PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) BAGI SISWA AUTIS DI SD PURBA ADHIKA SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh :
ELA RAHAYUNINGSIH 1110011000107
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
I,EMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi berjudul "Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi siswa
AutisdiSDPurbaAdhikaSekolahPenyelenggaraPendidikanlnlrlusif'
disusun oleh
Ela
Rahayuningsih,NIM
1110011000107, Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan' Universitas IslamNegeri Syarif Hidayatuliah Jakarta Telah melalui bimbingan dan dinyatakan
sah
sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah
sesuai
ketentuan yang ditetapkan oleh Fakultas'
Jakuia,24 Januari 201 5
Yang Mengesahkan,
Pembimbing
N
autis
di
SD Purba Adhika
Sekolah Pendidikandisusun
oleh
ELA
RAHAYUNINGSIHNomor
Induk
Mahasiswa1110011000107, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah
pada tanggal 23 Februari 2015 dihadapkan dewan penguji. Karena itu, penulis
berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.I) dalam bidang Pendidikan Agama Islam.
Iakarta, 23 Februari 201 5
Panitia Ujian Munaqasah
Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi)
Dr. Abdul Maiid Khon. M.Ag
NIP.19580707 198703 1 005
Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Prodi)
Marhamah Shaleh. Lc. MA
NIP. 19720313 200801 2 010
Penguji I
Drs. Masan AF, M.Pd NIP.19510716 198103 1 005
Penguji
II
Henv Narendrani Hidavati. M.Pd
NrP. 19710512 199603 2 002
Dekan F
)<t
:" 13
.2Dts
/7th.{7
zcl
tlv
/etr1
Yang bertanda tangan
Nama : E1a RahaYuningsih
NIM
:1110011000107Jurusan
: Pendidikan Agama lslam (PAI)Alamat
: Kp' Baru Rt0i0/008' Cakung Barat' Cakung'Jakarta Timur
MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA
Bahwa skipsi yang berjudul 'oPembelaiaran Pendidikan
Agama Islam (PAI)
bagi Siswa Autis di SD Purba Adhika Sekotah Penyelenggara
Pendidikan
lnklusif'
adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:Nama Pembimbing : Dra. Hj. Zikri
Neni Iska' M Psi
NIP
:19690206199503 2 001JurusarVProgram
Studi
: Pendidikan AgamaIslam (PAl)
Demikian sltrat pemyataan
ini
saya buat dengansesungguhnya dan saya siap
menerima segala konsekuensi apabila terbukti
bahwa skripsi ini bukan hasil karya
sendiri.
Iakatta' 24 Januari 2015
i
ABSTRAK
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Siswa Autis di SD Purba Adhika Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif
Kata Kunci: Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), Siswa Autis, Sekolah Penyelenggara pendidikan Inklusif.
ii
ABSTRACT
Learning of Islamic Education (PAI) for Autistic Students the purba adhika Organizers Inclusive Schools
Keywords: Learning of Islamic Education (PAI), Student Autism, Organizers Inclusive Schools.
iii
KATA PENGANTAR
ميحرلا نمحرلا ها مسب
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan taufik dan
Hidayah-Nya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi. Shalawat serta salam penulis
haturkan kepada Nabi Muhammad suritauladan bagi umat islam. Selesainya
skripsi ini tidak terlepas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan
terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., Dekan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag., Ketua Jurusan Pendidikan
Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
3. Ibu Marhamah Saleh, MA., Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama
Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Drs., Masan AF, M.Pd., sebagai dosen pembimbing akademik
yang penuh perhatian dan pengertian, dalam membimbing dan
memotivasi penulis selama ini mulai dari awal kuliah hingga sampai
saat ini, semoga Bapak selalu mendapat keberkahan dari Allah SWT.
5. Ibu Dra. Hj. Zikri Neni Iska, M.Psi., sebagai Dosen Pembimbing
Skripsi, yang dengan tulus dan ikhlas telah meluangkan waktu, tenaga,
dan pikirannya untuk memberikan bimbingan, arahan, nasihat, dan
ilmu kepada penulis hingga pada tahap penyelesaian skripsi ini.
6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta
bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu
yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah
iv
7. Keluarga Besar SD Purba Adhika, khususnya Ibu Titis, Ibu Irma,
Bapak Nurdin, Ibu Ikke, dan rekan-rekannya yang telah memberikan
bantuan kepada penulis.
8. Untuk orang tuaku tercinta, “Bapak” Mardi dan “Mama” Ngadiyem yang selalu melimpahkan do’a, dukungan, pengertian, nasehat, kesabaran, dan cintanya sehingga penulis dapat selalu bersyukur
kepada Allah SWT dan dapat menyelesaikan pendidikan di perguruan
tinggi ini. Dan untuk adikku tersayang Riyan Nur Hidayah yang selalu memberikan semangat dan do’anya kepada penulis sehingga skripsi ini selesai. Semoga Allah memberikan rahmat, lindungan, ampunan, dan
keberkahan-Nya kepada keluarga kita.
9. Sahabat Kepompong (Nuna, Fathin, Anggun, dan Refqi), sahabat
kura-kura ninja (Isma, Ana, Ina, dan Choy), keluarga besar molose PAI
2010 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, dan keluarga besar
F5 Ka Titin, Ka Ade, Wanti, Dewi, Anjani, Indah, Pipit, dan Dina serta
seluruh teman-teman Pendidian Agama Islam (PAI) angkatan 2010.
Terima kasih atas cerita indah yang telah kalian berikan.
10.Dan untuk “Liebe” Andy yang selalu melimpahkan do’a, dukungan, semangat, nasehat, pengertian, kesabaran, dan sayang tulusnya kepada
penulis, semoga Allah selalu meridhoi kita untuk cita-cita dan tujuan
selanjutnya. InsyaAllah
Ucapan terima kasih juga ditunjukkan kepada semua pihak yang
namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Skripsi ini masih banyak ditemui berbagai kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan penulis terima. Dan
penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pribadi khususnya
dan para pembaca umumnya. Akhirnya hanya kepada Allah segala
sesuatunya penulis kembalikan.
