• Tidak ada hasil yang ditemukan

Determinan Penyakit Sifilis pada Kelompok Lelaki Suka Lelaki (LSL) di Klinik Infeksi Menular Seksual-Voluntary Counselling and Testing (IMS-VCT) Veteran Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Determinan Penyakit Sifilis pada Kelompok Lelaki Suka Lelaki (LSL) di Klinik Infeksi Menular Seksual-Voluntary Counselling and Testing (IMS-VCT) Veteran Kota Medan"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

DETERMINAN PENYAKIT SIFILIS PADA KELOMPOK LELAKI SUKA LELAKI (LSL) DI KLINIK INFEKSI MENULAR

SEKSUAL-VOLUNTARY COUNSELING AND

TESTING (IMS-VCT) VETERAN

KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

YULIA MARYANI 127032216/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE DETERMINANT OF SYPHILIS IN LSL (HOMOSEXUALS) IN IMS-VCT (SEXUAL INFECTION –COUNSELING AND TESTING)

VETERAN, MEDAN

THESIS

By

YULIA MARYANI 127032216/IKM

MAGISTRATE IN PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

DETERMINAN PENYAKIT SIFILIS PADA KELOMPOK LELAKI SUKA LELAKI (LSL) DI KLINIK INFEKSI MENULAR

SEKSUAL-VOLUNTARY COUNSELING AND

TESTING (IMS-VCT) VETERAN

KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

YULIA MARYANI 127032216/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : DETERMINAN PENYAKIT SIFILIS PADA KELOMPOK LELAKI SUKA LELAKI (LSL) DI KLINIK INFEKSI MENULAR

SEKSUAL-VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING

(IMS-VCT) VETERAN KOTA MEDAN Nama Mahasiswa : Yulia Maryani

Nomor Induk Mahasiswa : 127032216

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(dr. Rahayu Lubis, M.Kes, Ph.D)

Ketua Anggota

(dr. Taufik Ashar, M.K.M)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(5)

Telah Diuji

pada Tanggal : 23 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : dr. Rahayu Lubis, M.Kes, Ph.D Anggota : 1. dr. Taufik Ashar, M.K.M

(6)

PERNYATAAN

DETERMINAN PENYAKIT SIFILIS PADA KELOMPOK LELAKI SUKA LELAKI (LSL) DI KLINIK INFEKSI MENULAR

SEKSUAL-VOLUNTARY COUNSELING AND

TESTING (IMS-VCT) VETERAN

KOTA MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuaan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2014

(7)

ABSTRAK

Penyakit Menular Sifilis sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Perilaku homoseksualitas, berganti-ganti pasangan serta berpindah tempat memperbesar terjadinya risiko penularan Sifilis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui determinan penyakit sifilis pada kelompok Lelaki Suka Lelaki di Klinik IMS-VCT Veteran Kota Medan Tahun 2013.

Desain penelitian ini kasus kontrol dengan jumlah sampel sebanyak 100 terdiri dari 50 kasus dan 50 kontrol. Tehnik pengambilan sampel menggunakan penentuan besar sampel minimal yang diambil dari penelitian terdahulu berdasarkan variabel pemakaian kondom (OR : 3,632 dan P2

Berdasarkan analisis bivariat variable yang berpengaruh terhadap penyakit Sifilis yaitu penggunaan kondom (OR=10,92; 95% CI= 4,07-29,26), penggunaan Napza suntik (OR=4,13; 95% CI= 1,85-4,11), dan konsumsi alcohol (OR=7,52; 95% CI=7,35-49,73. Berdasarkan uji Regresi logistic berganda, variabel yang berpengaruh terhadap penyakit sifilis yaitu penggunaan kondom (OR=9,68; 95% CI= 2,87-32,56) dan konsumsi alcohol (OR=51,30; 95% CI= 5,91- 44,89). Berdasarkan analisis multivariat, variabel yang paling dominan mempengaruhi penyakit sifilis adalah konsumsi alkohol.

: 0,54). Pengolahan data dilakukan dengan cara analisis univariat, analisis bivariat dengan uji chi-square, Fisher’s exact

dan analisis multivariate dengan uji regresi logistik berganda.

Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan, supaya dapat memberikan masukan untuk pengembangan program intervensi kesehatan termasuk saran evaluasi terhadap program intervensi yang saat ini sedang berjalan. Bagi klinik IMS-VCT Veteran untuk lebih meningkatkan penyuluhan, pengobatan dan pencegahan terjadinya infeksi sifilis terhadap populasi lelaki suka lelaki yang datang ke klinik IMS-VCT Veteran.

(8)

ABSTRACT

Up to the present time, syphilis as a contagious disease has still been a public health problem. Homosexual behavior, sexual promiscuity, and migration from one place to another can be potential to be transmitted by syphilis. The objective of the research was to find out the determinant of syphilis in homosexuals in IMS-VCT Veteran Clinic in Medan, in 2013.

The research used case control design with 100 respondents as the samples; they consisted of 50 cases and 50 controls. The data were analyzed by using univatriate analysis, bivatriate analysis with chi square test, and multivatriate analysis with multiple logistic regression tests.

Based on the result of bivatriate analysis, it was found that some variables which influenced the incidence of syphilis were the use of condoms (OR = 10.92; 95% CI = 4.07-29.26), the use of Napza injection (OR = 4.13; 95% CI = 1.85-4.11), and consuming alcohol (OR = 7.52; 95% CI = 7.35-49.73). Based on multiple logistic regression tests, it was found that the variables which influenced the incidence of syphilis were the use of condoms (OR = 9.68; 95% CI = 2.87-32.56) and consuming alcohol (OR = 51.30; 95% CI = 5.91-44.89). Based on the result of multivatriate analysis, it was found that the variable which had the most dominant influence on the incidence of syphilis was consuming alcohol.

It is recommended that the Health Service of Medan give input for developing health intervention program, including the evaluation on intervention program today. The management of IMS-VCT Veteran Clinic should increase KIE counseling, medication, and prevention from the incidence of syphilis for the homosexuals who visit IMS-VCT Veteran Clinic.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahuwata’ala yang telah memberi rahmat dan hidayah serta Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Determinan Penyakit Sifilis pada Kelompok Lelaki Suka Lelaki (LSL) di Klinik Infeksi Menular Seksual-

Voluntary Counseling and Testing (IMS-VCT) Veteran Kota Medan”.

Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Proses penulisan tesis dapat terwujud berkat dukungan, bimbingan, arahan dan bantuan moral maupun material dari banyak pihak. Untuk itu izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(10)

4. dr. Rahayu Lubis, M.Kes, Ph.D dan dr. Taufik Ashar, M.K.M selaku dosen pembimbing yang selalu meluangkan waktu untuk membimbing penulis sehingga penulisan tesis ini selesai.

5. Drh. Rasmaliah, M.Kes dan drh. Hiswani, M.Kes selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

6. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas / Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu sangat selama penulis mengikuti pendidikan.

7. dr. R.R Suryantini M.Kes Selaku Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara yang telah berperan dalam membantu penulis menyelesaikan penulisan tesis ini.

8. H. Sukarni, M.Kes selaku Kepala Seksi Bimdal P2 yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian dan seluruh staf Klinik IMS-VCT Veteran yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.

9. Kedua orang tua tercinta ayahanda Drs. H. M. Syarief Isa dan Almh. Hj. Cut Fatma serta Abang, Kakak dan Adik tercinta yang senantiasa memberi perhatian, dukungan baik moril maupun materil serta doa selama penulis menyelesaikan pendidikan Progran Pasca Sarjana IKM – FKM USU.

(11)

penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan, dan doa serta rasa cinta yang dalam, setia menunggu, memotivasi dan memberikan dukungan moril maupun materil selama penulis menyelesaikan pendidikan program Pasca Sarjana IKM – FKM USU.

11. Teman-teman LSM yang telah banyak membantu dalam penelitian dan memberikan dukungannya selama penulis menyelesaikan pendidikan program Pasca Sarjana IKM – FKM USU.

12. Rekan-rekan mahasiswa di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarkat Universitas Sumatera Utara Khusunya Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas / Epidemiologi.

Akhirnya kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan, Penulis ucapkan terima kasih semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya.

Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam tesis ini masih jauh dari sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak, semoga tesis ini dapat bermanfaat.

Medan, September 2014 Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Yulia Maryani, dilahirkan di Banda Aceh pada tanggal 27 Juli 1974, anak Kelima dari enam bersaudara dari pasangan Ayahanda Drs. H. M. Syarief Isa dan Ibunda Almh. Hj. Cut Fatma.

Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di SD Negeri No. 82 Banda Aceh pada tahun 1981-1987, sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di MTs Negeri 1 Banda Aceh pada tahun 1987-1990, Sekolah Menengah Atas di SMA Mugayatsyah Banda Aceh pada tahun 1990-1993 dan melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran UISU pada tahun 1994-2002.

