• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis penyebab perilaku aman bekerja pada perawat di RS Islam Asshobirin Tangerang Selatan tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis penyebab perilaku aman bekerja pada perawat di RS Islam Asshobirin Tangerang Selatan tahun 2013"

Copied!
181
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENYEBAB PERILAKU AMAN BEKERJA PADA

PERAWAT DI RS ISLAM ASSHOBIRIN

TANGERANG SELATAN TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Mayarakat (SKM)

Oleh :

DENISA LISTY KIAY DEMAK

(NIM : 109101000007)

PEMINATAN KESELAMATAN & KESEHATAN KERJA

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Desember 2013

(3)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Skripsi, Desember 2013

Denisa Listy Kiay Demak. NIM: 109101000007

Analisis Penyebab Perilaku Aman Bekerja Pada Perawat Di RS Islam Asshobirin Tangerang Selatan Tahun 2013

xv + 139 halaman, 10 tabel, 4 bagan, 3 gambar, 5 lampiran

ABSTRAK

Latar Belakang: Perilaku manusia merupakan unsur yang memegang peranan penting dalam mengakibatkan suatu kecelakaan, sehingga cara yang efektif untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja adalah dengan menghindari terjadinya perilaku tidak aman. Dari hasil studi pendahuluan di RS Islam Asshobirin 7 dari 10 perawat yang diamati berperilaku aman dengan memakai APD saat bekerja sedangkan sisanya tidak berperilaku aman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menggali secara mendalam bagaimana perilaku aman dan faktor penyebab perbedaan perilaku pada perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan di rumah sakit dalam mencegah terjadinya kecelakaan.

Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kualitatif. Pengambilan dan penggalian informasi diperoleh melalui observasi,wawancara mendalam dan telaah dokumen. Hasil: Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa bentuk perilaku aman bekerja pada perawat yaitu menggunakan APD, mengikuti SOP, mengambil posisi kerja yang aman dan hati-hati saat bekerja. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu pengetahuan yang dimiliki oleh perawat sudah cukup baik, mereka mendapatkan pengetahuan tersebut dari ilmu yang diperoleh dari perkuliahan, membaca, serta sosialisasi oleh kepala ruangan untuk bertindak aman ketika bekerja. Dan adanya motivasi yang tinggi untuk selamat dari bahaya. Selain itu didukung juga dengan sikap positif perawat terhadap ketersediaan APD dengan selalu menggunakan APD saat bekerja. Serta adanya pengawasan oleh tim supervisi sehingga perawat berperilaku aman saat bekerja. Sedangkan perilaku tidak aman pada perawat yaitu selain tidak menggunakan sarung tangan saat menyuntik dan memasang infus juga tidak memakai sepatu saat bekerja. Hal ini disebabkan karena sikap perawat yang tidak disiplin dalam memakai APD dan SOP yang berlaku di RS Islam Asshobirin belum sesuai dengan standar Depkes RI.

Saran: RS Islam Asshobirin diharapkan dapat menerapkan K3RS sesuai dengan KEPMENKES RI, memperbaiki SOP seperti prosedur menyuntik agar sesuai dengan DepKes RI dan mengadakan pelatihan K3.

(4)

STATE ISLAMIC UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY

DEPARTEMENT OF OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH Undergraduate Thesis , December 2013

Denisa Listy Kiay Demak. NIM: 109101000007

CAUSE ANALYSIS OF SAFETY WORK BEHAVIOR OF NURSES AT RS ISLAM ASSHOBIRIN TANGERANG SELATAN IN 2013

xv + 139 pages, 10 tables, 4 charts, 3 images, 5 attachments ABSTRACT

Background: Human behavior is an element that holds an important role in the result of an accident. Therefore, an effective way to prevent the workplace accidents is by avoids the occurrence of unsafe behavior. The results of preliminary studies in Islamic Hospital Asshobirin, 7 of 10 nurses were observe behave safely by wearing PPE while working and the rest do not behave safely. This study aims to identify and explore in details that how safety behavior and the factors causing differences in the behavior of the nurse as a health worker in hospital to prevent the occurrence of accidents.

Methods: This study used a qualitative research approach. The information taking and exploration are done through the observation, in-depth interviews and documents review.

Results: This research found that the safe working behavior on the nurses is by using PPE, following the SOP , taking a safe position and being careful in the work. Moreover, it also caused by several things that are: the knowledge possessed by the nurse is good enough, they get the knowledge of the lectured knowledge, reading and socialization by the Head of to act safely when working, also by the high motivation to avoids the dangers. In addtional also supported by the positive attitude of the nurse to the availability of PPE, by always use PPE when working. As well as the supervision by the Supervision Team so that the nurse behaves safely while working. And unsafe behavior on nurse is in addition to not use gloves when injecting an IV drip and also do not wear shoes at work. This is because the attitude of nurses who are not disciplined in the use of PPE and SOP are applicable in the RS Islam Asshobirin not in accordance with DEPKES RI standards.

Suggestion: RS Islam Asshobirin expected to apply K3RS in accordance with KEPMENKES, repair procedures such as repair the SOPs such as the injection procedure to match the Ministry of Health (DepKes RI) and conduct the K3 training. Keywords : safety behavior, nursing , qualitative

(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul

ANALISIS PENYEBAB PERILAKU AMAN BEKERJA PADA PERAWAT

DI RS ISLAM ASSHOBIRIN TANGERANG SELATAN TAHUN 2013

Telah diperiksa, disetujui dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

Denisa Listy Kiay Demak NIM : 109101000007

Jakarta, 2 Januari 2014 Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II

(6)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi dengan judul ANALISIS PENYEBAB PERILAKU AMAN PADA PERAWAT DI RS ISLAM ASSHOBIRIN TAHUN 2013 telah diujikan dalam sidang ujian skripsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 16 Desember 2013. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan Masyarakat.

Jakarta, 27 Desember 2013

Sidang Ujian Skripsi

Ketua,

Fajar Ariyanti, Ph.D

Anggota,

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Denisa Listy Kiay Demak

Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 22 Agustus 1991

Alamat : Perumahan Catalina Blok AA 4 No.31 RT.01 RW.01

Telaga Gading Serpong – Tangerang

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Kebangsaan : Indonesia

Status Materital : Belum Menikah

Golongan Darah : O

Email : denisalisty@gmail.com

Riwayat Pendidikan Formal

1997 – 2003 : SD Negeri Sukatani IV Depok

2003 – 2006 : SMP Negeri 11 Depok

2006 – 2009 : SMA Negeri 7 Tangerang Selatan

2009 – 2013 : S-1 Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

(8)
(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil‟alamin, segala puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberikan rahmat dan berkah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul „‟Analisis Penyebab Perilaku Aman Bekerja Pada Perawat di RS Islam Asshobirin Tahun 2013‟‟. Penyelesaian pembuatan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, nasehat, motivasi, dan dukungan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, tiada ungkapan yang lebih pantas diucapkan kecuali puji syukur dan rasa terimakasih yang tak terhingga dengan ketulusan dan kerendahan hati yang dihaturkan kepada :

1. ALLAH SWT, atas berkah dan rahmatnya sehingga penulis diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. My Beloved Parents, dan seluruh anggota keluarga yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil kepada penulis dalam menyelesaikan program studi ini.

3. Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes. selaku pembimbing akademik I, terima kasih atas kesabarannya membimbing dan memberi masukan-masukan yang sangat bermanfaat kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

4. Ibu Riastuti KW, MKM. selaku pembimbing akademik II, terima kasih atas bimbingannya dan masukan-masukan yang sangat bermanfaat selama penulis menyusun skripsi ini.

5. RS Islam Asshobirin yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan dan mengambil data penelitian.

6. Ibu Tati, selaku Kepala Perawat RS Islam Asshobirin yang selalu bersedia membantu penulis dalam mengambil data di Rumah Sakit.

