• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Siswa Autis di SD Purba Adhika Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Siswa Autis di SD Purba Adhika Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) BAGI SISWA AUTIS DI SD PURBA ADHIKA SEKOLAH PENYELENGGARA PENDIDIKAN INKLUSIF

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh :

ELA RAHAYUNINGSIH 1110011000107

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

I,EMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi berjudul "Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi siswa

AutisdiSDPurbaAdhikaSekolahPenyelenggaraPendidikanlnlrlusif'

disusun oleh

Ela

Rahayuningsih,

NIM

1110011000107, Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan' Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatuliah Jakarta Telah melalui bimbingan dan dinyatakan

sah

sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah

sesuai

ketentuan yang ditetapkan oleh Fakultas'

Jakuia,24 Januari 201 5

Yang Mengesahkan,

Pembimbing

N

(3)

autis

di

SD Purba Adhika

Sekolah Pendidikan

disusun

oleh

ELA

RAHAYUNINGSIH

Nomor

Induk

Mahasiswa

1110011000107, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah

pada tanggal 23 Februari 2015 dihadapkan dewan penguji. Karena itu, penulis

berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.I) dalam bidang Pendidikan Agama Islam.

Iakarta, 23 Februari 201 5

Panitia Ujian Munaqasah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi)

Dr. Abdul Maiid Khon. M.Ag

NIP.19580707 198703 1 005

Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Prodi)

Marhamah Shaleh. Lc. MA

NIP. 19720313 200801 2 010

Penguji I

Drs. Masan AF, M.Pd NIP.19510716 198103 1 005

Penguji

II

Henv Narendrani Hidavati. M.Pd

NrP. 19710512 199603 2 002

Dekan F

)<t

:" 13

.2Dts

/7th.{7

zcl

t

lv

/etr1

(4)

Yang bertanda tangan

Nama : E1a RahaYuningsih

NIM

:1110011000107

Jurusan

: Pendidikan Agama lslam (PAI)

Alamat

: Kp' Baru Rt0i0/008' Cakung Barat' Cakung'

Jakarta Timur

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skipsi yang berjudul 'oPembelaiaran Pendidikan

Agama Islam (PAI)

bagi Siswa Autis di SD Purba Adhika Sekotah Penyelenggara

Pendidikan

lnklusif'

adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama Pembimbing : Dra. Hj. Zikri

Neni Iska' M Psi

NIP

:19690206199503 2 001

JurusarVProgram

Studi

: Pendidikan Agama

Islam (PAl)

Demikian sltrat pemyataan

ini

saya buat dengan

sesungguhnya dan saya siap

menerima segala konsekuensi apabila terbukti

bahwa skripsi ini bukan hasil karya

sendiri.

Iakatta' 24 Januari 2015

(5)

i

ABSTRAK

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Siswa Autis di SD Purba Adhika Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif

Kata Kunci: Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), Siswa Autis, Sekolah Penyelenggara pendidikan Inklusif.

(6)

ii

ABSTRACT

Learning of Islamic Education (PAI) for Autistic Students the purba adhika Organizers Inclusive Schools

Keywords: Learning of Islamic Education (PAI), Student Autism, Organizers Inclusive Schools.

(7)

iii

KATA PENGANTAR

ميحرلا نمحرلا ها مسب

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan taufik dan

Hidayah-Nya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi. Shalawat serta salam penulis

haturkan kepada Nabi Muhammad suritauladan bagi umat islam. Selesainya

skripsi ini tidak terlepas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan

terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., Dekan Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag., Ketua Jurusan Pendidikan

Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

3. Ibu Marhamah Saleh, MA., Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama

Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Drs., Masan AF, M.Pd., sebagai dosen pembimbing akademik

yang penuh perhatian dan pengertian, dalam membimbing dan

memotivasi penulis selama ini mulai dari awal kuliah hingga sampai

saat ini, semoga Bapak selalu mendapat keberkahan dari Allah SWT.

5. Ibu Dra. Hj. Zikri Neni Iska, M.Psi., sebagai Dosen Pembimbing

Skripsi, yang dengan tulus dan ikhlas telah meluangkan waktu, tenaga,

dan pikirannya untuk memberikan bimbingan, arahan, nasihat, dan

ilmu kepada penulis hingga pada tahap penyelesaian skripsi ini.

6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta

bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu

yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah

(8)

iv

7. Keluarga Besar SD Purba Adhika, khususnya Ibu Titis, Ibu Irma,

Bapak Nurdin, Ibu Ikke, dan rekan-rekannya yang telah memberikan

bantuan kepada penulis.

8. Untuk orang tuaku tercinta, “Bapak” Mardi dan “Mama” Ngadiyem yang selalu melimpahkan do’a, dukungan, pengertian, nasehat, kesabaran, dan cintanya sehingga penulis dapat selalu bersyukur

kepada Allah SWT dan dapat menyelesaikan pendidikan di perguruan

tinggi ini. Dan untuk adikku tersayang Riyan Nur Hidayah yang selalu memberikan semangat dan do’anya kepada penulis sehingga skripsi ini selesai. Semoga Allah memberikan rahmat, lindungan, ampunan, dan

keberkahan-Nya kepada keluarga kita.

9. Sahabat Kepompong (Nuna, Fathin, Anggun, dan Refqi), sahabat

kura-kura ninja (Isma, Ana, Ina, dan Choy), keluarga besar molose PAI

2010 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, dan keluarga besar

F5 Ka Titin, Ka Ade, Wanti, Dewi, Anjani, Indah, Pipit, dan Dina serta

seluruh teman-teman Pendidian Agama Islam (PAI) angkatan 2010.

Terima kasih atas cerita indah yang telah kalian berikan.

10.Dan untuk “Liebe” Andy yang selalu melimpahkan do’a, dukungan, semangat, nasehat, pengertian, kesabaran, dan sayang tulusnya kepada

penulis, semoga Allah selalu meridhoi kita untuk cita-cita dan tujuan

selanjutnya. InsyaAllah

Ucapan terima kasih juga ditunjukkan kepada semua pihak yang

namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Skripsi ini masih banyak ditemui berbagai kekurangan. Oleh

karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan penulis terima. Dan

penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pribadi khususnya

dan para pembaca umumnya. Akhirnya hanya kepada Allah segala

sesuatunya penulis kembalikan.

Jakarta, 24 Januari 2015

Penulis

(9)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 9

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN TEORI ... 11

A. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam... 11

1. Pengertian Pembelajaran ... 11

2. Perencanaan Pembelajaran ... 12

a. Pengertian Perencanaan Pembelajaran ... 12

b. Fungsi Perencanaan Pembelajaran ... 13

c. Manfaat Perencanaan Pembelajaran ... 14

3. Pelaksanaan Pembelajaran ... 14

4. Evaluasi Pembelajaran ... 18

a. Pengertian Evaluasi Pembelajaran ... 18

b. Fungsi dan Tujuan Evaluasi Pembelajaran ... 18

5. Pendidikan Agama Islam ... 19

B. Hakikat Autis ... 20

1. Pengertian Autis ... 20

2. Karakteristik Autis ... 21

3. Faktor Penyebab Autis ... 22

(10)

vi

1. Pengertian Pendidikan Inklusif ... 25

2. Tujuan Sekolah Inklusif ... 27

3. Karakteristik Sekolah Pendidikan Inklusif ... 28

4. Kurikulum Sekolah Pendidikan Inklusif ... 29

5. Penerimaan Siswa Baru Setting Pendidikan Inklusif ... 32

6. Penempatan Anak Dalam Kelas Inklusif ... 33

D. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Siswa Autis di Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif ... 34

