IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBELAJARAN MITIGASI TSUNAMI DENGAN MODEL LEARNING CYCLE INDOOR DAN OUTDOOR
BAGI SISWA SMP NEGERI 27 BANDAR LAMPUNG
Oleh Erwin Wijaya
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Fisika
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBELAJARAN MITIGASI TSUNAMI DENGAN MODEL LEARNING CYCLE INDOOR DAN OUTDOOR
BAGI SISWA SMP NEGERI 27 BANDAR LAMPUNG
Oleh Erwin Wijaya
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru mata pelajaran fisika kelas IX SMP Negeri 27 Bandar Lampung, diketahui bahwa materi kebumian
yang menyangkut fenomena tsunami cenderung tidak diajarkan dan dianggap sebagai materi pengayaan.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil belajar kognitif, afektif, dan
psikomotorik siswa dengan menggunakan model pembelajaran learning cycle 5E pada perlakuan cara belajar indoor, outdoor, dan kombinasi keduanya.
Dari hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan hasil belajar kognitif siswa
pada pembelajaran mitigasi tsunami dengan model learning cycle indoor dan outdoor. Nilai rata-rata siswa adalah 67,23 pada kelas indoor, 59,75 pada kelas
outdoor dan 59,59 pada kelas kombinasi. Data ini menunjukkan bahwa hasil
belajar kognitif pada kelas indoor lebih baik dari kelas outdoor dan kombinasi. Tidak ada perbedaan hasil belajar afektif siswa pada pembelajaran mitigasi
Erwin Wijaya
adalah 85,64 pada kelas indoor, 83,48 pada kelas outdoor dan 81,81 pada kelas kombinasi. Ada perbedaan hasil belajar psikomotorik siswa pada pembelajaran
mitigasi tsunami dengan model learning cycle indoor dan outdoor. Nilai rata-rata siswa adalah 65,85 pada kelas indoor, 73,75 pada kelas outdoor dan 80,45 pada kelas kombinasi. Data ini menunjukkan bahwa hasil belajar psikomotorik siswa
pada kelas kombinasi lebih baik dari kelas indoor dan outdoor.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... xiv
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoretis ... 7
1. Pengertian Tsunami ... 7
2. Mitigasi ... 9
3. Model Siklus Belajar (Learning Cycle) ... 11
4. Bermain Peran (Role Playing) ... 13
5. Belajar Indoor ... 15
6. Belajar Outdoor ... 16
7. Hasil Belajar ... 17
8. Peran Multimedia dalam Pembelajaran Mitigasi ... 19
B. Kerangka Pemikiran ... 20
C. Hipotesis ... 23
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 24
B. Populasi dan Sampel ... 24
D. Prosedur Penelitian ... 25
E. Teknik Pengumpulan Data ... 28
F. Teknik Analisis Data ... 29
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 33
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 51
3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Indoor ... 68
4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Outdoor ... 71
5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Indoor dan Outdoor ... 74
6 Lembar Kerja Siswa ... 77
7 Instrumen Kognitif Siswa ... 78
8 Kunci Jawaban Instrumen Kognitif ... 80
9 Instrumen Afektif Siswa ... 81
11 Data Hasil Penilaian Kognitif Indoor ... 83
12 Data Hasil Penilaian Kognitif Outdoor ... 85
13 Data Hasil Penilaian Kognitif Kombinasi ... 86
14 Data Hasil Penilaian Psikomotorik Indoor ... 87
15 Data Hasil Penilaian Psikomotorik Outdoor ... 89
16 Data Hasil Penilaian Psikomotorik Kombinasi ... 91
17 Data Hasil Belajar Kognitif Indoor ... 93
18 Data Hasil Belajar Kognitif Outdoor ... 95
19 Data Hasil Belajar Kognitif Kombinasi ... 97
20 Data Hasil Belajar Afektif Indoor ... 99
21 Data Hasil Belajar Afektif Outdoor... 101
22 Data Hasil Belajar Afektif Kombinasi... 103
23 Persentase Pemilih Afektif Indoor ... 105
24 Persentase Pemilih Afektif Outdoor ... 107
25 Persentase Pemilih Afektif Kombinasi ... 109
26 Data Analisis SPSS Kognitif ... 111
27 Data Analisis SPSS Afektif ... 113
28 Data Analisis SPSS Psikomotorik ... 115
29 Surat Keterangan Penelitian ... 117
30 Daftar Hadir Seminar Proposal ... 118
31 Daftar Hadir Seminar Hasil ... 119
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada lempeng bumi yang labil. Lempeng bumi ini berpotensi besar terjadinya
gempa bumi pada dasar laut dalam yang memungkinkan terjadinya tsunami diantaranya berada disisi barat Sumatera, di selatan Jawa ke timur Indonesia dan berputar ke utara melalui Nusa Tenggara, Maluku dan diteruskan ke
Sulawesi. Potensi tersebut menjadi lebih besar lagi karena sebagian besar pusat gempa tektonik terletak di dasar laut dalam yang posisinya relatif dekat
dengan pantai.
Sejak tahun 1990 tercatat sebanyak sepuluh kali tsunami yang terjadi di pantai-pantai Indonesia. Di Indonesia peristiwa tsunami yang terjadi di
Maumere, Flores (Desember 1992), kemudian di Halmahera (Januari 1994) dan banyuwangi (Juni 1994) yang merusak beberapa desa pantai dengan korban lebih dari 100 orang, kemudian pada 16 Februari 1994 terjadi kembali
tsunami di pantai tenggara Provinsi Lampung. Pada tanggal 17 Juli 2006 gempa bumi berkekuatan 6,8 Skala Richter yang berpusat di Samudera
2
Cilacap dan Kebumen) dengan jumlah korban jiwa sekitar 500 orang. Bencana tsunami yang terkini terjadi pada tanggal 25 Oktober 2010 di kepulauan Mentawai, Sumatra Barat diakibatkan oleh gempa bumi yang
berkekuatan 7,2 Skala Richter dengan korban meninggal mencapai 400 orang.
Kedahsyatan bencana yang diakibatkan oleh tsunami disebabkan oleh adanya
gempa pada bawah dasar laut akibat gempa tektonik letusan gunung Krakatau tahun 1883 menyebabkan lebih dari 36.000 orang meninggal dan kedahsyatan disebabkan pusat gempa tektonik di bawah dasar laut dalam yang berpotensi
sangat besar terjadi di Indonesia dan dunia. Tsunami ini terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 akibat gempa berkekuatan 9,1 hingga 9,3 Skala Richter.
Gelombang tsunami menyapu beberapa wilayah diantaranya Aceh, India, Srilanka, Thailand dan wilayah Afrika Timur. Sejumlah 226.000 jiwa meninggal akibat tsunami ini dengan 166.000 jiwanya merupakan warga
negara Indonesia. Gempa penyebab tsunami ini merupakan gempa terbesar keempat yang terjadi dalam sejarah, sementara tsunaminya merupakan
tsunami yang terbesar.
Potensi terjadinya tsunami di Indonesia sangat tinggi. Gempa bumi yang
diikuti oleh gelombang air laut yang sangat besar atau tsunami yang melanda sejumlah wilayah pantai di Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara menunjukkan bahwa Indonesia memang negara yang rawan tsunami. Oleh
karena itu, upaya mitigasi harus dilakukan secara serius dengan dukungan seluruh stake holders. Mitigasi merupakan upaya untuk meminimalkan
3
meningkatkan kesadaran masyarakat. Upaya tersebut sebaiknya dilakukan sejak dini melalui pendidikan formal di SMP.
Mitigasi bencana tsunami tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dapat
dilakukan dengan memberikan pembelajaran pada materi tsunami kepada siswa, karena selama ini pembelajaran mitigasi bencana tsunami belum pernah dibelajarkan. Hal ini bertujuan untuk membiasakan siswa agar selalu
waspada apabila terjadi bencana tsunami. Metode pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran mitigasi tsunami adalah metode role playing
yang dilaksanakan indoor dan outdoor karena selain siswa dapat memahami materi tsunami dengan metode pembelajaran indoor, siswa juga langsung melakukan kegiatan mitigasi pada pembelajaran outdoor, sehingga dapat
memberikan keterampilan kepada siswa bagaimana melakukan kegiatan mitigasi bencana tsunami.
Bencana tsunami pasti akan selalu datang dan mengancam wilayah Indonesia,
maka masyarakat Indonesia harus selalu siap menghadapinya. Oleh karena itu, perlu adanya kesadaran masyarakat tentang pentingnya upaya penanganan
bencana tsunami. Upaya itu tentu memerlukan tingkat pengetahuan yang cukup tentang penyebab dan mekanisme dari bencana tsunami tersebut.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian yang berjudul ”Implementasi Program Pembelajaran Mitigasi Tsunami
4
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah ada perbedaan hasil belajar kognitif siswa pada pembelajaran
mitigasi tsunami dengan model learning cycle indoor, outdoor, dan
kombinasi keduanya?
