• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.2 Analisis Data

4.2.1 Wujud Tuturan Fatis

4.2.1.4 Wujud Tuturan Fatis Mengundang

Tuturan fatis mengundang merupakan subkategori berdasarkan kategoriacknowledgment. Wujud tuturan fatis berupa tuturan lisan. Tuturan yang dimaksud bisa dilihat dalam tabulasi dengan kode D. Berikut ini adalah analisis tuturan yang termasuk dalam kategori tersebut.

Tuturan D1 (a1 dan b1)

M: “Beda, Pak, kalo ini berhubungan, berpengaruh tapi cuma aspek yang

ini, Pak, signifikansinya. Aspek kedua, yang faktor kunjungan ke perpustakaan dan faktor menghadapi ujian. Tapi kalo ini tuh, eh. “ D: “Ya, neng kene ta ya, ra ana?”

M: “Nggak ada, Pak, kan ini sudah ada.” D: “Lha, iya, terus (D1)

M: “Kalau ini seratus persen pengaruh, oh yang ini tuh cuma satu aja lho, Pak. Kalau ini pengaruh yang tidak signifikan, kalau yang signifikan, kan cuma dua, kalau ini yang berpengaruh cuma satu.”

D: “Apa wae yang signifikan?

D: “Apa kuwi, kuwi yg signifikan ndak?” M: “Signifikan….”

D: “Terhadap atau dan?” M: “Kan ada 4 aspek, Pak.”

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Mahasiswa mendiskuskusikan pengaruh dan signifikansi kunjungan ke perpustakaan terhadap prestasi belajar).

Tuturan D1 yang berbunyi “Lha iya terus”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Mahasiswa mendiskuskusikan pengaruh dan signifikansi faktor-faktor yang mempengaruhi belajar. Tuturan terjadi di ruang dosen. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur pengucapkan kalimat mengundang dengan mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang yang akan terjadi.

Tuturan D1 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan D1 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan D1 mengandung pesan penting dengan sungguh- sungguh yang memang diperlukan untuk mencapai tujuan komunikasi. Arimi

(1998: 96) juga menjelaskan bahwa secara metodologis, penolakan tersebut akan lebih jelas, jika dibandingkan dengan aktivitas verbal nonbasa-basi, seperti marah atau serius. Penutur dapat mengakui kepada mitra tuturnya bahwa dia marah atau serius. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa basa-basi berkaitan dengan hal tegur sapa, sopan santun, dan ramah tamah. Ketiga hal tersebut menyangkut etika, tata susila, dan tata karma dalam pergaulan masyarakat. Basa-basi juga bermakna penolakan dari yang sebenarnya.basa-basi dipahami sebagai ungkapan yang tidak sungguh-sungguh, pura-pura, dan kebohongan.

Tuturan D1 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „lha‟. Kategori fatis “lha” adalah penanda ketidaksantunan berbahasa yang dimaknai sebagai pengungkapan untuk menunjukkan kekesalan atau kekecewaan.Hal itu sesuai dengan penanda fatis pada teori yang dikemukakan oleh (Kridalaksana, 1986: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.

Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan D1 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan secara sungguh-sungguh (serius) untuk mencapai tujuan komunikasi.

Tuturan D2 (a2 dan b4)

M: “Kalo dimensi ini saja kan nggak pa-pa kan, Pak?”

D: “Hah? (D2)

D: “Ya ra pa-pa, tapi kan di sini kan ada ilmu sosial, bla bla bla dan seterusnya terhadap pelajaran apa?”

M: “Matematika”

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen memberikan pilihan sebagai pertimbangan mahasiswa dalam menentukan dimensi apa saja yang akan diteliti pada penelitiannya).

Tuturan D2 yang berbunyi “Hah” melibatkan dosen dan mahasiswa.

Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen memberikan pilihan sebagai pertimbangan mahasiswa dalam menentukan dimensi penelitian. Tuturan terjadi di ruang dosen. Penutur meminta mitra tutur dengan tuturan yang mengandung harapan baik. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan.

