PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING DALAM
MENGATASI KENAKALAN SISWA
DI MAN I JAKARTA
Disusun Oleh:
Maryanah NIM: 103011026643
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
▸ Baca selengkapnya: uang pangkal biaya masuk man 4 jakarta
(2)PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING DALAM
MENGATASI KENAKALAN SISWA
DI MAN I JAKARTA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana (S1) Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh
Maryanah
NIM: 103011026643
Di Bawah Bimbingan:
Pembimbing I,
Rusdi Djamil, M.Ag NIP. 150 274 762
Pembimbing II,
Heny Narendrany Hidayati, M.Pd NIP. 150 277 688
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
ABSTRAK
Maryanah NIM. 103011026643
Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Dalam Mengatasi Kenakalan Siswa Di MAN I Jakarta
Bimbingan dan konseling adalah suatu proses membantu siswa dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. Siswa membutuhkan bantuan untuk mengetahui tindakan yang harus dilakukan dalam berinteraksi dengan sesama siswa, dewan guru, staf sekolah maupun dengan masyarakat disekitarnya. Pelayanan bimbingan di sekolah sangat membantu untuk menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan. Dengan begitu, mereka tidak akan melakukan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi disekitar lingkungannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan Bimbingan dan Konseling, kenakalan yang dilakukan siswa, serta peran Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi kenakalan siswa.
Dalam penelitian penulis menggunakan metode “Deskriptif Analisis” yaitu metode yang meneliti dan menemukan informasi yang seluas-luasnya tentang variabel yang bersangkutan dan tidak bermaksud dan mengidentifikasi hubungan antara variabel.
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan di MAN I Jakarta dapat diketahui bahwa pelaksanaan Bimbingan dan Konseling sudah cukup baik, hal ini dapat dilihat dari hasil jawaban mayoritas siswa menjawab selalu, yakni layanan BK berupa pemberian informasi tentang tata tertib sekolah cukup baik. Siswa menjawab selalu, yakni guru BK mengadakan pemeriksaan kerapihan seragam sekolah terhadap siswa. Siswa menjawab selalu, yakni sekolah mengadakan razia terhadap benda-benda tajam, dan sebagainya.
Kenakalan yang dilakukan siswa MAN I Jakarta diantaranya seperti membolos, tidak memakai seragam yang benar, keluar kelas tanpa izin saat pelajaran berlangsung, dan sebagainya. Kenakalan tersebut dapat terjadi dikarenakan kurangnya pengawasan serta pelaksanaan tata tertib yang masih longgar. Oleh karenanya kenakalan yang dilakukan siswa dikategorikan ke dalam kenakalan yang masih dalam tahap kewajaran.
KATA PENGANTAR
ِﺑْﺴِﻢ
ِﷲا
ﱠﺮﻟاْﺣِﻦﻤ
الِﻢْﻴْﺣﱠر
Alhamdulillah Puji dan syukur kehadirat Allah swt., Tuhan semesta alam,
berkat rahmat, taufiq dan inayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Salawat dan
salam semoga selalu tercurah kepada Baginda Nabi Besar Muhammad saw.,
beserta keluarganya, para sahabatnya dan semoga kepada umatnya yang
mengikuti ajaranya hingga akhir zaman.
Karya tulis yang berjudul Pelaksanaan Bimbingan Konseling Dalam
Mengatasi Kenakalan Siswa Di MAN I Jakarta, merupakan skripsi yang diajukan
kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam
(S.Pd.I.).
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, sebagaimana yang diharapkan, meskipun waktu, tenaga, dan
pikiran telah diperjuangkan dengan segala keterbatasan kemampuan yang penulis
miliki, demi terselesainya skripsi ini. Namun, kiranya hasil penelitian yang
tertuang dalam skripsi ini dapat memberi manfaat bagi penulis khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya.
Selama proses penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan,
motivasi, serta bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu, penulis
menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) serta para pembantu
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. Rusdi Djamil, M.Ag, dan Henny Narendrani, M.Pd, Dosen
Pembimbing skripsi, terima kasih atas segala waktu, tenaga, ilmu, serta
4. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya selama penulis
mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang diberikan bermanfaat.
5. Kepala MAN I Jakarta, yang telah mengizinkan penulis untuk
mengadakan penelitian di MAN I Jakarta, serta para guru MAN I Jakarta,
yang telah membantu penulis dalam penyediaan data, hingga penulis
dapat menyelesaikan jenjang S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Pimpinan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dimana
dalam penulisan skripsi ini turut memberikan andil besar dalam hal
penyediaan bahan pustaka dan sumber-sumber bacaan untuk kelancaran
penulisan skripsi ini.
