• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN MENGENAI PUTUSAN MAHKAMAH INTERNASIONAL DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA KUIL PREAH VIHEAR ANTARA THAILAND DAN KAMBOJA BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN MENGENAI PUTUSAN MAHKAMAH INTERNASIONAL DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA KUIL PREAH VIHEAR ANTARA THAILAND DAN KAMBOJA BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

STUDY ON THE INTERNATIONAL COURT OF JUSTICE JUDGEMENT IN RESOLVING PREAH VIHEAR TEMPLE DISPUTES BETWEEN

THAILAND AND CAMBODIA UNDER INTERNATIONAL LAW

by

A. Novindri Aji Sukma

Preah Vihear temple territorial dispute between Thailand and Cambodia has been going on since a long time. However, the conflict which led to casualties occurred again since the temple was named as a world heritage site by UNESCO. Various of problem-resolving both bilaterally and regionally has been done, however, the relations between the two countries were not being improved. The conflict actually extended from a point disputed as the result of differences in the interpretation of the Court's Judgement 1962, so that Cambodia applied interpretation of the 1962 Judgement back to the International Court of Justice (ICJ) in 2011. The research was to investigate the process of the Preah Vihear temple dispute between Cambodia and Thailand, then the reason that became the legal basis of the International Court in deciding the dispute.

This research was a normative law through data collection procedures derived from primary legal materials. Data obtained then processed were secondary data from literature studies. Materials were from the sources of International law related to International Court of Justice Regulation, International conventions and other relevant sources of law. The data were then used to explain the problem by looking at the facts associated with the rule of law and applicable legal theory.

(2)

Court Rules, 1978, Rules of Practice. The legal basis for the Court to resolve the dispute consisted of evidences of prior agreements by France and Siam, general principles of International Law such as the principle of Estoppel, supporting evidences such as Annex I map and other supporting documents, and the arguments of both sides in the trial, decision of 1962 Judgement that re-affirmed through interpretation of the ICJ's Judgement 11 November 2013. In the process of interpretation, ICJ adjudged that Cambodia's request for interpretation could be accepted, and the term of 'surrounding area' and 'area' had the same meaning, as well as the obligation of Thailand to withdraw troops from Cambodia's sovereign territory. It is expected that the implementation effort can be done effectively and minimize the conflict in the future and create peace between countries

(3)

ABSTRAK

KAJIAN MENGENAI PUTUSAN MAHKAMAH INTERNASIONAL

DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA KUIL PREAH VIHEAR

ANTARA THAILAND DAN KAMBOJA BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL

Oleh

A. Novindri Aji Sukma

Sengketa wilayah Kuil Preah Vihear antara Thailand dan Kamboja telah berlangsung sejak lama. Namun, konflik yang menyebabkan korban kembali terjadi semenjak kuil tersebut dinobatkan sebagai situs warisan dunia oleh UNESCO. Berbagai usaha penyelesaian baik secara bilateral maupun regional telah dilakukan, namun hubungan kedua negara tidak kunjung mengalami perbaikan. Konflik yang terjadi justru meluas dari titik yang dipersengketakan akibat dari perbedaan dalam penafsiran putusan Mahkamah tahun 1962 sehingga Kamboja mengajukan penafsiran atas putusan tahun 1962 kembali ke Mahkamah Internasional pada tahun 2011. Penelitian ini menyelidiki mengenai proses penyelesaian sengketa kuil Preah Vihear antara Thailand dengan Kamboja serta alasan yang menjadi dasar hukum Mahkamah Internasional dalam memutus sengketa tersebut.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif melalui prosedur pengumpulan data yang berasal dari bahan hukum primer. Data yang diperoleh kemudian diolah yaitu data skunder dari studi kepustakaan. Materi dari sumber hukum internasional terkait pengaturan Mahkamah Internasional konvensi-konvensi Internasional dan sumber hukum lain yang terkait. Data tersebut kemudian digunakan untuk menjelaskan permasalahan dengan melihat fakta-fakta yang dikaitkan dengan aturan hukum dan teori hukum yang berlaku.

(4)

keputusan 1962 dipersidangan, Pembelaan Lisan (Oral Pleading) melalui presentasi argumen para pihak sampai dengan Putusan (Judgement) 11 November 2013 No. 151. Dasar hukum dalam proses penyelesaian berupa Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, Statuta Mahkamah, Aturan Mahkamah 1978, Aturan Praktek. Dasar hukum Mahkamah dalam menyelesaikan yaitu bukti- bukti perjanjian terdahulu yaitu perjanjian antara Perancis dan Siam, prinsip hukum umum seperti prinsip Estoppel, bukti-bukti pendukung seperti peta Annex I serta bukti lainnya, dan argumen-argumen kedua belah pihak di persidangan. Dalam proses penafsiran sesuai dengan keputusan 11 November 2013 Mahkamah Internasional memutuskan bahwa permohonan penafsiran Kamboja dapat diterima, istilah ‘daerah sekitar’ dan ‘areal’ memiliki arti yang sama, serta kewajiban Thailand untuk menarik pasukan dari wilayah kedaulatan Kamboja. Diharapkan upaya pelaksanaan dapat dilakukan secara efektif dan dapat meminimalisir timbulnya konflik dikemudian hari dan menciptakan perdamaian antar negara.

(5)
(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

A.Novindri Aji Sukma lahir di Kotabumi pada 13 November 1992, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Rusbani Adi Cahya, S.H dan Ibu Erlin Mawarlina,S.P.d. Penulis menjalani kehidupan sehari-hari dengan motivasi, cinta dan kasih sayang yang selalu diberikan oleh keluarga tercinta.

Penulis menjalani Pendidikan Taman Kanak-Kanak Darmawanita Unila yang diselesaikan pada Tahun 1998. Dilanjutkan pada jenjang Sekolah Dasar Negeri 2 Rajabasa Bandar Lampung, yang diselesaikan pada Tahun 2004. Sedangkan Pendidikan Menegah Pertama penulis selesaikan pada Tahun 2007 di SMP Negeri 1 Natar Lampung Selatan. Selanjutnya, penulis menyelesaikan Pendidikan Menengah Atas pada tahun 2010 di SMA Negeri 5 Bandar Lampung.

Penulis tercatat sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat pada Pertengahan Juli 2010. Penulis telah aktif di berbagai organisasi kampus untuk mengasah minat dan bakatnya sejak tahun pertama di universitas. Dimulai dengan tergabung sebagai anggota UKM-U English Society Unila sebagai Debater dan telah mengikuti berbagai kompetisi debat bahasa inggris baik regional maupun nasional. Selain itu penulis juga terdaftar sebagai pengurus di beberapa organisasi kampus seperti FOSSI, HIMA-HI, LEC serta tim perekam sidang KPK berkerjasama dengan FH Unila. Penulis juga aktif di organisasi luar kampus seperti Komunitas Gitaris Lampung, Lampung Model United Nations Club,

(9)

Melalui pencapaian yang diperoleh selama menempuh studi penulis menyalurkan ilmu yang diperoleh melalui kegiatan sosial masyarakat dengan aktif dalam komunitas pemuda yang bergerak di bidang sosial. Sebagai wakil presiden

Indonesian Future Leaders Lampung penulis melaksanakan projek-projek sosial, pemberdayaan pemuda dan kerelawanan bersama teman-teman relawan lainnya.

Tahun 2013 penulis menjadi salah satu mahasiswa yang terpilih untuk mengikuti program beasiswa Study of United States Institute oleh U.S Department of State

selama 5 minggu di Ball State University, Indiana, Amerika Serikat untuk mendalami ilmu mengenai Media dan Jurnalistik bersama dengan 7 mahasiswa berprestasi lainnya dari seluruh Indonesia dan menjadi satu-satunya mahasiswa dari Pulau Sumatra. Pengalaman yang penulis dapatkan selama dua bulan di Amerika Serikat memicu penulis untuk terus belajar dan berkarya Selain itu penulis juga telah mengikuti beberapa program pertukaran dan Fellowship di beberapa negara seperti Hongkong, Taiwan dan sebagainya.

(10)

“Hendaklah keadilan ditegakkan, walaupun langit akan runtuh”

Lucius Calpurnius Piso Caesoninus

“If your actions inspire others to dream more, learn more, do more and become

more, you are a leader”

John Quincy Adams

“Don’t give up now, because you never know that you are one step before finish line”

(11)

Persembahan

Dengan segenap rasa syukur kepada Allah SWT dan Nabi

Muhammad SAW, Kupersembahkan karya ini kepada:

Papa yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat

kepada anak-anaknya serta menjadi teladan bagi keluarga,

Mama tercinta yang selalu memberikan limpahan cinta

kasih,

dukungan dan doa yang selalu menjadi kekuatan bagi penulis

dalam menyelesaikan studi

Abang dan adikku tersayang yang senantiasa memberikan

semangat, kasih sayang, dukungan, serta mendoakan penulis.

