• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pandangan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tehadap Pluralisme Agama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pandangan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tehadap Pluralisme Agama"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

PANDANGAN MAHASISWA

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

TERHADAP PLURALISME AGAMA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Disusun Oleh:

SITI NAY NURJANAH

NIM : 10.40.32.20.10.32

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

PANDANGAN MAHASISWA

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

TERHADAP PLURALISME AGAMA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh

Siti Nay Nurjanah NIM : 104032201032

Pembimbing,

Dr. Masri Mansoer, M.A

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 16 Februari 2009

(4)

PEDOMAN TRANSLITERASI

Arab Latin Arab Latin Arab Latin

a = dh

= b = th = al

= t = zh = a

= ts = = i

= j = gh = u

= h = f

= kh = q Vokal Panjang

= d = k = â

= dz = l î

= r = m = û

= z = n Diftong

! = s " = w = aw

# = sy $ = h = ay

% &

(5)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pandangan mahasiswa terhadap pluralisme agama pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif, dengan menggunakan beberapa cara pengujian yaitu: analisis deskriptif, analisis komparasi one-way anova, analisis korelasi product moment, dan analisis regresi linear sederhana. Responden yang diambil sebanyak 250 mahasiswa yang dipilih secara random dari 10 fakultas dengan tidak menggunakan proporsional dengan jumlah masing-masing 25 orang dari setiap fakultas yang ada di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1). Tidak ada perbedaan keberagamaan antara fakultas agama dan fakultas umum yang ditunjukkan oleh rataan sebesar 72.24. 2). Tidak ada perbedaan pandangan mahasiswa terhadap pluralisme agama antara fakultas agama dan fakultas umum yang ditunjukkan oleh rataan 51.07. 3). Ada hubungan negatif yang artinya terdapat hubungan yang lemah antara keberagamaan dengan pandangan mahasiswa terhadap pluralisme agama yang ditunjukkan oleh koefisien korelasi sebesar -0.02. Ada hubungan negatif antara keberagamaan dengan pandangan mahasiswa terhadap pluralisme agama, ditunjukkan oleh F hitung sebesar 10.348. Berdasarkan data tersebut dapat diambil kesimpulan dalam penelitian ini bahwa semakin saleh atau tinggi tingkat keberagamaan seseorang maka semakin rendah seseorang dalam memandang pluralisme agama.

Kata Kunci: Keberagamaan, Pluralisme Agama.

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan segala rahmat dan hidayah serta karuniaNya kepada penulis yang tak henti-hentinya memberikan kenikmatan, baik itu nikmat iman maupun nikmat Islam sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tercurah pada khatimul anbiya, Muhammad SAW, pemimpin bagi umat manusia. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pandangan Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Terhadap Pluralisme Agama” Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata-1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu, baik secara moril maupun materil dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. M. Amin Nurdin, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(7)

4. Bapak Dr. Masri Mansoer, MA selaku dosen pembimbing atas kesabaran, dan kritik. Terimakasih telah berkenan memberikan waktu, petunjuk, serta arahan yang diberikan kepada penulis selama menyusun skripsi ini.

5. Segenap dosen dan staf pengajar Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya dosen-dosen Sosiologi Agama atas segala ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh perkuliahan. 6. Pimpinan perpustakaan umum dan perpustakaan fakultas Ushuluddin dan Filsafat

yang telah memberikan layanan dengan baik atas pinjaman referensi buku-bukunya. Dan seluruh staf karyawan UIN pada umumnya serta karyawan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat pada khususnya.

7. Seluruh keluargaku tercinta, dengan penuh rasa takzim kupersembahkan skripsiku ini khusus kepada kedua orangtuaku: papa H. Arif Syarifuddin dan mama Hj. Sopenah atas segala pengorbanan dan cinta, yang tidak pernah letih membimbing dan menyayangi penulis. Kakak-kakakku: Agus Syarifuddin, SH. MH dan istri Elis Rosdianah. H. Supandi Syarifuddin, SE beserta istri Heni. Iwan Syarifuddin, SPd dan istri Hamliah Asriani, Skom. Siti Hammah, SHi dan Daniel Nafiri, SHi. Adikku: Ahmad Nur Faizi, Keponakan-keponakanku: Ferdiansyah S, Ananda Aulia Salsabilah, Fadillah Ramadhan S, Revaldi S, Rangga Pratama S, dan Ramzi Maulana S. saudaraku, sahabat, teman senasib seperjuangan Siti Suraidah yang selalu bersama-sama, terimakasih untuk saran, kritik, motivasi dan aku belajar banyak darimu tentang semua hal yang kita lewati.

(8)

ini, melihatmu tertawa lepas adalah kebahagiaanku. Kita masih punya mimpi untuk kita gapai. Lina Hermawati (ina) yang telah memberikan warna dan ceriamu dalam persahabatan ini. Iik ikrimah (mamy) yang selalu membuatku tertawa atas celotehanmu, dan selalu optimis untuk apapun. Nadzariyah (njah) untuk kebersamaan yang telah kita lalui, sahabat yang aku rindukan tawamu seperti dulu saat kau bisa membagi bebanmu itu. Terimakasih untuk apapun yang telah kalian berikan kepadaku, dan waktu tidak akan membuatku melupakan kalian.

9. Lucky Setiawan, ST untuk segala kebaikan yang diberikan kepada penulis, motivasi dan semangat yang tiada henti agar penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, semoga kebahagiaan selalu menyertaimu dan tercapai cita-citamu.

10.Teman-teman jurusan Sosiologi Agama angkatan 2004: Angga, Zumi, Nia, Ilham, Wahid, dan semua teman-teman kelasku. Serta seluruh teman-temanku: Muammar Lutfhi Harun, Tyo Zulfan Amri, Gelar M Nugraha, Abang Marwan terimakasih untuk do’anya, dan yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari, skripsi ini tentu saja jauh dari kesempurnaan. Karena itu, masukkan serta saran dari pembaca akan sangat berguna bagi penulis dikemudian hari. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak, amin.

Ciputat, 16 Februari 2009

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK……….. i

KATA PENGANTAR……… ii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN……….. xi

PEDOMAN TRANSLITERASI……… xii

PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Batasan dan Perumusan Masalah... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 10

D. Sistematika Penulisan... 10

BAB I I KAJIAN TEORI (Konsep Pandangan, Agama, dan Pluralisme Agama)... 12

(10)

1. Pengertian Pluralisme Agama... 2. Teori Pluralisme Agama... 2.1. Faktor Internal (Ideologis)... 2.2. Faktor Eksternal...

26 29 30 34 D Pluralisme Agama Dalam Pandangan Majelis Ulama

Indonesia (MUI)... 35 E. Pluralisme Agama Dalam Pandangan Al-Quran... 38

BAB I II METODOLOGI PENELITIAN...

A. Lokasi dan Waktu Penelitian... 45 B. Populasi dan Sampel... 45 C. Variabel Penelitian... 46 D. Metode Pengumpulan Data...

1. Metode Angket... 2. Studi Kepustakaan...

47 47 48 E. Uji Instrumen Data...

a. Uji Validitas... b. Uji Reliabilitas...

(11)

BAB IV HASIL PENELITIAN……… 54 A. Profil Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah...

1. Sejarah UIN Syarif Hidayatullah... 2. Struktur Organisasi UIN Syarif Hidayatullah...

54

54 57 B. Deskripsi Responden Mahasiswa UIN Syarif

Hidayatullah... 1. Responden Menurut Jenis Kelamin dan Fakultas. 2. Responden Menurut Asal Sekolah...

58 58 59 C.. Keberagamaan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah...

1. Praktek Keagamaan... 2. Pengetahuan Keagamaan... 3. Ideologi Keagamaan... 4. Variabel Keberagamaan Secara Umum...

60

60 61 62 64 D. Pandangan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah

Terhadap Pluralisme Agama... 1. Pengetahuan Terhadap Pluralisme Agama... 2. Sikap Terhadap Pluralisme Agama... 3. Tingkah Laku Terhadap Pluralisme Agama... 4. Variabel Pluralisme Agama ...