2. Apakah ada perbedaan hasil belajar afektif siswa pada pembelajaran
mitigasi tsunami dengan model learning cycle indoor, outdoor, dan kombinasi keduanya?
3. Apakah ada perbedaan hasil belajar psikomotorik siswa pada pembelajaran
mitigasi tsunami dengan model learning cycle indoor, outdoor, dan kombinasi keduanya?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Membandingkan hasil belajar kognitif siswa pada pembelajaran mitigasi
tsunami dengan model learning cycle indoor, outdoor, dan kombinasi
keduanya.
2. Membandingkan hasil belajar afektif siswa pada pembelajaran mitigasi
tsunami dengan model learning cycle indoor, outdoor, dan kombinasi
keduanya.
3. Membandingkan hasil belajar psikomotorik siswa pada pembelajaran
5
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain :
1. Menanamkan kesadaran kepada siswa terhadap pentingnya upaya mitigasi
bencana tsunami.
2. Memberikan keterampilan kepada siswa dalam melakukan kegiatan
mitigasi bencana tsunami.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran siklus
belajar 5E yang dilaksanakan indoor, outdoor, dan kombinasi keduanya. 2. Pembelajaran indoor merupakan pembelajaran konvensional yang
dilaksanakan di dalam kelas.
3. Pembelajaran outdoor merupakan salah satu kegiatan pembelajaran yang
dirancang sedemikian rupa dengan teknik identifikasi langsung ke area lapangan.
4. Hasil belajar siswa yang diukur meliputi aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Asepek kognitif adalah pemahaman siswa mengenai
penyebab terjadinya tsunami. Aspek afektif adalah tumbuhnya kesadaran siswa terhadap pentingnya upaya mitigasi dan penyelamatan terhadap korban tsunami. Aspek psikomotorik adalah keterampilan siswa untuk
6 5. Pembelajaran mitigasi dimulai dengan model siklus belajar untuk
menanamkan konsep dan dilanjutkan dengan bermain peran untuk melatih keterampilan mitigasi tsunami.
6. Subjek penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 27 Bandarlampung
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis
1. Pengertian Tsunami
Tsunami adalah gelombang air yang sangat besar yang dibangkitkan oleh macam-macam gangguan di dasar samudera. Gangguan ini dapat berupa
gempa bumi, pergeseran lempeng atau gunung meletus. Tsunami tidak kelihatan saat masih berada jauh di tengah lautan, namun begitu mencapai wilayah dangkal, gelombangnya yang bergerak cepat ini akan semakin
membesar. Tsunami juga sering disangka sebagai gelombang air pasang, karena saat mencapai daratan gelombang ini memang lebih menyerupai air
pasang yang tinggi daripada menyerupai ombak biasa yang mencapai pantai secara alami oleh tiupan angin. Namun sebenarnya gelombang tsunami sama sekali tidak berkaitan dengan peristiwa pasang surut air laut.
Tsunami adalah fenomena gelombang raksasa yang melanda daratan.
Fenomena ini dapat terjadi karena gempa bumi atau gangguan berskala besar
di dasar laut, seperti longsoran bawah laut atau erusi letusan gunungapi di bawah laut (Skinner dan Porter, 2000). Gelombang tsunami dapat merambat
8
tsunami cukup rendah sehingga sulit diamati dan ketika mencapai perairan dangkal ketinggiannya dapat mencapai 30 m. Sifat kedatangan gelombang tsunami sangat mendadak dan tidak adanya sistem peringatan dini merupakan
penyebab dari banyaknya korban jiwa yang jatuh ketika gelombang tsunami melanda ke daratan pesisir yang banyak penduduknya.
Tsunami umumnya terjadi akibat gempa bumi bawah laut. Gerakan vertikal ke atas atau ke bawah kerak bumi menyebabkan dasar laut naik dan turun secara tiba-tiba, sehingga keseimbangan air laut yang berada di atasnya
terganggu. Hal ini menyebabkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di pantai menjadi gelombang besar. Tsunami dapat terjadi setempat
atau meluas ke wilayah lain. Besar kecilnya gelombang tsunami dipengaruhi oleh kedalaman air laut. Makin dalam air laut, kecepatan gelombang tsunami semakin kencang. Tsunami merupakan rangkaian gelombang. Gelombang
pertama yang datang biasanya tidak begitu besar dan tidak begitu membahayakan, tetapi beberapa saat setelah gelombang pertama, akan
menyusul gelombang yang jauh lebih besar serta sangat berbahaya. Setelah tsunami terjadi, gelombangnya merambat ke segala arah. Selama
9
2. Mitigasi
Mitigasi didefinisikan sebagai "Upaya yang ditujukan untuk mengurangi dampak dari bencana baik bencana alam, bencana ulah manusia maupun
gabungan dari keduanya dalam suatu negara atau masyarakat." Ada empat hal penting dalam rnitigasi bencana, yaitu :
1. Tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap jenis
bencana.
2. Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat
dalam menghadapi bencana karena bermukim di daerah rawan bencana. 3. Mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari serta mengetahui
cara penyelamatan diri jika bencana timbul
4. Pengaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi
ancarnan bencana.
Kegiatan-kegiatan pada tahap pra bencana erat kaitannya dengan istilah mitigasi bencana yang merupakan upaya untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan. Mitigasi bencana mencakup perencanaan dan pelaksanaan
tindakan-tindakan untuk mengurangi resiko-resiko dampak dari suatu bencana yang dilakukan sebelum bencana terjadi, termasuk kesiapan dan
tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka panjang.
Mitigasi berarti mengambil tindakan-tindakan untuk mengurangi pengaruh-pengaruh dari satu bahaya sebelum bencana itu terjadi. Istilah mitigasi
10
membuat bangunan yang lebih kuat sampai dengan prosedural, seperti teknik-teknik yang baku untuk menggabungkan penilaian bahaya di dalam rencana penggunaan lahan.
Mitigasi meliputi segala tindakan yang mencegah bahaya, mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya dan mengurangi daya rusak suatu bahaya yang tidak dapat dihindarkan. Mitigasi adalah dasar managemen situasi
darurat. Mitigasi dapat didefinisikan sebagai “Aksi yang mengurangi atau menghilangkan resiko jangka panjang bahaya bencana alam dan akibatnya
terhadap manusia dan harta-benda” (FEMA, 2000). Mitigasi adalah usaha yang dilakukan oleh segala pihak terkait pada tingkat negara, masyarakat dan individu.
Untuk mitigasi bahaya tsunami sangat diperlukan ketepatan dalam menilai kondisi alam yang terancam, merancang dan menerapkan teknik peringatan bahaya dan mempersiapkan daerah yang terancam untuk mengurangi dampak
negatif dari bahaya tersebut. Ketiga langkah penting tersebut adalah penilaian bahaya (hazard assessment), peringatan (warning) dan persiapan (preparedness) adalah unsur utama model mitigasi. Unsur kunci lainnya
11
3. Model Siklus Belajar (Learning Cycle)
Menurut Fajaroh dan Dasna (2007) :
Model siklus belajar merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif.
Sesuai dengan pendapat di atas, pada model ini siswa dituntut berperan aktif
untuk mencapai kompetensi-kompetensi tertentu. Sifat pembelajaran bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Dengan demikian, diharapkan apa yang diperoleh
siswa akan memiliki kesan yang mendalam. Menurut teori konstruktivisme, satu prinsip paling penting dalam psikologi pendidikan adalah guru tidak
mentranfer pengetahuan kepada siswa tetapi siswa yang harus membangun sendiri pengetahuan di benaknya. Konstruktivisme adalah proses
membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa
berdasarkan pengalamannya (Sanjaya, 2006).
Model Siklus Belajar menurut Lawson dalam Barnum (2008 : 2)
diklasifikasikan atas tiga bagian utama berdasarkan jenjang pendidikan yaitu sebagai berikut :
1) Descriptive dikembangkan dengan observasi dan deskripsi yang secara kognitif sangat cocok bagi pembelajaran siswa sekolah dasar. 2) Emperical-abductive menuntut siswa tidak sekedar untuk
mengobservasi suatu hubungan (relationship) tetapi juga
menyimpulkan dan menguji penjelasan-penjelasan yang mungkin dan jenis ini lebih cocok bagi siswa SMP.
12
Dari pernyataan Lawson, jenis model siklus belajar yang kedua yaitu
emperical-abductive merupakan pendekatan belajar yang cocok untuk siswa
SMP karena pada tahap ini siswa tidak hanya dituntut untuk mengobservasi
suatu hubungan (relationship) tetapi juga menyimpulkan dan menguji penjelasan-penjelasan yang mungkin. Dengan model ini, konstruksi kognitif
akan terjadi pada diri siswa berdasarkan pengalaman yang telah didapatnya.
Agar tujuan pembelajaran tercapai, kegiatan-kegiatan dalam setiap fase harus dirangkai dengan baik. Kompetensi yang bersifat psikomotorik dan afektif
misalnya akan lebih efektif bila dikuasai melalui kegiatan seperti praktikum, lingkungan belajar yang perlu diupayakan agar siklus belajar berlangsung konstruktivistik menurut Hudojo (2001) adalah :
1) Tersedianya pengalaman belajar yang berkaitan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
2) Tersedianya berbagai alternatif pengalaman belajar jika memungkinkan.