Jakarta, 24 Januari 2015
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 9
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 9
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 10
BAB II KAJIAN TEORI ... 11
A. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam... 11
1. Pengertian Pembelajaran ... 11
2. Perencanaan Pembelajaran ... 12
a. Pengertian Perencanaan Pembelajaran ... 12
b. Fungsi Perencanaan Pembelajaran ... 13
c. Manfaat Perencanaan Pembelajaran ... 14
3. Pelaksanaan Pembelajaran ... 14
4. Evaluasi Pembelajaran ... 18
a. Pengertian Evaluasi Pembelajaran ... 18
b. Fungsi dan Tujuan Evaluasi Pembelajaran ... 18
5. Pendidikan Agama Islam ... 19
B. Hakikat Autis ... 20
1. Pengertian Autis ... 20
2. Karakteristik Autis ... 21
3. Faktor Penyebab Autis ... 22
vi
1. Pengertian Pendidikan Inklusif ... 25
2. Tujuan Sekolah Inklusif ... 27
3. Karakteristik Sekolah Pendidikan Inklusif ... 28
4. Kurikulum Sekolah Pendidikan Inklusif ... 29
5. Penerimaan Siswa Baru Setting Pendidikan Inklusif ... 32
6. Penempatan Anak Dalam Kelas Inklusif ... 33
D. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Siswa Autis di Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif ... 34
E. Hasil Penelitian yang Relevan ... 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 37
B. Latar Penelitian ... 37
C. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 38
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data... 39
E. Pemeriksaan dan Pengecekan Keabsahan Data ... 41
F. Analisis Data ... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44
A. Deskripsi Data ... 44
1. Profil SD Purba Adhika ... 44
2. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Siswa Autis ... 45
a. Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Bagi Siswa Autis ... 45
b. Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Bagi Siswa Autis ... 46
c. Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Siswa Autis ... 52
B. Pembahasan ... 55
1. Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Siswa Autis ... 55
vii
Siswa Autis ... 57
3. Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Siswa Autis ... 59
BAB V KESIMPULAN ... 61
A. Kesimpulan ... 61
B. Implikasi ... 62
C. Saran ... 62
DAFTAR PUSTAKA ... 64
viii
DAFTAR GAMBAR
hal Gambar 4.1 Gedung Sekolah SD Purba Adhika ... 44
Gambar 4.2 Halaman Sekolah SD Purba Adhika ... 44
Gambar 4.3 Lapangan Upacara SD Purba Adhika... 44
Gambar 4.4 Ruang TataUsaha, Ruang Guru, dan Ruang Kepala Sekolah ... 45
Gambar 4.5 Keadaan Kelas saat Proses Pembelajaran ... 48
[image:12.595.164.493.184.557.2]Gambar 4.6 Keterlibatan siswa dalam media yang guru R buat ... 49
Gambar 4.7 Respon Belajar Siswa A dan Siswa B
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1 Lembar Observasi Guru ... 67
Lampiran 2 Lembar Observasi Siswa ... 69
Lampiran 3 Pedoman Wawancara Kepala Sekolah ... 71
Lampiran 4 Pedoman Wawancara Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) .... 72
Lampiran 5 Pedoman Wawancara Guru Pendamping Khusus ... 74
Lampiran 6 Hasil Wawancara Kepala Sekolah ... 75
Lampiran 7 Hasil Wawancara Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) ... 77
Lampiran 8 Hasil Wawancara Guru Pendamping Khusus ... 80
Lampiran 9 Silabus Pendidikan Agama Islam (PAI) Kelas 3 ... 82
Lampiran 10 RPP Pendidikan Agama Islam (PAI) Kelas 3 ... 98
Lampiran 11 Soal Ulangan Harian Kelas 3... 118
Lampiran 12 Soal Ujian Tengah Semester Kelas 3 ... 120
Lampiran 13 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 125
Lampiran 14 Uji Referensi ... 126
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah menciptakan manusia di dunia ini dalam keadaan yang
bermacam-macam. Ada yang diciptakan dalam keadaan normal dan ada juga yang di
ciptakan dalam keadaan khusus. Manusia juga terlahir dengan berbagai macam
potensi dan bakat yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Sebaiknya
potensi dan bakat yang dimiliki manusia itu dapat dikembangkan, agar hidupnya
menjadi lebih indah dan mendapatkan kebahagiaan. Maka dari itu, agar potensi
dan bakat yang dimiliki manusia dapat berkembang, dibutuhkan usaha sadar
manusia, terutama manusia dewasa yang dapat membimbing dan mengantarkan
anak-anak mereka agar dapat memperoleh kebahagiaan. Untuk dapat mewujudkan
semua usaha tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan formal dan pendidikan
non formal.
Di dalam pendidikan, baik pendidikan formal maupun nonformal juga
sangat diperlukan yang namanya komunikasi. Karena komunikasi merupakan
sarana yang dapat mempermudah interaksi antar manusia di dalam dunia
pendidikan. Sekarang ini komunikasi dan pendidikan merupakan bagian yang
penting dan tidak terpisahkan dalam perkembangan sains dan teknologi.
Pendidikan sebagai upaya untuk membantu manusia mencapai realitas diri dengan
mengoptimalkan semua potensi kemanusiaan. Kecenderungan ke masa yang akan
datang adalah pendidikan untuk semua (educational for all) yang tidak
diskriminatif.1 Hal ini sesuai dengan pernyataan umum tentang hak asasi manusia tahun 1948 pasal 26 bahwa Setiap orang berhak mendapat pendidikan. Pendidikan
harus gratis, setidak-tidaknya untuk tingkat sekolah rendah dan pendidikan
dasar.Pendidikan rendah harus diwajibkan.Pendidikan teknik dan jurusan secara
1
umum harus terbuka bagi semua orang, dan pengajaran tinggi harus secara adil
dapat diakses oleh semua orang, berdasarkan kepantasan.2
Kerangka dasar pendidikan untuk semua (PUS) tahun 2000 menyatakan
bahwa Memperluas dan meningkatkan pendidikan dan perawatan anak usia dini
yang komprehensif khususnya untuk anak-anak yang paling rentan dan kurang
beruntung.Jadi Semua anak harus dibesarkan di lingkungan yang aman dan
perhatian yang mengijinkan mereka menjadi sehat, waspada dan aman serta dapat
belajar. Satu dekade yang lalu telah memberikan banyak bukti bahwa kualitas
yang baik pendidikan dan perawatan anak usia dini, baik dalam keluarga dan
dalam program yang terstruktur, mempunyai dampak yang positif pada
keselamatan, pertumbuhan, pengembangan dan potensi belajara nak-anak.
Program tersebut harus komprehensif fokus terhadap kebutuhan anak dan
kesehatan, nutrisi dan higienis serta pengembangan kognitif dan
psiko-sosial.Program ini harus menyediakan bahasa ibu anak dan membantu untuk
mengidentifikasi dan memperkaya pendidikan dan perawatan anak berkebutuhan
khusus.Kerja sama mitra antara pemerintah, LSM, masyarakat dan keluarga dapat
membantu menjamin penyediaan pelayanan dan pendidikan anak dengan baik,
khususnya mereka yang kurang beruntung melalui kegiatan yang terpusat pada
anak, fokus pada keluarga dan berbasis di masyarakat.3
Sesuai dengan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional, yang mengamanatkan agar setiap warga Negara memiliki
hak yang sama untuk memperoleh pendidikan.4Hal ini sesuai dengan pernyataan umum tentang Hak Asasi Manusia tahun 1948 bahwa Semua orang dilahirkan
merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai
akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat
persaudaraan.5Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa setiap manusia memiliki hak yang sama di dalam pendidikan dan tidak terdapat diskriminasi atau
2
Situs: http://www.ohchr.org/EN/UDHR/Pages/Language.aspx?LangID=inz
3
http://www.unesco.org/education/efa/wef_2000/
4
Tim RedaksiNuansa, UU SistemPendidikanNasional (SISDIKNAS), (Jakarta: NuansaAulia,
2012), h. 25
5
perbedaan perlakuan pendidikan, terutama bagi anak yang memiliki keadaan
khusus.
Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang karena suatu hal khusus
(baik yang berkebutuhan khusus permanen dan yang berkebutuhan khusus
temporer) membutuhkan pelayanan pendidikan khusus, agar potensinya dapat
berkembang secara optimal. Anak berkebutuhan khusus terdiri dari anak
berkebutuhan khusus permanen yang memerlukan pendidikan khusus (PK) dan
anak berkebutuhan khusus temporer yang memerlukan layanan pendidikan khusus
(PLK).Anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanen yaitu mereka yang
memperoleh hambatan belajar dan hambatan perkembangan karena penyebabnya
berasal dari dalam dirinya (contohnya tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, tuna
grahita, tuna daksa, tuna laras, lamban belajar, kesulitan belajar, autis, memiliki
gangguan motorik, dan lain-lain).sedangkan anak berkebutuhan khusus yang
bersifat temporer yaitu mereka yang memperoleh hambatan belajar dan hambatan
perkembangan karena penyebabnya berasal dari luar dirinya. Contohnya anak
yang berasal dari keluarga yang tidak mampu, anak dari masyarakat yang
terasing, dan sebagainya.6
Siswa autis adalah siswa yang memiliki gangguan perkembangan
neurobiologis yang sangat komplek atau berat dalam kehidupan yang panjang,
yang meliputi gangguan pada aspek perilaku, interaksi sosial, komunikasi, dan
bahasa, serta gangguan emosi dan persepsi sensori bahkan pada aspek
motoriknya. Jika perilaku bermasalah maka dua aspek interaksi sosial dan
komunikasi dan bahasa akan mengalami kesulitan dalam berkembang. Sebaliknya
bila kemampuan komunikasi dan bahasa anak tidak berkembang, maka anak akan
kesulitan dalam mengembangkan perilaku dan interaksi sosial yang bermakna.
Demikian pula jika anak memiliki kesulitan dalam berinteraksi sosial. Gejala autis
ini muncul pada usia sebelum tiga (3) tahun.7 Jika melihat pengertian siswa autis diatas, bahwa siswa autis memiliki gangguan perkembangan pada aspek perilaku,
interaksi sosial, komunikasi, dan bahasa, serta gangguan emosi dan persepsi
6
Ibid., h.23
7
sensori bahkan pada aspek motoriknya. Dengan demikian, lalu bagaimana siswa
autis dapat mengikuti pembelajaran dengan baik di sekolah, sedangkan mereka
dalam kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan orang lain saja
mengalami kesulitan.
Berdasarkan data dari UNESCO pada tahun 2011 tercatat 35 juta orang
penyandang autisme di seluruh dunia.Ini berarti rata-rata 6 dari 1000 orang di
dunia mengidap autisme.8Sedangkan di Indonesia, pada 2010, jumlah penderita autisme diperkirakan mencapai 2,4 juta orang. Hal itu berdasarkan data yang
dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik.Pada tahun tersebut jumlah penduduk
Indonesia mencapai 237,5juta orang dengan laju pertumbuhan 1,14 persen.
Jumlah penderita autisme di Indonesia diperkirakan mengalami penambahan
sekitar 500 orang setiap tahun.9
Atas dasar inilah penulis tertarik untuk meneliti salah satu tipe anak
berkebutuhan khusus, yaitu autis. Karena penulis ingin mengetahui bagaimana
siswa autis dalam mengikuti proses pembelajaran selama di sekolah dengan
kesulitan dan gangguan perkembangan yang mereka miliki.
Oleh karena itu, mereka inilah (penyandang autimse) yang selayaknya
mendapatkan perhatian dan pendidikan yang khusus dari pemerintah. Pemerintah
memiliki kewajiban menyediakan dan memfasilitasi semua kebutuhan pendidikan
bagi para penyandang autis. Ini sesuai dengan salah satu point yang terdapat
dalam peraturan pemerintah Nomor 70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bahwa “ memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua siswa yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau memiliki potensi
kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya”.10
Dalam Al-Qur’an juga dijelaskan pada Q.S An-Nisaa’ ayat 9
8
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/04/09/mkz2un-112000-anak-indonesia-diperkirakan-menyandang-autisme
9
http://www.tempo.co/read/news/2012/07/18/060417730/Laju-Perkembangan-Autisme
10
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar. (Q.S An-Nisaa’:9)11
Sekolah penyelenggara pendidikan inklusifmerupakan tempat atau wadah
bagi anak-anak yang memiliki keadaan khusus seperti anak autis dan yang
lainnya. Karena pendidikan inklusif di sini adalah pendidikan yang menghargai
pendidikan anak dan memberikan pelayanan kepada setiap anak sesuai dengan
kebutuhannya. Atau bisa disebut juga bahwa pendidikan inklusif itu merupakan
pendidikan yang tidak diskriminatif.Menurut permendiknas nomor 70 tahun 2009
tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa, pasal 1 bahwa: pendidikan
inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan
kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau
pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta
didik pada umumnya12
Sedangkan menurut Meijer, CJW., (1997) menyatakan bahwa pendidikan
inklusif sebagai suatu persyaratan yang tepat agar pendidikan bermutu tinggi
untuk masyarakat dengan memasukkan anak yang memiliki keadaan khusus
dalam sekolah reguler. Jika dipakai pengertian di atas, pendidikan inklusif
menuntut semua anak yang memliki keadaan khusus harus belajar di kelas yang
sama dengan teman-teman sebayanya pada sekolah reguler yang ada
disekitarnya.13 Dengan demikian, pendidikan inklusif di sini juga menuntut guru
11
Usman El-Qurtuby, Al-Qur’an Cordoba, (Bandung: PT Cordoba Internasional Indonesia), cet ke-1, h. 78
12
Ibid., h. 8
13
mampu mengelola kelas sehingga siswa yang memiliki keadaan normal dengan
siswa yang memiliki keadaan khusus dapat terlayani dengan baik.