(10)

8. Heni Sholatya yang sudah membantu memberi masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Vzeh teman seperjuanganku yang selama ini setia menemani sampai akhirnya kita bisa selesai sama-sama, thx nduut cantik.

10.Nia, Ana, Mupil, Ubay yang selalu memberi semangat dan menghibur penulis selama menyusun skripsi ini.

11.Alfa Gratia sahabat paling setia dari jaman dahulu, makasi atas bawelannya selama ini sampe akhirnya bisa selesai juga skripsi ini.

12.Angkatan K3 dan Kesmas 2009 yang selalu memberi motivasi dan semangat untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

13.Semua pihak terkait yang tidak tersebut yang telah membantu dan mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga bimbingan, bantuan dan dorongan semangat serta amal kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari ALLAH SWT.

Dengan segala rasa kerendahan hati, penulis menyadari bahwa kesempurnaan tidak akan mutlak di didapat pada setiap hal apapun di dunia ini. Demikian juga dengan skripsi ini yang masih jauh dari sempurna. Untuk itu, mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan maupun dalam penyampaian.

TERIMA KASIH

Jakarta, Desember 2013

(11)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iv

PENGESAHAN PANITIA SIDANG ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

LEMBAR PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR. ... viii

DAFTAR ISI. ... x

DAFTAR TABEL. ... xii

DAFTAR BAGAN ... xiii

DAFTAR GAMBAR. ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN. ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 6

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

1.6 Ruang Lingkup ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku ... 9

(12)

2.3 Profesi Perawat... 40

2.4 Kerangka Teori... 47

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH 3.1 Kerangka Berpikir ... 49

3.2 Definisi Istilah ... 53

BAB IV METODELOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ... 56

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 56

4.3 Informan Penelitian ... 56

4.4 Kriteria Informan Utama ... 57

4.5 Instrumen Penelitian... 58

4.6 Sumber dan Pengumpulan Data ... 59

4.7 Keabsahan Data ... 59

4.8 Pengolahan dan Analisis Data ... 61

4.9 Penyajian Data ... 61

BAB V HASIL 5.1 Karakteristik Informan ... 62

5.2 Hasil Penelitian ... 67

BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian ... 107

6.2 Perilaku Aman Perawat ... 107

6.3 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Aman Bekerja... 112

6.4 Analisis Penyebab Perilaku Aman ... 134

(13)

7.2 Saran ... 138

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Program K3RS ... 33

Tabel 2.2 Bahaya-bahaya Potensial di Rumah Sakit ... 47

Tabel 3.1 Definisi Istilah ... 53

Tabel 4.1 Kriteria Informan Utama ... 58

Tabel 4.2 Validitas Data ... 60

Tabel 5.1 Informan Utama yang Berperilaku Aman ... 63

Tabel 5.2 Informan utama yang berperilaku tidak aman ... 65

Tabel 5.3 informan kunci ... 66

Tabel 5.4 informan pendukung ... 67

(14)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori ... 48

Bagan 3.1 Kerangka Berpikir ... 52

Bagan 6.1 Alur Terjadinya Perilaku Aman Pada Perawat RS Islam Asshobirin ... 135

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 The Safety Triad ... 16

Gambar 2.2 Aspek Internal Dan Eksternal Yang Dapat Menentukan Keberhasilan

Proses Keselamatan ... 17

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Keterangan Ijin Penelitian di RS Islam Asshobirin

Lampiran 2 Matriks Wawancara

Lampiran 3 Transkip Wawancara

Lampiran 4 Hasil Dokumentasi

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kecelakaan kerja 88% disebabkan akibat perilaku kerja yang tidak aman

(Unsafe Act), seperti tidak memakai APD, tidak mengikuti prosedur kerja, tidak mengikuti peraturan keselamatan kerja dan bekerja tidak hati-hati (Heinrich,

1980). Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa perilaku manusia

merupakan unsur yang memegang peranan penting dalam mengakibatkan suatu

kecelakaan, sehingga cara yang efektif untuk mencegah terjadinya kecelakaan

kerja adalah dengan menghindari terjadinya perilaku tidak aman(Biro Pelatihan

Tenaga Kerja dalam Budiono, 2003).

Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 1998 menunjukkan bahwa

terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus

yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang,

tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi dan lain-lain (KEPMENKES

RI Nomor. 432/MENKES/SK/IV/2007). Di Indonesia, penelitian dari Joseph

(18)

penyebabnya ditemukan bahwa pada saat bekerja mereka tidak memakai alat

pelindung diri seperti sarung tangan (Idayanti, 2008).

Selain itu juga didapatkan dari hasil penelitian di sarana kesehatan Rumah

Sakit, sekitar 1.505 tenaga kerja wanita di Rumah Sakit Paris mengalami

gangguan muskuloskeletal (16%) di mana 47% dari gangguan tersebut berupa

nyeri di daerah tulang punggung dan pinggang. Laporan lainnya yakni di Israel,

angka prevalensi cedera punggung tertinggi pada perawat (16.8%) dibandingkan

pekerja sektor industri lain. Di Australia, diantara 813 perawat, 87% pernah low

back pain dan di AS, insiden cedera muskuloskeletal 4.62/100 perawat per tahun

(KEPMENKES RI Nomor. 432/MENKES/SK/IV/2007). Gangguan

musculoskeletal pada perawat ini berhubungan dengan cara atau posisi kerja yang

tidak aman saat menangani pasien contohnya seperti cara mengangkat yang salah

(Carayon, 2008).

Geller (2001) dalam Halimah (2010) menggambarkan pentingnya pendekatan

perilaku yang didasari keselamatan (behavior based safety) dalam upaya meningkatkan keselamatan kerja baik yang bersikap reaktif atau proaktif. Dalam

perspektif reaktif upaya keselamatan ditelusuri dari perilaku yang berisiko atau

tidak aman (at risk behavior) yang berakibat pada kerugian. Hal ini dapat diartikan bahwa upaya reaktif menunggu terjadinya tidak aman dulu. Sedangkan

dalam perspektif proaktif upaya keselamatan kerja ditelusuri dari perilaku aman

(19)

Geller (2001) juga menyebutkan agar pencapaian behavior based safety berhasil adalah lebih baik dengan menggunakan pendekatan yang berupaya

mendorong terjadinya peningkatan perilaku aman. Upaya ini berujung pada usaha

pencegahan terjadinya kecelakaan di tempat kerja atau hal ini dapat dikatakan

juga berupa pendekatan yang bersifat proaktif dalam manajemen keselamatan

(Halimah, 2010).

Dalam proses pembentukan dan perubahan perilaku manusia terdapat

faktor-faktor yang berpengaruh, diantaranya faktor-faktor dari dalam (Internal) seperti susunan

syaraf pusat, persepsi, motivasi, proses belajar, dan sebagainya. Sedangkan faktor

yang berasal dari luar (eksternal) seperti lingkungan fisik/non fisik, iklim,

manusia sosial, dan ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya (Notoadmodjo, 2003).

Beberapa penelitian menyebutkan beberapa faktor terkait dengan K3 (perilaku

aman), diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Hasriani pada tahun

2009 yang dilakukan pada perawat Rumah Sakit Paru di Salatiga menunjukan

adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan sikap dengan perilaku

K3. Selanjutnya hasil penelitian Imania (2012) menunjukkan bahwa perilaku K3

pada perawat Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Haji Surabaya yang

tergolong kategori baik sebanyak 13 orang (56,5%) dan kategori cukup sebanyak

10 orang (43,5%), dan hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

antara jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan dan pelatihan penanganan pasien

gawat darurat dengan perilaku K3, namun ada hubungan antara masa kerja

(20)

Selain itu juga ada penelitian yang berhubungan dengan perilaku aman, antara

lain penelitian yang dilakukan oleh Sialagan (2008) pada pekerja PT EGS

Indonesia, diperoleh 94% responden termasuk dalam kategori baik berperilaku

aman. Selain itu, didapatkan hubungan yang bermakna antara faktor pengetahuan,

motivasi, persepsi, peran rekan kerja, dan penyelia terhadap perilaku aman.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Karyani (2005) menyebutkan bahwa

dari 113 pekerja di Schlumberger Indonesia diperoleh bahwa supervisor

(pengawas) merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku aman,

dan faktor lainnya yang berhubungan dengan perilaku tidak aman yaitu peran

rekan kerja yang rendah (40,71%), persepsi yang rendah (36,63%), dan motivasi

yang rendah (40,71%).

