• Tidak ada hasil yang ditemukan

BERBAGAI KESALAHPAHAMAN KINERJA KONSELOR SEKOLAH MENURUT PERSEPSI GURU BIDANG STUDI DI SMA NEGERI SE KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN AJARAN 20152016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BERBAGAI KESALAHPAHAMAN KINERJA KONSELOR SEKOLAH MENURUT PERSEPSI GURU BIDANG STUDI DI SMA NEGERI SE KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN AJARAN 20152016"

Copied!
205
0
0

Teks penuh

(1)

SE-KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN AJARAN 2015/2016

SKRIPSI

Disusun dalam rangka penyelesaian Studi Strata 1 untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh

Dwi Yogianti Kurnia Widyastuti 1301411056

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

(2)
(3)
(4)
(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

“JANGAN PUTUS ASA” Seringkali ini adalah kunci yang membuka

keberhasilan. Karena Allah selalu bersama kita dan menjadi seperti apa yang

kita prasangkakan.

( Dwi Yogianti Kurnia )

Persembahan

(6)

vi

PRAKATA

Alhamdulillahi robbil „alamin, puji syukur penulis haturkan kehadirat

Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya kepada

penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul

“Berbagai Kesalahpahaman Kinerja Konselor Sekolah Menurut Persepsi Guru Bidang Studi di SMA Negeri se-Kabupaten Purbalingga Tahun Ajaran

2015/2016” dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari

kendala dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis ingin

menyampaikan terimakasih kepada pihak-pihak berikut:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang

yang bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan pendidikan di Universitas

Negeri Semarang.

2. Prof. Dr. Fakhruddin M.Pd.,Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah

memberikan ijin penelitian.

3. Drs. Eko Nusantoro, M.Pd.,Ketua Jurusan Bimbingan dan Konseling yang

telah memberikan ijin penelitian dan dukungan untuk segera menyelesaikan

skripsi.

4. Prof. Dr. Sugiyo, M.Si, Dosen penguji I yang telah memberikan bimbingan

dan kesempurnaan skripsi ini.

5. Drs. Eko Nusantoro, M.Pd. Kons, Dosen penguji II yang telah memberikan

(7)

vii

6. Dr. Awalya, M.Pd., Kons., Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan

waktu, tenaga dan pikiran serta dengan sabar membimbing dan memberikan

motivasi hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu dosen Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan

bimbingan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

8. Kepala sekolah SMA Negeri se-Kabupaten Purbalingga yang telah

memberikan ijin penelitian.

9. Guru bidang studi SMA Negeri se-Kabupaten Purbalingga yang telah

berpartisipasi dalam penelitian skripsi ini.

10.Guru Bimbingan dan Konseling SMA Negeri se-Kabupaten Purbalingga yang

telah membantu dan berpartisipasi dalam penelitian skripsi ini.

11.Orang tuaku Bapak Sarko dan Ibu Kalimah, kakakku Andri Tri Pratomo,

adikku Shevtin Rizky Purnamasari serta keluarga besarku di Purbalingga yang

selalu memberikan doa dan motivasinya.

12.Sahabat-sahabat mahasiswa BK yang senantiasa memberikan dukungan dan

semangat.

13.Sahabatku Regina, Itsna, Ika, Jeki, Novi, Hari, Cumi, Khoirureza, Ire dan

Upin Ipin 3 yang selalu memberikan dukungan dan semangat.

14.Sahabat-sahabat PPL, KKN dan PLBK yang selalu memberi semangat dan

motivasi.

15.Sahabat-sahabatku Kos Shinta yang selalu memberi semangat dan dukungan

(8)

viii

16.Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini yang tidak bisa

penulis sebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, serta dapat

memberikan inspirasi positif terkait dengan perkembangan ilmu bimbingan dan

konseling.

Semarang, 2016

(9)

ix

ABSTRAK

Widyastuti, Dwi Yogianti K. 2016. Berbagai Kesalahpahaman Kinerja Konselor Sekolah Menurut Persepsi Guru Bidang Studi di SMA Negeri se-Kabupaten Purbalingga Tahun Ajaran 2015/2016. Skripsi, Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Dr. Awalya, M.Pd., Kons.

Kata Kunci: Persepsi , kesalahpahaman kinerja konselor.

Banyak persepsi tentang konselor di sekolah, baik negatif maupun positif. Banyak yang sudah memahami peranan konselor beserta tugas-tugasnya di sekolah, namun masih ada pula yang kurang tepat dalam berpersepsi. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengetahui gambaran berbagai kesalahpahaman kinerja konselor menurut persepsi guru bidang studi di SMA Negeri se-Kabupaten Purbalingga.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu penelitian deskriptif kuantitatif. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah guru bidang studi di SMA Negeri se-Kabupaten Purbalingga. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala psikologis. Teknik analisis data dalam penelitian ini dengan menggunakan analisis deskriptif persentase.

Hasil penelitian adalah dapat diketahui bahwa dari kesuluruhan poin kesalahpahaman yang dipakai, Bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klien-klien tertentu saja, sebesar 79,96 %. Kemudian diikuti dengan Konselor sekolah didalam melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling hanya bekerja sendiri sebesar 79,87%. Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien sebesar 79,83%. Tugas konselor didalam Bimbingan dan konseling disamakan saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan pada persentase 79,13 %. Menganggap hasil pekerjaan konselor harus segera dilihat 74,10%. Kemudian diikuti dengan Pekerjaan konselor sekolah dapat dilakukan oleh siapa saja pada persentase 73,30%. Konselor sekolah dianggap sebagai polisi sekolah yaitu 71,53%. Bimbingan dan konseling yang dilakukan konselor dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasihat pada persentase 59,96%.

(10)

x

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... v

PRAKATA ... vi

1.3 Tujuan Penelitian... 8

1.4 Manfaat Penelitian... 9

1.5 Sistematika Skripsi... 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu... 11

2.2 Konsep Dasar Persepsi... 21

2.2.1 Pengertian Persepsi ... 21

2.2.2 Faktor yang mempengaruhi persepsi ... 23

2.2.3 Proses Terjadinya Persepsi ... 26

2.2.4 Indikator Persepsi... 28

2.3 Guru Bidang Studi ... 30

(11)

xi

2.3.2 Macam-macam Guru Bidang Studi... 30

2.3.3 Peran Guru Bidang Studi dalam BK... 30

2.4 Kinerja Konselor... 33

2.4.1 Pengertian Kinerja ... 33

2.4.2 Unsur Kinerja ... 35

2.4.3 Wujud atau Bentuk Kinerja Konselor... 36

2.4.4 Pentingnya Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kinerja Konselor... 2.5 Kesalahpahaman ... 2.5.1 Pengertian Kesalahpahaman ... 2.5.2 Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kinerja yang Salah ... 2.6 Kerangka Pemikiran ... 3.1 Jenis Penelitian... 51

3.2 Variabel Penelitian... 52

3.3 Definisi Operasional ... 3.4 Populasi dan Sampel ... 3.5 Metode Pengumpulan Data ... 53 54 56 3.6 Validitas dan Reliabelitas ... 59

3.7 Teknik Analisis Data ... 62

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ... 4.2 Pembahasan ... 4.2.1 Persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman bahwa tugas

konselor didalam Bimbingan dan Konseling disamakan dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan... 4.2.2 Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kesalahpahaman bahwa

Konselor Sekolah Adalah Polisi Sekolah ... 4.2.3 Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kesalahpahaman bahwa

Bimbingan dan Konseling yang Dilakukan Konselor Dianggap 64 70 82

71

(12)

xii

Semata-mata Sebagai Proses Pemberian Nasihat ... 4.2.4 Persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman bahwa

bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klien-klien tertentu saja ...

4.2.5 Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kesalahpahaman bahwa Konselor Sekolah didalam melaksanakan pelayanan bimbingan dan Konseling Hanya Bekerja Sendiri ... 4.2.6 Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kesalahpahaman bahwa

Pekerjaan sebagai Konselor Bisa Dilaksanakan oleh Siapa Saja... 4.2.7 Persepsi Guru Bidang Studi Terhadap Kesalahpahaman bahwa Hasil

Pekerjaan Konselor Harus Segera Dilihat ...