Tujuan pendidikan inklusif adalah memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional,
mental, dan sosial, atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa
untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya serta mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai
keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik. Selain itu,
pendidikan inklusif juga memiliki fungsi yaitu bahwa pendidikan
inklusifmenjamin semua peserta didik mendapat kesempatan dan akses yang sama
untuk memperoleh layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya dan
bermutu di berbagai jalur, jenis, dan jenjang pendidikan serta menciptakan
lingkungan pendidikan yang kondusif bagi semua peserta didik untuk
mengembangkan potensi secara optimal.14
Proses pembelajaran di sekolah inklusif, meliputi perencanaan
pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi pembelajaran dibutuhkan
penyesuaian terhadap siswa berkebutuhan khusus, agar siswa berkebutuhan
khusus juga dapat mengikuti proses pembelajaran. Dalam menyusun perencanaan
pengajaran bersetting pendidikan inklusif, antara lain identifikasi, asesmen,
kurikulum, silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Pembelajaran
setting pendidikan inklusif mempertimbangkan prinsip-prinsip pembelajaran yang
disesuaikan dengan karakteristik belajar siswa. Proses pembelajaran juga harus
disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa ( metode, media, dan
sumber belajar). Evaluasi pembelajaran bersetting inklusif, melakukan evaluasi
hasil belajar kepada siswa diperlukan penyesuaian yang sesuai dengan jenis
hambatannya. Penyesuaian-penyesuaian tersebut meliputi waktu, penyesuaian
cara, dan penyesuaian isi.15
Kurikulum yang digunakan di sekolah inklusif adalah kurikulum yang
reguler, kurikulum modifikasi, dan kurikulum yang diindividualisasikan sesuai
14
Kustawan, op. cit., h. 9
15
dengan kemampuan dan karakteristik peserta didik. Modifikasi dapat dilakukan
dengan cara memodifikasi alokasi waktu atau isi/materi.16 Manajemen tenaga kependidikan di sekolah inklusif sangat perlu diperhatikan, agar anak-anak yang
berkebutuhan khusus bisa mendapatkan perhatian yang lebih ketika proses belajar
mengajar berlangsung.Kekhasan manajemen tenaga pendidik pada sekolah
inklusif adalah dalam pengaturan pembagian tugas dan pola kerja antara guru
pembimbing khusus dan guru reguler.Guru reguler bertanggung jawab dalam
pembelajaran bagi semua peserta didik di kelasnya. Sedangkan guru pembimbing
khusus bertanggung jawab memberikan layanan pembelajaran bagi anak
berkebutuhan khusus, baik yang berada pada kelas reguler maupun pada kelas
khusus. Dalam keadaan tertentu guru pembimbing khusus dapat mendampingi
peserta didik pada saat peserta didik mengikuti pembelajaran yang disampaikan
oleh guru reguler.17
Terdapat beberapa keuntungan dengan adanya siswa berkebutuhan khusus
di sekolah inklusif, yaitu sebagai gambaran diri siswa yang lebih positif,
keterampilan sosial siswa yang lebih baik, siswa lebih sering berinteraksi dengan
teman-teman sebaya yang normal, perilaku siswa yang lebih sesuai di kelas,
prestasi akademik siswa yang setara (dan terkadang lebih tinggi) dengan prestasi
siswa yang dicapai bila ditempatkan dalam kelas khusus.18 Pada umumnya siswa autis pada proses pembelajaran dibutuhkan pengelompokkan khusus, sehingga
mereka dapat mengikuti semua pelajaran dengan baik, termasuk pelajaran
Pendidikan Agama Islam (PAI).
Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga
mengimani, ajaran agama islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati
penganut agama Lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat
beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa. Menurut Zakiyah
16
Pedoman manajemen sekolah inklusif pendidikan dasar, (Jakarta: Departemen pendidikan nasional, 2008), h. 7
17
Ibid., h. 9
18
Jeanne Ellis Ormrod, psikologi pendidikan: membantu siswa tumbuh dan berkembang
Daradjat sebagaimana dikutip Oleh Abdul Majid, Dian Andayani pendidikan
agama islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar
senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh.19
Tujuan Pendidikan Agama Islam yaitu untuk membimbing dan
mengarahkan anak didik supaya menjadi muslim yang beriman teguh sebagai
refleksi dari keimanan yang telah dibina oleh penanaman pengetahuan agama
yang harus dicerminkan dengan akhlak yang mulia sebagai sasaran akhir dari
pendidikan agama itu.20
Dalam kemampuan memahami ajaran islam penting diperoleh bagi siswa
autis agar mereka dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik dan dapat
memusatkan perhatian mereka ketika proses pembelajaran sedang berlangsung.
Karena ketika konsentrasi anak-anak seperti mereka berkurang, maka mereka
akan mengalami kesulitan dalam belajar.
Berdasarkanstudipendahuluan yang dilakukanpadatanggal 25 Agustus
2014 ditemukan bahwa ketika peneliti melakukan wawancara dengan guru
Pendidikan Agama Islam (PAI) mengenai Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
(PAI) bagi siswa autis, guru Pendidikan Agama Islam (PAI) tersebut
mengutarakan kendala yang ditemukan ketika mengajar bidang studi Pendidikan
Agama Islam (PAI) khususnya bagi siswa autis. Hal ini disebabkan karena siswa
autis ini memiliki kemampuan yang berbeda dengan siswa yang tidak autis dan
yang menjadi kendala dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam juga
disebabkan oleh jumlah jam pelajaran yang sedikit. Sehingga guru cenderung
merasakan kurang maksimal di dalam mengajar, khususnya terhadap siswa
autis.Sedangkan permasalahan yang dihadapi oleh siswa autis pada saat
pembelajaran Pendidikan Agama Islam yaitu bahwa mereka terkadang sulit
menerima penjelasan yang dijelaskan oleh guru bidang studi, Karena pada
umumnya siswa autis tidak memiliki konsntrasi penuh dan suka berkhayal pada
saat pembelajaran berlangsung.21
19
ZakiahDrajat, IlmuPendidikan Islam, (Jakarta: BumiAksara, 1992), h. 98
20
Abdul RahmanShaleh, Pendidikan Agama dan Pembangunan untukBangsa, (Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2005), h. 27
21
Dari uraian dan penjelasasan yang telah dikemukakan di atas, peneliti
tertarik untuk meneliti pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi siswa
autis di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Penelitian tersebut dimulai
dari perencanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi siswa autis,
pelaksannan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi siswa autis, dan
evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi siswa autis.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka muncul berbagai
permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Siswa autis memiliki konsentrasi dan pemusatan perhatian yang kurang
maksimal pada saat pembelajaran Pendidikan Agama Islam berlangsung
2. Siswa autis belum mendapat penanganan yang sesuai dengan kondisinya
3. Guru Pendidikan Agama Islam belum menggunakan media pendekatan yang
tepat untuk siswa autis dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
4. Guru Pendidikan Agama Islam cenderung memiliki kendala ketika mengajar
siswa autis.
5. Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) cenderung mengajar sesuai dengan
kemampuan siswa reguler karena jumlah mereka yang relatif lebih banyak
dibanding siswa yang autis
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka
peneliti membatasi penelitian pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
bagi siswa autis kelas tiga (3)
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut di atas, maka masalah yang
akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana perencanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi
siswa autis kelas tiga (3)?
2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi
3. Bagaimana evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi siswa
autis kelas tiga (3)?
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. untuk mengetahui perencanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
bagi siswa autis kelas tiga (3),
2. untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
bagi siswa autis kelas tiga (3),
3. untuk mengetahui evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi
siswa autis kelas tiga (3)
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi peneliti, sebagai sumber informasi dan pengetahuan yang bermanfaat
mengenai siswa autis dan pembelajaran di sekolah penyelenggara inklusif
2. Bagi guru, sebagai referensi model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
(PAI) bagi siswa autis
3. Bagi orang tua, sebagai masukan untuk lebih memperhatikan perkembangan
11
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) 1. Pengertian Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar. Menurut
Shaffer, “Belajar merupakan proses perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman-pengalaman atau praktek.”1
Pengertian belajar menurut Anung Haryono adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi hingga ke liang lahat nanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotor), maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif).2
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah proses
perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman dan berlangsung seumur hidup
Pembelajaran atau pengajaran menurut Degeng adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Dalam pengertian ini secara implisit dalam pengajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil pengajaran yang diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode ini didasarkan pada kondisi pengajaran yang ada. Kegiatan ini pada dasarnya merupakan inti dari perencanaan pembelajaran.3
Pendapat lain dikemukakan oleh Ocmar Amalik,“pembelajaran adalah prosedur dan metode yang ditempuh oleh pengajar untuk memberikan kemudahan
bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar secara aktif dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran.”4
1
Rusda Kota Sutadi, dkk., Belajar dan Pembelajaran, (Semarang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Institute Keguruan dan Ilmu Pendidikan, 1996), h. 2
2
Anung Haryono, Media Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 1 3
Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), cet. ke-6,
h. 2 4
Asep Hery Hernawan, dkk, Belajar dan Pembelajaran SD, (Bandung: UPI PRESS, 2007),
Sedangkan Mohammad Surya menjelaskan bahwa pembelajaran adalah
“suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.5
Dari pendapat yang dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
pembelajaran penekanannya pada kegiatan belajar siswa yang telah dirancang
oleh guru melalui usaha yang terencana melalui prosedur dan metode tertentu agar
terjadi proses perubahan perilaku bagi peserta didik.
