• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Yayasan Haji Karim Oei (Masjid Lautze), Tujuan dan Visi Misi Yayasan, Struktur Yayasan, Profil Singkat Pak Budhi (Fasilitator Tafakkur).

Bab V Analisis Data dan Pembahasan

Profil Responden, Respon Kognitif, Respon Afektif, Respon Konatif, Perbandingan Jumlah Skor Responden, Square dari Segi Umur, Chi-Square dari Segi Pendidikan.

Bab VI Penutup

Kesimpulan, Saran-Saran.

KERANGKA TEORI

A. Respon

Menurut Astrid S. Susanto mengatakan bahwa respon adalah reaksi penolakan atau pengiyaan ataupun sikap acuh tak acuh yang terjadi dalam diri seseorang setelah menerima pesan.8 Dalam sebuah kamus bahasa Indonesia kontemporer disebutkan bahwa respon adalah tanggapan atau reaksi.9

Respon adalah suatu kegiatan dari organisme itu bukanlah semata-mata suatu gerakan yang positif, setiap jenis kegiatan yang ditimbulkan oleh suatu perangsang dapat disebut juga respon. Secara umum respon atau tanggapan dapat diartikan sebagai hasil atau kesan yang didapat dari pengamatan tentang subjek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan-pesan.10

1. Macam-macam Respon

a. Respon kognitif, yaitu berkaitan erat dengan pengetahuan, kecerdasan, dan informasi seseorang mengenai sesuatu. Respon ini timbul apabila adanya perubahan terhadap apa yang dipahami atau dipersepsikan oleh khalayak.

8

Astrid S. Susanto, komunikasi Sosial di Indonesia, (Jakarta: Bina Cipta 1980)

9

Peter salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: English Modern Perss, 19991),hal.1268

10

Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1999),h.51

b. Respon afektif, yaitu berhubungan dengan emosi, sikap dan nilai seseorang terhadap sesuatu. Respon ini timbul apabila ada perubahan pada apa yang disenangi khalayak terhadap sesuatu. c. Respon konatif, yaitu berhubungan dengan prilaku nyata yang

meliputi tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berprilaku

2. Faktor Terbentuknya Respon

Individu tidak hanya dikenai satu stimulus saja, tetapi individu dikenai oleh berbagai macam stimulus yang ditimbulkan oleh keadaan sekitarnya. Namun demikian tidak semua stimulus mendapatkan respon individu untuk di persepsi. Stimulus mana yang akan mendapatkan respon tergantung pada perhatian individu yang bersangkutan.11

Respon dapat terbentuk karena adanya faktor pendorong dalam proses komunikasi. Tidak semua stimulus mendapatkan respon, hal ini disebabkan karena adanya penyesuaian atau perhatian lebih terhadap minat khalayak. Dengan demikian sebuah respon dapat terbentuk tidak hanya pada stimulus yang diberikan akan tetapi keadaan setiap individu juga mempengaruhi.

Stimulus akan mendapatkan respon dari individu berdasarkan beberapa faktor , yaitu12

11

Bimo walgito, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar) (Yogyakarta :Andi, 2003),h 54

12

a. Faktor internal, yaitu faktor yang ada dalam diri individu manusia, yang terdiri atas unsur rohani dan jasmani. Kedua unsur tersebut sangat mempengaruhi tiap individu dalam memberi tanggapan dari sebuah stimulus. Jika salah satu unsur tersebut mengalami gangguan atau tidak dalam kondisi yang baik maka tanggapan yang akan diterima oleh individu tersebut akan berbeda.

b. Faktor Eksternal, yaitu faktor yang ada pada lingkungan sekitar. Faktor ini biasanya berupa benda-benda perangsang dari suatu stimulus. Menurut Bimo Walgito dalam bukunya, menyatakan bahwa faktor psikis berhubungan dengan objek akan menimbulkan stimulus, dan stimulus akan mengenai alat indera.