Dari beberapa komponen pelayanan kesehatan di rumah sakit, perawat adalah

salah satu tenaga pelayanan kesehatan yang berinteraksi dengan pasien yang

intensitasnya paling tinggi dibandingkan dengan komponen lainnya. Perawat

sebagai anggota inti tenaga kesehatan yang jumlahnya terbesar di rumah sakit

(sebesar 40 – 60%) dan dimana pelayanan keperawatan yang diberikan

merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan memiliki peran kunci dalam

mewujudkan keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit (Depkes, 2003).

Setiap hari perawat tidak pernah jauh dan selalu berinteraksi dengan pasien.

Hal tersebut yang membuat perawat selalu berhadapan langsung dengan bahaya

dan dapat mengancam kesehatan dan keselamatan kerja perawat itu sendiri

(21)

kepentingan perawat yang tidak hanya berada di rumah sakit tetapi juga terhadap

lingkungan diluar rumah sakit, maka dikhawatirkan jika seorang perawat secara

tidak langsung dapat menjadi penyebab sumber penyakit maupun sumber dari

efek negatif dari resiko profesi mereka menjadi perawat (Fatmawati, 2010).

Di Rumah Sakit, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi

bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan

(peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan

sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya,

gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomic. Termasuk juga di RS Islam

Asshobirin, yang merupakan rumah sakit tipe C dan belum terdapat SMK3RS

(Sistem Manajemen K3 di Rumah Sakit) sehingga diperlukan masukan untuk

meningkatkan kinerjanya.

Dari hasil observasi selama studi pendahuluan di RS Islam Asshobirin 7 dari

10 perawat yang diamati saat bekerja menggunakan APD berupa sarung tangan

dan masker. Namun masih terdapat 3 perawat yang tidak menggunakan APD saat

tindakan tertentu. Peneliti ingin mengetahui bagaimana perilaku aman secara

lebih mendalam serta penyebabnya pada perawat dalam mencegah terjadinya

kecelakaan dan kesakitan (PAK). Minimnya akan pengetahuan dan kesadaran

perawat tentang K3 merupakan dampak terbesar akan terjadinya kecelakaan kerja,

disamping itu juga kurangnya pemahaman tentang K3 (perilaku aman) dapat

(22)

1.2Rumusan Masalah

Dari hasil observasi selama studi pendahuluan di RS Islam Asshobirin 7 dari

10 perawat yang diamati saat bekerja menggunakan APD berupa sarung tangan

dan masker. Namun masih terdapat 3 perawat yang tidak menggunakan APD saat

tindakan tertentu. Dari hasil tersebut terdapat perbedaan perilaku pada perawat

sebagian besar dapat dikatakan sudah berperilaku aman dan sebagian kecilnya

masih ada yang berperilaku tidak aman padahal perawat tersebut ada didalam satu

institusi yang sama yaitu di RS Islam Asshobirin, sehingga perlu diketahui

penyebab perawat berperilaku aman saat bekerja.

1.3Pertanyaan Penelitian

Bagaimanakah perilaku aman dalam bekerja dan faktor penyebabnya pada

perawat di RS Islam Asshobirin tahun 2013.

1.4Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya gambaran mengenai perilaku aman bekerja dan faktor

penyebab perbedaan perilaku pada perawat, guna mencegah terjadinya

kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK) di RS Islam Asshobirin tahun

(23)

1.4.2 Tujuan Khusus

a) Diketahuinya gambaran mengenai faktor predisposisi (pengetahuan,

sikap, motivasi, usia, dan masa kerja) yang berkaitan dengan perilaku

aman bekerja.

b) Diketahuinya gambaran mengenai faktor pemungkin (ketersedian

APD dan Program K3RS) yang berkaitan dengan perilaku aman

bekerja.

c) Diketahuinya gambaran mengenai faktor penguat (SOP, dan

pengawasan) yang berkaitan dengan perilaku aman bekerja.

1.5Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Rumah Sakit

a) Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi rumah

sakit mengenai prilaku aman bekerja terhadap keselamatan dan

kesehatan kerja (K3) pada perawat di RS Islam Asshobirin guna

mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK).

b) Sebagai masukan pada Rumah Sakit untuk dapat meningkatkan

performa dan produktivitas kerja perawat melalui K3RS.

1.5.2 Bagi Perawat

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan serta

pemahaman terhadap K3, sehingga pekerja dapat mencegah terjadinya

(24)

1.5.3 Bagi Peneliti

a) Untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai

perilaku aman pada pekerja khususnya perawat di RS Islam

Asshobirin.

b) Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

1.6Ruang Lingkup

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku aman dan faktor yamg

mempengaruhinya pada perawat di RS Islam Asshobirin. Penelitian dilaksanakan

pada bulan April - Agustus 2013. Penelitian ini merupakan jenis penelitian

kualitatif. Informan utama penelitian ini adalah perawat di RS Islam Asshobirin.

Data penelitian ini diperoleh dengan cara pengambilan data primer yang

dilakukan dengan metode wawancara, observasi dan telaah dokumen kepada

informan penelitian. Dan pengambilan data sekunder yang dilakukan dengan

mengumpulkan data yang berhubungan dengan ketenagakerjaan dan gambaran

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Perilaku

2.1.1 Pengertian Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku adalah suatu kegiatan atau

aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu,

dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari

tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena

mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud

dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas

dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas

antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah,

menulis, membaca, dan sebagainya.

Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku

(manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat

diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar

(Notoatmodjo, 2003).

Menurut Geller (2001) dalam Halimah (2010), perilaku sebagai

tingkah atau tindakan yang dapat di observasi oleh orang lain. Tetapi apa

(26)

yang individu tersebut pikir, rasakan, dan yakini. Dan Skiner (1938)

dalam Notoatmodjo (2003) merumuskan bahwa perilaku merupakan

respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku ini disebut teori “S – O – R” atau “ Stimulus – Organisme –

Respon” dikarenakan terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap

organisme, kemudian organisme tersebut merespon.

2.1.2 Bentuk Perilaku

Jika dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus yang dikemukakan

oleh Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2003), maka perilaku dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Perilaku tertutup/terselubung (covert behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus masih dalam bentuk terselubung

atau tertutup. Repon dan reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas

pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesdaran dan sikap yang

terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat

diamati dengan jelas oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka/nyata tampak (overt behavior)

Respon terhadap stimulus telah diaplikasikan dalam tindakan nyata

atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam

bentuk tindakan atau praktek yang dapat mudah diamati dan dilihat

(27)

2.1.3 Perilaku Aman

Perilaku aman menurut Heinrich (1980) dalam Budiono (2003) adalah

tindakan atau perbuatan dari seseorang atau beberapa orang karyawan

yang memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan terhadap

karyawan. Sedangkan menurut Bird dan Germain (1990) perilaku aman

adalah perilaku yang tidak dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan atau

insiden.

