• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASPEK POLITIK Proses Pengambilan Keputusan

IV. KONDISI UMUM

4.1 Kondisi perairan Teluk Kelabat

4.1.9. Kimia nutris

4.1.12.3. Zat hara (fosfat, nitrat, nitrit, ammonia dan silikat)

Zat hara nitrogen (sebagai nitrat) dan fosfor (sebagai fosfat) merupakan zat hara anorganik utama yang dibutuhkan fitoplankton sebagai rantai makanan untuk

pertumbuhan dan perkembangan hidupnya. Menurut Nybakken (1988) kadar kedua unsur ini sangat kecil dalam air laut, sehingga merupakan faktor pembatas bagi produktivitas fitoplankton. Di perairan tropik dan subtropik kadar zat hara pada

umumnya rendah di lapisan permukaan, namun meningkat dengan bertambahnya kedalaman (Koesoebiono 1981), sedangkan di perairan pantai aliran drainase sungai sangat berpengaruh terhadap kedua zat hara ini (Harvey 1945 dalam Koesoebiono 1981). Menurut Raymont (1963) nitrogen dalam bentuk an-organik yang berguna bagi tumbuh-tumbuhan adalah nitrat, nitrit dan amoniak disebabkan terjadinya proses perombakan material-material yang mengandung nitrogen dalam batuan

mikroorganisme dimana nitrogen dirubah dari amino nitrogen (R – NH2) berturut- turut menjadi ammonium (NH4+) kemudian menjadi nitrit (NO2) dan selanjutnya menjadi (NO3). Diantara ketiga bentuk senyawa nitrogen tersebut, yang paling tinggi kadarnya adalah ammonia. Hal ini disebabkan terjadinya reaksi oksidasi sebagai akibat banyaknya pasokan limbah nitrogen organik dari limbah argoindustri, pertanian dan tambak udang. Bakosurtanal (1994) menganjurkan kadar ammonia tidak lebih dari 0,42 ppm untuk kriteria tingkat kesesuaian perikanan tambak dan perikanan laut. Dari hasil penelitian Sharp (1983) di perairan Belgia diperoleh kadar ammonia yang tinggi yaitu 600 µg A/l (8,40 ppm). Dengan demikian bila mengacu pada hasil penelitian Sharp tersebut, kualitas perairan Teluk Kelabat, Bangka- Belitung masih normal ditinjau dari variasi kadar nitrogennya. Silikat merupakan salah satu zat hara yang dibutuhkan dan mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme di laut. Kadar silikat disuatu daerah estuari selain berasal dari perairan itu sendiri juga tergantung kepada keadaan sekelilingnya, seperti tingginya curah hujan serta sumbangan dari daratan dengan terjadinya erosi melalui sungai keperairan tersebut. Fitoplankton merupakan salah satu parameter biologi yang erat hubungannya dengan silikat. Tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton disuatu perairan tergantung kepada kandungan zat hara di perairan tersebut antara lain zat hara silikat (Nybakken 1982). Sama halnya seperti zat hara lainnya, kadar silikat disuatu perairan, secara alami terdapat sesuai dengan kebutuhan organisme yang hidup di perairan tersebut. Zat hara lainnya seperti fosfat dan nitrat berpengaruh terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme di laut. Diantara jenis flora laut seperti algae, sangat membutuhkan zat hara fosfat, nitrat dan silikat dalam jumlah besar (Lund 1950, Jorgensen 1953, Prescott 1969).

Beberapa jenis fitoplankton diantaranya diatom dan silicoflagellata membutuhkan silikon (Si) untuk pembentukan kerangka dinding selnya, namun dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa silikon (Si) juga diperlukan untuk sintetis DNA (Raymont 1980).

Secara umum, kondisi kadar zat hara ini relatif tinggi dalam suatu perairan. Hal ini sangat dipengaruhi musim timur pada bulan Agustus dengan kuatnya pengadukan (turbulence) massa air laut yang mengakibatkan naiknya zat-zat hara dari dasar perairan ke permukaan. Ditinjau dari kadar zat hara tersebut, dapat dikatakan bahwa perairan ini relatif subur karena masih berada pada kisaran zat hara fosfat di perairan laut yang normal yaitu 0,10 – 1,68 µg A/l (Sutamihardja 1978). Menurut Joshimura

