• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wisata Edukasi Kampung Tulip

Dalam dokumen BUKU PANDUAN WISATA EDUKASI. pdf (Halaman 30-38)

BAB IV PENGEMBANGAN WISATA EDUKASI

C. Wisata Edukasi Kampung Tulip

Wisatawan berkualitas tentu menuntut akan perolehan manfaat yang didapat, berupa pengalaman berrkualitas serta wawasan baru yang selama berwisata. Oleh karena itu, dalam pengelolaan wisata edukasi dituntut adanya pelayanan yang prima, yaitu pelayanan mampu memenuhi harapan wisatawan akan perolehan pengalaman berharga dan informasi/edukasi terkait destinasi alam yang dikunjunginya.

Salah satu langkah yang dapat diwujudkan pengelola wisata edukasi Kampung Tulip dalam mewujudkan pelayanan prima kepada wisatawan dengan cara mamenyediakan interpreter-interpreter atau pemandu wisata khusus yang berkualitas.

Wisata yang dilakukan wisatawan tentu akan terasa biasa saja tanpa adanya seorang intrepreter yang akan menjelaskan mengenai apa, kenapa, bagaimana fenomena suatu hal sehingga dapat menjadi tambahan ilmu bagi wisatawan. Dalam kontek wisata kampung tulip, edukasi yang dimaksud adalah penambahan wawasan mengenai Negeri Belanda berbasis pada lingkungan Kampung Tulip.

Ada beberapa point yang perlu diperhatikan dalam inteprestasi atau memandu wisatawan, diantaranya (adaptasi dari Dirgantara, n.d.) :

1. Kemampuan untuk mengungkap kebenaran melalui informasi yang

dimiliki.

2. Pemanfaatan informasi untuk menunjukkan keterkaitan antar objek yang

28

untuk kelompok pengunjung yang berbeda, misalnya antara anak-anak dengan manusia dewasa, atau antara wisatawan Jepang dengan wisatawan Eropa atau domestik. Mengkaitkan sesuatu yang ditafsirkan dengan keseharian kelompok pengunjungnya

3. Kemampuan untuk membujuk agar pengunjung menjadi tertarik, melalui

keterampilan dan media komunikasi untuk menarik perhatian. Interpreter harus memiliki pemahaman tentang ketertarikan (interest) pengunjung. 4. Menyampaikan penafsiran secara utuh, tidak memberikan kesan bahwa

kita hanya sekedar tahu tetapi paham betul tentang apa yang sedang ditafsirkan.

Beberapa pedoman bagi interpreter :

1. Ikutilah perkembangan berita terkini baik berita lokal maupun global, termasuk berita-berita isu lingkungan.

2. Bawalah selalu peralatan interpreteran seperti buku catatan lapangan, buku referensi, P3K dan lain-lain.

3. Membantu memantau dampak-dampak terhadap lingkungan, termasuk

29

4. Tingkatkan teknik interpreteran dan pengetahuan umum anda. Sebagai contoh, setiap bulan memberikan laporan resmi pada organisasinya masing-masing berkaitan dengan perkembangan subyek di lapangan.

5. Jangan ragu-ragu untuk menengahi atau memberi tahu dengan sopan dan

baik apabila terlihat pengunjung melakukan interaksi dengan objek yang bersifat merusak/mengganggu untuk mencegah dampak yang lebih besar. 6. Belajarlah untuk berkata “saya tidak tahu” . Hal yang lebih penting adalah bukan hanya seberapa banyak Anda tahu, tetapi seberapa baiknya anda menyampaikan informasi pada pengunjung.

7. Jangan terlalu muluk berjanji pada pengunjung. Sebagai contoh, hari ini kita bisa melihat lumba-lumba, atau kita akan melihat penyu, atau satwa lain di habitatnya, karena jika itu fenomena alam, akan menjadi tidak pasti.

8. Pakailah perasaan dan berbuatlah jujur.

9. Interpreter adalah pemimpin dan model panutan. Sebagai contoh, jika anda tidak membuang sampah sembarangan, mungkin pengunjung pun akan menirunya dan mencoba menghargai alam.

10. Berilah pujian atau penghargaan dengan tulus daripada hanya berkata basa-basi.

Hal-hal yang dapat diinterpretasikan oleh interpreter :

1. Suasana lokasi yang akan dijadikan daya tarik wisata Kampung Tulip :

meliputi lingkungan, rumah-rumah khas belanda, icon belanda seperti kincir dan sebagainya.

2. Fungsi dan nilai filosofi dari masing-masing objek

3. Menumbuhkan empati jika wisatawan mengalami kesulitan

4. Pertanyaan yang bersifat memancing pengunjung, contohnya, “Bagaimana

sikap kita dalam melestarikan budaya dan sebagainya”

5. Tingkatan penyampaian pesan kepada pengunjung atau wisatawan

30

a. Tingkat pendekatan, lakukan aktivitas untuk menarik perhatian pengunjung, salah satunya adalah dengan perkenalan, diskusi, atau permainan.

b. Tingkat pengalaman, ajaklah pengunjung untuk merasakan ke lima indera perasa. Contohnya adalah mempersilahkan pengunjung untuk mengamati dan menikmati keindahan suasana dalam rumah belanda.

c. Tingkat menemukan dan tertarik, pengujung sadar akan sesuatu. Salah satu caranya adalah bertanya pada mereka.

d. Tingkat Interpretasi, seorang interpreter harus menjawab pertanyaan dengan ilmu pengetahuan dan informasi yang ada. Interpreter memberikan pengalaman yang berkesan kepada pengunjung, sehingga pengalaman itu tertanam dalam pikiran pengunjung.

e. Tingkat Pengembangan, bila setelah program pengunjung

merubah pola hidupnya, maka itu berarti anda telah melakukan interpretasi dengan hebat. “Mereka memahami bahwa nilai budaya harus dilindungi dan dilestarikan’’.

