• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONOTASI PADA KUMPULAN CERPEN PEREMPUAN DI RUMAH PANGGUNG KARYA ISBEDY STIAWAN ZS DAN KELAYAKANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KONOTASI PADA KUMPULAN CERPEN PEREMPUAN DI RUMAH PANGGUNG KARYA ISBEDY STIAWAN ZS DAN KELAYAKANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMP"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

KONOTASI PADA KUMPULAN CERPEN PEREMPUAN DI RUMAH PANGGUNG KARYA ISBEDY STIAWAN ZS DAN KELAYAKANNYA

SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMP

Oleh

ARIFAL PASLAH

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimanakah konotasi pada kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung Karya Isbedy Stiawan ZS dan kelayakannya sebagai bahan ajar sastra di SMP. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan konotasi pada kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung Karya Isbedy Stiawan ZS dan kelayakannya sebagai bahan ajar sastra di SMP. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian adalah cerpen-cerpen dalam kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung Karya Isbedy Stiawan ZS. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis teks.

(2)

Arifal Paslah Kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS layak dijadikan sebagai bahan ajar karena sudah memenuhi kriteria dalam pemilihan bahan ajar berdasarkan nilai-nilai karakter dalam kurikulum 2013.

(3)

KONOTASI PADA KUMPULAN CERPEN

PEREMPUAN DI RUMAH PANGGUNG KARYA ISBEDY STIAWAN ZS DAN KELAYAKANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMP

Oleh

ARIFAL PASLAH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

KONOTASI PADA KUMPULAN CERPEN PEREMPUAN DI RUMAH PANGGUNG KARYA ISBEDY STIAWAN ZS DAN KELAYAKANNYA

SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMP

(Skripsi)

Oleh

ARIFAL PASLAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)
(7)

MOTO

“Sesunggguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (Q.S. Al-Insyirah : 6)

“Katakanlah kepada yang berkata tidak bisa, cobalah! Yang berkata mustahil, buktikanlah!

(8)
(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

MOTTO ... viii

PERSEMBAHAN ... ix

SANWACANA ... x

DAFTAR ISI ... xi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 7

1.4 Tujuan Penelitian ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Cerita Pendek ... 9

2.1.1 Jenis-jenis Cerpen ... 11

2.1.2 Ciri-ciri Cerpen ... 13

2.2 Pengertian Makna ... 14

2.3 Pengertian Konotasi ... 20

a. Konotasi Baik ... 23

b. Konotasi Tidak Baik ... 24

2.4 Pemilihan Bahan Ajar Sastra di SMP ... 27

III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 31

3.2 Sumber Data ... 32

3.3 Prosedur Penelitian ... 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil... 35

(10)

4.2.1 Konotasi Tinggi ... 36

1) Cerpen “Karena Ibu” ... 36

2) Cerpen “Rindang Sedayu”... 40

3) Cerpen “Pati Prajurit” ... 44

4) Cerpen “Perempuan di Rumah Panggung” ... 48

5) Cerpen “Wajah Ibu” ... 49

6) Cerpen “Ambulan Menyeruak Kampung” ... 50

7) Cerpen “Aku Jimou Pagar Dewa” ... 51

8) Cerpen “Sukma Hilang dalam Kabut” ... 52

9) Cerpen “Ke Pahawang Kita Bermalam” ... 52

10) Cerpen “Tak Ada Kapal yang Sandar” ... 54

11) Cerpen “Pengunjung Kafe Diggers Tiap Malam Minggu” ... 54

4.2.2 Konotasi Ramah ... 55

1) Cerpen “Karena Ibu” ... 56

2) Cerpen “Rindang Sedayu”... 59

3) Cerpen “Pati Prajurit” ... 62

4) Cerpen “Perempuan di Rumah Panggung” ... 64

5) Cerpen “Wajah Ibu” ... 67

6) Cerpen “Ambulan Menyeruak Kampung” ... 72

7) Cerpen “Sukma Hilang dalam Kabut” ... 73

8) Cerpen “Yang Setia Pada Daun” ... 75

9) Cerpen “Ke Pahawang Kita Bermalam” ... 77

4.2.3 Konotasi Tidak Pantas ... 79

1) Cerpen “Pati Prajurit” ... 80

2) Cerpen “Aku Jimou Pagar Dewa”... 80

3) Cerpen “Puisi yang Tak Jadi Karena Gagal Ditulis”... 81

4) Cerpen “Ke Pahawang Kita Bermalam” ... 82

5) Cerpen “Tak Ada Kapal yang Sandar” ... 83

4.2.4 Konotasi Tidak Enak ... 83

1) Cerpen “Karena Ibu” ... 84

2) Cerpen “Rindang Sedayu” ... 85

3) Cerpen “Perempuan di Rumah Panggung” ... 86

4.3 Kelayakan Kumpulan Cerpen Perempuan di Rumah Panggung Karya Isbedi Stiawan ZS Sebagai Bahan Ajar Sastra di SMP... 90

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan... 135

5.2 Saran ... 136

DAFTAR PUSTAKA ... 137

(11)

PERSEMBAHAN

Terutama segala sembah sujud syukur Alhamdulillah kepada Allah subhanahuwataala atas taburan cinta dan kasih sayang-Nya. Yang telah membekaliku dengan kekuatan, ilmu, serta kemudahan hingga akhirnya skripsi yang sederhana ini dapat terselesaikan dengan baik. Kupersembahkan karya sederhana ini untuk orang-orang yang sangat kukasihi dan kusayangi.

1. Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terima kasih yang tiada terhingga kupersembahkan karya kecil ini untuk kedua orang tuaku tercinta, Ibunda Evvi Natalis, S.Pd dan Ayahanda Supriyadi yang telah memberikan segala kasih sayang, mendidikku dengan penuh cinta, selalu memberiku dukungan, motivasi, dan mendoakanku dengan ketulusan hati untuk keberhasilanku menggapai cita-cita serta selalu menanti keberhasilanku.

