• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUKU PANDUAN WISATA EDUKASI. pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BUKU PANDUAN WISATA EDUKASI. pdf"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

iii DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Kata Penganar ... ii

Daftar Isi ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

BAB II KONSEP-KONSEP KEPARIWISATAAN ... 3

A. Pariwisata ... 3

B. Wisatawan ... 6

C. Jenis dan Pola Kunjungan Wisata ... 13

D. Pelaku Bisnis Pariwiata ... 20

E. Daya Tarik Wisata ... 22

BAB III PARIWISATA BERKELANJUTAN ... 24

BAB IV PENGEMBANGAN WISATA EDUKASI ... 25

A. Konsep Wisata Edukasi ... 25

B. Aktifitas Wisata Edukasi ... 26

C. Wisata Edukasi Kampung Tulip ... 27

(4)

1

PENDAHULUAN

Pariwisata adalah salah satu industri yang paling berpotensi untuk dikembangkan di Idonesia, mengingat semakin meningkatnya permintaan produk wisata di Indonesia dari tahun ke tahun (Statistik Kepariwisataan, 2015). Pariwisata merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang dinamis dalam menciptakan perubahan ekonomi, diantaranya; diversifikasi ekonomi dan masalah industrialisasi.

Pariwisata menjadi pilar proses pembangunan, karena merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang dominan dalam kerangka pembangunan ekonomi (Wijayanti, 2017a). Pengembangan pariwisata di suatu daerah yang dikelola dengan baik terbukti mampu memberikan kontribusi yang signifikan bagi pembangunan daerah. Pariwisata terbukti memberi dampak positif bagi kehidupan ekonomi masyarakat seperti : menciptakan peluang kerja baru, meningkatkan kesempatan berusaha, meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, meningkatkan pendapatan daerah melalui retrubusi dan pajak dan lain sebagainya (Hermawan, 2016).

Angka statistil perkembangan kenaikan kunjungan wisatawan dari tahun ke tahun mennggambarkan peluang yang sangat potensial bagi pengembangan usaha destinasi wisata. Akan tetapi, otonomi daerah memberikan kewenangan kepada masing-masing kabupaten/ kota menimbulkan persaingan bauran produk yang tidak terspesialisasi (Prihatno, 2010). Sehingga produk-produk yang ada saat ini cenderung monoton, daya tarik wisata yang ditawarkan cenderung itu-itu saja sehingga banyak destinassi wisata yang kurang laku di pasar wisata.

(5)

2

dapat mempengaruhi kepuasan wisatawan sehingga berdampak pada loyalitas pengunjung (Hermawan, 2017).

Oleh karena itu, buku panduan ini akan menyajikan secara lengkap tentang bagaimana kriteria daya tarik wisata yang berkualitas; motivasi wisatawan mengunjungi daya tarik wisata; para pelaku industri pariwisata; serta konsep pengembangan wisata edukasi yang dapat digunakan untuk pengembangan daya tarik wisata kampung tulip berbassis wisata edukasi.

(6)

3 BAB II

KONSEP-KONSEP KEPARIWISATAAN

A. Pariwisata

Istilah pariwisata berasal dari bahasa sang sekerta yang terdiri dari 2 kata yaitu “pari’ berarti keliling atau bersama dan kata “wisata” yang berarti perjalanan (I. Pitana, 2009). Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah.

Jika dipandang dari dimensi akademis pariwisata didefinisikan sebagai studi yang mempelajari perjalanan manusia keluar dari lingkunganya, termasuk industry yang meresponkebutuhan manusia yang melakukan perjalanan. Lebih jauh lagi pariwisata mempelajari dampak yang ditimbulkan oleh pelaku perjalanan maupun industry terhadap lingkungan sosial budaya, ekonomi, maupun lingkungan fisik setempat. (Garter dalam Utama dan Mahadewi, 2012)

Sedangkan jika dipandang dari dimensi sosial-budaya difinisi pariwisata adalah interaksi antar elemen lingkungan fisik, ekonomi, dan sosial budaya seperti yang dikemukakan Leiper dalam Utama dan Mahadewi (2012) sebagai berikut :

An open system of five interacting with broader environments; the human elemen; tourists; and an economic element, the tourist industry. H fve arranged in functional and spatial conection, interacting with phycal, technological, sosial, cultural, economic an political faktor. The dynamic element comprises person undertaking trave wich is to some extent, lisure-based and which involves a temporary stay away from home of at least one night.

(7)

4

pokok yang secara umum disepakati dalam batasan pariwisata (khususnya pariwisata internasional), yaitu sebagai berikut :

1. Traveler, adalah orang yang melakukan perjalanan antar dua atau lebih lokalitas

2. Visitor, adalah orang yang melakukan perjalanan ke daerah yang bukan merupakan tempat tinggalnya, kurang dari 12 bulan dengan tujuan perjalanan bukan untuk mencari nafkah, pendapatan atau penghidupan di tempat tujuan

3. Tourist, adalah bagian dari visitor yang menghabiskan waktu paling tidak satu malam (24 jam) di daerah yang dikunjungi.

Semua difinisi tentang pariwisata yang dikemukakan selalu mengandung beberapa unsur pokok, yaitu :

1. Adanya unsur travel (perjalanan), yaitu pergerakan manusia dari satu tempat ke tempat lain

2. Adanya unsur “tinggal sementara” di tempat yang bukan merupakan

tempat tinggal yang biasanya; dan

3. Tujuan utama dari pergerakan manusia tersebut bukan untuk mencari penghidupan atau pekerjaan di tempat tujuan (Richarson dan Fluker dalam Pitana dan Diarta, 2009).

Sedangkan menurut ilmu sosiologi, Matheison dan Wall dalam I. G. Pitana & Gayatri (2005), mengatakan bahwa pariwisata mencakup tiga elemen utama, yaitu :

1. A dynamic element, yaitu travel ke suatu destinasi wisata 2. A static element, yaitu singgah di daerah tujuan

3. A consequential element, atau akibat dari dua hal diatas (khususnya pada masyarakat lokal), yang meliputi dampak ekonomi, sosial-budaya dan fisik dari adanya kontak dengan wisatawan

(8)

5

dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata. Potensi wisata dibagi menjadi tiga macam, yaitu: potensi alam, potensi kebudayaan dan potensi manusia.