65 65 66 67 68 E. Perbedaan Keberagamaan Mahasiswa UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta antara Fakultas Agama dan

Fakultas Umum……… 71

(12)

G. Pengaruh Keberagamaan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Terhadap Pandangan Pluralisme Agama..

1. Korelasi... 2. Koefisien Determinasi ... 3. Analisis Persamaan Regresi Sederhana... 4. Uji F Hitung ( Anova Test )...

73 73 74 75 76

BAB V PENUTUP……… 78

A. Kesimpulan……….. 78

B. Saran………. 79

DAFTAR PUSTAKA……… 81

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel I: Hasil Uji Validitas……… 49

Tabel II: Hasil Uji Reliabilitas………. 50

Tabel III: Tokoh-tokoh Yang Memimpin IAIN/UIN Sharif Hidayatullah Jakarta………... 56 Tabel IV: Responden Menurut Jenis Kelamin dan Fakultas……… 58

Tabel V: Responden Menurut Asal Sekolah………... 59 Tabel VI: Responden Menurut Dimensi Praktek Keagamaan... 60

Tabel VII: Responden Menurut Dimensi Pengetahuan Keagamaan... 62

Tabel VIII: Responden Menurut Dimensi Ideologi Keagamaan... 63

Tabel IX: Responden Menurut Variabel Keberagamaan... 64

Tabel X: Responden Menurut Dimensi Pengetahuan Pluralisme Agama.. 65

Tabel XI: Responden Menurut Dimensi Sikap Pluralisme Agama... 66

Tabel XII: Responden Menururt Dimensi Tingkah Laku Pluralisme Agama... 68 Tabel XIII: Responden Menurut Variabel Pluralisme Agama... 69

Tabel XIV: Responden Menurut Rataan Keberagamaan Mahasiswa Antara Fakultas Agama dan Fakultas Umum... 71 Tabel XV: Responden Menurut Rataan Pandangan Mahasiswa Terhadap Pluralisme Agama antara Fakultas Agama dan Fakultas Umum. 72 Tabel XVI: Hasil Uji Korelasi... 74

Tabel XVII: Hasil Uji Koefisien Determinasi... 75

Tabel XVIII: Hasil Uji Koefisisen Regresi Sederhana... 75

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Kuesioner

Lampiran II: Jawaban Kuesioner Responden

Lampiran III: Jawaban Kuesioner Responden Perdimensi Lampiran IV: Transformasi Data Kuesioner Perdimensi Lampiran V: Data Validitas dan Data Reliabilitas Lampiran VI: Hasil Analisis Deskriptif

Lampiran VII: Hasil Uji Komparasi Lampiran VIII: Hasil Uji Korelasi

Lampiran IX: Hasil Uji Regresi Linear Sederhana Antara Variabel Keberagamaan Dengan Variabel Pluralisme Agama

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang plural. Hal ini dapat terlihat dari berbagai keanekaragaman ras, suku, bahasa, adat istiadat dan agama. Keanekaragaman ini dapat menjadi sebuah kekayaan negara. Namun, apabila kekayaan ini tidak mampu dikelola dengan baik maka dapat menjadi sebuah ancaman bagi keutuhan negara.1 Di zaman sekarang ini, keragaman agama menjadi salah satu masalah yang dianggap signifikan. Namun masalah keragaman ini bukanlah merupakan masalah yang baru, karena sejak dulu banyak para tokoh agama yang berusaha membuktikan bahwa agamanyalah yang dianggap paling benar. Pada masa sekarang ini agama menjadi salah satu pusat perhatian, karena agama selalu mewarnai kehidupan manusia. Banyak konflik-konflik yang terjadi dengan mengatasnamakan agama. Namun, di lain pihak, agama pula yang membuat ketentraman batin. Dewasa ini, banyak ajaran dari sebuah agama menjadi dasar institusi-institusi, seperti halnya sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi.

Selain itu, dalam setiap tahun tidak kurang dari sepuluh kali umat beragama mengadakan upacara resmi keagamaan untuk memperingati hari-hari suci dalam agamanya. Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha, Isra Mi’raj, dan Maulid Nabi Muhammad SAW yang diperingati oleh umat Islam, Hari Natal, dan wafatnya Yesus Kristus (Isa Al-Masih) oleh umat Kristiani, Imlek oleh umat beragama Konghuchu, serta Hari Raya Nyepi dan Waisak yang diperingati oleh umat Hindu dan Budha.

1

(16)

Dalam setiap peringatan keagamaan inilah selalu muncul persoalan tentang keragaman atau pluralitas. Yaitu, persoalan tentang bagaimana suatu umat beragama menyikapi kehadiran agama dan kaum lain yang berbeda agama. Khususnya dikalangan umat Islam, masalah keragaman atau pluralitas agama ini telah memunculkan perdebatan teologis yang panjang dan tak pernah kunjung selesai. Bagaimana seharusnya menyikapi kehadiran banyak agama dan bagaimana seharusnya umat muslim bersikap terhadap kaum lain yang berbeda agama. Tema perdebatan tersebut tidak hanya sebatas masalah ketuhanan, melainkan juga merambah ke wilayah kehidupan yang sangat luas, termasuk aspek ritual keagamaan, sosial, kesehatan, politik dan ekonomi. Dalam aspek ritual keagamaan, pada saat peringatan Natal, Imlek atau Hari Raya Nyepi misalnya, berkembang perdebatan tentang boleh atau tidaknya mengucapkan selamat kepada umat lain, dalam aspek sosial muncul perdebatan yang berkaitan dengan boleh atau tidaknya menerima bantuan dari kalangan non-muslim. Misalnya, pemberian dalam bentuk makanan, atau bantuan dana dan sarana fisik untuk pembangunan masjid, madrasah, rumah sakit dan sebagainya. Dalam aspek kesehatan muncul perdebatan masalah boleh atau tidaknya berobat kerumah sakit non-muslim atau kerjasama dalam bidang kesehatan. Dalam aspek ekonomi muncul perdebatan boleh atau tidaknya belanja ke toko atau supermarket non-muslim. Perdebatan seputar boleh atau tidaknya melakukan pertemanan dan kerjasama ekonomi dengan kalangan non-muslim. Sedangkan dalam aspek politik, muncul perdebatan boleh atau tidaknya menjadikan orang non-muslim sebagai teman politik (anggota atau pimpinan partai) atau mengangkat mereka menjadi pemimpin pemerintahan (kepala negara). Oleh karena itu, agama dan keragamannya sangat menarik perhatian kita di abad ini.2

2

(17)

Pada era globalisasi masa kini, umat beragama dihadapkan pada serangkaian yang tidak berbeda dengan apa yang dialami sebelumnya. Pluralisme agama, konflik internal atau antar agama adalah sebuah fenomena yang nyata. Di masa lampau kehidupan keagamaan relatif lebih tentram karena umat-umat beragama bagaikan kamp-kamp yang terisolasi dari tantangan dunia luar. Sebaliknya, masa kini tidak sedikit pertanyaan kritis yang harus ditanggapi oleh umat beragama yang dapat diklasifikasikan rancu dan merisaukan.3 Fenomena ini berlanjut sampai masa sekarang. Di beberapa negara justru sebuah agama dijadikan sebagai elemen utama dalam mesin penghancuran manusia, suatu kenyataan yang sangat bertentangan dengan ajaran semua agama di muka bumi ini. Pertentangan antar umat beragama yang membawa perpecahan, kekerasan, anarkisme, bahkan vandalisme adalah sebuah kenyataan yang sungguh ironis dan memprihatinkan. Sama menyedihkannya misi (dakwah) keagamaan yang menjelek-jelekkan agama lain dan umatnya, menghasut, membakar emosi umat untuk membenci bahkan menyerang umat agama lain. Permusuhan dan balas dendam adalah tanda betapa masyarakat kita masih mengidap penyakit eksklusivisme dan fanatisme dan karena itulah belum pantas disebut sebagai bangsa toleran.4 Untuk menghindari bahaya ini, wacana moralitas perlu diartikulasikan kembali secara jelas. Dalam kerangka ini agama justru harus dijadikan penengah di antara kepentingan-kepentingan yang sering kali membuat konflik dalam tatanan umum dan perubahan sosial. Kerja sama antar agama diperlukan untuk

3

Alwi Shihab, Islam Inklusif (Menuju Sikap Terbuka Dalam Beragama), (Bandung: Mizan, 1998), h. 39

4

(18)

menerjemahkan kesadaran atas hakikat dasar moralitas dan sikap moral terhadap realitas sosial serta keinginan untuk menghormati orang lain.5

Pluralisme adalah perspektif pemikiran dan gerakan yang ingin menghapuskan sekat-sekat primordialisme (asal-usul kelahiran agama dan hal-hal bawaan) dalam pola dan proses interaksi sosial manusia dalam kehidupan. Secara sederhana, pluralisme dikatakan sebagai paham tentang kemajemukan masyarakat. Masyarakat majemuk ialah suatu masyarakat dimana sejumlah etnik dan golongan hidup secara berdampingan yang sebagian besar berbeda satu sama lain. Dalam masyarakat yang pluralistik, senantiasa terjadi proses asimilasi dan terbentuk “cultural pluralism” (pluralisme kultural) dimana setiap subkultur dalam masyarakat mengalami adaptasi dan penciptaan kondisi untuk menerima perbedaan. Dalam perkembangan umat manusia di tengah globalisasi dan kesadaran akan pentingnya harmoni, pluralisme telah tumbuh menjadi semacam ideologi baru.