Kesimpulan dapat diambil bahwa : “Interpreter wisata memiliki peran yang sangat vital bagi kepuasan dan pengalaman berkunjung wisatawan, serta berkewajiban dalam mengarahkan wisatawan dalam menjaga keberlanjutan lingkungan alam dan budaya.”

31

DAFTAR PUSTAKA

Arida, S. (2006). Krisis Lingkungan Bali dan Peluang Ekowisata. INPUT Jurnal Ekonomi Dan Sosial, 1(2).

Berno, T., & Bricker, K. (2001). Sustainable tourism development: the long road from theory to practice. International Journal of Economic Development, 3(3), 1–18.

Bull, A. (1995). Economics of travel and tourism. Longman Australia Pty Ltd. Cohen, E. (1984). The sociology of tourism: approaches, issues, and findings.

Annual Review of Sociology, 10(1), 373–392.

Cooper, C., Fletcher, J., Gilbert, D., & Wanhill, S. (1993). An introduction to tourism. Tourism: Principles and Practice, 7–12.

Damanik, J., & Weber, H. F. (2006a). Perencanaan Ekowisata dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta: Andi Offset.

Damanik, J., & Weber, H. F. (2006b). Perencanaan Ekowisata dari Teori ke Aplikasi. diterbitkan atas kerjasama Pusat Studi Pariwisata (PUSPAR) Universitas Gadjah Mada dan Penerbit Andi. Yogyakarta.

Darsoprajitno, S. (2002). Ekologi Pariwisata. Bandung: Penerbit Angkasa.

Dirgantara, A. R. (n.d.). Peran Interpreter dalam Kegiatan Geowisata: Studi Kasus Gunung Tangkuban Perahu.

Hermawan, H. (2016). Dampak Pengembangan Desa Wisata Nglanggeran Terhadap Ekonomi Masyarakat Lokal. Jurnal Pariwisata, III(2).

Hermawan, H. (2017). Pengaruh Daya Tarik Wisata, Keselamatan dan Sarana Wisata Terhadap Kepuasan serta Dampaknya terhadap Loyalitas Wisatawan : Studi Community Based Tourism di Gunung Api Purba Nglanggeran. Jurnal Media Wisata, 15(1).

32

IGB, R. U., & Eka Mahadewi, N. M. (2012). Metode Penelitian Pariwisata dan Perhotelan. Yogyakarta: Andi Offset.

Jafari, J., & Ritchie, J. R. B. (1981). Toward a Framework for Tourism Education: Problems and Prospects. Annals of Tourism Research, 8(1), 13–34.

Kodhyat, H. (1996). Sejarah Pariwisata dan Perkembangannya di Indonesia. Gramedia Widiasarana Indonesia untuk Lembaga Studi Pariwisata Indonesia. Krippendorf, J. (2010). Holiday makers. Taylor & Francis.

Marpaung, H. (2002). Pengantar Kepariwisataan. Bandung: Alfabeta. Pitana, I. (2009). Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta: andi.

Pitana, I. G., & Gayatri, P. G. (2005). Sosiologi pariwisata. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Pitana, I. G., & Putu, G. (2009). Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: Andi. Prihatno, P. (2010). Memulihkan Citra Daerah Istimewa Yogyakarta untuk

Meningkatkan Jumlah Wisatawan. Wahana Informasi Pariwisata: MEDIA WISATA.

Richardson, J. I., & Fluker, M. (2004). Understanding and managing tourism. Pearson Education Australia.

Soekadijo, R. G. (2000). Anatomi pariwisata. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Statistik Kepariwisataan. (2015). D.I. Yogyakarta Indonesia: Dinas Pariwisata

Daerah Istimewa Yogyakarta. Retrieved from

http://visitingjogja.web.id/assets/uploads/files/bank_data/Buku_Statistik_Ke pariwisataan_DIY_2015_05092016040516.pdf, diakses 5 Juni 2017

Suryadana, M. V. O. (2015). Pengantar Pemasaran Pariwisata. Bandung Indonesia: Alfabeta.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, Sekretariat Negara. Jakarta § (2009). Indonesia.

33

Wall, E. H. G., & Heath, E. (1992). Marketing Tourism Destinations A strategic Planning Approach. John Wilky & Sens.

Wijayanti, A. (2017a). Analisis Dampak Pengembangan Desa Wisata Kembang Arum Terhadap Perekonomian Masyarakat Lokal. Tesis. Sarjana Wiyata Tamansiswa Yogyakarta.

Wijayanti, A. (2017b). Pengelolaan Produk Pariwisata Edukasi di Kota Yogyakarta. Manuskrip tidak dipublikasi.

World Commission on Environmenoutal and Development. (1987) (Our Common). Oxford University Press.

Yoeti, O. A. (2002). Perencanaan Strategis Pemasaran Daerah Tujuan Wisata. Jakarta: Pradnya Paramita.

Dalam dokumen BUKU PANDUAN WISATA EDUKASI. pdf (Halaman 30-38)

Dokumen terkait