2. Perencanaan Pembelajaran
Pembelajaran dilaksanakan melalui tiga tahap yaitu perencanaan
pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.
a. Pengertian Perencanaan Pembelajaran
Pembelajaran yang baik terjadi melalui suatu proses. Proses pembelajaran
yang baik hanya bisa diciptakan melalui perencanaan yang baik dan tepat.
Perencanaan pembelajaranlah yang menjadi unsur utama dalam pembelajaran dan
salah satu alat paling penting bagi guru. Guru yang baik akan selalu membuat
perencanaan untuk kegiatan pembelajarannya, maka tidak ada alasan mengajar di
kelas tanpa perencanaan pembelajaran.
Perencanaan pembelajaran menurut Ibrahim adalah secara garis besar perencanaan pembelajaran mencakup kegiatan merumuskan tujuan apa yang akan dicapai oleh suatu kegiatan pembelajaran, cara apa yang dipakai untuk menilai pencapaian tujuan tersebut, materi dan bahan apa yang akan disampaikan , bagaimana cara menyampaikannya, serta alat atau media apa yang diperlukan.6
Pengertian lain mengenai perencanaan pembelajaran dikemukakan oleh Toeti
Sukamto yang mendefinisikan bahwa perencanaan pembelajaran sebagai “usaha untuk mempermudah proses belajar mengajar maka diperlukan perencanaan
pembelajaran”.7
Sedangkan perencanaan pembelajaran menurut Nana Sudjana adalah kegiatan memproyeksikan tindakan apa yang akan dilaksanakan dalam suatu pembelajaran (PBM) yaitu dengan mengkoordinasikan (mengatur dan
5
Ibid., h. 4
6
Sugiyar, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009), h. 8
7
merespon) komponen-komponen pembelajaran, sehingga arah kegiatan (tujuan), isi kegiatan (materi), cara penyampaian kegiatan (metode dan teknik, serta bagaimana mengukurnya (evaluasi) menjadi jelas dan sistematis.8
Dari pendapat yang dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
perencanaan pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu rangkaian yang saling
berhubungan antara unsur dan komponen lainnya yang terdapat dalam
pembelajaran.
b.Fungsi Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan pembelajaran memiliki beberapa fungsi, antara lain sebagai
berikut:
1) Fungsi Kreatif
Pembelajaran dengan menggunakan perencanaan yang matang, akan dapat memberikan umpan balik yang dapat menggambarkan berbagai kelemahan yang terjadi. Melalui umpan balik itulah guru dapat meningkatkan dan memperbaiki program.
2) Fungsi Inovatif
Suatu inovasi akan muncul jika kita memahami adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Kesenjangan itu hanya mungkin dapat dipahami, jika kita memahami proses yang dilaksanakan secara sistematis.
3) Fungsi Selektif
Melalui proses perencanaan kita dapat menyeleksi strategi mana yang kita anggap lebih efektif dan efesien untuk dikembangkan. Fungsi selektif ini juga berkaitan dengan pemilihan materi pelajaran yang dianggap sesuai dengan tujuan pembelajaran.
4) Fungsi Komunikatif
Suatu perencanaan yang memadai harus dapat menjelaskan kepada setiap orang yang terlibat, baik kepada guru, pada siswa, kepala sekolah bahkan kepada pihak eksternal seperti kepada orang tua dan masyarakat. Dokumen perencanaan harus dapat mengkomunikasikan kepada setiap orang baik tentang tujuan dan hasil yang ingin dicapai, strategi atau rangkaian kegiatan yang dapat dilakukan
5) Fungsi Prediktif
Perencanaan yang disusun secara benar dan akurat, dapat menggambarkan apa yang akan terjadi setelah dilakukan suatu
treatment sesuai dengan program yang disusun. Melalui fungsi prediktifnya, perencanaan dapat menggambarkan berbagai kesulitan yang akan terjadi. Di samping itu, fungsi prediktif dapat menggambarkan hasil yang akan diperoleh.
8
6) Fungsi Akurasi
Melalui proses perencanaan guru dapat menakar setiap waktu yang diperlukan untuk menyampaikan bahan pelajaran tertentu. Guru dapat menghitung jam pelajaran efektif, melalui program perencanaan
7) Fungsi Pencapaian Tujuan
Pembelajaran memiliki dua sisi yang sama pentingnya, yakni sisi hasil belajar dan sisi proses belajar. Melalui perencanaan itulah kedua sisi pembelajaran dapat dilakukan secara seimbang.
8) Fungsi Kontrol
Melalui perencanaan kita dapat menentukan sejauh mana materi pelajaran telah dapat diserap oleh siswa, materi mana yang sudah dan belum dipahami oleh siswa. Dalam hal inilah perencanaan berfungsi sebagai kontrol, yang selanjutnya dapat memberikan balikan kepada guru dalam mengembangkan program pembelajaran selanjutnya.9 c. Manfaat Perencanaan Pembelajaran
Manfaat perencanaan pembelajaran adalah sebagai berikut:
1) Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan pembelajaran
2) Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap
unsur yang terlibat dalam kegiatan
3) Sebagai pedoman kerja, baik unsur guru maupun siswa dan siswi
4) Sebagai alat ukur efektif tidaknya sesuatu kegiatan, sehingga setiap
saat diketahui ketepatan dan kelambatan kegiatan tersebut
5) Untuk bahan penyusunan data agar tidak terjadi kesenjangan dalam
kegiatan pembelajaran
6) Untuk menghemat waktu, tenaga, dan alat10 3. Pelaksanaan Pembelajaran
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses komunikasi transaksional antara
guru dan siswa dimana dalam proses tersebut bersifat timbal balik. Proses
transaksional juga terjadi antara siswa dengan siswa. Komunikasi transaksional
adalah bentuk komunikasi yang dapat diterima, dipahami, dan disepakati oleh
pihak-pihak yang terkait dalam proses pembelajaran.
Di dalam kata pembelajaran sebenarnya di tekankan pada kegiatan belajar
siswa melalui usaha yang terencana dalam meliputi sumber-sumber belajar agar
9
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain SIstem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 35
10
terjadi proses belajar, yang terpenting adanya komunikasi timbal balik diantara
keduanya. Baik itu secara langsung maupun tidak langsung atau melalui media.11 Secara umum ada tiga pokok dalam tahap pembelajaran, yakni tahap kegiatan
pendahuluan, tahap kegiatan inti pembelajaran, dan tahap kegiatan penutup.