E. Hasil Penelitian yang Relevan ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

B. Latar Penelitian ... 37

C. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 38

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data... 39

E. Pemeriksaan dan Pengecekan Keabsahan Data ... 41

F. Analisis Data ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Deskripsi Data ... 44

1. Profil SD Purba Adhika ... 44

2. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Siswa Autis ... 45

a. Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Bagi Siswa Autis ... 45

b. Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Bagi Siswa Autis ... 46

c. Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Siswa Autis ... 52

B. Pembahasan ... 55

1. Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Siswa Autis ... 55

(11)

vii

Siswa Autis ... 57

3. Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Siswa Autis ... 59

BAB V KESIMPULAN ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Implikasi ... 62

C. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 64

(12)

viii

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 4.1 Gedung Sekolah SD Purba Adhika ... 44

Gambar 4.2 Halaman Sekolah SD Purba Adhika ... 44

Gambar 4.3 Lapangan Upacara SD Purba Adhika... 44

Gambar 4.4 Ruang TataUsaha, Ruang Guru, dan Ruang Kepala Sekolah ... 45

Gambar 4.5 Keadaan Kelas saat Proses Pembelajaran ... 48

[image:12.595.164.493.184.557.2]

Gambar 4.6 Keterlibatan siswa dalam media yang guru R buat ... 49

Gambar 4.7 Respon Belajar Siswa A dan Siswa B

(13)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1 Lembar Observasi Guru ... 67

Lampiran 2 Lembar Observasi Siswa ... 69

Lampiran 3 Pedoman Wawancara Kepala Sekolah ... 71

Lampiran 4 Pedoman Wawancara Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) .... 72

Lampiran 5 Pedoman Wawancara Guru Pendamping Khusus ... 74

Lampiran 6 Hasil Wawancara Kepala Sekolah ... 75

Lampiran 7 Hasil Wawancara Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) ... 77

Lampiran 8 Hasil Wawancara Guru Pendamping Khusus ... 80

Lampiran 9 Silabus Pendidikan Agama Islam (PAI) Kelas 3 ... 82

Lampiran 10 RPP Pendidikan Agama Islam (PAI) Kelas 3 ... 98

Lampiran 11 Soal Ulangan Harian Kelas 3... 118

Lampiran 12 Soal Ujian Tengah Semester Kelas 3 ... 120

Lampiran 13 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 125

Lampiran 14 Uji Referensi ... 126

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah menciptakan manusia di dunia ini dalam keadaan yang

bermacam-macam. Ada yang diciptakan dalam keadaan normal dan ada juga yang di

ciptakan dalam keadaan khusus. Manusia juga terlahir dengan berbagai macam

potensi dan bakat yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Sebaiknya

potensi dan bakat yang dimiliki manusia itu dapat dikembangkan, agar hidupnya

menjadi lebih indah dan mendapatkan kebahagiaan. Maka dari itu, agar potensi

dan bakat yang dimiliki manusia dapat berkembang, dibutuhkan usaha sadar

manusia, terutama manusia dewasa yang dapat membimbing dan mengantarkan

anak-anak mereka agar dapat memperoleh kebahagiaan. Untuk dapat mewujudkan

semua usaha tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan formal dan pendidikan

non formal.

Di dalam pendidikan, baik pendidikan formal maupun nonformal juga

sangat diperlukan yang namanya komunikasi. Karena komunikasi merupakan

sarana yang dapat mempermudah interaksi antar manusia di dalam dunia

pendidikan. Sekarang ini komunikasi dan pendidikan merupakan bagian yang

penting dan tidak terpisahkan dalam perkembangan sains dan teknologi.

Pendidikan sebagai upaya untuk membantu manusia mencapai realitas diri dengan

mengoptimalkan semua potensi kemanusiaan. Kecenderungan ke masa yang akan

datang adalah pendidikan untuk semua (educational for all) yang tidak

diskriminatif.1 Hal ini sesuai dengan pernyataan umum tentang hak asasi manusia tahun 1948 pasal 26 bahwa Setiap orang berhak mendapat pendidikan. Pendidikan

harus gratis, setidak-tidaknya untuk tingkat sekolah rendah dan pendidikan

dasar.Pendidikan rendah harus diwajibkan.Pendidikan teknik dan jurusan secara

1

(15)

umum harus terbuka bagi semua orang, dan pengajaran tinggi harus secara adil

dapat diakses oleh semua orang, berdasarkan kepantasan.2

Kerangka dasar pendidikan untuk semua (PUS) tahun 2000 menyatakan

bahwa Memperluas dan meningkatkan pendidikan dan perawatan anak usia dini

yang komprehensif khususnya untuk anak-anak yang paling rentan dan kurang

beruntung.Jadi Semua anak harus dibesarkan di lingkungan yang aman dan

perhatian yang mengijinkan mereka menjadi sehat, waspada dan aman serta dapat

belajar. Satu dekade yang lalu telah memberikan banyak bukti bahwa kualitas

yang baik pendidikan dan perawatan anak usia dini, baik dalam keluarga dan

dalam program yang terstruktur, mempunyai dampak yang positif pada

keselamatan, pertumbuhan, pengembangan dan potensi belajara nak-anak.

Program tersebut harus komprehensif fokus terhadap kebutuhan anak dan

kesehatan, nutrisi dan higienis serta pengembangan kognitif dan

psiko-sosial.Program ini harus menyediakan bahasa ibu anak dan membantu untuk

mengidentifikasi dan memperkaya pendidikan dan perawatan anak berkebutuhan

khusus.Kerja sama mitra antara pemerintah, LSM, masyarakat dan keluarga dapat

membantu menjamin penyediaan pelayanan dan pendidikan anak dengan baik,

khususnya mereka yang kurang beruntung melalui kegiatan yang terpusat pada

anak, fokus pada keluarga dan berbasis di masyarakat.3

Sesuai dengan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional, yang mengamanatkan agar setiap warga Negara memiliki

hak yang sama untuk memperoleh pendidikan.4Hal ini sesuai dengan pernyataan umum tentang Hak Asasi Manusia tahun 1948 bahwa Semua orang dilahirkan

merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai

akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam semangat

persaudaraan.5Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa setiap manusia memiliki hak yang sama di dalam pendidikan dan tidak terdapat diskriminasi atau

2

Situs: http://www.ohchr.org/EN/UDHR/Pages/Language.aspx?LangID=inz

3

http://www.unesco.org/education/efa/wef_2000/

4

Tim RedaksiNuansa, UU SistemPendidikanNasional (SISDIKNAS), (Jakarta: NuansaAulia,

2012), h. 25

5

(16)

perbedaan perlakuan pendidikan, terutama bagi anak yang memiliki keadaan

khusus.

Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang karena suatu hal khusus

(baik yang berkebutuhan khusus permanen dan yang berkebutuhan khusus

temporer) membutuhkan pelayanan pendidikan khusus, agar potensinya dapat

berkembang secara optimal. Anak berkebutuhan khusus terdiri dari anak

berkebutuhan khusus permanen yang memerlukan pendidikan khusus (PK) dan

anak berkebutuhan khusus temporer yang memerlukan layanan pendidikan khusus

(PLK).Anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanen yaitu mereka yang

memperoleh hambatan belajar dan hambatan perkembangan karena penyebabnya

berasal dari dalam dirinya (contohnya tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, tuna

grahita, tuna daksa, tuna laras, lamban belajar, kesulitan belajar, autis, memiliki

gangguan motorik, dan lain-lain).sedangkan anak berkebutuhan khusus yang

bersifat temporer yaitu mereka yang memperoleh hambatan belajar dan hambatan

perkembangan karena penyebabnya berasal dari luar dirinya. Contohnya anak

yang berasal dari keluarga yang tidak mampu, anak dari masyarakat yang

terasing, dan sebagainya.6

Siswa autis adalah siswa yang memiliki gangguan perkembangan

neurobiologis yang sangat komplek atau berat dalam kehidupan yang panjang,

yang meliputi gangguan pada aspek perilaku, interaksi sosial, komunikasi, dan

bahasa, serta gangguan emosi dan persepsi sensori bahkan pada aspek

motoriknya. Jika perilaku bermasalah maka dua aspek interaksi sosial dan

komunikasi dan bahasa akan mengalami kesulitan dalam berkembang. Sebaliknya

bila kemampuan komunikasi dan bahasa anak tidak berkembang, maka anak akan

kesulitan dalam mengembangkan perilaku dan interaksi sosial yang bermakna.

Demikian pula jika anak memiliki kesulitan dalam berinteraksi sosial. Gejala autis

ini muncul pada usia sebelum tiga (3) tahun.7 Jika melihat pengertian siswa autis diatas, bahwa siswa autis memiliki gangguan perkembangan pada aspek perilaku,

interaksi sosial, komunikasi, dan bahasa, serta gangguan emosi dan persepsi

6

Ibid., h.23

7

(17)

sensori bahkan pada aspek motoriknya. Dengan demikian, lalu bagaimana siswa

autis dapat mengikuti pembelajaran dengan baik di sekolah, sedangkan mereka

dalam kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan orang lain saja

mengalami kesulitan.

Berdasarkan data dari UNESCO pada tahun 2011 tercatat 35 juta orang

penyandang autisme di seluruh dunia.Ini berarti rata-rata 6 dari 1000 orang di

dunia mengidap autisme.8Sedangkan di Indonesia, pada 2010, jumlah penderita autisme diperkirakan mencapai 2,4 juta orang. Hal itu berdasarkan data yang

dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik.Pada tahun tersebut jumlah penduduk

Indonesia mencapai 237,5juta orang dengan laju pertumbuhan 1,14 persen.

Jumlah penderita autisme di Indonesia diperkirakan mengalami penambahan

sekitar 500 orang setiap tahun.9

Atas dasar inilah penulis tertarik untuk meneliti salah satu tipe anak

berkebutuhan khusus, yaitu autis. Karena penulis ingin mengetahui bagaimana

siswa autis dalam mengikuti proses pembelajaran selama di sekolah dengan

kesulitan dan gangguan perkembangan yang mereka miliki.

Oleh karena itu, mereka inilah (penyandang autimse) yang selayaknya

mendapatkan perhatian dan pendidikan yang khusus dari pemerintah. Pemerintah

memiliki kewajiban menyediakan dan memfasilitasi semua kebutuhan pendidikan

bagi para penyandang autis. Ini sesuai dengan salah satu point yang terdapat

dalam peraturan pemerintah Nomor 70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bahwa “ memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua siswa yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau memiliki potensi

kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya”.10

Dalam Al-Qur’an juga dijelaskan pada Q.S An-Nisaa’ ayat 9

8

http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/04/09/mkz2un-112000-anak-indonesia-diperkirakan-menyandang-autisme

9

http://www.tempo.co/read/news/2012/07/18/060417730/Laju-Perkembangan-Autisme

10

(18)













Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar. (Q.S An-Nisaa’:9)11

Sekolah penyelenggara pendidikan inklusifmerupakan tempat atau wadah

bagi anak-anak yang memiliki keadaan khusus seperti anak autis dan yang

lainnya. Karena pendidikan inklusif di sini adalah pendidikan yang menghargai

pendidikan anak dan memberikan pelayanan kepada setiap anak sesuai dengan

kebutuhannya. Atau bisa disebut juga bahwa pendidikan inklusif itu merupakan

pendidikan yang tidak diskriminatif.Menurut permendiknas nomor 70 tahun 2009

tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan

memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa, pasal 1 bahwa: pendidikan

inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan

kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi

kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau

pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta

didik pada umumnya12

Sedangkan menurut Meijer, CJW., (1997) menyatakan bahwa pendidikan

inklusif sebagai suatu persyaratan yang tepat agar pendidikan bermutu tinggi

untuk masyarakat dengan memasukkan anak yang memiliki keadaan khusus

dalam sekolah reguler. Jika dipakai pengertian di atas, pendidikan inklusif

menuntut semua anak yang memliki keadaan khusus harus belajar di kelas yang

sama dengan teman-teman sebayanya pada sekolah reguler yang ada

disekitarnya.13 Dengan demikian, pendidikan inklusif di sini juga menuntut guru

11

Usman El-Qurtuby, Al-Qur’an Cordoba, (Bandung: PT Cordoba Internasional Indonesia), cet ke-1, h. 78

12

Ibid., h. 8

13

(19)

mampu mengelola kelas sehingga siswa yang memiliki keadaan normal dengan

siswa yang memiliki keadaan khusus dapat terlayani dengan baik.

Tujuan pendidikan inklusif adalah memberikan kesempatan yang

seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional,

mental, dan sosial, atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa

untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan

kemampuannya serta mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai

keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik. Selain itu,

pendidikan inklusif juga memiliki fungsi yaitu bahwa pendidikan

inklusifmenjamin semua peserta didik mendapat kesempatan dan akses yang sama

untuk memperoleh layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya dan

bermutu di berbagai jalur, jenis, dan jenjang pendidikan serta menciptakan

lingkungan pendidikan yang kondusif bagi semua peserta didik untuk

mengembangkan potensi secara optimal.14

Proses pembelajaran di sekolah inklusif, meliputi perencanaan

pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi pembelajaran dibutuhkan

penyesuaian terhadap siswa berkebutuhan khusus, agar siswa berkebutuhan

khusus juga dapat mengikuti proses pembelajaran. Dalam menyusun perencanaan

pengajaran bersetting pendidikan inklusif, antara lain identifikasi, asesmen,

kurikulum, silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Pembelajaran

setting pendidikan inklusif mempertimbangkan prinsip-prinsip pembelajaran yang

disesuaikan dengan karakteristik belajar siswa. Proses pembelajaran juga harus

disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa ( metode, media, dan

sumber belajar). Evaluasi pembelajaran bersetting inklusif, melakukan evaluasi

hasil belajar kepada siswa diperlukan penyesuaian yang sesuai dengan jenis

hambatannya. Penyesuaian-penyesuaian tersebut meliputi waktu, penyesuaian

cara, dan penyesuaian isi.15

Kurikulum yang digunakan di sekolah inklusif adalah kurikulum yang

reguler, kurikulum modifikasi, dan kurikulum yang diindividualisasikan sesuai

14

Kustawan, op. cit., h. 9

15

(20)

dengan kemampuan dan karakteristik peserta didik. Modifikasi dapat dilakukan

dengan cara memodifikasi alokasi waktu atau isi/materi.16 Manajemen tenaga kependidikan di sekolah inklusif sangat perlu diperhatikan, agar anak-anak yang