3) Terjadinya transmisi sosial yakni interaksi dan kerjasama individu dengan lingkungan.
4) Tersedianya media pembelajaran.
5) Kaitan konsep yang dipelajari dengan fenomena sehingga siswa terlibat secara emosional dan sosial yang menjadikan pembelajaran berlangsung menarik dan menyenangkan.
Menurut Cohen dan Clough (dalam Soebagio, 2000) :
Siklus belajar merupakan strategi jitu bagi pembelajaran sains di sekolah menengah karena dapat dilakukan secara luwes dan memenuhi kebutuhan nyata guru dan siswa.
Dilihat dari dimensi guru penerapan strategi ini memperluas wawasan dan
meningkatkan kreatifitas guru dalam merancang kegiatan pembelajaran. Sedangkan ditinjau dari dimensi pebelajar, penerapan strategi ini memberi
13 1) Meningkatkan motivasi belajar karena pebelajar dilibatkan secara aktif
dalam proses pembelajaran.
2) Membantu mengembangkan sikap ilmiah pebelajar. 3) Pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Adapun kekurangan penerapan strategi ini yang harus selalu diantisipasi diperkirakan sebagai berikut (Soebagio, 2000):
1) Efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran.
2) Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran.
3) Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi. 4) Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun
rencana dan melaksanakan pembelajaran.
Pembelajaran mitigasi tsunami menggunakan model siklus belajar karena
sesuai dengan teori Piaget yaitu teori belajar yang berbasis konstruktivisme. Piaget menyatakan bahwa belajar merupakan pengembangan aspek kognitif
yang meliputi struktur, isi dan fungsi. Struktur intelektual adalah organisasi-organisasi mental tingkat tinggi yang dimiliki ind ividu untuk memecahkan masalah-masalah. Isi adalah perilaku khas individu dalam merespon masalah
yang dihadapi. Sedangkan fungsi merupakan proses perkembangan intelektual yang mencakup adaptasi dan organisasi.
4. Bermain Peran (Role Playing)
Menurut Djamarah (2000), metode bermain peran ialah suatu cara
14
memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Kegiatan memerankan ini akan membuat anak didik lebih meresapi perolehannya.
Menurut Hamalik (2001) tujuan bermain peran yang sesuai dengan jenis
belajar adalah: (1) Belajar dengan berbuat. Para siswa melakukan peranan tertentu sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya, (2) Belajar melalui peniruan, (3) Belajar melalui balikan. Para pengamat mengomentari perilaku
para pemain peran yang telah ditampilkan. Tujuannya adalah untuk mengembangkan prosedur-prosedur kognitif dan prinsip-prinsip yang
mendasari perilaku keterampilan yang telah didramatisasikan, (4) Belajar melalui pengkajian, penilaian dan pengulangan. Peserta dapat memperbaiki keterampilan-keterampilan mereka dengan mengulanginya dalam penampilan
berikutnya.
Terdapat tiga hal yang menentukan kualitas dan keefektifan bermain peran sebagai model pembelajaran, yakni kualitas pemeranan, analisis dalam
diskusi, dan pandangan peserta didik terhadap peran yang ditampilkan dibandingkan dengan situasi kehidupan nyata.
Menurut Nurani dkk (2004), prosedur bermain peran terdiri atas: (1) Pemanasan. Guru berupaya memperkenalkan siswa pada permasalahan yang mereka sadari sebagai suatu hal yang perlu dipelajari dan dikuasai. Selanjutnya guru menggambarkan
permasalahan dengan jelas disertai contoh; (2) Memilih pemain. Siswa dan guru membahas karakter setiap pemain dan menentukan siapa akan memerankan apa; (3) Menata panggung. Dalam hal ini guru
mendiskusikan dengan siswa dimana dan bagaimana peran itu akan dimainkan dan apa saja yang diperlukan. Penataan panggung ini dapat sederhana atau kompleks. Yang paling sederhana adalah hanya
15
Permainan peran dilakukan secara spontan, (6) Diskusi dan evaluasi. Guru bersama siswa mendiskusikan permainan tadi dan melakukan evaluasi terhadap peran-peran yang dipertunjukkan, (7) Bermain peran ulang. Permainan diulang kembali. Seharusnya pada permaian yang kedua ini akan berjalan lebih baik, (8) Diskusi dan evaluasi.
Pembahasan dan diskusi kedua ini lebih diarahkan pada realitas, (9) Berbagi pengalaman dan kesimpulan. Siswa diajak untuk berbagi pengalaman tentang tema permainan peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat kesimpulan.
Pada penelitian ini prosedur bermain peran dari Nurani dkk akan dicoba diterapkan dengan beberapa penyesuaian dengan tema tsunami. Pada pembelajaran mitigasi tsunami melalui metode bermain peran, siswa
mencoba mengeksplorasi hubungan antar manusia dengan cara
memperagakan dan mendiskusikannya sehingga secara bersama-sama siswa
dapat mengeksplorasi perasaan, sikap, dan berbagai strategi pemecahan masalah. Dengan demikian siswa diharapkan memiliki keterampilan
psikomotorik untuk menyelamatkan diri dari tsunami, melakukan evakuasi terhadap korban dan melakukan perawatan pertama pada korban bencana.
5. Belajar Indoor
Pembelajaran indoor merupakan pembelajaran yang akan dilaksanakan di dalam ruangan. Menurut Sukirman (2009) mengatakan bahwa belajar indoor
merupakan pembelajaran yang berlangsung di dalam ruangan seperti perpustakaan dan laboratorium. Pembelajaran ini akan lebih kondusif jika
dibandingkan dengan pembelajaran outdoor. Kegiatan belajar di dalam ruangan ini akan memudahkan siswa dalam melakukan aktivitas
16
gabungan dari keduanya. Namun pembelajaran ini tetap saja ada
kelemahanya. Dengan pembelajaranseperti ini, siswa akan lebih cepat bosan karena suasananya cenderung sama. Terlebih lagi jika materi yang akan
disampaikan berupa materi yang langsung berhubungan dengan fenomena alam seperti bencana tsunami. Siswa akan cenderung dipaksakan untuk
mengidentifikasi secara imajiner dari sejumlah penjelasan atau gambar yang diberikan oleh guru.
Pada penelitian ini, pembelajaran indoor dimulai dengan tahap pengenalan
pokok permasalahan mitigasi tsunami dengan memberikan gambaran awal kepada siswa lewat penjelasan audio, visual, dan audio-visual. Pada tahap eksplorasi, peneliti akan mengajak siswa untuk menyelesaikan permasalahan
yang berkaitan dengan mitigasi tsunami dengan pusat pembelajaran tetap pada siswa. Pada tahapan evaluasi, siswa dengan pembelajaran indoor ini
juga akan dites kemapuan hasil belajarnya pada aspek kognitif, afektif dan psikomotornya sebagai bahan pembanding dengan kelas eksperimen yang lainya.
6. Belajar Outdoor
Upaya yang diperkirakan dapat meningkatkan minat siswa pada pelajaran fisika adalah dengan outdoor study atau belajar di luar ruangan kelas dengan pemberian tugas pada siswa.
Karjawati (1995) menyatakan bahwa :
17
Melalui metode ini lingkungan diluar sekolah dapat digunakan sebagai sumber belajar. Peran guru disini adalah sebagai motivator, artinya guru sebagai pemandu agar siswa belajar secara aktif, kreatif dan akrab dengan
lingkungaan. Outdoor study pada pembelajaran fisika menjadi sarana memupuk kreatifitas inisiatif kemandirian, kerjasama dan meningkatkan
minat pada materi pelajaran fisika.
Pemilihan lingkungan di luar sekolah sebagai sumber belajar hendaknya disesuaikan dengan materi pelajarannya. Bentuk tugas yang diberikan
disesuaikan dengan kemampuan anak didik sehingga tidak menimbulkan kebosanan dan kejenuhan. Outdoor study menjadikan siswa lebih
bersemangat dalam belajar, lebih berkonsentrasi pada materi, membuat daya
pikir siswa lebih berkembang, suasana belajar lebih nyaman, siswa lebih memahami materi pelajaran, lebih berani mengemukakan pendapat dan
membuat siswa lebih aktif. Outdoor study lebih efisien dan etektif jika diterapkan dengan baik, terutama pada mata pelajaran mitigasi tsunami yang ruang lingkup pembelajarannya adalah alam lingkungan. Pembelajaran
mitigasi tsunami perlu dilakukan di daerah pantai agar siswa dapat melakukan kegiatan mitigasi secara langsung sehingga siswa dapat mengaplikasikan
bagaimana cara penyelamatan diri sendiri maupun korban bencana yang lain.
7. Hasil Belajar
18
mengemukakan taksonomi yang mencakup tiga kawasan, yaitu kawasan kognitif, afektif dan psikomotorik.