Adapun landasan perilaku aman yang digunakan dalam penelitian ini

adalah mengacu pada Undang-Undang No.1 Tahun 1970 pasal 12

mengenai kewajiban dan hak tenaga kerja. Dimana pada butir b

disebutkan bahwa adanya penggunaan alat-alat pelindung diri yang

diwajibkan dan pada butir c diebutkan agar memenuhi dan mentaati semua

syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan..

Dibawah ini adalah jenis-jenis perilaku aman, yaitu :

1. Menurut Frank E Bird dan Germain (1990) dalam teori Loss Causation

Model menyatakan bahwa jenis-jenis perilaku aman, meliputi :

a. Melakukan pekerjaan sesuai wewenang yang diberikan.

b. Berhasil memberikan peringatan terhadap adanya bahaya.

c. Berhasil mengamankan area kerja dan orang-orang disekitarnya.

d. Bekerja sesuai dengan kecepatan yang telah ditentukan.

e. Menjaga alat pengaman agar tetap berfungsi.

(28)

g. Menggunakan peralatan yang seharusnya.

h. Menggunakan peralatan yang sesuai.

i. Menggunakan APD dengan benar.

j. Pengisian alat atau mesin yang sesuai dengan aturan yang berlaku.

k. Penempatan material atau alat-alat sesuai dengan tempatnya dan

cara mengangkat yang benar.

l. Memperbaiki peralatan dalam kondisi alat yang telah dimatikan.

m. Tidak bersenda gurau atau bercanda ketika bekerja.

2. Menurut Heinrich (1980), perilaku aman terdiri dari :

a. Mengoperasikan peralatan dengan kecepatan yang sesuai

b. Mengoperasikan peralatan yang memang haknya

c. Menggunakan peralatan yang sesuai.

d. Menggunakan peralatan yang benar.

e. Menjaga peralatan keselamatan tetap berfungsi.

f. Berhasil memperingatkan karyawan lain yang bekerja tidak aman.

g. Menggunakan PPE dengan benar.

h. Mengangkat dengan beban yang seharusnya dan

menempatakannya di tempat yang seharusnya.

i. Mengambil benda dengan posisi yang benar.

j. Cara mengangkat material atau alat dengan benar.

k. Disiplin dalam pekerjaan.

(29)

Konsep dasar mengenai keselamatan dan kesehatan kerja yaitu dua hal

terbesar yang menjadi penyebab kecelakaan kerja yang terdiri dari

perilaku yang tidak aman dan kondisi lingkungan yang tidak aman.

Berdasarkan data dari Biro Pelatihan Tenaga Kerja, penyebab kecelakaan

yang pernah terjadi sampai saat ini adalah diakibatkan oleh perilaku yang

tidak aman sebagai berikut :

a) sembrono dan tidak hati-hati

b) tidak mematuhi peraturan

c) tidak mengikuti standar prosedur kerja

d) tidak memakai alat pelindung diri

e) kondisi badan yang lemah

Persentase penyebab kecelakaan kerja yaitu 3% dikarenakan sebab

yang tidak bisa dihindarkan (seperti bencana alam), selain itu 24%

dikarenakan lingkungan atau peralatan yang tidak memenuhi syarat dan

73% dikarenakan perilaku yang tidak aman. Cara efektif untuk mencegah

terjadinya kecelakaan kerja adalah dengan menghindari terjadinya lima

perilaku tidak aman yang telah disebutkan di atas (Budiono, 2003).

2.1.4 Budaya Keselamatan

Budaya keselamatan (safety culture) yang dipaparkan oleh Hale

(2002) dalam Neal dan Griffin (2002) adalah sesuatu yang berkenaan

(30)

sebagai penentu norma atau nilai yang menentukan bagaimana mereka

bereaksi sehubungan dengan risiko dan system control risiko.

Geller (2001) dalam Halimah (2010) memaparkan sebuah misi dalam

mengembangkan total budaya keselamatan (Total Safety Culture) yang

berperan sebagai suatu petunjuk atau standar yang diperkenalkan dalam

bukunya yang berjudul The Psychology of Safety Hanbook. Pernyataan

misi budaya keselamatan ini mencakup :

a. Mempromosikan suatu lingkungan pekerjaan yang didasarkan pada

keterlibatan karyawan, kepemilikan, kerjasama kelompok, pendidikan,

pelatihan, dan kepemimpinan.

b. Membangun penghargaan pada diri sendiri, empowerment,

kebanggaan, gairah, optimis, dan dorongan inovasi.

c. Penguatan kebutuhan akan karyawan yang secara aktif memperhatikan

teman sekerja mereka.

d. Mempromosikan filosofi keselamatan yang merupakan bukanlah suatu

prioritas yang dapat disampaikan lagi, tetapi suatu nilai yang

dihubungkan dengan setiap prioritas.

e. Mengenali kelompok dan prestasi individu.

Geller (2001) mengungkapkan “misi total budaya keselamatan ini

lebih mudah dikatakan daripada prakteknya, tetapi terjangkau melalui

(31)

keselamatan memerlukan perhatian yang berkesinambungan pada ketiga

faktor, yaitu :

1. Faktor lingkungan (termasuk peralatan, equipment, layout fisik,

standar, prosedur, dan temperatur).

2. Faktor orang (pengetahuan, ketrampilan, kemampuan, inteligensi,

motif, termasuk sikap masyarakat, kepercayaan, dan kepribadian).

3. Faktor perilaku (Persetujuan, Pelatihan, Pengenalan, Komunikasi, Pertunjukan, “kepedulian yang aktif” termasuk praktek kerja aman dan

beresiko (tidak aman), seperti halnya melampaui panggilan tugas

untuk campur tangan atas keselamatan orang lain).

Ketiga faktor tersebut biasanya dinamakan "tiga serangkai

keselamatan (The Safety Triad)". Menurut Geller (2001), ketiga faktor tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya dalam proses

pencapaian keselamatan di perusahaan dan jika terjadi perubahan pada

salah satu faktor tersebut maka kedua faktor lainnya pun ikut berubah.

Geller (2001) juga menyebutkan bahwa faktor perilaku dan faktor orang

merupakan aspek manusia dan biasanya kedua faktor tersebut lebih sedikit

diperhatikan dari pada faktor lingkungan yang digambarkan pada gambar

(32)

Gambar 2.1

The Safety Triad

Sumber : Geller (2001)

Kemudian Geller (2001) mengintegrasikan kedua pendekatan tersebut

dan berdasarkan hasil integrasi diperoleh dua faktor internal dan

eksternal. Geller (2001) memaparkan bahwa keberhasilan proses

keselamatan kerja terdiri dari dua faktor internal (meliputi sikap,

kepercayaan, perasaan, pemikiran, kepribadian, persepsi, dan nilai-nilai,

tujuan) dan eksternal (meliputi pelatihan, pengenalan, persetujuan,

komunikasi, dan menunjukan kepedulian secara aktif) (Halimah, 2010).

Hal tersebut digambarkan sebagai berikut ini :

Equipment, Tools, Physical Layout, Procedures, Standards,

and Temperature

PERSON ENVIRONMEN

T

SAFETY CULTURE

BEHAVIO R Knowledge, Skill,

Abilities, Intelligence, Motives and

Personality

Complying, Coaching, Recognizing, Demonstrating

(33)

Gambar 2.2

Aspek Internal Dan Eksternal Yang Dapat Menentukan Keberhasilan Proses Keselamatan

Sumber : Geller (2001)

Selain itu, Geller (2001) menggambarkan pentingnya pendekatan

keselamatan yang didasari perilaku (behavior based safety) dalam upaya

meningkatkan keselamatan kerja baik yang bersikap reaktif atau proaktif.

Dalam perspektif reaktif upaya keselamatan ditelusuri dari perilaku yang

berisiko atau tidak aman (at risk behavior) yang berakibat pada kerugian.