Tuturan D2 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan D2 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan D2 mengandung pesan penting yang memang diperlukan untuk mencapai tujuan komunikasi.

Tuturan D2 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh

dimaknai sebagai ungkapan agar mitra tutur mengulang tuturan penutur mendengar dengan jelas ungkapan mitra tutur. Kridalaksana(1986: 117), mengungkapkan bahwa kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.

Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan D1 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi.

Tuturan D3 (a1 dan b1)

M: “Sebelum multikulinear itu lho, Pak?” D: “Hah?”

M: “Multi...” D: “Hayo? (D3)

M: “Nanti saya cari, Pak, bukunya. Haha lupa, Pak.”

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Mahasiswa tidak menguasai materi tentang multikulinear).

Tuturan D3 yang berbunyi “hayo”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Mahasiswa tidak menguasai materi tentang multikulinear. Tuturan terjadi di ruang dosen. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan.

Tuturan D3 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan D3 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan D3 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi.

Tuturan D3 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „hayo‟. Makna kategori fatis “hayo” pada umumnya adalah menakut-nakuti atau mengancam sang mitra tutur atas tindakan yang telah, sedang, bahkan akan dilakukannya. Pada umumnya, tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur itu bertentangan dengan tindakan yang dikehendaki oleh penutur. Oleh karena itu, penutur menggunakan “hayo” sebagai semacam peringatan atau ancaman untuk tidak melakukan tindakan tersebut. Penanda fatis ini sesuai dengan teori Kunjana, Yuliana, dan Rishe (2014) kategori fatis dalam ranah keluarga.

Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan D3 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting (serius) yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi.

Tuturan D4 (a3 dan b6)

D: “(membaca) Sekarang kalau saya malas belajar akuntansi karena situasi berisik, kalau kamu jawab sangat setuju gitu. Itu artinya apa?

M: “Ya berarti kalo kelas yang berisik itu mempengaruhi saya, jadi saya males gitu, Pak.”

D: “Jadi, saya males, karena kelasnya rame. Faktor dari luar itu. Nah kalo saya jawab e sangat tidak setuju saya tidak males, gitu? (D4) M: “Saya tidak males, walaupun dia berisik.”

D: “He‟e, nah yang mendukung pernyataan yang positif itu artinya gini, ketika kita akan memberikan skor tertinggi itu adalah yang mendukung pernyataan, yang paling besar yang mana? Saya malas belajar akuntansi karena situasi berisik, jadi malas. Tapi kalau saya jawab saya sangat setuju berarti e saya sangat terpengaruhi situasi.”

D: “He‟e, nah yang mendukung pernyataan yang positif itu artinya gini,

ketika kita akan memberikan skor tertinggi itu adalah yang mendukung pernyataan, yang pa;ing besar yang mana? Saya malas belajar akuntansi karena situasi berisik, jadi malas. Tapi kalau saya jawab saya sangat setuju berarti eh saya sangat terpengaruhi situasi.”

(Konteks tuturan: T uturanterjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen berdiskusi dengan mahasiswa dengan memberikan pernyataan-pernyataan mengenai hubungan sebab-akibat, kemudian mahasiswa menyimpulkan sendiri).

Tuturan D4 yang berbunyi “Jadi saya males, karena kelasnya rame. Faktor dari luar itu. Nah kalo saya jawab e sangat tidak setuju saya tidak males”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen berdiskusi dengan mahasiswa dengan memberikan pernyataan-pernyataan mengenai hubungan sebab-akibat, kemudian mahasiswa menyimpulkan sendiri. Tuturan terjadi di ruang dosen. Penutur seorang dosen berusia 45 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan.

Tuturan D4 merupakan bentuk tuturan fatis, karena memiliki persamaan karakteristik dengan basa-basi. Malinowski (1923: 315) dalam tesis Arimi mendefinisikan phatic communion atau komunikasi fatis digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan yang disertai dengan perasaan untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Tuturan D4 bukan merupakan wujud basa-basi meskipun mengandung unsur fatis, karena pernyataan pada tuturan D4 mengandung pesan penting untuk mencapai tujuan komunikasi.