1. Potensi Alam

Yang dimaksud dengan potensi alam adalah keadaan dan jenis flora dan fauna suatu daerah bentang alam suatu daerah, misalnya pantai, hutan, dll (keadaan fisik suatu daerah). Kelebihan dan keunikan yang dimiliki oleh alam jika dikembangkan dengan memperhatikan keadaan lingkungan sekitarnya niscaya akan menarik wisatawan untuk berkunjung ke daya tarik wisata tersebut.

2. Potensi Kebudayaan

Yang dimaksud dengan potensi budaya adalah semua hasil cipta, rasa dan karsa manusia baik berupa adat istiadat, kerajinan tangan, kesenian, peninggalan bersejarah nenek moyang berupa bangunan, monument, dan lain sebagainya

3. Potensi Manusia

(9)

6 B. Wisatawan

Menurut Pitana & Diarta (2009), kata wisatawan (tourist) merujuk pada orang. Secara umum wisatawan menjadi subset atau bagian dari traveler atau visitor untuk dapat disebut wisatawan.

Sedangkan pengertian wisatan yang lainya diungkapkan dengan patokan yang lebih lengkap misalnya pendapat Theobal dalam Pitana dan Diarta (2009), mengemukakan beberapa elemen yang dipakai sebagai patokan untuk menentukan apakah seseorang dapat dikatakan sebagai wisatawan atau tidak menurut standar internasional sebagai berikut:

1. Berdasarkan tujuan perjalanan (purpose trip). Wisatawan adalah orang yang melakukan selain untuk tujuan bisnis (leisure traveling) walaupun ada kalanya sebuah perjalanan bisnis juga dapat diikuti oleh kegiatan wisata (non-bisnis).

2. Jarak perjalanan dari tempat asal (distance traveled). Untuk tujuan statistik, ketika memperhitungkan jarak perjalanan wisata, beberapa Negara memakai jarak total ulang-alik (round trip) antara tempat tinggal dan tujuan wisata. Umumnya jarak yang dipakai bervariasi antara 0-160 km (0-100 mil) tergantung ketentuan masing masing Negara.

3. Lama perjalanan (duration of strip). Umumnya definisi mengenai wisatawan mencakup perjalanan paling tidak satu malam (over ninght) di tempat yang menjadi tujuan perjalanan. Namun ada kalanya persyaratan ini dikesampingkan pada kasus perjalanan wisata yang kurang dari 24 jam tetapi nyata-nyata berdampak pada kegiatan bisnis pariwisata, seperti restoran, atraksi wisata, hotel, dan sebagainya di daerah tujuan wisata.

(10)

7

dan waktu tertentu yang menimbulkan dampak positive bagi kegiatan bisnis pariwisata.

1. Klasifikasi wisatawan

Cohen (1984) mengklasifikasikan wisatawan atas dasar tingkat familiarisasi dari daerah yang akan dikunjungi, serta tingkat pengorganisasian perjalanan wisatanya. Atas dasar ini Cohen menggolongkan wisatawan menjadi empat, yaitu :

a. Drifter, yaitu wisatawan yang ingin mengunjungi daerah yang sama sekali belum diketahui, yang berpergian dalam jumlah kecil. b. Explorer, yaitu wisatawan yang melakukan perjalanan dengan mengatur perjalananya sendiri dan tidak mau mengikuti jalan-jalan wisata yang sudah umum melainkan mencari hal yang tidak umum. Wisatawan seperti ini bersedia memanfaatkan fasilitas dengan standar lokal dan tingkat interaksinya dengan masyarakat lokal juga tinggi

c. Individual Mass Tourist, yaitu wisatawan yang menyerahkan pengaturan perjalanannya kepada agen perjalanan, dan mengunjungi daerah tujuan wisata yang sudah terkenal.

d. Organized-Mass Tourist, yaitu wisatawan yang hanya mau mengunjungi daerah tujuan wisata yang sudah dikenal, dengan fasilitas yang seperti yang dapat ditemuinya di tempat tinggalnya, dan perjalanannya selalu dipandu oleh pemandu wisata. Wisatawan seperti ini sangat terkukung oleh apa yang disebut environmental buble.

2. Motivasi Wisatawan

(11)

8

aktualisasi diri lebih dominan memperngaruhi seseorang untuk melakukan perjalanan wisata. Sedangkan faktor ektrinsik adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor eksternal seperti jenuh dengan rutinitas kerja, tekanan keluarga dan sosial serta lain-lain.

Teori mengenai motivasi perjalanan wisata yang lain disampaikan oleh Richardson & Fluker (2004), yang menyatakan bahwa motivasi perjalanan wisata dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor pendorong (push) dan faktor penarik (pull):

a. Faktor pendorong

Merupakan faktor internal dalam diri individu seseorang yang umumnya bersifat sosial psikologis seperti : melepas rutinitas, rasa bosan, berinteraksi dengan teman dan saudara, mencari kebersamaan, mencari sesuatu yang baru dan sebagainya.

b. Faktor penarik

Merupakan faktor eksternal yang melekat pada citra destinasi, antara lain faktor keindahan atraksi, lokasi yang mudah ditempuh, tersedianya sarana dan prasarana dan sebagainya.

Sebenarnya motivasi berwisata tidak hanya dipengaruhi oleh satu kebutuhan saja tetapi merupakan perpaduan dari beberapa hirarki kebutuhan dan faktor secara ekstrinsik, faktor pendorong dan faktor penarik. Jadi motivasi seseorang dalam melakukan perjalanan wisata sangat beragam.

3. Interaksi Wisatawan dengan Masyarakat Lokal

(12)

9

Dalam karyanya, Plog (1972) dan Fridgen (1990) telah mengembangkan tipologi wisatawan yang dibedakan menurut minat dan pola kunjungan wisatanya menjadi 2 jenis wisatawan, yaitu allocentric dan psychocentric. Allocentric merupakan tipe wissatawan yang lebih menyukai tempat-tempat yang belum banyak diketahui atau dijangkau orang lain, kegiatan yang bersifat menantang/ petualangan serta lebih suka memanfaatkan fasilitas yang disediakan oleh masyarakat lokal. Sedangkan yang dimaksud wisatawan berkarakter psychocentric adalah wisatawan yang hanya mau mengunjungi destinasi wisata yang sudah memiliki fasilitas penunjang yang langkap, atau standar sesuai yang ada di daerah asalnya, wisatawan jenis ini lebih suka berwisata menggunakan jasa usaha perjalanan dengan program yang sudah pasti. Ada

kemungkinan juga wisatawan berkarakter antara allocentric dan

psychocentric, atau dapat disebut mid-centric.