Slameto (1991), merinci pembelajaran yang merupakan :
1) Perubahan tingkah laku seseorang sebagai hasil dari proses interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
2) Usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai pengalaman individu dalam interaksinya dengan lingkungan.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa terjadinya perubahan tingkah laku dalam diri seseorang merupakan hasil belajar yang ia peroleh dari proses
belajar. Perubahan tingkah laku tersebut menurut Snellbecker (1974) meliputi perubahan kognitif, afektif dan psikomotorik. Kognitif yang
diperoleh tersebut dapat dikelompokkan kepada empat bagian, yaitu fakta, konsep, prosedur dan prinsip. Afektif sebagai hasil belajar menurut
Kratwohl, Bloom dan Masia (dalam Dimyati dan Mudjiono, 1998:205) berupa sikap menerima, merespon, menilai, mengorganisasi dan mengkonsep nilai. Keberhasilan setiap kegiatan belajar selalu dapat diukur dari hasil
belajarnya. Artinya, kegiatan belajar dianggap baik apabila hasil belajarnya meningkat sesuai dengan yang diharapkan. Bukti nyata dari meningkatnya
hasil belajar siswa menurut Djamarah (1994) berasal dari suatu penilaian di bidang pendidikan yang dilakukan oleh guru setelah siswa melakukan kegiatan belajar.
Maka berdasarkan hasil penilaian tersebut akan diperoleh informasi yang
berkenaan dengan perkembangan atau penguasaaan siswa terhadap materi pembelajaran. Hasil penilaian belajar yang menunjukkan kemampuan siswa
19
pembelajaran yang telah dilaksanakan akan dinilai sesuai dengan ketentuan yang ada, sedangkan hasil penilaian tersebut merupakan gambaran terhadap hasil belajar siswa. Maka baik buruknya suatu proses pembelajaran dapat
dilihat dari hasil belajar siswa. Dengan kata lain, tinggi rendahnya hasil belajar siswa melambangkan kualitas proses dan usaha pembelajaran yang
telah dilakukan.
Beberapa pendapat di atas mengambarkan bahwa hasil belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang meliputi pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang merupakan hasil dari aktivitas belajar yang ditunjukkan dalam bentuk angka-angka. Hasil belajar juga diartikan sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh peserta didik dalam mengikuti proses
pembelajaran sesuai dengan program pendidikan yang ditetapkan.
8. Peran Multimedia Dalam Pembelajaran Mitigasi
Fase eksplorasi dan pengenalan konsep akan dilaksanakan dengan bantuan multimedia pembelajaran berbasis komputer interaktif. Fenomena tsunami
dapat divisualisasikan dengan bantuan program komputer. Peristiwa-peristiwa bencana di masa lalu dapat ditayangkan sehingga siswa dapat
menyaksikan peristiwa dan akibat-akibat yang ditimbulkan dengan jelas. Dengan demikian diharapkan dapat menggungah perasaan siswa dan
menumbuhkan sikap peduli terhadap sesama dan cinta terhadap lingkungan.
20
Roblyer dan Edward (2000) yang memaparkan beberapa keuntungan antara lain dalam aspek :
1) Motivasi yang dapat meningkatkan perhatian siswa, melibatkan siswa dalam menghasilkan pekerjaan dan meningkatkan kontrol belajar. 2) Kapabilitas pengajaran (instructional) yang unik yang dapat
menghubungkan siswa pada sumber informasi, membantu siswa memvisualisasi masalah dan persoalan.
3) Dukungan terhadap pendekatan pengajaran baru yakni kooperatif, share intellegence, problem solving dan kecakapan intelektual tingkat tinggi.
4) Peningkatan produktivitas pengajar dimana pengajar memiliki waktu luang untuk membantu siswa selama pembelajaran, menyediakan informasi yang lebih akurat dan cepat, memberi kesempatan pengajar untuk memproduksi bahan pembelajaran menjadi lebih menarik. 5) Membantu melatih kecakapan yang dibutuhkan dalam era teknologi
informasi antara lain untuk melek teknologi, informasi dan visual.
B. Kerangka Pemikiran
Pada penelitian ini terdapat tiga kelas eksperimen. Kelas eksperimen I adalah kelas eksperimen dengan pembelajaran indoor, kelas eksperimen II adalah
kelas eksperimen dengan pembelajaran outdoor dan kelas eksperimen III adalah kelas eksperimen dengan kombinasi keduanya. Aspek yang akan diamati dari masing-masing kelas eksperimen adalah kognitif, afektif dan
psikomotorik untuk mengetahui hasil belajar siswa. Kognitif adalah pemahaman siswa mengenai penyebab terjadinya tsunami. Afektif adalah
21
Gambar 1. Bagan kerangka pemikiran
Keterangan :
μ3 = Hasil belajar aspek psikomotorik
Pada pembelajaran pada kelas indoor siswa dapat memahami materi tsunami
yang disampaikan oleh guru, mengetahui mekanisme terjadinya tsunami, dapat mendefinisikan pengertian tsunami dengan baik dan mengetahui
penyebab terjadinya tsunami. Pada pembelajaran mitigasi pada kelas outdoor siswa dapat langsung melakukan kegitan mitigasi. Pembelajaran outdoor ini
dilaksanakan di pantai agar siswa lebih aktif dan bersemangat dalam
22
pembelajaran, sehingga dapat mereka aplikasikan jika terjadi tsunami. Pada pembelajaran mitigasi tsunami menggunakan kombinasi keduanya siswa dapat memiliki pengetahuan tentang tsunami, penyebab terjadinya tsunami,
dampak dari tsunami dan siswa dapat melakukan praktek langsung bagaimana melakukan kegiatan mitigasi.
Pembelajaran indoor dapat meningkatkan pengetahuan siswa tentang materi
yang dipelajarinya, sehingga dalam pembelajaran indoor ini kognitif siswa akan lebih baik jika dibandingkan dengan pembelajaran outdoor. Pada
pembelajaran outdoor guru mengajak siswa belajar di luar kelas untuk melakukan kegiatan secara langsung untuk mengakrabkan siswa dengan lingkungannya. Pembelajaran outdoor dapat menjadikan siswa belajar secara
aktif, kreatif dan akrab dengan lingkungan sehingga psikomotorik siswa akan lebih baik jika dibandingkan dengan pembelajaran indoor.
Pembelajaran dengan indoor dan outdoor dapat meningkatkan hasil belajar siswa yaitu aspek kognitif, misalnya mengetahui makna yang dimaksudkan dalam materi pembelajaran. Aspek afektif yaitu kemampuan guru
23
C. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah :
1. Terjadi perbedaan hasil belajar kognitif siswa pada pembelajaran
mitigasi tsunami dengan model learning cycle indoor, outdoor, dan kombinasi keduanya.
2. Terjadi perbedaan hasil belajar afektif siswa pada pembelajaran mitigasi
tsunami dengan model model learning cycle indoor, outdoor, dan kombinasi keduanya.
3. Terjadi perbedaan hasil belajar psikomotorik siswa pada pembelajaran
mitigasi tsunami dengan model model learning cycle indoor, outdoor, dan
24
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2010-2011
di SMP Negeri 27 Bandar Lampung. Pemilihan tempat penelitian didasarkan pada lokasi sekolah yang rawan terjadi tsunami.
B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX semester ganjil
SMP Negeri 27 Bandarlampung tahun pelajaran 2010-2011. Sampel dalam penelitian ini adalah 3 kelas. Sampel diambil dengan teknik cluster random sampling. Dasar diambilnya sampel dengan menggunakan teknik ini adalah
untuk membandingkan hasil belajar siswa pada pembelajaran indoor. outdoor, dan kombinasi keduanya. Kelas yang dijadikan sampel dalam
penelitian ini adalah kelas IX E sebagai kelas eksperimen I, IX D sebagai kelas eksperimen II dan kelas IX B sebagai kelas eksperimen III.
C. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian Quasi Experimental. Dalam penelitian
25
karakteristik adanya kelas eksperimen I, kelas eksperimen II, dan kelas eksperimen III.