berkebutuhan khusus bisa mendapatkan perhatian yang lebih ketika proses belajar

mengajar berlangsung.Kekhasan manajemen tenaga pendidik pada sekolah

inklusif adalah dalam pengaturan pembagian tugas dan pola kerja antara guru

pembimbing khusus dan guru reguler.Guru reguler bertanggung jawab dalam

pembelajaran bagi semua peserta didik di kelasnya. Sedangkan guru pembimbing

khusus bertanggung jawab memberikan layanan pembelajaran bagi anak

berkebutuhan khusus, baik yang berada pada kelas reguler maupun pada kelas

khusus. Dalam keadaan tertentu guru pembimbing khusus dapat mendampingi

peserta didik pada saat peserta didik mengikuti pembelajaran yang disampaikan

oleh guru reguler.17

Terdapat beberapa keuntungan dengan adanya siswa berkebutuhan khusus

di sekolah inklusif, yaitu sebagai gambaran diri siswa yang lebih positif,

keterampilan sosial siswa yang lebih baik, siswa lebih sering berinteraksi dengan

teman-teman sebaya yang normal, perilaku siswa yang lebih sesuai di kelas,

prestasi akademik siswa yang setara (dan terkadang lebih tinggi) dengan prestasi

siswa yang dicapai bila ditempatkan dalam kelas khusus.18 Pada umumnya siswa autis pada proses pembelajaran dibutuhkan pengelompokkan khusus, sehingga

mereka dapat mengikuti semua pelajaran dengan baik, termasuk pelajaran

Pendidikan Agama Islam (PAI).

Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam

menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga

mengimani, ajaran agama islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati

penganut agama Lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat

beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa. Menurut Zakiyah

16

Pedoman manajemen sekolah inklusif pendidikan dasar, (Jakarta: Departemen pendidikan nasional, 2008), h. 7

17

Ibid., h. 9

18

Jeanne Ellis Ormrod, psikologi pendidikan: membantu siswa tumbuh dan berkembang

(21)

Daradjat sebagaimana dikutip Oleh Abdul Majid, Dian Andayani pendidikan

agama islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar

senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh.19

Tujuan Pendidikan Agama Islam yaitu untuk membimbing dan

mengarahkan anak didik supaya menjadi muslim yang beriman teguh sebagai

refleksi dari keimanan yang telah dibina oleh penanaman pengetahuan agama

yang harus dicerminkan dengan akhlak yang mulia sebagai sasaran akhir dari

pendidikan agama itu.20

Dalam kemampuan memahami ajaran islam penting diperoleh bagi siswa

autis agar mereka dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik dan dapat

memusatkan perhatian mereka ketika proses pembelajaran sedang berlangsung.

Karena ketika konsentrasi anak-anak seperti mereka berkurang, maka mereka

akan mengalami kesulitan dalam belajar.

Berdasarkanstudipendahuluan yang dilakukanpadatanggal 25 Agustus

2014 ditemukan bahwa ketika peneliti melakukan wawancara dengan guru

Pendidikan Agama Islam (PAI) mengenai Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

(PAI) bagi siswa autis, guru Pendidikan Agama Islam (PAI) tersebut

mengutarakan kendala yang ditemukan ketika mengajar bidang studi Pendidikan

Agama Islam (PAI) khususnya bagi siswa autis. Hal ini disebabkan karena siswa

autis ini memiliki kemampuan yang berbeda dengan siswa yang tidak autis dan

yang menjadi kendala dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam juga

disebabkan oleh jumlah jam pelajaran yang sedikit. Sehingga guru cenderung

merasakan kurang maksimal di dalam mengajar, khususnya terhadap siswa

autis.Sedangkan permasalahan yang dihadapi oleh siswa autis pada saat

pembelajaran Pendidikan Agama Islam yaitu bahwa mereka terkadang sulit

menerima penjelasan yang dijelaskan oleh guru bidang studi, Karena pada

umumnya siswa autis tidak memiliki konsntrasi penuh dan suka berkhayal pada

saat pembelajaran berlangsung.21

19

ZakiahDrajat, IlmuPendidikan Islam, (Jakarta: BumiAksara, 1992), h. 98

20

Abdul RahmanShaleh, Pendidikan Agama dan Pembangunan untukBangsa, (Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2005), h. 27

21

(22)

Dari uraian dan penjelasasan yang telah dikemukakan di atas, peneliti

tertarik untuk meneliti pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi siswa

autis di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Penelitian tersebut dimulai

dari perencanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi siswa autis,

pelaksannan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi siswa autis, dan

evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi siswa autis.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka muncul berbagai

permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Siswa autis memiliki konsentrasi dan pemusatan perhatian yang kurang

maksimal pada saat pembelajaran Pendidikan Agama Islam berlangsung

2. Siswa autis belum mendapat penanganan yang sesuai dengan kondisinya

3. Guru Pendidikan Agama Islam belum menggunakan media pendekatan yang

tepat untuk siswa autis dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)

4. Guru Pendidikan Agama Islam cenderung memiliki kendala ketika mengajar

siswa autis.

5. Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) cenderung mengajar sesuai dengan

kemampuan siswa reguler karena jumlah mereka yang relatif lebih banyak

dibanding siswa yang autis

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka

peneliti membatasi penelitian pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)

bagi siswa autis kelas tiga (3)

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut di atas, maka masalah yang

akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana perencanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi

siswa autis kelas tiga (3)?

2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi

(23)

3. Bagaimana evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi siswa

autis kelas tiga (3)?

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. untuk mengetahui perencanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)

bagi siswa autis kelas tiga (3),

2. untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)

bagi siswa autis kelas tiga (3),

3. untuk mengetahui evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi

siswa autis kelas tiga (3)

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi peneliti, sebagai sumber informasi dan pengetahuan yang bermanfaat

mengenai siswa autis dan pembelajaran di sekolah penyelenggara inklusif

2. Bagi guru, sebagai referensi model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

(PAI) bagi siswa autis

3. Bagi orang tua, sebagai masukan untuk lebih memperhatikan perkembangan

(24)

11

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) 1. Pengertian Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar. Menurut

Shaffer, “Belajar merupakan proses perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman-pengalaman atau praktek.”1

Pengertian belajar menurut Anung Haryono adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi hingga ke liang lahat nanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotor), maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif).2

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah proses

perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman dan berlangsung seumur hidup

Pembelajaran atau pengajaran menurut Degeng adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Dalam pengertian ini secara implisit dalam pengajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil pengajaran yang diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode ini didasarkan pada kondisi pengajaran yang ada. Kegiatan ini pada dasarnya merupakan inti dari perencanaan pembelajaran.3

Pendapat lain dikemukakan oleh Ocmar Amalik,“pembelajaran adalah prosedur dan metode yang ditempuh oleh pengajar untuk memberikan kemudahan

bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar secara aktif dalam rangka

mencapai tujuan pembelajaran.”4

1

Rusda Kota Sutadi, dkk., Belajar dan Pembelajaran, (Semarang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Institute Keguruan dan Ilmu Pendidikan, 1996), h. 2

2

Anung Haryono, Media Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 1 3

Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), cet. ke-6,

h. 2 4

Asep Hery Hernawan, dkk, Belajar dan Pembelajaran SD, (Bandung: UPI PRESS, 2007),

(25)

Sedangkan Mohammad Surya menjelaskan bahwa pembelajaran adalah

“suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu

sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.5

Dari pendapat yang dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

pembelajaran penekanannya pada kegiatan belajar siswa yang telah dirancang

oleh guru melalui usaha yang terencana melalui prosedur dan metode tertentu agar

terjadi proses perubahan perilaku bagi peserta didik.