(13)

DAFTAR ISI

2.1.3. Patogenesis dan Gejala Klinis ... 9

2.1.4. Klasifikasi ... 15

2.1.5. Diagnosis ... 15

2.1.6. Penularan ... 22

2.1.7. Pencegahan ... 23

2.2 Lelaki Suka Lelaki (LSL) ... 27

2.2.1. Penyebab terjadinya Homoseksual ... 28

2.2.2. Ciri-ciri Lelaki Suka Lelaki (LSL) ... 29

2.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Sifilis pada Lelaki Suka Lelaki ... 29

2.3.1. Umur ... 29

2.3.2. Tingkat Pendidikan ... 30

2.3.3. Status HIV ... 31

2.3.4. Penggunaan Kondom... 31

2.3.5. Konsumsi Alkohol ... 32

2.3.6. Konsumsi Napza Suntik ... 32

2.3.7. Datang ke Layanan Klinik IMS ... 33

2.4 Landasan Teori ... 35

(14)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 37

3.1 Jenis Penelitian ... 37

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.3 Populasi dan Sampel... 37

3.4 Pengumpulan Data... 41

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 41

3.6 Metode Analisis Data ... 43

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 46

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 46

4.2 Analisis Univariat ... 48

4.2.1 Karakteristik Responden ... 48

4.2.2 Determinan Penderita Sifilis... 49

4.3 Analisis Bivariat ... 50

4.3.1 Pengaruh Umur dengan Penyakit Sifilis pada Kelompok LSL .. 50

4.3.2 Pengaruh Pendidikan dengan Penyakit Sifilis pada Kelompok LSL ... 51

4.3.3 Pengaruh Status HIV dengan Penyakit Sifilis ... 51

4.3.4 Pengaruh Penggunaan Kondom dengan Penyakit Sifilis ... 52

4.3.5 Pengaruh Penggunaan Napza Suntik dengan Penyakit Sifilis ... 53

4.3.6 Pengaruh Konsumsi Alkohol dengan Penyakit Sifilis ... 53

4.4 Analisis Multivariat ... 54

4.4.1 Variabel Penting Uji Regresi Logistik Berganda ... 54

4.4.2 Penentuan Variabel yang Dominan ... 54

4.4.3 Perhitungan Persamaan Regresi ... 55

4.4.4 Perhitungan Population Attributable Risk (PAR) ... 56

BAB 5. PEMBAHASANPENELITIAN ... 57

5.1 Pengaruh Umur dengan Penyakit Sifilis... 57

5.2 Pengaruh Pendidikan dengan Penyakit Sifilis ... 57

5.3 Pengaruh Status HIV dengan Penyakit Sifilis ... 58

5.4 Pengaruh Penggunaan Kondom dengan Penyakit Sifilis ... 59

5.5 Pengaruh Penggunaan Napza Suntik dengan Penyakit Sifilis ... 61

5.6 Pengaruh Konsumsi Alkohol dengan Penyakit Sifilis ... 61

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

6.1 Kesimpulan ... 63

6.2 Saran ... 63

(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Jumlah Sampel untuk Variabel Perbandingan Satu Kasus dan Satu Kontrol ... 38 3.2. Variabel dan Definisi Operasional ... 42 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Klinik IMS – VCT

Veteran Kota Medan Tahun 2014 ... 48 4.2. Distribusi Frekuensi Determinan Penderita Sifilis di Klinik IMS – VCT

Veteran Kota Medan Tahun 2014 ... 49 4.3. Pengaruh Umur dengan Penyakit Sifilis pada Kelompok LSL di Klinik

IMS – VCT Veteran Kota Medan Tahun 2014 ... 50 4.4. Pengaruh Pendidikan dengan Penyakit Sifilis pada Kelompok LSL

di Klinik IMS – VCT Veteran Kota Medan Tahun 2014 ... 51 4.5. PengaruhStatus HIV dengan Penyakit Sifilis di Klinik IMS – VCT

Veteran Kota Medan Tahun 2014 ... 51 4.6. Pengaruh Penggunaan Kondom dengan Penyakit Sifilis di Klinik IMS –

VCT Veteran Kota Medan Tahun 2014 ... 52 4.7. Pengaruh Penggunaan Napza Suntik dengan Penyakit Sifilis

di Klinik IMS – VCT Veteran Kota Medan Tahun 2014 ... 53 4.8. Pengaruh Konsumsi Alkohol dengan Penyakit Sifilis di Klinik IMS –

VCT Veteran Kota Medan Tahun 2014 ... 53 4.9. Hasil Analisis Bivariat yang Masuk dalam Uji Regresi Logistik

(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 68

2. Master Tabel Penelitian ... 70

3. Hasil Analisis Data ... 74

6. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 94

(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Menular Seksual (PMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. PMS merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi permasalahan kesehatan secara global, karena pola penyakitnya hampir terjadi di semua negara. Insidens PMS di berbagai negara di seluruh dunia mengalami peningkatan yang cukup cepat. Peningkatan insidens PMS dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perubahan demografik, fasilitas kesehatan yang tersedia kurang memadai, pendidikan kesehatan khususnya pendidikan seksual dan belum adanya perubahan sikap dan perilaku (WHO, 2011).

(19)

WHOmencatat jumlah kasus baru sifilis secara global pada tahun 1999 adalah sebesar 12 juta kasus. Di Amerika Latin dan Karibia pertambahan jumlah kasus baru diperkirakan 3 juta jiwa (WHO 2001). Di Pasifik Barat diketahui tingkat prevalensi sifilis relatif ditemukan tinggi di Kamboja (4%), Papua New Guinea (3,5%) dan Pasifik Selatan (8%) (WHO, 1999). Seropositif Sifilis diantara kelompok lelaki suka lelaki (LSL) yang tidak menunjukkan gejala diperkirakan jumlahnya sekitar 9,3% di Boston (Mimiaga et al, 2003) dan 11% di Peru (Snowden, 2010). Kemudian Larsen (1995) menyatakan bahwa tes RPR (Rapid Plasma Reagen) sifilis yaitu sebesar 86% sensitif pada infeksi awal dan 98% sensitif dan 98% spesifik pada stadium sekunder dan laten. Sementara di Indonesia jumlah kasus Sifilis rata-rata adalah sebesar 6% dari 7 populasi kunci.

Di Asia Timur dan Pasifik, cara penularan penyakit sifilis adalah melalui Pengaruh seks dengan pekerja seks, dimana pada tahun 2005 prevalensinya lebih dari 57% (Chin, 2006). Lebih lanjut, Brown dan Soroker (2007) melaporkan bahwa prevalensi sifilis pada kalangan homoseksual di beberapa kota besar Asia cukup tinggi, sekitar 50% dari jumlah kasus baru sifilis pada tahun 2020 di Asia akan disebabkan oleh kaum homoseksual. Keadaan ini memperlihatkan bahwa perilaku seks berisiko di kalangan homoseksual mempunyai peran penting dalam proses penularan sifilis.

(20)

kelompok ini serta pemutusan akses terhadap berbagai jasa pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. Hal ini menjadi sorotan dan perhatian Badan Kesehatan Dunia, sehingga pada tahun 2011 WHO mengeluarkan panduan pencegahan dan pengobatan penyakit HIV dan IMS khusus ditujukan bagi kelompok LSL dan LSL di negara miskin dan berkembang.

Selain itu perilaku homoseksualitas, berganti-ganti pasangan serta berpindah tempat memperbesar terjadinya risiko penularan (re-infeksi). Lesi sifilis terbuka juga dapat meningkatkan risiko penularan HIV dan transmisi (CDC, 2009). Ada korelasi yang kuat antara penyebaran PMS konvensional dan Penularan HIV dan pada kedua IMS ulseratif dan non-ulseratif telah ditemukan meningkatkan risiko penularan HIV secara seksual (Chin, 2006).

(21)

Pengembangan Manajemen Klinik IMS termasuk diagnosis dan penatalaksanaan pengobatan bagi penderita sifilis, Penyediaan suplai dan pemberian kemudahan akses terhadap kondom, Intervensi Perubahan perilaku, kegiatan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) sudah termasuk dalam kegiatan berbasis intervensi tersebut.

Peninjauan maupun evaluasi terhadap bentuk program intervensi ada baiknya perlu untuk dilakukan termasuk peninjauan terhadap potensial faktor risiko baru yang berpengaruhdengan infeksi sifilis, dan pada kelompok LSL.Walaupun kelompok LSL memiliki pemahaman akan pentingnya berpengaruh seks dengan aman, namun pada kenyataannya tetap saja terjadi kejadian penyakit sifilis. Hal ini disebabkan oleh karena faktor pencapaian seks dengan sesama jenis, kepuasan batin, ketidaknyamanan dan stigma terhadap kondom sebagai salah satu alat pencegahan.

(22)

masyarakat bagi kelompok LSL. Hal ini berpotensi menimbulkan masalah kesehatan dan penularan penyakit sifilis pada kelompok LSL di Kota Medan.

1.2 Permasalahan

Belum diketahui determinan penyakit sifilis pada kelompok Lelaki Suka Lelaki di Klinik IMS-VCT Veteran Kota Medan tahun 2013.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuanpenelitian ini adalah untuk mengetahuideterminan penyakit sifilis pada kelompok Lelaki Suka Lelaki di Klinik IMS-VCT Veteran Kota Medan Tahun 2013.

1.4 Hipotesis

a. Ada pengaruh umur dengan penyakit sifilis.

b. Ada pengaruh tingkat pendidikan dengan penyakit sifilis. c. Ada pengaruh status HIV dengan penyakit sifilis.

d. Ada pengaruh penggunaan kondom dengan penyakit sifilis. e. Ada pengaruh penggunaan NAPZA suntik dengan penyakit sifilis f. Ada pengaruh konsumsi alkohol dengan penyakit sifilis.