Hal tersebut karena keadaan menunjukan bahwa individu tidak hanya dikenai oleh satu stimulus saja, tetapi individu dikenai berbagai macam stimulus yang ditimbulkan oleh keadaan disekitarnya. Namun demikian tidak semua stimulus mendapatkan respon individu untuk dipersepsi. Stimulus mana yang akan dipersepsi atau mendapatkan respon dari individu tergantung pada perhatian individu tergantung pada perhatian individu yang bersangkutan. Secara skematis hal tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut.13

13

Bimo walgito, Pengantar Psikologi Umum (Yogyakarta :Andi, 2010),h 102

St Fi St Fi

St Fi

Respon

Gambar 1. Skema Stimulus

St= Stimulus ( faktor luar )

Fi= Faktor intern ( faktor dalam, termasuk perhatian ) Sp= Struktur pribadi individu

Skema tersebut memberikan gambaran bahwa individu menerima bermacam-macam stimuus yang datang dari lingkungan. Tetapi tidak semua stimulus akan diperhatikan atau akan diberi respon. Individu akan mengadakan seleksi terhadap stimulus yang mengenainya, dan di sini berperannya perhatian. Sebagai akibat dari stimulus yang dipilihnya dan diterima oleh individu, individu menyadari dan memberikan respon sebagai reaksi terhadap stimulus tersebut.14

Stimulus dapat disadari oleh individu jika suatu stimulus cukup kuat untuk dapat ditanggapi. stimulus mempunyai batas minimal agar stimulus tersebut dapat ditanggapi. Batas minimal tersebut biasa disebut ambang absolut sebelah bawah atau ambang stimulus. Jika stimulus

14

kurang dari batasan tersebut maka individu tersebut tidak akan menyadari stimulus tersebut.

3. Macam-macam Media Penerima Respon

Respon atau yang biasa disebut dengan tanggapan menurut Agus Sujanto, ada bermacam-macam menurut media penerimanya, yaitu15

a. Tanggapan menurut indera yang mengamati, yaitu :

1) Tanggapan Auditif, yakni tanggapan terhadap apa-apa yang telah didengarnya, baik berupa suara, ketukan dan lain-lain. 2) Tanggapan Visual, yaitu tanggapan terhadap sesuatu yang

dilihat.

3) Tanggapan Perasa, yaitu tanggapan dari sesuatu yang dialami individu.

b. Tanggapan menurut terjadinya, yaitu :

1) Tanggapan ingatan, yakni tanggapan terhadap sesuatu yang diingat.

2) Tanggapan fantasi, yaitu tanggapan terhadap sesuatu yang dibayangkan.

3) Tanggapan pikiran, yaitu tanggapan terhadap sesuatu yang dipikirkan.

c. Tanggapan menurut lingkungannya, yaitu :

15

1) Tanggapan Benda, yaitu tanggapan terhadap benda yang menghampirinya atau berada didekatnya.

2) Tanggapan kata-kata, yaitu tanggapan terhadap kata-kata yang didengar atau dilihatnya.

B. S-O-R Theory (Teori S-O-R)16

Teori S-O-R sebagai singkatan dari Stimulus – Organism – Response ini semula berasal dari psikologi. Kemudian menjadi juga teori komunikasi, tidak mengherankan, karena objek material dan psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama, yaitu manusia dan jiwanya meliputi komponen-komponen: sikap, opini, perilaku, kognisi, afeksi, dan konasi.

Menurut stimulus respon ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Jadi unsur-unsur dalam model ini adalah:

1. Pesan (Stimulus, S)

2. Komunikan (Organism, O) 3. Efek (Response, R)

16

Onong Uchjana Wffendy, Ilmu, Teori, dan filsafat Komunikasi, citra Aditya bakti 2007 hal-254

Gambar 2. Skema S-O-R

Gambar ditas menunjukan bahwa perubahan sikap bergantung pada proses yang terjadi pada individu. Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti, kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk merubah sikap.

Hosland, et al (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada hakekatnya sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari :

1. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima

Organisme: Perhatian Pengertian penerimaan Stimulus Response (Perubahan Sikap)

atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.

2. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.

3. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).

4. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).

Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini, faktor reinforcement memegang peranan penting.

Dalam proses perubahan sikap tampak bahwa sikap dapat berubah, hanya jika stimulus yang menerpa benar-benar melebihi semula. Mengutip pendapat Hovland, Janis dan Kelley yang menyatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga variabel penting yaitu :

1. perhatian, 2. pengertian. 3. penerimaan.

Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap.

Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat.17

17

http://ilmukomunikasi.blogspot.com/2008/02/s-o-r-theory.html (diakses tanggal 12 November 2014, 13:00 WIB)

C. Dakwah

1. Pengertian dakwah

Dilihat dari segi bahasa, kata dakwah berasal dari kata arab da‟wah, merupakan bentuk mashdar dari kata kerja da‟a (madli), yad‟u (mudlari), berarti seruan, ajakan, atau panggilan. Seruan dan panggilan ini dapat dilakukan dengan suara, kata-kata, atau perbuatan. Kata dakwah

juga berarti do’a (al-du’a) yakni harapan, permohonan kepada Allah SWT atau seruan (al-nida‟).18

Dalam penggunaan secara peristilahan dilingkungan masyarakat islam dakwah lebih dipahami sebagai usaha dan ajakan kepada jalan kebenaran atau jalan Tuhan.19 Menurut M. Quraish Shihab, dakwah adalah seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Perwujudan dakwah bukan sekedar usaha peningkatan pemahaman dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas. Apalagi pada masa sekarang ini, ia harus lebih berperan menuju kepada pelaksanaan ajuran islam secara lebih menyeluruh dalam berbagai aspek.20

Jelas dari pengertian-pengertian tersebut bisa diambil kesimpulan dakwah ialah mengajak, menyeru, mendorong manusia kepada kebaikan

18

A. Ilyas Ismail, Paradigma dakwah Sayyid Quthub, (Jakarta: Penamadani, 2008) cet ke-2, hal-144

19

Ibid, hal-145

20

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, Fungsi dan Peran Wahyu Dalam kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 2001), cet ke-22, h. 194

yang sesuai dengan ajaran Allah SWT serta menjauhi dari apa yang dilarang oleh Allah SWT.

2. Unsur-unsur dakwah

a. Da’I (Subjek Dakwah)

                                                   

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah 71).

Jelas subjek dakwah adalah seorang da’I atau da’iyah yang

menyerukan kepada kebaikan dan mencegah perbuatan yang munkar, seseorang yang selalu senantiasa mengingatkan kepada ummat untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Secara garis besar subjek dakwah atau da’i mengandung dua

pengertian:

1) Secara umum adalah setiap muslim atau muslimat yang berdakwah sebagai kewajiban yang melekat dan tidak terpisahkan dari misinya sebagai penganut Islam, sesuai dengan perintah “Ballighu „anni walaw ayat.”

2) Secara khusus adalah mereka yang mengambil keahlian khusus (mutakhashshish-spesialis) dalam bidang dakwah Islam, dengan kesungguhan luar biasa dan dengan qudwah hasanah.21

b. Mad’u (Objek Dakwah)

Objek dakwah ( Madu ) yaitu masyarakat sebagai penerima dakwah. Masyarakat baik individu maupun kelompok, sebagai objek dakwah, memiliki strata dan tingkatan yang

berbeda-beda. Mad’u merupakan peserta dakwah, baik perseorangan,

kolektif, laki-laki atau perempuan, anak-anak atau orang dewasa.

Mad’u bersifat heterogen, baik dari sudut ideologi, misalnya atheis,

animis, musyrik, munafik, fasik dan muslim, juga dari sudut lainnya

21

Siti Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000), h.27

seperti intelektualitas, status sosial, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.22

c. Materi Dakwah

Materi dakwah adalah isi pesan dakwah Islam atau segala sesuatu yang harus disampaikan subjek kepada objek dakwah, yaitu keseluruhan ajaran Islam yang ada di dalam Kitabullah maupun Sunah Rasul-Nya.23

d. Metode Dakwah

Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu “meta” (melalui) dan “hodos” (jalan, cara). Dengan demikian kita dapat artikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.24 Beberapa pendapat para ahli mengenai metode dakwah yaitu:

1) Dr. Abdul Karim Zaidan

Metode dakwah adalah suatu ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan cara penyampaian (tabligh) dan berusaha melenyapkan gangguan-gangguan yang akan terjadi

22

Slamet Muhaimin Abda, Prinsip-Prinsip Metode Dakwah, (Surabaya: al-Ikhlas, 1944), h 32

23

Hafi Anshari, Pemahaman Dan Pengamalan Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), h. 140

24

Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011) h, 242

2) Drs. Salahuddin Sanusi

Metode dakwah ialah cara-cara penyampaian ajaran islam kepada individu, kelompok ataupun masyarakat supaya ajaran itu dengan cepat dimiliki, diyakini serta dijalankan.25

Metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh

seorang da’I (komunikator) kepada mad’u untuk mencapai suatu

tujuan atas dasar hikmah dan kasih saying. Hal ini mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan

human oriented menempatkan penghargaan yang mulia pada diri manusia.26                                           

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS An-Nahl 125).

25

Alwisral Imam zaidallah, Strategi Dakwah dalam Membentuk Dai Dan Khatib Profesional, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005) h. 70-71

26

Dari ayat tersebut dapat kita ambil bahwa macam-macam metode dakwah sebagai berikut:

1) Metode Bi Al-Hikmah27

M Abduh berpendapat bahwa, Hikmah adalah mengetahui rahasia dan faedah di dalam tipa-tiap hal. Hikmah juga diartikan dalam arti ucapan yang sedikit lafazh, akan tetapi banyak makna, ataupun diartikan meletakkan sesuatu pada tempat atau semestinya.