(12)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan

rahmat-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul “Kajian Mengenai Putusan Mahkamah Internasional Dalam Menyelesaikan Sengketa Kuil Preah Vihear Antara Thailand dan Kamboja Berdasarkan Hukum Internasional” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Lampung atas kesediaannya meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk

memberikan saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

2. Bapak Abdul Muthalib Tahar, S.H., M.H., selaku Ketua bagian Hukum

Internasional sekaligus Pembahas Utama atas kesediaannya meluangkan

waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik

dalam proses penyelesaian skripsi ini;

3. Ibu Melly Aida, S.H., M.H., selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya

meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan bimbingan,

saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

4. Ibu Desy Churul Aini, S.H., M.H., selaku Pembimbing Kedua atas

kesediaannya meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan

(13)

5. Ibu Rehulina, S.H., M.H., selaku Pembahas Kedua atas kesediaannya

meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan bimbingan,

saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

6. Bapak Charles Jackson, S.H, M.H selaku Pembimbing Akademik;

7. Dosen Fakultas Hukum, khususnya bagian Hukum Internasional (Bapak

Khaidir Anwar S.H., M.H.,Naek Siregar, S.H., M.H., Ahmad Sofyan, S.H.,

M.H.,Bayu Sujadmiko S.H., M.H.,Rudi Natamihardja S.H., M.H., Ibu Widya

Krulinasari, S.H., M.H., Ria Wierma S.H., M.H., Siti Azizah S.H., M.H), atas

bimbingan dan masukannya dalam penyelesaian skripsi ini;

8. Bapak Marjiyono, Bapak Sujarwo dan Bapak Supendi selaku Staf

Administrasi Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas

Lampung, atas bantuan, saran dan masukannya serta motivasinya dalam

menyelesaikan skripsi ini;

9. Kedua Orang Tuaku Erlin Marwalina, S.Pd dan Rusbani Adi Cahya, S.H

Nenek dan Keluarga besarku yang selalu mendukung dan mendoakan;

10.Abang dan adikku Noverdi Puja Saputra,S.H, Ade Gamma Gusthreehan atas

dukungan dan doannya, gapai selalu cita-cita kalian;

11.UKM-U English Society Unila (ESo) yang memberikan ilmu, pengalaman dan teman- teman yang luar biasa, ( My Best Partner in Crime Rio Sanjaya, Anwar, Fadhil, Dwi, Fadlan, Dani, Irfan, Vani, Uli, Wisnu, Ria, Irfan, Desi,

Mba Desi, Mba Dede, Mba Candra, Ko Heri, Kak Arif, Kak Tian)

12.Squad of International Law 2010 (Haves, Jaya, Jeffry, Insan, Oji, Aryo, Ade, Reza, Emi, Asha, Siska dan Mba Aldis) atas rasa kekeluargaan, kebersamaan,

(14)

mengingat hari dimana kita bersama;

13.Sahabat Indonesian Future Leaders Chapter Lampung yang selalu menginspirasi untuk dukungan dan kebersamaannya selama ini ;

14.Sahabat Program Study of United States Institute (SUSI) 2013, New Media in Journalism, (Bowo, Zacky, Amelia, Mega, Aca, Nden, Melia, Fitri, Mary, Suzy, Mike, Terry, Jeff, Michelle, Kayln, Amanda) untuk pengalaman yang

tak terlupakan dan ilmu yang luar biasa;

15.Sahabat seperjuangan SDN 2 Rajabasa, SMPN 1 Natar, SMAN 5

B.Lampung, FH Unila 2010, FOSSI, Persikusi, GenBI, KGL, Lampung MUN

Club, Mujahid Forces (Gian,Afid,Tama,Ilham) yang selalu mendukung;

16. Seluruh Guru-Guruku yang telah memberikan ilmunya sampai saat ini (Ibu

Paulina, Miss. Zul, Miss. Ari, Miss. Preni, Mam Endang , Ummi Yenny);

17.Kepada semua pihak yang terlibat namun tidak dapat disebutkan satu persatu,

penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuannya dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 15 Juli 2014

Penulis,

(15)

DAFTAR ISI

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 10

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 11

1.5 Sistematika Penulisan ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian-Pengertian ... 14

2.1.1 Pengertian Kajian ... 14

2.1.2 Pengertian Sengketa ... 15

2.2 Prinsip-Prinsip Penyelesaian Sengketa secara Damai ... 16

2.2.1 Prinsip Itikad Baik ... 16

2.2.2 Prinsip Larangan Penggunaan Kekerasan dalam Sengketa Bersenjata ... 16

2.2.3 Prinsip Kebebasan Memilih Cara Penyelesaian Sengketa ... 17

2.2.4 Prinsip Kebebasan memilih Hukum yang akan Diterapkan pada Pokok Sengketa ... 17

2.2.5 Prinsip Kesepakatan Para Pihak yang Bersengketa ... 18

2.2.6 Prinsip Exhaustion of Local Remidies ... 18

2.2.7 Prinsip-Prinsip Hukum Internasional tentang Kedaulatan, Kemerdekaan, dan Integritas Wilayah Negara-Negara ... 19

2.3 Penyelesaian Sengketa Internasional secara Politik atau Diplomatik .... 20

2.3.1 Penyelesaian dalam Kerangka antar Negara ... 20

2.3.2 Penyelesaian Sengketa Internasional dalam Kerangka PBB ... 24

2.3.3 Penyelesaian dalam Kerangka Organisasi-Organisasi dan Badan- Badan Regional ... 28

2.4 Penyelesaian Sengketa secara Hukum ... 29

2.4.1 Arbitrasi Internasional ... 29

2.4.2 Mahkamah Internasional ... 30

2.5 Penyelesaian Sengketa melalui Mahkamah Internasional ... 34

2.5.1 Struktur Mahkamah Internasional ... 38

(16)

2.5.3 Keputusan Mahkamah Internasional ... 45

2.6 Gambaran Umum Wilayah Thailand ... 48

2.6.1 Sejarah ... 48

2.6.2 Letak Geografis ... 49

2.6.3 Kebudayaan ... 50

2.6.4 Ekonomi ... 51

2.6.5 Politik Pemerintahan ... 52

2.7 Gambaran Umum Wilayah Kamboja ... 52

2.7.1 Sejarah ... 52

2.7.2 Letak Geografis ... 54

2.7.3 Kebudayaan ... 54

2.7.4 Ekonomi ... 55

2.7.5 Politik Pemerintahan ... 56

III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 57

3.2 Pendekatan Masalah ... 59

3.3 Sumber Data ... 60

3.4 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 61

3.4.1 Metode Pengumpulan Data ... 61

3.4.2 Metode Pengolahan Data ... 62

3.5 Analisis Data ... 62

IV. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Sengketa Kuil Preah Vihear antara Thailand dan Kamboja ... 64

4.1.1 Sejarah Kuil Preah Vihear ... 64

4.1.2 Penyebab Terjadinya Konflik Antara Thailand dan Kamboja ... 68

4.2 Proses Penyelesaian Sengketa Kuil Preah Vihear Antara Thailand Dan Kamboja di Mahkamah Internasional ... 76

4.2.1 Proses Peradilan dan Putusan Mahkamah Internasional 1962 ... 80

4.2.2 Proses Peradilan Tahun 2011 dan Putusan Mahkamah Internasional Tahun 2013... 88

4.2.3 Analisis Proses Penyelesaian Sengketa Kuil Preah Vihear antara Thailand dan Kamboja di Mahkamah Internasional ... 103

4.3 Kajian Mengenai Dasar Hukum Mahkamah Internasional dalam Menyelesaikan Sengketa Kuil Preah Vihear Thailand dan Kamboja ..108

4.3.1 Putusan Mahkamah Internasional 1962 ...108

4.3.2 Dasar Hukum dan Pertimbangan Mahkamah Internasional ...109

4.3.3 Putusan Mahkamah Internasional 2013 ...113

4.3.4 Dasar Hukum dan Pertimbangan Mahkamah Internasional ...113

4.3.5 Analisis Putusan Mahkamah Internasional 1962 dan 2013 ...117

V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan ...130

5.2 Saran ...132

(17)

Daftar Singkatan

ASEAN : Association of Southeast Asian Nations

DK-PBB : Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa- Bangsa

ICC : International Criminal Court

ICJ : International Court of Justice

IMF : International Monetary Fund

KTT-ASEAN : Konferensi Tingkat Tinggi Association of Southeast Asian

Nations

LBB : Liga Bangsa- Bangsa

MI : Mahkamah Internasional

MoU : Memorandum of Understanding

PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa

PCIJ : Permanent Court of International of Justice

TAC : Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia

UNESCO : United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Gambar Kuil Preah Vihear ... 69

2. Gambar Peta Kuil Preah Vihear ... 70

3. Gambar Wilayah Areal sekitar Kuil yang menjadi Sengketa ... 72

4. Gambar Peta Annex I ... 73

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permasalahan di dalam hubungan Internasional merupakan hal yang tidak dapat

dihindari oleh setiap negara. Hal ini menyangkut hubungan antara negara dalam

mempertahankan kedaulatan maupun kepentingan masing-masing, sehingga

timbul suatu perselisihan internasional akibat dari interaksi yang dilakukan antar

negara. Penyebab dari sengketa dapat terjadi akibat berbagai macam

permasalahan seperti faktor politik, ekonomi, sosial, bahkan budaya. Hal ini bisa

saja menimbulkan suatu permasalahan besar berupa sengketa yang melibatkan

berbagai negara maupun organisasi internasional.