4.2.8 Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kesalahpahaman bahwa konselor menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien ... 4.3 Keterbatasan Penelitian...

74

76

76

78

80

81 82

BAB 5 PENUTUP

5.1 Simpulan... 84

5.2 Saran... 85

Daftar Pustaka... 87

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

Tabel 3.1

Tabel 3.2

Daftar Populasi Guru Bidang Studi SMA Negeri se-Kabupaten

Purbalingga...

Daftar Sampel tiap Sekolah ...

54

55

Tabel 3.3

Tabel 3.4

Kategori Jawaban dan Skoring Skala Persepsi...

Kriteria Penilaian Persepsi ... 58

63

Tabel 4.1 Interval Persepsi Guru Bidang Studi... 65

Tabel 4.2 Analisis Tiap Indikator... 66

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Gambar 2.1

Gambar 3.1

Sistematika Kerangka Pemikiran ...

Langkah-langkah Penyusunan Instrumen ... Hal

50

59

Gambar 4.1 Gambar Diagram Analisis Tiap Indikator... 67

Gambar 4.2 Diagram Hasil Analisis Persepsi Guru Bidang Studi per

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Hal

Lampiran 1. Data SMA Negeri se-Kabupaten Purbalingga ...

Lampiran 2. Kisi-kisi Instrumen sebelum Tryout ... 91

92

Lampiran 3. Skala Persepsi (Sebelum Tryout)... 96

Lampiran 4. Data Validitas dan Reliabelitas Skala Persepsi... 105

Lampiran 5. Kisi-kisi Instrumen Setelah Try Out... 112

Lampiran 6. Skala Persepsi (Setelah Tryout)... 116

Lampiran 7. Perhitungan sampel ... Lampiran 8. Hasil Skala Persepsi per Sekolah ... 122 124 Lampiran 9. Hasil Analisis Skala Persepsi ... Lampiran 10. Pedoman Wawancara Data Awal dengan Konselor ... Lampiran 11. Hasil Wawancara Awal dengan Konselor ... 167 171 173 Lampiran 12. Surat Ijin Penelitian ... 179

(16)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal

3 menyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab.

Adanya bimbingan dan konseling disekolah adalah agar peserta didik

tidak tersesat dalam proses menuju generasi yang sesuai amanat

Undang-Undang. Salah satu cara atau wadah untuk mempermudah mewujudkan hal

tersebut adalah layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik di

sekolah. Tujuan tersebut seperti dijelaskan Prayitno (2004: 144), “bahwa bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu individu

mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan

predisposisi yang dimilikinya, berbagai latar belakang yang ada, serta dengan

(17)

kegiatan bimbingan dan konseling haruslah dilaksanakan oleh seseorang yang ahli

dan profesional, dalam hal ini yaitu seorang konselor.

Bimbingan dan konseling merupakan bantuan kepada individu peserta

didik dalam menghadapi persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam hidupnya

atau dalam proses belajarnya. Bantuan semacam itu sangat tepat jika diberikan di

sekolah, agar setiap peserta didik dapat lebih berkembang ke arah yang seoptimal

mungkin. Dengan demikian bimbingan dan konseling menjadi bidang layanan

khusus dalam keseluruhan kegiatan pendidikan sekolah yang ditangani oleh

tenaga-tenaga ahli dalam bidang tersebut.

Banyak persepsi tentang konselor di sekolah, baik negatif maupun positif.

Banyak yang sudah memahami peranan konselor beserta tugas-tugasnya di

sekolah, namun masih ada pula yang kurang tepat dalam berpersepsi. Fowler

(dalam Suparno, 2005: 5) memandang kesalahpahaman atau yang sering disebut

dengan miskonsepsi merupakan sebagai suatu pengertian yang tidak akurat

terhadap konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang

salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan konsep-konsep

yang tidak benar. Bentuk miskonsepsi dapat berupa kesalahan konsep, hubungan

yang tidak benar antar konsep, dan gagasan intuitif atau pandangan yang naif

(Suparno, 2005). Kesalahpahaman-kesalahpahaman kinerja konselor ini dapat

muncul dari berbagai pihak, baik dari siswa, orang tua murid, maupun dari guru

bidang studi. Dalam hal ini yang akan disoroti adalah kesalahpahaman dari guru

(18)

Masing-masing guru bidang studi memiliki persepsi yang

berbeda-beda, perpsepsi tersebut dapat berupa persepsi positif maupun negatif.

Menurut Desmita (2009: 116), persepsi merupakan salah satu aspek kognitif

manusia yang sangat penting, yang memungkinkannya untuk mengetahui dan

memahami dunia sekelilingnya. Tanpa persepsi yang benar, manusia mustahil

dapat menangkap dan memaknai berbagai fenomena, informasi atau data yang

senantiasa mengitarinya. Demikian juga halnya dengan guru bidang studi

disekolah, layanan bimbingan dan konseling tidak akan berjalan efektif, tanpa

adanya persepsi yang benar. Dari hasil wawancara dengan beberapa guru BK

di dua SMA Negeri yang berbeda di kabupaten Purbalingga didapati bahwa

sebagian guru bidang studi masih berpersepsi kurang tepat terhadap konselor

sekolah. Hal ini tentu berdampak kurang optimalnya pelaksanaan bimbingan

dan konseling di sekolah. Menurut konselor sekolah, beberapa guru terkesan

melimpahkan permasalahan siswa kepada konselor sekolah saja, tanpa

berperan aktif dalam penyelesaian masalah siswa. Padahal untuk mengetahui

bagaimana keadaan siswa, konselor membutuhkan informasi dan data dari

guru mata pelajaran. Ahmadi (1990: 98) menambahkan “guru mata pelajaran mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam

kelas untuk membantu proses perkembangan peserta didik, berarti guru bidang

studi juga mempunyai peranan dalam melihat dan memperhatikan bagaimana

perkembangan siswanya”. Selain itu, masih banyak lagi persepsi yang kurang tepat dari guru bidang studi terhadap konselor sekolah. Seperti konselor

(19)

pelanggaran saja, konselor sekolah dianggap sebagai eksekutor dari suatu

peraturan sekolah, konselor sekolah hanya mengatasi siswa yang bermasalah

saja, serta konselor sekolah dianggap memakan gaji buta dan tidak memiliki

kegiatan yang jelas. Menurut salah satu konselor yang diwawancarai,

mayoritas guru bidang studi yang berpersepsi seperti itu adalah guru-guru

senior. Dari fenomena tersebut, tentu sangat jauh dari yang semestinya.

Peranan konselor yang semestinya seperti yang dikemukakan oleh Yusuf

(2005: 25) yaitu: “konselor dalam arti khusus sebagai konsultan, sebagai anggota tim kerja, sebagai pengelola, serta sebagai sumber informasi dan

layanan bagi masyarakat”. Konselor sekolah adalah staf spesialis sekolah yang memiliki kualifikasi untuk membantu siswa mengatasi masalah dan membantu

siswa merencanakan dan menjalani program-program pendidikan yang tepat,

dan siswa menemukan pemecahan yang lebih memuaskan dalam

masalah-masalah pribadi-sosial. Fenomena ini juga didukung penelitian sebelumnya

oleh Paramita mengenai “Persepsi Guru Mata Pelajaran terhadap Bimbingan

dan Konseling” yang dilaksanakan di Maos, yang masih satu karesidenan dengan Purbalingga. Dari penelitian tersebut didapati bahwa persepsi guru

mapel masih kurang sesuai dengan BK di sekolah. Salah satunya yakni

anggapan bahwa guru BK adalah sebagai polisi sekolah.

Selain itu, penelitian-penelitian sebelumnya juga membuktikan bahwa

masih terdapat kesalahpahaman dari guru bidang studi terhadap konselor.

(20)

Konseling” mengatakan bahwa masih banyak anggapan miring guru mata

pelajaran terhadap konselor sekolah dikarenakan kompetensi profesional

konselor yang masih dirasa kurang. Hal ini dapat dinilai dengan melihat dari

aspek kompetensi profesional konselor dalam penguasaan konsep dan praksis

asesmen, teori dan praktik, pembuatan dan pengimplementasian program,

penilaian proses dan hasil kegiatan program, kesadaran dan komitmen

terhadap etika profesional, serta penguasaan konsep dan praksis dalam

penelitian BK. Dari indikator-indikator penilaian tersebut, rata-rata berada

pada kategori sedang. Dan hal tersebut memunculkan beberapa anggapan

dalam menilai kinerja konselor yang kurang sesuai dengan karakteristik

pribadi konselor yang efektif.

