• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.2 Analisis Data

4.2.1 Wujud Tuturan Fatis

4.2.1.5 Wujud Tuturan Fatis Menerima

Tuturan fatis menerima merupakan subkategori berdasarkan kategoriacknowledgment. Wujud tuturan fatis berupa tuturan lisan. Tuturan yang dimaksud bisa dilihat dalam tabulasi dengan kode E. Berikut ini adalah analisis tuturan yang termasuk dalam kategori tersebut.

Tuturan E1 (a1 dan b1) D: “Ya, silakan.”

M: “Berarti perilaku belajar yangbagaimana, yang lagi, Pak?”

D: “Ya ra pa-pa. Ya, ndak pa-pa ta” (E1) M: “Oh gitu, ya, Pak.”

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menyetujui pendapat mahasiswa dalam memperbaiki penyusunan kalimat efektif dalam proposalnya).

Tuturan E1 yang berbunyi “Ya ra pa-pa. Ya, ndak pa-pa ta”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi ruang dosen. Dosen menyetujui pernyataan mahasiswa berkaitan dengan kalimat efektif yang dibuatnya.

Tuturan E1 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan E1 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan E1 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi. Arimi (1998: 96) juga menjelaskan bahwa secara metodologis, penolakan tersebut akan lebih jelas, jika dibandingkan dengan aktivitas verbal nonbasa-basi, seperti marah atau serius. Penutur dapat mengakui kepada mitra tuturnya bahwa dia marah atau serius. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa basa- basi berkaitan dengan hal tegur sapa, sopan santun, dan ramah tamah. Ketiga hal tersebut menyangkut etika, tata susila, dan tata karma dalam pergaulan masyarakat. Basa-basi juga bermakna penolakan dari yang sebenarnya.basa-basi dipahami sebagai ungkapan yang tidak sungguh-sungguh, pura-pura, dan kebohongan.

Tuturan E1 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh

mitra tutur, yaitu partikel „ya‟. Partikel fatis ya digunakan untuk mengukuhkan

atau membenarkan apa yang dikatakan oleh lawan bicara. Partikel fatis di atas tidak mempengaruhi makna dalam sebuah kalimat E1, hanya saja digunakan untuk membenarkan perkataan dari lawan bicara sebelumnya. Tuturan E1 sesuai denganteori yang dikemukakan Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah

kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.

Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan E1 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi.

Tuturan E2 (a1 dan b1)

M: “Pak, tapi nggak dijelasin itu loh, Pak. Untuk yang diprokarsinasi, jadi langsung aja, beda kalau yang prestasi belajar itu kan eee yang diteliti kan aspek ini. Kalo yang proskarsinasi, berarti sama kayak yang kecerdasan emosional?”

D: “Ha, iya, silahkan tapi yang jelas kan ada ceritanya, gitu lho.

Penelitian itu ada ceritanya. Penelitian itu tentang apa? Variabel prokarsinasi itu yang diteliti tentang apa aja?” (E2)

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menyarankan kepada mahasiswanya untuk membuat rancangan penelitian dengan mendeskripsikan dalam sebuah alur paragraf).

Tuturan E1 yang berbunyi “Ha, iya, silahkan tapi yang jelas kan ada ceritanya, gitu lho. Penelitian itu ada ceritanya. Penelitian itu tentang apa?

Variabel prokarsinasi itu yang diteliti tentang apa aja?”. Tuturan tersebut

melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi ruang dosen. Mahasiswa sedang meminta penjelasan kepada dosen pembimbingnya dengan

mengemukakan pernyataan dan pertanyaan. Dosen menyerahkan keputusan kepada mahasiswa dengan memberikan masukkan tambahan.

Tuturan E2 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan E2 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan E2 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi.

Tuturan E2 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh

mitra tutur, yaitu partikel „lho‟. Tuturan E2 sesuai denganteori yang dikemukakan

Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.

Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan E2 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi.

Tuturan E3 (a1 dan b1)

D: “Ndak usah nanti, nek iki dingenekke ya ra pa-pa. Ora baiknya, ora

pantasnya, kabeh ki pantas. Begitu ya, dianu, kowe meh ya mung kari iki wae. Dadi aku melihat bahwa bahasamu itu lemah, gitu ya.”

M: “Iya, Pak (E3)

D: “Ha, nek bahasamu lemah ki repot, karena hidup itu harus dengan bahasa. Wis apa meneh ki?”

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan penjelasan agar mahasiswa membuat kalimat yang baik dan benar).

Tuturan E3 yang berbunyi “Iya, Pak”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Mitra tutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberikan penjelasan agar mahasiswa membuat kalimat yang baik dan benar. Tuturan terjadi di ruang dosen.

Tuturan E3 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan E3 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan E3 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi.