Interaksi dengan masyarakat luas akan lebih intensif jika jenis pariwisata yang dikembangkan adalah pariwisata budaya, karena kebudayaan melekat pada kehidupan masyarakat sehari-hari. Pada jenis pariwisata lain, seperti marine tourism atau adventure toruism interaksi dengan masyarakat lokal kurang intensif, karena daya tarik yang ditemui adalah alam dan benda mati (I. G. Pitana & Gayatri, 2005).

Adapun hubungan atara wisatawan dengan masyarakat dicirikan oleh UNESCO menjadi 4 hal yaitu :

(13)

10

b. Ada kendala ruang dan waktu yang menghambat hubungan. Wisatawan yang umumnya hanya dapat berinteraksi secara intensif hanya dengan sebagaian anggota masyarakat yang langsung berhubungan terhadap pelayanan wisatawan, sedang masyarakat yang jauh dari dari fasilitas pariwisata berhubungan kurang intensif. Akibatnya ada kemungkinan manfaat pariwisata tidak dapat dinikmati seluruh elemen masyarakat.

c. Dalam mass-tourism, sebagian besar kegiatan wisata sudah berupa paket dengan jadwal ketat, akibatnya tidak ada hubungan yang spontan antara wisatawan dan masyarakat lokal. Dengan demikian hubungan yang terjadi antara wisatawan dengan masyarakat hanya bersifat transaksi ekonomi semata di dalam paket wisata yang dijual. Hubungan antar manusia yang semula didasarkan atas keramah-tamahan tradisional, dalam pariwisata bentuk ini berubah menjadi keramah-tamahan yang dikomersialkan.

d. Hubungan interaksi umumnya bersifat unequal dan unbalance (tidak setara), pada umumnya masyarakat lokal merasa lebih inferior. Wisatawan lebih kaya, lebih berpendidikan dan dalam suasana berlibur, sedangkan masyarakat lokal dalam suasana melakukan pekerjaan , penuh kewajiban dan mengharapkan uang wisatawan. Posisi yang tidak seimbang biasanya menyebabkan hubungan eksploitatif, atau inferior-superior. Di lain pihak, karena masyarakat lokal mempunyai pengetahuan yang lebih baik terhadap situasi lokal (termasuk budaya) maka wisatawan juga dapat menempati posisi inferior dan tereksploitasi.

(14)

11

perubahan masyarakat. Dalam sudut pandang sosial-budaya interaksi dapat menyebabkan masyrakat meniru perilaku dan sikap wisatawanya, baik perilaku baik maupun buruk. Sedangkan dalam sudut pandang ekonomi dengan semakin seringnya terjadi interaksi, semakin luas pula peluang untuk mengadakan transakasi ekonomi semakin luas.

4. Faktor Psikografis atau Karakteristik wisatawan

Cooper, dkk., (1993) mengatakan bahwa karakteristik wisatawan salah satunya berkaitan dengan pemilihan transportasi, bentuk kunjungan serta biaya rekreasi. Dengan demikian faktor psikografis atau karakteristik wisatawan dapat dikelompokan menurut kategori berikut: a. Motif berwisata

Motif merupakan bentuk rencana kegiatan yang akan dilakukan wisatawan di destinasi misalnya senang-senang, jalan-jalan, belajar dan sebagainya

b. Bentuk kunjungan

Kunjungan wisatawan dapat dilakukan dalam bentuk kunjungan besar secara masal, kelompok-kelompok kecil, atau berpasangan bahkan dilakukan sendirian.

c. Lama tinggal

Bull (1995) mengatakan bahwa lama tinggal menunjukan ketertarikan wisatawan terhadap produk wisata. Semakin lama wisatawan tinggal akan semakin besar pula dampak yang ditimbulkan bagi lingkungan dan kehidupan masyarakatnya lokalnya, baik terhadap ekonomi maupun sistem sosial-budayanya. Adapun dampak ini bisa berupa positif maupun dampak negatif. d. Aktifitas atau kegiatan berwisata

(15)

12

banyak wisatawan melakukan aktifitasnya akan semakin banyak watu serta uang yang dibelanjakan.

e. Karakteristik sosial dan ekonomi wisatawan

Menurut Wall dan Heath (1992) faktor sosial ekonomi dan demografi meliputi usia, daerah asal, pekerjaan, pendidikan, penghasilan, status perkawinan. Adapun karakter secara umum untuk wisatawan menurut Marpaung (2002) sebagai berikut :

1) Usia

Usia muda cenderung memilih destinasi dalam bentuk petualangan, cenderung melakukan perjalanan sendiri, menginginkan fasilitas yang murah dan cenderung buruk dalam bertingkah laku. Sedangkan wisatawan dengan usia dewasa cenderung berkarakter sebaliknya.

2) Jenis Kelamin

Wisatawan laki-laki cenderung lebih butuh pada perasaan cinta dan rasa menjadi bagian dalam kelompok sedangkan perempuan lebih tertarik untuk belanja, rumah makan dan cenderung mudah lelah.

3) Tingkat pendidikan

Berhubungan dengan motif dalam berwisata. Bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan wisatawan maka tingkat keterlibatan wisatawan terhadap aktifitas berwisata semakin tinggi.

4) Tingkat penghasilan

(16)

13 C. Jenis dan Pola Kunjungan Wisata

Ada berbagai macam bentuk perjalanan wisata ditinjau dari beberapa macam segi, yaitu :

1. Dari segi jumlahnya, wisata dibedakan atas :

a. Individual Tour (wisatawan perorangan atau wisata minat khsusus)

Individual tour adalah suatu perjalan yang dilakukan oleh satu dua orang dengan jumlah yang relatif sedikit. Wisata ini biasanya dilakukan dengan tujuan bukan hanya untuk bersenang- senang semata. Jenis wisata Individual Tour ini biasanya tidak menggunakan jasa travel agent dan diatur sendiri susunan kegiatan perjalanannya. Lama tinggal dalam suatu tempat tujuan wisata akan cenderung lebih lama, dan spending money nya pun juga cenderung lebih banyak. Interaksi yang dilakukan dengan masyarakat setempat biasanya lebih intensif dan dilakukan secara langsung. Sehingga akan memberikan peluang yang lebih banyak untuk dapat memberikan kontribusi atau pengetahuan dan pendidikan bagi masyarakat ataupun lingkungan secara langsung. Biasanya hubungan sosial yang terjalin juga akan berjalan dengan baik antara wisatawan dengan masyarakat setempat.