1.5 Manfaat Penelitian

(23)

b. Bagi klinik IMS-VCT Veteran untuk dapat meningkatkan penyuluhan KIE,pengobatan dan pencegahan terjadinya infeksi sifilis terhadap populasi lelaki suka lelaki yang datang ke klinik IMS-VCT veteran.

c. Bagi populasi Lelaki Suka Lelaki, memberikan pengetahuan terhadap pencegahan, diagnosis serta pengobatan penyakit sifilis.

(24)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Menular Seksual (PMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. PMS merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi permasalahan kesehatan secara global, karena pola penyakitnya hampir terjadi di semua negara. Insidens PMS di berbagai negara di seluruh dunia mengalami peningkatan yang cukup cepat. Peningkatan insidens PMS dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perubahan demografik, fasilitas kesehatan yang tersedia kurang memadai, pendidikan kesehatan khususnya pendidikan seksual dan belum adanya perubahan sikap dan perilaku (WHO, 2011).

(25)

WHOmencatat jumlah kasus baru sifilis secara global pada tahun 1999 adalah sebesar 12 juta kasus. Di Amerika Latin dan Karibia pertambahan jumlah kasus baru diperkirakan 3 juta jiwa (WHO 2001). Di Pasifik Barat diketahui tingkat prevalensi sifilis relatif ditemukan tinggi di Kamboja (4%), Papua New Guinea (3,5%) dan Pasifik Selatan (8%) (WHO, 1999). Seropositif Sifilis diantara kelompok lelaki suka lelaki (LSL) yang tidak menunjukkan gejala diperkirakan jumlahnya sekitar 9,3% di Boston (Mimiaga et al, 2003) dan 11% di Peru (Snowden, 2010). Kemudian Larsen (1995) menyatakan bahwa tes RPR (Rapid Plasma Reagen) sifilis yaitu sebesar 86% sensitif pada infeksi awal dan 98% sensitif dan 98% spesifik pada stadium sekunder dan laten. Sementara di Indonesia jumlah kasus Sifilis rata-rata adalah sebesar 6% dari 7 populasi kunci.

Di Asia Timur dan Pasifik, cara penularan penyakit sifilis adalah melalui Pengaruh seks dengan pekerja seks, dimana pada tahun 2005 prevalensinya lebih dari 57% (Chin, 2006). Lebih lanjut, Brown dan Soroker (2007) melaporkan bahwa prevalensi sifilis pada kalangan homoseksual di beberapa kota besar Asia cukup tinggi, sekitar 50% dari jumlah kasus baru sifilis pada tahun 2020 di Asia akan disebabkan oleh kaum homoseksual. Keadaan ini memperlihatkan bahwa perilaku seks berisiko di kalangan homoseksual mempunyai peran penting dalam proses penularan sifilis.

(26)

kelompok ini serta pemutusan akses terhadap berbagai jasa pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. Hal ini menjadi sorotan dan perhatian Badan Kesehatan Dunia, sehingga pada tahun 2011 WHO mengeluarkan panduan pencegahan dan pengobatan penyakit HIV dan IMS khusus ditujukan bagi kelompok LSL dan LSL di negara miskin dan berkembang.

Selain itu perilaku homoseksualitas, berganti-ganti pasangan serta berpindah tempat memperbesar terjadinya risiko penularan (re-infeksi). Lesi sifilis terbuka juga dapat meningkatkan risiko penularan HIV dan transmisi (CDC, 2009). Ada korelasi yang kuat antara penyebaran PMS konvensional dan Penularan HIV dan pada kedua IMS ulseratif dan non-ulseratif telah ditemukan meningkatkan risiko penularan HIV secara seksual (Chin, 2006).

(27)

Pengembangan Manajemen Klinik IMS termasuk diagnosis dan penatalaksanaan pengobatan bagi penderita sifilis, Penyediaan suplai dan pemberian kemudahan akses terhadap kondom, Intervensi Perubahan perilaku, kegiatan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) sudah termasuk dalam kegiatan berbasis intervensi tersebut.

Peninjauan maupun evaluasi terhadap bentuk program intervensi ada baiknya perlu untuk dilakukan termasuk peninjauan terhadap potensial faktor risiko baru yang berpengaruhdengan infeksi sifilis, dan pada kelompok LSL.Walaupun kelompok LSL memiliki pemahaman akan pentingnya berpengaruh seks dengan aman, namun pada kenyataannya tetap saja terjadi kejadian penyakit sifilis. Hal ini disebabkan oleh karena faktor pencapaian seks dengan sesama jenis, kepuasan batin, ketidaknyamanan dan stigma terhadap kondom sebagai salah satu alat pencegahan.

(28)

masyarakat bagi kelompok LSL. Hal ini berpotensi menimbulkan masalah kesehatan dan penularan penyakit sifilis pada kelompok LSL di Kota Medan.

1.2 Permasalahan

Belum diketahui determinan penyakit sifilis pada kelompok Lelaki Suka Lelaki di Klinik IMS-VCT Veteran Kota Medan tahun 2013.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuanpenelitian ini adalah untuk mengetahuideterminan penyakit sifilis pada kelompok Lelaki Suka Lelaki di Klinik IMS-VCT Veteran Kota Medan Tahun 2013.

1.4 Hipotesis

a. Ada pengaruh umur dengan penyakit sifilis.

b. Ada pengaruh tingkat pendidikan dengan penyakit sifilis. c. Ada pengaruh status HIV dengan penyakit sifilis.

d. Ada pengaruh penggunaan kondom dengan penyakit sifilis. e. Ada pengaruh penggunaan NAPZA suntik dengan penyakit sifilis f. Ada pengaruh konsumsi alkohol dengan penyakit sifilis.

1.5 Manfaat Penelitian

(29)

b. Bagi klinik IMS-VCT Veteran untuk dapat meningkatkan penyuluhan KIE,pengobatan dan pencegahan terjadinya infeksi sifilis terhadap populasi lelaki suka lelaki yang datang ke klinik IMS-VCT veteran.

c. Bagi populasi Lelaki Suka Lelaki, memberikan pengetahuan terhadap pencegahan, diagnosis serta pengobatan penyakit sifilis.

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Sifilis

Sifilis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Treponema pallidum yang bersifat akut dan kronis ditandai dengan lesi primer diikuti dengan erupsi sekunder pada kulit dan selaput lendir kemudian masuk ke dalam periode laten diikuti dengan lesi pada kulit, lesi pada tulang, saluran pencernaan, sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskuler.

Menurut Centre of Disease Conrol (CDC) pada tahun 2010 mendefinisikan sifilis sebagai penyakit sistemik yang disebabkan oleh Treponema pallidum.

Berdasarkan temuan klinis, penyakit dibagi ke dalam serangkaian kumpulan staging yang digunakan untuk membantu dalampanduan pengobatan dan tindak lanjut.

2.1.1. Sejarah

(31)

setiap penderita yang disebut sebagai Indian Measles.Sesudah Tahun 1943 timbulah epidemi penyakit ini di seluruh Eropa.

Riset yang dilakukan oleh Harper dkk (2008) dengan menggunakan genetika molekular menyatakan bahwa subspesies kuman treponema (non-seksual) muncul lebih awal di dunia lama. Analisis filogenetik menunjukkan bahwa yaws adalah sebuah infeksi purba pada manusia sementara sifilis venereal muncul relatif baru. 2.1.2. Etiologi

Penyebab sifilis adalah bakteri dari famili Spirochaetaceae, ordo

Spirochaetales dan Genus Treponema spesiesTreponema pallidum. Pada Tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman yaitu Treponema pallidum. Treponema berupa spiral halus, panjang 5-15 mikron dan diameter 0,009-0,5 mikron, setiap lekukan gelombang berjarak 1 mikron dan rata-rata setiap bakteriterdiri dari 8-14 gelombang dan bergerak secara aktif, karena spiralnya sangat halus maka hanya dapat dilihat pada mikroskop lapangan gelap dengan menggunakan teknik immunofluoresensi. Kuman ini bersifat anaerob dan diantaranya bersifat patogen pada manusia (CDC, 2010).

(32)

sel kuman. Kuman berkembang biak dengan cara pembelahan melintang. Waktu pembelahan kuman ini kira-kira 30 jam (J Todd et.al, 2001).

2.1.3. Patogenesis dan Gejala Klinis

Treponema dapat masuk (porte d’entrée) ke tubuh calon penderita melalui selaput lendir yang utuh atau kulit dengan lesi. Kemudian masuk ke peredaran darah dari semua organ dalam tubuh.Penularan terjadi setelah kontak langsung dengan lesi yang mengandung treponema.3–4 minggu terjadi infeksi, pada tempat masuk

Treponema pallidum timbul lesi primer (chancre primer) yang bertahan 1–5 minggu dan sembuh sendiri.

Tes serologik klasik positif setelah 1–4 minggu. Kurang lebih 6 minggu (2– 6 minggu) setelah lesi primer terdapat kelainan selaput lendir dan kulit yang pada awalnya menyeluruh kemudian mengadakan konfluensi dan berbentuk khas.

Penyembuhan sendiri biasanya terjadi dalam 2–6 minggu. Keadaan tidak timbul kelainan kulit dan selaput dengan tes serologik sifilis positif disebut Sifilis Laten. Pada seperempat kasus sifilis akan relaps. Penderita tanpa pengobatan akan mengalami sifilis lanjut (Sifilis III 17%, kordiovaskular 10%, Neurosifilis 8%).