Hal ini dapat diartikan upaya reaktif menunggu terjadi tidak aman

dulu. Sedangkan dalam perspektif proaktif upaya keselamatan kerja

ditelusuri dari perilaku yang menghasilkan suatu keberhasilan Manusia

Internal Status ciri –ciri : Sikap, kepercayaan, perasaan, pemikiran,

kepribadian, persepsi, dan

nilai-Eksternal Perilaku :

Pelatihan, Pengenalan, Persetujuan,Komunikas

i, dan menunjukan kepedulian secara aktif.

 Pendidikan  Person Based  Teori Kognitif  Survey Persepsi

(34)

pencegahan kecelakaan kerja. Sedangkan, pencapaian keselamatan kerja

melalui perspektif reaktif sulit dicapai hasil maksimal karena sifatnya

yang berusaha mencari kesalahan atau kegagalan yang dilakukan.

Adanya ketakutan dan citra yang jelek untuk diketahuinya oleh pihak lain

membuat cara ini sulit untuk mendapatkan gambaran mendalam atas

suatu kecelakaan (Halimah, 2010).

Selanjutnya Waters & Duncan (2001) mengemukakan bahwa

pendekatan keselamatan berbasis perilaku dapat meningkatkan perilaku

aman dalam bekerja dan mengurangi insiden kecelakaan kerja.

Peningkatan keselamatan di tempat kerja dalam pendekatan keselamatan

berbasis perilaku dirancang dengan berkonsentrasi pada bagian perilaku

dari piramida keselamatan (Ratnaningsih, 2010).

Pada piramida keselamatan Earnest, dapat dilihat bahwasanya perilaku

merupakan penyebab dari kejadian kecelakaan kerja. Konsekuensi yang

terjadi akibat perilaku yang tidak aman meliputi hampir celaka,

kerusakan alat, luka-luka yang tercatat, luka-luka yang menyebabkan

hilangnya hari kerja, hingga yang terparah adalah fatal. Praktek

implementasi pendekatan keselamatan berbasis perilaku dapat digunakan

pada berbagai karakteristik pekerjaan. Beberapa bidang tersebut di

antaranya konstruksi pertambangan, petrokimia, rumah sakit dan

(35)

Berikut ini gambar piramida keselamatan Earnest :

Gambar 2.3

Piramida Keselamatan

Sumber : (Earnest dalam Agraz-Boeneker, Groves, & Haight, 2007)

2.2Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Aman

Menurut teori Lawrence Green dan kawan – kawan (1980) dalam

Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh 2

faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku

(non behavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk

dari 3 faktor yaitu :

a. Faktor predisposisi (predisposing factors)

Faktor-faktor predisposisi, menurut Green (1980) adalah faktor-faktor

(36)

terdiri dari pengetahuan, sikap, motivasi, persepsi, nilai, keyakinan dan

variabel demografi (usia, pendidikan, masa kerja).

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,2003).

Menurut Purwanto (1990) dalam Millah (2008), pengetahuan

merupakan salah satu faktor yang menyebabkan individu berbuat atau

bertindak. Dengan demikian perbuatan atau tingkah laku seseorang dapat

terjadi menurut apa yang diketahui dan diyakini sesuai dengan

pengetahuan yang dimiliki. Setiap orang memiliki pengetahuan yang

berbeda, pengatahuan yang dimiliki seseorang merupakan peranan penting

dalam pekerjaannya. Hal ini berarti pengetahuan akan melahirkan sikap

yang akan mengarahkan seseorang untuk berbuat sesuatu.

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari

oleh pengetahuan akan lebih langsung dari pada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan. Sebaiknya apabila perilaku itu tidak didasari

oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung (Green,

1980). Hasil penelitian Angkat (2008) menunjukkan adanya hubungan

(37)

kecelakaan kerja diperoleh, diperoleh P sebesar 0,001. Tampak bahwa

nilai p= 0,001< 0,05 sehingga Ha diterima yang menyatakan bahwa ada

hubungan antara pengetahuan keselamatan kerja dengan pelaksanaan

pencegahan kecelakaan kerja pada karyawan.

Kemudian Sialagan (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa

ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku K3 dengan nilai 13%.

Artinya ada perbedaan yang bermakna antara tingkat pengetahuan

seseorang dengan perilaku K3 yang dilakukannya. Dan Saputra (1997)

dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan

dengan perilaku K3 dengan p value 4%. Artinya ada perbedaan yang

bermakna antara tingkat pengetahuan seseorang dengan perilaku K3 yang

dilakukannya (Bachri, 2010).

2. Sikap

Menurut Notoatmodjo (2003) sikap merupakan reaksi atau respon

yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.

Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat

ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap merupakan

kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan

pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau

aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.

Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan

(38)

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu (Notoatmodjo, 2003) :

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau

mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar

atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi. Sikap positif belum

otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Hal ini

disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain :

a) Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada

situasi saat itu.

b) Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang

(39)

c) Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan

pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.

e. Nilai (value)

Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan

faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan untuk

terjadinya suatu tindakan, misalnya adanya fasilitas. Disamping faktor

fasilitas juga diperlukan faktor pendukung dari pihak lain untuk

terjadinya tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2003).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sialagan (2008)

terdapat hubungan yang bermakna antara sikap karyawan dengan

perilaku aman. Lain halnya dengan penelitian. Helliyanti (2009) dan

Karyani (2005) dan yang menunjukkan bahwa tidak terdapat

hubungan yang bermakna antara sikap dengan perilaku tidak aman

pekerja.

3. Motivasi

Motivasi berasal dari bahasa latin yang berarti to move. Secara umum

mengacu pada adanya kekuatan dorongan yang menggerakan kita untuk

berperilaku tertentu. Oleh karena itu dalam mempelajari motivasi kita

akan berhubungan dengan hasrat, keinginan, dorongan dan tujuan. Di

dalam konsep motivasi kita juga akan mempelajari sifat, kekuatan dan

(40)

Menurut Etkiston motivasi merupakan suatu disposisi laten yang

berusaha kuat untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sebelum disposisi

tersebut belum terpenuhi, maka motivasi selalu muncul ke permukaan

(Saleh dan Nisa, 2006). Sedangkan untuk memotivasi pekerja untuk

berperilaku aman dalam bekerja ada 6 prinsip dasar menurut Frank E.

Bird, 1996 yaitu :

1. Prinsip penetapan tujuan dan sasaran

2. Prinsip keterlibatan pekerja yang bersangkutan

3. Prinsip mutual interest dari pekerja

4. Prinsip psychological Appeal dari pekerja

5. Prinsip pemberian informasi kepada pekerja

6. Prinsip penguatan perilaku.

Dengan 6 prinsip dasar yang ada dapat dilakukan untuk memotivasi

pekerja untuk dapat dan harus berperilaku aman dalam bekerja

dilingkungan kerja. Sehingga dapat mengurangi frekuensi tingkat

kecelakaan yang mungkin terjadi (Bachri, 2010).

Berdasarakan penelitian Sialagan (2008) pada pekerja PT EGS

Indonesia didapatkan hubungan yang bermakna antara motivasi terhadap

perilaku K3. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Karyani (2005)

juga didapatkan hubungan yang bermakna antara motivasi dengan

(41)

mempunyai peluang 3 kali untuk berperilaku aman pekerja dibanding

pekerja yang mempunyai motivasi yang rendah.

4. Persepsi

Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana seseorang

melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah bagaimana seseorang

memandang atau mengartikan sesuatu (Gibson, 1996). Persepsi

merupakan proses yang menyatu dalam diri individu terhadap stimulus

yang diterimanya. Menurut Notoadmodjo (2003) persepsi merupakan

proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsang yang

diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang

berarti dan merupakan respon yang menyeluruh dalam diri individu.