Tuturan E3 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh

mitra tutur, yaitu partikel „iya‟. Partikel fatis dalam tuturan E3 yaitu iya. Partikel

fatis iya digunakan untuk mengukuhkan atau membenarkan apa yang dikatakan oleh lawan bicara. Partikel fatis di atas tidak mempengaruhi makna dalam sebuah kalimat E3, hanya saja digunakan untuk membenarkan perkataan dari lawan bicara sebelumnya. Tuturan E3 sesuai denganteori yang dikemukakan Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.

Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan E3 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi.

Tuturan E4 (a1 dan b1)

D: “Jadi gini lho, satu alinea itu kan satu topik pembicaraan, perbedaan, berarti perbedaan itu kalau mau yang berbeda, kamu ngomongkan perbedaan penelitiannya. Terus di alinea berikutnya, di sisi lain, penelitian yang dilakukan oleh..”

M: “Iya Pak.”

D: “Di sisi lain atau di samping itu, selain itu pandangan yang ketiga..” M: “Emmm, iya, Pak” (E4)

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan penjelasan bagaimana membuat paragraf yang baik. Mahasiswa berusaha memahami apa yang dijelaskan dosen).

Tuturan E4 yang berbunyi “Emmm, iya, Pak”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Mitra tutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberikan penjelasan bagaimana membuat paragraf yang baik. Mahasiswa berusaha memahami apa yang dijelaskan dosen. Tuturan terjadi di ruang dosen.

Tuturan E4 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan E4 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan E4 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi.

Tuturan E4 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „emm‟ dan „iya‟. Partikel fatis „emm‟ digunakan untuk memberi sedikit waktu untuk berpikir, mencerna dan memahami isi percakapan sebelum penutur memutuskan untuk menerima pernyataan pada sebuah tuturan. Partikel fatis dalam tuturan E4 yaitu iya. Partikel fatis iya digunakan untuk mengukuhkan atau membenarkan apa yang dikatakan oleh lawan bicara. Partikel

fatis di atas tidak mempengaruhi makna dalam sebuah kalimat E4, hanya saja digunakan untuk membenarkan perkataan dari lawan bicara sebelumnya. Tuturan E4 sesuai denganteori yang dikemukakan Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.

Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan E4 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi.

Tuturan E5 (a4 dan b5)

D: “Ya idealnya itu diperbaiki diuji lagi, tapi kan ndak mungkin. Ndak mungkin itu kita maksude, ya, apa namanya, kita fokus pengalaman saja sehingga tidak perlu yang itu kuliah S2 evaluasi, yang penting kan sekarang yang nggak valid buang aja, lalu”

M: “Terus nanti, apa saya memberi skor 12345 itu nanti ditulis di pembahasan juga atau?

D: “Ndak usah itu langsung di excel, itu kan kamu buat tabelnya di excel

atau langsung di word juga boleh. Lalu kalau pun di pembahasan, hanya ditaruh di skripsi saja.”

M: “Oh”(E5)

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberi masukan kepada mahasiswa dalam menentukan skor nilai dan penulisan pembahasan).

Tuturan E5 yang berbunyi “Oh”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Mitra tutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin

perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberi masukan kepada mahasiswa dalam menentukan skor nilai dan penulisan pembahasan. Tuturan terjadi di ruang dosen.

Tuturan E5 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan E5 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan E5 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi.

Tuturan E5 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „oh‟. Partikel fatis oh digunakan untuk mengukuhkan atau membenarkan apa yang dikatakan oleh lawan bicara. Partikel fatis di atas fungsinya hampir sama dengan penanda fatis „emm‟ karena memiliki fungsi bagi penutur untuk memahami tuturan yang disampaikan oleh mitra tutur. Kategori ini juga digunakan untuk membenarkan perkataan dari lawan bicara sebelumnya. Tuturan E5 sesuai denganteori yang dikemukakan Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.

Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan E5 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi.

Tuturan E6 (a3 dan b6)

M: “Berarti nanti kalau udah selesai saya input itu, saya kasih Bapak dulu atau langsung saya analisis?”

D: “Langsung kamu anu aja, eh langsung kamu setelah ditabulasi atau langsung kamu deskripsi menurut itu aja. Ya sejauh tidak banyak memberikan respon langsung deskripsikan saja atau dipersentase nanti yang mau diubah yang mana. Daripada belum kamu pub nanti kamu tunjukkan ke saya, nanti ya saya belum bisa mbaca, paling nanti saya hanya ngecek satu kuisioner itu nanti bener ndak masuknya gitu”

M: “Ya udah Pak, itu dulu aja.” (E6)

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen meminta mahasiswa untuk mendeskripsikan data yang telah didapat. Mahasiwa merasa penjelasan dosen sudah cukup jelas. Setelah itu mahasiswa berdiri dan meninggalkan ruang dosen).