Untuk jenis Individual tour ini terdapat juga istilah Backpacker, dimana wisatawan melakukan perjalanan dengan jumlah orang yang sedikit dan tidak menggunakan jasa travel agent. Wisata ini tidak terlalu mementingkan kenyamanan yang akan didapatkan dalam melakukan perjalanan wisata, namun lebih cenderung untuk mendapatkan pengalaman yang jauh lebih menantang dengan biaya atau budget yang tidak terlalu tinggi.

b. Family Group Tour (wisata keluarga)

(17)

14

dilakukan untuk melakukan liburan bersama keluarga, atau juga dapat dilakukan dengan berkunjung atau bersilaturahmi ke tempat kerabat atau sanak saudara. Wisata keluarga sebenarnya tidak jauh berbeda dengan wisata massal atau Group Tour, karena wisata keluarga ini juga biasanya lebih menyukai destinasi yang cenderung terkenal dan didatangi oleh banyak orang. Dengan alasan mencari kemudahan dan mengurangi resiko yang tinggi dalam melakukan perjalanan. Sehingga kegiatan wisata akan lebih sedikit menemui tantangan dan lebih cenderung bertujuan untuk bersenang-senang.

c. Group Tour (wisata rombongan)

Group tour atau dikenal juga dengan istilah wisata masal (Mass Tourism), adalah kegiatan wisata yang dilakukan oleh sekelompok orang atau rombongan dalam jumlah yang banyak, biasanya kegiatan wisata ini menggunakan jasa travel agent dan lama tinggal yang relatif singkat, dengan dipimpin oleh seseorang yang bertanggung jawab atas keselamatan dan kebutuhan seluruh anggotanya. Kegiatan wisata masal ini lebih cenderung menyukai destinasi atau tempat tujuan wisata yang sudah banyak dikunjungi oleh banyak orang dan sudah cukup terkenal. Sehingga dapat meminimalisir resiko yang akan terjadi. Dan juga mengurangi resiko kekecewaan atas suatu ekspektasi pada suatu destinasi yang akan dikunjungi dan belum pernah dikunjungi.

(18)

15

intensitas lama tinggal yang sebentar maka “spending money” pun juga akan cenderung lebih lebih sedikit.

2. Dari segi kepengaturannya, wisata dibedakan atas : a. Pre-arranged Tour

Pre-arranged tour adalah suatu perjalanan wisata yang jauh hari sebelumnya telah diatur segala sesuatunya, baik transportasi, akomodasi, maupun objek-objek yang akan dikunjungi. Sehingga sesampai di suatu destinasi, wisatawan sudah mendapatkan semua hal yang dibutuhkan dalam kegiatan wisata yang sedang dilakukan mulai dari mereka bertolak dari tempat asalnya menuju destinasi dan hingga kembali lagi ke tempat asalnya. Dalam hal ini pelaku wisata sangat memanfaatkan kemajuan tekhnologi yang ada, misalnya untuk mecari tahu informasi tentang destinasi yang akan dikunjungi, memesan kamar di suatu penginapan, dan mecari tahu tentang transportasi yang dapat digunakan dalam melakukan kegiatan wisata tersebut.

Package Tour (wisata paket atau paket wisata) b. Package tour

(19)

16

Paket wisata ini biasanya diminati oleh pelaku wisata masal atau kelompok atau grup. Sehingga mereka tidak akan terlalu repot dalam menyiapkan dan memenuhi kebutuhan mereka dalam kegiatan perjalanan yang akan mereka lakukan, karena sudah ada yang bertanggungjawab untuk soal penginapan, transportasi dan juga destinasi yang akan dikunjungi. Walaupun juga tidak menutup kemungkinan akan adanya pelaku wisata individu yang menggunakan jasa paket wisata ini. Jasa paket wisata ini biasanya disediakan oleh travel agent atau biro perjalanan, yang sudah melakukan kerjasama dengan berbagai usaha wisata yang ada. Untuk paket wisata yang disediakan, wisatawan juga bisa mengajukan permintaan atau request, sehingga travel agent dapat menyusun renacana dan jadwal perjalanan sesuai dengan keinginan wisatawan.

Dalam pembuatan paket wisata sendiri juga banyak hal yang harus dipertimbangkan mulai dari biaya, jarak, kemudahan infrastuktur sehingga wisatawan dapat dengan mudah untk mengakses suatu destinasi wisata.

c. Coach Tour

Coach tour adalah suatu paket perjalanan ekskursi yang dijual oleh biro perjalanan dengan dipimpin oleh seorang pemandu wisata dan merupakan perjalanan wisata yang diselenggarakan secara rutin, dalam jangka yang telah ditetapkandan dengan rute perjalanan yang tertentu pula.

d. Special Arranged Tour (wisata khusus)

Wisata khusus adalah suatu perjalanan wisata yang disusun secara khusus guna memenuhi permintaan seorang langganan atau lebih sesuai dengan kepentingannya.

e. Optional Tour

(20)

17

yang dilakukan atas permintaan pelanggan. Seperti yang dibahas sebelumnya pada paket wisata bahwa pelanggan dapat mengajukan permintaan tentang susunan perjalanan wisata yang akan dilakukannya. Namun pihak biro perjalanan pun harun tetap mempertimbangkan faktor biaya, jarak, dan waktu yang akan berpengaruh pada kegiatan perjalanan nanti.