Oleh karena itu dalam penginderaan orang akan mengaitkan dengan

stimulus, sedangkan dalam persepsi orang akan mengaitkan dengan

obyek. Persepsi pada individu akan menyadari tentang keadaan sekitarnya

dan juga keadaan dirinya. Orang yang mempunyai persepsi yang baik

tentang sesuatu cenderung akan berperilaku sesuai dengan persepsi yang

dimilikinya.

Krech (1962) dalam Notoatmodjo (2003) mengatakan persepsi

dipengaruhi oleh :

(42)

b) Field of expreance yaitu pengalaman yang telah dialami sendiri dan tidak terlepas dari keadaan lingkungan.

Dari beberapa uraian diatas persepsi merupakan suatu proses yang

terjadi dalam diri manusia dimana rangsangan yang diterima oleh indera

melalui proses belajar atau pengalaman diorganisasikan dan

diinterpretasikan lebih dahulu sebelum stimulus tersebut dapat dimengerti

dan direspon. Dengan kata lain persepsi adalah pendapat, penilaian, dan

keyakinan yang timbul dalam diri seseorang mengenai objek tertentu.

Berdasarkan penelitian Karyani (2005) dan Sialagan (2008), terdapat

hubungan yang bermakna antara persepsi dengan perilaku tidak aman

pekerja. Hal ini diperkuat oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Karyani (2005) bahwa responden yang memiliki persepsi kurang baik

mempunyai peluang 4.656 kali berperilaku tidak aman dibanding

responden yang persepsinya baik.

5. Nilai – Nilai

Green (1980) berpendapat bahwa nilai-nilai atau norma yang berlaku

akan membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai atau norma yang

telah melekat pada diri seseorang. Kemudian Notoatmodjo (2003)

menambahkan bahwa didalam suatu masyarakat apa pun selalu berlaku

nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan

hidup bermasyarakat. Misalnya, gotong royong adalah suatu nilai yang

(43)

6. Keyakinan

Menurut Notoatmodjo (2003) keyakinan atau kepercayaan sering

diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima

kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian

terlebih dahulu. Misalnya wanita hamil tidak boleh makan telur agar tidak

kesulitan waktu melahirkan. Seseorang yang mempunyai atau meyakini

suatu kepercayaan tertentu akan mempengaruhi perilakunya dalam

menghadapi suatu penyakit yang akan berpengaruh terhadap kesehatannya

(Green 1980 dalam Notoatmodjo 2003).

7. Usia

Siagian (1995) mengatakan bahwa jika seseorang makin bertambah

usianya, maka cenderung cepat puas karena tingkat kedewasaan teknis

maupun kedewasaan psikologis. Artinya semakin bertambah usianya

maka semakin mampu menunjukkan kematangan jiwa yaitu semakin

bijaksana, semakin mampu berfikir rasional, semakin mampu

mengendalikan emosi, semakin toleran terhadap pandangan dan perilaku

yang berbeda dari dirinya sendiri, dan sifat-sifat lain yang menunjukkan

kematangan intelektual dan psikologis (Millah, 2008).

Menurut Hurlock (1994) dalam Helliyanti (2009), semakin tua usia

seseorang akan mengalami penurunan fungsi fisiologis, fungsi batin, dan

fisik sehingga kemampuan untuk menyerap ilmu juga menurun jika

(44)

Simanjutak (1985), umur secara alamiah mempunyai pengaruh terhadap

kondisi fisik seseorang, ada saat usia tertentu dimana seseorang dapat

berprestasi secara maksimal tetapi ada saat dimana terjadinya penurunan

prestasi. Tingkat prestasi kerja mulai meningkat bersamaan dengan

meningkatnya umur, untuk kemudian menurun menjelang usia tua

(Halimah, 2010).

8. Pendidikan

MU Lawrevelt dalam Notoatmodjo (1993) berpendapat bahwa

pendidikan adalah setiap usaha, pengarah, perlindungan dan bantuan yang

diberikan kepada anak didik yang tertuju pada kedewasaan. Dari

pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan dapat

mempengaruhi cara berpikir dalam menghadapi pekerjaan (Millah,2008).

9. Masa Kerja

Masa kerja seseorang jika dikaitkan dengan pengalaman kerja dapat

mempengaruhi kecelakaan kerja. Terutama pengalaman dalam hal

menggunakan berbagai macam alat kerja. Semakin lama masa kerja

seseorang maka pengalaman yang diperoleh akan lebih banyak dan

memungkinkan pekerja dapat bekerja lebih aman (Dirgagunarsa, 1992).

Berdasarkan hasil studi ILO (1989) di Amerika menunjukan bahwa

kecelakaan kerja terjadi selain karena faktor mannusia, disebabkan juga

karena masih baru dan kurang pengalaman. Sedangkan menurut Cooper

(45)

pernah cedera saat melaksanakan pekerjaanya dengan tidak aman. Tetapi jika kita melihat Heinrich‟s Triangle, sebenarnya orang tidaklah jauh dari

potensi kecelakaan. Sementara itu, Geller (2001) meyebutkan faktor

pengalaman pada tugas yang sama dan lingkungan sudah dikenal dapat

mempengaruhi orang tersebut berperilaku tidak aman dan terus berlaku

karena menyenangkan, nyaman dan menghemat waktu dan perilaku ini

cenderung berulang (Dirgagunarsa, 1992).

Pengalaman untuk kewaspadaan terhadap kecelakaan bertambah baik

sesuai usia, masa kerja diperusahaan dan lamanya bekerja ditempat kerja

yang bersangkutan. Tenaga kerja baru biasanya belum mengetahui secara

mendalam seluk beluk pekerjaan dan keselamatannya. Selain itu, mereka

sering mementingkan dahulu selesainya sejumlah pekerjaan tertentu yang

diberikan kepada mereka, sehingga keselamatan tidak cukup mendapat

perhatian. Oleh karena itu, masalah keselamatan harus dijelaskan kepada

mereka sebelum melakukan pekerjaan dan bimbingan pada hari-hari

permulaan bekerja adalah sangat penting. Dimana, dalam suatu

perusahaan pekerja-pekerja baru yang kurang berpengalaman sering

mendapatkan kecelakaan sehingga diperlukan perhatian khusus (Suma‟mur, 1996).

Berdasarkan pendapat Suma‟mur (1996) diatas dapat disimpulkan

bahwa pengalaman dapat mempengaruhi perilaku bekerja dalam

(46)

terjadinya kecelakaan. Dalam hal ini, pekerja yang berpengalaman dapat

lebih menekankan keselamatan dalam melakukan pekerjaannya

dikarenakan ia telah mengetahui secara mendalam seluk beluk pekerjaan

dan keselamatannya. Sedangkan pekerja yang belum berpenglaman atau

masih baru belum mengenali seluk beluk pekerjaan dan keselamatan.

b. Faktor Pemungkin (enabling factors)

Faktor pemungkin, menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003)

mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas. Sarana dan

fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya

suatu perilaku, sehingga disebut sebagai faktor pendukung atau faktor

pemungkin. Faktor pemungkin diantaranya ketersedian APD dan Program

K3RS.

1) Ketersediaan APD

Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku dapat dibentuk oleh 3 faktor,

salah satunya adalah faktor pemungkin (enabling) yaitu ketersediaan

sumber-sumber/fasilitas, Kesesuaian/ Kenyamanan. Ketersediaan APD

dalam hal ini merupakan salah satu bentuk dari faktor pemungkin

perilaku, dimana suatu perilaku otomatis belum terwujud dalam suatu

tindakan jika terdapat fasilitas yang mendukung terbentuknya perilaku

(47)

Sahab (1997) mengatakan ketersediaan APD dapat mencegah perilaku

tidak aman dalam bekerja. Sistem yang didalamnya terdapat manusia

(sumber daya manusia), fasilitas merupakan salah satu hal yang penting

dalam mewujudkan penerapan keselamatan di tempat kerja. Penggunaan

APD merupakan alternatif yang paling terakhir dalam Hierarki

pengendalian bahaya. Lebih baik mendahulukan tempat kerja yang aman,

daripada pekerjaan yang safety karena tempat kerja yang memenuhi

standar keselamatan lebih menjamin terselenggaranya perlindungan bagi

tenaga kerja.