Tuturan D4 ditandai dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh

mitra tutur, yaitu partikel „Nah‟. Nah selalu terletak pada awal kalimat dan

bertugas untuk minta supaya kawan bicara mengalihkan perhatian ke hal lain. Tuturan D4 sesuai denganteori yang dikemukakan Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.

Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa tuturan D4 merupakan tuturan fatis murni. Tuturan fatis murni yang dimaksud bukan basa-basi, karena di dalam tuturan fatis murni mengandung pesan penting yang disampaikan untuk mencapai tujuan komunikasi.

Tuturan D5 (a1 dan b1)

D: “Pernah membandingkan tulisanmu yang awal dengan yang

terakhir ndak, Mbak?” (D5)

M: “Pernah, Pak, jelek banget, Pak. Yang proposal yang kemarin yang itu lho, Pak yang proposal waktu seminar itu lho, Pak. Jelek banget.”

D: “Beda, ya?”

M: “Yang proposal waktu saya seminar presentai itu lho, Pak,” D: “Gimana?”

M: “Jelek banget.” D: “Terus?”

M: “Nggak nge-dhong maksudnya gimana.”

D: “Terus sekarang.”

M: “Ya lumayanlah, Pak. Ada perbaikan. Setiap saya bimbingan pasti ada perbaikan kok Pak. Berarti ini udah di ACC ya Pak? Ya, Pak, ya?” D: “Ngopo di ACC?

M: “(tertawa) nggih, Pak.

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menanyakan perbedaan proposal skripsi mahasiswa, sebelum dan sesudah beberapa kali melakukan bimbingan).

Tuturan D5 yang berbunyi “Pernah membandingkan tulisanmu yang awal dengan yang terakhir ndak mbak?”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen menanyakan perbedaan proposal skripsi mahasiswa, sebelum dan sesudah beberapa kali melakukan bimbingan.. Tuturan terjadi di ruang dosen. Wujud tuturan D5 adalah penutur meminta mitra tutur dengan tuturan yang mengandung harapan baik. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur pengucapkan kalimat mengundang dengan mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang yang akan terjadi.

Berdasarkan aktivitas mitra tutur yang dipengaruhi oleh konteks tuturannya, tuturan D5 tersebut termasuk ke dalam kategori tindak tutur acknowledgements subkategori basa-basi mengundang. Ibrahim (1993: 40) mendefinisikan basa-basi mengundang (bid) berfungsi untuk mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan seseorang akan terjadi. Jadi dapat disimpulkan bahwa basa-basi mengundang adalah suatu tututuran positif tentang ekspresi harapan baik bagi orang lain untuk menjaga hubungan sosial kea rah yang baik. Hal itu dikarenakan mitra tutur bersedia menanggapi tuturan dengan didasari dengan harapan baik kepada mitra tutur.Tuturan D5 termasuk dalam basa-basi polar. Wujud basa-basi ini sesuai dengan teori Arimi (1998: 171) dalam tesisnya yang menjelaskan basa-basipolar yaitu tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya.

Tuturan D6 (a1 dan b2)

M: “Karyawan bagian kebersihan itu predikatnya, kan dia menyatakan eh,

jadi subjeknya itu Lun, kemudian predikatnya itu karyawan bagian kebersihan terus objeknya eh sebentar-sebentar, Lun ini eh subjeknya terus eh menyapu itu, eh ini predikatnya menyapu, terus objeknya di hotel Samarinda.”

D: “Sudah ini kalo kamu mbaca gimana? Coba dibaca!” M: (membaca dan mencoba)

D: “Ini baru dua alinea lho, ini ketok e baru dua halaman lho iki.

(D6)

M: “Eh subjeknya Lun, kemudian dia predikatnya itu menyapu terus, eh…objeknya lantai yang kotor.”