Sedangkan didalam jurnal ilmiah berjudul “Kerjasama Guru

Bimbingan dan Konseling dengan Guru Mata Pelajaran dalam

Mengembangkan Cara Belajar Siswa” diperoleh data bahwa sebagian besar

guru mata pelajaran sudah mengetahui perannya sebagai pembimbing di

sekolah. Ini berarti masih ada sebagian guru yang belum mengetahui perannya

sebagai pembimbing disekolah. Hal ini dibuktikan dengan adanya persentase

wawasan pengetahuan guru bidang studi terhadap peranserta dalam bimbingan

dan konseling, hanyalah 72,89%. Ini berarti masih ada 27,11% yang belum

mengetahui dan kurang terlibat dalam BK di sekolah. Data ini didapat dengan

melihat aspek partisipasi guru mata pelajaran dalam kegiatan khusus

penanganan masalah siswa disekolah yang masih berada pada kategori cukup.

(21)

komitmen yang tinggi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa demi

teratasinya permasalahan dengan baik dan tuntas.

Selain itu, hasil penelitian berjudul “Interaksi Guru Bidang Studi dengan konselor dalam bimbingan belajar : studi deskriptif-analitik di

SMA-SMA Negeri Kabupaten 50 Kota Sumatra Barat” menunjukkan bahwa (1)

Antara guru bidang studi dengan konselor telah terjadi komunikasi berkaitan

dengan pengajaran perbaikan, (2) Dalam melaksanakan tugas mengenai

pengajaran perbaikan , mereka juga telah melakukan berbagai jenis kegiatan.

(3) Masih kurang komunikasi dalam pelaksanaan tugas tersebut, antara lain

dipengaruhi oleh faktor individu itu sendiri, seperti persepsi, sikap, motivasi,

pengetahuan dan keterampilan, dan karena tidak adanya program yang

digunakan, serta kurangnya dukungan dan partisipasi kepala sekolah.

Penelitian tersebut memberikan gambaran awal tetang komunikasi guru

bidang studi dengan konselor yang masih kurang. Hal tersebut dipengaruhi

oleh berbagai faktor salah satuya yaitu persepsi.

Penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2009) yang berjudul

“Kerjasama Guru Bimbingan dan Konseling dengan Guru Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) dalam meningkatkan prestasi belajar siswa kelas

VIII D Pada Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di MTs N

Ngemplak Sleman Yogyakarta” menunjukkan bahwa faktor penghambat

kerjasama antara guru BK dengan guru SKI adalah terjadi kesalahpahaman

antara guru bimbingan dan konseling dengan guru SKI, dan komunikasi

(22)

Dapat disimpulkan bahwa masih terdapat kesalahpahaman dari guru

bidang studi, serta kurangnya pemahaman guru bidang studi mengenai peran

dan tugas dari seorang konselor sekolah. Berdasarkan deskripsi di atas, maka

peneliti tertarik untuk meneliti dengan judul “Berbagai Kesalahpahaman Kinerja Konselor Sekolah Menurut Persepsi Guru Bidang Studi di SMA

Negeri se-Kabupaten Purbalingga Tahun Ajaran 20015/2016”.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang

penulis kemukakan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana gambaran berbagai kesalahpahaman kinerja konselor menurut persepsi guru bidang

studi di SMA Negeri se-Kabupaten Purbalingga?”.

1.3

Tujuan Penelitian

Berdasarkan fenomena yang ada dalam rumusan masalah diatas

tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran

berbagai kesalahpahaman kinerja konselor menurut persepsi guru bidang

studi di SMA Negeri se-Kabupaten Purbalingga.

1.4

Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi

(23)

konseling pada khususnya tentang persepsi guru bidang studi terhadap

keslahpahaman kinerja konselor.

1.4.2 Manfaat Praktis

Selain dilihat dari kegunaan teoritis, penelitian ini juga diharapkan

berguna bagi :

1.4.2.1Bagi Konselor

Konselor dapat mengetahui persepsi dari guru bidang studi

sehingga dapat dijadikan perbaikan untuk memaksimalkan perannya. Serta

melakukan upaya-upaya untuk meminimalisir kesalahpahaman persepsi.

1.4.2.2Bagi Guru Bidang Studi

Guru bidang studi dapat mengetahui persepsi guru bidang studi

yang kurang tepat, sehingga dapat dijadikan bahan introspeksi bagi guru

bidang studi itu sendiri.

1.4.2.3Bagi Kepala Sekolah

Kepala Sekolah dapat mengetahui kesalahpahaman persepsi guru

bidang studi terhadap kinerja konselor sekolah, sehingga dapat dijadikan

evaluasi dan bahan masukan bagi kepala sekolah dalam menciptakan iklim

kerja yang positif antara karyawannya, dalam hal ini konselor sekolah

(24)

1.5 Sistematika Skripsi

Untuk mempermudah dalam menelaah skripsi ini, maka dalam

penyusunannya dibuat sistematika sebagai berikut:

Bab 1 Pendahuluan, pada bab ini mengemukakan tentang latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika

skripsi.

Bab 2 Tinjauan Pustaka, berisi kajian mengenai landasan teori yang

mendasari penelitian yaitu penelitian terdahulu, kajian teoritis mengenai konsep

dasar persepsi yang meliputi pengertian, faktor yang mempengaruhi, proses

terjadinya persepsi, dan indikator persepsi. Kemudian sub teori yang berikutnya

yaitu tentang guru bidang studi, diantaranya dijelaskan tentang pengertian,

macam-macam guru bidang studi, serta peran guru bidang studi dalam BK. Dan

sub terakhir yaitu tentang kesalahpahaman, yang meliputi pengertian, dan persepsi

guru bidang studi terhadap kinerja konselor yang salah. Pada bab ini juga

disajikan kerangka pemikiran dari penelitian ini.

Bab 3 Metode Penelitian, pada bab ini berisi uraian metode penelitian

yang digunakan dalam penyusunan skripsi. Pada bab ini mengemukakan jenis

penelitian, variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan sampel, metode

pengumpulan data, validitas dan reliabelitas, serta teknik analisis data.

Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan, bab ini berisi tentang hasil

(25)

Bab 5 Penutup, bab ini berisi tentang penyajian simpulan hasil penelitian

dan penyajian saran sebagai implikasi dari hasil penelitian yang diakhiri dengan

(26)

11

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian ini membahas tentang persepsi guru bidang studi terhadap

kesalahpahaman kinerja konselor. Oleh karena itu, dalam tinjauan pustaka ini

akan membahas teori-teori yang relevan. Tinjauan pustaka dalam bab ini meliputi:

penelitian terdahulu, kajian teoritis mengenai pengertian persepsi, indikator,

proses, serta faktor yang mempengaruhi persepsi guru bidang studi. Selain itu

juga berisi tentang hal-hal yang berhubungan dengan kesalahpahaman kinerja

konselor, seperti pengertian, wujud kinerja, serta kesalahpahaman kinerja

konselor.

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu adalah penelitian-penelitian yang sudah dilakukan

sebelumnya oleh peneliti lain. Tujuannya adalah sebagai bahan masukan bagi

pemula dan untuk membandingkan antara penelitian yang satu dengan yang lain.