2. Untuk adikku Woro Ajeng Dwi Asih dan Arafat Aqila Fairuz tiada yang paling mengharukan saat bersama, walaupun sering bertengkar tapi hal itu selalu menjadi warna yang tak akan bisa tergantikan, terima kasih atas doa dan bantuannya selama ini, hanya karya kecil ini yang dapat ku persembahkan. 3. Untuk keluarga besarku yang selalu menanti keberhasilanku.

(12)
(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lampung Tengah, Kota Bandar Jaya, Provinsi Lampung pada tanggal 2 April 1993, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari Supriyadi dan Evvi Natalis.

Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah Pendidikan di SD Muhammadiyah Bandar Jaya diselesaikan pada tahun 2004. Pendidikan di SMP Negeri 5 Terbanggi Besar, Kota Bandar Jaya diselesaikan pada tahun 2007. Pendidikan di SMA Negeri 1 Terbanggi Besar, Kota Bandar Jaya diselesaikan pada tahun 2010.

(14)

1

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini peneliti memaparkan mengenai latar belakang masalah yang dijadikan landasan bagi peneliti dalam pengambilan masalah. Kemudian masalah tersebut peneliti rumuskan dalam rumusan masalah. Dalam bab ini juga dijabarkan mengenai tujuan dan manfaat yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

Jadi, secara keseluruhan bab ini terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan ruang lingkup penelitian. Berikut ini dijelaskan secara rinci mengenai hal-hal tersebut.

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa adalah lambang bunyi yang diucapkan oleh alat ucap manusia dan bersifat arbitrer (Chaer, 2007: 33). Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial (Keraf dalam Suyanto,2011: 19).

(15)

2

makna, dan makna sebagai objek studi semantik. Ilmu semantik mengenal dua macam makna, yaitu makna konotasi dan makna denotasi.

Makna denotasi adalah makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas penunjukkan yang lugas pada sesuatu yang di luar bahasa atau yang didasarkan atas konvensi tertentu, makna ini bersifat objektif. Sementara itu makna konotasi adalah makna sebuah kata atau kelompok kata yang didasarkan atas perasaan dan pikiran yang ditimbulkan pada pembicara (penutur) dan pendengar (komunikan).

Pembedaan makna denotasi dan konotasi didasarkan pada ada dan tidak adanya “nilai rasa” pada sebuah kata. Setiap kata, terutama yang disebut kata penuh

mempunyai makna denotasi, tetapi tidak setiap kata itu mempunyai makna konotasi. Sebuah kata mempunyai makna konotasi apabila kata itu memiliki ”nilai rasa”, baik positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan

tidak memiliki konotasi, tetapi dapat juga disebut konotasi netral, sedangkan makna denotasi sering juga disebut makna denotasial, makna konseptual, atau makna kognitif. Makna konotasi inilah yang banyak tidak dipahami secara baik dan benar. Oleh karena itu, tentang konotasi yang muncul dan terdapat pada sebuah makna harus dilakukan secara historis dan deskriptif. Seorang penulis harus memerhatikan ketepatan konotasi agar pemahaman yang didapat oleh pembaca sesuai dengan apa yang dituangkan oleh penulis di dalam karyanya.

(16)

3

penulis sampai kepada pembaca diperlukan diksi atau pilihan kata yang menarik perhatian pembaca. Dalam penciptaan cerpen terkadang penulis menggunakan bahasa-bahasa yang umum dan jelas maknanya di masyarakat, agar pembaca dapat dengan jelas memahami makna-makna dari bahasa yang ingin disampaikan penulis melalui karyanya.

Pilihan kata dalam karang-mengarang harus tepat. Ini berarti kita harus memilih kata atau ungkapan yang dapat mewakili pikiran. Ia akan memberi informasi sesuai dengan kehendak kita. Untuk itu perlu diperhatikan kaidah makna dan kaidah sosial pilihan kata itu (Parera, 1991: 80). Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan (Arifin, 2004: 25).

Karya sastra, tidak bisa lepas dari sebuah makna. Dalam karya sastra biasanya terdapat bahasa-bahasa kiasan yang memerlukan waktu untuk memahaminya. Di sisi lain, sebuah karya sastra juga memiliki nilai tersendiri jika dianalisis dengan ilmu semantik. Walaupun dalam ilmu kesastraan dan stilistika terdapat istilah licentia poetica, yaitu kebebasan seorang sastrawan untuk menyimpang dari kenyataan baik dari bentuk atau aturan konvensional bahasa untuk menghasilkan efek yang dikehendakinya Shaw (dalam Luxemburg 1972).

Kumpulan cerpen yang menjadi objek penelitian adalah kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung Karya Isbedy Stiwan ZS. Kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung ini terdiri atas 14 judul, yaitu “Karena Ibu”, “Rindang Sedayu”, “Pati Prajurit”, “Perempuan di Rumah Panggung”, “Wajah

(17)

4

Hilang dalam Kabut, “Yang Setia pada Daun”, “Puisi yang Tak Jadi karena Gagal Ditulis", “Kepahawang Kita Bermalam”, “Tak Ada Kapal yang Sandar”, “Bujang Lapok”, “Pengunjung Kafe Diggers Tiap Malam Minggu”.

Alasan penulis tertarik memilih kumpulan cerpen tersebut adalah Isbedy Stiawan SZ merupakan sastrawan asli lampung yang karyanya sudah dikenal di kancah internasional, merupakan sastrawan yang masuk angkatan 2000 versi Korrie Layun Rampan. Pernah diundang ke berbagai event sastra diantaranya, Festival Internasional Utan Kayu, Ubud Writer and Reader Internasional Festival, Temu Sastra Indonesia, Kongres Puisi Sedunia ke-33 di Ipoh Malaysia. Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ini laksana tarik menarik model naratif yang berkisah dan ekspresif puitik yang metaforis. Perempuan di Rumah Panggung Karya Isbedy Stiawan mengisahkan semua keadaan yang terdapat di Lampung, dan bahkan juga menyinggung tentang sejarah Lampung. Semua latar tempat yang terjadi dalam kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung terjadi di Lampung.