2. Perencanaan Pembelajaran

Pembelajaran dilaksanakan melalui tiga tahap yaitu perencanaan

pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.

a. Pengertian Perencanaan Pembelajaran

Pembelajaran yang baik terjadi melalui suatu proses. Proses pembelajaran

yang baik hanya bisa diciptakan melalui perencanaan yang baik dan tepat.

Perencanaan pembelajaranlah yang menjadi unsur utama dalam pembelajaran dan

salah satu alat paling penting bagi guru. Guru yang baik akan selalu membuat

perencanaan untuk kegiatan pembelajarannya, maka tidak ada alasan mengajar di

kelas tanpa perencanaan pembelajaran.

Perencanaan pembelajaran menurut Ibrahim adalah secara garis besar perencanaan pembelajaran mencakup kegiatan merumuskan tujuan apa yang akan dicapai oleh suatu kegiatan pembelajaran, cara apa yang dipakai untuk menilai pencapaian tujuan tersebut, materi dan bahan apa yang akan disampaikan , bagaimana cara menyampaikannya, serta alat atau media apa yang diperlukan.6

Pengertian lain mengenai perencanaan pembelajaran dikemukakan oleh Toeti

Sukamto yang mendefinisikan bahwa perencanaan pembelajaran sebagai “usaha untuk mempermudah proses belajar mengajar maka diperlukan perencanaan

pembelajaran”.7

Sedangkan perencanaan pembelajaran menurut Nana Sudjana adalah kegiatan memproyeksikan tindakan apa yang akan dilaksanakan dalam suatu pembelajaran (PBM) yaitu dengan mengkoordinasikan (mengatur dan

5

Ibid., h. 4

6

Sugiyar, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009), h. 8

7

(26)

merespon) komponen-komponen pembelajaran, sehingga arah kegiatan (tujuan), isi kegiatan (materi), cara penyampaian kegiatan (metode dan teknik, serta bagaimana mengukurnya (evaluasi) menjadi jelas dan sistematis.8

Dari pendapat yang dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

perencanaan pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu rangkaian yang saling

berhubungan antara unsur dan komponen lainnya yang terdapat dalam

pembelajaran.

b.Fungsi Perencanaan Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran memiliki beberapa fungsi, antara lain sebagai

berikut:

1) Fungsi Kreatif

Pembelajaran dengan menggunakan perencanaan yang matang, akan dapat memberikan umpan balik yang dapat menggambarkan berbagai kelemahan yang terjadi. Melalui umpan balik itulah guru dapat meningkatkan dan memperbaiki program.

2) Fungsi Inovatif

Suatu inovasi akan muncul jika kita memahami adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Kesenjangan itu hanya mungkin dapat dipahami, jika kita memahami proses yang dilaksanakan secara sistematis.

3) Fungsi Selektif

Melalui proses perencanaan kita dapat menyeleksi strategi mana yang kita anggap lebih efektif dan efesien untuk dikembangkan. Fungsi selektif ini juga berkaitan dengan pemilihan materi pelajaran yang dianggap sesuai dengan tujuan pembelajaran.

4) Fungsi Komunikatif

Suatu perencanaan yang memadai harus dapat menjelaskan kepada setiap orang yang terlibat, baik kepada guru, pada siswa, kepala sekolah bahkan kepada pihak eksternal seperti kepada orang tua dan masyarakat. Dokumen perencanaan harus dapat mengkomunikasikan kepada setiap orang baik tentang tujuan dan hasil yang ingin dicapai, strategi atau rangkaian kegiatan yang dapat dilakukan

5) Fungsi Prediktif

Perencanaan yang disusun secara benar dan akurat, dapat menggambarkan apa yang akan terjadi setelah dilakukan suatu

treatment sesuai dengan program yang disusun. Melalui fungsi prediktifnya, perencanaan dapat menggambarkan berbagai kesulitan yang akan terjadi. Di samping itu, fungsi prediktif dapat menggambarkan hasil yang akan diperoleh.

8

(27)

6) Fungsi Akurasi

Melalui proses perencanaan guru dapat menakar setiap waktu yang diperlukan untuk menyampaikan bahan pelajaran tertentu. Guru dapat menghitung jam pelajaran efektif, melalui program perencanaan

7) Fungsi Pencapaian Tujuan

Pembelajaran memiliki dua sisi yang sama pentingnya, yakni sisi hasil belajar dan sisi proses belajar. Melalui perencanaan itulah kedua sisi pembelajaran dapat dilakukan secara seimbang.

8) Fungsi Kontrol

Melalui perencanaan kita dapat menentukan sejauh mana materi pelajaran telah dapat diserap oleh siswa, materi mana yang sudah dan belum dipahami oleh siswa. Dalam hal inilah perencanaan berfungsi sebagai kontrol, yang selanjutnya dapat memberikan balikan kepada guru dalam mengembangkan program pembelajaran selanjutnya.9 c. Manfaat Perencanaan Pembelajaran

Manfaat perencanaan pembelajaran adalah sebagai berikut:

1) Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan pembelajaran

2) Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap

unsur yang terlibat dalam kegiatan

3) Sebagai pedoman kerja, baik unsur guru maupun siswa dan siswi

4) Sebagai alat ukur efektif tidaknya sesuatu kegiatan, sehingga setiap

saat diketahui ketepatan dan kelambatan kegiatan tersebut

5) Untuk bahan penyusunan data agar tidak terjadi kesenjangan dalam

kegiatan pembelajaran

6) Untuk menghemat waktu, tenaga, dan alat10 3. Pelaksanaan Pembelajaran

Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses komunikasi transaksional antara

guru dan siswa dimana dalam proses tersebut bersifat timbal balik. Proses

transaksional juga terjadi antara siswa dengan siswa. Komunikasi transaksional

adalah bentuk komunikasi yang dapat diterima, dipahami, dan disepakati oleh

pihak-pihak yang terkait dalam proses pembelajaran.

Di dalam kata pembelajaran sebenarnya di tekankan pada kegiatan belajar

siswa melalui usaha yang terencana dalam meliputi sumber-sumber belajar agar

9

Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain SIstem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 35

10

(28)

terjadi proses belajar, yang terpenting adanya komunikasi timbal balik diantara

keduanya. Baik itu secara langsung maupun tidak langsung atau melalui media.11 Secara umum ada tiga pokok dalam tahap pembelajaran, yakni tahap kegiatan

pendahuluan, tahap kegiatan inti pembelajaran, dan tahap kegiatan penutup.