3. Dari segi maksud dan tujuannya, wisata dibedakan atas : a. Holliday Tour (wisata liburan)

Suatu perjalanan wisata yang diselenggarakan dan diikuti oleh anggotanya guna berlibur, bersenang-senang dan menghibur diri. Dalam kegiatan wisata yang bertujuan untuk bersenang-senang ini biasanya pelaku wisata menggunakan jasa biro perjalanan atau paket wisata yang dijual.

b. Familiarization Tour (wisata pengenalan)

Suatu perjalanan anjangsana yang dimaksudkan guna mengenal lebih lanjut bidang atau daerah yang mempunyai kaitan dengan pekerjaannya. Misalnya perjalanan yang dilakukan di suatu daerah yang memiliki potensi wisata yang besar, dan direncanakan akan dibangun dan dikembangkannya suatu produk wisata yang bisa dijual dan memberikan keuntungan bagi masyarakat lokal. Contoh lainnya adalah seorang pemandu wisata yang melakuakan perjalanan wisata karena harus memimpin suatu grup atau rombongan wisata di suatu destinasi.

c. Education Tour (wisata pendidikan)

(21)

18

destinasi pendidikan yang pada masa ini sangat jarang dikunjungi oleh para wisatawan, salah satunya adalah sebuah museum. Yang mana museum adalah salah satu tempat tujuan wisata buatan yang bertujuan untuk memberikan ilmu dan wawasan bagi para pengunjungnya. Namun dengan managemen dan pengelolaan yang kurang baik, menjadikan museum sebagai tempat yang membosankan dengan kegiatan yang monoton, ditambah dengan suasana museum yang terlihat begitu mistis, menjadikan wisatawan enggan untuk berkunjung ke museum, khusunya di Negara Indonesia ini.

d. Scientific Tour (wisata pengetahuan)

Perjalanan wisata yang tujuan pokoknya adalah memperoleh pengetahuan atau penyelidikan suatu bidang ilmu pengetahuan. e. Pilgrimage Tour (wisata keagamaan)

Perjalanan wisata guna melakukan ibadah keagamaan. Atau sering juga disebut dengan wisata ziarah. Kegiatan perjalanan wisata ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rohaninya yang dilakukan untuk hubungannya antara dia dan Tuhaannya. Wisata ziarah ini biasanya dilakukan secara rombogan. Seperti contoh ibadah Haji yang dilakukan rutin setiap tahunnya yang dilakukan oleh para umat islam untuk menyempurnakan rukun islamnya, di kota Makkah, Saudi Arabia. Ada juga wisata ziarah yang dilakukan oleh para umat budha yang dilakukan di Candi Borobudur, Jawa Tengah di setiap tahunnya. Selain itu ada juga wisata ziarah yang dilakukan para umat kristiani yang dilakukan di Yarusalem. Bukan hanya itu, wisata ziarah juga dapat dilakukan di makam-makam atau tempat-tempat yang disucikan atau disakralkan olehh suatu agama. f. Special Mission Tour (wisata kunjungan khusus)

(22)

19

yang bersifat pragmatis. Seperti zaman dahulu pada saat pedagang arab yang melakukan perjalanan hingga menyebrangi pulau untuk berdagang. Perjalanan yang dilakukan oleh wali songo di berbagai pulau unntuk menyebarkan ajaran agama islam.

g. Special Program Tour (wisata program khusus)

Suatu perjalanan wisata yang bertujuan untuk mengisi kekosongan khusus.

h. Hunting Tour (wisata perburuan)

Suatu kunjungan wisata wisata yang dimaksudkan untuk menyelenggarakan pemburuan binatang yang diijinkan oleh penguasa setempat, untuk hiburan semata.

4. Dari segi penyelenggaraanya, wisata dibedakan atas : a. Ekskursi (excursion)

Suatu perjalanan wisata jarak pendek yang ditempuh kurang dari 24 jam guna mengunjungi satu atau lebih objek wisata

b. Safari Tour

Suatu perjalanan wisata yang diselenggarakan secara khusus dengan perlengkapan atau peralatan khusus pula.

c. Cruise Tour

Perjalanan wisata yang menggunakan kapal pesiar mengunjungi objek-objek wisata bahari, dan objek wisata di darat tetapi menggunakan kapal pesiar sebagai basis pemberangkatannya. d. Youth Tour (wisata remaja)

Suatu kunjungan wisata yang penyelenggaraannya khusus diperuntukan bagi para remaja menurut golongan umus yang ditetapkan oleh hukum negara masing-masing.

e. Marine Tour (wisata bahari)

(23)

20 D. Pelaku Bisnis Pariwisata

Pelaku yang terlibat dalam pasar wisata sangat beragam. Meskipun peran mereka masing massing berbeda, tetapi mutlak harus diperhitungkan dalam perencanaan pariwisata yaitu terdiri dari wisatawan, industri pariwisata, pendukung jasa pariwisata, pemerintah, masyarakat lokal dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) (Damanik & Weber, 2006). Adapun para pelaku pariwisata antara lain :

1. Wisatawan

Wisatawan adalah konsumen atau pengguna produk dan layanan, perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan mereka berdampak langsung pada kebutuhan wisata, yang dalam hal ini permintaan wisata. 2. Industri Pariwisata

Industri pariwisata adalah salah satu pendukung kegiatan pariwisata baik itu Jasa maupun produk pariwisata. Industri pariwisata dapat digolongkan ke dalam dua golongan utama yaitu :

a. Pelaku langsung, yaitu usaha-usaha yang menawarkan jasa secara

langsung kepada wisatawan atau jasanya lansung dibutuhkan oleh wisatawan, seperti hotel, restoran, biro perjalanan, pusat informasi wisata dan atraksi. Dalam kegiatan desa wisata pelaku langsung yang menjadi sentral kegiatan desa wisata adalah Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) di desa wisata setempat.

b. Pelaku tidak langsung, yakni pelaku usaha yang mengkhususkan

diri pada produk-produk yang secara tidak langsung mendukung pariwisata, seperti usaha kerajinan tangan, lembar panduan wisata dan lain-lain.

c. Pendukung jasa wisata

(24)

21

d. Pemerintah

Pelaku yang tidak kalah penting adalah pemerintah. Pemerintah mempunyai otoritas dalam pengaturan, penyediaan dan peruntukan berbagai infrastruktur yang terkait dengan kebutuhan pariwisata serta membuat kebijakan makro yang menjadi panduan bagi stakeholder yang lain di dalam memainkan peranan masing-masing.

e. Masyarakat lokal

Masyarakat lokal terutama penduduk asli yang bermukim di kawasan wisata, menjadi salah satu pemain kunci dalam pariwisata, karena sesungguhnya merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi sekaligus menentukan kualitas produk wisata. Oleh karena itu peran mereka terutama tampak dalam bentuk penyediaan akomodasi dan jasa guiding dan penyediaan tenaga kerja.