Tuturan E6 yang berbunyi “Ya udah Pak, itu dulu aja.”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Mitra tutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Penutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen meminta mahasiswa untuk mendeskripsikan data yang telah didapat. Mahasiwa merasa penjelasan dosen sudah cukup jelas. Tuturan terjadi di ruang dosen.

Tuturan E6 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan E6 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan E6 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi.

Tuturan E6 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh

mitra tutur, yaitu partikel „ya‟. Partikel fatis dalam tuturan E4 yaitu ya. Partikel

fatis ya digunakan untuk mengukuhkan atau membenarkan apa yang dikatakan oleh lawan bicara. Partikel fatis di atas tidak mempengaruhi makna dalam sebuah kalimat E6, hanya saja digunakan untuk membenarkan perkataan dari lawan bicara sebelumnya. Tuturan E6 sesuai denganteori yang dikemukakan Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.

Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan E6 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi.

Tuturan E7 (a3 dan b6)

D: “Ya berarti anu, perijinan yang untuk itu diurus sekalian saja.” M: “O jadi sekalian sambil ngerjain ini sambil ngurus aja.”

D: “Iya, daripada kamu ngerjain ini, mending kamu ngurus perijinan yang sesungguhnya, sekalian kamu ngurus itu.”

M: “Ya udah kalau gitu. Makasih ya, Pak, ya” D: “Oke oke (E7)

M: “Mari, Pak” D: “Ya”

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberi saran kepada mahasiswa untuk mengerjakan proposal sembari mengurus surat izin penelitian. Mahasiswa menyetujui hal itu. Mahasiswa berdiri dan meninggalkan ruang dosen setelah berpamitan).

Tuturan E7 yang berbunyi “Oke oke”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberi saran kepada mahasiswa untuk mengerjakan proposal sembari mengurus surat izin penelitian. Mahasiswa menyetujui hal itu. Tuturan terjadi di ruang dosen.

Tuturan E7 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang

disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan E7 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan E7 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi.

Tuturan E7 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh

mitra tutur, yaitu partikel „oke‟. Partikel fatis „oke‟ hampir sama dengan fungsi

penanda fatis „ya‟ digunakan untuk mengukuhkan atau membenarkan apa yang

dikatakan oleh lawan bicara. Partikel fatis di atas tidak mempengaruhi makna dalam sebuah kalimat E7, hanya saja digunakan untuk membenarkan perkataan dari lawan bicara sebelumnya. Tuturan E7 sesuai denganteori yang dikemukakan Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.

Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan E7 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi.

Tuturan E8 (a4 dan b5)

D: “Kelas 10 SMA, nah ini sudah benar, tinggal diatur aja biar

pemenggalannya betul.” M: “Kalo kaya gini boleh, Bu?”

D: “Boleh. Ya, kalo mau lebih bagus ya diatur lagi ta, biar tidak hanya satu, tapi kan ini pemenggalannya kan keliru.”

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan masukan agar mahasiswa membuat pemenggalan kata yang baik dan benar).

Tuturan E8 yang berbunyi “Oh, ya, Bu”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. menyetujui hal itu. Tuturan terjadi di ruang dosen.Mitra tutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur seorang mahasiswa berusia 22 tahun, berjenis kelamin perempuan. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberikan masukan agar mahasiswa membuat pemenggalan kata yang baik dan benar. Tuturan terjadi di ruang dosen.

Tuturan E8 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan E8 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan E8 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi.

Tuturan E8 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh

mitra tutur, yaitu partikel „oh‟. Partikel fatis oh digunakan untuk mengukuhkan

fungsinya hampir sama dengan penanda fatis „emm‟ karena memiliki fungsi bagi penutur untuk memahami tuturan yang disampaikan oleh mitra tutur. Tuturan E8 sesuai denganteori yang dikemukakan Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.

Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan E8 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi.

Tuturan E9 (a4 dan b5)

D: “Nah ini masih ada salah-salah tulis. Nah ini, ini kan salah nulisnya, ini

salah salah tulis. Ini juga belum masuk di daftar pustaka. Ini juga. Kalau depan ya mungkin sudahlah sementara. Mulai bab tiga ini yang masih ada revisi. Sama nanti dicek lagi salah tulis di depan. Sama penulisan daftar pustaka. Itu kan sudah tak beri tau ta?”

M: “Kan kemarin saya sudah nyoba, Bu, yang di sininya kan 1.5, yang ini jarak tapi jadi itu,”

D: “Ya ndak, yang satu judul, itu satu spasi. Antar judul itu 1.5.” M: “Oh (E9)

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen meminta mahasiswa memperbaiki kesalahan penulisan,