Desain penelitian ini dapat digambarkan :
Gambar 2. Desain posttes kelompok tak ekuivalen
Keterangan : X1 = indoor
(Kelas Eksperimen I) X2 = outdoor
(Kelas Eksperimen II) X3 = Kombinasi keduanya
(Kelas Eksperimen III)
O2 = Tes Akhir (Ruseffendi, 1994 : 45)
D. Prosedur Penelitian
1. Pra Penelitian
Pada kegiatan prapenelitian untuk kelas eksperimen I, II dan III memiliki
langkah- langkah yang sama yaitu sebagai berikut :
a. Melakukan observasi ke sekolah tempat diadakannya penelitian untuk
mendapatkan informasi tentang kelas yang akan dijadikan sampel penelitian.
b. Menetapkan sampel penelitian untuk kelas eksperimen. c. Menentukan waktu penelitian.
d. Menyusun program pembelajaran yang mencakup silabus dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
X
1O
2X
2O
226 e. Membuat instrument penilaian hasil belajar siswa yaitu instrument
kognitif, afektif dan psikomotorik. 2. Pelaksanaan Penelitian
Melaksanakan model siklus belajar berbantuan multimedia untuk menanamkan kesadaran terhadap upaya mitigasi dan memberikan
pemahaman mengenai penyebab terjadinya tsunami dilanjutkan dengan bermain peran untuk melatih keterampilan melaksanakan mitigasi. Pembelajaran mitigasi tsunami dilaksanakan dengan model pembelajaran
siklus belajar. Pada fase aplikasi konsep akan menggunakan metode bermain peran. Pada kelas eksperimen I, semua kegiatan dilakukan di
dalam kelas. Pada kelas eksperimen II, semua kegiatan dilakukan di luar kelas. Pada kelas eksperimen III, fase-fase siklus belajar dilaksanakan di
dalam kelas dan bermain peran dilaksanakan di luar kelas. Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut :
a. Fase Engagement
- Guru memberikan motivasi untuk membangkitkan minat dan
keingintahuan siswa tentang tsunami
- Guru mengajak siswa melakukan tanya jawab tentang tsunami b. Fase Eksploration
- Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok.
- Siswa mendiskusikan tentang tsunami berdasarkan pengetahuan
yang mereka ketahui.
- Siswa mendiskusikan penyebab, tanda-tanda awal dan dampak
27 - Siswa mendiskusikan tindakan-tindakan yang dilakukan pada saat
terjadi tsunami.
- Siswa merancang cara membuat peta evakuasi.
- Siswa mendiskusikan penanganan untuk mencegah banyaknya
korban akibat tsunami. c. Fase Explaination
- Guru memberikan modul pembelajaran tsunami kepada siswa.
- Guru menampilkan materi pembelajaran dengan menggunakan
multimedia.
- Guru menampilkan gambar atau peristiwa tsunami yang telah terjadi - Guru mendeskripsikan pengertian tsunami.
- Guru menjelaskan penyebab, tanda-tanda awal dan dampak akibat
tsunami.
- Guru mendeskripsikan pengertian mitigasi tsunami.
d. Fase Elaboration
- Siswa menyiapkan peta evakuasi yang telah dibuat oleh
masing-masing kelompok.
- Guru mengajak siswa untuk melakukan kegiatan mitigasi.
- Siswa melakukan kegiatan mitigasi saat terjadi tsunami yang terdiri
dari upaya penyelamatan diri dan memberikan pertolongan kepada
korban tsunami.
- Guru membimbing siswa untuk menyimpulkan kegiatan yang telah
28 e. Fase Evaluation
- Guru mengevaluasi pengetahuan dan pemahaman siswa dengan
memberikan tes tertulis
- Guru memberikan kuisioner kepada siswa untuk mengetahui sikap
siswa dalam melakukan kegiatan mitigasi.
E. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif hasil belajar siswa yang
terdiri atas data nilai kognitif, afektif dan psikomotorik. Metode yang digunakan untuk memperoleh data adalah sebagai berikut:
1) Data kognitif diperoleh dengan menggunakan tes hasil belajar siswa. Jenis
tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah pilihan jamak.
Pengumpulan data kognitif ini dilakukan satu kali pada akhir pembelajaran.
2) Data afektif diperoleh dengan menggunakan angket. Angket yang
diberikan berbentuk angket tertutup yang terdiri dari 10 item dengan empat alternatif jawaban dengan skor masing-masing item adalah 1 untuk
alternatif jawaban sangat tidak setuju, 2 untuk tidak setuju, 3 untuk setuju dan 4 untuk sangat setuju.
3) Data psikomotorik diperoleh dari pengamatan guru terhadap keterampilan
siswa dalam melakukan kegiatan mitigasi pada saat bermain peran. Indikator psikomotorik yang diamati antara lain bagaimana upaya
29
F. Teknik Analisis Data
Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini diperlukan analisis data untuk memperoleh kesimpulan. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji F.
Sebelumnya dilakukan uji prasyarat berupa : 1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk melihat kedua populasi berdistribusi normal atau sebaliknya. Rumusan hipotesis untuk uji normalitas adalah: H0 = Populasi berdistribusi normal
H1 = Populasi berdistribusi tidak normal
Menurut Sudjana (2005 : 466-467) langkah-langkah untuk menguji
hipotesis nol adalah :
1. Pengamatan Xi... dan seterusnya dijadikan bilangan baku Zi... dan
seterusnya dengan rumus :
(X dan S masing-masing merupakan rata-rata dari
simpangan baku sampel)
2. Untuk setiap bilangan baku ini, dengan menggunakan daftar distribusi
normal baku dihitung peluang
3. Menghitung proporsi yang lebih kecil atau sama dengan
Jika proporsi ini dinyatakan dengan , maka :
4. Menghitung selisih kemudian menentukan harga
30 5. Mengambil harga yang paling besar diantara harga-harga mutlak
tersebut. Harga ini disebut
6. Bila harga tersebut lebih kecil dari (nilai kritis uji Lilliefors)
pada tabel dengan n adalah ukuran sampel pada taraf nyata α = 0,01
berarti data berasal dari distribusi normal dan sebaliknya Uji ini dilakukan untuk :
X1 = Kelas eksperimen I
X2 = Kelas eksperimen II
X3 = Kelas eksperimen III μ1 = Hasil belajar aspek kognitif
μ2 = Hasil belajar aspek afektif
μ3 = Hasil belajar aspek psikomotorik
2. Uji Homogenitas Varians
Homogenitas varians diuji dengan uji Barlett (Sudjana, 2005 : 263)
Hipotesis statistik :
: paling sedikit satu tanda sama dengan tidak berlaku
Kriteria uji :
Tolak jika didapat dari distribusi Chi Kuadrat
dengan peluang
3. Analisis Variansi (ANOVA)
Analisis variansi digunakan untuk menguji hipotesis yang berkenaan dengan perbedaan dua mean atau lebih. Hipotesis yang diuji melalui F
31
H0 : A = B melawan hipotesis tandingan
H1: A ≠ B
Tolak H0 dan terima H1 apabila nilai Frasio ≥ Ftabel pada taraf nyata dan
derajat bebas tertentu. Langkah perhitungan
1) Menghitung simpangan kuadrat tiap skor dari rata-rata keseluruhan.
Indeks ini disebut jumlah kuadrat keseluruhan diberi notasi tot
dengan rumus sebagai berikut :
tot = –
Membuat tabel sebagai berikut :
Kelas Eksperimen I
Kelas Eksperimen II
Kelas Eksperimen III
X1 X12 X2 X22 X3 X32
2) Mencari jumlah kuadrat keseluruhan yang disebabkan oleh
penyimpangan rata-rata kelompok dari rata-rata keseluruhan yang
dinamakan jumlah kuadrat antarkelompok diberi notasi Jak
diperoleh dengan rumus sebagai berikut :
32 3) Mencari jumlah kuadrat keseluruhan yang disebabkan oleh
penyimpangan tiap skor dari rata-rata kelompok masing-masing yang
disebut jumlah kuadrat dalam kelompok dengan notasi Jdk
Jdk
=
tot-
Jak4) Membuat rangkuman hasil perhitungan di atas dalam tabel analisis
variansi sebagai berikut :
sumber variansi Jumlah Kuadrat
Keterangan : - Kuadrat mean antarkelompok diperoleh dengan cara
membagi kolom 2 dengan kolom 3
- Kuadrat mean di dalam kelompok kolom 2 dibagi
kolom 3
- F rasio adalah hasil bagi kuadrat mean antara kelompok
dengan kuadrat mean dalam kelompok.
5) Membandingkan F rasio dengan F tabel pada taraf nyata dengan derajat
bebas. Jika Frasio < taraf nyata dengan demikian terima H0 dan tolak
H1. Artinya tidak terdapat perbedaan yang berarti antara ketiga
51
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Ada perbedaan hasil belajar kognitif siswa pada pembelajaran mitigasi
tsunami dengan model learning cycle indoor dan outdoor. Nilai rata-rata siswa adalah 67,23 pada kelas indoor, 59,75 pada kelas outdoor dan 59,59 pada kelas kombinasi. Data ini menunjukkan bahwa hasil belajar kognitif
pada kelas indoor lebih baik dari kelas outdoor dan kombinasi.
2. Tidak ada perbedaan hasil belajar afektif siswa pada pembelajaran mitigasi
tsunami dengan model learning cycle indoor dan outdoor. Nilai rata-rata siswa adalah 85,64 pada kelas indoor, 83,48 pada kelas outdoor dan 81,81 pada kelas kombinasi.
3. Ada perbedaan hasil belajar psikomotorik siswa pada pembelajaran
mitigasi tsunami dengan model learning cycle indoor dan outdoor. Nilai
rata-rata siswa adalah 65,85 pada kelas indoor, 73,75 pada kelas outdoor dan 80,45 pada kelas kombinasi. Data ini menunjukkan bahwa hasil belajar psikomotorik siswa pada kelas kombinasi lebih baik dari kelas
52
B. Saran
Berdasarkan hasil data pengamatan dan analisis hasil belajar siswa, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :
1. Alokasi waktu pembelajaran yang harus ditambahkan pada saat proses
pembelajaran berlangsung, karena pembelajaran dengan menggunakan
model siklus belajar memiliki jangkauan waktu yang cukup panjang agar semua fase yang dilalui dapat terlaksanan dengan baik.