Dalam dunia politik saat ini lahir partai-partai politik dengan ideologi inklusif sebagai antitesis dari partai politik dengan ideologi eksklusif, dalam kalangan umat Islam masih mengalami perdebatan yang kontroversial baik di level strategi maupun teologi.6

Islam adalah agama yang melarang para umatnya untuk merendahkan non-muslim. Meskipun sebagai umat muslim diharuskan meyakini bahwa Islam adalah yang paling benar, tetapi tidak berarti diharuskan menjauhi dan tidak berinteraksi dengan non-muslim. Merendahkan non-muslim justru akan menunjukkan bahwa Islam bukanlah agama yang mulia. Karena, sejak awal Allah SWT selalu mengingatkan bahwa Islam

5

Nurcholis Madjid, Pluralitas Agama (Kerukunan dalam Keragaman) ( Jakarta: Kompas, 2001), h.21-22.

6

(19)

adalah rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam). Di dalam praktek kehidupannya, Rasulullah SAW di Madinah selalu memberikan suri teladan yang sangat berharga bagi umat Islam. Bukan arogansi yang diberikan kepada kaum Yahudi ataupun Nasrani, melainkan yang dilakukan Rasullah SAW adalah ajakan untuk bersama-sama membangun masyarakat dan melindungi negara dari ancaman musuh.7 Pluralisme agama menuntut adanya keterlibatan aktif dengan kaum lain, dalam arti bukan hanya sekedar toleransi, melainkan memahami. Toleransi tidak memerlukan keterlibatan aktif dengan kaum agama lain. Toleransi juga tidak membantu meredakan sikap acuh tak acuh sesama umat beragama. Yang harus kita lakukan adalah lebih dari sekedar toleransi, tetapi memahami apa yang ada dalam keragaman setiap agama dengan tulus. Al-Qur’an menggambarkan pluralisme agama sebagai satu misteri ilahi yang harus diterima sebagai suatu karunia untuk memuluskan hubungan antar umat beragama di wilayah publik.8

Kesenjangan serta konflik psikologis dan teologis antara umat Islam dan umat lainnya tidak boleh terus-menerus berlangsung. Strategi yang dilakukan selama ini cenderung menelantarkan dialog teologis sebagai sarana pembina saling percaya dan media solusi konflik-konflik agama, etnis dan bangsa dalam masyarakat yang majemuk seperti Indonesia. Sudah saatnya kita menawarkan langkah yang preventif, selain langkah kuratif, dalam mengabdi kepada perdamaian di berbagai tempat dimana umat yang berbeda agama bertemu dan dapat bekerja sama.9 Dalam konteks inilah pluralitas agama menjadi sebuah hal yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia yang harus segera diselesaikan dalam menuju kehidupan masyarakat yang damai. Dengan kesadaran yang

7

Tarmizi Tahir, Dkk, Pluralisme Islam (Harmonisasi Beragama), (Jakarta: PT Karsa Rezeki, 2004), h.35.

8

Abdulaziz Sachedina, Beda Tapi Setara (Pandangan Islam tentang Non-Muslim) (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2002), h.71.

9

(20)

luas terhadap pluralitas dari berbagai lapisan masyarakat, agama akan menumbuhkan sikap-sikap pluralis bagi masyarakat agama yang luas pula. Kesadaran itu dapat disosialisasikan secara nasional yang dapat dimulai dari pemuka-pemuka agama dari masing-masing agama. Pastur atau pendeta dalam agama Kristen merupakan sosok yang paling strategis membawa jemaatnya untuk menyadari urgensi eksistensi pluralitas bagi masyarakat Kristiani. Ustadz atau mubaligh merupakan figur yang paling penting dalam agama Islam dalam memberikan pengajaran bagi kaum muslimin di lingkungannya. Biksu atau pendeta merupakan tokoh yang paling berpengaruh memberikan semangat pluralitas bagi agama Budha dan Hindu.10 Untuk itulah peran pemuka agama sangat diperlukan dalam memberikan pengetahuan yang baik tentang pluralisme agama, bahwa pluralisme merupakan alternatif bagi terciptanya masyarakat yang toleran antar sesama umat beragama.

Dari seputar wacana-wacana di atas, alasan mengapa penulis ingin melakukan penelitian terhadap mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah karena mahasiswa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat Indonesia, sehingga persoalan seperti pluralisme agama juga merupakan keprihatinan mereka. Mahasiswa sebagai kelompok intelektual, tentunya akan sanggup memilih persoalan dengan objektif tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan. Seperti yang telah diketahui bahwa mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah beragama Islam atau muslim, bahwa Islam sangat menjunjung tinggi kerukunan antar umat beragama. Selain itu, banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang mendukung pluralisme. Tentunya mahasiswa akan diharapkan dapat memberikan pandangan-pandangan mereka dengan kritis, dengan tidak

10

(21)

bedakan agama baik itu agama Islam ataupun non-muslim. Untuk itu, peneliti ingin mengetahui tingkat keberagamaan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pandangan mahasiswa terhadap pluralisme agama, perbedaan keberagamaan dan pandangan pluralisme agama antara fakultas agama dan fakultas umum, dan peneliti juga ingin mengetahui pengaruh keberagamaan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap pandangan pluralisme agama.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dari masalah penelitian yang diangkat, penulis membatasi permasalahan hanya pada pandangan mahasiswa terhadap pluralisme agama. Disini akan dipaparkan batasan pengertian pandangan, keberagamaan, dan pluralisme agama:

• Pandangan merupakan proses diterimanya rangsangan (objek, kualitas, hubungan antargejala, maupun peristiwa).11

• Keberagamaan berasal dari kata religiousity yang berarti kesalihan atau besarnya kepatuhan serta pengabdian terhadap agama.12 Dengan kata lain, keberagamaan adalah sesuatu yang dipatuhi, dan kepatutan terhadap apa yang diyakininya.

• Pluralisme agama merupakan keyakinan bahwa kebenaran berada didalam setiap agama dan pada hakikatnya, agama yang beragam merupakan

11

Irwanto, DKK. Psikologi Umum (Buku Panduan Mahasiswa), (Jakarta: Gramedia, 1989), h.71. 12

(22)

tampilan kebenaran mutlak. Pluralisme agama adalah salah satu teori dalam menjawab benar atau tidaknya semua agama.13

Dalam penelitian ini penulis juga membatasi kajian pluralisme agama hanya pada aspek-aspek berikut:

• Pengetahuan, diantaranya: mengetahui bahwa Islam menghormati agama lain, mengetahui bahwa semua agama benar, mengetahui bahwa kebebasan beragama adalah hak asasi manusia.

• Sikap, diantaranya: tidak membedakan orang lain berdasarkan agama yang dianut, menyetujui kebebasan beragama adalah hak asasi manusia, menyetujui bahwa semua agama itu benar.

• Tindakan, diantaranya: terlibat dalam kegiatan bakti sosial dengan orang yang berbeda keyakinan, mengucapkan selamat hari raya terhadap umat yang berbeda agama, menolong orang lain walaupun berbeda agama, membaca serta mengikuti kajian tentang pluralisme agama.

Dari pembatasan masalah tersebut penulis merumuskan beberapa pertanyaan penelitian yang akan dijawab dalam analisis dan kesimpulan penelitian. Pertanyaan yang akan diajukan dalam penelitian untuk skripsi ini adalah:

1) Bagaimana tingkat keberagamaan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta? 2) Apakah mahasiswa UIN mengerti terhadap pandangan pluralisme agama?

3) Adakah perbedaan keberagamaan mahasiswa antara fakultas Agama dan fakultas Umum?

13

(23)

4) Adakah perbedaan pandangan mahasiswa terhadap pluralisme Agama antara fakultas Agama dan fakultas Umum?

5) Sejauh mana pengaruh keberagamaan mahasiswa terhadap pandangan pluralisme Agama?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a) Untuk mendekripsikan tingkat keberagamaan mahasiswa UIN. b) Untuk mengetahui pandangan mahasiswa terhadap pluralisme agama.

c) Untuk mengetahui perbedaan keberagamaan antara mahasiswa fakultas Agama dan fakultas Umum.

d) Untuk mengetahui perbedaan pandangan mahasiswa terhadap pluralisme agama antara fakultas Agama dan fakultas Umum.

e) Untuk mengetahui pengaruh keberagamaan mahasiswa UIN terhadap pandangan pluralisme agama.