(18)

5

Melalui penelitian ini, peneliti akan menganalisis konotasi pada kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung Karya Isbedy Stiwan ZS. Kajian yang penulis lakukan ini terdapat di dalam Kurikulum 2013 mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMP. Hal ini juga dipertegas dengan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat di dalam Kurikulum 2013 mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia kelas VII.

KELAS: VII KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR

1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya

1.1 Menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk mempersatukan bangsa Indonesia di tengah keberagaman bahasa dan budayA

1.2 Menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa sebagai sarana memahami informasi lisan dan tulis

1.3 Menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa sebagai sarana menyajikan informasi lisan dan tulis

2. Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya

2.1 Memiliki perilaku jujur, tanggung jawab, dan santun dalam menanggapi secara pribadi hal-hal atau kejadian berdasarkan hasil observasi

2.2 Memiliki perilaku percaya diri dan tanggung jawab dalam membuat tanggapan pribadi atas karya budaya masyarakat Indonesia yang penuh makna

2.3 Memiliki perlaku kreatif, tanggung jawab, dan santun dalam mendebatkan sudut

pandang tertentu tentang suatu masalah yang terjadi pada masyarakat

(19)

6

memaparkan langkah-langkah suatu proses berbentuk linear

2.5 Memiliki perilaku percaya diri, peduli, dan santun dalam merespon secara pribadi peristiwa jangka pendek

3. Memahami pengetahuan (faktual,

konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata

3.1 Memahami teks hasil observasi,

tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek baik melalui lisan maupun tulisan

3.2 Membedakan teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek baik melalui lisan maupun tulisan

3.3 Mengklasifikasi teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek baik melalui lisan maupun tulisan

3.4 Mengidentifikasi kekurangan teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek berdasarkan kaidah-kaidah teks baik melalui lisan maupun tulisan

4. Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca,

menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut

pandang/teori

4.1 Menangkap makna teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek baik secara lisan maupun tulisan

4.2 Menyusun teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek sesuai dengan karakteristik teks yang akan dibuat baik secara lisan maupun tulisan

4.3 Menelaah dan merevisi teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek sesuai dengan struktur dan kaidah teks baik secara lisan maupun tulisan

(20)

7

Dengan mengetahui makna konotasinya. Siswa dapat memahami maknanya dan merevisi cerita pendek sesuai dengan struktur dan kaidah teks baik secara lisan maupun tulisan.

Berdasarkan latar belakang inilah penulis tertarik untuk meneliti konotasi pada kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung Karya Isbedy Stiwan ZS. Sehingga skripsi ini diberi judul “Konotasi pada Kumpulan Cerpen Perempuan di Rumah Panggung Karya Isbedy Stiwan ZS dan Kelayakannya Sebagai Bahan Ajar Pembelajaran Sastra Indonesia di SMP”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka masalah utama dalam penelitian ini adalah bagaimanakah konotasi dalam kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan Zs dan kelayakannya sebagai bahan ajar sastra di SMP?

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Apa sajakah jenis konotasi pada kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS?

2. Bagaimanakah konotasi pada kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS?

(21)

8

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah mendeskripsikan konotasi pada kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiwan ZS dan kelayakannya sebagai bahan ajar sastra di SMP. Adapun rincian dari tujuan utama penelitian ini adalah.

1. Mendeskripsikan konotasi pada kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS.

2. Mendeskripsikan kelayakan kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat secara teoritis dan praktis.

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi di bidang sastra mengenai konotasi dalam kumpulan cerpen sehingga dapat memberikan referensi bagi peneliti selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

(22)

9

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(23)

10

BAB II LANDASAN TEORI

Dalam bab ini peneliti memaparkan tentang teori-teori yang menjadi landasan untuk memperkuat penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Teori-teori tersebut diambil dari penjelasan dan pemahaman para ahli dan digunakan sebagai acuan bagi peneliti untuk melakukan penelitian.

Jadi, secara keseluruhan bab ini terdiri atas pengertian cerita pendek, pengertian makna, pengertian konotasi, dan pembelajaran sastra di SMP. Berikut ini dijelaskan secara rinci mengenai hal-hal tersebut.

2.1 Pengertian Cerita Pendek

Cerpen adalah fiksi pendek yang selesai dibaca dalam “sekali duduk” (Sumardjo,

2007: 202). Cerita pendek dapat diartikan sebagai cerita berbentuk prosa pendek. Ukuran pendek di sini bersifat relatif (Suyanto, 2012: 46). Lebih menspesifikasikan yaitu cerita pendek adalah cerita yang panjangnya sekitar 5000 kata atau kira-kira 17 halaman kuarto spasi rangkap yang terpusat dan lengkap pada dirinya sendiri (Notosusanto dalam Tarigan 2011: 180).

(24)

11

Menurut Rosidi (dalam Purba, 2010:50) cerpen adalah cerita yang pendek dan merupakan suatu kebulatan ide. Dalam kesingkatan dan kebulatannya itu, sebuah cerita pendek adalah lengkap, bulat, dan singkat. Semua bagian dari sebuah cerpen mesti terikat pada suatu kesatuan jiwa: pendek, padat, dan lengkap. Tak ada bagian-bagian yang boleh lebih atau bisa dibuang. Kelebihan cerpen yang khas adalah kemampuan mengemukakan masalah yang kompleks dalam bentuk (dan waktu) yang sedikit (Nurgiyantoro, 2012: 10).