Pelaksanaan pembelajaran memiliki beberapa istilah, misalnya pendekatan

pembelajaran, model pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran,

dan media pembelajaran. Hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

a. Pendekatan pembelajaran

Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita

terhadap proses pembelajaran. Roy Killen dalam bukunya sanjaya mencatat

bahwa ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat

pada guru dan pendekatan yang berpusat pada siswa.12

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan

pembelajaran adalah titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses

pembelajaran dalam membahas konsep suatu pelajaran untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang biasanya disebut kebijakan guru.

b. Model pembelajaran

Menurut Trianto model pembelajaran adalah “suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di

kelas atau pembelajaran dalam tutorial”. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan

pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran,

dan pengelolaan kelas.13

Joyce dan Weil (1992:1) juga mengatakan bahwa: “Models of teacnhing are really models of learning. As we help student acquire information, ideas, skills,

value, ways of thinking and means of expressing themselves, we are also teaching

them how to learn”. Hal ini, berarti dapat diartikan juga bahwa model pengajaran merupakan model pembelajaran. Saat ini membantu siswa memperoleh informasi,

11

Asep Hery Hernawan. loc. Cit.,

12

Wina Sanjaya, op. cit., h. 125

13

(29)

ide-ide, keterampilan, nilai, cara untuk mengekspresikan diri mereka sendiri, kita

juga mengajarkan mereka bagaimana cara belajar.14

Sedangkan menurut soekamto, mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.15

Berdasarkan beberapa pendapat di atas , dapat ditarik kesimpulan bahwa

model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur

sistematis yang dilakukan oleh guru untuk membantu siswa dalam mencapai

berbagai tujuan pembelajaran.

c. Strategi pembelajaran

Kemp menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah “suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran

dapat dicapai secara efektif dan efisien”.16

Menurut Joni strategi pembelajaran adalah, “suatu prosedur yang digunakan untuk memberikan suasana yang kondusif kepada siswa dalam rangka mencapai

tujuan pembelajaran”. Gerlach dan Elly (1989) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah “suatu cara yang dipilih untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu”.17

Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran

adalah suatu prosedur yang dilaksanakan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran

untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

d. Metode Pembelajaran

Faturrohman dan Sutikno mengatakan bahwa metode pembelajaran

merupakan, “cara-cara penyajian bahan pembelajaran kepada siswa untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan”. Dengan demikian, salah satu

14

Ibid., h. 51 Trianto. loc. cit.

15

Junaedi, dkk, Strategi Pembelajaran, LAPIS PGMI, 2008, h. 1.10

16

Ibid., h. 1.8

17

(30)

keterampilan guru yang memegang peran penting dalam pengajaran adalah

keterampilan memilih metode.18

Menurut Sanjaya, metode pembelajaran adalah “upaya

mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar

tujuan pembelajaran yang telah disusun tercapai secara optimal.”19

Sedangkan menurut Masitoh dan Dewi, metode pembelajaran adalah “cara yang digunakan guru dalam membelajarkan siswa agar terjadi interaksi antara

guru dan siswa dalam proses pembelajaran.”

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa metode

pembelajaran adalah cara yang digunakan guru kepada siswa dalam upaya

mengimplementasikan rencana yang telah disusun agar tercapainya tujuan

pembelajaran.

e. Media Pembelajaran

Media merupakan kata jamak dari “medium” , yang berarti perantara atau

pengantar. Istilah media dapat digunakan dalam dunia pendidikan sehingga

istilahnya menjadi media pembelajaran.

Menurut Rossi dan Breidle mengemukakan bahwa media pembelajaran

adalah “seluruh alat atau bahan yang dapat pakai untuk mencapai tujuan pendidikan, seperti radio, televisi, buku, Koran, majalah, dan sebagainya”. Namun demikian, media bukan hanya alat atau bahan saja, tetapi hal-hal lain yang

memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan.20

Menurut Daryanto media adalah “salah satu komponen komunikasi”. Berdasarkan definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa media pembelajaran

merupakan sarana perantara dalam proses pembelajaran.21

Sedangkan menurut Gerlanch dan Ely, media pembelajaran memiliki

cangkupan yang sangat luas, yaitu “termasuk manusia, materi atau kajian yang

18

Pupuh Fathurrahman dan Sobry Suntikno, Strategi belajar mengajar, (Bandung: Refika Aditama,2007), h.55

19

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana,2007), h. 145

20

Ibid., h. 161

21

(31)

membangun suatu kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh

pengetahuan, keterampilan, atau sikap”.22

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media

pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dari suatu sumber

secara terencana sebagai sarana proses pembelajaran, sehingga terjadi lingkungan

belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara

efisien dan efektif.

4. Evaluasi Pembelajaran

a. Pengertian Evaluasi Pembelajaran

Istilah evaluasi bukan lagi merupakan suatu kata yang asing dalam kehidupan

masa sekarang, apalagi bagi orang yang terlibat dalam dunia pendidikan. Aktivitas

evaluasi ini sudah dilaksanakan manusia sejak zaman dahulu, sejak manusia mulai

berpikir. Istilah evaluasi sekarang sudah mempunyai padanan kata dalam bahasa

Indonesia, yaitu penilaian.23

Evaluasi menurut Guba dan Lincoln yaitu “suatu proses memberikan pertimbangan mengenai nilai dan arti sesuatu yang dipertimbangkan”. Sesuatu yang dipertimbangkan itu bisa berupa orang, benda, kegiatan, keadaan, atau

sesuatu kesatuan tertentu.24

Pengertian lain mengenai evaluasi menurut Edwin Wandt dan Gerald W.

Brown yaitu “suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu”. Sedangkan evaluasi menurut Ten Brink dan Terry D adalah “proses mengumpulkan informasi dan menggunakannya sebagai bahan untuk

pertimbangan dalam membuat keputusan.”25

Dari pendapat yang dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

evaluasi yaitu suatu proses untuk menentukan nilai dan menggunakannya sebagai

bahan pertimbangan dalam membuat keputusan.

b. Fungsi dan Tujuan Evaluasi Pembelajaran

22

Rayandra Asyhar, Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran, (Jakarta: Gaung Persada, 2011), cet.1, h. 7-8

23

Sudaryono, dasar-dasar evaluasi pembelajaran, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 35

24

Wina Sanjaya, op. cit., cet. 3, h. 241

25

(32)

Tujuan utama melakukan evaluasi pembelajaran adalah untuk mendapatkan

informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan pembelajaran oleh

peserta didik sehingga dapat diupayakan tindak lanjutnya.26 Ada beberapa fungsi evaluasi, yakni:

1) Evaluasi merupakan alat yang penting sebagai umpan balik bagi siswa

2) Evaluasi merupakan alat yang penting untuk mengetahui bagaimana

ketercapaian siswa dalam menguasai tujuan yang telah ditentukan

3) Evaluasi dapat memberikan informasi untuk mengembangkan program

kurikulum

4) Informasi dari hasil evaluasi dapat digunakan oleh siswa secara individual

dalam mengambil keputusan, khususnya untuk menentukan masa depan

sehubungan dengan pemilihan bidang pekerjaan serta pengembangan karier

5) Evaluasi berguna untuk para pengembang kurikulum khususnya dalam

menentukan kejelasan tujuan khusus yang ingin dicapai

6) Evaluasi berfungsi sebagai umpan balik untuk semua pihak yang

berkepentingan dengan pendidikan di sekolah. Melalui evaluasi dapat

dijadikan bahan informasi tentang evektifitas program sekolah.27 5. Pendidikan Agama Islam (PAI)