2. Manfaat Penelitian

a) Sebagai pengalaman penulis, khususnya dengan ilmu bidang sosial. b) Dapat bersosialisasi dengan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(24)

C. Sistematika Penulisan

Dalam menyusun skripsi ini, penulis menyusunnya ke dalam lima bab, yaitu:

1. Bab pertama (I) membahas tentang pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

2. Bab kedua (II) membahas tentang kajian-kajian teori yang berisi tentang pengertian pandangan, aspek-aspek serta faktor-faktor yang mempengaruhi pandangan. Pengertian agama, fungsi agama, dan dimensi agama, pengertian pluralisme agama, teori pluralisme agama, pluralisme agama dalam pandangan majelis ulama Indonesia (MUI), dan pluralisme agama dalam pandangan Al-Qur’an.

3. Bab ketiga (III) membahas tentang metodologi penelitian, lokasi dan waktu penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, metode pengumpulan data, uji instrumen data, metode analisis data, prosedur penelitian, dan hipotesis penelitian.

(25)

fakultas umum, dan pengaruh keberagamaan mahasiswa UIN Syarif Hidayatulah terhadap pluralisme agama.

(26)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pandangan

1.Pengertian Pandangan

Pandangan atau persepsi didefinisikan sebagai hasil perbuatan memandang (memperhatikan, melihat, dan sebagainya). Pandangan adalah penglihatan yang tetap dan agak lama.14 Pandangan juga bisa diartikan sebagai sesuatu yang di pandang atau buah pikiran, pendapat, anggapan, dan pemandangan.15 Pandangan ini biasanya didefinisikan sebagai proses yang menggabungkan data-data indera kita dan kemudian dikembangkan sehingga kita dapat menyadari hal-hal di sekeliling kita. Pandangan pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang didalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman.

Kunci untuk memahami pandangan adalah terletak pada pengenalan bahwa pandangan itu merupakan suatu penafsiran terhadap situasi, dan bukan suatu pencatatan yang benar terhadap situasi.16 Istilah pandangan biasanya digunakan untuk mengungkapkan tentang pengalaman terhadap sesuatu benda ataupun sesuatu kejadian yang dialami.17 Dan pengalaman terhadap sesuatu kejadian bisa dipelajari dengan cara memperhatikan, melihat, dan mengamati. Yang kesemuanya itu bisa disebut sebagai arti dari pandangan.

14

Daryanto S.S, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Apollo, 1998), h. 428-429. 15

W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2006), h. 833.

16

Miftah Thoha, Perilaku Organisasi (Konsep Dasar dan Aplikasinya), (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2000), h. 123.

17

(27)

2. Aspek-Aspek Pandangan

Ada beberapa aspek-aspek dalam memahami pandangan, yang pertama adalah stimulus atau situasi yang hadir. Stimulus adalah pandangan awal dimana seseorang dihadapkan dengan suatu situasi atau kondisi yang akan direspon oleh orang tersebut. Yang kedua adalah registrasi, registrasi adalah mekanisme fisik yang berupa penginderaan dan syaraf seseorang terpengaruh. Kemampuan pada fisik untuk melihat dan mendengar secara langsung akan mempengaruhi pandangan seseorang. Jika seseorang telah mendengar atau melihat informasi yang datang padanya maka akan terekam kedalam pikirannya, setelah semua informasi telah terekam ke dalam pikirannya maka yang terbentuk adalah interpretasi yang merupakan aspek pandangan yang ketiga.

(28)

mengira bahwa dia tidak mampu mengerjakan pekerjaan rumahnya, padahal belum tentu gurunya menyalahkan pekerjaan rumahnya.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pandangan

Setidaknya terdapat tiga faktor yang mempengaruhi pengembangan pandangan seseorang, antara lain:

Faktor Psikologi

Pandangan seseorang mengenai segala sesuatu didunia ini dipengaruhi oleh keadaan Psikologi. Misalnya, terbenamnya matahari diwaktu senja yang indah akan dirasakan sebagai bayang-bayang yang kelabu bagi seseorang yang buta warna.

Faktor Keluarga

(29)

Faktor Budaya

Kebudayaan atau lingkungan masyarakat juga merupakan salah satu faktor yang kuat di dalam mempengaruhi sikap, serta cara seseorang memandang dan memahami keadaan di dunia ini.18

3.1. Faktor Internal

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pandangan dari dalam diri seseorang, antara lain: Proses belajar (learning),motivasi, dan kepribadiannya.19

Proses belajar atau pemahaman learning

Proses belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dari dalam diri seseorang. Contohnya: seorang anak yang dididik oleh orangtuanya sejak kecil untuk menggunakan uang secukupnya dan tidak boros. Maka sang anak tersebut sampai dewasanya akan mempunyai pandangan bahwa dia harus menggunakan uang secukupnya.

Motivasi

Selain proses belajar yang dapat membentuk pandangan seseorang, motivasi juga menentukan terjadinya seseorang membentuk pandangan. Contohnya adalah kelaparan, masyarakat miskin yang sering merasakan kelaparan karena tidak mampu membeli makanan, jika mereka mencium bau makanan maka bau makanan itu akan langsung merangsang perhatian mereka, karena mereka kelaparan.

Kepribadian

18

Miftah Thoha, Perilaku Organisasi (Konsep Dasar dan Aplikasinya), h. 128. 19

(30)

Kepribadian merupakan nilai untuk membentuk pandangan seseorang, setelah proses belajar dan motivasi. Kepribadian juga memberikan dampak terhadap cara seseorang melakukan pandangan atau persepsi terhadap lingkungan sekitarnya. Contohnya, perbedaan umur bisa juga beda kepribadian.

3.2. Faktor Eksternal

Adapun faktor-faktor dari luar terdiri dari pengaruh-pengaruh luar lingkungan diantaranya: intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan, gerakan, dan hal-hal yang baru dan familier.20

Intensitas, semakin besar intensitas stimulus dari luar maka semakin besar pula hal-hal yang dapat dipahami. Stimulus harus cukup kuat, jika stimulusnya kurang jelas akan banyak berpengaruh dalam ketepatan pandangan.21 Misalnya, iklan televisi yang mencolok dan menghiasi gambar-gambar di televisi satu iklan yang lebih mencolok dari iklan yang lain tentu akan mendapat intensitas atau perhatian yang lebih banyak dari masyarakat.

Ukuran, faktor ini menyatakan bahwa semakin besar ukuran sesuatu objek, maka semakin besar pula dan mudah untuk dipahami atau diketahui. Misalnya, bentuk ukuran spanduk yang lebih besar akan mempengaruhi pandangan seseorang dan seseorang itu akan mudah tertarik melihat spanduk yang lebih besar ketimbang yang lebih kecil.

Keberlawanan, faktor keberlawanan ini menyatakan jika stimuli luar yang penampilannya berlawanan dengan latar belakang atau sama sekali diluar sangkaan orang banyak, akan menarik perhatian. Misalnya, seorang yang

20

Miftah Thoha, Perilaku Organisasi (Konsep Dasar dan Aplikasinya), h. 130. 21

(31)

bekerja setiap harinya di bengkel motor yang selalu mendengar suara mesin-mesin motor maka apabila terdapat bunyi yang berbeda dari suara motor tersebut, dengan sendirinya sang montir menangkap adanya kerusakan dari mesin motor tersebut.

Pengulangan, jika stimulus dari luar yang di ulang terus-menerus akan memberikan perhatian yang lebih besar dibandingkan dengan yang diulang satu kali. Misalnya, seorang dosen yang memberikan penjelasan dan pengarahan berulang-ulang kepada mahasiswanya, akan lebih mudah diingat oleh para mahasiswanya ketimbang jika sang dosen hanya memberikan satu kali pengarahan atau penjelasan saja.

Gerakan, faktor ini menyatakan bahwa orang akan lebih memberikan banyak perhatian terhadap sesuatu atau objek yang bergerak dalam pandangannya jika dibandingkan dengan objek yang diam. Misalnya, seorang dosen yang mengajar yang hanya memberikan penjelasan sambil membaca dan mahasiswa hanya mendengarkan saja akan memberikan rasa bosan dan jenuh kepada para mahasiswanya, sedangkan jika dosen memberikan cara mengajar yang berbeda, dengan diikuti gerakan fisik dan memberikan kesempatan terhadap mahasiswanya untuk berdiskusi, barangkali cara itu akan lebih menarik pandangan mahasiswanya.