Perawat bertanggung jawab menjaga keselamatan diri sendiri dan

klien di rumah sakit melalui pencegahan kecelakaan, cidera, trauma, dan

melalui penyebaran infeksi. Berbagai cara dalam mengurangi

kemungkinan kecelakaan kerja salah satunya pemakaian alat pelindung

diri yang sangat berpengaruh pada tingkat keselamatan kerja.

APD perawat ketika praktik terdiri dari sarung tangan, alat pelindung

wajah, penutup kepala, gaun pelindung atau apron, dan alas kaki atau

sepatu. (Depkes RI, 2003). Salah satu Alat Pelindung Diri (APD) yang

dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi antara perawat

dengan pasien selain masker adalah sarung tangan.

Pengunaan APD seperti sarung tangan sangatlah mutlak dilakukan, di

samping pengunaan alat – alat medis yang steril dalam pengunaan alat –

(48)

Meskipun terkesan sebagai alat yang sederhana, namun sarung tangan

harus di pakai dalam setiap tindakan medis invasif. Pemakaian sarung

tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari kontak dengan darah,

semua jenis cairan tubuh, sekret dan selaput lendir. Tahun 1889 sarung

tangan di perkenalkan pertama kalinya sebagai salah satu prosedur

perlindungan dalam melakukan tindakan medis. Selain melindungi

petugas kesehatan, sarung tangan juga mengurangi penyebaran infeksi

pada pasien (DepKes, 2003).

2) Program K3RS

Program K3RS merupakan salah satu bentuk fasilitas pendukung

yang dapat membentuk perilaku aman dalam bekerja. Untuk menguatkan

perilaku keselamatan dan kesehatan kerja diperlukan upaya K3RS guna

mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK)

sehingga produktifitas optimal (Chiou ST, dkk, 2013).

K3RS merupakan upaya terpadu seluruh pekerja Rumah Sakit, pasien,

pengunjung/pengantar orang sakit untuk menciptakan lingkungan kerja,

tempat kerja Rumah Sakit yang sehat, aman dan nyaman baik bagi pekerja

Rumah Sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit maupun bagi

masyarakat dan lingkungan sekitar Rumah Sakit. Program K3 di rumah

sakit bertujuan untuk melindungi keselamatan dan kesehatan serta

meningkatkan produktifitas pekerja, melindungi keselamatan pasien,

(49)

Kinerja setiap petugas petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan

resultante dari tiga komponen yaitu kapasitas kerja, beban kerja, dan

lingkungan kerja.

Program K3RS yang harus ditetapkan adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Program K3RS

1 Pengembangan kebijakan K3RS

a. Pembentukan atau revitalisasi organisasi K3RS

b. Merencanakan program K3RS selama 3 tahun ke depan. (setiap 3 tahun dapat direvisi kembali, sesuai dengan kebutuhan

2 Pembudayaan perilaku K3RS

a. Advokasi sosialisasi K3 pada seluruh jajaran rumah sakit baik bagi SDM rumah sakit, pasien, pengantar pasien/pengunjung rumah sakit.

b. Penyebaran media komunikasi dan informasi baik melalui film, leaflet, poster, pamflet dll.

c. Promosi K3 pada setiap pekerja yang bekerja di setiap unit RS dan pada para pasien serta para pengantar pasien/pengunjung rumah sakit

3 Pengembangan SDM K3RS a. Pelatihan umum K3RS

b. Pelatihan intern rumah sakit, khususnya SDM per unit rumah sakit

c. Pengiriman SDM rumah sakit untuk pendidikan formal, pelatihan lanjutan, seminar dan workshop yang berkaitan dengan K3.

4 Pengembangan Pedoman, Petunjuk Teknis dan Standard Operational Procedure (SOP) K3RS

a. Penyusunan pedoman praktis ergonomi di Rumah Sakit; b. Penyusunan pedoman pelaksanaan pelayanan kesehatan

kerja;

c. Penyusunan pedoman pelaksanaan pelayanan keselamatan kerja ;

d. Penyusunan pedoman pelaksanaan tanggap darurat di RS; e. Penyusunan pedoman pelaksanaan pencegahan dan

penanggulangan kebakaran;

f. Penyusunan pedoman pengelolaan penyehatan lingkungan Rumah Sakit;

(50)

h. Penyusunan petunjuk teknis pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana;

i. Penyusunan kontrol terhadap penyakit infeksi;

j. Penyusunan SOP angkat angkut pasien di Rumah Sakit; k. Penyusunan SOP terhadap Bahan Beracun dan Berbahaya

(B3);

l. Penyusunan SOP kerja dan peralatan di masing-masing unit kerja Rumah Sakit.

5 Pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja a. Mapping lingkungan tempat kerja (area atau tempat kerja

yang dianggap berisiko dan berbahaya, area/tempat kerja yang belum melaksanakan program K3RS, area/tempat kerja yang sudah melaksanakan program K3RS, area/tempat kerja yang sudah melaksanakan dan mendokumentasikan pelaksanaan program K3RS);

b. Evaluasi lingkungan tempat kerja (walk through dan observasi, wawancara SDM Rumah Sakit, survei dan kuesioner, checklist dan evaluasi lingkungan tempat kerja secara rinci

6 Pelayanan kesehatan kerja

a. Melakukan pemeriksaan kesehatann sebelum bekerja, pemeriksaan kesehatan berkala, dan pemeriksaan kesehatan khusus bagi SDM Rumah Sakit;

b. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi SDM Rumah Sakit yang menderita sakit

c. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik SDM Rumah Sakit;

d. Perlindungan spesifik dengan pemberian imunisasi pada SDM Rumah Sakit yang bekerja pada area/tempat kerja yang berisiko dan berbahaya;

7 Pelayanan Keselamatan kerja

a. Pembinaan dan pengawasan keselamatan/keamanan sarana ,prasarana dan peralatan kesehatan di Rumah Sakit;

b. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja

c. Pengelolaan, pemeliharaan dan sertifikasi sarana, prasarana dan peralatan Rumah Sakit;

d. Pengadaan peralatan K3RS.

8 Pengembangan program pemeliharaan pengelolaan limbah padat, cair dan gas

a. Penyediaan fasilitas untuk penanganan dan pengelolaan limbah padat, cair dan gas;

b. Pengelolaan limbah medis dan nonmedis.

(51)

a. Inventarisasi jasa, bahan beracun berbahaya dan barang berbahaya (Permenkes No.472 tahun 1996);

b. Membuat kebijakan dan prosedur pengadaan, penyimpanan dan penanggulangan bila terjadi kontaminasi dengan acuan Lembar Data Keselamatan Bahan (MSDS-Material Safety Data Sheet) atau Lembar Data Pengaman (LDP); lembar informasi dari pabrik tentang sifat khusus (fisik/kimia) dari bahan, cara penyimpanan, risiko

10 Pengembangan manajemen tanggap darurat

a. Menyusun rencana tanggap darurat(survey bahaya, membentuk tim tanggap darurat, menetapkan prosedur pengendalian, pelatihan dll);

b. Pembentukan organisasi/tim kewaspadaan bencana;

c. Pelatihan dan uji coba terhadap kesiapan petugas tanggap darurat

d. Inventarisasi tempat-tempat yang berisiko dan berbahaya serta membuat denahnya (laboratorium, rontgen, farmasi, CSSD, kamar operasi, genset, kamar isolasi penyakit menular dll);

e. Menyiapkan sarana dan prasarana tanggap darurat/bencana; f. Membuat kebijakan dan prosedur kewaspadaan, upaya pencegahan dan pengendalian bencana pada tempat-tempat yang berisiko tersebut;

g. Membuat rambu-rambu/tanda khusus jalan keluar untuk evakuasi apabila terjadi bencana;

h. Memberikan Alat Pelindung Diri (APD) pada petugas di tempat-tempat yang berisiko (masker, apron, kaca mata, sarung tangan dll);

i. Sosialisasi dan penyuluhan ke seluruh SDM Rumah Sakit; j. Pembentukan sistem komunikasi internal dan eksternal

tanggap darurat Rumah Sakit; k. Evaluasi sistem tanggap darurat.