(33)

Sifilis dapat dikatakan sebagai musuh dalam selimut karena selama jangka waktu 2-3 tahun pertama tidak akan menampakkan gejala mengkhawatirkan. Namun, setelah 5-10 tahun sifilis baru akan memperlihatkan keganasannya dengan menyerang sistem saraf, pembuluh darah, dan jantung.

Gejala klinis penyakit sifilis menurut klasifikasi WHO sebagai berikut (CDC, 2010) :

a. Sifilis Dini 1. Sifilis Primer

Sifilis stadium I (Sifilis primer), timbul 10-90 hari setelah terjadi infeksi. Lesi pertama berupa makula atau papula merah yang kemudian menjadi ulkus (chancre), dengan pinggir keras, dasar ulkus biasanya merah dan tidak sakit bila dipalpasi. Sering disertai dengan pembengkakan kelenjar getah bening regional. Lokalisasi

chancre sering pada genitalia tetapi bisa juga ditempat lain seperti bibir, ujung lidah, tonsil, jari tangan dan puting susu.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khas berupa chancre

(34)

2. Sifilis Sekunder (S II)

Timbul setelah 6-8 minggu sejak S I. Pada beberapa kasus keadaan S II ini sering masih disertai S I. Pada S II dimulai dengan gejala konsistensi seperti anoreksia, demam, athralgia, angina. Pada stasium ini kelainan pada kulit, rambut, selaput lendir mulut dan genitalia, kelenjar getah bening dan alat dalam. Kelainan pada kulit yang kita jumpai pada S II ini hampir menyerupai penyakit kulit yang lain, bisa berupa roseola, papel-papel, papulo skuamosa, papulokrustosa dan pustula. Pada SII yang dini biasanya kelainan kulit yang khas pada telapak tangan dan kaki. Kelainan selaput lendir berupa plakula atau plak merah (mucous patch) yang disertai perasaan sakit pada tenggorokan (angina sifilitica eritematosa). Pada genitalia sering kita jumpai adanya papul atau plak yang datar dan basah yang disebut kondilomata lata. Kelainan rambut berupa kerontokan rambut setempat disebut alopesia areata. Kelainan kuku berupa onikia sifilitaka, kuku rapuh berwarna putih, suram ataupun terjadi peradangan (paronikia sifilitaka). Kelainanmata berupa uveitis anterior.Kelainan pada hati bisa terjadi hepatitis dengan pembesaran hati dan ikterus ringan. Kelainan selaput otak berupa meningitis dengan keluhan sakit kepala, muntah dan pada pemeriksaan cairan serebro spinalis didapati peninggian jumlah sel dan protein. Untuk menegakkan diagnosis, disamping kelainan fisik juga diperlukan pemeriksaan serologis.

3. Sifilis Laten Dini

(35)

b. Sifilis Lanjut (CDC, 2010)

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan sikatrik bekas S I pada genitalia atau makula atrofi bekas papul-papul S II. Pemeriksaan tes serologi sifilis positif.

1. Sifilis Tersier (S III)

Lesi pertama timbul 3-10 tahun setelah S I berupa gumma yang sirkumskrip. Gumma sering perlunakan dan mengeluarkan cairan seropurulen dan kadang-kadang disertai jaringan nekrotik sehingga terbentuk ulkus. Gumma ditemukan pada kulit, mukosa mulut, dan organ dalam terutama hati. Dapat pula dijumpai kelainan pada tulang dengan keluhan, nyeri pada malam hari. Pada pemeriksaan radiologi terlihat kelainan pada tibia, fibula, humerus, dan tengkorak berupa periostitis atau osteitis gummatosa. Pemeriksaan TSS positif.

2. Sifilis Kardiovaskuler

(36)

femoralis juga dapat diserang (J Todd, 2001). 3. Sifilis Kongenital Dini

Gambaran klinis sifilis kongenital dini sangat bervarasi, dan menyerupai sifilis stadium II.Karena infeksi pada janin melalui aliran darah maka tidak dijumpai kelainan sifilis primer. Pada saat lahir bayi dapat tampak sehat dan kelainan timbul setelah beberapa minggu, tetapi dapat pulakelainan sejak lahir.

Pada bayi dapat dijumpai kelainan berupa (Saravanamurthy, 2010): a. Pertumbuhan intrauterine yang terlambat

b. Kelainan membra mukosa: mucous patch dapat ditemukan di bibir, mulut, farings, larings dan mukosa genital. Rinitis sifilitika (snuffles) dengan gambaran yang khas berupa cairan hidung yang mula-mula encer kemudian menjadi bertambah pekat, purulen dan hemoragik.

c. Kelainan kulit: makula, papuloskuamosa dan bula. Bula dapat sudah ada sejak lahir, tersebar secara simetris, terutama pada telapak tangan dan kaki, makula, papula atau papuloskuamosa tersebar secara generalisata dan simetris.

d. Kelainan tulang: osteokondritis, periostitis dan osteitis pada tulang- tulang panjang merupakan gambaran yang khas.

e. Kelenjar getah bening: limfadenitis generalisata. f. Alat-alat dalam.

(37)

4.Sifilis Kongenital Lanjut

Kelainan umumnya timbul setelah 7–20 tahun. Kelainan yang timbul : a. Keratitis interstisial

b. Gumma c. Neurosifilis

d. Kelainan sendi: yaitu artralgia difusa dan hidatrosis bilateral (clutton’s joint). 5. Stigmata

Lesi sifilis kongenital dapat meninggalkan sisa, berupa jaringan parut dan deformitas yang karakteristik yaitu (Saravanamurthy, 2009) :

1. Muka: saddle nose terjadi akibat gangguan pertumbuhan septum nasi dan tulang-tulang hidung. Buldog jawakibat maksila tidak berkembang secara normal sedangkan mandibula tidak terkena.

2. Gigi: pada gigi seri bagian tengah lebih pendek dari pada bagian tepi dan jarak antara gigi lebih besar (Hutchinson’s teeth).

3. Regade: terdapat disekitar mulut

4. Tulang: osteoperiostitis yang menyembuh akan menimbulkan kelainan klinis dan radiologis, pada tibia berupa sabre tibia dan pada daerah frontal berupa frontal bossing.

(38)

2.1.4. Klasifikasi

Pembagian penyakit Sifilis menurut WHO terdiri dari sifilis dini dan sifilis lanjut dengan waktu diantaranya 2-4 tahun.Sifilis Dini dapat menularkan penyakit karena terdapat Treponema pallidum pada lesi kulitnya, sedangkan Sifilis Lanjut tidak dapat menular karena Treponema pallidum tidak ada.

Sifilis Dini dikelompokkan menjadi 3 yaitu : a. Sifilis primer (Stadium I)

b. Sifilis sekunder (Stadium II) c. Sifilis laten dini

Sifilis Lanjut dikelompokkan menjadi 4 yaitu : a. Sifilis laten lanjut

b. Sifilis tertier (Stadium III) c. Sifilis kardiovaskuler d. Neurosifilis

Secara klinis ada beberapa stadium sifilis yaitu stadium primer, sekunder, laten dan tersier. Stadium primer dan sekunder termasuk dalam sifilis early sementara stadium tersier termasuk dalam sifilis laten atau stadium late latent (CDC, 2010). 2.1.5. Diagnosis

(39)

a. Anamnesis

Anamnesis dilakukan dengan mewawancarai pasien dengan menanyakan keluhan dan gejala pasien.

b. Pemeriksaan secara Klinis

Pemeriksaan ini dilakukan dengan melihat gejala klinis yang muncul pada penderita yang dikenal dengan pemeriksaan sindromik. Penggunaan manajemen sindromik ini terutama dirancang untuk keterbatasan sumber daya dan telah terbukti layak diterima di beberapa negara (Lambert et al, 2005, Brown et al, 2010). STI skrining antara MSM juga layak dan dapat diterima dan dapat menjangkau kelompok yang sering memiliki akses terbatas dalam mendapatkan pemeriksaan IMS yang teratur dan konseling di pelayanan kesehatan formal.Namun demikian pemeriksaan ini tetap harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium untuk hasil yang lebih akurat.

c. Pemeriksaan Laboratorium

Diagnosis laboratorium penyakit sifilis pada umumnya dilakukan melalui pemeriksaan mikroskopik langsung maupun pemeriksaan serologik.

d. Pemeriksaan Mikroskopik

(40)

terlihat fluoresensi yang khas dari kuman Treponema (CDC, 2010). e. Pemeriksaan Serologis

Pemeriksaan Serologis Tes darah adalah cara lain untuk menentukan apakah seseorang memiliki sifilis. Tak lama setelah infeksi terjadi, tubuh memproduksi antibodi sifilis yang dapat dideteksi oleh tes darah.