f. Lembaga Swadaya Masyarakat

(25)

22 E. Daya Tarik Wisata

Destinasi wisata

adalah area atau kawasan geografis yang berbeda dalam suatu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat unsur daya tarik wisata. Menurut Darsoprajitno (2002), perbedaan unsur alam, budaya masyarakat, dan unsur binaan di setiap belahan bumi, yang merangsang seseorang atau sekelompok orang untuk mewisatainya, kemudian dikembangkan untuk kepentingan kepariwisataan, disebut daya tarik wisata. Lebih lanjut disebutkan bahwa daya tarik wisata terdiri dari tata alam, masyarakat, dan hasil binaan. Dari ketiganya, ada beberapa unsur yang dapat dikembangkan secara khusus, sehingga disebut daya tarik wisata minat khusus.

Daya tarik wisata merupakan segala sesuatu yang mempunyai daya tarik, keunikan, dan inlai yang tinggi, yang menjadi tujuan wisatawan datang ke suatu daerah tertentu (Suryadana, 2015).

Atraksi atau daya tarik wisata definisikan sebagai segala sesuatu yang dapat memenuhi keperluan motif wisata wisatawan, seperti motif rekreasi, motif kebudayaan, motif pengembangan diri yang berasal dari kekayaan alam, kebudayaan, maupun buatan manusia (artificial) yang menjadi sasaran kunjungan wisatawan (Soekadijo, 2000).

Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009, daya tarik wisata dapat dijelaskan sebagai segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berwujud keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisata.

Untuk memudahkan memahami pentingnya daya tarik wisata, Jackson dalam Pitana & Gayatri (2005) mengajukan konsep inversi (ritual inversion) yang menyatakan bahwa pada dasarnya motivasi seseorang

(26)

23

melakukan aktifitas wisata karena mencari atau tertarik akan hal-hal yang berlawanan dengan daerah asalnya, atau mencari fenomena atau sesuatu hal yang tidak didapatkan di daerahnya, contoh : orang kota yang biasanya tinggal di lingkungan perkotaan yang padat penuh hiruk pikuk oleh aktifitas bisnis cenderung ingin berwisata ke desa yang lebih menawarkan ketenangan, kedamaian dan lingkungan yang alami. Sebaliknya seorang yang lama tinggal di desa ingin sekali mencoba menikmati lingkungan perkotaan, mengunjungi mall-mall besar di kota.

Kualitas daya tarik wisata telah terbukti merupakan faktor utama yang akan menentukan kepuasan wisatawan dan pada akhirnya akan menentukan loyalitas, yang dapat berupa minat wisatawan untuk berkunjung kembali maupun merekomendasikan destinasi kepada orang lain untuk mengunjunginya (Hermawan, 2017).

(27)

24

BAB III

PARIWISATA BERKELANJUTAN

Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan hidup saat ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (World Commission on Environmenoutal and Development, 1987).

Pengembangan pariwisata berkelanjutan telah didefinisikan sebagai pariwisata yang "memaksimalkan potensi pariwisata untuk memberantas kemiskinan dengan mengembangkan strategi yang tepat dalam kerjasama dengan semua kelompok utama, masyarakat adat dan masyarakat lokal", (Komisi PBB untuk Pembangunan Berkelanjutan 1999).

Rumusan yang lebih spesifik dalam pariwisata berkelanjutan adalah memenuhi kebutuhan wisatawan dan tuan rumah saat ini daerah sekaligus melindungi dan meningkatkan peluang pemenuhan kebutuhan masa depan. Hal ini dipertimbangkan dalam manajerial untuk mengelola semua sumber daya dengan sedemikian rupa, sehingga ekonomi, sosial, dan kebutuhan estetika dapat terpenuhi dengan tetap menjaga nilai-nilai kearifan budaya, perlindungan ekologis penting, keragaman unsur biologi serta sistem pendukung kehidupan lainya (Insula dalam Berno & Bricker, 2001).

Piagam pariwisata berkelanjutan menekankan bahwa pariwisata harus didasarkan pada kriteria yang berkelanjutan yang intinya adalah pembangunan harus didukung secara ekologis dalam jangka panjang dan sekaligus layak secara ekonomi, adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat lokal (Arida, 2006).

(28)

25

BAB IV

PENGEMBANGAN WISATA EDUKASI

A. Konsep Wisata Edukasi

Pendidikan dan pariwisata merupakan dua hal yang berbeda, tetapi keduanya dapat saling bersinergi dan saling melengkapi. Proses pendidikan yang dilaksanakan dalam aktivitas wisata merupakan metode pembelajaran yang aktif dan kreatif, serta merupakan alternatif metode belajar yang efektif.

Aktivitas wisata edukasi dapat menjadi sarana bersosialisasi dan menumbuhkan rasa kebanggaan dan kecintaan terhadap budaya dan bangsa. Wisata edukasi merupakan aktivitas pariwisata yang dilakukan wisatawan dan bertujuan utama memperoleh pendidikan dan pembelajaran. Dalam dunia pendidikan, pariwisata berhubungan erat dengan mata pelajaran akademis, seperti geografi, ekonomi, sejarah, bahasa, psikologi, pemasaran, bisnis, hukum, dan sebagainya.

(29)

26

Motivasi wisatawan dalam berwisata edukasi dipengarui oleh dua faktor, yakni: faktor daya tarik destinasi dan faktor pendorong dari daerah asal. Daya tarik bisa berupa: citra yang bagus, biaya murah, dan kulitas pendidikan yang bagus. Sedangkan Pevzner dan Nikolaeva (2013) dalam Wijayanti (2017) menyampaikan beberapa faktor yang mendorong wisatawan melakukan studi ke luar negeri yakni belajar tentang negara lain, belajar bahasa asing (bahasa tuan

rumah), dan kesempatan untuk memperoleh karir internasional. Akan tetapi

dalam konteks pengertian sederhana wisata edukasi adalah upaya meningkatnya pengetahuan baru melalui kegiatan wisata.

