turun tidak stabil. Namun data trakhir pada 2016, terdapat 75 kasus. Jumlah illegal fishing paling tinggi terjadi pada tahun 2007, yaitu sebanyak 522 kasus. Sementara dari rekap data Hasil Operasi Kamla TNI AL tahun 2016 terdapat 17 kapal asing yang melakukan illegal fishing. Dari seluruh data yang dapat disimpulkan bahwa pelanggaran illegal fishing paling banyak dilakukan oleh kapal nelayan asing.117

1. Kasus Pencurian ikan (illegal fishing) oleh kapal Thailand di perairan Aceh Berikut adalah beberapa kasus pencurian ikan yang dilakukan oleh kapal berbendera asing di wilayah laut Indonesia:

Banda Aceh, 29 januari 2065, Pasi Intel Lanal Sabang Mayor Laut M Akbar St mengatakan TNI-AL akan melakukan pemusnahan terhadap kapal KM 026 milik nelayan negara Thailand yang tertangkap diperairan sekitar 45 mil dari pelabuhan ikan Aceh Timur, Provinsi Aceh. "Satu unit kapal Thailand akan di tengelamkan dalam waktu dekat, menyangkut empat kapal Thailand yang sudah dilelang di Aceh Barat tidak lagi, itu sudah keputusan hukum dan diambil pemenang lelang, "katanya di Meulaboh,. Hal itu disampaikan disela-sela pemusnahan 39 unit alat tangkap pukat trawls sitaan dari nelayan barat selatan

116 Aditya Taufan dan Imran , Perlindungan Hukum Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Terhadap Eksistensi Indonesia Sebagai Negara Maritim , Jurnal Selat 2016, Vol 2 No.1

117 Ibid.

Aceh di halaman Pos AL Meulaboh, turut dihadiri TNI-AD, Polri, Muspida serta tokoh nelayan dan tokoh masyarakat Aceh. Mayor Laut M Akbar menyampaikan, kapal asing tersebut tertangkap pada Selasa, 27 Januari 2016 , membawa 14 orang Warga Negara Asing (WNA) 11 orang berstatus warga Myanmar dan tiga warga Thailand, kapal asing ini ditangkap saat menjarah ikan di luar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) pesisir Selat Malaka. Dia menegaskan, TNI AL selaku pertahanan dan keamanan di laut akan menangkap dan menengelamkan kapal asing yang masuk keperairan Indonesia, tidak terkecuali juga bagi alat tangkap nelayan Aceh yang tidak ramah lingkungan sesuai Peraturan Kementrian Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015. "Kemungkinan-kemungkinan kapal asing masuk masih tetap ada, apalagi saat mereka mengincar musim tertentu, seperti saat ini musim udang pada awal tahun, karenanya kita akan meningkatkan patroli rutin,"imbuhnya. Lebih lanjut dikatakan, wilayah kerja Lanal sabang mencakupi Meulaboh-Sigli, dominan kasus illegal fishing yang ditemukan adalah perairan Barat Selatan Aceh (barsela), sementara diatas perairan laut Malahayati adalah kasus pengeboman ikan meskipun teridentifikasi masih berskala kecil. TNI AL di Aceh berada di tiga titik pos pemantauan, pertama pangkalan laut Lhokseumawe, Lanal Sabang dan Lanal Simeulue. Untuk mengkafer perairan laut atas Aceh Barat ada dua pos yakni Lanal Sabang dan Simeulue. Menyangkut kelengkapan Pos AL dan Lanal TNI AL di Aceh masih sangat minim, karena patroli laut Samudera Hindia hanya bertumpu pada operasi yang dilakukan armada barat mengunakan kapal-kapal besar.118

118 Kapal Thailand tertangkap di Aceh akan dimusnahakn , sebagaimana dimuat dalam situs berita http://aceh.antaranews.com/berita/22982/kapal-thailand-tertangkap-diaceh-akan-dimusnahkan , diakses pada tanggal 17 Januari 2017 Pukul 21.00 Wib.

2. Kasus Penangkapan Kapal Berbendera Vietnam “Thang Cong 99612 TS GT”

di Perairan Raja Ampat, Sorong, Papua Barat

Seorang warga negara Vietnam bernama Nguyen Trong Han berusia 24 tahun resmi ditetapkan menjadi tersangka pasca tertangkapnya Kapal Ikan Thang Cong 99612 TS GT di Perairan Raja Ampat, Sorong, Papua Barat, pada Senin 19 Januari 2016 . Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol Patridge Renwarin, mengungkapkan, dari hasil penyelidikan, ABK kapal berbendera Vietnam itu terbukti melanggar Pasal 93 Ayat (2) jo Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 45 Tahun 2009 dengan ancaman kurungan badan selama enam tahun penjara serta denda Rp20 miliar. "Setelah empat hari melakukan proses penyelidikan bagi 11 ABK Kapal Thang Cong, penyidik akhirnya menetapkan satu tersangka atas nama Nguyen Trong Han. Dia terbukti telah melakukan pelanggaran. Dalam penyelidikan, Nguyen Trong Han mengaku sering memasuki perairan Indonesia secara ilegal untuk menangkap ikan-ikan di laut Indonesia,"

terang Patridge pada Kamis, 22 Januari 2016. Sementara itu, terkait nasib Kapal Thang Cong, Patridge mengatakan pihak kepolisian masih berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum dan Ketua Pengadilan Tinggi Papua untuk proses pemusnahan kapal. Sedangkan 10 Warga Negara Vietnam kemungkinan akan dideportasi ke negara asal.

Sebelumnya, pada Senin, 18 Januari 2016 , jajaran Polres Raja Ampat menangkap Kapal Ikan Thang Cong 99612 TS GT berbendera Vietnam ketika melakukan praktik illegal fishing di Laut Misol, Kabupaten Raja Ampat. Kapal yang dinakhodai oleh Nam ini membawa 11 ABK. Kapal tersebut ditangkap bersama barang bukti, antara lain, satu bundel dokumen kap berbahasa Vietnam,

2.100 kilogram sirip ekor hiu, 45 penyu mati, lima ikan pari, 586 sirip ekor ikan pari, alat tangkap jaring gil.119

3. Kasus Penangkapan Kapal Berbendera Panama di Wilayah Perairan Indonesia Kementerian Kelautan dan Perikanan berhasil mengungkap kasus kapal ikan asing yang diduga telah melakukan aktivitas illegal di wilayah perairan Indonesia. Kapal bernama MV HAI FA ditangkap saat merapat di Pelabuhan Wanam, Kabupaten Merauke, pada hari Sabtu , 27 Desember 2014 . Kapal besar berbendera Panama itu memiliki bobot mati 4.306 GT dan diduga telah berlayar tanpa Surat Laik Operasi (SLO). Kapal tersebut menjadi kapal ilegal terbesar

3. Kasus Penangkapan Kapal Berbendera Panama di Wilayah Perairan Indonesia Kementerian Kelautan dan Perikanan berhasil mengungkap kasus kapal ikan asing yang diduga telah melakukan aktivitas illegal di wilayah perairan Indonesia. Kapal bernama MV HAI FA ditangkap saat merapat di Pelabuhan Wanam, Kabupaten Merauke, pada hari Sabtu , 27 Desember 2014 . Kapal besar berbendera Panama itu memiliki bobot mati 4.306 GT dan diduga telah berlayar tanpa Surat Laik Operasi (SLO). Kapal tersebut menjadi kapal ilegal terbesar

Dokumen terkait