SE-KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN AJARAN 2015/2016
SKRIPSI
Disusun dalam rangka penyelesaian Studi Strata 1 untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh
Dwi Yogianti Kurnia Widyastuti 1301411056
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
“JANGAN PUTUS ASA” Seringkali ini adalah kunci yang membuka
keberhasilan. Karena Allah selalu bersama kita dan menjadi seperti apa yang
kita prasangkakan.
( Dwi Yogianti Kurnia )
Persembahan
vi
PRAKATA
Alhamdulillahi robbil „alamin, puji syukur penulis haturkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul
“Berbagai Kesalahpahaman Kinerja Konselor Sekolah Menurut Persepsi Guru Bidang Studi di SMA Negeri se-Kabupaten Purbalingga Tahun Ajaran
2015/2016” dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari
kendala dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis ingin
menyampaikan terimakasih kepada pihak-pihak berikut:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang
yang bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan pendidikan di Universitas
Negeri Semarang.
2. Prof. Dr. Fakhruddin M.Pd.,Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah
memberikan ijin penelitian.
3. Drs. Eko Nusantoro, M.Pd.,Ketua Jurusan Bimbingan dan Konseling yang
telah memberikan ijin penelitian dan dukungan untuk segera menyelesaikan
skripsi.
4. Prof. Dr. Sugiyo, M.Si, Dosen penguji I yang telah memberikan bimbingan
dan kesempurnaan skripsi ini.
5. Drs. Eko Nusantoro, M.Pd. Kons, Dosen penguji II yang telah memberikan
vii
6. Dr. Awalya, M.Pd., Kons., Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran serta dengan sabar membimbing dan memberikan
motivasi hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini.
7. Bapak dan Ibu dosen Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan
bimbingan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
8. Kepala sekolah SMA Negeri se-Kabupaten Purbalingga yang telah
memberikan ijin penelitian.
9. Guru bidang studi SMA Negeri se-Kabupaten Purbalingga yang telah
berpartisipasi dalam penelitian skripsi ini.
10.Guru Bimbingan dan Konseling SMA Negeri se-Kabupaten Purbalingga yang
telah membantu dan berpartisipasi dalam penelitian skripsi ini.
11.Orang tuaku Bapak Sarko dan Ibu Kalimah, kakakku Andri Tri Pratomo,
adikku Shevtin Rizky Purnamasari serta keluarga besarku di Purbalingga yang
selalu memberikan doa dan motivasinya.
12.Sahabat-sahabat mahasiswa BK yang senantiasa memberikan dukungan dan
semangat.
13.Sahabatku Regina, Itsna, Ika, Jeki, Novi, Hari, Cumi, Khoirureza, Ire dan
Upin Ipin 3 yang selalu memberikan dukungan dan semangat.
14.Sahabat-sahabat PPL, KKN dan PLBK yang selalu memberi semangat dan
motivasi.
15.Sahabat-sahabatku Kos Shinta yang selalu memberi semangat dan dukungan
viii
16.Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, serta dapat
memberikan inspirasi positif terkait dengan perkembangan ilmu bimbingan dan
konseling.
Semarang, 2016
ix
ABSTRAK
Widyastuti, Dwi Yogianti K. 2016. Berbagai Kesalahpahaman Kinerja Konselor Sekolah Menurut Persepsi Guru Bidang Studi di SMA Negeri se-Kabupaten Purbalingga Tahun Ajaran 2015/2016. Skripsi, Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Dr. Awalya, M.Pd., Kons.
Kata Kunci: Persepsi , kesalahpahaman kinerja konselor.
Banyak persepsi tentang konselor di sekolah, baik negatif maupun positif. Banyak yang sudah memahami peranan konselor beserta tugas-tugasnya di sekolah, namun masih ada pula yang kurang tepat dalam berpersepsi. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengetahui gambaran berbagai kesalahpahaman kinerja konselor menurut persepsi guru bidang studi di SMA Negeri se-Kabupaten Purbalingga.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu penelitian deskriptif kuantitatif. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah guru bidang studi di SMA Negeri se-Kabupaten Purbalingga. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala psikologis. Teknik analisis data dalam penelitian ini dengan menggunakan analisis deskriptif persentase.
Hasil penelitian adalah dapat diketahui bahwa dari kesuluruhan poin kesalahpahaman yang dipakai, Bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klien-klien tertentu saja, sebesar 79,96 %. Kemudian diikuti dengan Konselor sekolah didalam melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling hanya bekerja sendiri sebesar 79,87%. Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien sebesar 79,83%. Tugas konselor didalam Bimbingan dan konseling disamakan saja dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan pada persentase 79,13 %. Menganggap hasil pekerjaan konselor harus segera dilihat 74,10%. Kemudian diikuti dengan Pekerjaan konselor sekolah dapat dilakukan oleh siapa saja pada persentase 73,30%. Konselor sekolah dianggap sebagai polisi sekolah yaitu 71,53%. Bimbingan dan konseling yang dilakukan konselor dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasihat pada persentase 59,96%.
x
MOTTO DAN PERSEMBAHAN... v
PRAKATA ... vi
1.3 Tujuan Penelitian... 8
1.4 Manfaat Penelitian... 9
1.5 Sistematika Skripsi... 10
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu... 11
2.2 Konsep Dasar Persepsi... 21
2.2.1 Pengertian Persepsi ... 21
2.2.2 Faktor yang mempengaruhi persepsi ... 23
2.2.3 Proses Terjadinya Persepsi ... 26
2.2.4 Indikator Persepsi... 28
2.3 Guru Bidang Studi ... 30
xi
2.3.2 Macam-macam Guru Bidang Studi... 30
2.3.3 Peran Guru Bidang Studi dalam BK... 30
2.4 Kinerja Konselor... 33
2.4.1 Pengertian Kinerja ... 33
2.4.2 Unsur Kinerja ... 35
2.4.3 Wujud atau Bentuk Kinerja Konselor... 36
2.4.4 Pentingnya Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kinerja Konselor... 2.5 Kesalahpahaman ... 2.5.1 Pengertian Kesalahpahaman ... 2.5.2 Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kinerja yang Salah ... 2.6 Kerangka Pemikiran ... 3.1 Jenis Penelitian... 51
3.2 Variabel Penelitian... 52
3.3 Definisi Operasional ... 3.4 Populasi dan Sampel ... 3.5 Metode Pengumpulan Data ... 53 54 56 3.6 Validitas dan Reliabelitas ... 59
3.7 Teknik Analisis Data ... 62
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ... 4.2 Pembahasan ... 4.2.1 Persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman bahwa tugas
konselor didalam Bimbingan dan Konseling disamakan dengan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan... 4.2.2 Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kesalahpahaman bahwa
Konselor Sekolah Adalah Polisi Sekolah ... 4.2.3 Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kesalahpahaman bahwa
Bimbingan dan Konseling yang Dilakukan Konselor Dianggap 64 70 82
71
xii
Semata-mata Sebagai Proses Pemberian Nasihat ... 4.2.4 Persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman bahwa
bimbingan dan konseling dibatasi hanya untuk klien-klien tertentu saja ...
4.2.5 Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kesalahpahaman bahwa Konselor Sekolah didalam melaksanakan pelayanan bimbingan dan Konseling Hanya Bekerja Sendiri ... 4.2.6 Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kesalahpahaman bahwa
Pekerjaan sebagai Konselor Bisa Dilaksanakan oleh Siapa Saja... 4.2.7 Persepsi Guru Bidang Studi Terhadap Kesalahpahaman bahwa Hasil
Pekerjaan Konselor Harus Segera Dilihat ...
4.2.8 Persepsi Guru Bidang Studi terhadap Kesalahpahaman bahwa konselor menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien ... 4.3 Keterbatasan Penelitian...
74
76
76
78
80
81 82
BAB 5 PENUTUP
5.1 Simpulan... 84
5.2 Saran... 85
Daftar Pustaka... 87
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Hal
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Daftar Populasi Guru Bidang Studi SMA Negeri se-Kabupaten
Purbalingga...
Daftar Sampel tiap Sekolah ...