2. Pelaksanaan pembelajaran harus berjalan dengan kondusif agar hasil
53
DAFTAR PUSTAKA
Dimyati dan Mudjiono. 1998. Belajar dan Pembelajaran. Rhineka Cipta. Jakarta. Djamarah, Syaiful Bahri. 1994. Prestasii Belajar dan Kompetensi Guru. Usaha
Nasional. Surabaya.
Fajaroh, Fauziatul dan I W Dasna. 2007. Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar. FMIPA. UNM.
Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta
Hudojo. 2001. Pembelajaran Menurut Pandangan Konstruktivisme. FMIPA. UNM
Karjawati. 1995. Hubungan antara penggunaan metode mengajar, pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar dan pengataman mengajar guru dengan tingkat motivasi beiajar geografi siswa SMA Negeri di Kotamadya Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang. Program Sarjana IKIP Malang.
Nurani, Y., Suprayekti, U. A. Chaeruman, S. Moudiarti, S. Aisyah, T. Prasasti, dan D. P Putri. 2004. Strategi Pembelajaran. Universitas Terbuka. Jakarta. Ruseffendi. 1994. Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan. Semarang. IKIP Press.
Sanjaya. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana. Jakarta.
Slameto. 1991. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Rhineka Cipta. Jakarta
Soebagio. 2000. Penggunaan Siklus Belajar dan Peta Konsep Untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran. PPGSM.
Sudarmi. 2004. Geologi Umum .Universitas Lampung. Lampung
54
Suyatna, Agus. 2007. Pengembangan Model Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa untuk Calon Guru. Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran. Volume 5 Nomor 2.
55
56
Lampiran
MODUL TSUNAMI
A. Pengertian Tsunami
Tsunami merupakan gelombang air laut yang tinggi bahkan lebih tinggi dari gelombang badai. Gelombang tsunami yang pernah terjadi di Indonesia mencapai 26 meter (Istianto, dkk.2003). Tsunami tidak disebabkan oleh angin. Tsunami adalah salah satu jenis bencana alam yang terjadi di daerah pesisir. Tsunami jarang terjadi, tetapi sangat berbahaya. Tsunami berasal dari kata bahasa Jepang
yang berarti “gelombang pelabuhan”. Tsunami adalah gelombang pasang yang
diakibatkan oleh dasar laut yang mengalami deformasi (perubahan bentuk) vertikal secara tiba-tiba yang menyebabkan displacement (perpindahan) permukaan air laut di atasnya. Gelombang yang terbentuk dengan pengaruh gravitasi mencoba kembali ke keadaan setimbang. Tsunami menjalar dengan kecepatan yang berhubungan dengan kedalaman air. Pada air dalam, kecepatan tsunami tinggi sebaliknya pada perairan dangkal, kecepatannya lambat/menurun. Energi tsunami tergantung pada kecepatan dan tinggi gelombangnya. Kecepatan
dan tinggi gelombang tsunami memiliki “flux” yang konstan. Itulah sebabnya
pada saat kecepatan menurun karena laut dangkal, tinggi gelombang bertambah. Tsunami tidak terasa di laut dalam dan sebaliknya pengaruhnya amat dahsyat di pantai. Tsunami bisa terjadi sewaktu-waktu pada saat musim hujan maupun musim kemarau, baik siang maupun malam, pagi hari maupun sore hari.
Kebanyakan tsunami terjadi di daerah yang terkenal dengan nama “ring of fire” atau daerah cincin gunung berapi di lautan pasifik, suatu daerah gunung berapi dan aktivitas seismik 32.000 km yang mengelilingi lautan Pasifik (Gambar 1). Semenjak tahun 1819 sebagai contoh telah terjadi lebih dari 40 kali tsunami di kepulauan Hawaii.
Gambar 1. Cincin Api Pasifik (Ring of fire)
Di Indonesiapun sering terjadi tsunami di daerah tertentu seperti misalnya pantai timur Sumatera, pantai selatan Jawa, Nusa tenggara, dan sebagainya. (Lihat Gambar 5 Peta Daerah Rawan Tsunami di Indonesia di halaman 8).
57
biasa merupakan gerakan massa air laut turun naik secara terus menerus dan periodik, sedangkan gelombang tsunami adalah massa air yang berpindah atau merambat dari sumber pembangkitnya ke arah pantai (Gambar 2).
Massa air yang pindah tersebut ketika mencapai pantai, menjadikan tsunami laksana air bah yang merambat cepat sekali dengan energi yang sangat besar, menghancurkan segala yang merintangi jalannya. Kecepatan rambatnya melebih kecepatan lari manusia. Batu atau perahu yang beratnya berton-ton dapat
dihempaskan ke darat atau diseret kembali ke laut.
Gambar 2 menunjukkan perbedaan gelombang laut biasa dan gelombang tsunami.
Gambar 2 Perbandingan gelombang laut biasa (A) dan tsunami (B) (Diposaptono, 2005)
Angin bertiup
B
A
58
Serangan tsunami umumnya merupakan serangkaian gelombang tunggal yang jarak antara satu gelombang dengan gelombang lainnya mulai dari hitungan menit sampai hitungan jam. Pada kasus tsunami di Flores tahun 1992, serangan tsunami berlangsung total selama lebih kurang dua jam terdiri dari empat sampai lima gelombang.
B. Penyebab Tsunami
Di dasar laut ditemukan kerak bumi, gunung berapi bawah air, dan magma. Tsunami dapat terjadi karena adanya gangguan di bawah laut yang disebabkan oleh :
1. Gempa bumi
2. Letusan gunung berapi 3. Longsornya kerak bumi 4. Meteor yang jatuh ke bumi.
a. Tsunami karena gempa bumi
Gempa bumi yang terjadi di dasar laut dapat menyebabkan gangguan air laut yang selanjutnya berpotensi mengakibatkan tsunami. Tidak semua gempa bumi
menyebabkan tsunami. Suatu gempa bumi dapat menyebabkan tsunami jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Pusat gempa berkisar antara 0 – 30 km (gempa dangkal) atau kurang dari 60 km dan terjadi di dasar laut.
2. Pusat gempat terdapat di bawah laut dengan kekuatan > 6.5 skala Richter (SR)
3. Patahan kerak bumi terjadi secara vertikal sehingga air laut meninggi (Gambar 3).
Gambar 3 Patahan vertikal berpotensi menimbulkan tsunami (BMG, 2005)
Proses terjadinya tsunami dipengaruhi oleh kedalaman sumber gempa
(episentrum) serta panjang, kedalaman, dan arah patahan tektonik. Umumnya tsunami baru mungkin terjadi apabila kedalaman gempa kurang dari 60 km di bawah permukaan laut pada beberapa buku sumber dikatakan berkisar 0-30 km. Panjang patahan mempengaruhi lebar gelombang awal dan arah patahan
59
disebabkan oleh gempa bumi adalah tsunami di Aceh yang menelan korban lebih dari 125 ribu orang pada tanggal 26 Desember 2004. Gempabumi merupakan penyebab umum utama terjadinya tsunami.
Besar kecilnya gelombang dan kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa bumi sangat bergantung kepada magnitude (besarnya) getaran. Secara garis besar dapat dinyatakan hubungan antara magnitude gempa bumi dengan tsunami yang
dihasilkan.
Magnitude Gempa bumi (Skala Richter/SR)
Karakteristik Tsunami yang dihasilkan
Kurang dari 6,5 Tidak memicu terjadinya tsunami
6,5 – 7,5 Tidak menghasilkan tsunami yang merusak, terjadi sedikit perubahan permukaan air laut di sekitar episentrum. Kerusakan mungkin timbul oleh efek sekunder seperti longsoran bawah laut.
7,6 – 7,8 Mungkin menimbulkan tsunami yang merusak terutama di sekitar episentrum. Jarang menghasilkan tsunami yang merusak pada jarak jauh.
Lebih dari 7,9 Menimbulkan tsunami yang merusak. Kerusakan dapat terjadi di daerah yang luas.
b. Tsunami karena Gunung Berapi
Bila tsunami disebabkan oleh letusan gunung berapi di bawah laut, maka tsunami dapat terjadi sebagai akibat hentakkan letusan gunung secara langsung saat meletus atau karena secara tiba-tiba air laut mengisi lubang kepundan gunung yang kosong karena baru saja meletus. Pada saat meletus gunung tersebut mengeluarkan isi perutnya dalam jumlah besar, kemudian air tersedot masuk ke dalam gunung mengganti tempat material yang dimuntahkan tadi. Contoh tsunami yang terjadi karena letusan gunung berapi adalah tsunami akibat letusan gunung Karakatau di selat sunda.
c. Tsunami karena Longsoran Tanah
Ketika terjadi longsor di bawah laut, sejumlah material tanah bergerak. Tsunami terjadi sebagai akibat dorongan volume massa material yang longsor tersebut. Makin besar volume massa longsoran, semakin besar potensi tsunami yang dibangkitkan. Contoh tsunami semacam ini adalah tsunami yang terjadi saat gunung Tambora di Pulau Sumbawa meletus pada tahun 1815. Longsoran tanah akibat letusan gunung tersebut jatuh ke laut dan menyebabkan terjadinya tsunami yang dahsyat.