Berdasarkan pendapat para ahli diatas peneliti menyimpulkan bahwa cerpen adalah cerita berbentuk prosa pendekyang memberi kesan tunggal yang dominan tentang satu tokoh dalam satu latar dan satu situasi dramatik dan mampu mengemukakan masalah yang kompleks dalam bentuk dan waktu yang sedikit.

2.1.1 Jenis-jenis Cerpen

Cerita pendek juga dapat digolongkan menurut unsur-unsur fiksi yang ditekankan. Unsur fiksi yang ditekankan itu menentukan jalan ceritanya. Unsur cerita fiksi dapat bersumber dari watak, plot, tema, setting, dan sebagainya (Sumardjo, 1984: 70).

a) Cerita Pendek Watak

(25)

12

lengkap, ia hanya dapat melihat salah satu segi wataknya saja. Jadi, watak dalam cerita pendek jelas statis, sebab pengarang tak ada kesempatan untuk mengembangkan watak tertentu itu. Contoh cerita pendek ini adalah “Asran”

oleh Trisno Sumardjo yang melukiskan watak tidak pedulian seorang pelukis.

b) Cerita Pendek Plot

Menekankan terjadinya suatu peristiwa yang amat mengesankan. Biasanya cerita pendek jenis ini amat digemari oleh pembaca awam karena jalan ceritanya yang manis menarik dan akhiri dengan kejutan yang makin menambah kepuasan pembacanya. Contoh cerita pendek ini amat banyak di Indonesia seperti yang ditulis oleh Trisnoyuwono dalam bukunya Di Medan Perang.

c) Cerita Pendek Tematis

Menekankan pada unsur tema atau permasalahan yang biasanya cukup berat untuk dipikirkan. Pembahasan masalah dalam cerita pendek ini sangat dominan sehingga kadang melupakan tugasnya untuk memberikan cerita kepada pembacanya. Contoh jenis ini adalah Icih oleh Ali Audah.

d) Cerita Pendek Suasana

(26)

13

e) Cerita Pendek setting

Pengarang lebih banyak menguraikan latar belakang tempat terjadinya cerita. Dari cerita pendek semacam ini pembaca dapat mengetahui karangan dalam buku Umu Kalsum oleh Djamil Suherman.

2.1.2 Ciri-ciri Cerpen

Ciri khas sebuah cerita pendek adalah sebagai berikut (Tarigan, 1991: 175).

a. Ciri-ciri utama cerpen adalah singkat, padu, dan insentif. Cerpen ialah cerita yang hanya menceritakan suatu peristiwa. Karena hanya menceritakan satu peristiwa, maka isi cerpen tergolong singkat, padat, dan innsentif.

b. Unsur-unsur utama cerpen adalah adegan, tokoh, dan gerak. Cerpen merupakan cerita yang mengisahkan tentang kehidupan manusia. Jadi, di dalam cerpen harus ada tokoh, adegan, dan gerak yang dapat membangun isi cerpen sehingga lebih hidup dan nyata.

c. Bahasa cerpen haruslah tajam, sugestif, dan menarik perhatian.

d. Cerpen harus mengandung interpretasi pengarang tentang konsepsinya mengenai kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

e. Sebuah cerita pendek harus menimbulkan suatu efek dalam pikiran pembaca. f. Cerita pendek harus mempunyai seorang pelaku yang utama.

g. Cerita pendek bergantung pada (satu) situasi. h. Cerita pendek menyajikan satu emosi.

(27)

14

2.2 Pengertian Makna

Makna adalah arti atau maksud yang tersimpul dari suatu kata, jadi makna dengan bendanya sangat bertautan dan saling menyatu. Jika suatu kata tidak bisa dihubungkan dengan bendanya, peristiwa atau keadaan tertentu maka kita tidak bisa memperoleh makna dari kata itu (Tjiptadi, 1984:19). Kata-kata yang bersal dari dasar yang sama sering menjadi sumber kesulitan atau kesalahan berbahasa, maka pilihan dan penggunaannya harus sesuai dengan makna yang terkandung dalam sebuah kata. Agar bahasa yang dipergunakan mudah dipahami, dimengerti, dan tidak salah penafsirannya, dari segi makna yang dapat menumbuhkan resksi dalam pikiran pembaca atau pendengar karena rangsangan aspek bentuk kata tertentu.

Makna adalah hubungan antara lambang bunyi dengan acuannya. Makna merupakan bentuk responsi dari stimulus yang diperoleh pemeran dalam komunikasi sesuai dengan asosiasi maupun hasil belajar yang dimiliki. Ujaran manusia itu mengandung makna yang utuh. Keutuhan makna itu merupakan perpaduan dari empat aspek, yakni pengertian (sense), perasaan (feeling), nada (tone), dan amanat (intension). Memahami aspek itu dalam seluruh konteks adalah bagian dari usaha untuk memahami makna dalam komunikasi.

(28)

15

(Nurhayati, 2009:3). Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa makna suatu kata dalam bahasa dapat diketahui dengan landasan ilmu semantik.

Hornby (dalam Pateda, 1989:45) berpendapat bahwa makna ialah apa yang kita artikan atau apa yang kita maksud. Poerwadarminta (dalam Pateda, 1989:45) mengatakan makna : arti atau maksud. Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Pateda, 2001:82) kata makna diartikan : (i) arti: ia memperhatikan makna setiap kata yang terdapat dalam tulisan kuno itu, (ii) maksud pembicara atau penulis, (iii) pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan. Makna ialah hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti (Aminuddin, 1988:53). Dari batasan pengertian itu dapat diketahui adanya tiga unsur pokok yang tercakup di dalamnya, yakni (1) makna adalah hasil hubungan antara bahasa dengan dunia luar, (2) penentuan hubungan terjadi karena kesepakatan para pemakai, serta (3) perwujudan makna itu dapat digunakan untuk menyampaikan informasi sehingga dapat saling dimengerti.