Pemeriksaan Serologis Sifilis penting untuk diagnosis dan pengamatan hasil pengobatan. Pemeriksaan ini dapat diklasifikasikan :

1. Tes Non Treponema : kardiolipin, lesitin dan kolesterol 2. Tes Treponema : Treponema pallidum hidup / mati

Ketepatan hasil STS dinilai berdasarkan :

1. Sensitivitas : % individu yang terinfeksi yangmemberi hasil positif

2. Spesifivitas : % individu yang tidak infeksi yang memberikan hasilnegatif Menurut Irwin, et. al., (2003) Pemeriksaan kuantitatif Serologi Sifilis memungkinkan dokter untuk :

1. Mengevaluasi efektivitas pengobatan

2. Menemukan potensi kambuh (relaps) sebelum menjadi menular 3. Membedakan antara kambuh dan infeksi ulang

4. Melihat adanya reaksi sebagai jenis seroresistant

(41)

Secara garis besar ada 2 macam Tes Serologi Sifilis yaitu : a. Non Treponemal Test atau Reagin Test

Tes Reagin terdiri dari antibodi Ig M dan Ig A yang ditujukan terhadap beberapa antigen yang tersebar luas dalam jaringan normal. Dapat ditemukan pada serum penderita sifilis yang belum mendapat pengobatan , 2-3 minggu setelah infeksi. Contohnya adalah Tes Flokulasi dan Tes Fiksasi Komplemen. Kedua tes ini dapat memberikan hasil secara kuantitatif yaitu dengan menentukan kadar reagin dalam serum yang secara berturut-turut diencerkan 2 kali. Pengenceran tertinggi yang masih menunjukkan hasil positif merupakan titer serum yang bersangkutan. Positif palsu dapat terjadi pada infeksi lain seperti Malaria, Lepra, Morbili, Mononukleosis infeksiosa, vaksinasi dan penyakit kolagen SLE (Systemic Lupus Erythematosus,

Polyarteritis Nodosa).

Tes Flokulasi

Tes ini didasarkan atas kenyataan bahwa partikel antigen yang berupa lipid mengalami flokulasi dalam beberapa menit setelah dikocok dengan reagin. Tes flokulasi yang positif dapat menjadi negatif pada 6- 24 bulan setelah pengobatan yang efektif pada sifilis early. Contoh tes flokulasi adalah VDRL (Venereal Disease Research Laboratory test) dan RPR (Rapid Plama Reagin Test).

Tes Fiksasi Komplemen

(42)

Wassermann, dimana digunakan eritrosit domba sebagai indikator dan hasil tes positif jika tidak terjadi hemolisis dan negatif bila ada hemolisis.

b. Treponemal Antibodi Test

Pada Tes digunakan antigen yang berasal dari kuman Treponemal yang masih hidup maupun yang sudah dimatikan atau salah satu fraksi dari kuman treponema sehingga diperoleh hasil tes yang spesifik. Yang termasuk dalam tes ini adalah Tes Fluoresensi Antibodi Treponema (FTA Abs), TPHA (Treponemal pallidum Passive Hemagglutination Assay), Tes Imobilisasi Treponema pallidum

(TPI) dan Tes Pengikatan Komplemen Treponema pallidum atau RPCF (Reiter Protein Complement Fixation Test).

Tes Fluoresensi Antibodi Treponema (Fluorescent Treponemal Antibody

(43)

Tes Hemaglutinasi Pasif Treponemal Pallidum (Treponemal pallidum Passive

Hemagglutination Assay )

Tes ini menggunakan eritrosit domba yang telah diolah dengan kuman

Treponema pallidum. Hasil test positif jika terjadi aglutinasi dari eritrosit domba tersebut. TPHA memberikan hasil secara kuantitatif dan sangat spesifik.

Tes Imobilisasi Treponema Pallidum (TPI)

Tes ini menggunakan kuman Treponema pallidum yang masih aktif sebagai antigen. Dalam serum penderita sifilis yang telah ditambahkan komplemen, kuman yang semula masih dapat bergerak aktif akan mengalami imobilisasi. Waktu yang dibutuhkan adalah 18 jam. Antibodi imobilisasi timbul pada minggu ketiga setelah infeksi. Antibodi ini berbeda dari reagin, TPI memerlukan biaya mahal, reagensia murni dan tenaga yang terlatih.

Tes Pengikatan Komplemen Treponema Pallidum atau RPCF (Reiter Protein

Complement Fixation Test)

Tes ini menggunakan antigen yang berasal dari fraksi protein kuman

Treponema pallidum strain Reiter. Antibodi yang bereaksi dalam tes ini tidak sama dengan antibodi imobilisasi ataupun reagin. Hasil positif palsu dapat terjadi bila fraksi protein tersebut kurang murni misal mengandung lipopolisakarida.

f. Penilaian terhadap Tes Serologi

(44)

Pada Tes Serologis Non Treponema:

a. Hasil Tes Serologis Non Treponema menjadi negatif (-) dalam 3-8 bulan setelah pengobatanadekuat.

b. Penilaian : kualitatif & kuantitatif

c. Hasilnya menjadi positif (+) dalam 2 minggu I setelah ulkusdurum positif (+)Titer pada berbagai stadium :

Menurut CDC (2010) hasil positif palsu pada tes non treponemal dapat dikaitkan dengan beberapa kondisi medik yang tidak terkait dengan sifiis termasuk keadaaan autoimun , usia lanjut, injection drug use, oleh karena itu harus dilakukan tes antibodi treponemal. Tes non treponemal biasanya berkaitan dengan perjalanan penyakit. Antibodi sifilis dalam kadar rendah mungkin akan tinggal dalam darah selama berbulan- bulan atau bertahun-tahun bahkan setelah penyakit telah berhasil diobati. Fenomena ini dikenal dengan istilah “serofast reaction”.

Pada penderita HIV, tes serologi sifilis akurat dan dapat diandalkan. Namun bila hasil tes serologi yang didapatkan tidak berkoresponden dengan temuan klinis pengunaan metode lain seperti pemeriksaan biopsi dan mikroskop lapang pandang gelap perlu dipertimbangkan (CDC, 2010). Kemudian pada penderita sifilis baru yang diberikan pengobatan dalam masa laten maka hasil serologik menjadi sukar dinilai. Pada beberapa kasus titer reagin dapat menurun bahkan menjadi negatif (Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran : 1994).

(45)

dipertimbangkan untuk pengobatan selanjutnya.

Tes treponemal TPHA dapat digunakan untuk mengkonfirmasihasil RPR jika tersedia. Tes RPR kuantitatif dapat membantu membedakan antara sifilis laten dan infeksi lama (titer tinggi ≥ 1:8) serta membantu mengevaluasi respon terhadap pengobatan.

2.1.6. Penularan

Secara umum periode masa inkubasi dari 10 hari sampai 3 (tiga) minggu dari biasanya. WHO menyatakan ada perbedaan waktu antara sifilis dini dan sifilis laten yakni selama 2-4 tahun. Sifilis primer terjadi antara 9 sampai 10 hari setelah terinfeksi dan gejalanya timbul berupa luka nyeri pada alat kelamin. Penularan Sifilis diketahui dapat terjadi melalui (WHO, 1999) :

a. Penularan secara langsung yaitu melalui kontak seksual, kebanyakan 95%- 98% infeksi terjadi melalui jalur ini, penularan terjadi melalui lesi penderita sifilis. b. Penularan tidak langsung kebanyakan terjadi pada orang yang tinggal bersama

penderita sifilis. Kontak terjadi melalui penggunaan barang pribadi secara bersama-sama seperti handuk, selimut, pisau cukur, bak mandi, toilet yang terkontaminasi oleh kuman Treponema pallidum.

(46)

d. Melalui darah yaitu penularan terjadi melalui transfusi darah dari penderita sifilis laten pada donor darah pasien, namun demikian penularan melalui darah ini sangat jarang terjadi.

2.1.7. Pencegahan

Pada prinsipnya pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah penularan sifilis melalui pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Adapun bentuk pencegahan yang dapa dilakukan sebagai berikut :

a. Pencegahan Primer

Sasaran pencegahan terutama ditujukan kepada kelompok orang yang memiliki resiko tinggi tertular sifilis. Bentuk pencegahan primer yang dilakukan adalah dengan prinsip ABC yaitu :

1. A (Abstinensia), tidak melakukan Pengaruh seks secara bebas dan berganti-ganti pasangan.

2. B (Be Faithful), bersikap saling setia dengan pasangan dalam Pengaruh perkawinan atau Pengaruh perkawinan atau Pengaruh jangka panjang tetap. 3. C (Condom), cegah dengan memakai kondom yang benar dan konsisten untuk

orang yang tidak mampu melaksanakan A dan B. 4. D (Drug), tidak menggunakan narkoba/napza.

(47)

b. Pencegahan Sekunder

Sasaran pencegahan terutama ditujukan pada mereka yang menderita (dianggap suspect) atau terancam akan menderita. Diagnosis dini dan pengobatan yang tepat dapat dilakukan dengan cara mencari penderita sifilis, meningkatkan usaha surveilans, dan melakukan pemeriksaan berkala kepada kelompok orang yang memilik resiko untuk terinfeksi sifilis. Bentuk pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara :

1. Melakukan cek darah untuk mengetahui infeksi sifilis.

2. Pengobatan injeksi antibiotik benzatin benzil penicilin untuk menyembuhkan infeksi sifilis.

c. Pencegahan Tersier

Sasaran tingkat ketiga ditujukan kepada penderita tertentu dengan tujuan mencegah jangan sampai mengalami cacat/kelainan permanen, mencegah agar jangan bertambah parah/ mencegah kematian karena penyakit tersebut. Bentuk pencegahan tersier yang dapat dilakukan adalah :

1. Melakukan pengobatan (injeksi antibiotik) yang bertujuan untuk menurunkan kadar titer sifilis dalam darah.

2. Melakukan tes HIVuntuk mengetahui status kemungkinan terkena HIV.

(48)

membantu mencegah penularan sifilis karena kegiatan ini dapat menyebabkan perilaku seksual berisiko. Adalah penting bahwa pasangan seks berbicara satu sama lain tentang status HIV mereka dan sejarah PMS lainnya sehingga tindakan pencegahan dapat diambil.