54
55
Tabel 3.3
Tabel 3.4
Kategori Jawaban dan Skoring Skala Persepsi...
Kriteria Penilaian Persepsi ... 58
63
Tabel 4.1 Interval Persepsi Guru Bidang Studi... 65
Tabel 4.2 Analisis Tiap Indikator... 66
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Gambar 2.1
Gambar 3.1
Sistematika Kerangka Pemikiran ...
Langkah-langkah Penyusunan Instrumen ... Hal
50
59
Gambar 4.1 Gambar Diagram Analisis Tiap Indikator... 67
Gambar 4.2 Diagram Hasil Analisis Persepsi Guru Bidang Studi per
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Hal
Lampiran 1. Data SMA Negeri se-Kabupaten Purbalingga ...
Lampiran 2. Kisi-kisi Instrumen sebelum Tryout ... 91
92
Lampiran 3. Skala Persepsi (Sebelum Tryout)... 96
Lampiran 4. Data Validitas dan Reliabelitas Skala Persepsi... 105
Lampiran 5. Kisi-kisi Instrumen Setelah Try Out... 112
Lampiran 6. Skala Persepsi (Setelah Tryout)... 116
Lampiran 7. Perhitungan sampel ... Lampiran 8. Hasil Skala Persepsi per Sekolah ... 122 124 Lampiran 9. Hasil Analisis Skala Persepsi ... Lampiran 10. Pedoman Wawancara Data Awal dengan Konselor ... Lampiran 11. Hasil Wawancara Awal dengan Konselor ... 167 171 173 Lampiran 12. Surat Ijin Penelitian ... 179
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal
3 menyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Adanya bimbingan dan konseling disekolah adalah agar peserta didik
tidak tersesat dalam proses menuju generasi yang sesuai amanat
Undang-Undang. Salah satu cara atau wadah untuk mempermudah mewujudkan hal
tersebut adalah layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik di
sekolah. Tujuan tersebut seperti dijelaskan Prayitno (2004: 144), “bahwa bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu individu
mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan
predisposisi yang dimilikinya, berbagai latar belakang yang ada, serta dengan
kegiatan bimbingan dan konseling haruslah dilaksanakan oleh seseorang yang ahli
dan profesional, dalam hal ini yaitu seorang konselor.
Bimbingan dan konseling merupakan bantuan kepada individu peserta
didik dalam menghadapi persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam hidupnya
atau dalam proses belajarnya. Bantuan semacam itu sangat tepat jika diberikan di
sekolah, agar setiap peserta didik dapat lebih berkembang ke arah yang seoptimal
mungkin. Dengan demikian bimbingan dan konseling menjadi bidang layanan
khusus dalam keseluruhan kegiatan pendidikan sekolah yang ditangani oleh
tenaga-tenaga ahli dalam bidang tersebut.
Banyak persepsi tentang konselor di sekolah, baik negatif maupun positif.
Banyak yang sudah memahami peranan konselor beserta tugas-tugasnya di
sekolah, namun masih ada pula yang kurang tepat dalam berpersepsi. Fowler
(dalam Suparno, 2005: 5) memandang kesalahpahaman atau yang sering disebut
dengan miskonsepsi merupakan sebagai suatu pengertian yang tidak akurat
terhadap konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang
salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan konsep-konsep
yang tidak benar. Bentuk miskonsepsi dapat berupa kesalahan konsep, hubungan
yang tidak benar antar konsep, dan gagasan intuitif atau pandangan yang naif
(Suparno, 2005). Kesalahpahaman-kesalahpahaman kinerja konselor ini dapat
muncul dari berbagai pihak, baik dari siswa, orang tua murid, maupun dari guru
bidang studi. Dalam hal ini yang akan disoroti adalah kesalahpahaman dari guru
Masing-masing guru bidang studi memiliki persepsi yang
berbeda-beda, perpsepsi tersebut dapat berupa persepsi positif maupun negatif.
Menurut Desmita (2009: 116), persepsi merupakan salah satu aspek kognitif
manusia yang sangat penting, yang memungkinkannya untuk mengetahui dan
memahami dunia sekelilingnya. Tanpa persepsi yang benar, manusia mustahil
dapat menangkap dan memaknai berbagai fenomena, informasi atau data yang
senantiasa mengitarinya. Demikian juga halnya dengan guru bidang studi
disekolah, layanan bimbingan dan konseling tidak akan berjalan efektif, tanpa
adanya persepsi yang benar. Dari hasil wawancara dengan beberapa guru BK
di dua SMA Negeri yang berbeda di kabupaten Purbalingga didapati bahwa
sebagian guru bidang studi masih berpersepsi kurang tepat terhadap konselor
sekolah. Hal ini tentu berdampak kurang optimalnya pelaksanaan bimbingan
dan konseling di sekolah. Menurut konselor sekolah, beberapa guru terkesan
melimpahkan permasalahan siswa kepada konselor sekolah saja, tanpa
berperan aktif dalam penyelesaian masalah siswa. Padahal untuk mengetahui
bagaimana keadaan siswa, konselor membutuhkan informasi dan data dari
guru mata pelajaran. Ahmadi (1990: 98) menambahkan “guru mata pelajaran mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam
kelas untuk membantu proses perkembangan peserta didik, berarti guru bidang
studi juga mempunyai peranan dalam melihat dan memperhatikan bagaimana
perkembangan siswanya”. Selain itu, masih banyak lagi persepsi yang kurang tepat dari guru bidang studi terhadap konselor sekolah. Seperti konselor
pelanggaran saja, konselor sekolah dianggap sebagai eksekutor dari suatu
peraturan sekolah, konselor sekolah hanya mengatasi siswa yang bermasalah
saja, serta konselor sekolah dianggap memakan gaji buta dan tidak memiliki
kegiatan yang jelas. Menurut salah satu konselor yang diwawancarai,
mayoritas guru bidang studi yang berpersepsi seperti itu adalah guru-guru
senior. Dari fenomena tersebut, tentu sangat jauh dari yang semestinya.
Peranan konselor yang semestinya seperti yang dikemukakan oleh Yusuf
(2005: 25) yaitu: “konselor dalam arti khusus sebagai konsultan, sebagai anggota tim kerja, sebagai pengelola, serta sebagai sumber informasi dan
layanan bagi masyarakat”. Konselor sekolah adalah staf spesialis sekolah yang memiliki kualifikasi untuk membantu siswa mengatasi masalah dan membantu
siswa merencanakan dan menjalani program-program pendidikan yang tepat,
dan siswa menemukan pemecahan yang lebih memuaskan dalam
masalah-masalah pribadi-sosial. Fenomena ini juga didukung penelitian sebelumnya
oleh Paramita mengenai “Persepsi Guru Mata Pelajaran terhadap Bimbingan
dan Konseling” yang dilaksanakan di Maos, yang masih satu karesidenan dengan Purbalingga. Dari penelitian tersebut didapati bahwa persepsi guru
mapel masih kurang sesuai dengan BK di sekolah. Salah satunya yakni
anggapan bahwa guru BK adalah sebagai polisi sekolah.
Selain itu, penelitian-penelitian sebelumnya juga membuktikan bahwa
masih terdapat kesalahpahaman dari guru bidang studi terhadap konselor.
Konseling” mengatakan bahwa masih banyak anggapan miring guru mata
pelajaran terhadap konselor sekolah dikarenakan kompetensi profesional
konselor yang masih dirasa kurang. Hal ini dapat dinilai dengan melihat dari
aspek kompetensi profesional konselor dalam penguasaan konsep dan praksis
asesmen, teori dan praktik, pembuatan dan pengimplementasian program,
penilaian proses dan hasil kegiatan program, kesadaran dan komitmen
terhadap etika profesional, serta penguasaan konsep dan praksis dalam
penelitian BK. Dari indikator-indikator penilaian tersebut, rata-rata berada
pada kategori sedang. Dan hal tersebut memunculkan beberapa anggapan
dalam menilai kinerja konselor yang kurang sesuai dengan karakteristik
pribadi konselor yang efektif.