Menurut pendapat Fatimah (1993:5) makna adalah pertautan yang ada di

(29)

16

atau ketidaksepadanan antara bahasa dan alam di luar bahasa, atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjuknya, (4) cara menggunakan lambanglambang bahasa.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa makna merupakan arti dari suatu kata atau maksud pembicara yang membuat kata tersebut berbeda dengan kata-kata lain.

a. Jenis-jenis Makna

Makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal, berdasarkan ada atau tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan kriteri lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik dan sebagainya. Abdul Chaer berpendapat bahwa jenis-jenis makna itu terbagi menjadi beberapa jenis makna, yaitu sebagai berikut.

1. Makna Leksikal

(30)

17

alat indra, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Contohnya, kata „kepala‟ dalam kalimat „Kepalanya hancur kena pecahan

granat„ adalah makna leksikal, tetapi dalam kalimat „Hafizh diangkat menjadi kepala cabang koperasi„ adalah bukan makna leksikal. Maksud makna dalam kamus adalah makna dasar atau makna yang konret. Misalnya leksem „Kuda‟ memiliki makna sejenis binatang.

2. Makna Gramatikal.

Makna gramatikal adalah makna yang terjadi setelah proses gramatikal (afikasi, reduplikasi, kompositumisasi). Perbedaan dari makna leksikal dan gramatikal adalah Makna leksikal adalah makna dasar/makna dari kata per kata, sedangkan makna gramatikal adalah makna baru yang muncul ketika kata-kata tersebut menjadi sebuah kalimat. Makna gramatikal acapkali juga dapat diketahui tanpa mengenal makna leksikal unsur-unsurnya. Misalnya klausa malalat dilili-lili lolo-lolo ini, yang tidak kita ketahui makna leksikal unsur-unsurnya, apa itu malalat, apa itu malalat, apa itu dilili-lili, dan apa pula lolo-lolo itu; namun kita tahu bahwa konstruksi klausa itu memberi makna gramatikal: malalat mengandung makna „tujuan, pasiendilili-lili mengandung makna „pasif‟, dan lolo-lolo mengandung makna „pelaku

(31)

18

3. Makna Kontekstual

Makna kontekstual adalah makna sebuah laksem atau kata yang berada didalam suatu konteks. Misalnya, makna konteks kata kepala pada kalimat-kalimat berikut :

a. Rambut di kepala nenek belum ada yang putih b. Sebagai kepala sekolah dia harus menegur murid itu. c. Nomor teleponnya ada pada kepala surat itu.

4. Makna Referensial

Makna referensial adalah sebuah kata yang memiliki referensnya/acuannya. Sehingga sebuah kata dapat disebut bermakna referensial kalau ada referensinya atau acuannya. Kata-kata seperti kuda, merah, dan gambar adalah termasuk kata-kata yang bermakna referensial karena ada acuannya dalam dunia nyata.

5. Makna Non-referensial

Makna non-referensial adalah kata yang tidak mempunyai acuan dalam dunia nyata. Contohnya kata dan, atau, dan karena. Kata-kata tersebut tidak mempunyai acuan dalam dunia nyata.

6. Makna Denotatif

Makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah kata. Umpamanya, kata „Kurus„ (bermakna

denotatif yang mana artinya keadaan tubuh seseorang yang lebih kecil dari ukuran yang normal). Kata „Bunga„( bermakna denotatitif yaitu bunga yang

(32)

19

7. Makna Konotatif

Makna konotatif adalah makna yang lain yang ditambahkan pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dari seseorang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Umpamanya kata „Kurus„ pada contoh di atas berkonotasi netral. Tetapi kata „Ramping„,

yaitu sebenarnya bersinonim dengan kata kurus itu memiliki konotasi positif yaitu nilai yang mengenakkan ; orang akan senang kalau dikatakan ramping. Sebaliknya, kata „Kerempeng„, yang sebenarnya juga bersinonim

dengan kata kurus dan ramping, mempunyai konotasi negatif, nilai rasa yang tidak enak, orang akan tidak enak kalau dikatakan tubuhnya kerempeng.

8. Makna Konseptual

Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata „Kuda‟ memiliki makna konseptual „sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai‟, dan kata „rumah‟ memiliki makna konseptual „bangunan tempat tinggal

manusia‟.

9. Makna Asosiatif

Makna asosiasi adalah makna kata yang berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, kata „melati berasosiasi dengan „sesuatu yang suci atau kesucian’, kata

(33)

20

untuk menyatakan konsep lain, yang mempunyai kemiripan dengan sifat keadaan, atau ciri yang ada konsep asal tersebut.

10.Makna Kata

Makna kata adalah makna yang bersifatumum, kasar dan tidak jelas. Kata „tangan‟ dan „lengan‟ sebagai kata, maknanya lazim dianggap sama,

seperti contoh berikut:

a. Tangannya luka kena pecahan kaca. b. Lengannya luka kena pecahan kaca.

2.3 Pengertian Konotasi

Konotasi merujuk pada kualitas yang memberikan nilai suplementer kepada objek. Makna konotasi menambahkan kualitas, ekstensi makna, dan sifat baru sehingga objek tidak sekedar memiliki makna apa adanya (Eco, 1976: 79).