dalam Liaw (1969) tingkat kesuburan perairan dapat ditinjau dari kadar fosfat dalam suatu perairan dengan kisaran 0,07 – 1,61 µg A/l adalah kategori perairan cukup subur, sedangkan pada beberapa perairan seperti di perairan Teluk Penghu dan Selat Taiwan, merupakan daerah budidaya (oyster) dengan kadar fosfat dan nitrat masing- masing berkisar antara 0,08 – 1,20 µg A/l dan 0,08 – 1,80 µg A/l (Liu and Fang 1986), sehingga bila ditinjau dari kadar fosfat dan nitrat yang merupakan salah satu indikator kesuburan, maka perairan Teluk Kelabat, Bangka Belitung masih baik untuk peruntukan budidaya perikanan. Kadar fosfat dan nitrat yang baik untuk budidaya kerang hijau dan kerang bulu masing-masing berkisar antara 0,5 – 1,0 µg A/l dan 2,5 – 3,0 µg A/l. Untuk budidaya tiram berkisar antara 0,5 – 3,0 µg A/l dan 1,5 – 3,0 µg A/l sedangkan untuk budidaya beronang, kakap dan kerapu berkisar antara 0,2 – 0,5 µg A/l dan 0,9 – 3,2 µg A/l (Baku Mutu Air Laut Departemen Pertanian dalam KLH, 1984). Namun dari data yang diperoleh, ternyata hanya kadar fosfat yang cocok untuk budidaya tiram sedangkan kadar nitrat tidak memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Baku Mutu tersebut. Hal ini mungkin disebabkan kadar fosfat dan nitrat sangat dipengaruhi kondisi perairan dan bervariasi dalam dimensi ruang dan waktu, namun telah diperoleh kondisi luwes untuk kadar fosfat dan nitrat dalam suatu peruntukan budidaya perikanan dalam suatu perairan (KMN-LH 1988).

4.1.10. Mikrobiologi

Kepadatan bakteri heterotrofik dan halotoleran menunjukkan bahwa di Perairan Teluk Kelabat, Bangka-Belitung pengaruh lingkungan laut lebih besar dari pada lingkungan darat. Hal ini dapat teramati dari selalu lebih tingginya kepadatan bakteri heterotrofik daripada bakteri halotoleran. Kepadatan bakteri heterotrofik di perairan Teluk Kelabat, Bangka-Belitung berkisar <1x 103 s/d 20 x 103 koloni/ml dengan rata-rata 6.5 x 103 koloni/ml. Kepadatan bakteri

halotoleran di perairan Teluk Kelabat, Bangka-Belitung berkisar dari <11x 1x 103 s/d 25.5 x 103 koloni/ml dengan rata-rata 3.1 x 103 koloni/ml. Kepadatan bakteri heterotrofik dan halotoleran keduanya berada di daerah pantai timur Teluk Kelabat, Bangka-Belitung bagian dalam. Hal ini menunjukkan bahwa perairan Teluk Kelabat, Bangka-Belitung bagian dalam cukup subur karena kandungan bahan organiknya cukup tinggi. Jika dibandingkan dengan kawasan lain, perairan ini memiliki kepadatan bakteri pemecah organik asal laut (heterotrof) dan asal laut (halotoleran) yang jauh lebih tinggi dari pada daerah pengamatan lainnya. Kisaran kepadatan bakteri heterotrofnya adalah 3.5 x 103 koloni/ml – 38.5 x 103 koloni/ml, sedangkan bakteri halotolerannya <1 x 103 koloni/ml – 25.5 103

koloni/ml. Adanya masukan bahan organik dari Sungai Layang yang bermuara ke perairan tersebut telah meningkatkan ketersediaan bahan organik di perairan ini. (P2O LIPI 2003)

Kepadatan bakteri heterotrofik dan halotoleran terendah teramati di perairan pantai timur Teluk Kelabat bagian luar. Hal ini menunjukkan bahwa

perairan ini memiliki kandungan bahan organik yang rendah atau mungkin lingkungan tersebut mengalami tekanan akibat keberadaan bahan beracun yang dapat membunuh/menekan pertumbuhan bakteri. Hal ini dapat berupa tingginya konsentrasi polutan logam berat ataupun bahan organik. Jika diperhatikan, kepadatan bakteri pemecah minyak dan indikator pencemaran domestiknya menunjukkan angka yang cukup tinggi. Kepadatan keduanya termasuk rendah. Berdasarkan data bakteri indikator pencemaran domestik, nampak bahwa perairan ini cukup bersih. Nilai rata-rata kandungan bakteri fekal kolinya belum mencapai 1000 koloni/100ml dan kandungan bakteri koliformnya juga masih jauh dibawah 10.000 koloni/100 ml. Nilai ini digunakan dalam baku mutu air laut untuk penentuan peruntukan suatu perairan (Anonim, 1988). Dari 25 contoh air yang diperiksa hanya 5 contoh yang mengandung bakteri fekal koli, itupun dalam jumlah yang relatif rendah yaitu 4 – 13 koloni/100ml. Contoh tersebut berasal dari perairan di mulut Teluk. Di perairan lainnya, bakteri fekal koli tidak terdeteksi.