(32)

Menurut Richard S Cruchfield dan David Krech yang dikutip oleh Rahadhi, selain faktor internal dan eksternal, pandangan juga ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. Faktor tersebut dapat disebut dengan faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor-faktor fungsional yang mempengaruhi pandangan berasal dari kebutuhan dan pengalaman masa lalu. Pandangan tidak ditentukan oleh stimuli yang diterima melainkan pandangan ditentukan oleh karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli tersebut. Karena pandangan seseorang ditentukan oleh kondisi biologis dan sosiopsikologis.22

Sedangkan faktor-faktor struktural berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek syaraf yang ditimbulkan pada sistem syaraf individu. Para psikolog Gestalt seperti Kohler, Wartheimer dan Kofka yang dikutip oleh Rahadhi, merumuskan prinsip-prinsip pandangan yang bersifat struktural. Teori ini berpendapat bila kita memberikan pandangan terhadap sesuatu, kita harus memberikan pandangan atau mempersepsikannya secara keseluruhan.23 Intinya, untuk memahami seseorang kita harus melihatnya dalam lingkungannya, konteksnya dan masalah yang dihadapinya.

B. Agama

1. Pengertian Agama

Kajian tentang agama setidaknya terbagi ke dalam dua dimensi, yakni teologis dan sosiologis. Kajian agama dalam corak teologis berangkat dari adanya klaim tentang kebenaran mutlak ajaran suatu agama. Doktrin-doktrin keagamaan yang diyakini berasal

22

Rahadhi Arief Rahman, Tesis : “ Faktor-Faktor Yang Membentuk Persepsi Siswa SMU di Dki Jakarta Untuk Mempergunakan Internet Untuk Belajar”, (Jakarta : UI, 2003), h. 46-47.

23

(33)

dari Tuhan, kebenarannya juga diakui berada di luar jangkauan kemampuan pikiran manusia. Sementara dimensi sosiologis melihat agama sebagai salah satu dari institusi sosial, sebagai subsistem dari sistem sosial yang mempunyai fungsi sosial tertentu, misalnya sebagai salah satu pranata sosial, social institusion.24 Dengan kata lain, posisi agama dalam suatu masyarakat tidak ubahnya dengan posisi dan peran subsistem lainnya, walaupun tetap mempunyai fungsi yang berbeda-beda.

Sementara para ahli di bidang sosiologi dan antropologi cenderung mendefinisikan agama dari sudut fungsi sosialnya, yaitu suatu sistem kehidupan yang mengikat manusia dalam satuan-satuan atau kelompok-kelompok sosial.

pendapat ini didukung oleh Durkheim, Robert N. Bellah, Thomas Luckmann dan Clifford Geertz. Sedangkan pakar teologi, fenomenologi, dan sejarah agama melihat agama dari aspek substansinya yang asasi, yaitu sesuatu yang sakral.

Dari uraian diatas, definisi agama yang paling tepat adalah yang mencakup semua jenis agama, kepercayaan, sekte maupun berbagai jenis ideologi modern seperti komunisme, humanisme, sekularisme, nasionalisme dan lainnya.25 Kebanyakan definisi mengenai agama sangat bergantung kepada konsep ketuhanan atau hal supernatural dan spiritual.26 Secara sosiologis, dikenal paling tidak dua definisi agama. Yang pertama, dibawah pengaruh Emile Durkheim yang disebut definisi fungsional agama. Agama didefinisikan dalam pengertian peranannya dalam masyarakat, definisi fungsional agama menempatkan agama pada inti masyarakat, agama adalah bagian yang bersifat konstitutif terhadap masyarakat. Agama juga merupakan suatu dimensi permanen dari realitas.

24

J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi ( Teks Pengantar dan Terapan ) (Jakarta: Kencana, 2004 ), h. 241.

25

Anis Malik Thoha, Tren Pluralis Agama: Tinjauan Kritis (Jakarta: Perspektif. 2005), h. 13-14. 26

(34)

Definisi kedua diperkenalkan oleh kaum sosiolog agama. Definisi itu disebut substansif agama. Kaum sosiolog agama yang memilih definisi fungsional, tetapi bagi mereka karakteristik esensial agama berhubungan dengan dunia yang tidak tampak. Pendekatan seperti ini mengarahkan orang pada pandangan yang bersifat eksternal terhadap agama. Pendekatan seperti ini memang menyebabkan agama secara mudah dilihat sebagai primitif, ketinggalan zaman, tidak dapat dipercaya, belum dicerahkan dan aneh dalam suatu rasionalitas modern.27 menurut Elizabeth K. Nothingham, agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang paling sempurna, dan juga perasaan takut dan ngeri. Agama juga senantiasa dipakai untuk menanamkan keyakinan baru ke dalam hati terhadap alam gaib dan surga telah didirikan di alam tersebut. Namun demikian, agama bisa juga berfungsi untuk melepaskan belenggu-belenggu adat atau kepercayaan manusia yang sudah usang yang sudah tidak sesuai dengan kondisi masa kini.28

Dengan demikian, menurut pandangan para sosiolog, agama bisa dianggap sebagai suatu sarana kebudayaan bagi manusia dan dengan sarana itu dia mampu menyesuaikan diri dengan pengalaman-pengalamannya dalam keseluruhan lingkungan hidupnya, termasuk diri sendiri, anggota kelompok, alam dan lingkungan lain yang dirasakan sebagai suatu yang transendental (tidak terjangkau penalaran manusia). Dalam lingkungan terakhir inilah pikiran, perasaan dan perbuatan manusia terhadap hal-hal yang menurut perasaannya berada diluar jangkauan pengalaman-pengalamannya sehari-hari dengan dirinya sendiri, teman-temannya dan dengan dunia nyata.29 Sedangkan Harun Nasution menyimpulkan beberapa definisi-definisi agama antara lain:

27

A. A. Yewangoe, Agama dan Kerukunan (Jakarta: PT. Gunung Mulia, 2006), h. 5-6. 28

Elizabeth K. Nothingham, Agama dan Masyarakat (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 1997), h. 3-4.

29

(35)

a) Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan hubungan yang gaib yang harus dipatuhi.

b) Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.

c) Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada diluar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.

d) Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu. e) Suatu sistem tingkah laku (code of conduct) yang berasal dari kekuatan gaib. f) Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini yang bersumber

pada suatu kekuatan gaib.

g) Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia. h) Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul.30

Namun dari beberapa unsur-unsur diatas mengenai agama terdapat unsur-unsur primer penting yang secara substantif harus ada pada agama. Unsur-unsur penting tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Harun Nasution, ada empat. Pertama, kekuatan gaib yang dibutuhkan oleh manusia karena manusia merasa lemah dan berhajat kepadaNya sebagai tempat memohon pertolongan. Atas dasar itu, tidak heran manusia perlu mengadakan hubungan baik dengan kekuatan gaib tersebut. Kedua, keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia dan hidupnya diakhirat nanti tergantung pada hubungan yang baik dengan kekuatan gaib itu. Jika hubungan baik tersebut rusak, kesejahteraan dan kebahagiaan yang dicari hilang. Ketiga, respon yang bersifat emosional

30

(36)

dari manusia. Respon tersebut dapat mengambil bentuk yang bermacam-macam, misalnya: perasaan takut yang dijumpai dalam agama-agama primitif atau perasaan cinta yang terdapat dalam agama-agama monoteisme. Keempat, paham adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan gaib, kitab yang mengandung ajaran-ajaran agama yang bersangkutan, dan dalam bentuk tempat-tempat tertentu. Dengan demikian, bila kita telaah lebih jauh tentang keempat unsur-unsur yang telah dijelaskan di atas, bahwa sesungguhnya manusia membutuhkan agama untuk melindunginya dari rasa kecemasan dan memohon bantuan dan perlindungan kekuatan diluar dirinya.

2. Fungsi-Fungsi Agama

Ada beberapa fungsi agama bagi manusia dan masyarakatnya, yang pertama adalah fungsi edukatif. Manusia mempercayakan fungsi edukatif kepada agama yang mencakup tugas mengajar dan bimbingan. Agama menyampaikan ajarannya dengan perantaraan, contohnya: mengenai nabi yang dipercayai bahwa penunjukkannya dilakukan oleh Tuhan sendiri. Yang kedua adalah fungsi penyelamatan, setiap manusia menginginkan keselamatannya baik dalam hidup sekarang ini ataupun sesudah mati. Usaha untuk mencapai cita-cita tertinggi itu tumbuh dari naluri manusia sendiri, jaminan untuk keselamatan mereka temukan dalam agama.

Terutama karena agama memberikan jaminan dengan cara-cara yang khas untuk mencapai kebahagiaan yang terakhir, yang pencapaiannya mengatasi kemampuan manusia secara mutlak, karena kebahagiaan itu berada diluar batas kekuatan manusia.31 Yang ketiga fungsi pengawasan sosial, agama bertanggung jawab atas adanya norma-norma susila yang baik yang diberlakukan atas masyarakat manusia pada umumnya.

31

(37)

Agama mengukuhkan yang baik sebagai kaidah yang baik dan menolak kaidah yang buruk untuk ditinggalkan, agama juga memberi sangsi yang harus dijatuhkan kepada orang yang melanggarnya.