Hubungan Internasional dalam hal ini sudah tertuang di dalam Konvensi

Montevideo 1933 mengenai unsur-unsur berdirinya suatu negara, salah satunya

menyatakan syarat dari terbentuknya negara yang paling penting adalah mampu

menjalin hubungan internasional dengan negara lain, tujuannya adalah adanya

sikap saling membutuhkan satu negara dengan negara lainnya, karena tidak ada

satu negara yang dapat memenuhi kebutuhan negaranya sendiri tanpa bantuan dari

negara lain. Apabila suatu negara menjalin hubungan internasional dengan negara

lain, banyak dampak positif yang dihasilkan dan tidak dipungkiri lagi selain

(20)

terlibat suatu pertikaian atau sengketa internasional di antara kedua negara,

banyak kasus yang sering menyebabkan ketegangan di antara negara yang bertikai

dan banyak kasus yang terjadi yang menyebabkan masalah .1

Upaya-upaya penyelesaian terhadap sengketa internasional telah menjadi

perhatian yang cukup penting di masyarakat internasional sejak awal abad ke-20.

Upaya-upaya ini ditunjukan untuk menciptakan hubungan antarnegara yang lebih

baik berdasarkan prinsip perdamaian dan keamanan internasional.2 Peran hukum

internasional dalam penyelesaian sengketa internasional adalah memberikan cara

bagaimana para pihak yang bersengketa menyelesaikan sengketanya menurut

hukum internasional. Dalam perkembangan awalnya, hukum internasional

mengenal 2 cara penyelesaian, yaitu cara penyelesaian secara damai dan perang

(militer).3 Cara perang untuk menyelesaikan sengketa merupakan cara yang telah

diakui dan dipraktikan sejak lama. Bahkan perang telah juga dijadikan sebagai

alat atau instrumen dan kebijakan luar negeri. Sebagai contoh Napoleon

Bonaparte menggunakan perang untuk menguasai wilayah-wilayah di Eropa di

abad XIX.4

1

Dewa Gede Sudika Mangku, (2012), Suatu Kajian Tentang Penyelesaian Sengketa Internasional Termasuk di dalam tubuh ASEAN, Jurnal Perspektif Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Volume XVII No. 3 Tahun 2012, hlm. 150 Sebagaimana Diakses pada http://ejournal.uwks.ac.id/myfiles/201303002803047914/3.pdf 12 Januari 2014 Pukul 18.04 WIB

2

Ion Diaconu, Peaceful Settlement of Disputes between States: History and Prospects, dalam R. St. J. MacDonald and Douglas M. Johnson (eds), The Structure and Process of Internastional Law: Essays in Legal Philosophy Doctrine and Theory, Martinus Nijhoff, 1986, hlm. 1095 Sebagaimana Dikutip dalam Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, (Jakarta: Raja Grasindo Persada, 2008), hlm. 1

3

Huala Adolf, Ibid.

4

Jose Sette-Camara, Methods of Obligatory Settlement of Disputes, In Bedjaoui (ed.),

(21)

Ketentuan hukum positif menyebutkan bahwa penggunaan kekerasan dalam

hubungan antar negara sudah dilarang dan oleh karena itu sengketa-sengketa

internasional harus diselesaikan secara damai. Keharusan untuk menyelesaikan

sengketa secara damai ini, pada mulanya dicantumkan dalam pasal 1 Konvensi

mengenai penyelesaian sengketa-sengketa secara damai yang ditandatangani di

Den Haag pada tanggal 18 Oktober 1907, yang kemudian dikukuhkan oleh Pasal

2 ayat 3 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan selanjutnya oleh

deklarasi prinsip-prinsip Hukum Internasional mengenai hubungan bersahabat dan

kerjasama antar negara yang diterima oleh majelis umum Perserikatan Bangsa-

Bangsa (PBB) pada tanggal 24 Oktober 1970. Deklarasi tersebut meminta agar

semua negara menyelesaikan sengketa mereka dengan cara damai agar

perdamaian, keamanan internasional dan keadilan tidak sampai terganggu.5

Negara memiliki unsur- unsur sebagai suatu kedaulatan, yakni adanya teritorial

dan batas- batas tertentu. Setiap negara memiliki perbatasan berdasarkan beragam

kriteria. Namun, batas politik suatu negaralah yang paling sering memicu

perdebatan dan sengketa. Beberapa kasus bahkan menyulut pecahnya konflik

bersenjata antara dua negara yang masih terus berlangsung hingga saat ini.6 Di

dalam konflik internasional, persoalan wilayah menjadi sangat penting yang

sering menimbulkan permasalahan, karena hal tersebut merupakan sifat alamiah

teritorial sebuah negara yang berdaulat. Konflik atas kontrol wilayah dapat

dibedakan dalam dua variasi: Perselisihan teritorial (mengenai garis perbatasan)

5

Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Edisi Kedua, cet ke-4, (Bandung: Alumni, 2011) hlm. 193

6

(22)

dan konflik atas kontrol keseluruhan wilayah termasuk perbatasan.

Mempertimbangkan perbedaan utama mengenai penarikan garis batas antara

kedua negara tersebut, maka negara harus mengontrol wilayah yang

diperselisihkan. Karena nilai wilayah negara hampir sama dengan kesetiaan dan

kefanatikan, perselisihan batas negara cenderung menjadi persoalan yang rumit

dalam hubungan internasional. Negara tidak akan menukar wilayahnya untuk

mendapatkan uang atau imbalan dalam bentuk apapun. Negara pun tidak akan

cepat melupakan wilayah yang hilang secara paksa akibat dari sengketa.7

Permasalahan mengenai perbatasan ditunjukan dengan terjadinya kasus- kasus

sengketa perbatasan yang sering terjadi khususnya di kawasan Asia-Pasifik.

Hingga saat ini banyak negara menghadapi persoalan perbatasan dengan

tetangganya yang belum terselesaikan lewat perundingan.8 Bahkan kebiasaan

menunda penyelesaian masalah justru menambah rumit persoalan. Beberapa

persoalan perbatasan dan dispute territorial (perselisihan teritorial) yang cukup mengusik harmonisasi antar negara maupun keamanan kawasan, antara lain;

Sengketa Indonesia dan Malaysia mengenai garis perbatasan di perairan laut

Sulawesi menyusul perubahan status kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan, dan

garis perbatasan di pulau Kalimantan (salah satunya mengenai blok Ambalat),

Perbedaan pendapat dan kepentingan antara Indonesia, Australia dan Timor Leste

di perairan Celah Timor, Konflik historis antara Malaysia dan Filipina mengenai

7

Dewi Utariah, Makalah Konflik Internasional, FISIP Universitas Padjajaran, 2006 hlm 1 Sebagaimana diakses pada

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/05/konflik_internasional.pdf 26 November 2013 Pukul 14.41 WIB

8

Indo Dwi Haryono, Konflik Perbatasan Negara di Kawasan Asia-Pasifik, hlm 2-3 Sebagaimana diakses pada

(23)

klaim Filipina atas wilayah Kesultanan Sabah Malaysia Timur dan lain

sebagainya.9 Berbagai kasus sengketa mengenai perbatasan yang terjadi tentunya

sangat mempengaruhi hubungan regional antara negara. Sebagai negara tetangga

tentunya hubungan regional baik harus terjalin, begitu juga segala bentuk

sengketa yang terjadi haruslah di selesaikan melalui jalan damai sebagaimana

amanat dari Piagam Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB).

Kasus sengketa yang sejak dahulu berlangsung sampai dengan saat ini salah

satunya adalah sengketa perbatasan antara Thailand dan Kamboja yang

memperebutkan warisan budaya berupa Kuil Preah Vihear yang telah berdiri sejak abad ke-11.10 Konflik antara Thailand dan Kamboja berpusat pada Candi

Preah Vihear yang terletak sekitar 400 Kilometer utara Phanom Penh. Pada tahun 1954, pasukan Thailand menempati dan mengklaim Preah Vihear, lalu 5 tahun kemudian Kamboja membawa Thailand ke Mahkamah Internasional dengan dasar

kesepakatan dari masa kolonial dan dokumen lainnya sebagai usaha untuk

memperoleh kembali apa yang menjadi warisan budaya, dengan berpendapat

bahwa kuil merupakan bagian dari kompleks Angkor Wat, 140 Kilometer barat daya kompleks tersebut.11 Mengingat pentingnya situs warisan budaya ini bagi

masing-masing negara, sengketa Kuil Preah Vihear sejak 1962 telah memicu konflik berdarah antara Thailand dan Kamboja. Konflik mengenai kuil Preah

9

Ibid.