B. Aktivitas Pariwisata Edukasi

Wisata studi mempunyai karakteristik yang berbeda dengan kegiatan wisata lain. Kegiatan wisata edukasi bervariasi, dimulai dari mengenal sekolah, adat istiadat, belajar bahasa, sampai dengan kegiatan seminar dan penelitian (Yuan, 2003 dalam Wang dan Li, 2008).

Jafari & Ritchie (1981) mengemukakan aktivitas pariwisata edukasi meliputi; konferensi, penelitian, pertukaran pelajar nasional dan internasional, kunjungan sekolah, sekolah bahasa, dan wisata studi, yang diorganisasi baik secara formal maupun nonformal, dengan tujuan wisata alam maupun buatan.

Sedangkan Cohen (2008) mengemukakan aktivitas wisata studi, meliputi pembelajaran tentang sejarah, geografi, bahasa, agama, dan budaya, melalui kunjungan situs penting, keterlibatan dalam penelitian, maupun konferensi. Tujuan utama wisata edukasi yakni pendidikan dan penelitian, sehingga sekolah atau perguruan tinggi dan situs sejarah menjadi destinasi utama dalam wisata edukasi (Wang dan Li, 2008 dalam Wijayanti, 2017b). Sebagian besar wisatawan edukasi terdiri dari mahasiswa dan pelajar yang memanfaatkan waktu liburan untuk jalan-jalan dan mendapatkan pengetahuan.

(30)

27

belanda, dan benda-benda hasil budaya Belanda seperti rumah khas belanda dan lain sebagainya yang disajikan kepada pengunjung.

Pengelola destinasi mempunyai peranan penting dalam mendesain atraksi wisata sebagai hasil dari inisiatif dan kreativitas, sebagai elemen penting dalam strategi pengembangan produk parwisata (Richards dan Wilson, 2007).

C. Wisata Edukasi Kampung Tulip

Wisatawan berkualitas tentu menuntut akan perolehan manfaat yang didapat, berupa pengalaman berrkualitas serta wawasan baru yang selama berwisata. Oleh karena itu, dalam pengelolaan wisata edukasi dituntut adanya pelayanan yang prima, yaitu pelayanan mampu memenuhi harapan wisatawan akan perolehan pengalaman berharga dan informasi/edukasi terkait destinasi alam yang dikunjunginya.

Salah satu langkah yang dapat diwujudkan pengelola wisata edukasi Kampung Tulip dalam mewujudkan pelayanan prima kepada wisatawan dengan cara mamenyediakan interpreter-interpreter atau pemandu wisata khusus yang berkualitas.

Wisata yang dilakukan wisatawan tentu akan terasa biasa saja tanpa adanya seorang intrepreter yang akan menjelaskan mengenai apa, kenapa, bagaimana fenomena suatu hal sehingga dapat menjadi tambahan ilmu bagi wisatawan. Dalam kontek wisata kampung tulip, edukasi yang dimaksud adalah penambahan wawasan mengenai Negeri Belanda berbasis pada lingkungan Kampung Tulip.

Ada beberapa point yang perlu diperhatikan dalam inteprestasi atau memandu wisatawan, diantaranya (adaptasi dari Dirgantara, n.d.) :

1. Kemampuan untuk mengungkap kebenaran melalui informasi yang

dimiliki.

2. Pemanfaatan informasi untuk menunjukkan keterkaitan antar objek yang

(31)

28

untuk kelompok pengunjung yang berbeda, misalnya antara anak-anak dengan manusia dewasa, atau antara wisatawan Jepang dengan wisatawan Eropa atau domestik. Mengkaitkan sesuatu yang ditafsirkan dengan keseharian kelompok pengunjungnya

3. Kemampuan untuk membujuk agar pengunjung menjadi tertarik, melalui

keterampilan dan media komunikasi untuk menarik perhatian. Interpreter harus memiliki pemahaman tentang ketertarikan (interest) pengunjung. 4. Menyampaikan penafsiran secara utuh, tidak memberikan kesan bahwa

kita hanya sekedar tahu tetapi paham betul tentang apa yang sedang ditafsirkan.

Beberapa pedoman bagi interpreter :

1. Ikutilah perkembangan berita terkini baik berita lokal maupun global, termasuk berita-berita isu lingkungan.

2. Bawalah selalu peralatan interpreteran seperti buku catatan lapangan, buku referensi, P3K dan lain-lain.

3. Membantu memantau dampak-dampak terhadap lingkungan, termasuk

(32)

29

4. Tingkatkan teknik interpreteran dan pengetahuan umum anda. Sebagai contoh, setiap bulan memberikan laporan resmi pada organisasinya masing-masing berkaitan dengan perkembangan subyek di lapangan.

5. Jangan ragu-ragu untuk menengahi atau memberi tahu dengan sopan dan

baik apabila terlihat pengunjung melakukan interaksi dengan objek yang bersifat merusak/mengganggu untuk mencegah dampak yang lebih besar. 6. Belajarlah untuk berkata “saya tidak tahu” . Hal yang lebih penting adalah bukan hanya seberapa banyak Anda tahu, tetapi seberapa baiknya anda menyampaikan informasi pada pengunjung.

7. Jangan terlalu muluk berjanji pada pengunjung. Sebagai contoh, hari ini kita bisa melihat lumba-lumba, atau kita akan melihat penyu, atau satwa lain di habitatnya, karena jika itu fenomena alam, akan menjadi tidak pasti.

8. Pakailah perasaan dan berbuatlah jujur.

9. Interpreter adalah pemimpin dan model panutan. Sebagai contoh, jika anda tidak membuang sampah sembarangan, mungkin pengunjung pun akan menirunya dan mencoba menghargai alam.

10. Berilah pujian atau penghargaan dengan tulus daripada hanya berkata basa-basi.

Hal-hal yang dapat diinterpretasikan oleh interpreter :

1. Suasana lokasi yang akan dijadikan daya tarik wisata Kampung Tulip :

meliputi lingkungan, rumah-rumah khas belanda, icon belanda seperti kincir dan sebagainya.