Penelitian terdahulu yang digunakan oleh peneliti memiliki hubungan dengan

judul penelitian ini. Penelitian-penelitian terdahulu yang peneliti gunakan

memiliki keterkaitan dengan penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti,

sehingga penelitian tersebut dapat digunakan sebagai bahan rujukan bagi peneliti

agar posisi penelitian ini jelas arahnya. Penelitian terdahulu yang digunakan

(27)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Melisa dkk (2013) yang berjudul

“Kerjasama Guru Bimbingan dan Konseling dengan Guru Mata Pelajaran dalam Mengembangkan Cara belajar Siswa” menunjukkan bahwa kerjasama guru mata pelajaran dan guru bimbingan dan konseling didalam mengembangkan cara

belajar siswa masih terlihat kurang bersinergi. Hal ini didapat dari pertanyaan

peneliti yang meliputi empat aspek diantaranya (1) Wawasan guru mata pelajaran

mengenai peran sebagai pembimbing di sekolah. Dalam hal ini didapati bahwa

masih ada beberapa guru mata pelajaran yang kurang memahami perannya

sebagai pembimbing di sekolah. Hal ini terlihat pada aspek partisipasi guru mata

pelajaran dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa di sekolah. (2)

Mengembangkan Cara Belajar Siswa dalam hal Persiapan Belajar Siswa.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terungkap bahwa belum semua

guru mata pelajaran yang terlibat dalam melakukan kerjasama dengan guru BK di

sekolah dalam hal persiapan belajar siswa. (3) Mengembangkan Cara Belajar

Siswa dalam hal mengikuti pelajaran didapati bahwa belum semua guru mata

pelajaran yang terlibat melakukan kerjasama dengan guru BK dalam hal

mengikuti pelajaran. (4) Mengembangkan cara belajar siswa dalam hal sebelum

mengikuti ujian dan menindaklanjuti hasil ujian didapati bahwa belum semua

guru mata pelajaran yang terlibat dalam mengembangkan cara belajar siswa dalam

hal sebelum mengikuti ujian dan menindaklanjuti hasil ujian. Dari penelitian

tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan guru bidang studi dan peranannya

dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling masih dikategorikan kurang. Jika

(28)

komunikasi antara guru bidang studi dengan konselor sekolah, dapat dipengaruhi

oleh persepsi yang salah dari guru bidang studi. Terdapat keterkaitan antara

penelitian yang dilakukan oleh Melisa (2013) dengan penelitian yang akan

dilakukan oleh peneliti. Penelitian yang berjudul “Kerjasama Guru Bimbingan

dan Konseling dengan Guru Mata Pelajaran dalam Mengembangkan Cara Belajar

Siswa” memberikan gambaran awal tentang hubungan dan kerjasama antara guru

bidang studi dan konselor dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di

sekolah. Dari kerjasama tersebut, kita dapat mengetahui apakah ada

kesalahpahaman guru bidang studi terhadap kinerja konselor. Karena secara

teoritik kerjasama dan komunikasi antara guru bidang studi dengan konselor dapat

dipengaruhi oleh persepsi yang salah dari guru bidang studi. Seperti yang

dijelaskan Sugiyo (2005: 48) bahwa komunikasi seseorang terhadap orang lain

sangat tergantung pada bagaimana persepsi antar pribadi tersebut terhadap orang

lain. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu pada

penelitian terdahulu mengugkapkan kerjasama diantara guru bidang studi dengan

konselor yang didapati hasil bahwa kerjasama diantara mereka masih kurang,

karena terdapat kesalahpahaman dari guru bidang studi terhadap konselor.

Sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan ini merrupakan penelitian

lanjutan yang bertujuan untuk mengungkap seperti apa persepsi guru bidang studi

terhadap kesalahpahaman itu sendiri.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari (1998) tentang “Studi Pengembangan Model Kerjasama Konselor dan Guru Mata Pelajaran dalam

(29)

Pontianak” menunjukkan bahwa (1) Kinerja konselor dalam membina hubungan antar pribadi sudah menunjukkan keberartian, walaupun belum sepenuhnya

dimanfaatkan konselor guna menjalin hubungan kerjasama dengan guru mata

pelajaran khususnya dalam menangani kesulitan belajar siswa, (2) Konselor

cenderung menangani rawan perilaku daripada rawan akademik. Masalah

kesulitan belajar masih belum dilanjutkan dengan memberikan pengajaran

perbaikan sebagaimana mestinya, (3) Jalinan kerjasama konselor dan guru mata

pelajaran guna mengatasi kesulitan belajar cenderung belum dilaksanakan

sebagaimana mestinya, sehingga belum menunjukkan keberartian bagi siswa.

Kesulitan belajar jarang diinformasikan kepada konselor. Guru mata pelajaran

juga cenderung jarang melibatkan konselor guna memberikan bantuan kepada

siswa yang mengalami kesulitan belajar. Disamping itu, guru cenderung

memberikan data yang sudah jadi daripada membahas bersama konselor prestasi

belajar siswa guna kepentingan menemukan siswa yang mengalami kesulitan

belajar dan mendiagnosis kesulitan belajar siswa. Oleh sebab itu kesulitan belajar

belum tertangani secara tuntas. Dari hasil penelitian tersebut sejalan dengan hal

yang akan diteliti yaitu tentang persepsi guru bidang studi terhadap konselor

sekolah. Terdapat keterkaitan antara penelitian yang dilakukan oleh Lestari (1998)

dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian yang berjudul

“Pengembangan Model Kerjasama Konselor dan Guru Mata Pelajaran dalam

Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa di Sekolah Menengah Umum Kotamadya

(30)

banyak kondisi siswa. Pada penelitian yang akan dilakukan ini bertujuan untuk

mengetahui seperti apa persepsi dari guru bidang studi terhadap kesalahpahaman

kinerja konselor. Berbeda dengan penelitian yang akan dilaksnakan, jika pada

penelitian terdahulu lebih memfokuskan pada pengembangan model

kerjasamanya, sedangkan pada penelitian ini akan difokuskan pada seperti apa

persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman kinerja konselor yang ada.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gunawan (2007) tentang “Hubungan

Persepsi Guru Mata Pelajaran Tentang Tugas-Tugas Guru Pembimbing dengan

Tingkat Partisipasinya dalam Pelaksanaan Program BK di SMP dan MTs

se-Kecamatan Kaliwungu Selatan Kabupaten Kendal Tahun 2007” diperoleh data bahwa partisipasi guru mata pelajaran dalam melaksanakan program BK secara

umum masuk kategori tinggi. Namun masih terdapat persentase sebesar 22,50 %

dan 5 % yang masing-masing masuk dalam kategori partisipasi rendah dan sangat

rendah. Dari jumlah persentase keduanya berarti dapat disimpulkan bahwa hampir

seperempat guru mata pelajaran di SMP dan MTs se-Kecamatan Kaliwungu

Selatan tahun 2007 partisipasinya terhadap pelaksanaan program BK rendah hal

ini tentu akan berpengaruh pada keefektifan pelaksanaan layanan BK. Terlebih

lagi dalam penelitian ini pada komponen peran guru sebagai informator masuk

dalam kategori rendah, yaitu sebesar 60,25 %. Dari data tersebut, tentu dapat kita

simpulkan bahwa koordinasi antara guru bidang studi dengan konselor sekolah

masih kurang. Hal ini tentu tidak serta merta terjadi, partisipasi merupakan suatu

bentuk dari tingkah laku seseorang, sedangkan tingkah laku sendiri dapat

(31)

erat dengan masalah yang akan diteliti yaitu persepsi guru bidang studi. Terdapat

keterkaitan antara penelitian yang dilakukan oleh Gunawan (2007) dengan

penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian yang berjudul “Hubungan Persepsi Guru Mata Pelajaran tentang Tugas-tugas Guru Pembimbing dengan

tingkat partisipasinya dalam pelaksanaan Program BK di SMP dan MTs

se-Kecamatan Kaliwungu Selatan Kabupaten Kendal Tahun 2007” memberikan

gambaran awal tentang adanya kesalahpahaman guru bidang studi yang masih

menganggap bahwa konselor harus aktif melaksaakan tugasnya sendiri,

sedangkan guru mata pelajaran pasif. Padahal secara teoritik salah satu tugas guru

mata pelajaran adalah sebagai informator bagi konselor sekolah. Kesalahpahaman

tidak akan terjadi jika guru mata pelajaran mengetahui perannya sendiri didalam

pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Perbedaan antara penelitian

terdahulu dengan penelitian yang akan dilaksanakan yaitu terletak pada masalah

yang akan diteliti. Didalam penelitian terdahulu meneliti tentang persepsi dan

tingkat partisipasi guru bidang studi, sedangkan pada penelitian yang akan

dilakukan ini adalah pada persepsi terhadap kesalahpahaman kinerja konselor.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Daharnis (1995) yang berjudul