Sedangkan didalam jurnal ilmiah berjudul “Kerjasama Guru
Bimbingan dan Konseling dengan Guru Mata Pelajaran dalam
Mengembangkan Cara Belajar Siswa” diperoleh data bahwa sebagian besar
guru mata pelajaran sudah mengetahui perannya sebagai pembimbing di
sekolah. Ini berarti masih ada sebagian guru yang belum mengetahui perannya
sebagai pembimbing disekolah. Hal ini dibuktikan dengan adanya persentase
wawasan pengetahuan guru bidang studi terhadap peranserta dalam bimbingan
dan konseling, hanyalah 72,89%. Ini berarti masih ada 27,11% yang belum
mengetahui dan kurang terlibat dalam BK di sekolah. Data ini didapat dengan
melihat aspek partisipasi guru mata pelajaran dalam kegiatan khusus
penanganan masalah siswa disekolah yang masih berada pada kategori cukup.
komitmen yang tinggi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa demi
teratasinya permasalahan dengan baik dan tuntas.
Selain itu, hasil penelitian berjudul “Interaksi Guru Bidang Studi dengan konselor dalam bimbingan belajar : studi deskriptif-analitik di
SMA-SMA Negeri Kabupaten 50 Kota Sumatra Barat” menunjukkan bahwa (1)
Antara guru bidang studi dengan konselor telah terjadi komunikasi berkaitan
dengan pengajaran perbaikan, (2) Dalam melaksanakan tugas mengenai
pengajaran perbaikan , mereka juga telah melakukan berbagai jenis kegiatan.
(3) Masih kurang komunikasi dalam pelaksanaan tugas tersebut, antara lain
dipengaruhi oleh faktor individu itu sendiri, seperti persepsi, sikap, motivasi,
pengetahuan dan keterampilan, dan karena tidak adanya program yang
digunakan, serta kurangnya dukungan dan partisipasi kepala sekolah.
Penelitian tersebut memberikan gambaran awal tetang komunikasi guru
bidang studi dengan konselor yang masih kurang. Hal tersebut dipengaruhi
oleh berbagai faktor salah satuya yaitu persepsi.
Penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2009) yang berjudul
“Kerjasama Guru Bimbingan dan Konseling dengan Guru Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) dalam meningkatkan prestasi belajar siswa kelas
VIII D Pada Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di MTs N
Ngemplak Sleman Yogyakarta” menunjukkan bahwa faktor penghambat
kerjasama antara guru BK dengan guru SKI adalah terjadi kesalahpahaman
antara guru bimbingan dan konseling dengan guru SKI, dan komunikasi
Dapat disimpulkan bahwa masih terdapat kesalahpahaman dari guru
bidang studi, serta kurangnya pemahaman guru bidang studi mengenai peran
dan tugas dari seorang konselor sekolah. Berdasarkan deskripsi di atas, maka
peneliti tertarik untuk meneliti dengan judul “Berbagai Kesalahpahaman Kinerja Konselor Sekolah Menurut Persepsi Guru Bidang Studi di SMA
Negeri se-Kabupaten Purbalingga Tahun Ajaran 20015/2016”.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang
penulis kemukakan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana gambaran berbagai kesalahpahaman kinerja konselor menurut persepsi guru bidang
studi di SMA Negeri se-Kabupaten Purbalingga?”.
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan fenomena yang ada dalam rumusan masalah diatas
tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran
berbagai kesalahpahaman kinerja konselor menurut persepsi guru bidang
studi di SMA Negeri se-Kabupaten Purbalingga.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
konseling pada khususnya tentang persepsi guru bidang studi terhadap
keslahpahaman kinerja konselor.
1.4.2 Manfaat Praktis
Selain dilihat dari kegunaan teoritis, penelitian ini juga diharapkan
berguna bagi :
1.4.2.1Bagi Konselor
Konselor dapat mengetahui persepsi dari guru bidang studi
sehingga dapat dijadikan perbaikan untuk memaksimalkan perannya. Serta
melakukan upaya-upaya untuk meminimalisir kesalahpahaman persepsi.
1.4.2.2Bagi Guru Bidang Studi
Guru bidang studi dapat mengetahui persepsi guru bidang studi
yang kurang tepat, sehingga dapat dijadikan bahan introspeksi bagi guru
bidang studi itu sendiri.
1.4.2.3Bagi Kepala Sekolah
Kepala Sekolah dapat mengetahui kesalahpahaman persepsi guru
bidang studi terhadap kinerja konselor sekolah, sehingga dapat dijadikan
evaluasi dan bahan masukan bagi kepala sekolah dalam menciptakan iklim
kerja yang positif antara karyawannya, dalam hal ini konselor sekolah
1.5 Sistematika Skripsi
Untuk mempermudah dalam menelaah skripsi ini, maka dalam
penyusunannya dibuat sistematika sebagai berikut:
Bab 1 Pendahuluan, pada bab ini mengemukakan tentang latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika
skripsi.
Bab 2 Tinjauan Pustaka, berisi kajian mengenai landasan teori yang
mendasari penelitian yaitu penelitian terdahulu, kajian teoritis mengenai konsep
dasar persepsi yang meliputi pengertian, faktor yang mempengaruhi, proses
terjadinya persepsi, dan indikator persepsi. Kemudian sub teori yang berikutnya
yaitu tentang guru bidang studi, diantaranya dijelaskan tentang pengertian,
macam-macam guru bidang studi, serta peran guru bidang studi dalam BK. Dan
sub terakhir yaitu tentang kesalahpahaman, yang meliputi pengertian, dan persepsi
guru bidang studi terhadap kinerja konselor yang salah. Pada bab ini juga
disajikan kerangka pemikiran dari penelitian ini.
Bab 3 Metode Penelitian, pada bab ini berisi uraian metode penelitian
yang digunakan dalam penyusunan skripsi. Pada bab ini mengemukakan jenis
penelitian, variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan sampel, metode
pengumpulan data, validitas dan reliabelitas, serta teknik analisis data.
Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan, bab ini berisi tentang hasil
Bab 5 Penutup, bab ini berisi tentang penyajian simpulan hasil penelitian
dan penyajian saran sebagai implikasi dari hasil penelitian yang diakhiri dengan
11
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian ini membahas tentang persepsi guru bidang studi terhadap
kesalahpahaman kinerja konselor. Oleh karena itu, dalam tinjauan pustaka ini
akan membahas teori-teori yang relevan. Tinjauan pustaka dalam bab ini meliputi:
penelitian terdahulu, kajian teoritis mengenai pengertian persepsi, indikator,
proses, serta faktor yang mempengaruhi persepsi guru bidang studi. Selain itu
juga berisi tentang hal-hal yang berhubungan dengan kesalahpahaman kinerja
konselor, seperti pengertian, wujud kinerja, serta kesalahpahaman kinerja
konselor.
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah penelitian-penelitian yang sudah dilakukan
sebelumnya oleh peneliti lain. Tujuannya adalah sebagai bahan masukan bagi
pemula dan untuk membandingkan antara penelitian yang satu dengan yang lain.