Pelaksanaan pembelajaran memiliki beberapa istilah, misalnya pendekatan
pembelajaran, model pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran,
dan media pembelajaran. Hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut.
a. Pendekatan pembelajaran
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran. Roy Killen dalam bukunya sanjaya mencatat
bahwa ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat
pada guru dan pendekatan yang berpusat pada siswa.12
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan
pembelajaran adalah titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran dalam membahas konsep suatu pelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang biasanya disebut kebijakan guru.
b. Model pembelajaran
Menurut Trianto model pembelajaran adalah “suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di
kelas atau pembelajaran dalam tutorial”. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan
pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran,
dan pengelolaan kelas.13
Joyce dan Weil (1992:1) juga mengatakan bahwa: “Models of teacnhing are really models of learning. As we help student acquire information, ideas, skills,
value, ways of thinking and means of expressing themselves, we are also teaching
them how to learn”. Hal ini, berarti dapat diartikan juga bahwa model pengajaran merupakan model pembelajaran. Saat ini membantu siswa memperoleh informasi,
11
Asep Hery Hernawan. loc. Cit.,
12
Wina Sanjaya, op. cit., h. 125
13
ide-ide, keterampilan, nilai, cara untuk mengekspresikan diri mereka sendiri, kita
juga mengajarkan mereka bagaimana cara belajar.14
Sedangkan menurut soekamto, mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.15
Berdasarkan beberapa pendapat di atas , dapat ditarik kesimpulan bahwa
model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur
sistematis yang dilakukan oleh guru untuk membantu siswa dalam mencapai
berbagai tujuan pembelajaran.
c. Strategi pembelajaran
Kemp menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah “suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran
dapat dicapai secara efektif dan efisien”.16
Menurut Joni strategi pembelajaran adalah, “suatu prosedur yang digunakan untuk memberikan suasana yang kondusif kepada siswa dalam rangka mencapai
tujuan pembelajaran”. Gerlach dan Elly (1989) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah “suatu cara yang dipilih untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu”.17
Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran
adalah suatu prosedur yang dilaksanakan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
d. Metode Pembelajaran
Faturrohman dan Sutikno mengatakan bahwa metode pembelajaran
merupakan, “cara-cara penyajian bahan pembelajaran kepada siswa untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan”. Dengan demikian, salah satu
14
Ibid., h. 51 Trianto. loc. cit.
15
Junaedi, dkk, Strategi Pembelajaran, LAPIS PGMI, 2008, h. 1.10
16
Ibid., h. 1.8
17
keterampilan guru yang memegang peran penting dalam pengajaran adalah
keterampilan memilih metode.18
Menurut Sanjaya, metode pembelajaran adalah “upaya
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar
tujuan pembelajaran yang telah disusun tercapai secara optimal.”19
Sedangkan menurut Masitoh dan Dewi, metode pembelajaran adalah “cara yang digunakan guru dalam membelajarkan siswa agar terjadi interaksi antara
guru dan siswa dalam proses pembelajaran.”
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa metode
pembelajaran adalah cara yang digunakan guru kepada siswa dalam upaya
mengimplementasikan rencana yang telah disusun agar tercapainya tujuan
pembelajaran.
e. Media Pembelajaran
Media merupakan kata jamak dari “medium” , yang berarti perantara atau
pengantar. Istilah media dapat digunakan dalam dunia pendidikan sehingga
istilahnya menjadi media pembelajaran.
Menurut Rossi dan Breidle mengemukakan bahwa media pembelajaran
adalah “seluruh alat atau bahan yang dapat pakai untuk mencapai tujuan pendidikan, seperti radio, televisi, buku, Koran, majalah, dan sebagainya”. Namun demikian, media bukan hanya alat atau bahan saja, tetapi hal-hal lain yang
memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan.20
Menurut Daryanto media adalah “salah satu komponen komunikasi”. Berdasarkan definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa media pembelajaran
merupakan sarana perantara dalam proses pembelajaran.21
Sedangkan menurut Gerlanch dan Ely, media pembelajaran memiliki
cangkupan yang sangat luas, yaitu “termasuk manusia, materi atau kajian yang
18
Pupuh Fathurrahman dan Sobry Suntikno, Strategi belajar mengajar, (Bandung: Refika Aditama,2007), h.55
19
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana,2007), h. 145
20
Ibid., h. 161
21
membangun suatu kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh
pengetahuan, keterampilan, atau sikap”.22
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media
pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dari suatu sumber
secara terencana sebagai sarana proses pembelajaran, sehingga terjadi lingkungan
belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara
efisien dan efektif.
4. Evaluasi Pembelajaran
a. Pengertian Evaluasi Pembelajaran
Istilah evaluasi bukan lagi merupakan suatu kata yang asing dalam kehidupan
masa sekarang, apalagi bagi orang yang terlibat dalam dunia pendidikan. Aktivitas
evaluasi ini sudah dilaksanakan manusia sejak zaman dahulu, sejak manusia mulai
berpikir. Istilah evaluasi sekarang sudah mempunyai padanan kata dalam bahasa
Indonesia, yaitu penilaian.23
Evaluasi menurut Guba dan Lincoln yaitu “suatu proses memberikan pertimbangan mengenai nilai dan arti sesuatu yang dipertimbangkan”. Sesuatu yang dipertimbangkan itu bisa berupa orang, benda, kegiatan, keadaan, atau
sesuatu kesatuan tertentu.24
Pengertian lain mengenai evaluasi menurut Edwin Wandt dan Gerald W.
Brown yaitu “suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu”. Sedangkan evaluasi menurut Ten Brink dan Terry D adalah “proses mengumpulkan informasi dan menggunakannya sebagai bahan untuk
pertimbangan dalam membuat keputusan.”25
Dari pendapat yang dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
evaluasi yaitu suatu proses untuk menentukan nilai dan menggunakannya sebagai
bahan pertimbangan dalam membuat keputusan.