Konotasi merupakan makna leksikal + X. Misalnya kata amplop. Kata amplop yang bermakna sampul yang berfungsi tempat untuk mengisi surat yang akan disampaikan kepada orang lain, makna itu adalah makna denotasinya. Tetapi ketika kita berbicara “berilah ia amplop agar urusan mu cepat selesai”. Maka

(34)

21

Konotasi adalah kesan-kesan yang bersifat emosional yang ditimbulkan oleh sebuah kata di samping batasan kamus atau definisi utamanya.” (Henry Guntur

Tarigan, 2009: 52). Makna konotatif dapat disebut dengan makna tambahan atau makna kiasan. Makna konotatif dapa berubah dari waktu ke waktu. Misalnya pada kata Ceramah dulu kata ini berkonotasi negatif yang berarti cerewet tetapi sekarang berkonotasi positif. Zaenal dan Amran (2008: 28) menyatakan bahwa makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat dari sikap sosial, sikap pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. Misalnya kata makan bermakna konotasi untung atau pukul.Makna konotasi berkembang dari zaman ke zaman. Ia tidak tetap. Misal kata kamar kecil makna denotatifnya kamar yang kecil tetapi makna konotatifnya jamban.

Wiyanto (dalam Mangatur, 2009: 74) menyatakan makna konotasi adalah makna didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan oleh pembicara atau pemdengar. Adi makna konotasi adalah makna tambahan yang timbul berdasarkan nilai rasa seseorang.

Ditinjau dari segi pemakaiannya dalam karya tulis pun ada perbedaan antara denotasi dan konotasi ini, antara lain:

a. Karya tulis yang bersifat ilmiah pada umumnya mempergunakan kata-kata yang bersifat denotatif.

(35)

22

Makna konotasi adalah tambahan-tambahan sikap sosial, sikap pribadi, sikap dari satu jaman, dan kriteria-kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. Dalam pandangan masyarakat Indonesia, kata perempuan mengalami degradasi semantis, atau peyorasi, penurunan nilai makna, arti sekarang lebih rendah dari arti dahulu.

Di pasar pemakaian, terutama di tubuh birokrasi dan kalangan atas, nasib perempuan terpuruk di bawah kata wanita, sehingga yang muncul adalah Menteri Peranan Wanita, pengusaha wanita (wanita pengusaha), insinyur wanita, peranan wanita dalam pembangunan, dan pastilah bukan Menteri Peranan Perempuan, Pengusaha perempuan (perempuan pengusaha), Insinyur perempuan, Peranan perempuan dalam pembangunan.

Penggunaan kata konotasi bernilai rasa, baik itu rendah/ tinggi. Contohnya kata gerombolan dan kumpulan secara denotasi maknanya sama, yaitu kelompok manusia, tetapi secara konotasi punya nilai rasa yang berbeda. Nilai rasa gerombolan lebih rendah dari kata kumpulan. Hal ini terbukti pada kata gerombolan pengacau bukan kumpulan pengacau.

(36)

23

a). Konotasi baik

Kata-kata yang mempunyai konotasi baik dan oleh sebagian masyarakat dianggap memiliki nilai rasa yang lebih enak, sopan, akrab, dan tinggi. Konotasi baik dibagi menjadi dua macam, yaitu 1) konotasi tinggi, dan 2) konotasi ramah.

1. Konotasi Tinggi

Konotasi tinggi yaitu kata-kata sastra dan kata-kata klasik yang lebih indah dan anggun terdengar oleh telinga umum. Kata-kata seperti itu mendapat konotasi atau nilai rasa tinggi. Kata-kata klasik yang apabila orang mengetahui maknanya dan menggunakan pada konteks yang tepat maka akan mempunyai nilai rasa yang tinggi. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator konotasi tinggi pada sebuah kata adalah sebagai berikut:

a. kata-katanya klasik

b. kata-kata yang menimbulkan rasa segan

2. Konotasi Ramah

Konotasi ramah yaitu kata-kata yang berasal dari dialek atau bahasa daerah karena dapat memberikan kesan lebih akrab, dapat saling merasakan satu sama lain, tanpa ada rasa canggung dalam bergaul. Kosa kata seperti ini merupakan kosa kata yang memiliki konotasi ramah. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator konotasi ramah pada sebuah kata adalah sebagai barikut:

a. kata-kata berasal dari dialek

(37)

24

b). Konotasi tidak baik

Konotasi tidak baik berarti kata-kata yang oleh sebagian masyarakat dianggap memiliki nilai rasa tidak sopan, tidak pantas, kasar, dan dapat menyinggung perasaan orang lain. Kata-kata ini biasanya mempunyai konotasi tidak baik. Konotasi tidak baik dibagi menjadi lima macam, antara lain 1) konotasi berbahaya, 2) konotasi tidak pantas, 3) konotasi tidak enak, 4) konotasi kasar, 5) konotasi keras.

1. Konotasi Berbahaya

Konotasi berbahaya yaitu kata-kata yang erat kaitannya dengan kepercayaan masyarakat kepada hal-hal yang sifatnya magis. Pada saat tertentu dalam kehidupan masyarakat, kita harus hati-hati mengucapkan suatu kata agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, hal-hal yang mungkin mendatangkan bahaya.

Pada kondisi tertentu penutur dilarang menuturkan kata-kata yang dianggap tabu di sembarang tempat. Misalnya, jika si penutur sedang berada ditengah hutan, maka secara tidak langsung dia telah diikat dengan aturan-aturan dalam bicara dan mengeluarkan katakata. Kata-kata yang tidak enak seperti, hantu, harimau, dan kata-kata kotor atau juga kata-kata yang menyombongkan diri dan takabur dilarang diucapkan dalam kondisi ini, karena jika aturan itu dilanggar dipercaya akan ada balasan yang setimpal bagi yang mengatakannya saat itu juga. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator konotasi berbahaya pada sebuah kata adalah sebagai berikut:

(38)

25

2. Konotasi Tidak Pantas

Konotasi tidak pantas yaitu kata-kata yang diucapkan tidak pada tempatnya dan mendapat nilai rasa tidak pantas, sebab jika diucapkan kepada orang lain maka orang lain tersebut akan merasa malu, merasa diejek, dan dicela. Di samping itu, si pembicara oleh masyarakat atau keluarganya dicap sebagai orang yang tidak sopan.