Penelitian terdahulu yang digunakan oleh peneliti memiliki hubungan dengan
judul penelitian ini. Penelitian-penelitian terdahulu yang peneliti gunakan
memiliki keterkaitan dengan penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti,
sehingga penelitian tersebut dapat digunakan sebagai bahan rujukan bagi peneliti
agar posisi penelitian ini jelas arahnya. Penelitian terdahulu yang digunakan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Melisa dkk (2013) yang berjudul
“Kerjasama Guru Bimbingan dan Konseling dengan Guru Mata Pelajaran dalam Mengembangkan Cara belajar Siswa” menunjukkan bahwa kerjasama guru mata pelajaran dan guru bimbingan dan konseling didalam mengembangkan cara
belajar siswa masih terlihat kurang bersinergi. Hal ini didapat dari pertanyaan
peneliti yang meliputi empat aspek diantaranya (1) Wawasan guru mata pelajaran
mengenai peran sebagai pembimbing di sekolah. Dalam hal ini didapati bahwa
masih ada beberapa guru mata pelajaran yang kurang memahami perannya
sebagai pembimbing di sekolah. Hal ini terlihat pada aspek partisipasi guru mata
pelajaran dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa di sekolah. (2)
Mengembangkan Cara Belajar Siswa dalam hal Persiapan Belajar Siswa.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terungkap bahwa belum semua
guru mata pelajaran yang terlibat dalam melakukan kerjasama dengan guru BK di
sekolah dalam hal persiapan belajar siswa. (3) Mengembangkan Cara Belajar
Siswa dalam hal mengikuti pelajaran didapati bahwa belum semua guru mata
pelajaran yang terlibat melakukan kerjasama dengan guru BK dalam hal
mengikuti pelajaran. (4) Mengembangkan cara belajar siswa dalam hal sebelum
mengikuti ujian dan menindaklanjuti hasil ujian didapati bahwa belum semua
guru mata pelajaran yang terlibat dalam mengembangkan cara belajar siswa dalam
hal sebelum mengikuti ujian dan menindaklanjuti hasil ujian. Dari penelitian
tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan guru bidang studi dan peranannya
dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling masih dikategorikan kurang. Jika
komunikasi antara guru bidang studi dengan konselor sekolah, dapat dipengaruhi
oleh persepsi yang salah dari guru bidang studi. Terdapat keterkaitan antara
penelitian yang dilakukan oleh Melisa (2013) dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti. Penelitian yang berjudul “Kerjasama Guru Bimbingan
dan Konseling dengan Guru Mata Pelajaran dalam Mengembangkan Cara Belajar
Siswa” memberikan gambaran awal tentang hubungan dan kerjasama antara guru
bidang studi dan konselor dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di
sekolah. Dari kerjasama tersebut, kita dapat mengetahui apakah ada
kesalahpahaman guru bidang studi terhadap kinerja konselor. Karena secara
teoritik kerjasama dan komunikasi antara guru bidang studi dengan konselor dapat
dipengaruhi oleh persepsi yang salah dari guru bidang studi. Seperti yang
dijelaskan Sugiyo (2005: 48) bahwa komunikasi seseorang terhadap orang lain
sangat tergantung pada bagaimana persepsi antar pribadi tersebut terhadap orang
lain. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu pada
penelitian terdahulu mengugkapkan kerjasama diantara guru bidang studi dengan
konselor yang didapati hasil bahwa kerjasama diantara mereka masih kurang,
karena terdapat kesalahpahaman dari guru bidang studi terhadap konselor.
Sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan ini merrupakan penelitian
lanjutan yang bertujuan untuk mengungkap seperti apa persepsi guru bidang studi
terhadap kesalahpahaman itu sendiri.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari (1998) tentang “Studi Pengembangan Model Kerjasama Konselor dan Guru Mata Pelajaran dalam
Pontianak” menunjukkan bahwa (1) Kinerja konselor dalam membina hubungan antar pribadi sudah menunjukkan keberartian, walaupun belum sepenuhnya
dimanfaatkan konselor guna menjalin hubungan kerjasama dengan guru mata
pelajaran khususnya dalam menangani kesulitan belajar siswa, (2) Konselor
cenderung menangani rawan perilaku daripada rawan akademik. Masalah
kesulitan belajar masih belum dilanjutkan dengan memberikan pengajaran
perbaikan sebagaimana mestinya, (3) Jalinan kerjasama konselor dan guru mata
pelajaran guna mengatasi kesulitan belajar cenderung belum dilaksanakan
sebagaimana mestinya, sehingga belum menunjukkan keberartian bagi siswa.
Kesulitan belajar jarang diinformasikan kepada konselor. Guru mata pelajaran
juga cenderung jarang melibatkan konselor guna memberikan bantuan kepada
siswa yang mengalami kesulitan belajar. Disamping itu, guru cenderung
memberikan data yang sudah jadi daripada membahas bersama konselor prestasi
belajar siswa guna kepentingan menemukan siswa yang mengalami kesulitan
belajar dan mendiagnosis kesulitan belajar siswa. Oleh sebab itu kesulitan belajar
belum tertangani secara tuntas. Dari hasil penelitian tersebut sejalan dengan hal
yang akan diteliti yaitu tentang persepsi guru bidang studi terhadap konselor
sekolah. Terdapat keterkaitan antara penelitian yang dilakukan oleh Lestari (1998)
dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian yang berjudul
“Pengembangan Model Kerjasama Konselor dan Guru Mata Pelajaran dalam
Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa di Sekolah Menengah Umum Kotamadya
banyak kondisi siswa. Pada penelitian yang akan dilakukan ini bertujuan untuk
mengetahui seperti apa persepsi dari guru bidang studi terhadap kesalahpahaman
kinerja konselor. Berbeda dengan penelitian yang akan dilaksnakan, jika pada
penelitian terdahulu lebih memfokuskan pada pengembangan model
kerjasamanya, sedangkan pada penelitian ini akan difokuskan pada seperti apa
persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman kinerja konselor yang ada.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gunawan (2007) tentang “Hubungan
Persepsi Guru Mata Pelajaran Tentang Tugas-Tugas Guru Pembimbing dengan
Tingkat Partisipasinya dalam Pelaksanaan Program BK di SMP dan MTs
se-Kecamatan Kaliwungu Selatan Kabupaten Kendal Tahun 2007” diperoleh data bahwa partisipasi guru mata pelajaran dalam melaksanakan program BK secara
umum masuk kategori tinggi. Namun masih terdapat persentase sebesar 22,50 %
dan 5 % yang masing-masing masuk dalam kategori partisipasi rendah dan sangat
rendah. Dari jumlah persentase keduanya berarti dapat disimpulkan bahwa hampir
seperempat guru mata pelajaran di SMP dan MTs se-Kecamatan Kaliwungu
Selatan tahun 2007 partisipasinya terhadap pelaksanaan program BK rendah hal
ini tentu akan berpengaruh pada keefektifan pelaksanaan layanan BK. Terlebih
lagi dalam penelitian ini pada komponen peran guru sebagai informator masuk
dalam kategori rendah, yaitu sebesar 60,25 %. Dari data tersebut, tentu dapat kita
simpulkan bahwa koordinasi antara guru bidang studi dengan konselor sekolah
masih kurang. Hal ini tentu tidak serta merta terjadi, partisipasi merupakan suatu
bentuk dari tingkah laku seseorang, sedangkan tingkah laku sendiri dapat
erat dengan masalah yang akan diteliti yaitu persepsi guru bidang studi. Terdapat
keterkaitan antara penelitian yang dilakukan oleh Gunawan (2007) dengan
penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian yang berjudul “Hubungan Persepsi Guru Mata Pelajaran tentang Tugas-tugas Guru Pembimbing dengan
tingkat partisipasinya dalam pelaksanaan Program BK di SMP dan MTs
se-Kecamatan Kaliwungu Selatan Kabupaten Kendal Tahun 2007” memberikan
gambaran awal tentang adanya kesalahpahaman guru bidang studi yang masih
menganggap bahwa konselor harus aktif melaksaakan tugasnya sendiri,
sedangkan guru mata pelajaran pasif. Padahal secara teoritik salah satu tugas guru
mata pelajaran adalah sebagai informator bagi konselor sekolah. Kesalahpahaman
tidak akan terjadi jika guru mata pelajaran mengetahui perannya sendiri didalam
pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Perbedaan antara penelitian
terdahulu dengan penelitian yang akan dilaksanakan yaitu terletak pada masalah
yang akan diteliti. Didalam penelitian terdahulu meneliti tentang persepsi dan
tingkat partisipasi guru bidang studi, sedangkan pada penelitian yang akan
dilakukan ini adalah pada persepsi terhadap kesalahpahaman kinerja konselor.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Daharnis (1995) yang berjudul
“Interaksi Guru Bidang Studi dengan konselor dalam bimbingan belajar : studi
deskriptif-analitik di SMA-SMA Negeri Kabupaten 50 Kota Sumatra Barat” menunjukkan bahwa (1) Antara guru bidang studi dengan konselor telah terjadi
komunikasi berkaitan dengan pengajaran perbaikan, (2) Dalam melaksanakan
tugas mengenai pengajaran perbaikan , mereka juga telah melakukan berbagai
antara lain dipengaruhi oleh faktor individu itu sendiri, seperti persepsi, sikap,
motivasi, pengetahuan dan keterampilan, dan karena tidak adanya program yang
digunakan, serta kurangnya dukungan dan partisipasi kepala sekolah. Hasil
penelitian ini tentu berkaitan dengan objek yang akan diteliti, yaitu persepsi guru
bidang studi. Terdapat keterkaitan antara penelitian yang dilakukan oleh Daharnis
(1998) dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian tersebut
memberikan gambaran awal tetang komunikasi guru bidang studi dengan konselor
yang masih kurang. Hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satuya
yaitu persepsi. Dengan adanya penelitian yang akan dilakukan ini yaitu mengenai
persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman kinerja konselor sekolah,
maka kita akan mengetahui seberapa tingkat kesalahpahaman yang ada, dan aspek
apa yang masih keliru untuk dipahami. Karena ketika tidak ada kesalahpahaman,
maka komunikasi antara guru bidang studipun akan lebih baik.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2009) yang berjudul
“Kerjasama Guru Bimbingan dan Konseling dengan Guru Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) dalam meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VIII D Pada Mata
Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di MTs N Ngemplak Sleman
Yogyakarta” menunjukkan bahwa bentuk –bentuk kerjasama guru bimbingan dan konseling dengan guru SKI dalam meningkatkan prestasi belajar siswa meliputi,
bagaimana menemukan format belajar yang efektif, saling memberikan informasi,
saran dan masukan ataupun saling bertukar pikiran tentang permasalahan siswa,
memanggil orang tua siswa ke madrasah, dan mengunjungi rumah-rumah siswa.