b. Fungsi dan Tujuan Evaluasi Pembelajaran
22
Rayandra Asyhar, Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran, (Jakarta: Gaung Persada, 2011), cet.1, h. 7-8
23
Sudaryono, dasar-dasar evaluasi pembelajaran, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 35
24
Wina Sanjaya, op. cit., cet. 3, h. 241
25
Tujuan utama melakukan evaluasi pembelajaran adalah untuk mendapatkan
informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan pembelajaran oleh
peserta didik sehingga dapat diupayakan tindak lanjutnya.26 Ada beberapa fungsi evaluasi, yakni:
1) Evaluasi merupakan alat yang penting sebagai umpan balik bagi siswa
2) Evaluasi merupakan alat yang penting untuk mengetahui bagaimana
ketercapaian siswa dalam menguasai tujuan yang telah ditentukan
3) Evaluasi dapat memberikan informasi untuk mengembangkan program
kurikulum
4) Informasi dari hasil evaluasi dapat digunakan oleh siswa secara individual
dalam mengambil keputusan, khususnya untuk menentukan masa depan
sehubungan dengan pemilihan bidang pekerjaan serta pengembangan karier
5) Evaluasi berguna untuk para pengembang kurikulum khususnya dalam
menentukan kejelasan tujuan khusus yang ingin dicapai
6) Evaluasi berfungsi sebagai umpan balik untuk semua pihak yang
berkepentingan dengan pendidikan di sekolah. Melalui evaluasi dapat
dijadikan bahan informasi tentang evektifitas program sekolah.27 5. Pendidikan Agama Islam (PAI)
Pendidikan agama islam adalah “usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama islam melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan dengan memperhatikan tuntutan
untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama
dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional”.28
Dari pengertian tersebut dapat ditemukan beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pembelajaran pendidikan agama islam, yaitu berikut ini:
a. Pendidikan agama islam sebagai usaha sadar, yakni suatu kegiatan
pendidikan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan yang dilakukan
secara berencana dan sadar atas tujuan yang hendak dicapai
26
Sobry Sutikno, Pembelajaran Efektif, (Mataram: NTP Press, 2005), h. 59
27
Wina Sanjaya, op. cit., h. 244
28
b. Peserta didik yang hendak disiapkan untuk mencapai tujuan dalam arti
ada yang dibimbing, diajari dan/atau dilatih dalam peningkatan
keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan terhadap ajaran
agama islam
c. Pendidik atau guru pendidikan agama islam (GPAI) yang melakukan
kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan secara sadar terhadap
peserta didiknya untuk mencapai tujuan pendidikan agama islam
d. Kegiatan (pembelajaran) pendidikan agama islam diarahkan untuk
meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan
ajaran agama islam dari peserta didik, yang di samping untuk
membentuk kesalehan atau kualitas pribadi, juga sekaligus untuk
membentuk kesalehan sosial.29
Secara umum, pendidikan agama islam bertujuan untuk “ meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta didik tentang
agama islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa
kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi,
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.”30 B. Hakikat Autis
1. Pengertian Autis
Secara etimologis kata “autisme” berasal dari kata “auto”dan “isme”. Auto artinya diri sendiri, sedangkan isme berarti suatu aliran atau paham. Dengan
demikian autisme diartikan sebagai suatu paham yang hanya tertarik pada
dunianya sendiri.31
Sehubungan dengan pengertian gangguan autistic dan penyandang autism
beberapa tokoh mengemukakan berbagai macam rumusan definisi. Sutadi (2002)
menjelaskan bahwa autistic adalah “gangguan perkembangan neorobiologis berat
29
Ibid., h. 75
30
Ibid
31
yang mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berelasi
(berhubungan) dengan orang lain”.32
Pengertian lain mengenai autistic menurut sunartini bahwa autistic
diartikannya sebagai “gangguan perkembangan perpasif yang ditandai oleh adanya abnormalitas dan kelainan yang muncul sebelum anak berusia 3 tahun”.33
Definisi yang lebih operasional dinyatakan oleh The individuals with
disabilities education act, autistic berarti “gangguan perkembangan yang secara signifikan mempengaruhi komunikasi verbal dan non-verbal dan interaksi sosial,
yang pada umumnya terjadi sebelum usia 3 tahun, dan dengan keadaan ini sangat
mempengaruhi performa pendidikannya”.34
Berdasarkan paparan definisi-definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
autistik adalah gangguan perkembangan neurobiologis yang sangat komplek atau
berat dalam kehidupan yang panjang, yang meliputi gangguan pada aspek
perilaku, interaksi sosial, komunikasi dan bahasa, serta gangguan emosi dan
persepsi sensori bahkan pada aspek motoriknya dan gejala ini terjadi pada usia
sebelum 3 tahun.
2. Ciri-ciri Anak Autis
Beberapa ciri-ciri anak autis sebagai berikut:
a. Perilaku
1) Cuek terhadap lingkungan
2) Perilaku tak terarah, mondar-mandir, lari-lari, manjat-manjat,
berputar-putar, lompat-lompat dan sebagainya
3) Kelekatan terhadap benda tertentu
4) Perilaku tak terarah
5) Terpukau terhadap benda yang berputar dan bergerak
b.Interaksi sosial
1) Tidak mau menatap mata
2) Dipanggil tidak menoleh
32
Yosfan Azwandi, Mengenal dan membantu penyandang autism (Jakarta: Departemen pendidikan nasional, 2005), h.15
33
Ibid.,, h.14
34
3) Tidak mau bermain dengan teman sebayanya
4) Asyik/bermain dengan dirinya sendiri
5) Tidak ada empati dalam lingkungan sosial
c. Komunikasi dan bahasa
1) Terlambat bicara
2) Tidak ada usaha untuk berkomunikasi secara non-verbal dengan
bahasa tubuh
3) Meracau dengan bahasa yang tak dapat dipahami
4) Membeo (Echolalia)
5) Tak memahami pembicaraan orang lain35 d. Perasaan atau Emosi
1) Tidak ada atau kurangnya rasa empati
2) Tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-marah tanpa sebab
yang diketahui
3) Sering mengamuk tak terkendali (Temper Tantrum), terutama bila
tak mendapatkan apa yang diinginkan, bahkan bisa jadi sangat
agresif dan destruktif.
e. Persepsi Sensoris
1) Mencium-cium, menggigit atau menjilat mainan dan benda apa saja
2) Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
3) Tak menyukai rabaan atau pelukan
4) Merasa tidak nyaman bila tidak memakai pakaian dari bahan kasar36 3. Faktor Penyebab anak autis
Penelitian menunjukkan, banyak faktor mempengaruhi perkembangan otak
anak autistik, yang terjadi sejak usia 6 bulan dalam kandungan, dan terus berlanjut
dalam kehidupannya. Dengan bertambahnya usia anak, akan semakin besar
perbedaan kemampuannya dibanding anak lain seumurnya. Semua ini terlihat
jelas sebelum anak berusia 3 tahun.37
35
Joko Yuwono, op. cit., h. 25
36
Kresno Mulyadi dan Rudy Sutadi, Autism is CurableBenar, Autisme Dapat Disembuhkan,
(Jakarta: PT Elex Media Komputindo,2014), h. 18
37
Macam-macam faktor penyebab anak autis:
a. Faktor Genetis
Faktor genetis atau faktor keturunan adalah penyebab terbesar terjadinya
sindrome autisme, penelitian pada tahun 2006 menunjukkan bahwa anak kembar
memiliki 90% kemungkinan mereka terkena Autis. Beberapa hal penyebab
genetis adalah usia ibu yang terlalu tua saat mengandung atau usia ayah yang
terlalu tua ( berpengaruh pada kualitas sperma), beberapa penelitian menunjukan
bahwa kwalitas sperma lelaki berusia tua cenderung akan lebih mudah bermutasi
dan memicu timbulnya autisme pada anak.
b. Faktor Kandungan
Penyebab Autisme Juga ditemukan pada saat janin dalam kandungan ibu,
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu usia ibu terlalu tua saat mengandung, sang
ibu memiliki penyakit Diabetes, mengalami pendarahan, sang ibu sering
mengkonsumsi obat-obat tertentu saat mengandung anak tersebut.
Faktor-faktor yang memicu autis saat dalam kandungan adalah:
1) Infeksi virus saat hamil.