Kepadatan bakteri koliform juga menunjukkan angka yang rendah yaitu 143 – 4015 koloni/100 ml. Nilai ini masih jauh di bawah ambang batas

maksimum untuk kawasan budidaya yaitu 10.000 koloni/100 ml. Perairan yang nilai rata-rata kepadatan bakteri koliformnya tertinggi teramati di perairan mulut teluk dan kedua tertinggi di pantai barat teluk bagian luar. Diduga, perairan ini mendapat pengaruh dari aliran Sungai Musi yang mengandung limbah domestik lebih banyak daripada DAS Sungai Layang yang ada di Pulau Bangka.

Hasil penelitian para pakar ( Atlas 1995; Atlas and Bartha 1973; Hood et al. 1975 ) menunjukkan bahwa dalam keadaan normal bakteri pemecah minyak ada di alam dalam jumlah yang sangat kecil, namun ketika terjadi pencemaran jumlah bakteri tersebut akan meningkat secara tajam. Bahkan, dapat mendominasi

mikroflora di perairan tersebut. Di perairan Teluk Kelabat, keberadaan bakteri pemecah minyak dapat terdeteksi di semua contoh lumpur/sedimen.

Kepadatannya berkisar dari 4 X 102 – >2400 x 102 JPT/100mg, dengan nilai rata- rata 350 x 102 JPT/100mg. Nilai ini jika dibandingkan dengan hasil penelitian di Laut Natuna (Pusat Penelitian Oseanografi 2002) menunjukkan angka yang jauh lebih tinggi. Kepadatan bakteri ini di perairan Laut Natuna hanya berkisar antara 0 – 150 x102 JPT/100mg dengan nilai rata-rata 13 x 102 JPT/100mg. Hal ini diduga karena Teluk Kelabat merupakan perairan yang semi tertutup, minyak yang masuk ke perairan ini baik akibat dari berbagai aktivitas di laut maupun limbah dari darat tidak dapat dengan bebas terbawa ke luar teluk.

Kepadatan bakteri pemecah minyak tertinggi teramati di Perairan Pantai timur Teluk Kelabat bagian luar. Pantai timur bagian utara digunakan sebagai tempat rekreasi pantai, karena memiliki pantai yang berpasir putih. Namun di sebelah selatannya terdapat pelabuhan dan tempat penambangan pasir timah yang menggunakan kapal keruk. Tentunya kedua aktivitas tersebut akan memberikan dampak terhadap perairan sekitarnya, diantaranya adalah terjadinya cemaran minyak . Hal ini terbukti dari tingginya kepadatan bakteri pengurai minyak di

perairan tersebut, nilai rata-ratanya mencapai 1153 x 102/100mg. Padahal di kawasan lainnya masih relatif rendah.

4.1.11. Plankton

Sel-sel fitoplankton dan zooplankton terlihat pada lampiran. Fitoplankton kelimpahan sel-sel fitoplankton berkisar antara 4.000 sel/m3 di sebelah dalam teluk (st. 16) – 2,5 j sel/m3 di muka Teluk Kelabat. Kelimpahan dinoflagellata

sangat rendah yaitu hanya 1.000 sel/m3. Ternyata sebaran baik sel-sel fitoplankton

secara umum maupun diatomae atau dinoflagellata tampak seirama, yaitu kelimpahan tinggi (di depan wilayah Bubus). Hampir seluruh populasi

fitoplankton didominasi oleh marga dari kelompok diatomae yaitu Rhizosolenia, yang kemudian kelimpahan tersebut disusul oleh Chaetoceros), dan Guinardia. Hal ini ternyata sangat menarik. Dominasi Chaetoceros menunjukkan bahwa perairan tersebut mempunyai arus yang berbeda dengan wilayah-wilayah lainnya yaitu arus yang agak deras. Dengan demikian kesimpulan sementara

menunjukkan bahwa ke tiga wilayah tersebut mempunyai arus yang deras.