10

UNESCO, World Herritage List, Temple of Preah Vihear Sebagaimana diakses pada http://whc.unesco.org/en/list/1224 26 November 2013 Pukul 14.54 WIB

11Dokuman lengkap untuk kasus ini dapat dilihat di website ICJ “

(24)

Vihear kembali pecah pada 22 April 2011.12 Pemerintah Kamboja dan Thailand mengklaim bahwa kuil tersebut milik kedua negara. Pada tahun 1962, Mahkamah

Internasional di Den Haag memutuskan bahwa candi dari abad ke-11 itu milik

Kamboja dengan dasar peta dari wilayah bekas jajahan Perancis Franco-Simase

1908 dengan jelas menunjukan kuil berada di garis Kamboja. Sehingga Thailand

wajib menarik pasukan, polisi dan penjaga dari kuil dan sekitarnya serta

mengembalikan objek dari area tersebut yang diambil olehnya. Thailand

mengakui keputusan Mahkamah Internasional dan segera menarik pasukan dan

polisi. Hal ini sudah menjadi kebijakan pemerintah Thailand sejak kompleks Kuil

berada di wilayah kedaulatan Kamboja.13

Penyelesaian konflik ini sudah dibawa ke meja perundingan baik melalui jalur

diplomatik, hukum, maupun dalam kerangka organisasi internasional dan badan

regional seperti Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), kemudian Perserikatan Bangsa- Bangsa melalui Dewan Keamanan turut membahas konflik

tersebut di meja perundingan dengan mengundang wakil dari Thailand dan

Kamboja untuk menyelesaikan konflik yang berlarut-larut. Kamboja telah

meminta Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK-PBB) untuk

mengerahkan pasukan pemelihara perdamaian PBB ke perbatasan itu. Tapi dewan

yang beranggota 15 negara itu menyatakan dalam satu pernyataan perannya akan

dibatasi dengan cara mendukung usaha-usaha regional dan usaha-usaha bilateral

12

Kamboja Minta Pengadilan Internasional Tangani Konflik, Sebagaimana Diakses pada

http://international.okezone.com/read/2011/05/03/411/452842/kamboja-minta-pengadilan-internasional-tangani-konflik 14 Januari 2014 Pukul 14.29 WIB

13

Dapat dilihat di website ICJ “Case concerning the Temple of Preah Vihear (Cambodia v.

Thailand)”, (www.icj-cij.org), merits, Keputusan of 15 June 1962, ICJ Reports, 1962, hlm. 36;

(25)

untuk merundingkan diakhirinya konflik tersebut. Kamboja telah meminta

DK-PBB untuk mengadakan sidang darurat mengenai isu itu. Pada awalnya para

anggota DK enggan membawa perselisihan itu ke New York tapi akhirnya setuju

mengadakan sidang, namun DK tetap berharap isu tersebut akan ditangani

Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) sebagai badan regional. 14

Konflik tersebut memicu kekerasan serius pada awal tahun 2011, sengketa ini

telah menguji kapasitas Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) yang belum pernah sebelumnya untuk menyelesaikan konflik di antaranya anggota

sendiri. ASEAN menyatakan sebagai sebuah organisasi dari negara cinta damai.

Disusunnya Deklarasi Bangkok 8 Agustus 1967 berkomitmen untuk

mempromosikan perdamaian dan stabilitas regional. Mengikuti Perjanjian 1976

Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asian ( TAC ) yang dikembangkan oleh lima anggota pendiri, termasuk Thailand, untuk mempromosikan perdamaian

persahabatan dan kerjasama yang kekal. Organisasi ini dipandu oleh sejumlah

prinsip utama termasuk non-campur tangan dalam urusan internal satu lain,

penyelesaian perbedaan atau perselisihan dengan damai serta penolakan terhadap

ancaman atau penggunaan kekuatan. Namun, penyelesaian melalui Konferensi

Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN masih menemui titik terang walaupun sudah

melibatkan negara-negara regional sebagai mediator dikarenakan menemui

banyak kendala.15

14

Berita dapat diakses pada http://www.antaranews.com/berita/246145/dk-pbb-serahkan-penyelesaian-konflik-thailand-kamboja-kepada-asean 14 Januari 2014 Pukul 14.31 WIB

15

(26)

Thailand dan Kamboja juga saling tuding mengenai siapa yang pertama kali

menarik pelatuk senjata. Menurut pemerintah Thailand, insiden dimulai ketika

pasukan Kamboja menembaki pihak Thailand. Sedangkan menurut pemerintah

Kamboja, militer Thailand melanggar garis perbatasan dan menyerang pos militer

Kamboja di sepanjang perbatasan dari Ta Krabey hingga wilayah Chub Koki yang berada jauh di tengah wilayah Kamboja. Tujuannya untuk mengambil alih kedua

candi yang diklaim milik Kamboja.16 Hingga saat ini, 18 Prajurit kedua belah

pihak 8 tentara Thailand 9 tentara Kamboja dan seorang warga sipil Thailand

dinyatakan tewas serta kemudian dari 50 ribu warga dievakuasi ke pusat- pusat

pengungsian.17

Mahkamah Internasional telah memutuskan bahwa kuil ini milik Kamboja pada

tahun 1962, namun tidak mengeluarkan putusan tentang areal perbukitan di

sekitar Kuil. Thailand menegaskan bahwa mereka memiliki lahan di perbukitan

ini. Kamboja meminta klarifikasi Mahkamah Internasional pada 28 April 2011

dengan mengisi permintaan kepada Mahkamah Internasional untuk menafsirkan

keputusan 1962 mengenai sengketa kepemilikan Kuil Preah Vihear antara Thailand dan Kamboja yang keputusanya menyatakan bahwa Kuil Preah Vihear

berada di bawah kedaulatan Kamboja berdasarkan peta batas wilayah yang dibuat

oleh pendahulu kedua negara tersebut pada tahun 1904-1908. Permintaan tersebut

diajukan 6 hari setelah pecah bentrok bersenjata dengan Thailand di daerah

16

Ibid.

17

Perang Thailand Kamboja 18 Orang Terbunuh, Berita dapat diakses pada

(27)

perbatasan.18 Puluhan ribu orang mengungsi yang memaksa Kamboja meminta

klarifikasi Mahkamah atas putusan pada 1962.19 Pada tanggal 11 November 2013

Mahkamah secara bulat menyatakan bahwa Kamboja memiliki kedaulatan di areal

sekitar Preah Vihear, dan sebagai konsekuensinya, Thailand berkewajiban menarik pasukan militer dan polisinya dari daerah tersebut sesuai putusan yang

dibacakan di Den Haag, sebagaimana dilansir dalam siaran pers Mahkamah

Internasional.20 Sejak berdiri pada tahun 1945 dengan dasar piagam Perserikatan

Bangsa- Bangsa, Mahkamah Internasional merupakan pengadilan Internasional

yang menyelesaikan persengketaan hukum antara negara- negara dan memberikan

nasehat atau opini hukum menurut hukum internasional yang sah sebagai organ

PBB atau badan khusus21 sehingga keputusan yang dikeluarkan berdasarkan

kesepakatan kedua belah pihak akan mengikat bagi masing-masing negara.

Berdasarkan uraian diatas penulis, tertarik untuk membahas dan menganalisis

lebih lanjut tentang proses penyelesaian sengketa kuil Preah Vihear antara Thailand dan Kamboja serta apa yang menjadi dasar pertimbangan Mahkamah

Internasional dalam memutus sengketa perbatasan tersebut, ke dalam bentuk

skripsi yang berjudul : “Kajian Mengenai Putusan Mahkamah Internasional

dalam Menyelesaikan Sengketa Kuil Preah Vihear antara Thailand dan Kamboja Berdasarkan Hukum Internasional”.

18

Kamboja mengajukan permintaan untuk menerjemahkan putusan Mahkamah pada 15 Juni 1962 dalam kasus Kuil Preah Vihear (Cambodia-Thailand) dan juga meminta untuk indikasi penting dari provisional measures”, press release, ICJ, 2 May 2011, Sebagaimana Diakes Pada

http://www.icj-cij.org/docket/files/151/16480.pdf 8 Februari 2014 Pukul 23.36 WIB

19

Berita dapat diakses pada http://www.pelitaonline.com/mobile/detail.php?id=131517 26 November 2013 Pukul 19.23 WIB

20

Sebagaimana diakses pada

http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=46461&Cr=court+of+justice&Cr1=#.UpSmXdL rw1Y 26 November 2013 Pukul 20.49 WIB

21

(28)

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang permasalahan diatas, yang menjadi permasalahan

dalam penulisan ini adalah :

1. Bagaimana proses penyelesaian sengketa kuil Preah Vihear antara Thailand dan Kamboja di Mahkamah Internasional ?

2. Apa yang menjadi dasar hukum Mahkamah Internasional dalam

menyelesaikan sengketa kuil Preah Vihear antara Thailand dan Kamboja?