meningkatkan prestasi belajar siswa meliputi memberikan bimbingan kepada
siswa, memberikan motivasi kepada siswa, alih tangan kasus, bekerjasama dengan
orang tua siswa dalam meningkatkan prestasi belajar , membentuk kelompok
belajar, memberikan bimbingan belajar yang efektif. Sedangkan faktor
penghambatnya adalah terjadi kesalahpahaman antara guru bimbingan dan
konseling dengan guru SKI, dan komunikasi kurang lancar antara guru keduanya.
Hasil penelitian tersebut berkaitan erat dengan objek akan diteliti dalam penelitian
kali ini yaitu mengenai persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman
kinerja konselor. Terdapat keterkaitan antara penelitian yang dilakukan oleh
Irawati (2009) dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian
yang berjudul “Kerjasama guru bimbingan dan konseling dengan guru sejarah kebudayaan islam (SKI) dalam meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VIII D
pada mata pelajaran sejarah kebudayaan islam (SKI) di MTs N Ngemplak Sleman
Yogyakarta” sedikit terhambat dikarenakan adanya kesalahpahaman antara guru bimbingan dan konseling dengan guru SKI dan komunikasi kurang lancar antara
keduanya. Penelitian ini memberikan gambaran awal akan adanya
kesalahpahaman guru bidang studi terhadap konselor sekolah. Hal ini menguatkan
fenomena yang peneliti ambil dimana memang masih banyak terjadi
kesalahpahaman guru bidang studi terhadap konselor sekolah yang
mengakibatkan kurang bersinerginya kerjasama diantara kedua belah pihak.
Perbedaan penelitian terdahulu ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu
pada penelitian yang dilakukan oleh Irawati lebih memfokuskan pada seperti apa
penelitian yang akan dilakukan lebih memfokuskan pada persepsi guru bidang
studi terhadap kesalahpahaman kinerjanya. Dan persamaan diantara kedua
penelitian tersebut yaitu keduanya membahas mengenai hubungan diantara
konselor dan guru bidang studi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Siti Faizah (2011) yang berjudul
“Bentuk Kerjasama Guru Bimbingan dan Konseling dengan Guru Mata Pelajaran dalam Membantu Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa (Studi Kasus Pada Kelas VII
SMP Negeri 22 Semarang)” menunjukkan bahwa kerjasama antara guru BK
dengan guru mata pelajaran dalam mengatasi kesulitan belajar pada umumnya
terjalin namun belum secara menyeluruh karena tidak semua guru mata pelajaran
maupun guru BK aktif mengadakan komunikasi mengenai kondisi siswa.
Sedangkan guru BK sendiri lebih aktif menjalin komunikasi dengan wali kelas
terutama terkait data nilai siswa. Dari hal tersebut dapat disimplkan bahwa
komunikasi antara guru bidang studi dengan konselor sekolah kurang maksimal.
Ini tentu akan berpengaruh terhadap keefektifan pelaksanaan layanan bimbingan
dan konseling. Terdapat keterkaitan antara penelitian yang dilakukan oleh Siti
Faizah (2011) dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian
yang berjudul “Bentuk Kerjasama Guru Bimbingan dan Konseling dengan Guru Mata Pelajaran dalam Membantu Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa”
memberikan gambaran awal tentang bentuk kerjasama antara guru bidang studi
dengan konselor sekolah, dimana kerjasama yang telah dilakukan belum terjalin
secara menyeluruh karena belum semua guru mata pelajaran dan konselor ikut
terjadi jika guru mata pelajaran mengetahui tugas dan perannya dalam BK di
sekolah serta memiliki persepsi positif terhadap konselor sekolah. Perbedaan dari
kedua penelitian tersebut yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh Siti Faizah ini
lebih memfokuskan pada bentuk-bentuk kerjasama guru bidang studi terhadap
konselor, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan ini lebih memfokuskan
seperti apa persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman kinerja konselor.
Dari penelitian-penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa interaksi
konselor dengan guru bidang studi telah menunjukkan keberartian, namun belum
sepenuhnya dimanfaatkan oleh kedua belah pihak dalam menangani permasalahan
siswa. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antar pribadi konselor dengan guru
bidang studi belum terjalin secara optimal. Hal ini terbukti dari masih ada
sebagian guru bidang studi yang belum mengetahui perannya serta kurang
berpartisipasi aktif dalam kegiatan Bimbingan dan Konseling. Selain itu juga
masih terdapat kesalahpahaman akan peran konselor di sekolah. Kesalahpahaman
persepsi guru bidang studi terhadap konselor tersebut tentu tidak serta merta
muncul, melainkan melalui proses penginterpretasian yang panjang. Yaitu setelah
adanya peristiwa menerima (melalui panca indra) berupa peristiwa, pengalaman,
informasi, dan akhirnya memberikan makna. Hasil penelitian-penelitian tersebut
mendorong peneliti untuk melakukan penelitian untuk mengetahui persepsi guru
bidang studi terhadap kesalahpahaman kinerja konselor sekolah. Hal ini
dikarenakan pentingnya peran guru bidang studi dalam pelaksanaan bimbingan
dan konseling yang efektif di sekolah. Penelitian-penelitian terdahulu tersebut
penelitian ini akan mengambil sebagian aspek dari penelitian terdahulu untuk
dikembangkan.
2.2 Konsep Dasar Persepsi
2.2.1 Pengertian Persepsi
Menurut Leavitt (dalam Sobur : 445), perception dalam pengertian sempit
adalah “penglihatan”, yaitu bagaimana cara seseorang melihat sesuatu. Sedangkan
dalam arti luas, perception adalah “pandangan”, yaitu bagaimana seseorang
memandang atau mengartikan sesuatu. Sebagai sebuah konstruksi psikologis yang
kompleks, persepsi sulit dirumuskan secara utuh. Oleh karena itu, para ahli
berbeda-beda dalam memberikan definisi tentang persepsi ini.