11 Pengumpulan, pengolahan, dokumentasi data dan pelaporan kegiatan K3

a. Menyusun prosedur pencatatan dan pelaporan serta penanggulangan kecelakaan kerja, PAK, kebakaran dan bencana (termasuk format pencatatan dan pelaporan yang sesuai dengan kebutuhan);

b. Pembuatan sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya alur pelaporan kejadian nyaris celaka dan celaka serta SOP pelaporan, penanganan dan tindak lanjut kejadian nyaris celaka (near miss) dan celaka

c. Pendokumentasian data 12 Review program tahunan

(52)

b. Umpan balik SDM Rumah Sakit melalui wawancara langsung, observasi singkat, survey tertulis dan kuesioner, dan evaluasi ulang;

c. Analisis biaya terhadap SDM Rumah Sakit atas kejadian penyakit dan kecelakaan akibat kerja;

d. Mengikuti akreditasi Rumah Sakit.

Sumber : KEPMENKES RI Nomor: 1087/MENKES/SK/VIII/2010 tentang Standar Kesehatan dan keselamatan kerja Di rumah sakit

c. Faktor Penguat (reinforcing factors)

Reinforcing factors atau faktor penguat, adalah faktor yang menentukan

apakah tindakan kesehatan mendapatkan dukungan atau tidak dengan

memberikan reward, insentif, dan punishment seperti undang-undang,

kebijakan, SOP dan Pengawasan (Notoatmodjo,2003).

1) Standar Operasional Prosedur (SOP)

Menurut Lina (2004) dalam Desi (2013) SOP merupakan serangkaian

prosedur kerja yang ada di perusahaan yang digunakan untuk

mengendalikan jenis pekerjaan yang berpotensi terjadinya kecelakaan.

Dalam suatu perusahaan, peraturan kerja biasanya diawali dari bentuk

pedoman atau petunjuk kerja. Prosedur kerja ini berisi tentang

keselamatan yang berkaitan dengan pengolahan material, proses

menjalankan mesin atau pekerjaan lainnya. Prosedur kerja ini tidak dapat

menggantikan alat-alat perlindungan, tetapi berguna sebagai penunjang

penggunaan alat-alat pengaman.

Sedangkan menurut Depkes RI (2004), Standar Operasional Prosedur

(53)

dibakukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu klien. Merupakan tatacara

atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu, yang

dapat diterima oleh seorang yang berwenang atau yang bertanggungjawab

untuk mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga

suatu kegiatan dapat diselesaikan secara efektif dan efisien.

Pedoman atau prosedur kerja ini tidak ada manfaatnya jika tidak

diamati, apabila setiap prosedur kerja telah dapat dijalani dengan baik

maka prosedur kerja tersebut dapat ditetapkan menjadi suatu ketentuan

atau peraturan dengan disertai pengadaan sesuatu yang perlu.

2) Pengawasan

Pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar

pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil

yang dikehendaki. Agar pengawasan berhasil maka manajer harus

melakukan kegiatan-kegiatan pemeriksaan, pengecekan, pengcocokan,

inspeksi, pengendalian dan berbagai tindakan yang sejenis dengan itu,

bahkan bilamana perlu mengatur dan mencegah sebelumnya terhadap

kemungkinan kemungkinan adanya yang mungkin terjadi (Sarwono,

1991).

Syarat-syarat pengawasan agar pengawasan dapat berjalan efisien

perlu adanya sistem yang baik daripada pengawasan tersebut. Sistem yang

baik ini menurut William H. Newman seperti yang dikutip dari buku

(54)

a) Harus memperhatikan atau disesuaikan dengan sifat dan kebutuhan

organisasi

b) Harus mampu menjamin adanya tindakan perbaikan (checking,

reporting, corrective action).

c) Harus luwes.

d) Harus memperhatikan faktor-faktor dan tata organisasi di dalam mana

pengawasan akan dilaksanakan.

e) Harus ekonomis dalam hubungan dengan biaya.

f) Harus memperhatikan pula prasyarat sebelum pengawasan itu dimulai

yaitu:

1) Harus ada rencana yang jelas

2) Pola/tata organisasi yang jelas (jelas tugas-tugas dan

kewenangan-kewenangan yang terdapat dalam organisasi yang

bersangkutan).

Di samping syarat-syarat di atas dapat pula dikemukakan hal-hal

sebagai ciri (sifat) pengawasan yang baik:

1) Pengawasan harus bersifat “fact finding”, artinya pengawas harus

menemukan fakta-fakta tentang bagaimana tugas-tugas dijalankan

(55)

2) Pengawasan harus bersifat preventif, artinya harus dapat mencegah

timbuknya penyimpangan-penyimpangan dan

penyelewengan-penyelewengan dari rencana semula.

3) Pengawasan diarahkan kepada masa sekarang.

4) Pengawasan hanya sekedar alat untuk meningkatkan efisiensi dan

tidak boleh dipandang sebagai tujuan

5) Karena pengawasan hanya sekedar alat administrasi, pelaksanaan

pengawasan harus mempermudah tercapainya tujuan.

6) Pengawasan tidak dimaksudkan untuk terutama menemukan siapa

yang salah jika ada ketidakberesan, akan tetapi untuk menemukan apa

yang tidak betul.

7) Pengawasan bersifat harus membimbing agar supaya para pelaksana

meningkatkan kemampuannya untuk melaksanakan tugas yang telah

ditentukan baginya.

Teknik pengawasan dapat dilakukan dengan mempergunakan cara-cara

sebagai berikut :

1) Pengawasan langsung

Pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan oleh

manajer pada waktu kegiatan-kegiatan sedang berjalan. Pengawasan

ini dapat berbentuk inspeksi langsung, observasi di tempat (on the spot

(56)

juga penyampaian keputusan di tempat bila diperlukan, karena makin

kompleksnya tugas seorang manajer, pengawasan langsung tidak

selalu dapat dijalankan dan sebagai gantinya sering dilakukan dengan

pengawasan tidak langsung.

2) Pengawasan tidak langsung

Pengawasan tidak langsung adalah pengawasan dari jarak jauh melalui

laporan yang disampaikan oleh para bawahan. Laporan ini dapat

berbentuk laporan tertulis dan lisan. Kelemahan pengawasan bentuk

ini adalah bahwa dalam laporan-laporan tersebut tidak jarang hanya

dibuat laporan-laporan yang baik saja yang diduga akan

menyenangkan atasan. Manajer yang baik akan meminta laporan

tentang hal-hal yang baik maupun yang tidak baik. Sebab kalau

laporan tersebut berlainan dengan kenyataan selain akan menyebabkan

kesan yang berlainan juga pengambilan keputusan yang salah.

2.3Profesi Perawat

2.3.1 Pengertian Perawat

Menurut Undang-Undang Kesehatan No.23 tahun 1992, menyebutkan

bahwa perawat adalah orang yang memiliki kemampuan dan kewenangan

melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang

Gambar

Tabel 5.2 Informan utama yang berperilaku tidak aman ..................................................
Gambar 2.1 The Safety Triad ............................................................................................
Gambar 2.1 The Safety Triad
Gambar 2.2
+7

Referensi

Dokumen terkait