Pemakaian atau pengucapan kata-kata yang berkonotasi tidak pantas ini dapat menyinggung perasaan, terlebih-lebih orang yang mengucapkannya lebih rendah martabatnya dari pada lawan bicara atau obyek pembicaraan itu. Berdasarkan pengertian di atas, dapat diketahui indikator konotasi tidak pantas pada sebuah kata adalah sebagai berikut:

a. Kata-katanya dapat menyinggung perasaan orang lain b. Kata-kata yang diucapkan tidak pada tempatnya.

3. Konotasi Tidak Enak

(39)

26

4. Konotasi Kasar

Konotasi kasar yaitu kata-kata yang terdengar kasar dan mendapat nilai rasa kasar. Kata-kata kasar dianggap kurang sopan apabila digunakan dalam pembicaraan dengan orang yang disegani. Konotasi kasar biasanya juga dipergunakan oleh penutur yang sedang memiliki tingkat emosional yang tinggi. Akibat tingkat emosional yang tinggi tersebut, seorang penutur cenderung mengeluarkan kata-kata yang kasar. Berdasarkan pengertian di atas, dapat diketahui bahwa indikator konotasi kasar pada sebuah kata adalah sebagai berikut:

a. Kata-katanya kasar

b. Digunakan oleh penutur yang sedang marah dan mempunyai tingkat emosi yang tinggi.

5. Konotasi Keras

Konotasi keras yaitu kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal. Ditinjau dari segi arti, maka kata ini dapat disebut hiperbola, sedangkan dari segi nilai rasa atau konotasi dapat disebut konotasi keras. Untuk mengungkapkan hal-hal yang tidak masuk akal, dapat digunakan kiasan atau perbandingan-perbandingan.

Pada umumnya, setiap anggota masyarakat dalam pergaulan sehari-hari berusaha mengendalikan diri. Akan tetapi, untuk menonjolkan diri, orang seringkali tidak dapat mengendalikan diri dan cenderung menggunakan kata-kata yang bersifat mengeraskan makna. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator konotasi keras pada sebuah kata adalah sebagai berikut:

(40)

27

2.4 Pemilihan Bahan Ajar Sastra di SMP

Mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia itu sendiri terdiri atas dua aspek, yaitu kemampuan berbahasa dan bersastra. Seperti yang dijabarkan dalam kurikulum bahwa kedua aspek tersebut dikembangkan dalam empat kemampuan, yakni, mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.

Pembelajaran sastra di sekolah sangatlah penting. Karya sastra, dalam hal ini berupa cerpen, banyak mengandung pelajaran dan nilai-nilai positif yang bisa dipetik. Pembelajaran sastra ditekankan agar siswa dapat menikmati dan mengambil hikmah dalam karya sastra tersebut. Untuk hal itu, pengetahuan sastra lebih banyak diarahkan kepada pembelajaran yang mengutamakan pada apresiasi. Kegiatan mengapresiasi karya sastra berkaitan erat dengan upaya mempertajam perasaan, penalaran dan daya khayal serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya dan lingkungan.

Tujuan pembelajaran sastra di sekolah bisa tercapai dengan baik apabila siswa mampu mengapresiasikan karya sastra dengan baik pula. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan pendekatan yang baik kepada para siswa. Siswa diajak untuk bersentuhan langsung dengan karya sastra. Dalam hal ini peran guru sangat dibutuhkan. Guru hendaknya mampu menciptakan pembelajaran sastra yang menarik.

(41)

28

harus dipertimbangkan oleh guru Bahasa Indonesia di sekolah menengah (Rahmanto, 2005:27).

Pembelajaran makna konotasi ini terdapat pada Kurikulum 2013. Mengapresiasi karya satra akan menambah pengetahuan siswa tentang kata bermakna konotasi. Kumpulan cerita pendek Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS ini dianalisis secara mendetail untuk mengetahui layak atau tidaknya jika digunakan sebagai bahan ajar sastra di SMP.

Dijelaskan bahwa siswa diharapkan mampu membaca dan memahami berbagai teks bacaan sastra dengan membaca dan memahami berbagai teks bacaan sastra dengan membaca dan menganalisis berbagai karya sastra (Depdiknas, 2006:16).

(42)

29

dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut. Dengan Kompetensi Dasar (KD 1.2) Menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugrah Tuhan yang maha Esa sebagai sarana memahami informasi lisan dan tulisan. Kompetensi Dasar (KD 1.3) Menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugrah Tuhan yang maha Esa sebagai sarana memahami informasi lisan dan tulisan. Kompetensi Dasar (KD 2.5) Memiliki prilaku percaya diri, perduli, dan santunn dalam merespon secara pribadi siswa jangka pendek. Kompetensi Dasar (KD 3.1) Memahami teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek baik melalui lisan maupun tulisan. Kompetensi Dasar (KD 3.2) Membedakan teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek baik lisan maupun tulians. Dengan Kompetensi Dasar (KD 4.1) Menangkap makna teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek baik secara lisan maupun tulisan. Dan Kompetensi Dasar (KD 4.2) Menyusun teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendeksesuai dengan karakteristik teks yang akan dibuat baik secara lisan maupun tulisan.

(43)

30

Dalam pembelajaran sastra, guru harus dapat memilih bahan ajar sastra yang tepat untuk siswanya. Agar dapat memilih bahan ajar dengan tepat sesuai dengan kurikulum saat ini yaitu kurikulum 2013, kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiwan ZS ini akan ditinjau layak atau tidaknya sebagai bahan ajar pembelajaran sastra di SMP dengan menggunakan nilai karakter yang terdapat pada kurikulum 2013.

(44)

31

BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam bab ini peneliti memaparkan tentang metode digunakan peneliti untuk melakukan penelitian. Kemudian, pada bab ini juga dijelaskan sumber yang menjadi objek penelitan tersebut dan prosedur yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian.