Pendidikan agama islam adalah “usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama islam melalui

kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan dengan memperhatikan tuntutan

untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama

dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional”.28

Dari pengertian tersebut dapat ditemukan beberapa hal yang perlu

diperhatikan dalam pembelajaran pendidikan agama islam, yaitu berikut ini:

a. Pendidikan agama islam sebagai usaha sadar, yakni suatu kegiatan

pendidikan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan yang dilakukan

secara berencana dan sadar atas tujuan yang hendak dicapai

26

Sobry Sutikno, Pembelajaran Efektif, (Mataram: NTP Press, 2005), h. 59

27

Wina Sanjaya, op. cit., h. 244

28

(33)

b. Peserta didik yang hendak disiapkan untuk mencapai tujuan dalam arti

ada yang dibimbing, diajari dan/atau dilatih dalam peningkatan

keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan terhadap ajaran

agama islam

c. Pendidik atau guru pendidikan agama islam (GPAI) yang melakukan

kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan secara sadar terhadap

peserta didiknya untuk mencapai tujuan pendidikan agama islam

d. Kegiatan (pembelajaran) pendidikan agama islam diarahkan untuk

meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan

ajaran agama islam dari peserta didik, yang di samping untuk

membentuk kesalehan atau kualitas pribadi, juga sekaligus untuk

membentuk kesalehan sosial.29

Secara umum, pendidikan agama islam bertujuan untuk “ meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta didik tentang

agama islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa

kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi,

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.”30 B. Hakikat Autis

1. Pengertian Autis

Secara etimologis kata “autisme” berasal dari kata “auto”dan “isme”. Auto artinya diri sendiri, sedangkan isme berarti suatu aliran atau paham. Dengan

demikian autisme diartikan sebagai suatu paham yang hanya tertarik pada

dunianya sendiri.31

Sehubungan dengan pengertian gangguan autistic dan penyandang autism

beberapa tokoh mengemukakan berbagai macam rumusan definisi. Sutadi (2002)

menjelaskan bahwa autistic adalah “gangguan perkembangan neorobiologis berat

29

Ibid., h. 75

30

Ibid

31

(34)

yang mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berelasi

(berhubungan) dengan orang lain”.32

Pengertian lain mengenai autistic menurut sunartini bahwa autistic

diartikannya sebagai “gangguan perkembangan perpasif yang ditandai oleh adanya abnormalitas dan kelainan yang muncul sebelum anak berusia 3 tahun”.33

Definisi yang lebih operasional dinyatakan oleh The individuals with

disabilities education act, autistic berarti “gangguan perkembangan yang secara signifikan mempengaruhi komunikasi verbal dan non-verbal dan interaksi sosial,

yang pada umumnya terjadi sebelum usia 3 tahun, dan dengan keadaan ini sangat

mempengaruhi performa pendidikannya”.34

Berdasarkan paparan definisi-definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

autistik adalah gangguan perkembangan neurobiologis yang sangat komplek atau

berat dalam kehidupan yang panjang, yang meliputi gangguan pada aspek

perilaku, interaksi sosial, komunikasi dan bahasa, serta gangguan emosi dan

persepsi sensori bahkan pada aspek motoriknya dan gejala ini terjadi pada usia

sebelum 3 tahun.

2. Ciri-ciri Anak Autis

Beberapa ciri-ciri anak autis sebagai berikut:

a. Perilaku

1) Cuek terhadap lingkungan

2) Perilaku tak terarah, mondar-mandir, lari-lari, manjat-manjat,

berputar-putar, lompat-lompat dan sebagainya

3) Kelekatan terhadap benda tertentu

4) Perilaku tak terarah

5) Terpukau terhadap benda yang berputar dan bergerak

b.Interaksi sosial

1) Tidak mau menatap mata

2) Dipanggil tidak menoleh

32

Yosfan Azwandi, Mengenal dan membantu penyandang autism (Jakarta: Departemen pendidikan nasional, 2005), h.15

33

Ibid.,, h.14

34

(35)

3) Tidak mau bermain dengan teman sebayanya

4) Asyik/bermain dengan dirinya sendiri

5) Tidak ada empati dalam lingkungan sosial

c. Komunikasi dan bahasa

1) Terlambat bicara

2) Tidak ada usaha untuk berkomunikasi secara non-verbal dengan

bahasa tubuh

3) Meracau dengan bahasa yang tak dapat dipahami

4) Membeo (Echolalia)

5) Tak memahami pembicaraan orang lain35 d. Perasaan atau Emosi

1) Tidak ada atau kurangnya rasa empati

2) Tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-marah tanpa sebab

yang diketahui

3) Sering mengamuk tak terkendali (Temper Tantrum), terutama bila

tak mendapatkan apa yang diinginkan, bahkan bisa jadi sangat

agresif dan destruktif.

e. Persepsi Sensoris

1) Mencium-cium, menggigit atau menjilat mainan dan benda apa saja

2) Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga

3) Tak menyukai rabaan atau pelukan

4) Merasa tidak nyaman bila tidak memakai pakaian dari bahan kasar36 3. Faktor Penyebab anak autis

Penelitian menunjukkan, banyak faktor mempengaruhi perkembangan otak

anak autistik, yang terjadi sejak usia 6 bulan dalam kandungan, dan terus berlanjut

dalam kehidupannya. Dengan bertambahnya usia anak, akan semakin besar

perbedaan kemampuannya dibanding anak lain seumurnya. Semua ini terlihat

jelas sebelum anak berusia 3 tahun.37

35

Joko Yuwono, op. cit., h. 25

36

Kresno Mulyadi dan Rudy Sutadi, Autism is CurableBenar, Autisme Dapat Disembuhkan,

(Jakarta: PT Elex Media Komputindo,2014), h. 18

37

(36)

Macam-macam faktor penyebab anak autis:

a. Faktor Genetis

Faktor genetis atau faktor keturunan adalah penyebab terbesar terjadinya

sindrome autisme, penelitian pada tahun 2006 menunjukkan bahwa anak kembar

memiliki 90% kemungkinan mereka terkena Autis. Beberapa hal penyebab

genetis adalah usia ibu yang terlalu tua saat mengandung atau usia ayah yang

terlalu tua ( berpengaruh pada kualitas sperma), beberapa penelitian menunjukan

bahwa kwalitas sperma lelaki berusia tua cenderung akan lebih mudah bermutasi

dan memicu timbulnya autisme pada anak.

b. Faktor Kandungan

Penyebab Autisme Juga ditemukan pada saat janin dalam kandungan ibu,

disebabkan oleh beberapa faktor yaitu usia ibu terlalu tua saat mengandung, sang

ibu memiliki penyakit Diabetes, mengalami pendarahan, sang ibu sering

mengkonsumsi obat-obat tertentu saat mengandung anak tersebut.

Faktor-faktor yang memicu autis saat dalam kandungan adalah:

1) Infeksi virus saat hamil.

Sindroma rubella congenital adalah virus yang bisa menyerang saat

ibu hamil ditrimester pertama diduga adalah penyebab utama

pemicus Autis. Sebenarnya resiko kehamilan bukan hanya berlaku

untuk autis tapi juga untuk penyakit lain yang bersangkutan dengan

psikologi misalnya skizofrenia

2) Pengaruh lingkungan saat ibu mengandung.

3) Sehat atau tidaknya lingkungan saat ibu mengandung sangat

berpengaruh dengan perkembangan psikologi anak dalam

kandungan. Penelitian terbaru menunjukan bahwa keadaan ibu

hamil yang tinggal di dekat jalan ramai aktivitas kendaaraan

sehingga menimbulkan banyak polusi udara lebih rentan

melahirkan anak autis, penelitian terbaru pada tahun 2012

menunjukan bahwa polusi udara kendaraan memberi dampak

negatif pada perkembangan otak dan fisik janin bayi pada usia 0-2

(37)

c. Faktor kelahiran

Sebuah penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2008 menunjukan bahwa

bayi yang lahir dengan berat badan sangat rendah dan lama dalam kandungan (

lebih dari 9 bulan ) memiliki resiko lebih tinggi terhadap Autisme. keadaan saat

persalinanpun sangat mempengaruhi terhadap autis, bayi yang mengalami hipoksa

( gagal nafas) saat dilahirkan itu dapat memicu autisme. secara tidak langsung

bayi yang lahir prematur juga bisa menimbulkan autisme. Beberapa bayi lahir

prematur biasanya mengalami pendarahan otak ada yang sebagian hidup dan ada

yang mati dan yang hidup biasanya akan mengalami kelainan otak yang

menyebabkan autism

d. Faktor Lingkungan

Autisme tidak hanya dikarenakan bawaan lahir, bayi yang sehat selama dalam

kandunganpun memiliki resiko Autisme jika ia tumbuh dan berkembang di

lingkungan yang tidak tepat. Faktor eksternal penyebab ini antara lain adalah

alergi parah, konsumsi obat-obatan, vaksin, jenis makanan tertentu dan logam

berat.38

Pada tahun 1997 Jaak Pankseep menemukan keterkaitan antara autis dan

obat-obatan opium yang disuntikan, paparan opium ini dapat mengganggu

perkembangan saraf anak dan otakpun tidak berkembang dengan baik.