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok pembahasan serta rumusan masalah di atas, maka penelitian

ini bertujuan untuk :

a. Menjelaskan dan menganalisis proses penyelesaian sengketa kuil Preah Vihear antara Thailand dan Kamboja melalui Mahkamah Internasional. b. Mengkaji dan menganalisis dasar hukum Mahkamah Internasional dalam

menyelesaikan sengketa kuil Preah Vihear antara Thailand dan Kamboja.

1.3.2 Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini berguna untuk memberikan kontribusi dalam pengembangan

pemikiran dan kemampuan mengenai karya ilmiah berdasarkan konsep

keilmuan yang telah dipelajari. Kemudian sebagai kontribusi pengetahuan

(29)

dalam menyelesaikan sengketa perbatasan Kamboja dan Thailand serta

analisis dari putusan Mahkamah Internasional.

b. Kegunaan Praktis

Sebagai hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber

informasi dan sarana referensi bagi pembaca dalam kaitanya dengan

penegakan hukum internasional bagi pelanggaran yang terjadi, agar

kedepanya baik mahasiswa, dosen maupun masyarakat mengetahui proses

bagaimana peran Mahkamah Internasional dalam memutus suatu sengketa

internasional.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini hanya mengkaji mengenai proses penyelesaian sengketa kuil

Preah Vihear antara Thailand dan Kamboja di Mahkamah Internasional serta dasar hukum dari Mahkamah Internasional dalam memutuskan sengketa

tersebut.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini terbagi atas lima bab, yang bertujuan untuk

memberikan kemudahan bagi pembaca untuk mendapatkan kerangka pokok

penulisan secara sistematis dan berurutan.

Bab I : Pendahuluan

Bab ini menguraikan secara singkat mengenai sengketa perbatasan yang terjadi

(30)

terjadinya sengketa perbatasan serta tindakan- tindakan yang dilakukan oleh

kedua negara dalam menyelesaikan sengketa dan peran Mahkamah

Internasional sebagai badan penyelesaian sengketa internasional yang dipilih

oleh kedua negara untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Selain itu pada bab

ini dicantumkan tujuan umum dari penelitian dan kegunaan penelitian sebagai

sumber pengetahuan bagi pembaca. Kemudian, pada bab ini juga dipaparkan

mengenai sistematika penulisan yang digunakan dalam menyusun skripsi ini.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini menguraikan secara teoritis dan singkat mengenai konsep penyelesaian

sengketa internasional, landasan hukum dalam penyelesaian sengketa

internasional, dasar hukum pembentukan Mahkamah Internasional, peran

organisasi internasional dalam hal ini Mahkamah Internasional sebagai

lembaga penyelesaian sengketa internasional, tujuan Mahkamah Internasional

dan putusan Mahkamah Internasional.

Bab III Metodologi Penelitian

Bab ini menjelaskan langkah- langkah yang digunakan dalam penulisan skripsi

ini. Kemudian metode yang digunakan dalam pendekatan masalah, sumber

data dan teknik pengumpulan data sehingga dapat diolah kemudian dianalisis

secara komprehensif dari data yang diperoleh untuk memudahkan dalam

(31)

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab ini membahas mengenai hasil dari penelitian bagaimana peran Mahkamah

Internasional dalam menyelesaikan sengketa perbatasan antara Kamboja dan

Thailand melalui proses persidangan di Mahkamah Internasional, serta dasar

dari putusan yang dijatuhkan oleh Mahkamah Internasional terhadap sengketa

tersebut. Dari analisis putusan Mahkamah Internasional tersebut akan didapat

landasan hukum dan pertimbangan Mahkamah Internasional dalam

memutuskan sengketa antara Kamboja dan Thailand.

Bab V Penutup

Bab ini menguraikan bagian terakhir dari penelitian yang terdiri dari

kesimpulan dan saran berdasarkan hasil pembahasan pada skripsi ini.

Dijelaskan secara komprehensif pokok- pokok dari permasalahan dan solusi

dari inti permasalahan tersebut secara singkat dan jelas. Kemudian,

(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi/ Pengertian yang Relevan

2.1.1 Pengertian Kajian

Oxford compact english dictionary mendefinisikan kajian sebagai the systematic investigation into and study of materials, and sources in order to establish facts and reach the new conclusion 23 yang berarti penelusuran yang dilakukan secara sistematis dalam studi materil dan sumber untuk membangun fakta dan mencapai

kesimpulan baru. Ilmu pengetahuan merupakan suatu pernyatan yang berdasar

atau memiliki rasionalisasi sehingga dapat dibuktikan secara empiris.

Sedang kepercayaan adalah sesuatu yang diyakini tanpa perlu ada pembuktian

empiris, tanpa proses rasionalisasi, dan umumnya bersifat subjektif dan implisit.

Jadi pada dasarnya Ilmu pengetahuan hanya berangkat dari kepercayaan atau

keyakinan terhadap sesuatu yang dilanjuti dengan keinginan untuk membuktikan

sesuatu itu benar atau dengan kata lain ilmu pengetahuan merupakan bentuk

rasionalisasi terhadap kepercayaan, sehingga kerpercayaan itu dapat diterima

secara masal. Kajian adalah proses rasionalisasi dan pembuktian empirik terhadap

kepercayaan atau ketidakpercayaan menjadi pemahaman atau ilmu pengetahuan

23

(33)

2.1.2 Pengertian Sengketa

Sengketa adalah suatu pertentangan atas kepentingan, tujuan dan/ atau

pemahaman antara 2 (dua) pihak atau lebih. Sengketa akan menjadi masalah

hukum apabila pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan

atau perlawanan terhadap hak yang dilanggar, dan atau tuntutan terhadap

kewajiban atau tanggung jawab.24 Sengketa dalam konflik internasional terbagi

menjadi 2 macam, yaitu sengketa hukum (legal or judicial disputes) dan sengketa politik (political or nonjusticiable dispute).25 Namun sengketa yang terjadi antara Kamboja dan Thailand merupakan sengketa internasional mengenai perbatasan

yang melibatkan kedua batas wilayah negara yang sama-sama mengklaim

kepemilikan dari wilayah tersebut. Kedua negara sama- sama memiliki kedaulatan

penuh terhadap batas teritorialnya, namun yang terjadi adalah saling klaim antara

kedua negara.

Demi mempertahankan kedaulatan (sovereignty) dan hak-hak berdaulat (sovereignty rights) antar negara serta menyelesaikan semua persoalan yang berkaitan dengan hubungan international, negara perlu menetapkan perbatasan

wilayah baik dimensi perbatasan darat maupun perbatasan laut dan udara.

Penetapan perbatasan wilayah (Border Zone) tersebut dapat dilakukan sesuai ketentuan hukum international agar dapat memberikan kepastian hukum,

24

Sengketa, Sebagaimana diakses pada http://www.bakti-arb.org/arbitrase.html 27 November 2013 Pukul 11.04 WIB

25

(34)

kemanfaatan hukum dan keadilan bagi masyarakat yang mendiami wilayah

perbatasan dimaksud.26

2.2 Prinsip- Prinsip Penyelesaian Sengketa Secara Damai

2.2.1 Prinsip Itikad Baik ( Good Faith )

Prinsip itikad baik dapat dikatakan sebagai prinsip fundamental dan paling sentral

dalam penyelesaian sengeta antarnegara. Prinsip ini mensyaratkan dan

mewajibkan adanya itikad baik dari para pihak dalam menyelesaikan sengketanya.

Tidak heran apabila prinsip ini dicantumkan sebagai prinsip pertama (awal) yang

termuat dalam Manila Declaration (Section 1 paragraph 1).27

2.2.2 Prinsip Larangan Penggunaan Kekerasan dalam Penyelesaian Sengketa

Prinsip ini sangat sentral dan penting. Prinsip inilah yang melarang para pihak

untuk menyelesaikan sengketanya dengan menggunakan senjata (kekerasan).

Prinsip ini termuat antara lain dalam Pasal 13 Bali Concord dan preambule ke-4 Deklarasi Manila. Pasal 13 Bali Concord antara lain menyatakan :

In case of disputes on matters directly affecting them, they shall refrain from the threat or use of force and shall at all time settle such disputes among themselves through friendly negotiations.