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menguji mahasiswa untuk menemukan struktur kalimat pada proposal skripsi, namun mahasiswa tidak mampu menguraikan struktur kalimat dengan baik).

Wujud tuturan D6 adalah penutur meminta mitra tutur dengan tuturan yang mengandung harapan baik. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur pengucapkan kalimat mengundang dengan mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang yang akan terjadi. Tuturan D6 yang berbunyi “Ini baru dua alinea lho ini ketok e baru dua halaman lho iki, udah hampir”. Tuturan tersebut melibatkan dosen dan mahasiswa. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen menguji mahasiswa untuk menemukan struktur kalimat pada proposal skripsi, namun mahasiswa tidak mampu menguraikan struktur kalimat dengan baik. Tuturan terjadi di ruang dosen.

Tuturan basa-basi D6 dapat diwujudkan dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „lho‟. Lho bila terletak di awal kalimat, bersifat seperti interjeksi yang menyatakan kekagetan. Bila terletak di tengah atau di akhir kalimat, maka lho bertugas menekankan kepastian. Seperti menurut Kridalaksana (1994: 117), kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara.

Berdasarkan aktivitas mitra tutur yang dipengaruhi oleh konteks tuturannya, tuturan D6 tersebut termasuk ke dalam kategori tindak tutur

acknowledgements subkategori basa-basi mengundang. Ibrahim (1993: 40) mendefinisikan basa-basi mengundang (bid) berfungsi untuk mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan seseorang akan terjadi. Jadi dapat disimpulkan bahwa basa-basi mengundang adalah suatu tututuran positif tentang ekspresi harapan baik bagi orang lain untuk menjaga hubungan sosial kea rah yang baik. Hal itu dikarenakan mitra tutur bersedia menanggapi tuturan dengan didasari dengan harapan baik kepada mitra tutur. Tuturan D5 termasuk dalam basa-basi polar. Wujud basa-basi ini sesuai dengan teori Arimi (1998: 171) dalam tesisnya yang menjelaskan basa-basipolar yaitu tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya.

Tuturan D7 (a1 dan b2)

D: “Gitu loh, kalimat sederhananya kan hanya ini. Ini kan bisa saya kembangkan lagi. Lun yang berbaju merah sebagai karyawan bagian kebersihan di hotel Samarinda menyapu lantai yang kotor sekali karena macam-macam, tapi pokok kalimatnya itu apa? Pokok kalimatnya adalah iki lho Mbak. Lun menyapu lantai. Nah sekarang kalau di sini kalimat utamanya di mana ini? Tiga kata!”

M: “Emm, orang tua membentuk karakter anak, eh.. emm (masih mencoba menganalisis kalimat utama bagian proposalnya). Eh subjeknya tuh orangtua terus, ”

D: “Masa membuat satu kalimat dengan tiga kata sampe 2-3 menit

malah 5 menit.” (D7)

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen menguji mahasiswa untuk menemukan struktur kalimat pada proposal skripsi, namun mahasiswa tidak mampu menguraikan struktur kalimat dengan baik).

Wujud tuturan D7 adalah penutur meminta mitra tutur dengan tuturan yang mengandung harapan baik. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis

kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan. Penutur pengucapkan kalimat mengundang dengan mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang yang akan terjadi. Tuturan D7 yang berbunyi “Mosok membuat satu kalimat dengan tiga kata sampe 2 3 menit malah 5 menit”. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen menguji mahasiswa untuk menemukan struktur kalimat pada proposal skripsi, namun mahasiswa tidak mampu menguraikan struktur kalimat dengan baik. Tuturan terjadi di ruang dosen.