Sebagai metode dakwah, al-hikmah diartikan bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, dan menarik perhatian orang kepada agama atau Tuhan. Menurut Imam Abdullah bin Ahmad Mahmud An-Nasafi, arti hikmah yaitu:

“Dakwah bil-hikmah”, adalah dakwah dengan

menggunakan perkataan yang benar dan pasti, yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan.

Dari penjelasan tersebut bisa diambil kesimpulan yaitu, Hikmah ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil, guna menarik perhatian orang kepada agama atau Tuhan.

27

2) Metode Al-Mau’idza Al-Hasanah28

Secara bahasa , mau‟izhah berasal dari kata wa‟adza -

ya‟idzu – wa‟dzan – „idzatan yang berarti nasihat, bimbingan, pendidikan, dan peringatan. Sementara hasanah merupakan kebalikan fansayyi‟ah yang artinya kebaikan lawannya kejelekan

Adapun pengertian secara istilah ada beberapa pendapat antara lain:

a) Menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutip oleh H. Hasanuddin adalah sebagai berikut:

“Al-Mau‟izhah al-Hasanah” adalah (perkataan -perkataan) yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan Al-Quran.

b) Menurut Abdul Hamid al-Bilali: al-Mau‟izhah al -Hasanah merupakan salah satu manhaj (metode) dalam dakwah untuk mengajak ke jalan Allah dengan memberikan nasihat atau membimbing dengan lemah lembut agar mereka mau berbuat baik.

28

Mau‟izhah hasanah dapatlah diartikan sebagai ungkapan yang mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita gembira, peringatan, pesan-pesan positif yang bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.

3) Metode Al-Mujadalah29

Dari segi istilah (terminologi) terdapat beberapa pengertian Al-Mujadalah. Al-Mujadalah berarti upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan diantara keduanya. Sedangkan menurut Dr. Sayyid Muhammad Thantawi ialah, suatu upaya yang bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan dengan cara menyajikan argumentasi dan bukti yang kuat.

Dari penjelasan tersebut bisa dipahami bahwa Al-Mujadalah ialah suatu cara atau metode dakwah dengan bertukar pendapat secara santun yang tidak melahirkan permusuhan, dengan mengajukan argumentasi-argumentasi yang kuat serta saling menghargai dan menghormati diantara kedua belah pihak.

29

e. Media Dakwah

Media dakwah ialah peralatan yang dipergunakan untuk menyampaikan materi dakwah kepada penerima dakwah. Pada zaman modern seperti sekarang ini, seperti televisi.30

Media dakwah yang dipakai oleh Yayasan Haji karim Oei ialah Masjid Lautze yang menjadi media untuk memberikan pengajian serta sarana untuk pembelajaran pengetahuan agama kepada jama’ah.

3. Bentuk-Bentuk Dakwah 1) Dakwah Bil Lisan

Dakwah bil lisan yaitu dakwah yang dilaksanakan melalui lisan, yang dilakukan antara lain dengan ceramah-ceramah, khutbah, diskusi, nasihat, dan lain-lain. Metode ceramah ini nampaknya sudah sering dilakukan oleh para juru dakwah, baik ceramah di majelis taklim, khutbah jumat di masjid-masjid atau ceramah pengajian-pengajian. Dari segi aspek jumlah barang kali dakwah melalui lisan (ceramah dan yang lainnya) ini sudah cukup banyak dilakukan oleh juru dakwah ditengah-tengah masyarakat.31

30

Dr. Wardi Bachtiar, Metodelogi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos, 1997) h,35

31

Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983) h, 11

2) Dakwah Bil Hal

Dakwah bil hal adalah dakwah dengan perbuatan nyata yang meliputi keteladanan. Misalnya dengan tindakan amal karya nyata tersebut hasilnya dapat dirasakan secara konkrit oleh masyarakat sebagai objek dakwah. Dakwah bil hal dilakukan oleh Rasulullah SAW, terbukti bahwa ketika pertama kali tiba di Madinah yang dilakukan nabi adalah membangun Masjid Al-Quba, mempersatukan kaum Anshar dan Muhajirin. Kedua hal ini adalah dakwah nyata yang dilakukan oleh nabi yang dapat dikatakan sebagai dakwah bil hal.32