Menurut Desmita (2009: 116), persepsi merupakan salah satu aspek kognitif
manusia yang sangat penting, yang memungkinkannya untuk mengetahui dan
memahami dunia sekelilingnya. Tanpa persepsi yang benar, manusia mustahil
dapat menangkap dan memaknai berbagai fenomena, informasi atau data yang
senantiasa mengitarinya. Demikian juga halnya dengan guru bidang studi
disekolah, layanan bimbingan dan konseling tidak akan berjalan efektif, tanpa
adanya persepsi yang benar. Hal ini karena persepsi merupakan proses yang
menyangkut masuknya informasi ke dalam otak manusia. Dalam proses ini,
manusia tidak seperti sebuah mesin, yang dapat memberikan respons terhadap
setiap stimulus secara otomatis. Sebaliknya, bagi manusia setiap informasi atau
stimulus harus terlebih dahulu melewati serangkaian proses kognitif yang
itu, apa yang terjadi diluar dapat sangat berbeda dengan apa yang sampai ke otak
manusia, karena adanya faktor-faktor kognitif lain yang tidak berfungsi
sebagaimana mestinya.
Menurut Rahman (2005: 88) persepsi adalah proses yang menggabungkan
dan mengorganisasikan data-data indra kita (penginderaan) untuk dikembangkan
sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar
akan diri kita sendiri.
Menurut Mar‟at (2006: 9) persepsi bergantung pada pengalaman dan apa saja yang sudah diajarkan serta dipengaruhi oleh pengalaman yang ada pada pelaku
persepsi.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa persepsi
merupakan suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki untuk
memperoleh dan menginterpretasi stimulus (rangsangan) yang diterima oleh sistem alat indra manusia. Pada dasarnya persepsi menyangkut hubungan manusia
dengan lingkunganya, yaitu bagaimana individu tersebut mengerti dan
menginterpretasikan stimulus yang ada di lingkungannya dengan menggunakan
pengetahuan yang dimilikinya. Setelah individu tersebut mengindrakan maka
timbullah makna tentang objek itu. Teori mengenai persepsi ini, relevan dengan
penelitian yang akan dilakukan terkait dengan persepsi guru bidang studi terhadap
2.2.2 Faktor yang mempengaruhi persepsi
Persepsi tidaklah muncul begitu saja, melainkan ada banyak faktor yang
mempengaruhi terbentuknya suatu persepsi. Pada bagian ini akan dijelaskan
mengenai faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor situasional
dan faktor personal. Seperti yang dijelaskan oleh Sugiyo (2005: 38-41) bahwa
secara garis besar terdapat dua faktor yang mempengaruhi kecermatan persepsi
yaitu faktor situasional dan faktor personal. Faktor situasional antara lain yaitu
deskripsi verbal, petunjuk proksemik, petunjuk kinestik, petunjuk wajah, petunjuk
paralinguistik , dan petunjuk arifactual. Sedangkan faktor personal diantaranya
pengalaman, motivasi, kepribadian, intelegensi, dan kemampuan untuk menarik
kesimpulan. Selain itu mereka yang memperoleh angka rendah dalam tes
otoritarianisme cenderung menilai orang lain lebih baik dan hal ini menyebabkan
persepsinya akan tidak objektif. Dan mereka yang mempunyai tingkat objektivitas
tinggi mengenai diri mereka sendiri, cenderung memiliki wawasan yang baik atas
perilaku orang lain.
Persepsi individu terhadap objek tertentu akan mempengaruhi pikirannya.
Artinya, persepsi seseorang akan memungkinkannya untuk memberi penilaian
terhadap suatu kondisi stimulus. Penilaian (appraisal) seseorang terhadap suatu stimulus biasanya dilakukan melalui proses kognitif, yaitu proses mental yang
memungkinkan seseorang mengevaluasi, memaknai, dan menggunakan informasi
yang diperoleh melalui indranya. Ini berarti, meskipun persepsi bergantung pada
indra manusia, proses kognitif yang ada pada diri manusia akan memungkinkan
Dalam psikologi kontemporer, persepsi secara umum diperlakukan sebagai
variabel campur tangan (intervening variabel), yang dipengaruhi oleh faktor-faktor stimulus dan faktor-faktor-faktor-faktor yang ada pada subjek yang menghadapi stimulus
tersebut. Oleh sebab itu, persepsi seseorang terhadap suatu benda atau realitas
belum tentu sesuai dengan benda atau realitas yang sesungguhnya. Demikian juga,
pribadi-pribadi yang berbeda akan mempersepsikan sesuatu secara berbeda pula.
Dapat disimpulkan pengertian di atas bahwa persepsi adalah proses
pengorganisasian terhadap bimbingan dan konseling, penginterprestasian terhadap
stimulus yang diterima organisme berupa peristiwa dalam bimbingan dan
konseling, pengalaman terhadap bimbingan dan konseling, informasi tentang
bimbingan dan konseling, memperhatikan bagaimana bimbingan dan konseling di
sekolah, dan menafsirkan kesan yang berakhir dengan kesimpulan tentang
bimbingan dan konseling di sekolah dan memaknainya. Persepsi dapat pula
diartikan sebagai proses penginterpretasian seseorang atau kelompok terhadap
bimbingan dan konseling di sekolah, peristiwa atau stimulus dengan melibatkan
pengalam-pengalaman yang berkaitan dengan bimbingan dan konseling tersebut
atau hubungan yang diperoleh melalui proses kognisi dan afeksi untuk
menyimpulkan informasi dan penafsiran pesan untuk membentuk konsep tentang
bimbingan dan konseling di sekolah tersebut.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang dapat
mempengaruhi persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman kinerja
konselor ada dua yaitu faktor situasional dan faktor personal. Dimana faktor
petunjuk wajah, petunjuk paralinguistik, dan petunjuk arifactua. Sedangkan faktor
personal meliputi faktor pengalaman, motivasi, kepribadian, intelegensi dan
kemampuan yang dimiliki. Yang dimaksud dengan faktor pengalaman yaitu
pengalaman yang dimiliki oleh guru bidang studi dalam melihat kinerja konselor
sekolah. Semakin banyak pengalaman guru bidang studi, maka akan semakin
cermat dalam mempersepsi konselor sekolah. Kedua yaitu motivasi, ketika guru
bidang studi memiliki motivasi terhadap konselor sekolah, maka persepsinya akan
cenderung bias dan tidak objektif. Dan faktor yang lain yaitu
kepribadian,intelegensi, serta kemampuan guru bidang studi didalam menarik
kesimpulan. Kelima hal tersebut nantinya akan dijadikan dasar acuan didalam
penelitian untuk mengetahui bagaimana persepsi mereka terhadap
kesalahpahaman kinerja konselor. Persepsi yang diberikan guru mata pelajaran
sangat berpengaruh terhadap kelangsungan pelayanan bimbingan dan konseling.
Oleh karena itu persepsi guru mata pelajaran terhadap kesalahpahaman kinerja
konselor ini memiliki peran penting di sekolah, karena dengan mengetahui seperti
apa persepsi guru bidang studi terhadap kesalahpahaman kinerja konselor, akan
dapat menjadi evaluasi bagi konselor dalam menampilkan citra sebagai konselor
yang menunjukkan kinerja yang baik. Teori-teori tersebut diatas berkaitan erat
dengan penelitian yang akan dilakukan, karena teori tersebut relevan dengan
obyek yang akan diteliti yaitu, persepsi guru bidang studi terhadap
2.2.3 Proses terjadinya Persepsi
Menurut De Vito dalam Sugiyo (2005 : 34) mengemukakan bahwa peroses
persepsi melalui tiga tahap yaitu “ Pertama, stimulasi sensoris terjadi, proses ini
merupakan proses sensori; Kedua, stimulasi organisasi terorganisasi, tahap ini
merupakan kelanjutan dari tahap pertama dan pada tahap ini akan memperoleh
pemahaman tertentu dengan prinsip–prinsip kedekatan dan kesamaan / kemiripan; Ketiga, stimulasi sensori diinterpretasikan, maksudnya bahwa apa yang telah
diterima melalui sensori akan diberi makna atau ditafsirkan”. Persepsi merupakan
bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah ransangan
ditetapkan kepada manusia. Dari segi psikologi dikatakan bahwa tingkah laku
seseorang merupakan fungsi dari cara dia memandang. Oleh karena itu, untuk
mengubah tingkah laku seseorang harus dimulai dengan mengubah persepsinya.