2. Fungsi dan nilai filosofi dari masing-masing objek

3. Menumbuhkan empati jika wisatawan mengalami kesulitan

4. Pertanyaan yang bersifat memancing pengunjung, contohnya, “Bagaimana

sikap kita dalam melestarikan budaya dan sebagainya”

5. Tingkatan penyampaian pesan kepada pengunjung atau wisatawan

(33)

30

a. Tingkat pendekatan, lakukan aktivitas untuk menarik perhatian pengunjung, salah satunya adalah dengan perkenalan, diskusi, atau permainan.

b. Tingkat pengalaman, ajaklah pengunjung untuk merasakan ke lima indera perasa. Contohnya adalah mempersilahkan pengunjung untuk mengamati dan menikmati keindahan suasana dalam rumah belanda.

c. Tingkat menemukan dan tertarik, pengujung sadar akan sesuatu. Salah satu caranya adalah bertanya pada mereka.

d. Tingkat Interpretasi, seorang interpreter harus menjawab pertanyaan dengan ilmu pengetahuan dan informasi yang ada. Interpreter memberikan pengalaman yang berkesan kepada pengunjung, sehingga pengalaman itu tertanam dalam pikiran pengunjung.

e. Tingkat Pengembangan, bila setelah program pengunjung

merubah pola hidupnya, maka itu berarti anda telah melakukan interpretasi dengan hebat. “Mereka memahami bahwa nilai budaya harus dilindungi dan dilestarikan’’.

(34)

31

DAFTAR PUSTAKA

Arida, S. (2006). Krisis Lingkungan Bali dan Peluang Ekowisata. INPUT Jurnal Ekonomi Dan Sosial, 1(2).

Berno, T., & Bricker, K. (2001). Sustainable tourism development: the long road from theory to practice. International Journal of Economic Development, 3(3), 1–18.

Bull, A. (1995). Economics of travel and tourism. Longman Australia Pty Ltd.

Cohen, E. (1984). The sociology of tourism: approaches, issues, and findings. Annual Review of Sociology, 10(1), 373–392.

Cooper, C., Fletcher, J., Gilbert, D., & Wanhill, S. (1993). An introduction to tourism. Tourism: Principles and Practice, 7–12.

Damanik, J., & Weber, H. F. (2006a). Perencanaan Ekowisata dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta: Andi Offset.

Damanik, J., & Weber, H. F. (2006b). Perencanaan Ekowisata dari Teori ke Aplikasi. diterbitkan atas kerjasama Pusat Studi Pariwisata (PUSPAR) Universitas Gadjah Mada dan Penerbit Andi. Yogyakarta.

Darsoprajitno, S. (2002). Ekologi Pariwisata. Bandung: Penerbit Angkasa.

Dirgantara, A. R. (n.d.). Peran Interpreter dalam Kegiatan Geowisata: Studi Kasus Gunung Tangkuban Perahu.

Hermawan, H. (2016). Dampak Pengembangan Desa Wisata Nglanggeran Terhadap Ekonomi Masyarakat Lokal. Jurnal Pariwisata, III(2).

(35)

32

IGB, R. U., & Eka Mahadewi, N. M. (2012). Metode Penelitian Pariwisata dan Perhotelan. Yogyakarta: Andi Offset.

Jafari, J., & Ritchie, J. R. B. (1981). Toward a Framework for Tourism Education: Problems and Prospects. Annals of Tourism Research, 8(1), 13–34.

Kodhyat, H. (1996). Sejarah Pariwisata dan Perkembangannya di Indonesia. Gramedia Widiasarana Indonesia untuk Lembaga Studi Pariwisata Indonesia.

Krippendorf, J. (2010). Holiday makers. Taylor & Francis.

Marpaung, H. (2002). Pengantar Kepariwisataan. Bandung: Alfabeta.

Pitana, I. (2009). Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta: andi.

Pitana, I. G., & Gayatri, P. G. (2005). Sosiologi pariwisata. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Pitana, I. G., & Putu, G. (2009). Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: Andi.

Prihatno, P. (2010). Memulihkan Citra Daerah Istimewa Yogyakarta untuk Meningkatkan Jumlah Wisatawan. Wahana Informasi Pariwisata: MEDIA WISATA.

Richardson, J. I., & Fluker, M. (2004). Understanding and managing tourism. Pearson Education Australia.

Soekadijo, R. G. (2000). Anatomi pariwisata. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Statistik Kepariwisataan. (2015). D.I. Yogyakarta Indonesia: Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta. Retrieved from

http://visitingjogja.web.id/assets/uploads/files/bank_data/Buku_Statistik_Ke pariwisataan_DIY_2015_05092016040516.pdf, diakses 5 Juni 2017

Suryadana, M. V. O. (2015). Pengantar Pemasaran Pariwisata. Bandung Indonesia: Alfabeta.

(36)

33

Wall, E. H. G., & Heath, E. (1992). Marketing Tourism Destinations A strategic Planning Approach. John Wilky & Sens.

Wijayanti, A. (2017a). Analisis Dampak Pengembangan Desa Wisata Kembang Arum Terhadap Perekonomian Masyarakat Lokal. Tesis. Sarjana Wiyata Tamansiswa Yogyakarta.

Wijayanti, A. (2017b). Pengelolaan Produk Pariwisata Edukasi di Kota Yogyakarta. Manuskrip tidak dipublikasi.

World Commission on Environmenoutal and Development. (1987) (Our Common). Oxford University Press.

(37)
(38)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan data sekunder diharapkan diperoleh informasi mengenai posisi AXA Life di Indonesia terhadap pesaing-pesaingnya di Industri asuransi jiwa yang terdapat di Indonesia

1) Maujana Nagori bersama dengan Pemerintah Nagori melaksanakan Rapat untuk menyusun perencanaan rencana kerja tahunan. Ketua dan anggota Maujana Nagori; b. Pangulu dan

In teaching and learning English we much teach using appropriate media, media and technique in order to easier the students to memorize and enjoy to make it firstly we make

Berdasarkan integrasi metode Servqual, IPA, dan Model Kano dihasilkan 5 atribut pelayanan Rusunawa UNDIP yang menjadi prioritas untuk diperbaiki, yaitu kamar mandi yang

Berikut dibawah ini gambar user interface dari halaman form rekap absensi pada sistem informasi penggajian toko berkah gypsum purwasari:.

Berdasarkan data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model talking stick dapat meningkatkan aktivitas belajar peserta didik dan meningkatkan

Informasi yang terdapat pada ayat-ayat yang dikemukakan di atas, mekankan pada adanya tahapan-tahapan di dalam penciptaan alam yang hal ini tidak dapat dijangkau oleh sains, teologi