“Interaksi Guru Bidang Studi dengan konselor dalam bimbingan belajar : studi

deskriptif-analitik di SMA-SMA Negeri Kabupaten 50 Kota Sumatra Barat” menunjukkan bahwa (1) Antara guru bidang studi dengan konselor telah terjadi

komunikasi berkaitan dengan pengajaran perbaikan, (2) Dalam melaksanakan

tugas mengenai pengajaran perbaikan , mereka juga telah melakukan berbagai

(32)

antara lain dipengaruhi oleh faktor individu itu sendiri, seperti persepsi, sikap,

motivasi, pengetahuan dan keterampilan, dan karena tidak adanya program yang

digunakan, serta kurangnya dukungan dan partisipasi kepala sekolah. Hasil

penelitian ini tentu berkaitan dengan objek yang akan diteliti, yaitu persepsi guru

bidang studi. Terdapat keterkaitan antara penelitian yang dilakukan oleh Daharnis

(1998) dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian tersebut

memberikan gambaran awal tetang komunikasi guru bidang studi dengan konselor

yang masih kurang. Hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satuya

yaitu persepsi. Dengan adanya penelitian yang akan dilakukan ini yaitu mengenai

persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman kinerja konselor sekolah,

maka kita akan mengetahui seberapa tingkat kesalahpahaman yang ada, dan aspek

apa yang masih keliru untuk dipahami. Karena ketika tidak ada kesalahpahaman,

maka komunikasi antara guru bidang studipun akan lebih baik.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2009) yang berjudul

“Kerjasama Guru Bimbingan dan Konseling dengan Guru Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) dalam meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VIII D Pada Mata

Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di MTs N Ngemplak Sleman

Yogyakarta” menunjukkan bahwa bentuk –bentuk kerjasama guru bimbingan dan konseling dengan guru SKI dalam meningkatkan prestasi belajar siswa meliputi,

bagaimana menemukan format belajar yang efektif, saling memberikan informasi,

saran dan masukan ataupun saling bertukar pikiran tentang permasalahan siswa,

memanggil orang tua siswa ke madrasah, dan mengunjungi rumah-rumah siswa.

(33)

meningkatkan prestasi belajar siswa meliputi memberikan bimbingan kepada

siswa, memberikan motivasi kepada siswa, alih tangan kasus, bekerjasama dengan

orang tua siswa dalam meningkatkan prestasi belajar , membentuk kelompok

belajar, memberikan bimbingan belajar yang efektif. Sedangkan faktor

penghambatnya adalah terjadi kesalahpahaman antara guru bimbingan dan

konseling dengan guru SKI, dan komunikasi kurang lancar antara guru keduanya.

Hasil penelitian tersebut berkaitan erat dengan objek akan diteliti dalam penelitian

kali ini yaitu mengenai persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman

kinerja konselor. Terdapat keterkaitan antara penelitian yang dilakukan oleh

Irawati (2009) dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian

yang berjudul “Kerjasama guru bimbingan dan konseling dengan guru sejarah kebudayaan islam (SKI) dalam meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VIII D

pada mata pelajaran sejarah kebudayaan islam (SKI) di MTs N Ngemplak Sleman

Yogyakarta” sedikit terhambat dikarenakan adanya kesalahpahaman antara guru bimbingan dan konseling dengan guru SKI dan komunikasi kurang lancar antara

keduanya. Penelitian ini memberikan gambaran awal akan adanya

kesalahpahaman guru bidang studi terhadap konselor sekolah. Hal ini menguatkan

fenomena yang peneliti ambil dimana memang masih banyak terjadi

kesalahpahaman guru bidang studi terhadap konselor sekolah yang

mengakibatkan kurang bersinerginya kerjasama diantara kedua belah pihak.

Perbedaan penelitian terdahulu ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu

pada penelitian yang dilakukan oleh Irawati lebih memfokuskan pada seperti apa

(34)

penelitian yang akan dilakukan lebih memfokuskan pada persepsi guru bidang

studi terhadap kesalahpahaman kinerjanya. Dan persamaan diantara kedua

penelitian tersebut yaitu keduanya membahas mengenai hubungan diantara

konselor dan guru bidang studi.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Siti Faizah (2011) yang berjudul

“Bentuk Kerjasama Guru Bimbingan dan Konseling dengan Guru Mata Pelajaran dalam Membantu Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa (Studi Kasus Pada Kelas VII

SMP Negeri 22 Semarang)” menunjukkan bahwa kerjasama antara guru BK

dengan guru mata pelajaran dalam mengatasi kesulitan belajar pada umumnya

terjalin namun belum secara menyeluruh karena tidak semua guru mata pelajaran

maupun guru BK aktif mengadakan komunikasi mengenai kondisi siswa.

Sedangkan guru BK sendiri lebih aktif menjalin komunikasi dengan wali kelas

terutama terkait data nilai siswa. Dari hal tersebut dapat disimplkan bahwa

komunikasi antara guru bidang studi dengan konselor sekolah kurang maksimal.

Ini tentu akan berpengaruh terhadap keefektifan pelaksanaan layanan bimbingan

dan konseling. Terdapat keterkaitan antara penelitian yang dilakukan oleh Siti

Faizah (2011) dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian

yang berjudul “Bentuk Kerjasama Guru Bimbingan dan Konseling dengan Guru Mata Pelajaran dalam Membantu Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa”

memberikan gambaran awal tentang bentuk kerjasama antara guru bidang studi

dengan konselor sekolah, dimana kerjasama yang telah dilakukan belum terjalin

secara menyeluruh karena belum semua guru mata pelajaran dan konselor ikut

(35)

terjadi jika guru mata pelajaran mengetahui tugas dan perannya dalam BK di

sekolah serta memiliki persepsi positif terhadap konselor sekolah. Perbedaan dari

kedua penelitian tersebut yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh Siti Faizah ini

lebih memfokuskan pada bentuk-bentuk kerjasama guru bidang studi terhadap

konselor, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan ini lebih memfokuskan

seperti apa persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman kinerja konselor.

Dari penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa interaksi

konselor dengan guru bidang studi telah menunjukkan keberartian, namun belum

sepenuhnya dimanfaatkan oleh kedua belah pihak dalam menangani permasalahan

siswa. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antar pribadi konselor dengan guru

bidang studi belum terjalin secara optimal. Hal ini terbukti dari masih ada

sebagian guru bidang studi yang belum mengetahui perannya serta kurang

berpartisipasi aktif dalam kegiatan Bimbingan dan Konseling. Selain itu juga

masih terdapat kesalahpahaman akan peran konselor di sekolah. Kesalahpahaman

persepsi guru bidang studi terhadap konselor tersebut tentu tidak serta merta

muncul, melainkan melalui proses penginterpretasian yang panjang. Yaitu setelah

adanya peristiwa menerima (melalui panca indra) berupa peristiwa, pengalaman,

informasi, dan akhirnya memberikan makna. Hasil penelitian-penelitian tersebut

mendorong peneliti untuk melakukan penelitian untuk mengetahui persepsi guru

bidang studi terhadap kesalahpahaman kinerja konselor sekolah. Hal ini

dikarenakan pentingnya peran guru bidang studi dalam pelaksanaan bimbingan

dan konseling yang efektif di sekolah. Penelitian-penelitian terdahulu tersebut

(36)

penelitian ini akan mengambil sebagian aspek dari penelitian terdahulu untuk

dikembangkan.

2.2 Konsep Dasar Persepsi

2.2.1 Pengertian Persepsi

Menurut Leavitt (dalam Sobur : 445), perception dalam pengertian sempit

adalah “penglihatan”, yaitu bagaimana cara seseorang melihat sesuatu. Sedangkan

dalam arti luas, perception adalah “pandangan”, yaitu bagaimana seseorang

memandang atau mengartikan sesuatu. Sebagai sebuah konstruksi psikologis yang

kompleks, persepsi sulit dirumuskan secara utuh. Oleh karena itu, para ahli

berbeda-beda dalam memberikan definisi tentang persepsi ini.