Dalam berbagai perjanjian International lainnya, prinsip ini tampak dalam Pasal 5

Pakta Liga Negara-Negara Arab 1945 (Pact of the League of Arab States), Pasal 1 dan 2 the Inter-American Treaty of Reciprocal Assistant (1947), dan lain-lain.28

26

Perbatasan Wilayah Menurut Hukum Internasional, Sebagaimana diakses pada http://kupang.tribunnews.com/2012/03/07/perbatasan-wilayah-menurut-hukum-international 27 November 2013 Pukul 11.04 WIB

27

Mengenai bunyi Section 1 Paragraph 1 Deklarasi Manila Sebagaimana dikutip dalam Huala Adolf, Op. Cit. hlm. 15

28

(35)

2.2.3 Prinsip Kebebasan Memilih Cara-Cara Penyelesaian Sengketa

Prinsip penting lainnya adalah prinsip di mana para pihak memilih kebebasan

penuh untuk menentukan dan memilih cara atau meknisme bagaimana

sengketanya diselesaikan (principle of free choice of mens). Prinsip ini termuat dalam pasal 33 ayat (1) Piagam PBB dan Section paragraph 3 dan 10 Deklarasi Manila dan paragraf ke-5 dari friendly Relations Declaration. Instrumen hukum tersebut menegaskan bahwa penyerahan sengketa dan prosedur penyelesaian

sengketa atau cara-cara penyelesaian sengketa harus didasarkan keinginan bebas

para pihak. Kebebasan ini berlaku baik untuk sengketa yang telah terjadi atau

sengketa yang akan datang.29

2.2.4 Prinsip Kebebasan Memilih Hukum yang akan Diterapkan terhadap

Pokok Sengketa

Prinsip fundamental selanjutnya yang sangat penting adalah prinsip kebebasan

para pihak untuk menentukan sendiri hukum apa yang akan diterapkan bila

sengketanya diselesaikan oleh badan peradilan. Kebebasan para pihak untuk

menentukan hukum ini termasuk kebebasan untuk memilih kepatutan dan

kelayakan ( ex aequo et bono ).30 Yang terakhir ini adalah sumber bagi pengadilan untuk memutus sengketa berdasarkan prinsip keadilan, kepatuhan, atau

kelayakan.31 Dalam sengketa antarnegara, merupakan hal yang lazim bagi

pengadilan internasional, misalnya Mahkamah Internasional, untuk menerapkan

hukum internasional, meskipun penerapan hukum internasional ini tidak

dinyatakan secara tegas oleh para pihak. Dalam Special Agreement antara

29

Ibid. hlm. 17

30

Pasal 38:2 Statuta Mahkamah Internasional : This provision shall not prejudice the power of the Court to decide a case ex a case ex

31

(36)

Republik Indonesia - Malaysia mengenai penyerahan sengkata Pulau

Sipadan-Ligitan ke Mahkamah Internasional, para pihak menyatakan32 :

The principles and rules of international law applicable to the dispute shall be those recognized in the provision of Article 38 of the Statute of the Court ( Article 4 Special Agreement)

2.2.5 Prinsip Kesepakatan Para Pihak yang Bersengketa (Konsensus)

Prinsip kesepakatan para pihak merupakan prinsip fundamental dalam

penyelesaian sengketa internasional. Prinsip inilah yang menjadi dasar bagi

pelaksanaan prinsip ke-3 dan 4 di atas. Prinsip- prinsip kebebasan 3 dan 4 dari

para pihak Sebaliknya, prinsip kebebasan 3 dan 4 tidak akan mungkin berjalan

apabila kesepakatan hanya ada dari salah satu pihak atau bahkan tidak ada

kesepakatan sama sekali dari kedua belah pihak 33

2.2.6 Prinsip Exhaustion of Local Remidies

Prinsip ini termuat dalam Section 1 Paragraph 10 Deklarasi Manila.34 Menurut prinsip ini, sebelum para pihak mengajukan sengketanya ke pengadilan

internasional maka langkah-langkah penyelesaian sengketa yang tersedia atau

diberikan oleh hukum nasional negara harus terlebih dahulu ditempuh

(exhausted). Dalam sengketa The Interhandel (1959) Mahkamah Interansional menegaskan:

32

Siaran Pers Departmen Luar Negeri, Jakarta, 31 Mei 1997: Penandatanganan Special Agreement

antara Indonesia dan Malaysia mengenai Pengajuan Perkara Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan ke Mahkamah Internasional

33

Bandingkan., Pasal 15 Bali Concord menyatakan : The High council may, however, offer its good offices, or upon agreement of the parties in dispute, constitute itself into a committee of mediation, inquiry or conciliation...Atau Pasal 16 Bali Concord berbunyi : The foregoing provision of this Chapter shall not apply to a dispute unless all the parties to the dispute agree to their application to that dispute.

34

(37)

Before resort may be had to an international court, the state where the violation occured should have an opportunity to redress it by its own means, within the framework of its own domestic legal system.35

2.2.7 Prinsip - Prinsip Hukum Internasional tentang Kedaulatan, Kemerdekaan, dan Integritas Wilayah Negara-Negara

Deklarasi Manila mencantumkan prinsip ini dalam Section 1 paragraph 1. Prinsip ini mansyaratkan negara-negara yang bersengketa untuk terus menaati dan

melaksanakan kewajiban internasionalnya dalam berhubungan satu sama lainnya

berdasarkan prinsip-prinsip fundamental integritas wilayah negara-negara.36

Disamping ketujuh prinsip di atas, Office of the Legal Affairs PBB memuat prinsip-prinsip lainnya yang menurut hemat penulis hanya bersifat tambahan

Prinsip tersebut yaitu :

1) Prinsip larangan intervensi baik terhadap masalah dalam atau luar negeri

para pihak;

2) Prinsip persamaan hak dan penentuan nasib sendiri;

3) Prinsip persamaan kedaulatan negara-negara;

4) Prinsip kemerdekaan dan hukum internasional, yang semata-mata

merupakan penjelmaan lebih lanjut dari prinsip ke-7, yaitu prinsip hukum

Internasional tentang kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah

negara-negara.37

35

Lihat lebih lanjutt uraian tentang exhaustion of local remidies dalam buku penulis : Huala Adolf,

Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, Jakarta: Rajawali Pers,cet.3,2002, hlm. 276

et.seq. Sebagaimana dikutip dalamHuala Adolf, Ibid .

36

Huala Adolf, Ibid.

37

(38)

2.3 Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Politik atau Diplomatik

Penyelesaian secara politik (Non-Yuridiksional) terbagi atas penyelesaian dalam

kerangka antar negara, Penyelesaian dalam kerangka organisasi PBB dan

penyelesaian dalam kerangka organisasi-organisasi regional.38

Akan diuraikan bahwa penyelesaian sengketa internasional pada umumnya dapat

digolongkan dalam dua bagian yaitu penyelesaian secara hukum dan politik/

diplomatik. Penyelesaian secara hukum meliputi arbitrase dan pengadilan.

Sedangkan penyelesaian secara diplomatik meliputi negosiasi, pencarian fakta,

mediasi dan jasa baik, konsiliasi dan arbitrasi.39

2.3.1 Penyelesaian dalam Kerangka antar Negara

1) Negosiasi ( Perundingan )40

Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan paling tua

digunakan oleh umat manusia.41 Negosiasi atau perundingan adalah cara

penyelesaian sengketa yang paling dan banyak ditempuh, serta efektif dalam

menyelesaikan sengketa internasional.42 Negosiasi (yang mencakup konsultasi

dan pertukaran pandangan) adalah metode dengan mana sebagian besar sengketa

internasional diselesaikan.43 Menurut Fleischhauer, dengan tidak adanya

keikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa, masyarakat internasional

Louis B. Sohn, The Future of Dispute Settlement dalam R.St.J. MacDonald and D.M Johnston (eds.), The Structure and Process of International Law, The Hague : Martinus Nijhoff, 1983, hlm.1121.,et seqq. Sebagaimana dikutip dalam Huala Adolf, Ibid., hlm. 26

41

W.Poeggel and E. Oeser, Method of Diplomatic Settlement, dalam Mohammed Bedjaoui (ed.),

Internasional Law : Achievement and Prospects, Dordrecht : Martinus Nijhoff and UNESCO, 1991, hlm 514 Sebagaimana dikutip dalam Huala Adolf, Op.Cit. hlm. 19

42

J.G. Merrills, International Dispute Settlement (Cambridge : Cambridge Publication, cet.2, 1991), hlm. 2 Sebagaimana dikutip dalam Huala Adolf, Op. Cit. hlm. 26