Keracunan merkuri juga dapat memicu timbulnya autisme pada bayi dan balita,

hal ini berdasarkan dari laporan-laporan orang tua menyatakan bahwa anak yang

terpapar merkuri cenderung berperilaku seperti anak autis, paparan merkuri dapat

disebabkan oleh mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi oleh merkuri,

penggunaan kosmetik, bahan-bahan perawatan tubuh bayi, dan vaksin yang

mengandung merkuri.

C. Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif

Seperti kita ketahui bahwa paradigma sekolah penyelenggara pendidikan

inklusif, sarat dengan muatan kemanusiaan dan penegakan hak asasi manusia.

Untuk lebih jelas tentang sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, di bawah ini

38

(38)

akan dipaparkan pengertian pendidikan inklusif, karakteristik sekolah inklusif,

dan kurikulum sekolah inklusif.

1. Pengertian pendidikan inklusif

Dewasa ini perhatian pemerintah terhadap anak-anak bangsa dalam bidang

pendidikan harus diakui masih belum menunjukkan perubahan yang signifikan.

Buktinya, masih terdapat sistem kategorisasi yang memisahkan antara anak

normal dengan anak yang berkebutuhan khusus. Kondisi ini merupakan potret

ketidakadilan pendidikan yang seharusnya diberikan kepada seluruh anak-anak

bangsa tanpa terkecuali

Pendidikan tidak hanya diprioritaskan bagi anak-anak yang memiliki tingkat

kegeniusan tinggi maupun anak-anak yang berasal dari keluarga yang

bangsawan., tetapi juga bagi mereka yang dianggap berbeda dan terbelakang dari

anak-anak normal lainnya. Jika pendidikan Indonesia tidak memperhatikan masa

depan anak yang berkebutuhan khusus, bisa dipastikan mereka akan selalu

termarginalkan dalam lingkungan mereka tinggal, apalagi untuk mendapatkan

perlakuan khusus melalui pendidikan luar biasa yang memang diperuntukkan bagi

anak-anak yang berkelainan.

Di tengah permasalahan yang menimpa anak berkebutuhan khusus, paradigma pendidikan inklusif agaknya bisa menjadi solusi bagi mereka untuk melanjutkan pendidikan tanpa harus merasa kurang percaya diri ketika harus berkumpul dengan mereka yang memiliki fisik normal. Apalagi undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional memberikan warna lain dalam penyediaan pendidikan bagi anak berkelainan.39

Pada penjelasan pasal 15 tentang pendidikan khusus disebutkan bahwa

“pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan

secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan

dasar dan menengah.”40

39

Mohammad TakdirIlahi, Pendidikan Inklusif:Konsep dan Aplikasi, (Yogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2013), h.7

40

(39)

Pendidikan inklusif di Indonesia dilandasi oleh landasan religious. Sebagai

bangsa yang beragama, penyelenggaraan pendidikan inklusif tidak bisa lepas dari

konteks agama karena pendidikan merupakan tangga utama dalam mengenal

tuhan. Tuhan tidak sekaligus menjadikan manusia di atas bumi beriman

kepada-Nya, tetapi masih melalui proses kependidikan yang berkeimanan dan islami.41 Ada banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang landasan religious dalam penyelenggara pendidikan inklusif. Faktor religi yang digunakan untuk

penjelasan ini adalah Al-Qur’an surah Al-Hujurat (49) ayat 13:

















Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa -bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha

Mengenal.” (Q.S Al-Hujurat:13)42

Ayat tersebut memberikan perintah kepada kita, agar saling ta’aruf, yaitu saling mengenal dengan siapa pun, tidak memandang latar belakang sosial,

ekonomi, ras, suku, bangsa, dan bahkan agama. Inilah konsep islam yang begitu

universal, yang memandang kepada semua manusia di hadapan Allah adalah

sama, justru hanya tingkat ketaqwaan-Nyalah menyebabkan manusia mulia di

hadapan Allah.

Pendidikan inklusif mempunyai pengertian yang beragama. O’Neil menyatakan bahwa pendidikan inklusif “sebagai sistem layanan pendidikan mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah

terdekat, di kelas regular bersama-sama teman seusianya”. 43

41

Ibid., h. 75

42

Ibid., h. 517

43

(40)

Menurut permendiknas Nomor 70 tahun 2009, pendidikan inklusif adalah

“sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau

bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan

pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya”.44

Pendapat lain mengatakan bahwa pendidikan inklusif adalah “sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama

dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat

tinggalnya”.45

Berdasarkan paparan definisi-definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

pendidikan inklusif adalah pendidikan yang memberikan layanan terbuka untuk

siapa saja yang mempunyai keinginan untuk mengembangkan potensi yang

dimiliki secara optimal.

Sekolah penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusif juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima menjadi bagian dari sekolah tersebut dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya terpenuhi.46

Definisi di atas jelas mengisyaratkan bahwa keterbatasan serta perbedaan

yang dialami anak dibandingkan dengan anak normal sebaya bukanlah suatu

hambatan agar anak bisa bergabung di sekolah reguler. Kebutuhan

Gambar

Gambar 4.7 Respon Belajar Siswa A dan Siswa B
Gambar 4.1
   Gambar 4.4 Ruang TataUsaha, Ruang Guru, dan Ruang Kepala Sekolah
     Gambar 4.6       keterlibatan siswa dalam metode yang dibuat Guru R
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kecemasan terhadap status lajang pada perempuan dewasa awal ditinjau dari harga diri. Jenis metode yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan dampak motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik terhadap sebagai pemediasi pengaruh peran APIP terhadap kinerja pegawai negeri

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang: 1) pelaksanaan program parenting KB Prima Sanggar dalam mendorong keterlibatan orang tua pada pendidikan

Tujuan dan manfaat dari penelitian ini adalah untuk dapat membantu memudahkan masyarakat yang mencari kegiatan pembelajaran untuk dapat menemukan kegiatannya secara

Kecuali untuk soal cerita nomor satu, seperti tampak pada Gambar 2, subjek mampu melakukan perhitungan sesuai dengan mengimplementasikan rencana yang telah dibuat

Untuk itu dimohon kehadiran saudara untuk pembuktian kualifikasi dimaksud dengan membawa seluruh dokumen kualifikasi asli / telah dilegalisir oleh pihak yang berwenang serta

tentang hubungan antara kekuatan otot lengan dan kelentukan tubuh dengan prestasi tolak peluru gaya menyamping yang ternyata signifikan maka Ho ditolak dan Ha

(d) Post-modernisme didefinisikan sebagai aliran atau pemikiran yang berkaitan dengan reaksi- reaksi atas ‘kegagalan’ yang terjadi dalam aliran arsitektur modern, yang timbul