Jadi, secara keseluruhan bab ini terdiri atas metode penelitian, sumber data, dan prosedur penelitian. Berikut ini dijelaskan secara rinci mengenai hal-hal tersebut.

3.1 Metode Penelitian

Penelitian adalah penerapan pendekatan ilmiah pada pengkajian suatu masalah (Margono, 1996: 18). Tujuannya yaitu untuk menemukan jawaban terhadap persoalan yang signifikan, melalui penerapan prosedur-prosedur ilmiah.

Sesuai dengan tujuan penelitian, yakni untuk mendeskripsikan konotasi pada kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif adalah prosedur pemecahan masalah dengan memaparkan keadaan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampil sebagaimana adanya (Margono, 2007: 35).

(45)

32

dengan kenyataan yang kompleks, 2) metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan responden, 3) metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan penajaman-penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

Metode kualitatif menjadi titik tolak penelitian kualitatif, yang menekankan kualitas (ciri-ciri data yang alami) sesuai dengan pemahaman deskriptif dan alamiah itu sendiri. Data yang dikumpulkan bukanlah angka-angka tetapi boleh menggunakan angka jika dalam bentuk presentase, dapat berupa kata-kata atau gambaran sesuatu. Hal tersebut sebagai akibat dari metode kualitatif.

3.2 Sumber Data

Sumber data pada penelitian ini adalah cerpen-cerpen dalam kumpulan cerpen yang berjudul Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS. Dalam kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS ini memiliki 15 judul cerpen didalamnya. Kumpulan cerpen tersebut memiliki ketebalan 151 halaman. Kumpulan cerpen ini diterbitkan oleh Siger Publisher, Lampung, 2013.

3.3 Prosedur Penelitian

(46)

33

pada kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS dengan teknik-teknik sebagai berikut.

1. Membaca kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS secara keseluruhan.

2. Mengumpulkan data-data berupa kata-kata, kalimat, dan paragraf.

3. Mengidentifikasi data-data yang mempunyai makna konotasi pada kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS yang tergambar melalui tokoh, latar, amanat, dan setting.

4. Menganalisis data-data yang mempunyai makna konotasi dalam kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS dengan menggunakan indikator sebagai berikut.

(47)

135

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini peneliti memaparkan tentang simpulan berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian pada bab sebelumnya. Selain itu, dalam bab ini juga dikemukakan saran bagi guru Bahasa Indonesia dan peneliti lain yang akan menggunakan penelitian ini sebagai sumber referensi.

Jadi, secara keseluruhan bab ini terdiri simpulan dan saran. Berikut ini dijelaskan secara rinci mengenai hal-hal tersebut.

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada cerpen dalam kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS, peneliti menyimpulkan sebagai berikut.

1. Konotasi yang terdapat dalam cerpen pada kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS adalah konotasi tinggi, konotasi ramah, konotasi tidak enak, dan konotasi tidak pantas.

(48)

136

sepuluh cerpen dalam kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS, konotasi tidak pantas terdapat pada lima cerpen dalam kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS, dan konotasi tidak enak terdapat pada tiga cerpen dalam kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS.

3. Kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS layak dijadikan sebagai bahan ajar karena sudah memenuhi kriteria dalam pemilihan bahan ajar berdasarkan nilai-nilai karakter dalam kurikulum 2013.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis terhadap cerpen kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS, peneliti menyarankan sebagai berikut.

1. Melalui kumpulan cerpen Perempuan di Rumah Panggung karya Isbedy Stiawan ZS, siswa diharapkan dapat menambah memahami makna konotasi dan menambah pembendaharaan kosakata yang dimilikinya.

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2002. Pengantar semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Antilan, Ilmu. 2010. Sastra Indonesia Kontemporer.Yogjakarta: Graha Ilmu.

Luxemburg, Jan.dkk. 1986. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia.

Margono. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

North, Winfried. 1995. Semiotik (Terjemahan Abdul Syukur Ibrahim). Surabaya: Airlangga University Press.

Moeliono, Anton M. 1989. Kembara Bahasa. Jakarta: Gramedia.

Parera, Jos Daniel. 2004. Teori Semantik: edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.

Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.

Rahmanto, B. 1988. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Kanisius.

Tarigan, Henry Guntur. 2001. Pengajaran Semantik. Bandung: Angkasa.

Thahar, Haris Effendi. 2008. Kiat Menulis Cerita Pendek. Bandung: Angkasa.

Theeuw. A. 2003. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Referensi

Dokumen terkait

untuk menganalisis tempat, waktu, dan latar suasana dari cerita cerpen. Setiap cerpen juga terkadang memiliki suasana yang berbeda-beda. Ketiga, eksistensi perempuan dalam

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kandungan kritik sosial dalam buku kumpulan cerpen Bapak Presiden yang Terhormat karya Agus Noor dilihat dari

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kandungan kritik sosial dalam buku kumpulan cerpen Bapak Presiden yang Terhormat karya Agus Noor dilihat dari

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menjelaskan latar sosio-historis Djenar Maesa Ayu sebagai pengarang kumpulan cerpen Saia, (2) menjelaskan struktur kumpulan

terdapat dalam kumpulan cerpen Perempuan Bawang dan Lelaki Kayu adalah.. menganalisisnya dengan menggunakan pendekatan sosiologi

Data dalam penelitian ini yakni teks dalam kumpulan cerpen Antara Jimbaran dan Lovina karya Sunaryono Basuki KS yang mengandung citra perempuan.. Sementara itu,

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan: (1) unsur intrinsik kumpulan cerpen Tart di Bulan Hujan karya Bakdi Soemanto; (2) relevansi unsur

Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data, yaitu (1) membaca kumpulan cerpen Juragan Haji karya Helvy Tiana Rosa secara keseluruhan dengan seksama, (2) menandai