60
Apa yang terjadi ketika kita menjatuhkan sebuah batu ke laut? Dari tempat batu jatuh, akan terbentuk gelombang melingkar ke segala arah. Bayangkan bila sebuah meteor yang berukuran amat besar jatuh ke laut. Tsunami yang amat dahsyat akan terjadi. Tsunami karena meteor ini kemungkinan terjadi sangat kecil, karena ketika meteor masuk ke atmosfir bumi sudah terbakar dan hancur lebih dahulu. Menurut profil geologi dari USGS (United State of Geological Survey) pernah terjadi 35 juta tahun yang lau di teluk Chesapeake
C. Proses Terjadinya Tsunami
Seperti sudah diungkapkan di atas, umumnya tsunami terjadi akibat gempa bumi bawah laut. Gerakan vertikal ke atas atau ke bawah kerak bumi menyebabkan dasar laut naik dan turun secara tiba-tiba, sehingga keseimbangan air laut yang berada di atasnya terganggu. Tsunami dapat terjadi setempat atau meluas ke wilayah lain. Besar kecilnya gelombang tsunami dipengaruhi oleh kedalaman air laut. Makin dalam air laut, kecepatan gelombang tsunami semakin kencang. Tsunami merupakan rangkaian gelombang. Gelombang pertama yang datang biasanya tidak begitu besar dan tidak begitu membahayakan, tetapi beberapa saat setelah gelombang pertama, akan menyusul gelombang yang jauh lebih besar serta sangat berbahaya.
Segera setelah tsunami terjadi, gelombangnya merambat ke segala arah (360o). Selama perambatan ini, tinggi gelombang semakin besar karena semakin dangkalnya dasar laut. Jadi semakin dangkal lautnya, semakin tinggi gelombangnya (Gambar 4).
Perbandingan antara kedalaman air laut, kecepatan, panjang, dan tinggi gelombang tsunami dapat dirangkum seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 tersebut, di peraian yang dalam, kecepatan gelombang tsunami tinggi, begitu pula panjang gelombangnya, tapi tinggi gelombangnya rendah. Dengan perkataan lain, semakin dangkal suatu perairan tinggi
gelombangnya semakin bertambah, sedangkan kecepatan dan panjang gelombangnya semakin rendah. Meskipun demikian kecepatan gelombang tsunami saat terhempas di pantai masih lebih cepat dari kemampuan lari manusia.
61
Tabel 1 Perbandingan kecepatan, panjang, dan tinggi gelombang pada berbagai kedalaman air laut
D. Tanda-tanda Awal Terjadi Tsunami
Apakah kita bisa mengetahui tanda-tanda akan terjadinya tsunami? Seharusnya bisa jika kita memperhatikan dengan seksama, misalnya:
1. Bencana tsunami diawali oleh gempa bumi bawah laut (terasa di sekitar wilayah pantai) yang sangat kuat. Hal ini sangat terasa jika gempa tersebut terjadi atau sebagai penyebab terjadinya tsunami lokal. Tapi bisa juga gempa tidak terasa kalau tsunami itu penyebabnya gempa di tempat yang jauh.
2. Setelah gempa terjadi, air laut di sekitar wilayah pantai akan surut sangat rendah dan tiba-tiba (air laut seolah-olah tersedot ke dasar laut). Hati-hatilah itu pertanda gelombang besar akan datang.
3. Tercium bau garam yang tidak biasanya dari pantai.
Kebiasaan nenek moyang kita sebenarnya bisa membantu, seperti bersahabat dengan alam, sehingga kita dapat memahami adanya perubahan tingkah laku alam, misalnya surutnya air laut secara tiba-tiba seperti diungkapkan di atas, larinya hewan-hewan menjauhi pantai. Semua itu ternyata merupakan tanda-tanda awal terjadinya tsunami.
E. Daerah Rawan Tsunami di Indonesia
Indonesia adalah negara bahari dengan luas laut mencapai 5,8 juta km persegí, garis pantai sepanjang 81.000 km dengan sekitar 17.508 pulau. Dari 17 lempeng tektonik global di dunia terdapat 17 lempeng tektonik global yang potensial menimbulkan gempa di dunia (Puja, 2005), tiga di antaranya terdapat di Indonesia, yaitu:
a. Pergerakan Indo-Australia dengan Eurasia b. Pergerakan Indo-Australia dengan Pasifik c. Pergerakan Pasifik dan Philipines
62
tsunami yang memungkinkan terjadinya bencana di pantai utara Papua.
Tumbukan lempeng Eurasia dan Indo-Australia akan berpotensi menimbulkan tsunami di pantai barat Sumatera dan selatan Jawa serta Nusa Tenggara.
Peta daerah rawan tsunami di Indonesia ditunjukkan pada Gambar 7 berikut, yang disimbulkan dengan garis merah.
F. Dampak Tsunami
Tsunami selalu menelan korban karena faktor manusia dan faktor alam.
Faktor manusia dapat menyebabkan timbulnya korban tsunami, misalnya karena: 1. Kurangnya pengetahuan tentang bencana alam tsunami
2. Sistem komunikasi antara Badan Meterologi dan Geofisika (BMG) sebagai instansi yang bertanggungjawab memonitor terjadinya gempa/tanda-tanda akan terjadinya tsunami dengan pemerintah Daerah setempat serta masyarakat belum terjalin dengan baik.
3. Kurangnya sosialisasi atau penyuluhan tentang bencana alam terutama untuk orang-orang di pesisir.
4. Pengrusakan hutan-hutan bakau di tepi pantai
Selain manusia, alam juga berpotensi menimbulkan korban tsunami, antara lain adalah sebagai berikut:
1. Gerakan gelombang tsunami sangat cepat dibandingkan dengan kemampuan lari orang dewasa.
2. Bencana tsunami tidak dapat dicegah oleh manusia, tetapi dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki, orang dapat melakukan tindakan untuk mengurangi jatuhnya korban yang lebih banyak.
63
G. Upaya Mitigasi dan Sistem Peringatan Dini
Gelombang gempa jauh lebih cepat dibanding gelombang tsunami. Kecepatan gelombang gempa berkisar antara 2-11 km/detik, sedangkan kecepatan penjalaran gelombang tsunami bervariasi antara 10 km/jam (0,0001 km/detik) sampai 800 km/jam (0,01 km/detik), bergantung pada kedalaman air laut. Pada laut dalam kecepatannya sangat tinggi seperti kecepatan pesawat jet komersial. Walaupun demikian, gelombang tsunami jauh tertinggal dibanding gelombang gempa, makin jauh jarak penjalaran tsunami makin jauh gelombang tsunami tertinggal. Selisih waktu datang gelombang gempa dan tsunami yang cukup besar ini menjadi peluang kita untuk merancang sistem peringatan dini tsunami, sebelum tsunaminya sungguh-sungguh terjadi.
Kerusakan prasarana
(Tsunami Biak, 1996) Kerusakan perkebunan (Tsunami Biak)
Kerusakan pemukiman (Kampung Pancer –Tsunami 94)
Kerusakan harta benda
(Tsunami Aceh 2004) Kematian hewan ternak (Tsunami Aceh 2004)
202004200
–
64
Peringatan dini adalah penggunaan waktu dan informasi secara efektif melalui institusi tertentu yang memungkin orang yang terancam bahaya bertindak untuk mencegah atau mengurangi dampak yang akan terjadi dan menyiapkan diri untuk memberikan respon yang efektif. Peringatan dini berupa suatu “penanda” baik berupa informasi atau kode yang diberikan kepada masyarakat sebelum kejadian tsunami, agar masyarakat dapat segera waspada, menghindar atau melakukan evakuasi.
Peringatan dini merupakan sistem, yang mencakup empat komponen sebagai berikut.
1. Pemahaman dan pemetaan bencana 2. Pemantauan dan Peramalan Kejadian
3. Memproses dan menyebarluaskan peringatan ke penguasa dan masyarakat 4. Merespon dengan cukup peringatan yang diberikan.
1. Pengetahuan
Setiap orang di dalam sistem peringatan dini harus memiliki pengetahuan, misalnya (a) apa tanda-tanda awal akan terjadinya tsunami?; (b) kalau tanda itu muncul tindakan apa yang harus saya lakukan? (c) bagaimana caranya dan sebagainya. Sebagai contoh untuk mengembangkan sistem peringatan dini, kita harus tahu tanda awal akan terjadinya tsunami. Tanda awal yang dimaksud adalah berupa terjadinya gempa dan surutnya permukaan air laut.