43

(39)

telah menjadikan negosiasi ini sebagai langkah pertama dalam penyelesaian

sengketa.44 Praktik negara- negara menunjukan bahwa mereka lebih cenderung

untuk menggunakan semua negosiasi sebagai langkah awal untuk menyelesaikan

sengketa.45 Negosiasi dimungkinkan dapat digunakan untuk setiap tahap

penyelesaian sengketa dalam bentuknya, apakah negosiasi secara tertulis, lisan,

bilateral, multilateral, dan lain-lain.46

2) Penyelidikan dan Pencarian Fakta

Para pihak yang bersengketa dapat pula menunjuk suatu badan independen untuk

menyelidiki fakta- fakta yang menjadi sebab sengketa. Tujuan utamanya adalah

untuk memberikan laporan kepada pihak mengenai fakta yang ditelitinya. Dengan

adanya fakta demikian, diharapkan proses penyelidikan sengketa di antara para

pihak dapat segera diselesaikan.47 Dalam bahasa Inggris, dipergunakan dua istilah

untuk “pencarian fakta” yang sama- sama artinya acap kali digunakan secara

bertukar, yaitu inquiry dan fact-finding. Tujuan dari pencarian fakta untuk mencari fakta yang sebenarnya ini adalah untuk :

a) Membentuk suatu dasar bagi penyelesaian sengketa di antara dua negara;

b) Mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian internasional;

44

Carl August Fleischhauer, Negotiation, dalam R. Bernhardt (ed.), Encyclopedia of Public International Law ( Instalment 1, 1981), hlm. 153 Sebagaimana dikutip Huala Adolf, Op. Cit. hlm. 27

45

Ion Diaconu, Peaceful Settlement of Disputes between states : History and Prospects, dalam R.St. J. MacDonald and Douglas M. Johnston, Structure and Process of International Law: Essays in Legal Philosophy Doctrine and Theory, Martinus Nijhoff, 1986, hlm. 1102 Sebagaimana dikutip dalam Huala Adolf, Op. Cit. hlm. 26

46

Walter Poeggel dan Edith Oeser, Methods of Diplomatic Settlement, dalam bedjaout (ed.)

International Law : Achievement and Prospects , The Netherlands : Martinus Nijhoff, Sebagaimana dikutip dalam Huala Adolf, Op. Cit. hlm. 27

47

(40)

c) Memberikan informasi guna membuat putusan di tingkat internasional

(Pasal 34 Piagam PBB).48 Misalnya pembentukan UNSCOM (United Nations Special Comission) yang dikirim ke wilayah Irak untuk memeriksa ada tidaknya senjata pemusnah masal.

3) Jasa baik (Good Office)

Secara singkat, jasa-jasa baik adalah cara penyelesaian sengketa melalui

keikutsertaan jasa pihak ke-3. Sarjana Jerman Bindschedler mendefinisikan jasa

baik sebagai :

the involvement of one or more States or an international organization in a dispute between states with the aim of settling it or contributing to its settlement.49

Tujuan jasa baik ini adalah agar kontak langsung di antara para pihak tetap

terjamin. Tugas yang diembanya, yaitu mempertemukan para pihak yang

bersengketa agar mereka mau berunding. Cara ini biasanya bermanfaat manakala

para pihak tidak mempunyai hubungan diplomatik atau hubungan diplomatik

mereka telah berakhir. Pihak ketiga ini bisa negara, orang perorangan (seperti

mantan kepala negara) atau suatu organisasi, lembaga atau badan internasional,

misalnya Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.50 Keikutsertaan pihak

ke-3 memberikan jasa-jasa baik memudahkan pihak yang bersengketa untuk

bersama-sama mempercepat perundingan mereka.51

48

Karl J Partsch, Fact-finding and inquiry, dalam R. Bernhardt (ed), Op.Cit., hlm 61 Sebagaimana dikutip dalam Huala Adolf, Op. Cit. hlm. 29

49

Rudolf L. Bindschedler, Good Offices, dalam R. Bernhardt, Encycopedia of Public International Law, Instalment 1, 1981 hlm. 67 Sebagaimana dikutip dalam Huala Adolf, Op. Cit. hlm. 30

50

Huala Adolf, Ibid., hlm. 31

51

(41)

4) Mediasi

Sama halnya dengan jasa-jasa baik, mediasi melibatkan pula keikutsertaan pihak

ketiga (mediator) yang netral dan independen dalam suatu sengketa. Tujuanya

adalah untuk menciptakan adanya suatu kontak atau hubungan langsung di antara

para pihak. Mediator bisa negara, individu, organisasi internasional, dan lain-lain

Para mediator ini dapat bertindak baik atas inisiatifnya sendiri, menawarkan

jasanya sebagai mediator, atau menerima tawaran untuk menjalankan fungsinya

atas permintaan dari salah satu atau kedua belah pihak yang bersangkutan. Dalam

hal in, agar mediator dapat berfungsi, diperlukan kesepakatan atau konsensus dari

para pihak sebagai prasyarat utama. 52

5) Konsiliasi

Penyelesaian sengketa melalui cara konsiliasi juga melibatkan pihak ketiga

(konsiliator) yang tidak berpihak atau netral dan keterlibatanya karena diminta

oleh para pihak. Menurut Bindschedler, unsur ketidakberpihakan dan kenetralan

merupakan kata kunci untuk keberhasilan fungsi konsiliasi. Hanya dengan

terpenuhnya dua unsur ini, objektivitas dari konsiliasi dapat terjamin.53

Pengertian konsiliasi diatas diambil dari batasan yang diberikan oleh institut

Hukum Internasional yang dituangkan dalam Pasal 1 the Regulations on the procedure of International Conciliation tahun 1961. Badan Konsiliasi bisa yang sudah terlembaga atau ad hoc (sementara). Proses seperti ini berupaya mendamaikan pandangan-pandangan para pihak yang bersengketa meskipun

52

Huala Adolf, Ibid., hlm. 34

53

(42)

usulan- usulan penyelesaian yang dibuat oleh konsiliator sifatnya tidak

mempunyai kekuatan hukum. 54

2.3.2 Penyelesaian Sengketa Internasional dalam Kerangka PBB

Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) merupakan organisasi terbesar dengan

jumlah anggota meliputi 192 negara pada saat ini.55 PBB sebagai salah satu

organisasi internasional terbesar saat ini, memiliki tujuan utama yang termuat

dalam Pasal 1 Piagam PBB, tujuan utama PBB adalah menciptakan perdamaian

dan keamanan internasional. Dua tujuan tersebut tidak terlepas dari reaksi atas

pecahnya Perang Dunia II.56 Dengan tujuan tersebut PBB berupaya agar perang

dunia terbuka baru (Perang Dunia III) tidak sampai pecah kembali. Untuk itu PBB

berupaya keras agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan dengan

sesegera mungkin secara damai.57 Pasal 2 ayat (3) Piagam PBB mencantumkan

asas penyelesaian sengketa dengan cara damai. Isi dari Pasal 2 ayat (3) adalah

sebagai berikut:

Seluruh anggota harus menyelesaikan sengketa dengan jalan damai dan

menggunakan cara-cara sedemikian rupa sehingga perdamaian dan keamanan

internasional serta keadilan tidak terancam. 58

54

Ibid., hlm. 36

55

Staff of the United Nations Department of Public Information,UNITED NATIONS GENERAL ASSEMBLY (UNGA), Inventory of International Nonproliferation Organizations and Regimes © Center for Nonproliferation Studies, dapat dilihat pada http://cns.miis.edu/inventory/pdfs/unga.pdf diakses pada 19 Maret 2011.

56

Gita Arja Pratama, Peranan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan African Union (AU) dalam Menyelesaikan Konflik Bersenjata Non-Internasional di Darfur-Sudan, Skripsi Universitas Lampung, Lampung, 2010, hlm. 20

57

Huala Adolf, Op. Cit. hlm. 95 Sebelum PBB, Liga Bangsa-bangsa (LBB) pun dibentuk sebagai reaksi atas pecahnya Perang Dunia, yaitu Perang Dunia I. Penyelesaian sengketa melalui lembaga internasional merupakan praktik yang telah berlangsung lama. Cara tersebut sama tuanya dengan penyelesian melalui arbitrase.

58

(43)

Asas ini sejalan dan erat hubungannya dengan tujuan PBB yang tertuang dalam

Pasal 1 ayat (1) Piagam PBB yaitu:

Memelihara perdamaian dan keamanan internasional dan untuk tujuan itu: melakukan tindakan- tindakan bersama yang efektif untuk mencegah dan melenyapkan anaman-ancaman terhadap pelanggaran- pelanggaran perdamian; dan akan menyelesaikan dengan jalan damai, serta sesuai dengan prinsip- prinsip keadilan dan hukum internasional, mencari penyelesaian terhadap pertikaian-pertikaian internasional atau keadaan-keadaan yang dapat menggangu perdamaian.59

Pasal 2 ayat (6) Piagam PBB menyatakan:

Organisasi ini menjamin agar negara-negara bukan anggota perserikatan bangsa-bangsa bertindak dengan prinsip-prinsip ini apabila dianggap perlu demi perdamaian dan keamanan internasional.60

Merupakan suatu yang tidak lazim sebab biasanya hanya anggota-anggota saja

yang harus taat pada asas-asas dari suatu organisasi.61 Namun inilah suatu

keistimewaan yang dimiliki organisasi internasional universal seperti PBB.62

Kewajiban ini diimbangi oleh hak-hak negara bukan anggota untuk meminta

perhatian Dewan Keamanan atau Majelis Umum PBB terhadap suatu perselisihan

di mana negara bersangkutan terlibat, seperti diatur dalam Pasal 35 ayat (2)

Piagam PBB sebagai berikut:

Negara yang bukan anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa dapat meminta perhatian Dewan Keamanan atau Majelis Umum mengenai suatu pertikaian apabila sebelumnya untuk mengatasi persengketaan tersebut ia sebagai pihak bersedia menerima kewajiban-kewajiban sebagai akibat dari penyelesian secara damai seperti tercantum dalam Piagam ini.63

Tugas pemeliharan perdamaian dan keamanan menjadi agenda utama PBB

sebagai organisasi internasional terbesar di dunia. Namun tugas tersebut

(44)

diserahkan wewenangnya pada tiga organ utama PBB yaitu, Majelis Umum,

Dewan Keamanan dan Sekertaris Jendral, yang memiliki peran masing-masing.