Menurut Desmita (2009: 116), persepsi merupakan salah satu aspek kognitif

manusia yang sangat penting, yang memungkinkannya untuk mengetahui dan

memahami dunia sekelilingnya. Tanpa persepsi yang benar, manusia mustahil

dapat menangkap dan memaknai berbagai fenomena, informasi atau data yang

senantiasa mengitarinya. Demikian juga halnya dengan guru bidang studi

disekolah, layanan bimbingan dan konseling tidak akan berjalan efektif, tanpa

adanya persepsi yang benar. Hal ini karena persepsi merupakan proses yang

menyangkut masuknya informasi ke dalam otak manusia. Dalam proses ini,

manusia tidak seperti sebuah mesin, yang dapat memberikan respons terhadap

setiap stimulus secara otomatis. Sebaliknya, bagi manusia setiap informasi atau

stimulus harus terlebih dahulu melewati serangkaian proses kognitif yang

(37)

itu, apa yang terjadi diluar dapat sangat berbeda dengan apa yang sampai ke otak

manusia, karena adanya faktor-faktor kognitif lain yang tidak berfungsi

sebagaimana mestinya.

Menurut Rahman (2005: 88) persepsi adalah proses yang menggabungkan

dan mengorganisasikan data-data indra kita (penginderaan) untuk dikembangkan

sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar

akan diri kita sendiri.

Menurut Mar‟at (2006: 9) persepsi bergantung pada pengalaman dan apa saja yang sudah diajarkan serta dipengaruhi oleh pengalaman yang ada pada pelaku

persepsi.

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa persepsi

merupakan suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki untuk

memperoleh dan menginterpretasi stimulus (rangsangan) yang diterima oleh sistem alat indra manusia. Pada dasarnya persepsi menyangkut hubungan manusia

dengan lingkunganya, yaitu bagaimana individu tersebut mengerti dan

menginterpretasikan stimulus yang ada di lingkungannya dengan menggunakan

pengetahuan yang dimilikinya. Setelah individu tersebut mengindrakan maka

timbullah makna tentang objek itu. Teori mengenai persepsi ini, relevan dengan

penelitian yang akan dilakukan terkait dengan persepsi guru bidang studi terhadap

(38)

2.2.2 Faktor yang mempengaruhi persepsi

Persepsi tidaklah muncul begitu saja, melainkan ada banyak faktor yang

mempengaruhi terbentuknya suatu persepsi. Pada bagian ini akan dijelaskan

mengenai faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor situasional

dan faktor personal. Seperti yang dijelaskan oleh Sugiyo (2005: 38-41) bahwa

secara garis besar terdapat dua faktor yang mempengaruhi kecermatan persepsi

yaitu faktor situasional dan faktor personal. Faktor situasional antara lain yaitu

deskripsi verbal, petunjuk proksemik, petunjuk kinestik, petunjuk wajah, petunjuk

paralinguistik , dan petunjuk arifactual. Sedangkan faktor personal diantaranya

pengalaman, motivasi, kepribadian, intelegensi, dan kemampuan untuk menarik

kesimpulan. Selain itu mereka yang memperoleh angka rendah dalam tes

otoritarianisme cenderung menilai orang lain lebih baik dan hal ini menyebabkan

persepsinya akan tidak objektif. Dan mereka yang mempunyai tingkat objektivitas

tinggi mengenai diri mereka sendiri, cenderung memiliki wawasan yang baik atas

perilaku orang lain.

Persepsi individu terhadap objek tertentu akan mempengaruhi pikirannya.

Artinya, persepsi seseorang akan memungkinkannya untuk memberi penilaian

terhadap suatu kondisi stimulus. Penilaian (appraisal) seseorang terhadap suatu stimulus biasanya dilakukan melalui proses kognitif, yaitu proses mental yang

memungkinkan seseorang mengevaluasi, memaknai, dan menggunakan informasi

yang diperoleh melalui indranya. Ini berarti, meskipun persepsi bergantung pada

indra manusia, proses kognitif yang ada pada diri manusia akan memungkinkan

(39)

Dalam psikologi kontemporer, persepsi secara umum diperlakukan sebagai

variabel campur tangan (intervening variabel), yang dipengaruhi oleh faktor-faktor stimulus dan faktor-faktor-faktor-faktor yang ada pada subjek yang menghadapi stimulus

tersebut. Oleh sebab itu, persepsi seseorang terhadap suatu benda atau realitas

belum tentu sesuai dengan benda atau realitas yang sesungguhnya. Demikian juga,

pribadi-pribadi yang berbeda akan mempersepsikan sesuatu secara berbeda pula.

Dapat disimpulkan pengertian di atas bahwa persepsi adalah proses

pengorganisasian terhadap bimbingan dan konseling, penginterprestasian terhadap

stimulus yang diterima organisme berupa peristiwa dalam bimbingan dan

konseling, pengalaman terhadap bimbingan dan konseling, informasi tentang

bimbingan dan konseling, memperhatikan bagaimana bimbingan dan konseling di

sekolah, dan menafsirkan kesan yang berakhir dengan kesimpulan tentang

bimbingan dan konseling di sekolah dan memaknainya. Persepsi dapat pula

diartikan sebagai proses penginterpretasian seseorang atau kelompok terhadap

bimbingan dan konseling di sekolah, peristiwa atau stimulus dengan melibatkan

pengalam-pengalaman yang berkaitan dengan bimbingan dan konseling tersebut

atau hubungan yang diperoleh melalui proses kognisi dan afeksi untuk

menyimpulkan informasi dan penafsiran pesan untuk membentuk konsep tentang

bimbingan dan konseling di sekolah tersebut.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang dapat

mempengaruhi persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman kinerja

konselor ada dua yaitu faktor situasional dan faktor personal. Dimana faktor

(40)

petunjuk wajah, petunjuk paralinguistik, dan petunjuk arifactua. Sedangkan faktor

personal meliputi faktor pengalaman, motivasi, kepribadian, intelegensi dan

kemampuan yang dimiliki. Yang dimaksud dengan faktor pengalaman yaitu

pengalaman yang dimiliki oleh guru bidang studi dalam melihat kinerja konselor

sekolah. Semakin banyak pengalaman guru bidang studi, maka akan semakin

cermat dalam mempersepsi konselor sekolah. Kedua yaitu motivasi, ketika guru

bidang studi memiliki motivasi terhadap konselor sekolah, maka persepsinya akan

cenderung bias dan tidak objektif. Dan faktor yang lain yaitu

kepribadian,intelegensi, serta kemampuan guru bidang studi didalam menarik

kesimpulan. Kelima hal tersebut nantinya akan dijadikan dasar acuan didalam

penelitian untuk mengetahui bagaimana persepsi mereka terhadap

kesalahpahaman kinerja konselor. Persepsi yang diberikan guru mata pelajaran

sangat berpengaruh terhadap kelangsungan pelayanan bimbingan dan konseling.

Oleh karena itu persepsi guru mata pelajaran terhadap kesalahpahaman kinerja

konselor ini memiliki peran penting di sekolah, karena dengan mengetahui seperti

apa persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman kinerja konselor, akan

dapat menjadi evaluasi bagi konselor dalam menampilkan citra sebagai konselor

yang menunjukkan kinerja yang baik. Teori-teori tersebut diatas berkaitan erat

dengan penelitian yang akan dilakukan, karena teori tersebut relevan dengan

obyek yang akan diteliti yaitu, persepsi guru bidang studi terhadap

(41)

2.2.3 Proses terjadinya Persepsi

Menurut De Vito dalam Sugiyo (2005 : 34) mengemukakan bahwa peroses

persepsi melalui tiga tahap yaitu “ Pertama, stimulasi sensoris terjadi, proses ini

merupakan proses sensori; Kedua, stimulasi organisasi terorganisasi, tahap ini

merupakan kelanjutan dari tahap pertama dan pada tahap ini akan memperoleh

pemahaman tertentu dengan prinsip–prinsip kedekatan dan kesamaan / kemiripan; Ketiga, stimulasi sensori diinterpretasikan, maksudnya bahwa apa yang telah

diterima melalui sensori akan diberi makna atau ditafsirkan”. Persepsi merupakan

bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah ransangan

ditetapkan kepada manusia. Dari segi psikologi dikatakan bahwa tingkah laku

seseorang merupakan fungsi dari cara dia memandang. Oleh karena itu, untuk

mengubah tingkah laku seseorang harus dimulai dengan mengubah persepsinya.