2. Pemantauan dan Peramalan
Peringatan dini merupakan informasi awal yang diberikan kepada masyarakat atau pihak-pihak lain yang terkait tentang kemungkinan akan terjadinya tsunami. Peringatan dini ini memanfaatkan tanda-tanda alam seperti adanya goncangan yang kuat dan surutnya permukaan air laut seketika.
Seringkali karena berbagai faktor, orang tidak cermat mengamati terjadinya tanda awal tsunami ini. Untuk mengatasi hal itu, orang mengembangkan sistem
pemantau terhadap tanda awal terjadinya tsunami. Sistem pemantau yang
dimaksud berupa alat pemantau gempa (accelograph) dan alat pemantau surutnya permukaan air laut (tide gauge).
65
3. Peringatan
Informasi yang diberikan oleh Accelograph akan dilaporkan ke BMG untuk diproses dan disebarkan ke seluruh masyarakat terutama di daerah yang terancam bahaya tsunami berupa peringatan (alarm). Dengan demikian ketika peringatan (alarm) pertama berbunyi itu merupakan pertanda telah terjadi gempa.
Bila tide gauge menyampaikan informasi ke BMG, maka BMG sekali lagi memproses data tersebut dan menyebarluaskan informasi ke seluruh masyarakat. Peringatan kedua ini menandakan bahwa telah terjadi penurunan permukaan air laut secara tiba-tiba. Hal itu merupakan pertanda akan terjadinya tsunami.
4. Reaksi
Dengan adanya peringatan yang diberikan oleh BMG, masyarakat yang terkait, yaitu yang terancam tsunami haruslah memberikan respon yang benar, misalnya segera berlari mencari tempat yang tinggi, menjauhi pantai, tidak panik,
membawa barang-barang yang diperlukan di pengusian seperti obat-obatan, makanan kering, radio, lampu senter dsb.
Peringatan dini sangat bergantung kepada jenis tsunaminya. Ada tiga jenis tsunami, yaitu sebagai berikut:
a. Tsunami lokal atau tsunami jarak dekat, terjadi 0-30 menit setelah gempa terjadi.
66
SILABUS PROGRAM PEMBELAJARAN MITIGASI TSUNAMI
Mata Pelajaran : IPA
Kelas : IX
Semester : 1
Standar Kompetensi : Memahami sistem tata surya dan proses yang terjadi di dalamnya
Kompetensi Dasar Materi Pokok/Sub
Materi Pokok Indikator Pengalaman Belajar
Alokasi terjadi di lapisan lithosfer dan atmosfer yang terkait dengan perubahan zat dan kalor
Menjelaskan hubungan antara proses yang terjadi di lapisan lithosfer dan atmosfer dengan kesehatan dan permasalahan
Tsunami
Penyebab dan dampak tsunami :
1. Pengertian tsunami 2. Tanda awal dan
bagi manusia dan lingkungan Mitigasi bencana
67
lingkungan 3. Pengelolaan
bencana tsunami di sekolah dan di rumah
bencana tsunami baik di sekolah maupun di rumah
di rumah maupun di sekolah
Bandar Lampung, 10 November 2010
Guru Mata Pelajaran, Peneliti,
Drs. Kosasih Erwin Wijaya
NIP. 19660907 199702 1 002 NPM. 0613022028
Mengetahui,
Kepala SMP Negeri 27 Bandar Lampung
Dra. Bethy Nurbaity
68
RENCANA PROGRAM PEMBELAJARAN (RPP) INDOOR
Satuan Pendidikan : SMP Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : IX/1
Alokasi Waktu : 2 x 40 menit
I. Standar Kompetensi
Memahami sistem tata surya dan proses yang terjadi di dalamnya
II. Kompetensi Dasar
Mendeskripsikan proses-proses khusus yang terjadi di lapisan litosfer dan atmosfer yang terkait dengan perubahan zat dan kalor
III. Indikator
1. Siswa dapat menjelaskan pengertian tsunami
2. Siswa dapat menjelaskan penyebab terjadinya tsunami 3. Siswa dapat menjelaskan proses terjadinya tsunami
4. Siswa dapat menjelaskan tanda-tanda awal terjadinya tsunami 5. Siswa dapat menjelaskan dampak atau akibat dari tsunami
IV. Tujuan Pembelajaran
1. Menjelaskan pengertian tsunami
2. Menjelaskan penyebab terjadinya tsunami 3. Menjelaskan mekanisme terjadinya tsunami 4. Menjelaskan tanda-tanda awal terjadinya tsunami 5. Menjelaskan dampak tsunami
V. Materi Ajar Bencana Tsunami
VI. Model Pembelajaran
69
VII. Langkah-langkah Pembelajaran
Kegiatan Awal
1. Guru membuka pembelajaran dengan memberikan motivasi kepada siswa.
2. Guru bercerita tentang peristiwa tsunami yang melanda Aceh dan beberapa daerah di sekitarnya. Guru bertanya kepada siswa : Apa yang dimaksud dengan tsunami? Pernahkan kalian merasakan tsunami? Jawaban siswa tidak langsung di tanggapi oleh guru. 3. Guru meminta siswa berdiskusi tentang penyebab dan dampak
tsunami.
Kegiatan inti
1. Guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok
2. Guru meminta siswa menggali pengetahuan dasar mengenai tsunami dan penyebabnya.
3. Guru menyampaikan materi mengenai tsunami dengan menggunakan multimedia
4. Guru menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara yang kondisi geografisnya berada di pertemuan antara lempeng-lempeng Eurasia, Indo-Austrralia, Phillipina dan lempeng Pasifik yang rawan gempa dan tsunami. Guru menjelaskan dengan singkat terjadinya tsunami.
5. Guru menceritakan gejala-gejala alam sebagai tanda-tanda akan terjadinya tsunami
6. Guru melanjutkan pembelajaran pada saat berlangsungnya tsunami, apa yang terjadi/yang kalian lihat jika kalian pernah mengalaminya. Jawaban siswa di tulis di papan tulis didiskusikan dan disimpulkan. Selanjutnya diperlihatkan gambar-gambar yang menunjukan bencana akibat tsunami.
7. Guru membimbing siswa untuk membuat peta evakuasi 8. Siswa melakukan kegiatan mitigasi di dalam kelas
70
Kegiatan Penutup
Guru menutup pembelajaran dengan memberikan tes dan angket kepada siswa
VIII. Sumber Pembelajaran
1. Modul Bencana Tsunami 2. LKS Peta Evakuasi
IX. Alat dan Bahan
1. Video peristiwa tsunami atau gambar-gambar peristiwa tsunami 2. Komputer/Laptop
3. LCD X. Penilaian
Terlampir
Bandar Lampung, 10 November 2010
Guru Mata Pelajaran, Peneliti,
Drs. Kosasih Erwin Wijaya
NIP. 19660907 199702 1 002 NPM. 0613022028
Mengetahui,
Kepala SMP Negeri 27 Bandar Lampung
Dra. Bethy Nurbaity
71
RENCANA PROGRAM PEMBELAJARAN (RPP) OUTDOOR
Satuan Pendidikan : SMP Mata Pelajaran : IPA Kelas/Semester : IX/1
Alokasi Waktu : 2 x 40 menit
I. Standar Kompetensi
Memahami sistem tata surya dan proses yang terjadi di dalamnya
II. Kompetensi Dasar
Mendeskripsikan proses-proses khusus yang terjadi di lapisan litosfer dan atmosfer yang terkait dengan perubahan zat dan kalor
III. Indikator
1. Siswa dapat mengidentifikasi hal-hal yang perlu dilakukan saat terjadi tsunami
2. Siswa dapat melakukan kegiatan mitigasi bencana tsunami dengan baik
IV. Tujuan Pembelajaran
1. Mengidentifikasi hal-hal yang perlu dilakukan saat terjadi tsunami 2. Melakukan kegiatan mitigasi bencana tsunami
V. Materi Ajar Bencana Tsunami
VI. Model Pembelajaran
72
VII. Langkah-langkah Pembelajaran
Kegiatan Awal
1. Guru mengabsensi siswa
2. Guru membimbing siswa untuk mempersiapkan diri melakukan kegiatan mitigasi
3. Guru meminta siswa untuk mengeluarkan peta evakuasi yang sudah di buat
4. Selanjutnya guru mengatakan : Tindakan apakah yang perlu dilakukan untuk mengurangi resiko bencana?
Kegiatan inti
Guru membimbing siswa untuk melakukan kegiatan mitigasi tsunami di
tempat yang sudah ditentukan
Siswa melakukan kegiatan mitigasi tsunami sesuai dengan peta evakuasi
yang telah dibuat
Guru mengamati kegiatan mitigasi yang dilakukan siswa
Guru mendiskusikan apa yang perlu dilakukan siswa agar terhindar dari
bencana tsunami
Guru membimbing siswa untuk menyimpulkan kegiatan yang telah
dilakukan
Kegiatan Penutup
Guru menutup pembelajaran dengan memberikan tes dan angket kepada siswa
VIII. Alat/Bahan/Sumber Pembelajaran
1. Modul Bencana Tsunami 2. LKS Peta Evakuasi