Pada tanggal 25 Juni 1945 konferensi di San Fransisco selesai dan menerima bulat

seluruh Piagam PBB. Tanggal 26 Juni diadakan upacara penandatanganan yang

dilakukan di gedung opera di San Fransisco. Menurut ketentuan Piagam PBB

berlaku setelah diratifikasi oleh negara penanda tangan dan termasuk lima negara

tetap Dewan Keamanan.64 Syarat berdirinya PBB dipenuhi tanggal 24 Oktober

1945 dengan Resolusi Majelis Umum pada tanggal 31 Oktober 1947.65

Piagam PBB terdiri dari 19 Bab, yaitu terdiri dari mukadimah dan pasal-pasal

yang tersusun dalam bab. Mukadimah terdiri dari 2 bagian utama. Bagian pertama

terdiri dari ajakan untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional serta

menghormati hak asasi manusia. Bagian ke dua dari mukadimah adalah deklarasi

dari tiap- tiap negara anggota PBB telah menyetujui piagam tersebut.66

1) Bab I memaparkan tujuan dari PBB, termasuk ketentuan penting dalam

menjaga perdamaian dan keamanan internasional;

2) Bab II mendefinisikan kriteria dari keanggotaan PBB;

3) Bab III dan XV, sebagian besar dari dokumen, mendeskripsikan organ dan

lembaga dari PBB dan wewenangnya masing- masing;

4) BAB XVI dan Bab XVII mendeskripsikan pengaturan mengenai

pengintegrasian PBB dengan hukum internasional;

64

Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, Pasal 110

65

Sri Setianingsih Suwardi, Pengantar Hukum Organisasi Internasional, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press, 2004), hlm. 264

66

(45)

5) Bab XVIII dan Bab XIX memberikan amandemen dan ratifikasi pada

piagam;

Bab berikut mengenai penegakan wewenang lembaga PBB

6) Bab VI mendeskripsikan wewenang dewan keamanan untuk

meninvestigasi dan penengah sengketa;

7) Bab VII mendeskripsikan wewenang dewan keamanan untuk memberikan

sanksi ekonomi, diplomatik dan militer, serta penggunaan kekuatan militer

untuk menyelesaikan sengketa;

8) Bab VIII memungkinkan peraturan regional untuk menjaga perdamaian

dan keamanan internasional dalam wilayah masing-masing;

9) Bab IX dan X mendeskripsikan wewenang PBB dalam kerjasama ekonomi

dan sosial, dan dewan ekonomi sosial sebagai pengawas;

10)Bab XII dan XIII mendeskripsikan tentang dewan perwalian yang

mengawasi dekolonisasi;

11)Bab XIV dan XV menetapkan wewenang dari mahkamah internasional

dan sekretariat PBB;

12) Bab XVI sampai XIX menguraikan mengenai ketentuan lainnya,

ketentuan-ketentuan keamanan peralihan yang berhubungan dengan

perang dunia II, proses amandemen piagam dan pengesahan piagam.67

Penyelesaian dalam kerangka organisasi PBB memberikan wewenang intervensi

untuk menyelesaikan secara damai sengketa-sengketa baik pada Dewan Kamanan

67

(46)

maupun Majelis Umum walaupun pada prinsipnya tanggung jawab utama berada

di tangan Dewan Keamanan.68 Di samping Dewan Keamanan dan Majelis Umum,

Sekjen PBB juga dapat menarik perhatian Dewan Keamanan menurut Piagam

PBB.69

2.3.3 Penyelesaian dalam Kerangka Organisasi-Organisasi dan Badan-

Badan Regional

Pasal 33 Piagam PBB menetapkan bahwa salah satu cara untuk menyelesaikan

sengketa internasional secara damai adalah melalui pengaturan regional (regional arrangement) serta campur tangan organisasi-organisasi dan badan-badan regional berdasarkan pilihan para pihak sendiri. Selain itu, Bab VIII Piagam PBB

juga menetapkan hal yang sama, khususnya Pasal 52 yang merujuk pada

penyelesaian sengketa internasional melalui regional arrangement dan regional agencies. Istilah regional arrangement atau pengaturan regional memberi pengertian perjanjian (agreement) yang dibuat secara bilateral maupun multilateral di mana negara-negara yang terletak dalam suatu kawasan (region) tertentu sepakat untuk menyelesaikan sengketa antar mereka tanpa melibatkan

institusi lainnya yang permanen atau organisasi regional sebagai badan hukum

internasional sedangkan regional agencies justru merujuk pada organisasi-organisasi regional dan institusi-institusi yang permanen, yang dibentuk

berdasarkan perjanjian multilateral antara negara- negara di dalam suatu wilayah

tertentu sebagai badan hukum internasional untuk melaksanakan fungsinya di

68

Boer Mauna, Op. Cit. hlm. 217

69

(47)

dalam memelihara perdamaian dan keamanan regional, termasuk penyelesaian

sengketa secara damai.70

2.4 Penyelesaian Sengketa Secara Hukum

Penyelesaian secara hukum melalui arbitrase ataupun Mahkamah Internasional

akan menghasilkan keputusan- keputusan mengikat terhadap negara-negara yang

bersengketa. Sifat mengikat ini didasarkan atas kenyataan bahwa

penyelesaian-penyelesaian atau keputusan-keputusan yang diambil, seluruhnya berlandaskan

pada ketentuan-ketentuan hukum. Dalam ini, sepintas lalu terlihat adanya

kesamaan antara fungsi yuridiksional internasional dan fungsi yuridiksional

intern.71

2.4.1 Arbitrasi Internasional

Dalam pengertian yang luas istilah Arbitrasi Internasional merujuk pada cara

penyelesaian secara damai sengketa internasional yang dirumuskan dalam suatu

keputusan oleh arbitrator yang dipilih oleh pihak-pihak yang bersengketa. Pihak-

pihak tersebut sebelumnya menerima sifat mengikat keputusan yang akan

diambil.72

Disamping itu, keputusan arbitrasi dalam arti yang luas ini dapat didasarkan baik

atas konsiderasi hukum maupun konsiderasi politik dan lain- lainnya. Karena itu,

arbitrasi baru betul- betul merupakan suatu sistem penyelesaian secara hukum bila

70

Boer Mauna, Op. Cit. hlm. 223

71

Ibid. hlm. 227

72

Referensi

Dokumen terkait

4 Proses penyelesaian sengketa perdata melalui jalur pengadilan (litigasi) meliputi beberapa tahapan, yaitu penyusunan dan pembahasan alasan-alasan hukum atau dasar-dasar

Menyatakan bahwa karya ilmiah yang berjudul “ KAJIAN YURIDIS PENYELESAIAN SENGKETA HASIL PEMILUKADA OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI (Berdasarkan Peraturan Mahkamah

Menyatakan bahwa karya ilmiah yang berjudul “ KAJIAN YURIDIS PENYELESAIAN SENGKETA HASIL PEMILUKADA OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI (Berdasarkan Peraturan Mahkamah

Kedua , akibat hukum yang lahir setelah keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi No.93/PUU-X/2012 adalah pilihan forum penyelesaian sengketa secara non-litigasi tidak lagi terbatas

Dasar hukum pelaksanaan eksekusi putusan Basyarnas Dalam Menyelesaikan Sengketa Perbankan Syariah Setelah Lahir- nya Mahkamah Konstitusi Nomor 93/ PUU-X/2012 adalah lahirnya

Penyelesaian sengketa atas merek Ikea di Indonesia di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghapuskan hak merek Ikea Swedia dan diperkuat oleh keputusan Mahkamah Agung dengan

Oleh karena itu, didalam penulisan skripsi ini akan dibahas mengenai hal-hal apa saja yang berkaitan dengan, pengaturan penyelesaian sengketa dam perdamaian menurut hukum Islam,

Penyelesaian sengketa hasil pemilihan umum kepala anggota DPR, DPD dan DPRD yang terjadi dan dilakukan Mahkamah Konstitusi merupakan penegakan hukum dalam