Dalam Guidelines pengobatan CDC (2010) salah satu cara yang dilakukan untuk upaya pencegahan dan pengobatan adalah melalui suatu program yang disebut “Management of Sex Partners” atau dikenal dengan istilah “Manajemen Mitra Seks”. Penularan Treponema pallidum diperkirakan terjadi hanya ketika lesi sifilis mukokutan yang hadir. Meskipun manifestasi tersebut jarang terjadi setelah tahun pertama infeksi, orang yang terkena seksual kepada pasien yang memiliki sifilis pada setiap tahap harus dievaluasi klinis dan serologis dan diobati dengan rejimen yang disarankan, sesuai dengan rekomendasi berikut:

a. Orang yang terpapar dalam waktu 90 hari sebelumdiagnosis primer, sifilis laten sekunder, atau awal pasanganseks mungkin terinfeksi bahkan jika seronegatif, karena itu, orangtersebut harus dianggap sebagai suspect.

b. Orang yang terkena lebih dari 90 hari sebelum diagnosis primer, sekunder sifilis laten, atau pagi-pasangan seks harus diperlakukan sebagai suspect apabila hasil tes serologis tidak tersedia segera dan kesempatan untuk tindak lanjut

(49)

Namun demikian untuk tujuan menentukan rejimen pengobatan, titer serologi hendaknya tidak boleh digunakan untuk membedakan sifilis awal dari sifilis laten melainkan membutuhkan uji serologis lain yaitu pemeriksaan antibodi treponemal. d. Pasangan seks jangka panjang dari pasien dengan sifilis latenharus dievaluasi

secara klinis dan serologis segera untuk diobati berdasarkan temuan evaluasi. e. Pasangan seksual dari pasien yang terinfeksi harus dipertimbangkan telah

memiliki risiko dan segera diberikan pengobatan jika mereka memiliki kontak seksual dengan pasien dalam waktu 3 bulan plus durasi gejala untuk pasien yang didiagnosis dengan sifilis primer, durasi 6 bulan plus gejala bagi mereka dengan sifilis sekunder dan 1 tahun untuk pasien dengan sifilis laten dini serta dalam waktu 3 bulan plus durasi gejala untuk pasien yang didiagnosis dengan sifilis primer.

Penyakit ulkus kelamin, seperti sifilis, dapat terjadi di kedua daerah kelamin laki-laki dan perempuan yang ditutupi atau dilindungi oleh kondom lateks. Penggunaan kondom lateks dapat mengurangi risiko sifilis, serta herpes genital dan chancroid, hanya bila daerah yang terinfeksi atau situs paparan potensi dilindungi. WHO (2011) juga menyebutkan bahwa konsistensi penggunaan kondom dapat mengurangi transmisi HIV sebesar 64% dan IMS sebesar 42%.

(50)

Menurut CDC STD Treatment Guidelines (2011) disebutkan bahwa Benzatin penisilin G, Bicillin adalah obat pilihan terbaik untuk pengobatan semua tahap sifilis dan merupakan satu-satunya pengobatan dengan keberhasilan yang digunakan untuk sifilis pada masa kehamilan.Penisilin memang tetap merupakan obat pilihan utama karena murah dan efektif. Berbeda dengan gonokokus, belum ditemukan resistensi treponema terhadap penisilin. Konsentrasi dalam serum sejumlah 0,03 UI/ml sudah bersifat treponemasidal namun menetap dalam darah selama 10-14 hari pada sifilis menular, 21 hari pada semua sifilis lanjut dan laten.

Pada penderita sifilis yang alergis terhadap penisilin dapat diberikan pada sifilis S.I dan S.II: Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama 15 hari atau Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 15 hari. Pada Late sifilis (> 1 tahun) sama seperti dosis diatas selama 4 minggu: Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari atau Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari

2.2. Lelaki Suka Lelaki (LSL)

Lelaki Suka Lelaki atau Gay merupakan kelompok “Homoseksual”. Kata Homoseksual berasal dari dua kata, yang pertama adalah berasal dari kata “homo” yang berarti sama, yang kedua “seksual” berarti mengacu pada Pengaruh kelamin, Pengaruh seksual. Sehingga homoseksual adalah aktivitas seksual dimana dilakukan oleh pasangan yang sejenis (sama) kelaminnya.

(51)

lebih menonjol (predominan) atau semata-mata (eksklusif), terhadap orang-orang yang berjenis kelamin sama dengan atau tanpa Pengaruh fisik (jasmaniah). Istilah gay menunjukkan pada homophile laki-laki.Gay berarti orang yang meriah. Istilah ini muncul ketika lahir gerakan emansipasi kaum homoseks (laki-laki maupun perempuan) yang dipicu oleh peristiwa Stonewall dari New York pad tahun 60-an. (Oetomo, 2001).

Lelaki Suka Lelaki atau sering disebut juga Gay adalah istilah laki-laki yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama laki-laki atau disebut juga laki-laki yang mencintai laki-laki secara fisik, seksual, emosional ataupun secara spiritual.Secara psikologis, gay adalah seorang laki-laki yang penuh kasih.Mereka juga rata-rata mempedulikan penampilan, dan sangat memperhatikan apa-apa saja yang terjadi pada pasangannya.

2.2.1. Penyebab terjadinya Homoseksual

Menurut Kartono (1989), Homoseksualitas adalah relasi seks dengan jenis kelamin yang sama atau rasa tertarik dan mencintai jenis seks yang sama. Banyak teori-teori yang menjelaskan sebab-sebab homoseksualitas diantaranya adalah :

a. Faktor herediter berupa tidak seimbangnya hormon-hormon seks

b. Pengaruh lingkungan yang tidak baik atau tidak menguntungkan bagi perkembangan kematangan seksual yang normal

(52)

d. Pengalaman traumatis dengan ibunya sehingga timbul kebencian atau antisipasiterhadap ibunya dan semua wanita.

2.2.2. Ciri-ciri Lelaki Suka Lelaki (LSL)

Adapun ciri-ciri seorang LSL adalah sebagai berikut :

a. Laki-laki yang secara eksklusif berpengaruh seks dengan laki-laki lain.

b. Laki-laki yang berpengaruh seks dengan laki-laki lain tapi sebagian besarnya berpengaruh dengan perempuan.

c. Laki-laki yang berpengaruh seks dengan laki-laki maupun perempuan tanpa ada perbedaan kesenangan.

d. Laki-laki yang berpengaruh seks dengan laki-laki lain dikarenakan mereka tidak mempunyai akses untuk seks dengan perempuan, misalnya di penjara, ketentaraan, dan lain-lain.

2.3. Faktor –faktor yang Berpengaruh dengan Sifilis pada Lelaki Suka Lelaki Melihat tingginya angka prevalensi sifilis pada Lelaki Suka Lelaki, identifikasi terhadap faktor-faktor terkait yang berpengaruh perlu dilakukan. Beberapa faktor risiko yang diduga menjadi penyebab meningkatkan jumlah prevalensi penyakit sifilis pada kelompok Lelaki Suka Lelaki dan yang berpengaruh meningkatkan risiko penularan sifilis antara lain :

2.3.1. Umur

(53)

lebih dewasa memiliki pertimbangan yang lebih banyak dibandingkan dengan orang yang belum dewasa (Azwar, 1985). Penelitian tentang Pengaruh antara umur dengan kejadian sifilis pada populasi LSL belum banyak ditemukan. Namun literatur kaitan umur yang lebih tua sebagai faktor risiko sifilis beberapa sudah tercatat. Sebuah penelitian tentang sifilis kongenital mencatat bahwa usia wanita yang lebih tua (di atas 30 tahun) merupakan risiko untuk terkena sifilis di Tanzania (Yususi: 2010) sementara J Todd et al (2001) menyebutkan sebanyak 20% sifilis positif pada pria berusia 35- 44 tahun.

Penelitan Sarah Thomas (2011) menyebutkan pada kalangan Non-MSM termasuk populasi LSL didapatkan sifilis pada usia 30-49 thn (OR 3,36 ,95% CI 1,347-8,225) dan pada usia 50 ke atas (OR 4,76 95 % CI 1,522- 14,853). Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh Thomas E dkk (2011) di Thailand pada kelompok LSL, umur yang lebih tua menjadi faktor risiko infeksi HIV.

2.3.2. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang diduga dapat mempengaruhi sikap dan perilaku dalam kegiatan apa saja. Tingkat pendidikan kesehatan tidak dapat segera membawa manfaat bagi masyarakat dan yang mudah dilihat dan diukur. Karena pendidikan adalah “Behavior Investment” jangka panjang dan hasilnya dapat dilihat beberapa tahun kemudian (Soekidjo N. 2007).

(54)

kelompok LSL didapatkan tingkat pendidikan rendah berpengaruh dengan HIV (OR =2,08 95% CI 1,17-3,68). Walaupun demikian pada penelitian Thomas E (2012) pada kelompok LSL di Thailand menyebutkan bahwa sebanyak 79,2% dari LSL yang direkrut dalam penelitian tersebut sudah menyelesaikan pendidikan di tingkat menengah keatas ataupun sekolah kejuruan.