Yang keempat adalah fungsi memupuk persaudaraan, melalui agama perdamaian dibumi yang didambakan oleh setiap manusia bisa terwujud dengan memupuk tali persaudaraan yang erat antar umat beragama. Yang kelima adalah fungsi transformatif, yaitu mengubah kehidupan masyarakat lama dengan menanamkan nilai-nilai baru yang baik dan dapat bermanfaat untuk kepentingan yang lebih luas.32

Dari kelima fungsi-fungsi agama yang telah disebutkan diatas, fungsi agama yang paling tepat dalam pluralisme agama adalah fungsi memupuk tali persaudaraan. Karena, dengan fungsi tersebuut perdamaian antar umat beragama yang didambakan manusia bisa terwujud dengan memupuk tali persaudaraan yang erat.

3. Dimensi-Dimensi Agama

Dimensi-dimensi agama terbagi menjadi lima bagian, yaitu: keyakinan, praktek, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi-konsekuensi.

Dimensi keyakinan. Dimensi ini berisikan pengaharapan-pengharapan di mana seseorang yang religius berpengaruh teguh pada pandangan teologis tertentu, mengakui kebenaran doktrin-doktrin agama tersebut. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan dimana para penganut diharapkan akan taat. Walaupun demikian, isi dan keyakinan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya diantara agama-agama, tetapi seringkali juga diantara tradisi-tradisi agama yang sama.

32

(38)

Dimensi praktek agama. Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Praktek keagamaan ini terdiri dari ritual dan ketaatan ritual mengacu kepada tindakan keagamaan formal dan praktek-praktek suci yang semua agama mengharapkan pada penganutnya untuk melaksanakannya. Ketaatan dan ritual bagaikan ikan dengan air, meski ada perbedaan penting. Apabila aspek ritual dari komitmen sangat formal dan khas publik, semua agama yang dikenal juga mempunyai perangkat tindakan persembahan dan kontemplasi personal yang relatif spontan, informal dan khas pribadi.

(39)

Dimensi pengetahuan agama. Dimensi ini mengacu pada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi.

Dimensi konsekuensi. Konsekuensi komitmen agama berlainan dari keempat dimensi yang sudah dibicarakan di atas. Dimensi ini mengacu kepada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. 33 Dari keterangan berbagai dimensi-dimensi diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa setiap agama memiliki semua dimensi-dimensi tersebut, namun didalam prakteknya berbeda antara satu dengan yang lainnya.

C. Pluralisme Agama

1. Pengertian Pluralisme Agama

Secara etimologi, pluralisme agama berasal dari dua kata, yaitu “pluralisme” dan “agama”. Istilah pluralisme agama berasal dari bahasa inggris yakni “religious pluralism”. Pluralisme berarti “jama” atau lebih dari satu. Dalam kamus bahasa inggris mempunyai tiga pengertian. Pertama, pengertian kegerejaan: sebutan untuk orang yang memegang lebih dari satu jabatan dalam struktur kegerejaan, memegang dua jabatan atau lebih secara bersamaan, baik bersifat kegerejaan maupun non-kegerejaan. Kedua, pengertian filosofis: berarti pemikiran yang mengakui adanya landasan pemikiran yang mendasar yang lebih dari satu. Ketiga, pengertian sosio-politis: adalah suatu sistem yang mengakui koeksistensi keragaman kelompok, baik yang bercorak ras, suku, aliran maupun partai dengan tetap menjunjung tinggi aspek-aspek perbedaan yang sangat

33

(40)

karakteristik diantara kelompok-kelompok tersebut. Ketiga pengertian tersebut sebenarnya bisa disederhanakan dalam satu makna, yaitu koeksistensinya berbagai kelompok atau keyakinan di satu waktu dengan tetap terpeliharanya perbedaan-perbedaan dan karakteristik masing-masing. Jika pluralisme dirangkai dengan agama sebagai predikatnya, dapat dikatakan pluralisme agama adalah kondisi hidup bersama (koeksistensi) antar agama (dalam arti yang luas) yang berbeda-beda dalam satu komunitas dengan tetap mempertahankan cirri-ciri spesifik atau ajaran masing-masing agama. John Hick mengemukakan bahwa:

“pluralisme agama adalah suatu gagasan bahwa agama-agama besar dunia merupakan persepsi dan konsepsi yang berbeda dan merupakan respon yang beragam terhadap Yang Real atau Yang Maha Agung dari dalam pranata kultural manusia yang bervariasi, dan bahwa transformasi wujud manusia dari pemusatan diri menuju pemusatan hakikat terjadi secara nyata dalam setiap masing-masing pranata kultural manusia tersebut dan terjadi sejauh yang dapat diamati, sampai pada batas yang sama.”

Dengan kata lain Hick menegaskan bahwa sejatinya semua agama adalah

manifestasi-manifestasi dari realitas yang satu dimana semua agama sama dan tak ada yang lebih baik dari yang lain.34

Alwi Shihab, dalam karyanya Islam Inklusif, telah menguraikan empat garis-garis besar pengertian pluralisme. yang pertama, bahwa pluralisme tidak semata menunjuk pada kenyataan tentang adanya kemajemukan. Namun yang dimaksud adalah keterlibatan aktif terhadap kenyataan kemajemukan tersebut. Pluralisme agama dapat dijumpai dimana-mana, pengertian pluralisme agama adalah bahwa tiap pemeluk dituntut bukan saja mengakui keberadaan serta hak agama lain, tetapi juga terlibat dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan dalam kebhinekaan. Kedua, pluralisme harus dibedakan dengan kosmopolitanisme. Kosmopolitanisme menunjuk kepada suatu realita

34

(41)

dimana aneka ragam agama, ras, serta bangsa yang berbeda hidup berdampingan disuatu lokasi. New York contohnya, dikota tersebut terdapat berbagai macam orang yang berbeda agama, namun interaksi positif antarpenduduk tersebut khususnya agama, sangat minimal. Ketiga, konsep pluralisme tidak bisa disamakan dengan relativisme. Sebagai konsekuensi dari paham relativisme agama adalah bahwa doktrin agama apapun harus dinyatakan benar, walaupun berbeda-beda dan bertentangan satu dengan lainnya, tetap harus diterima. Seorang relativis tidak akan mengenal, apalagi menerima suatu kebenaran universal yang berlaku sepanjang masa. Keempat, pluralisme agama juga bukan sinkritisme, yakni menciptakan agama baru dengan memadukan sebagian ajaran dari beberapa agama untuk dijadikan bagian integral dari agama baru.

Dalam setiap perbedaan, pasti ada persamaan serta kesatuan. Oleh karena itu, agar tidak terjatuh pada pluralisme yang mengarah pada relativisme, seorang pluralis dituntut untuk commited terhadap apa yang diyakininya. Pluralisme juga bukan berarti mencampuradukkan serta memadukan unsur-unsur tertentu saja yang menguntungkan dan mengarah pada pengaburan, tetapi lebih dari itu adalah bagaimana perbedaan itu memperkaya pengalamannya.35 Dengan demikian, pluralisme agama atau keanekaragaman agama yang dimiliki negara Indonesia ini merupakan sebuah kelebihan yang dapat kita tonjolkan, bahwa negara Indonesia mempunyai bermacam-macam agama yang dapat bersatu dan hidup rukun.

2. Teori Pluralisme Agama

Pluralitas atau keragaman merupakan fakta alamiah dan manusiawi. Manusia hidup dalam sebuah kenyataan pluralistik baik dari segi ras, bahasa, agama, ideologi, kelompok,

35

(42)

politik, profesi, status sosial, dan ekonomi. Namun, pluralitas agama tampaknya merupakan kenyataan yang seringkali memunculkan problem, karena sebuah agama berkaitan dengan keyakinan dasar manusia. Agama dijadikan sebuah sumber tindakan yang dilakukan setiap manusia dan sekaligus sebagai orientasi dari tindakan itu sendiri. Keberagaman agama tersebut melahirkan komunitas-komunitas yang bersatu karena ikatan-ikatan agama. Dengan demikian agama menjadi sebuah faktor pengikat yang berfungsi sebagai faktor integrasi.36

Agama mempunyai ajaran yang sangat ideal dan cita-cita yang sangat tinggi. Sehingga bagi pemeluk fanatiknya, agama seperti halnya benda yang suci, sakral, angker dan keramat, dimana agama selalu menawarkan jampi-jampi keselamatan, kebahagiaan dan keadilan. Namun dengan kenyataan sekarang ini sangat berbeda, justru agama melahirkan permusuhan dan pertengkaran diantara para pemeluknya. Fenomena-fenomena tersebut dapat disebabkan oleh tiga hal. Pertama,pendewaan agama. Manusia sering terjerumus untuk mendewakan agama. Agama bukan lagi sebagai amalan melainkan berubah fungsi menjadi markas jaringan mafia, agama bukan lagi sebagai penentram jiwa melainkan sebagai pembelaan atas kesalahan yang diperbuat, banyak tindak kekerasan mengatasnamakan agama padahal ajaran agama sendiri tidak mengajarkan kekerasan. Maka tidak heran bila terjadi manipulasi agama dan korupsi agama. Kedua, pengelasan dalam berakhlak. Umat beragama sering terjebak untuk lebih dekat kepada saudara-saudara seagama dan menomorduakan persahabatan dengan agama lain. Hal inilah yang melahirkan sikap-sikap primodialisme sempit. Ketiga, monopoli kebenaran. Banyak agama (atau bahkan keseluruhan agama) yang mengajarkan

36

(43)

kebenaran absolut bagi pemeluknya. Memberikan doktrin ini merupakan suatu kewajaran dan sebuah kebebasan bila diiringi dengan anjuran untuk menghargai doktrin agama lain.37 Karena yang terjadi selama ini justru memberikan doktrin bahwa hanya agamanyalah yang paling benar, sementara yang lainnya adalah salah total. Hal-hal inilah yang sering terjadi pada akhir-akhir ini.