Sindroma rubella congenital adalah virus yang bisa menyerang saat
ibu hamil ditrimester pertama diduga adalah penyebab utama
pemicus Autis. Sebenarnya resiko kehamilan bukan hanya berlaku
untuk autis tapi juga untuk penyakit lain yang bersangkutan dengan
psikologi misalnya skizofrenia
2) Pengaruh lingkungan saat ibu mengandung.
3) Sehat atau tidaknya lingkungan saat ibu mengandung sangat
berpengaruh dengan perkembangan psikologi anak dalam
kandungan. Penelitian terbaru menunjukan bahwa keadaan ibu
hamil yang tinggal di dekat jalan ramai aktivitas kendaaraan
sehingga menimbulkan banyak polusi udara lebih rentan
melahirkan anak autis, penelitian terbaru pada tahun 2012
menunjukan bahwa polusi udara kendaraan memberi dampak
negatif pada perkembangan otak dan fisik janin bayi pada usia 0-2
c. Faktor kelahiran
Sebuah penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2008 menunjukan bahwa
bayi yang lahir dengan berat badan sangat rendah dan lama dalam kandungan (
lebih dari 9 bulan ) memiliki resiko lebih tinggi terhadap Autisme. keadaan saat
persalinanpun sangat mempengaruhi terhadap autis, bayi yang mengalami hipoksa
( gagal nafas) saat dilahirkan itu dapat memicu autisme. secara tidak langsung
bayi yang lahir prematur juga bisa menimbulkan autisme. Beberapa bayi lahir
prematur biasanya mengalami pendarahan otak ada yang sebagian hidup dan ada
yang mati dan yang hidup biasanya akan mengalami kelainan otak yang
menyebabkan autism
d. Faktor Lingkungan
Autisme tidak hanya dikarenakan bawaan lahir, bayi yang sehat selama dalam
kandunganpun memiliki resiko Autisme jika ia tumbuh dan berkembang di
lingkungan yang tidak tepat. Faktor eksternal penyebab ini antara lain adalah
alergi parah, konsumsi obat-obatan, vaksin, jenis makanan tertentu dan logam
berat.38
Pada tahun 1997 Jaak Pankseep menemukan keterkaitan antara autis dan
obat-obatan opium yang disuntikan, paparan opium ini dapat mengganggu
perkembangan saraf anak dan otakpun tidak berkembang dengan baik.
Keracunan merkuri juga dapat memicu timbulnya autisme pada bayi dan balita,
hal ini berdasarkan dari laporan-laporan orang tua menyatakan bahwa anak yang
terpapar merkuri cenderung berperilaku seperti anak autis, paparan merkuri dapat
disebabkan oleh mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi oleh merkuri,
penggunaan kosmetik, bahan-bahan perawatan tubuh bayi, dan vaksin yang
mengandung merkuri.
C. Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif
Seperti kita ketahui bahwa paradigma sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif, sarat dengan muatan kemanusiaan dan penegakan hak asasi manusia.
Untuk lebih jelas tentang sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, di bawah ini
38
akan dipaparkan pengertian pendidikan inklusif, karakteristik sekolah inklusif,
dan kurikulum sekolah inklusif.
1. Pengertian pendidikan inklusif
Dewasa ini perhatian pemerintah terhadap anak-anak bangsa dalam bidang
pendidikan harus diakui masih belum menunjukkan perubahan yang signifikan.
Buktinya, masih terdapat sistem kategorisasi yang memisahkan antara anak
normal dengan anak yang berkebutuhan khusus. Kondisi ini merupakan potret
ketidakadilan pendidikan yang seharusnya diberikan kepada seluruh anak-anak
bangsa tanpa terkecuali
Pendidikan tidak hanya diprioritaskan bagi anak-anak yang memiliki tingkat
kegeniusan tinggi maupun anak-anak yang berasal dari keluarga yang
bangsawan., tetapi juga bagi mereka yang dianggap berbeda dan terbelakang dari
anak-anak normal lainnya. Jika pendidikan Indonesia tidak memperhatikan masa
depan anak yang berkebutuhan khusus, bisa dipastikan mereka akan selalu
termarginalkan dalam lingkungan mereka tinggal, apalagi untuk mendapatkan
perlakuan khusus melalui pendidikan luar biasa yang memang diperuntukkan bagi
anak-anak yang berkelainan.
Di tengah permasalahan yang menimpa anak berkebutuhan khusus, paradigma pendidikan inklusif agaknya bisa menjadi solusi bagi mereka untuk melanjutkan pendidikan tanpa harus merasa kurang percaya diri ketika harus berkumpul dengan mereka yang memiliki fisik normal. Apalagi undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional memberikan warna lain dalam penyediaan pendidikan bagi anak berkelainan.39
Pada penjelasan pasal 15 tentang pendidikan khusus disebutkan bahwa
“pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan
secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan
dasar dan menengah.”40
39
Mohammad TakdirIlahi, Pendidikan Inklusif:Konsep dan Aplikasi, (Yogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2013), h.7
40
Pendidikan inklusif di Indonesia dilandasi oleh landasan religious. Sebagai
bangsa yang beragama, penyelenggaraan pendidikan inklusif tidak bisa lepas dari
konteks agama karena pendidikan merupakan tangga utama dalam mengenal
tuhan. Tuhan tidak sekaligus menjadikan manusia di atas bumi beriman
kepada-Nya, tetapi masih melalui proses kependidikan yang berkeimanan dan islami.41 Ada banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang landasan religious dalam penyelenggara pendidikan inklusif. Faktor religi yang digunakan untuk
penjelasan ini adalah Al-Qur’an surah Al-Hujurat (49) ayat 13:
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa -bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal.” (Q.S Al-Hujurat:13)42
Ayat tersebut memberikan perintah kepada kita, agar saling ta’aruf, yaitu saling mengenal dengan siapa pun, tidak memandang latar belakang sosial,
ekonomi, ras, suku, bangsa, dan bahkan agama. Inilah konsep islam yang begitu
universal, yang memandang kepada semua manusia di hadapan Allah adalah
sama, justru hanya tingkat ketaqwaan-Nyalah menyebabkan manusia mulia di
hadapan Allah.
Pendidikan inklusif mempunyai pengertian yang beragama. O’Neil menyatakan bahwa pendidikan inklusif “sebagai sistem layanan pendidikan mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah
terdekat, di kelas regular bersama-sama teman seusianya”. 43
41
Ibid., h. 75
42
Ibid., h. 517
43
Menurut permendiknas Nomor 70 tahun 2009, pendidikan inklusif adalah
“sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau
bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan
pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya”.44
Pendapat lain mengatakan bahwa pendidikan inklusif adalah “sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama
dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat
tinggalnya”.45
Berdasarkan paparan definisi-definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
pendidikan inklusif adalah pendidikan yang memberikan layanan terbuka untuk
siapa saja yang mempunyai keinginan untuk mengembangkan potensi yang
dimiliki secara optimal.
Sekolah penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusif juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima menjadi bagian dari sekolah tersebut dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya terpenuhi.46
Definisi di atas jelas mengisyaratkan bahwa keterbatasan serta perbedaan
yang dialami anak dibandingkan dengan anak normal sebaya bukanlah suatu
hambatan agar anak bisa bergabung di sekolah reguler. Kebutuhan