2.3.3. Status HIV

Perhatian khusus harus diberikan kepada pemeriksaan dan pengobatan sifilis pada Waria karena Sifilis adalah ko-faktor risiko untuk penularan HIV (Kemenkes RI, STBP 2007).

Ada korelasi yang kuat antara penyebaran PMS konvensional dan Penularan HIV dan pada kedua IMS ulseratif dan non-ulseratif telah ditemukan meningkatkan risiko penularan HIV secara seksual (Chin, 2006). Sebuah penelitian di Amerika Latin tahun 2009 menunjukkan bahwa prevalensi sifilis pada kelompok LSL adalah sebesar 42,3 % sementara pada kelompok non LSL sebesar 18.1% (Toibaro J,2009).

Sementara Ruan Y et.al (2007) dalam penelitiannya tentang korelasi HIV dan Sifilis pada LSL di Cina menyebutkan bahwa Infeksi HIV secara bermakna dikaitkan dengan seropositif sifilis (OR 3,8, 95% CI, 1,3-10,8).

2.3.4. Penggunaan Kondom

(55)

transmisi HIV sebesar 64% dan STI sebesar 43%.

Namun di Indonesia pemakaian kondom masih jarang. Studi yang dilakukan tahun 2008 menunjukkan bahwa di antara 745 waria dari berbagai kota di Indonesia, 54% melaporkan seks anal tanpa kondom dengan pasangan seksual mereka (Riono, P et al, 2008). Data dari STBP tahun 2007 mengindikasikan bahwa dikalangan LSL penggunaan kondom pada seks anal terakhir menurun dari 56,5 % pada tahun 2004-2005 menjadi 39,3% pada 2007 (National AIDS Commission (NAC), 2008).

2.3.5. Konsumsi Alkohol

Konsumsi alkohol dan napza dinilai telah memberikan kontribusi dalam peningkatan risiko IMS dan HIV terutama meningkatkan risiko terhadap perilaku seks yang tidak aman. Pada hasil penelitian menurut data STBP Kemenkes Tahun 2011 pada 7 populasiKunci, LSL yang mengkonsumsi Alkohol memiliki risiko 0,86 kali lebih besaruntuk terkena infeksi sifilis dibandingkan dengan LSL yang tidakmengkonsumsi Alkohol (PR=0,86 95% CI 0,70-1,07). Diketahui banyak LSL dan transgender mengalami masalah dengan alkohol dan zat adiktif yang meningkatkan risiko untuk HIV karena menghilangkan rasa malu. (Miller et.al, 2011).

2.3.6. Konsumsi Napza Suntik

(56)

Diketahui banyak LSL dan LSL mengalami masalah dengan alkohol dan zat addiktif yang meningkatkan risiko untuk HIV karena menghilangkan rasa malu. beberapa diketahui melakukan transaksi seks untuk mendapatkan supply obat (WHO,2011).

2.3.7. Datang ke Layanan Klinik IMS

Penyediaan layanan pemeriksaan yang mudah diakses, bisa diterima dan efektif adalah penting bagi pengendalian IMS. Di banyak negara perawatan yang IMS kebanyakan diperoleh di luar sektor kesehatan publik. Sebuah program yang seimbang dan komprehensif mungkin memerlukan penguatan semua penyedia layanan kesehatan penyedia layanan IMS.

Adanya pendapat bahwa perawatan yang berkualitas tinggi IMS harus disampaikan oleh spesialis klinis maupun staf di klinik IMS. Namun demikian kesulitan dalam hal akses, penerimaan informasi dan keterbatasan sumber daya manusia dan ekonomi yang dibutuhkan menyebabkan sulit diterapkan sehingga dibuat metode yang lebih praktis dalam penyediaan jasa bagi masyarakat umum.

(57)

status juga dikaitkan untuk upaya pencegahan penularan oleh LSL yang telah berstatus terinfeksi kepada mitra maupun pasangan seks komersilnya (Kemenkes RI, STBP 2007).

(58)

2.4. Landasan Teori

Determinanpenyakit Sifilis pada kelompok Lelaki Suka Lelaki (LSL) dengan modifikasi Teori yang dianggap paling cocok yaitu modifikasi Teori dari WHO (2006) yang telah dipaparkan di atas digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1. Kerangka Teori (Dimodifikasi dari Teori Konsep Penularan Penyakit Menular “R. Beaglehole”, Bonita et al (2006) dalam Basic

Epidemiology.)

Host Infection Syphilis

Kontak dengan kuman Treponema

Pallidum

Invasi ke tubuh melalui permukaan

kulit utuh dan masuk ke darah

(59)

2.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dibuat berdasarkan latar belakang dan landasan teori, yaitu sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian 1. Umur

2. Tingkat Pendidikan 3. Status HIV

4. Penggunaan Kondom 5. Penggunaan Napza Suntik 6. Konsumsi Alkohol

Penyakit Sifilis Pada Lelaki Suka Lelaki Variabel Independen

(60)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan kasus kontrol. Studi analitik ini adalah riset epidemiologi yang bertujuan untuk memperoleh penjelasan tentang determinan penyakit sifilis. Sedangkan pendekatan pada kasus kontrol (case control) yaitu mengidentifikasi kasus terlebih dahulu, disusul dengan mengidentifikasi kontrol. Setelah itu, diselidiki beberapa faktor risiko disangka sebagai penyebab penyakit sifilis.

Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif atau menelusur ke belakang yang mengalami sifilis, membandingkan antara kejadian pada kelompok kasus (penderita sifilis) dan kelompok kontrol (tidak mengalami sifilis) berdasarkan status paparan faktor risikonya.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Klinik Infeksi Menular Seksual-Voluntary Counseling and Testing (IMS-VCT) Veteran Kota Medan dan waktu penelitian dimulai pada bulan April 2014 sampai dengan bulan Juni 2014.

3.7 Populasi dan Sampel 3.7.1 Populasi

(61)

Untuk menentukan populasi penelitian, terlebih dahulu dilakukan penentuan besar sampel minimal pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus Lameshow (1997) :

Keterangan:

Nilai distribusi baku normal pada 1-β = 80% sebesar 0,842

1

P

* : Proporsi paparan pada kasus

2

Dari persamaan di atas dan didasarkan pada perhitungan P * : Proporsi paparan pada kontrol

2

Tabel 3.1 Jumlah Sampel untuk Variabel Perbandingan Satu Kasus dan OR hasil penelitian yang dilakukan peneliti terdahulu, dimana jumlah sampel setiap variabel dengan α = 0,05 perbandingan 1 kasus dan 1 kontrol dapat dihitung besar sampel

minimal seperti tabel berikut :

dan Satu Kontrol

Peneliti Variabel P1 P2 OR

(62)

50

Perhitungan besar sampel berdasarkan variabel pemakaian Kondom dengan OR : 3,632 dan P2 : 0,54 diambil dari penelitian terdahulu (P. Riono et. al., 2008),

sehingga didapat P1 :

(63)

3.3.2. Sampel Kasus dan Kontrol a. Kasus

Kasus adalah seluruh penderita sifilis pada kelompok LSL yang berobatdi Klinik IMS-VCT Veteran Kota Medan tahun 2013.

Kriteria inklusi kasus :

- Bersedia sebagai responden dalam penelitian ini - Bertempat tinggal di Kota Medan

Kriteria eklusi kasus :

- Tidak bersedia menjadi responden - Tidak bertempat tinggal di Kota Medan b. Kontrol

Kontrol adalah kelompok LSL yang tidak menderita sifilis yang datang berobat di Klinik IMS-VCT Veteran Kota Medan tahun 2013.

Kriteria inklusi kontrol :

- Pernah minimal sekali berkunjung di Klinik IMS-VCT Veteran Kota Medan yang dinyatakan negatif sifilis dari hasil laboratorium.

- Bertempat tinggal di Kota Medan Kriteria eklusi kontrol :

(64)

3.8 Pengumpulan Data 3.8.1 Data Primer

Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara langsung kepada responden menggunakan kuesioner (data primer), dan melakukan observasi untuk melihat paparan faktor risiko pada penderita sifilis.

Pada waktu pengumpulan data peneliti bekerja sama dengan tenaga kesehatan yang bertugas di Klinik IMS-VCT Veteran Kota Medan. Peneliti juga menggunakan 1 orang tenaga enumerator yang telah dilatih terlebih dahulu oleh peneliti yaitu petugas kesehatan lulusan keperawatan yang berstatus sebagai tenaga medis di tempat penelitian tersebut.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari profil kesehatan Indonesia, profil Dinas Kesehatan Kota Medan dan bahan bacaan yang relevan dengan tujuan penelitian.

3.9 Variabel dan Definisi Operasional 3.9.1 Variabel Penelitian

(65)

3.5.2 Definisi Operasional

Tabel 3.2 Variabel dan Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur a. Variabel Independen

1.