Proses pertama dalam persepsi adalah menerima rangsangan atau data dari
berbagai sumber melalui panca indera. Setelah diterima, rangsangan atau data
diseleksi untuk diproses lebih lanjut. Rangsangan yang diterima selanjutnya
diorganisasikan dalam suatu bentuk. Setelah rangsangan atau data diterima dan
diatur, penerima menafsirkan data itu dengan berbagai cara. Proses penafsiran
inilah yang dinamakan persepsi. Persepsi pada intinya adalah memberikan arti
pada berbagai data dan informasi yang diterima. Setelah melakukan penafsiran
atau persepsi maka akan diwujudkan dalam reaksi atau tindakan terhadap objek
persepsi.
Dalam Walgito (2005: 102) mengemukakan proses terjadinya persepsi
1) Proses kealaman atau proses fisik, dimana objek menimbulkan stimulus,
dan stimulus mengenai alat indra atau reseptor.
2) Proses fisiologis. Merupakan proses dimana stimulus yang diterima oleh
alat indra dilanjutkan oleh syaraf sensoris ke otak.
3) Proses psikologis, proses yang terjadi di otak, sehingga individu dapat
menyadari apa yang ia terima dengan reseptor itu, sebagai suatu akibat
dari stimulus yang diterimanya. Proses yang terjadi dalam otak atau pusat
kesadaran. Dengan demikian, taraf terakhir persepsi adalah individu
menyadari apa yang diterima.
Dalam proses persepsi perlu adanya perhatian sebagai langkah persiapan
dalam persepsi itu. Hal tersebut menunjukkan bahwa individu tidak hanya dikenai
oleh satu stimulus saja, tetapi berbagai macam stimulus yang ditimbulkan oleh
keadaan sekitarnya. Namun, tidak semua stimulus mendapatkan respon individu
untuk dipersepsi. Stimulus mana yang akan dipersepsi atau mendapatkan respon
tergantuang pada perhatian individu yang bersangkutan. Penafsiran terhadap
stimulus bersifat subyektif sehingga pemaknaan stimulus yang sama belum tentu
menghasilkan interpretasi yang sama pula. Hal ini dipengaruhi oleh pengalaman,
kebutuhan, nilai dan harapan yang ada pada diri individu. Berdasarkan keterangan
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa proses persepsi berlangsung dalam
beberapa tahap. Proses tersebut dimulai dengan adanya stimulus yang mengeai
alat indera. Stimulus ini berasal dari objek atau kejadian yang menjadi
pengalaman individu. Stimulus yang diterima akan diteruskan oleh syaraf sensoris
kesadaran, yaitu individu mampu menyadari apa yang dilihat, dirasa, dan
sebagainya. Setelah menyimpulkan dan menafsirkan informasi yang diterimanya,
individu memunculkan respon sebagai reaksi terhadap stimulus yang diterimanya.
Dalam penelitian ini, objek yang akan dipersepsi oleh guru mata pelajaran adalah
kesalahpahaman kinerja konselor sekolah. Objek tersebut akan menjadi stimulus
yang akan diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak kemudian ditafsirkan. Proses
penafsiran ini dapat berbeda antara guru satu dengan lainnya, hal ini tergantung
pengalaman masing – masing guru khususnya yang berkaitan dengan persepsi guru mata pelajaran tentang bimbingan dan konseling di sekolah.
2.2.4 Indikator Persepsi
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh pengindraan, yaitu
merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indra. Namun
proses ini tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan ke
proses selanjutnya yang merupakan proses persepsi. Stimulus yang diindra
individu kemudian oleh individu diorganisasikan dan diinterpretasikan sehingga
individu menyadari, mengerti tentang apa yang diindra itu. (Bimo Walgito, 2002 :
67)
Dari pengertian persepsi di atas terdapat beberapa indikator persepsi guru
bidang studi terhadap kesalahpahaman kinerja konselor di sekolah yaitu sebagai
berikut:
Rangsang atau objek tersebut diserap atau diterima oleh panca indera, baik
penglihatan, pendengaran, peraba, pencium, dan pencecap secara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama. Dari hasil penyerapan atau penerimaan oleh alat-alat
indera tersebut akan mendapatkan gambaran, tanggapan, atau kesan di dalam otak.
Gambaran tersebut dapat tunggal maupun jamak, tergantung objek persepsi yang
diamati. Di dalam otak terkumpul gambaran-gambaran atau kesan-kesan, baik
yang lama maupun yang baru saja terbentuk. Jelas tidaknya gambaran tersebut
tergantung dari jelas tidaknya rangsang, normalitas alat indera dan waktu, baru
saja atau sudah lama.
2. Pengertian atau pemahaman
Setelah terjadi gambaran-gambaran atau kesan-kesan di dalam otak, maka
gambaran tersebut diorganisir, digolong –golongkan (diklasifikasi), dibandingkan, diinterpretasi, sehingga terbentuk pengertian atau pemahaman. Proses terjadinya
pengertian atau pemahaman tersebut sangat unik dan cepat. Pengertian yang
terbentuk tergantung juga pada gambaran -gambaran lama yang telah dimiliki
individu sebelumnya (disebut apersepsi).
3. Penilaian atau evaluasi
Setelah terbentuk pengertian atau pemahaman , terjadilah penilaian dari
individu. Individu membandingkan pengertian atau pemahaman yang baru
diperoleh tersebut dengan kriteria atau norma yang dimiliki individu secara
subjektif. Penilaian individu berbeda -beda meskipun objeknya sama. Oleh karena
2.3 Guru Bidang Studi
2.3.1 Pengertian Guru Bidang Studi
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang dimaksud dengan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi, pada jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Peran guru sebagai agen pembelajaran (learning agent) adalah peran peran guru sebagai fasilitator, motivator, pemacu, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik (E. Mulyasa, 2007: 53).
2.3.2 Macam-macam Guru Bidang Studi
Macam-macam guru bidang studi ditingkat SMA diantaranya Matematika,
Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Biologi, Kimia, Fisika, Ekonomi, Sejarah,
Sosiologi, Geografi, Akuntansi, Bahasa Jawa, Bahasa Asing, Kesenian, Olahraga,
TIK, PKN Agama.
2.3.3 Peran Guru Bidang Studi dalam BK
Penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah bukan hanya
menjadi tanggung jawab guru bimbingan dan konseling (guru BK) melainkan
menjadi tanggung jawab bersama semua guru, baik guru kelas maupun guru mata
pelajaran di bawah koordinasi guru bimbingan dan konseling. Sekalipun tugas dan
tanggung jawab utama guru kelas maupun guru mata pelajaran adalah
sekali lepas dari kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. Peran dan
konstribusi guru kelas dan guru mata pelajaran tetap sangat diharapkan guna
kepentingan efektivitas dan efisiensi pelayanan bimbingan dan konseling di
sekolah, bahkan dalam batas-batas tertentu guru kelas maupun guru mata
pelajaran dapat bertindak sebagai pembimbing bagi siswanya. Salah satu peran
yang harus dijalankan oleh guru yaitu sebagai pembimbing dan untuk menjadi
pembimbing yang baik guru harus memiliki pemahaman tentang siswa yang
dibimbingnya. Lebih jauh, Makmun (2003: 40) menyatakan bahwa guru sebagai
pembimbing dituntut untuk mampu mengidentifikasi siswa yang diduga
mengalami kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau
masih dalam batas kewenangannya, harus membantu pemecahannya (remedial teaching). Berkenaan dengan upaya membantu mengatasi kesulitan atau masalah siswa, peran guru tentu berbeda dengan peran yang dijalankan oleh konselor
profesional.