Berdasarkan aktivitas mitra tutur yang dipengaruhi oleh konteks tuturannya, tuturan D7 tersebut termasuk ke dalam kategori tindak tutur acknowledgements subkategori basa-basi mengundang. Ibrahim (1993: 40) mendefinisikan basa-basi mengundang (bid) berfungsi untuk mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan seseorang akan terjadi. Jadi dapat disimpulkan bahwa basa-basi mengundang adalah suatu tututuran positif tentang ekspresi harapan baik bagi orang lain untuk menjaga hubungan sosial kea rah yang baik. Hal itu dikarenakan mitra tutur bersedia menanggapi tuturan dengan didasari dengan harapan baik kepada mitra tutur.Tuturan D5 termasuk dalam basa-basi polar. Wujud basa-basi ini sesuai dengan teori Arimi (1998: 171) dalam tesisnya yang menjelaskan basa-basipolar yaitu tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya.

Tuturan D8 (a1 dan b2)

D: “Ehm, piye piye gimana ini, punya temen jurusan bahasa Indonesia ndak?” (D8)

M: “Ada, Pak.” D: “Siapa?”

M: “Emm namanya, Ani sama Song sama Mely sama….” D: “Oke, anak mana mereka, orang mana, asli mana?” M: “Satu beasiswa, Pak.”

D: “Satu beasiswa, coba nanti tanyain ya pada temenmu, “eh aku diminta dosen pembimbingku itu untuk membuat kalimat sederhana dari ini, gitu ya kira-kira bagaimana”, itu yang pertama. Kemudian yang kedua ini banyak kalimat yang tidak efektif gitu ya, dan kalimatnya ini membingungkan, gitu ya, sehingga sodara ini perlu memperbaiki itu, gitu loh. Supaya apa? supaya satu alinea itu ada satu pokok pikiran. Kemudian ada misalnya satu kalimat utama dan sebagainya, gitu loh. Sehingga, kamu kalau misalnya ini dilakukan menjadi jelas, ini yang terjadi ini kamu membuat kalimat tetapi itu membingungkan, gitu ya. Sehingga, eh untuk yang kalimat utamanya apa.”

(Konteks tuturan: Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen dan mahasiswa duduk berhadapan di ruang dosen. Dosen bertanya apakah mahasiswa bersangkutan memiliki teman jurusan bahasa Indonesia, supaya bisa membantunya belajar membuat kalimat dan bisa menentukan struktur kalimat).

Wujud tuturan D8 adalah penutur meminta mitra tutur dengan tuturan yang mengandung harapan baik. Penutur seorang dosen berusia 55 tahun, berjenis kelamin laki-laki. Mitra tutur seorang mahasiswa berusia 21 tahun, berjenis kelamin perempuan.Penutur pengucapkan kalimat mengundang dengan mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang yang akan terjadi. Tuturan D8 yang berbunyi “Ehm, piye piye gimana ini, punya temen jurusan bahasa Indonesia ndak?”. Tuturan terjadi pada saat mahasiswa berkonsultasi kepada dosen dalam penyusunan skripsi. Dosen bertanya apakah mahasiswa bersangkutan memiliki teman jurusan bahasa

Indonesia, supaya bisa membantunya belajar membuat kalimat dan bisa menentukan struktur kalimat. Tuturan terjadi di ruang dosen.

Tuturan basa-basi D8 dapat diwujudkan dengan adanya partikel fatis yang digunakan oleh mitra tutur, yaitu partikel „Ehm‟. Partikel fatis „ehm‟ bertugas untuk mengembalikan perhatian mitra tutur dalam sebuah percakapan.

Berdasarkan aktivitas mitra tutur yang dipengaruhi oleh konteks tuturannya, tuturan D8 tersebut termasuk ke dalam kategori tindak tutur acknowledgements subkategori basa-basi mengundang. Ibrahim (1993: 40) mendefinisikan basa-basi mengundang (bid) berfungsi untuk mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan seseorang akan terjadi. Jadi dapat disimpulkan bahwa basa-basi mengundang adalah suatu tututuran positif tentang ekspresi harapan baik bagi orang lain untuk menjaga hubungan sosial kea rah yang baik. Hal itu dikarenakan mitra tutur bersedia menanggapi tuturan dengan didasari dengan harapan baik kepada mitra tutur.