Lama waktu hidup responden yang diukur dari tahun kelahiran Tingkat Pendidikan tertinggi yang pernah atau sedang diduduki oleh responden

Hasil Konfirmasi Akhir Status HIV responden melalui oleh responden sampai mabuk sebelum

b. Variabel Dependen 1. Penyakit

Sifilis pada lelaki suka lelaki

Penyakit sistemik yang disebabkan oleh

Treponema pallidum

pada lelaki suka lelaki yang pernah

berpengaruh sek dengan lelaki lain

(66)

3.6 Metode Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Editing, yaitu penyuntingan data dilakukan untuk menghindari kesalahan atau kemungkinan adanya kuesioner yang belum terisi, 2. Coding, yaitu untuk memudahkan proses entri data tiap jawaban diberi kode dan skor, 3. Entry, setelah diberi kode data dimasukkan ke computer, 4. Cleaning, sebelum dilakukan analisa data, maka dilakukan pengecekan dan perbaikan. Kemudian data dianalisis secara:

1. Analisis Univariat yaitu analisa dilakukan untuk mendapatkan gambaran distribusi variabel penelitian, sehingga dapat membantu analisis bivariat lebih mendalam. Ukuran yang digunakan dalam analisis ini adalah angka absolute dan presentase, disajikan dalam bentuk tabel.

2. Analisis Bivariat yaitu analisis lanjutan untuk melihat Pengaruh variabel independen umur, tingkat pendidikan, status HIV, penggunaan kondom, penggunaan NAPZA suntik, konsumsi alkohol) dan dependen (sifilis) dengan menggunakan uji statistik chi-square yaitu untuk mengestimasi pengaruh dari masing-masing faktor-faktor yang diteliti (variabel bebas) terhadap kejadian penyakit sifilis, dan untuk mengukur risiko dari paparan terhadap terjadinya penyakit sifilis digunakan Odds Ratio (OR).

(67)

Tahapan proses analisis multivariat adalah sebagai berikut:

a. Memasukkan variabel kandidat dalam proses analisis multivariat regresi logistik berganda dengan cara memilih variabel independen yang memiliki nilai p< 0,25.

b. Melakukan analisis semua variabel independen yang masuk dalam pemodelan dengan cara mengeluarkan variabel independen yang memiliki nilai p terbesar sehingga didapatkan model awal dengan variabel faktor penentu yang memiliki nilai p< 0,05.

c. Hasil uji multivariat yang mempunyai nilai p<0,05, merupakan pemodelan akhir dari penentu faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit sifilis di Kota Medan.

Model yang diasumsikan dari regresi logistik berganda untuk probabilitas kejadian suatu penyakit dengan menggunakan rumus :

1 P =

- (a+b1X1+ a+b2X2+ a+bsXs...+biXi) 1+e

Dimana :

e = Bilangan natural (2,718) a = Konstanta

(68)

Menghitung Population Attributable Risk (PAR), untuk mengetahui proporsi penderita Sifilis dapat dicegah bila faktor risiko dihilangkan, dengan menggunakan rumus :

P ( r – 1 ) PAR =

P ( r – 1 ) + 1 Dimana :

P = proporsi populasi terpajan [ B / (B+D) ] pada tabel 2 x 2

(69)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Klinik Veteran terletak di Kota Medan, di Kelurahan Gang Buntu Kecamatan Medan Timur.Lokasi Klinik Veteran dekat dengan persimpangan Tugu Apollo. Di sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Medan Marelan, sebelah barat berbatasan dengan Medan Kota, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Maimun, sebelah Timur berbatasan dengan Medan Perjuangan. Klinik Veteran berdiri pada tahun 2008, setahun sebelum berdiri (tahun 2007) dilakukan pelatihan kepada SDM (Sumber Daya Manusia) untuk dipersiapkan sebagai petugas di klinik tersebut.

Pada awal dibukanya klinik Veteran merupakan klinik Infeksi menular seksual (IMS), dengan 4 orang petugas yang terdiri dari 1 orang dokter, 1 orang perawat, 1 orang tenaga administrasi, dan 1 orang tenaga analis. Satu tahun kemudian (tahun 2009), mulai ditambah sebagai klinik VCT, tenaga kesehatan juga ditambah 1 orang consellor dan 1 orang bidan, jadi sampai sekarang petugas yang ada di klinik Veteran berjumlah 6 orang. Pada tahun 2010 ditambah pelayanannya untuk Tuberculosis dan tes IVA (Inspeksi Visual Asetat).

(70)

peduli dengan HIV/AIDS yaitu LSM (Lembaga Sosial Masyarakat) H2O, GSM, Medan Plus, Permata, Perwari, SPKS dan Jarkon. Dalam hal pelaksanaan kegiatan klinik Veteran memperoleh dana dari PKBI (Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia), FHI (Family Health International), KPA kota Medan dan Provinsi serta dari GF (Global Fund), sedangkan obat-obatan di dapat dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) dan GF.

Kegiatan yang dilakukan oleh klinik Veteran selain memberikan pelayanan di klinik berupa pemeriksaan pasien, pemeriksaan laboratorium, pengobatan dan konselling, klinik Veteran juga melaksanakan kegiatan penyuluhan, mobile ke lokasi-lokasi yang berisiko di wilayah kerjanya rata-rata 2 kali dalam sebulan, melaksanakan program “One Day Service” dalam satu hari mendapatkan hasil, pembagian Leaflat. pembagian kondom laki-laki dan perempuan, pembagian pelicin dan pembagian brosur, selain itu beberapa kali melaksanakan pemeriksaan dan penyuluhan di beberapa tempat yang merupakan tempat yang berisiko yaitu di oukup-oukup, hotel-hotel, losmen-losmen, lapas dan beberapa hot spotdi wilayah kerja klinik Veteran. Klinik Veteran bekerja di bawah dinas Kesehatan Provinsi, dalam kegiatannya merambah ke daerah Sunggal, Tebing (Warung Bebek dan Warung bubur), Belawan, Marelan, Padang Bulan, Tembung dan Lubuk Pakam.

(71)

4.2 Analisis Univariat

4.2.1 Karakteristik Responden

Hasil penelitian data karakteristik 100 orang responden, berikut ini :

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Klinik IMS – VCT Veteran Kota Medan Tahun 2014

Karakteristik Responden Kasus Kontrol

n % n %

Status Kawin

Menikah 42 50,0 42 50,0

Tidak menikah 8 50,0 8 50,0

Partner Tinggal

Tinggal sendiri 5 38,5 8 61,5

Tinggal bersama teman-teman 9 75,0 3 25,0

Tinggal bersama keluarga 31 48,4 33 51,6

Tinggal bersama pasangan laki-laki 4 44,4 5 55,6 Tinggal bersama pasangan perempuan 1 50,0 1 50,0 Sumber Pendapatan

Gaji Karyawan 23 51,1 22 48,9

Pekerja Bebas 16 48,5 17 51,5

Bekerja di Salon 3 100,0 0 0,0

Uang Saku Pelajar 4 28,6 10 71,4

Menjual Seks 4 80,0 1 20,0

(72)

4.2.2 Determinan Penderita Sifilis

Hasil penelitian data determinan penderita sifilis, sebagai berikut:

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Determinan Penderita Sifilis di Klinik IMS – VCT Veteran Kota Medan Tahun 2014

Determinan Penderita Sifilis Kasus Kontrol

n % n %

Penggunaan Napza Suntik

Menggunakan 6 100,0 0 0,0

Tidak Menggunakan 44 46,8 50 53,2

Konsumsi Alkohol

Mengkonsumsi 27 96,4 1 3,6

Tidak Mengkonsumsi 23 31,9 49 68,1

(73)

tidak menggunakan Napza suntik yaitu sebanyak 50 orang (53,2%) dan konsumsi alkohol terbanyak yaitu pada kontrol sebanyak 49 orang (68,1%) yang tidak menggunakan alkohol.

4.3 Analisis Bivariat

4.3.1 Pengaruh Umur dengan Penyakit Sifilis pada Kelompok LSL

Tabel 4.3. PengaruhUmur dengan Penyakit Sifilis pada Kelompok LSL di Klinik IMS – VCT Veteran Kota Medan Tahun 2014

Umur

Penyakit Sifilis

p OR 95% CI

Kasus Kontrol

n % n %

≤ 31 tahun 41 82 44 88

0,401 0,621 0,203 – 1,899 > 31 tahun 9 18 6 12

Jumlah 50 100 50 100

Gambar

Gambar 2.1.  Kerangka Teori (Dimodifikasi dari Teori Konsep Penularan
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1 Jumlah Sampel untuk Variabel Perbandingan Satu Kasus
Tabel 3.2 Variabel dan Definisi Operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dimana modul interaktif ini dapat memberi kemudahan kepada pengguna yang ingin memperdalam atau memenuhi kebutuhan ilmu pengetahuan lebih jauh tentang mata palajaran Biologi Kelas

Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012, Panitia Pengadaan Barang/Jasa Kantor. Pelayanan Pajak Pratama Cirebon memutuskan Pelelangan ini

[r]

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : S-008/WBC.15/KPP.10/PBJ/INV/2012 tanggal 31 Oktober 2012 perihal Usulan Penetapan Pemenang Pelelangan untuk paket :. Pekerjaan :

UNIVERSITAS GADJAH MADA SEKOLAH VOKASI.. PROGRAM DIPLOMA TEKNIK

Pada hari ini, Rabu tanggal Tiga Puluh Satu bulan Oktober tahun Dua Ribu Dua Belas, dimulai pukul 09.30 WIB (10.30 WITA), sampai dengan pukul 14.30 WIB (15.30 WITA) telah

Barang/asa Nomor 118/PAN-PL/!KG/DM/20L2 tanggal 20 November 2012 untuk Pekerjaan Pengadaan Peralatan Untuk Kelengkapan Klinik di RSGM Prof. Soedomo Fakultas