Berkenaan peran guru kelas dan guru mata pelajaran dalam bimbingan dan
konseling, Willis (2005: 81) mengemukakan bahwa guru-guru mata pelajaran
dalam melakukan pendekatan kepada siswa harus manusiawi-religius, bersahabat,
ramah, mendorong, konkret, jujur dan asli, memahami dan menghargai tanpa
syarat. Prayitno dkk (2004: 70) memerinci peran, tugas dan tanggung jawab guru
kelas dan guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling sebagai berikut:
1. Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa
3. Mengalih tangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing/konselor
4. Menerima siswa alih tangan dari guru pembimbing/konselor, yaitu siswa yang menuntut guru pembimbing/konselor memerlukan pelayanan pengajar /latihan khusus (seperti pengajaran/ latihan perbaikan, program pengayaan).
5. Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan pembimbingan dan konseling.
6. Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan/kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti /menjalani layanan/kegiatan yang dimaksudkan.
7. Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti konferensi kasus.
8. Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya.
Peran guru kelas maupun guru mata pelajaran dalam pelaksanaan kegiatan
bimbingan dan konseling sangatlah penting. Keberhasilan penyelenggaraan
bimbingan dan konseling di sekolah akan sulit dicapai tanpa peran serta guru
kelas ataupun guru mata pelajaran di sekolah yang bersangkutan. Sehubungan
dengan hal tersebut Yusuf (2008: 35) menjelaskan deskripsi kerja (kinerja) dari
guru bidang studi termasuk didalamnya peran serta dalam pelaksanaan Bimbingan
dan Konseling adalah sebagai berikut:
a. Memahami konsep dasar bimbingan dan karakteristik siswa (tugas-tugas perkembangan siswa), sebagai landasan untuk memberikan layanan bimbingan.
b. Memahami keragaman karakteristik siswa dalam aspek-aspek fisik (kesehatan dan keberfungsiannya), kecerdasan, motif belajar, sikap dan kebiasaan belajar, temperamen (periang, pendiam, pemurung, atau mudah tersinggung), dan karakternya (seperti kejujuran, kedisiplinan, dan tanggung jawab).
c. Menandai siswa yang diduga mempunyai masalah atau siswa yang gagal dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya
kepada siswa untuk bertanya atau mengemukakan pendapat, bergairah dalam mengajar, dan berdisiplin.
e. Membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar
f. Mereferal (mengalihtangankan) siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing
g. Bekerjasama dengan guru pembimbing dalam rangka membantu siswa h. Memberikan informasi tentang kaitan mata pelajaran dengan bidang kerja
yang diminati siswa
i. Memahami perkembangan dunia industri atau perusahaan, sehingga dapat memberikan informasi yang luas kepada siswa tentang dunia kerja (tuntutan keahlian kerja, suasana kerja, persyaratan kerja, dan prospek kerja)
j. Menampilkan pribadi yang matang, baik dalam aspek emosional, sosial, maupun moral-spiritual. Hal ini penting, karena guru merupakan “figur
central” bagi siswa
k. Memberikan informasi tentang cara-cara mempelajari mata pelajaran yang diberikannya secara efektif
Peran-peran guru sebagaimana telah dikemukakan terkait erat dengan
penyelenggaraan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah.
Kesulitan-kesulitan atau permasalahan yang timbul dalam implementasi deskripsi kerja
tersebut pada dasarnya juga merupakan permasalahan yang berada dalam wilayah
penyelenggaraan kegiatan bimbingan dan konseling. Dalam hal ini, guru kelas
maupun guru mata pelajaran membutuhkan kehadiran guru bimbingan dan
konseling, sebaliknya guru bimbingan dan konseling juga membutuhkan
informasi, bantuan, dan kerja sama dengan guru kelas dan guru mata pelajaran
untuk melaksanakan tugas-tugas kepembibingannya.
2.4 Kinerja Konselor
2.4.1 Pengertian Kinerja
Secara etimologi, kata kinerja berarti suatu yang hendak dicapai, prestasi
merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya. Menurut Hasibuan (2001: 34) kinerja prestasi kerja adalah
suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang
dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan
kesungguhan serta waktu. Menurut Tika (2006: 121) kinerja merupakan hasil
fungsi pekerjaan atau kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi
yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam
periode waktu tertentu
Menurut Gibson, dkk (2003: 355), job performance adalah hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi, efisiensi dan kinerja keefektifan
kinerja lainnya. Sementara menurut Ilyas (1999: 99), kinerja adalah penampilan
hasil kerja personil maupun dalam suatu organisasi. Penampilan hasil karya tidak
terbatas kepada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural
tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil di dalam organisasi.
Pengertian kinerja lainnya dikemukakan oleh Simanjuntak (2005: 1) yang
mengemukakan kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas
tertentu. Sedangkan menurut Irawan (2002: 11), bahwa kinerja (performance) adalah hasil kerja yang bersifat konkret, dapat diamati, dan dapat diukur. Jika kita
mengenal tiga macam tujuan, yaitu tujuan organisasi, tujuan unit, dan tujuan
pegawai, maka kita juga mengenal tiga macam kinerja, yaitu kinerja organisasi,
kinerja unit, dan kinerja pegawai. Dessler (2000: 87) berpendapat : Kinerja
prestasi yang diharapkan dari karyawan. Prestasi kerja yang diharapkan adalah
prestasi standar yang disusun sebagai acuan sehingga dapat melihat kinerja
karyawan sesuai dengan posisinya dibandingkan dengan standar yang dibuat.
Selain itu dapat juga dilihat kinerja dari karyawan tersebut terhadap karyawan
lainnya.
Selain itu menurut John Whitmore (1997: 104) kinerja adalah pelaksanaan
fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang, kinerja adalah suatu perbuatan , suatu
prestasi, suatu pameran umum keterampilan. Sedangkan menurut Robert L.
Mathis dan John H. Jackson terjemahan Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira (2001:
78) menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau
tidak dilakukan karyawan.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang kinerja dapat disimpulkan bahwa
pengertian kinerja adalah suatu perbuatan yang dilakukan/ pameran/ penampilan
hasil kerja personil maupun suatu organisasi didalam melaksanakan tugasnya
dalam upaya pencapaian suatu tujuan.
2.4.2 Unsur Kinerja
Berdasarkan pengertian di atas kinerja mengandung 3 (tiga) unsur, yaitu :
1) Unsur waktu, dalam hasil-hasil yang dicapai oleh usaha-usaha tertentu,
dinilai dalam satu putaran waktu atau sering disebut periode. Ukuran
periode dapat menggunakan satuan jam, hari, bulan, maupun tahun.
2) Unsur hasil, dalam arti hasil-hasil tersebut merupakan hasil rata-rata pada
akhir periode tersebut. Hal ini tidak berarti mutlak setengah periode harus
3) Unsur metode, dalam arti seorang pegawai harus meguasai betul dan
bersedia mengikuti pedoman yang telah ditentukan, yaitu metode kerja
yang efektif dan efisien, ditambah pula dalam bekerjanya pegawai tersebut
harus bekerja dengan penuh gairah dan tekun serta bukan berarti harus
bekerja berlebihan.
2.4.3 Wujud atau Bentuk Kinerja Konselor
Wujud atau bentuk kinerja guru BK tentu berbeda dengan profesi yang
lain. Pada dasarnya dapat ditegaskan bahwa perbedaan pekerjaan dapat
menyebabkan wujud kinerja berbeda. Namun demikian perbedaan wujud kinerja
berdasarkan perbedaan pekerjaan tetap mengacu pada satu konsep yang disebut
ukuran kinerja. Artinya setiap profesi atau pekerjaan tertentu memiliki indikator
atau ukuran kinerja masing-masing. Ukuran kinerja disebut sebagai kriteria. Yang
dimaksudkan sebagai alat untuk menggambarkan keberhasilan, ukuran prediktif
untuk menilai efektifitas individu dan organisasi. Wujud kinerja dalam konteks
karakteristik individu mencakup tugas-tugas konselor yang harus dilaksanakan.
Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan penerapan konsep,asas,
kaidah, hukum dan prosedur ilmiah bimbingan dan konseling. Apa yang
dilakukan oleh guru pembimbing dalam menjalankan tugasnya disekolah tidak
asal-asalan akan tetapi ada landasan ilmunya. Prayitno (2005: 3) menyebutkan
bahwa tugas pokok konselor adalah mewujudkan proses konseling disertai dengan