Lahirnya teori pluralisme agama secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua faktor utama, yaitu faktor internal (ideologis) dan faktor eksternal. Kedua faktor ini saling mempengaruhi dan berhubungan erat satu sama lain. Faktor internal merupakan faktor yang timbul akibat tuntutan akan kebenaran mutlak dari agama-agama itu sendiri, baik dalam masalah akidah, sejarah maupun masalah keyakinan atau doktrin. Sedangkan faktor yang timbul dari luar diklasifikasikan kedalam dua hal yakni faktor sosio-politis dan faktor ilmiah.

2.1. Faktor Internal (Ideologis)

Dalam konteks ideologi, umat manusia dibedakan menjadi dua bagian, kelompok yang pertama mereka yang beriman dengan teguh terhadap wahyu langit, sedangkan kelompok kedua mereka yang tidak beriman kecuali hanya kepada kemampuan akal saja (rasionalis). Dengan perbedaan pandangan ini, baik dalam hal beriman maupun beragama akan membuat perbedaan dan pertentangan di setiap masalah dalam menentukan suatu kebenaran. Sebab keimanan adalah pokok seluruh permasalahan. Adapun kelompok yang kedua dari manusia adalah mereka yang sama sekali tidak mengimani semua itu. Kelompok pertama, terjebak dalam perbedaan pendapat yang sulit dikompromikan untuk menentukan siapa atau apa esensi Zat yang gaib itu, baik dalam aspek bilangan, substansi

37

(44)

maupun eksistensinya. Oleh karena itu, kajian-kajian tersebut dapat kita sederhanakan dalam dua permasalahan yakni teologis dan historis.

2.1.1. Kontradiksi Seputar Masalah Teologis

Dalam perspektif agama, teologi (aqidah) merupakan unsur yang penting yang tidak dapat ditinggalkan seperti halnya kepala bagi badan manusia. Sebuah teologi dalam keyakinan seseorang adalah teologi ketuhanan. Ada 3 macam teologi dalam keyakinan seseorang, yaitu teologi ketuhanan, teologi keterpilihan dan teologi keselamatan.38

2.1.1.a. Aqidah Ketuhanan

Aqidah ketuhanan dalam wacana pemikiran manusia mempunyai bermacam-macam kontroversi pemahaman yang berbeda-beda, seperti halnya ragam dan jumlah agama didunia. Dalam hal kontroversi tersebut didasarkan pada tiga permasalahan. Pertama, perbedaan dalam memahami suatu zat yang gaib yang bersifat metafisikal yang sering kita sebut Tuhan. Beberapa pengikut agama mengakui bahwa Tuhan itu ada dan berwujud, sedangkan dilain pihak ada pula yang tidak mengakui adanya Tuhan. Kedua, perbedaan pendapat diantara para pemeluk agama mengenai adanya Tuhan. Dimana ada kelompok-kelompok tertentu yang menanyakan siapa Tuhan dan berapakah jumlahnya. Ketiga, perbedaan pendapat tentang apakah Tuhan itu berenkarnasi (menjelma) atau tidak.

2.1.1.b Aqidah Keterpilihan

Aqidah ini merupakan aqidah yang sangat peka dan berperan penting dalam membentuk emosional suatu umat agama tertentu. Seperti halnya umat Islam, dalam hal keterpilihan umat Islam oleh Allah dijelaskan di dalam kitab suci Al-Qur’an.

38

(45)

Al-Qur’an menjelaskan bahwa umat Islam merupakan umat yang terpilih. Namun tidak boleh dilupakan bahwa keterpilihan ini tidaklah mutlak. Karena sebagai umat Islam yang terpilih mereka harus menegakan prinsip amar ma’ruf dan nahi munkar dan tetap beriman kepada Allah. Apabila hal tersebut mereka tinggalkan maka hilanglah keistimewaan mereka sebagai umat yang adil dan terpilih. 39

2.1.1.c. Aqidah Pembebasan dan Keselamatan

Konsep aqidah pembebasan dan keselamatan ini merupakan konsekuensi logis dari konsep teologi ketuhanan dan teologi keterpilihan. Oleh karena itu, wacana teologi pembebasan dan keselamatan ini memiliki timbal balik yang sangat erat dengan kedua keyakinan aqidah tersebut. Sehingga tidak dapat dipungkiri lagi, dengan adanya aqidah keselamatan ini setiap umat agama merasa diberikan hak eksklusif atas pembebasan dan keselamatan, seperti agama Budha yang sering disebut pencerahan, dalam agama Kristen dengan penyaliban Isa al-Masih sebagai penghapus dosa umat manusia. Sedangkan dalam agama Islam menjelaskan masalah keselamatan atau tidak berhubungan langsung

dengan keimanan dan kekufuran, seperti yang dijelaskan dalam kitab Al-Qur’an. Ketiga akidah tersebut merupakan ciri masing-masing agama dalam membentuk

psikologi umatnya dalam meyakini keyakinan agamanya masing-masing. Bahwa mereka meyakini agama merekalah yang paling benar secara absolut dan universal.

2.1.2. Konflik-Konflik Sejarah

Semua sepakat bahwa setiap agama mempunyai sejarah yang disakralkan para pemeluknya dan diyakini kebenarannya secara mutlak. Namun dengan keyakinan masing-masing agama inilah yang membuat ketegangan antar pemeluk agama yang dapat menyulut api peperangan antara satu sama lain. Karena peristiwa-peristiwa yang mereka

39

(46)

yakini merupakan peristiwa yang sama antar agama, tetapi dengan perbedaan pandangan dari masing-masing agama. Contoh yang paling gamblang adalah seputar konflik sejarah dari kisah penyaliban Isa al-Masih a.s. yang diyakini kebenarannya diantara agama semitik (Judaisme, Kristen dan Islam). Namun, dalam peristiwa itu terdapat perbedaan persepsi pandangan masing-masing agama. Dalam hal ini, agama Judaisme dan Kristen meyakini bahwa Isa al-Masih lah yang di salib, namun dilain pihak timbul pertentangan antar kedua agama tersebut seputar masalah yang mengantar Isa al-Masih ke tiang salib. Sedangkan bagi agama Islam mempunyai pandangan yang sangat berbeda, bahwa yang disalib itu bukanlah Isa Masih, melainkan orang yang diserupakan dengan Isa al-Masih. Ini merupakan salah satu peristiwa yang menjadikan sebuah pertentangan diantara umat beragama. Namun pada hakikatnya, konflik aqidah yang berkenaan dengan masalah sejarah itu dalam upaya menyelesaikannya tidak akan ada artinya. Sebab, upaya-upaya tersebut bersifat religius atau ilmiah seperti yang dilakukan oleh kaum pluralis. Dan masalah-masalah tersebut merupakan keyakinan dan keimanan dari seseorang.

2.2. Faktor Eksternal

Selain faktor-faktor internal yang sudah dijelaskan diatas, terdapat pula dua faktor eksternal yang sangat kuat dan berperan besar dalam menciptakan berkembanganya teori pluralisme agama. Kedua faktor-faktor tersebut adalah sosio-politis dan faktor ilmiah. 2.2.1. Faktor Sosio-Politis

(47)

perubahan-perubahan dewasa ini yang kita kenal dengan “globalisasi”, yang merupakan hasil praktis dari sebuah proses sosial dan politis yang berlangsung sudah lebih dari tiga abad.