Proses pertama dalam persepsi adalah menerima rangsangan atau data dari

berbagai sumber melalui panca indera. Setelah diterima, rangsangan atau data

diseleksi untuk diproses lebih lanjut. Rangsangan yang diterima selanjutnya

diorganisasikan dalam suatu bentuk. Setelah rangsangan atau data diterima dan

diatur, penerima menafsirkan data itu dengan berbagai cara. Proses penafsiran

inilah yang dinamakan persepsi. Persepsi pada intinya adalah memberikan arti

pada berbagai data dan informasi yang diterima. Setelah melakukan penafsiran

atau persepsi maka akan diwujudkan dalam reaksi atau tindakan terhadap objek

persepsi.

Dalam Walgito (2005: 102) mengemukakan proses terjadinya persepsi

(42)

1) Proses kealaman atau proses fisik, dimana objek menimbulkan stimulus,

dan stimulus mengenai alat indra atau reseptor.

2) Proses fisiologis. Merupakan proses dimana stimulus yang diterima oleh

alat indra dilanjutkan oleh syaraf sensoris ke otak.

3) Proses psikologis, proses yang terjadi di otak, sehingga individu dapat

menyadari apa yang ia terima dengan reseptor itu, sebagai suatu akibat

dari stimulus yang diterimanya. Proses yang terjadi dalam otak atau pusat

kesadaran. Dengan demikian, taraf terakhir persepsi adalah individu

menyadari apa yang diterima.

Dalam proses persepsi perlu adanya perhatian sebagai langkah persiapan

dalam persepsi itu. Hal tersebut menunjukkan bahwa individu tidak hanya dikenai

oleh satu stimulus saja, tetapi berbagai macam stimulus yang ditimbulkan oleh

keadaan sekitarnya. Namun, tidak semua stimulus mendapatkan respon individu

untuk dipersepsi. Stimulus mana yang akan dipersepsi atau mendapatkan respon

tergantuang pada perhatian individu yang bersangkutan. Penafsiran terhadap

stimulus bersifat subyektif sehingga pemaknaan stimulus yang sama belum tentu

menghasilkan interpretasi yang sama pula. Hal ini dipengaruhi oleh pengalaman,

kebutuhan, nilai dan harapan yang ada pada diri individu. Berdasarkan keterangan

tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa proses persepsi berlangsung dalam

beberapa tahap. Proses tersebut dimulai dengan adanya stimulus yang mengeai

alat indera. Stimulus ini berasal dari objek atau kejadian yang menjadi

pengalaman individu. Stimulus yang diterima akan diteruskan oleh syaraf sensoris

(43)

kesadaran, yaitu individu mampu menyadari apa yang dilihat, dirasa, dan

sebagainya. Setelah menyimpulkan dan menafsirkan informasi yang diterimanya,

individu memunculkan respon sebagai reaksi terhadap stimulus yang diterimanya.

Dalam penelitian ini, objek yang akan dipersepsi oleh guru mata pelajaran adalah

kesalahpahaman kinerja konselor sekolah. Objek tersebut akan menjadi stimulus

yang akan diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak kemudian ditafsirkan. Proses

penafsiran ini dapat berbeda antara guru satu dengan lainnya, hal ini tergantung

pengalaman masing – masing guru khususnya yang berkaitan dengan persepsi guru mata pelajaran tentang bimbingan dan konseling di sekolah.

2.2.4 Indikator Persepsi

Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh pengindraan, yaitu

merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indra. Namun

proses ini tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan ke

proses selanjutnya yang merupakan proses persepsi. Stimulus yang diindra

individu kemudian oleh individu diorganisasikan dan diinterpretasikan sehingga

individu menyadari, mengerti tentang apa yang diindra itu. (Bimo Walgito, 2002 :

67)

Dari pengertian persepsi di atas terdapat beberapa indikator persepsi guru

bidang studi terhadap kesalahpahaman kinerja konselor di sekolah yaitu sebagai

berikut:

(44)

Rangsang atau objek tersebut diserap atau diterima oleh panca indera, baik

penglihatan, pendengaran, peraba, pencium, dan pencecap secara sendiri-sendiri

maupun bersama-sama. Dari hasil penyerapan atau penerimaan oleh alat-alat

indera tersebut akan mendapatkan gambaran, tanggapan, atau kesan di dalam otak.

Gambaran tersebut dapat tunggal maupun jamak, tergantung objek persepsi yang

diamati. Di dalam otak terkumpul gambaran-gambaran atau kesan-kesan, baik

yang lama maupun yang baru saja terbentuk. Jelas tidaknya gambaran tersebut

tergantung dari jelas tidaknya rangsang, normalitas alat indera dan waktu, baru

saja atau sudah lama.

2. Pengertian atau pemahaman

Setelah terjadi gambaran-gambaran atau kesan-kesan di dalam otak, maka

gambaran tersebut diorganisir, digolong –golongkan (diklasifikasi), dibandingkan, diinterpretasi, sehingga terbentuk pengertian atau pemahaman. Proses terjadinya

pengertian atau pemahaman tersebut sangat unik dan cepat. Pengertian yang

terbentuk tergantung juga pada gambaran -gambaran lama yang telah dimiliki

individu sebelumnya (disebut apersepsi).

3. Penilaian atau evaluasi

Setelah terbentuk pengertian atau pemahaman , terjadilah penilaian dari

individu. Individu membandingkan pengertian atau pemahaman yang baru

diperoleh tersebut dengan kriteria atau norma yang dimiliki individu secara

subjektif. Penilaian individu berbeda -beda meskipun objeknya sama. Oleh karena

(45)

2.3 Guru Bidang Studi

2.3.1 Pengertian Guru Bidang Studi

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang dimaksud dengan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi, pada jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Peran guru sebagai agen pembelajaran (learning agent) adalah peran peran guru sebagai fasilitator, motivator, pemacu, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik (E. Mulyasa, 2007: 53).

2.3.2 Macam-macam Guru Bidang Studi

Macam-macam guru bidang studi ditingkat SMA diantaranya Matematika,

Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Biologi, Kimia, Fisika, Ekonomi, Sejarah,

Sosiologi, Geografi, Akuntansi, Bahasa Jawa, Bahasa Asing, Kesenian, Olahraga,

TIK, PKN Agama.

2.3.3 Peran Guru Bidang Studi dalam BK

Penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah bukan hanya

menjadi tanggung jawab guru bimbingan dan konseling (guru BK) melainkan

menjadi tanggung jawab bersama semua guru, baik guru kelas maupun guru mata

pelajaran di bawah koordinasi guru bimbingan dan konseling. Sekalipun tugas dan

tanggung jawab utama guru kelas maupun guru mata pelajaran adalah

(46)

sekali lepas dari kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. Peran dan

konstribusi guru kelas dan guru mata pelajaran tetap sangat diharapkan guna

kepentingan efektivitas dan efisiensi pelayanan bimbingan dan konseling di

sekolah, bahkan dalam batas-batas tertentu guru kelas maupun guru mata

pelajaran dapat bertindak sebagai pembimbing bagi siswanya. Salah satu peran

yang harus dijalankan oleh guru yaitu sebagai pembimbing dan untuk menjadi

pembimbing yang baik guru harus memiliki pemahaman tentang siswa yang

dibimbingnya. Lebih jauh, Makmun (2003: 40) menyatakan bahwa guru sebagai

pembimbing dituntut untuk mampu mengidentifikasi siswa yang diduga

mengalami kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau

masih dalam batas kewenangannya, harus membantu pemecahannya (remedial teaching). Berkenaan dengan upaya membantu mengatasi kesulitan atau masalah siswa, peran guru tentu berbeda dengan peran yang dijalankan oleh konselor

profesional.

Berkenaan peran guru kelas dan guru mata pelajaran dalam bimbingan dan

konseling, Willis (2005: 81) mengemukakan bahwa guru-guru mata pelajaran

dalam melakukan pendekatan kepada siswa harus manusiawi-religius, bersahabat,

ramah, mendorong, konkret, jujur dan asli, memahami dan menghargai tanpa

syarat. Prayitno dkk (2004: 70) memerinci peran, tugas dan tanggung jawab guru

kelas dan guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling sebagai berikut:

1. Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa

(47)

3. Mengalih tangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing/konselor

4. Menerima siswa alih tangan dari guru pembimbing/konselor, yaitu siswa yang menuntut guru pembimbing/konselor memerlukan pelayanan pengajar /latihan khusus (seperti pengajaran/ latihan perbaikan, program pengayaan).

5. Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan pembimbingan dan konseling.

6. Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan/kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti /menjalani layanan/kegiatan yang dimaksudkan.

7. Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti konferensi kasus.

8. Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya.

Peran guru kelas maupun guru mata pelajaran dalam pelaksanaan kegiatan

bimbingan dan konseling sangatlah penting. Keberhasilan penyelenggaraan

bimbingan dan konseling di sekolah akan sulit dicapai tanpa peran serta guru

kelas ataupun guru mata pelajaran di sekolah yang bersangkutan. Sehubungan

dengan hal tersebut Yusuf (2008: 35) menjelaskan deskripsi kerja (kinerja) dari

guru bidang studi termasuk didalamnya peran serta dalam pelaksanaan Bimbingan

dan Konseling adalah sebagai berikut:

a. Memahami konsep dasar bimbingan dan karakteristik siswa (tugas-tugas perkembangan siswa), sebagai landasan untuk memberikan layanan bimbingan.

b. Memahami keragaman karakteristik siswa dalam aspek-aspek fisik (kesehatan dan keberfungsiannya), kecerdasan, motif belajar, sikap dan kebiasaan belajar, temperamen (periang, pendiam, pemurung, atau mudah tersinggung), dan karakternya (seperti kejujuran, kedisiplinan, dan tanggung jawab).

c. Menandai siswa yang diduga mempunyai masalah atau siswa yang gagal dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya

(48)

kepada siswa untuk bertanya atau mengemukakan pendapat, bergairah dalam mengajar, dan berdisiplin.

e. Membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar

f. Mereferal (mengalihtangankan) siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing

g. Bekerjasama dengan guru pembimbing dalam rangka membantu siswa h. Memberikan informasi tentang kaitan mata pelajaran dengan bidang kerja

yang diminati siswa

i. Memahami perkembangan dunia industri atau perusahaan, sehingga dapat memberikan informasi yang luas kepada siswa tentang dunia kerja (tuntutan keahlian kerja, suasana kerja, persyaratan kerja, dan prospek kerja)

j. Menampilkan pribadi yang matang, baik dalam aspek emosional, sosial, maupun moral-spiritual. Hal ini penting, karena guru merupakan “figur

central” bagi siswa

k. Memberikan informasi tentang cara-cara mempelajari mata pelajaran yang diberikannya secara efektif

Peran-peran guru sebagaimana telah dikemukakan terkait erat dengan

penyelenggaraan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah.

Kesulitan-kesulitan atau permasalahan yang timbul dalam implementasi deskripsi kerja

tersebut pada dasarnya juga merupakan permasalahan yang berada dalam wilayah

penyelenggaraan kegiatan bimbingan dan konseling. Dalam hal ini, guru kelas

maupun guru mata pelajaran membutuhkan kehadiran guru bimbingan dan

konseling, sebaliknya guru bimbingan dan konseling juga membutuhkan

informasi, bantuan, dan kerja sama dengan guru kelas dan guru mata pelajaran

untuk melaksanakan tugas-tugas kepembibingannya.

2.4 Kinerja Konselor

2.4.1 Pengertian Kinerja

Secara etimologi, kata kinerja berarti suatu yang hendak dicapai, prestasi

(49)

merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang

pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang

diberikan kepadanya. Menurut Hasibuan (2001: 34) kinerja prestasi kerja adalah

suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang

dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan

kesungguhan serta waktu. Menurut Tika (2006: 121) kinerja merupakan hasil

fungsi pekerjaan atau kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi

yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam

periode waktu tertentu

Menurut Gibson, dkk (2003: 355), job performance adalah hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi, efisiensi dan kinerja keefektifan

kinerja lainnya. Sementara menurut Ilyas (1999: 99), kinerja adalah penampilan

hasil kerja personil maupun dalam suatu organisasi. Penampilan hasil karya tidak

terbatas kepada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural

tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil di dalam organisasi.

Pengertian kinerja lainnya dikemukakan oleh Simanjuntak (2005: 1) yang

mengemukakan kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas

tertentu. Sedangkan menurut Irawan (2002: 11), bahwa kinerja (performance) adalah hasil kerja yang bersifat konkret, dapat diamati, dan dapat diukur. Jika kita

mengenal tiga macam tujuan, yaitu tujuan organisasi, tujuan unit, dan tujuan

pegawai, maka kita juga mengenal tiga macam kinerja, yaitu kinerja organisasi,

kinerja unit, dan kinerja pegawai. Dessler (2000: 87) berpendapat : Kinerja

(50)

prestasi yang diharapkan dari karyawan. Prestasi kerja yang diharapkan adalah

prestasi standar yang disusun sebagai acuan sehingga dapat melihat kinerja

karyawan sesuai dengan posisinya dibandingkan dengan standar yang dibuat.

Selain itu dapat juga dilihat kinerja dari karyawan tersebut terhadap karyawan

lainnya.

Selain itu menurut John Whitmore (1997: 104) kinerja adalah pelaksanaan

fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang, kinerja adalah suatu perbuatan , suatu

prestasi, suatu pameran umum keterampilan. Sedangkan menurut Robert L.

Mathis dan John H. Jackson terjemahan Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira (2001:

78) menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau

tidak dilakukan karyawan.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang kinerja dapat disimpulkan bahwa

pengertian kinerja adalah suatu perbuatan yang dilakukan/ pameran/ penampilan

hasil kerja personil maupun suatu organisasi didalam melaksanakan tugasnya

dalam upaya pencapaian suatu tujuan.

2.4.2 Unsur Kinerja

Berdasarkan pengertian di atas kinerja mengandung 3 (tiga) unsur, yaitu :

1) Unsur waktu, dalam hasil-hasil yang dicapai oleh usaha-usaha tertentu,

dinilai dalam satu putaran waktu atau sering disebut periode. Ukuran

periode dapat menggunakan satuan jam, hari, bulan, maupun tahun.

2) Unsur hasil, dalam arti hasil-hasil tersebut merupakan hasil rata-rata pada

akhir periode tersebut. Hal ini tidak berarti mutlak setengah periode harus

(51)

3) Unsur metode, dalam arti seorang pegawai harus meguasai betul dan

bersedia mengikuti pedoman yang telah ditentukan, yaitu metode kerja

yang efektif dan efisien, ditambah pula dalam bekerjanya pegawai tersebut

harus bekerja dengan penuh gairah dan tekun serta bukan berarti harus

bekerja berlebihan.

2.4.3 Wujud atau Bentuk Kinerja Konselor

Wujud atau bentuk kinerja guru BK tentu berbeda dengan profesi yang

lain. Pada dasarnya dapat ditegaskan bahwa perbedaan pekerjaan dapat

menyebabkan wujud kinerja berbeda. Namun demikian perbedaan wujud kinerja

berdasarkan perbedaan pekerjaan tetap mengacu pada satu konsep yang disebut

ukuran kinerja. Artinya setiap profesi atau pekerjaan tertentu memiliki indikator

atau ukuran kinerja masing-masing. Ukuran kinerja disebut sebagai kriteria. Yang

dimaksudkan sebagai alat untuk menggambarkan keberhasilan, ukuran prediktif

untuk menilai efektifitas individu dan organisasi. Wujud kinerja dalam konteks

karakteristik individu mencakup tugas-tugas konselor yang harus dilaksanakan.

Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan penerapan konsep,asas,

kaidah, hukum dan prosedur ilmiah bimbingan dan konseling. Apa yang

dilakukan oleh guru pembimbing dalam menjalankan tugasnya disekolah tidak

asal-asalan akan tetapi ada landasan ilmunya. Prayitno (2005: 3) menyebutkan

bahwa tugas pokok konselor adalah mewujudkan proses konseling disertai dengan

Gambar

Gambar 2.1
Tabel 3.3
Gambar 3.1 Langkah-langkah Penyusunan Instrumen
 Tabel 3.4 Kriteria Penilaian Persepsi
+4

Referensi

Dokumen terkait