3) Dakwah Bil Qolam

Dakwah bil qalam, yaitu dakwah melalui tulisan yang dilakukan dengan keahlian menulis disurat kabar, majalah, buku, maupun internet. Jangkauan yang dapat dicapai oleh dakwah bi al-qalam ini lebih luas dari pada melalui media lisan, demikian pula metode yang digunakan tidak membutuhkan waktu secara khusus

untuk kegiatannya. Kapan saja dan dimana saja mad’u atau objek

dakwah dapat menikmati sajian dakwah bil qalam ini.33

32

ibid h, 11

33

D. Dakwah dan Komunikasi

Dalam ajaran islam, komunikasi mendapat tekanan yang cukup kuat bagi manusia sebagai anggota masyarakat dan sebagai makhluk Tuhan. Komunikasi tidak harus dilakukan terhadap sesama manusia atau lingkungan hidupnya, melainkan juga komunikasi kepada Tuhan.

Dalam interaksi antara Da‟I dan Mad‟u, Da‟I dapat menyampaikan pesan-pesan dakwah (materi dakwah) melalui alat atau sarana komunikasi yang ada. Komunikasi dalam proses dakwah tidak hanya ditunjukan untuk memberikan pengertian, mempengaruhi sikap, membina hubungan sosial yang baik, tapi tujuan terpenting dalam komunikasi adalah mendorong mad‟u untuk bertindak melaksanakan ajaran-ajaran agama dengan terlebih dahulu memberikan pengertian, mempengaruhi sikap, dan membina hubungan baik.

Mengenai proses komunikasi (penyampaian dan penerimaan) pesan dakwah dapat dijelaskan melalui tahapan-tahapan yaitu:

1. Penerima stimulus informasi. 2. Pengolahan informasi. 3. Penyimpanan informasi.

4. Menghasilkan kembali suatu informasi.34

Menurut Osgood, proses komunikasi ditinjau dari peranan manusia dalam hal memberikan interpretasi (penafsiran) terhadap lambang-lambang tertentu (massage = pesan). Pesan-pesan disampaikan (encode) kepada

34

Fauziah, Lalu Muchlisin Effendi, Psikologi Dakwah, (Jakarta: kencana, 2006) hal, 149-150

komunikan (mad‟u) untuk kemudian ditafsirkan (interpret) dan selanjutnya disampaikan kembali kepada pihak komunikator, dalam bentuk pesan-pesan baik berupa feedback atau respon tertentu sebagai efek dari pesan yang dikomunikasikan.

Dalam hal ini, dakwah ditinjau dari segi komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan-pesan berupa ajaran islam yang disampaikan secara persuasive dengan harapan agar komunikan dapat bersikap dan berbuat amal salah sesuai dengan ajaran yang didakwahkan. Dapat dikatakan bahwa proses dakwah merupakan bentuk komunikasi itu sendiri, tetapi bukan komunikasi semata. Dakwah adalah komunikasi khas, yang membedakan dengan komunikasi secara umum adalah cara dan tujuan yang akan dicapai.35

E. Kegiatan-kegiatan Dakwah

Kegiatan-kegiatan dakwah merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Tujuan ini dimaksudkan memberi arah, pedoman, bagi para aktivitas dakwah. Tanpa adanya tujuan dakwah yang jelas seluruh aktivitas dakwah akan sia-sia atau tidak mencapai sasaran yang diinginkan. Oleh karena itu juru dakwah harus memahami tujuan akhir dakwah yang akan diinginkan.36

35

Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: Rajawali Press, 2011) h, 225-231

36

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, karena pendekatan kuantitatif dapat menghasilkan data yang akurat setelah perhitungan angka yang tepat. Pendekatan kuantitatif ini merupakan salah satu pendekatan dalam penelitian yang lebih ditekankan pada data yang dapat dihitung untuk menghasilkan penafsiran kuantitatif yang kokoh.37

Dengan pendekatan penelitian tersebut penulis juga mendeskripsikan skripsi ini sehingga mengetahui bagaimana respon jama’ah terhadap metode dakwah pada kegiatan tafakkuran yang difasilitatori oleh Pak Budhi di Yayasan Haji Karim Oei.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dalaksanakan penulis mulai dari bulan Januari 2015 sampai bulan Juli 2015, yang bertempat di Yayasan Haji Karim Oei yang beralamat di Jl. Lautze no 87-89, Pasar Baru, Jakarta Pusat 10740.

37

Syamsir Salam, dan Jaenal Arifin, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 36

C. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah metode dakwah fasilitator (Pak Budhi) pada kegiatan tafakkuran. Dan objek pada penelitian ini adalah respon

jama’ah tafakkuran di Yayasan Haji Karim Oei.

Dokumen terkait