2.2.2. Faktor Keilmuan

Pada hakikatnya banyak faktor keilmuan yang berkaitan dengan pembahasan teori pluralisme agama. Namun yang memiliki kaitan langsung dan erat dengan timbulnya teori pluralisme agama adalah maraknya studi-studi ilmiah modern terhadap agama-agama dunia, atau yang juga sering dikenal dengan studi perbandingan agama-agama.40

D. Pluralisme Agama Dalam Pandangan Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Majelis Ulama Indonesia, dalam munasnya yang ke-7 pada 25-29 juli 2005 di Jakarta mendefinisikan pluralisme agama sebagai berikut :

Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan. Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif. Oleh karena itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar, sedangkan agama lain salah. Pluralisme juga mengajarkan semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di dalam surga.

Ma’ruf Amin, ketua Komisi Fatwa MUI menyatakan:

“Dalam aqidah dan ibadah umat Islam wajib bersikap eksklusif dalam arti haram mencampuradukkan aqidah dan ibadah umat Islam dengan ibadah pemeluk agama lain. Namun demikian, bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk lain (pluralitas agama) dalam masalah sosial yang tidak berkaitan dengan aqidah dan

40

(48)

ibadah, umat Islam bersikap inklusif dalam arti tetap melakukan pergaulan sosial dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak saling merugikan”.41

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa MUI juga mendukung dengan adanya pluralisme agama hanya dalam sebuah pergaulan atau interaksi sosial didalam masyarakat. Akan tetapi, mereka sangat mengaharamkan sebuah aqidah dan ibadah untuk dicampuradukkan dengan ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam sesungguhnya. Seperti kejadian-kejadian yang terjadi belakangan ini terbukti dengan sangat jelas ketika beberapa waktu lalu sekelompok umat Islam yang mengatasnamakan dirinya Gerakan Umat Islam Indonesia, dengan cukup berani menyerang dan merusak kampus Mubarak milik Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Parung Bogor. Penyerangan itu dinilai oleh beberapa kalangan, termasuk Ulil Abshar Abdulla, aktivis Koordinator Jaringan Islam Liberal, dan Dawam Raharjo, intelektual Islam, sebagai efek dari fatwa MUI yang menganggap JAI sebagai aliran sesat. Namun, masih banyak kalangan yang berpendapat bahwa tindakan MUI adalah sebuah aksi brutal yang tidak menghargai sebuah keyakinan dari seseorang. Bahkan didalam sebuah forum sebuah lembaga Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (P2D) dengan beberapa institusi lain yang bergerak di bidang penegakan HAM, Pluralisme, dan kebebasan berpendapat, seperti JIL (Jaringan Islam Liberal), ICRP (Indonesian Conference on Religion and Peace), Wahid Institute, P3M (Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat), memberikan pernyataan sikap atas fatwa tersebut. Mereka menyatakan bahwa fatwa MUI yang mengharamkan pluralisme cenderung menanggalkan prinsip “Bhineka Tunggal Ika”. Karena pluralisme atau

41

(49)

kemajemukan merupakan fakta dan stand point pendirian negara bangsa Indonesia yang secara tegas kemudian diadopsi oleh para pendiri bangsa dalam sila ketiga Pancasila.

Dari sudut berdemokrasi dan konstitusi, mereka memandang bahwa fatwa MUI tersebut kurang memperhatikan keadaan-keadaan baru dalam kehidupan berdemokrasi yang mengisyaratkan pluralisme dimana hak-hak dan kebebasan warga negara seperti hak berserikat dan berkumpul dilindungi oleh konstitusi dan undang-undang. Dengan melihat prinsip-prinsip ini, mereka mengkhawatirkan fatwa MUI tersebut akan menimbulkan kerancuan hukum dalam kehidupan kemasyarakatan serta menjadi set back bagi cita-cita berdemokrasi. Dari dasar inilah mereka menilai bahwa munculnya kontroversi seputar masalah fatwa itu mencerminkan lemahnya visi kebangsaan dan demoratisasi dalam praktek politik pemerintahan saat ini. Mereka menuntut pemerintah untuk lebih giat memperkuat visi ke-Indonesiaan dengan demokratis, melaksanakan kewajiban hukum dan konstitusionalnya untuk melindungi dan menjamin hak-hak asasi dan hak konstitusional warga negara. Pada akhirnya mereka menyerukan kepada segenap kalangan di masyarakat luas untuk lebih mengedepankan rasa kebangsaan, solidaritas sosial dan hak-hak kewarganegaraan yang diatur dalam konstitusi dalam menafsirkan fatwa MUI tersebut.42

Namun, dalam kenyataannya MUI tidak terpengaruh dengan segala hujatan yang diterima mereka. Karena mereka yakin apa yang mereka lakukan adalah kebenaran dalam membela agama mereka. Apabila bermunculan dengan ajaran baru namun dengan mengatasnamakan agama Islam, merekapun langsung menghadapinya

42

(50)

walaupun dianggap sebagai tindakan anarkis bagi kalangan masyarakat lain. Dalam masalah ini yang terpenting adalah bagaimana menyikapinya sehingga semua kalangan merasa memiliki kebebasan hak beribadah dan memiliki keyakinannya. Dalam mencari solusi untuk masalah ini juga sudah pernah disampaikan oleh lembaga tersebut yaitu menuntut pemerintah untuk bertindak tegas tidak hanya kepada MUI namun semua kalangan yang melakukan hal yang sama.

E. Pluralisme Agama Dalam Pandangan Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah salah satu kitab suci yang secara implisit maupun eksplisit mengakui heterogenitas kelompok rasial. Di dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat-ayat yang mendukung keberadaan kelompok masyarakat yang pluralisme baik secara sosiologis dan antropologis, maupun dari sisi ideologis, budaya, suku bangsa, dan lain sebagainya.43 Dalam masalah keragaman atau pluralitas agama, Al-Qur’an memberikan pandangannya yang otentik tentang keberadaan umat beragama lainnya. Adapun ayat-ayat yang menjelaskan tentang pluralisme antara lain:

Al-Ma’idah : 48

! " #$%

&!'

()+

!,-

"

-./!%

0

1

3!&

4$%

!,

5

$

6

7815

9

:4<3=

&

>

?

6

@A

BC

1DE F

G7H

I

J

K& $

LM I

/

./!%

N

OPI !

<39

H

Q

G7I

!%

R $S T

U/

43!%

N

GJ

I

LV

?

G7815

H

W

RX%Y

<

"!5Z

/

G7I[

JH G

\!'

]

^

%

43

(51)

G7I M F

I

6

6

J8

_a

9

!7Z SGb

c

N

]5d

e

G781$H QGb %

3H !&

Q

7I $f

,1 g$\ 9

&

: 3I[

!,\!9

iJ8j

_ - %

km

“Dan kami telah turunkan kepadamu Al-Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan itu”.

• Ar-Rum: 22.

B/!%

n!,!

-

I

9

.

!7Z J

&oo

kpGq_r

5 ! .

G781! <3 o

G

I ! Z

J

N

Xi

]

^

!

Z s

tu

-v

^+!&

H9 !'

kww

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda orang yang mengetahui”.

• Al-Hujurat :13.

Rx(" yz

-{X

X

z

I

<3

5

.

/!|%

bL[ s

N} ~ Y

<

Gambar

Tabel 1. Hasil Uji Validitas
Tabel 2 Hasil Uji Realibilitas
Tabel 4  (N = 250)
Tabel 5  (N = 250)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari ke- dua gambar dapat dilihat bahwa aproksimasi analitik dan solusi numerik untuk nilai-nilai parameter pada (5.3) menunjukkan kesesuaian yang sangat baik antara keduanya..

In this study, stepwise multiple regression analyses were performed for both sexes and also the total sample to examine the relationships between the dependent variable

Hukum kedua termodinamika seperti yang diungkapkan oleh Clausius mengatakan, “Untu k suatu mesin siklis maka tidak mungkin untuk menghasilkan efek lain, selain

Dengan hormat, dalam rangka pelaksanaan kegiatan pelelangan barang dan jasa Dinas pendidikan Pemuda dan Olahraga tahun 2011, sasuai dengan Keputusan. Presiden Nomor

Berdasarkan hasil uji sitotoksik ekstrak etanol kulit batang sirsak tidak memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel T47D, hal tersebut dikarenakan tidak semua senyawa yang

Hasil penelitian Damayani (2015) yang menganalisis faktor pengetahuan dan sikap ibu terhadap ketepatan pemberian MP-ASI di Kelurahan Tiga Balata Kabupten

Pokja Panitia Pengadaan Barang / Jasa Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Timor Tengah Utara Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah ( DPPID ) Tahun Anggaran 2011

titipan oleh Baitul Mal. Hingga saat ini Baitul Mal selain bersikap pasif guna menunggu ahli waris yang sah datang untuk mengambil dana titipan, Baitul Mal juga tidak dapat