7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Mardjuki dan Ibunda Usdianti, yang
telah mendidik dan mengasuh dengan segala jerih payah dan kasih
sayangnya hingga penulis dapat menempuh jenjang pendidikan dasar
sampai pendidikan tinggi dengan baik. Semoga segala jerih payah dan
usaha yang diberikan manjadi amal sholeh dan diterima di sisi Allah swt.,
amin.
8. Kakak Muhammad Yusuf dan Adik Zaenal Arifin , terima kasih atas
segala do'a, semangat, dan motivasi dan juga bantuan yang diberikan
kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
9. Kakek Djana Muhamad dan Nenek Suryati, yang tak pernah henti
memberikan semangat dan motivasi. Sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan. Semoga Allah Swt selalu memberi kemudahan dalam setiap
urusannya.
10.Sahabat-sahabatku Herlina, Anengsih, Hamidah, dan Masrifah, yang
selalu memberikan dukungan dan bantuan yang diberikan kepada penulis,
semoga selalu sukses dalam menjalankan aktivitasnya.
11.Teman-teman mahasiswa FITK angkatan 2003 khususnya mahasiswa PAI
kelas A, yang telah membantu penulis untuk berbagi pendapat dan
Akhirnya, hanya kepada Allah swt., jualah semuanya dikembalikan.
Semoga segala amal yang telah mereka sumbangkan mendapatkan balasan
yang lebih baik dan menjadi amal kebaikan di akhirat nanti.
Jakarta, 23 Juni
2008
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Matriks Variabel………..
Tabel 2 Kisi-kisi Instrument Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling…………
Tabel 3 Kisi-kisi Instrument Kenakalan Siswa……….
Tabel 4 Penjelasan Tentang Tata Tertib Sekolah Kepada Siswa………..
Tabel 5 Siswa Datang Ke Sekolah Tepat Waktu………..
Tabel 6 Siswa Mengikuti Pelajaran Sampai Selesai……….
Tabel 7 Siswa Ke Sekolah Berpakaian Seragam………..
Tabel 8 Sekolah Mengadakan Pemeriksaan Kerapihan Seragam Sekolah
Terhadap Siswa………
Tabel 9 Siswa Langsung Pulang Ke Rumah Setelah Jam Pelajaran Selesai…….
Tabel 10 Guru BK Menjelaskan Penggunaan Waktu Luang Siswa………
Tabel 11 Guru BK Menjelaskan Tata Cara Belajar Yang Baik………..
Tabel 12 Siswa Mengikuti Kegiatan Praktik………..
Tabel 13 Guru Mata Pelajaran Memberikan Tugas Individual………...
Tabel 14 Siswa Mengikuti Kegiatan Ekstra Kulikuler di Sekolah……….
Tabel 15 Guru Mata Pelajaran Memberikan Tugas Kelompok………..
Tabel 16 Guru Mata Pelajaran Mengadakan Remedial Kepada Para Siswa……...
Tabel 17 Guru BK Menjelaskan Tentang Tata Pergaulan Diantara Siswa……….
Tabel 18 Ada Perhatian Yang Serius dari Guru BK jika ada Siswa yang
bermasalah………...
Tabel 19 Guru BK Menjelaskan Tentang Bahaya Penyalahgunaan Narkoba……
Tabel 20 Sekolah Memanggil Nara Sumber Untuk Menjelaskan Bahaya
Narkoba………
Tabel 21 Sekolah Memanggil Nara sumber Untuk Menjelaskan Bahaya
Menonton Film Porno………..
Tabel 22 Siswa Melakukan Diskusi Kelompok Dalam Belajar………..
Tabel 23 Sekolah Mengadakan Razia Terhadap Benda-benda Tajam………
Tabel 25 Siswa Tidak Mentaati Perintah Guru………...
Tabel 26 Siswa Masuk Kelas Tanpa Keterangan………
Tabel 27 Siswa Datang Terlambat Ke Sekolah………...
Tabel 28 Siswa Melakukan Bolos Sekolah……….
Tabel 29 Siswa Merusak Sarana Dan Prasarana……….
Tabel 30 Siswa Suka Mencoret-coret Tembok………...
Tabel 31 Siswa Memeras (Memalak) Teman Di Sekolah………..
Tabel 32 Siswa Berkata Kotor Di Sekolah……….
Tabel 33 Siswa Membawa Senjata Tajam Ke Sekolah………...
Tabel 34 Siswa Berkelahi Dengan Teman Di Sekolah………...
Tabel 35 Siswa Melakukan Tawuran………..
Tabel 36 Siswa Membawa Buku-buku Porno Ke Sekolah……….
Tabel 37 Siswa Membaca Buku Porno………...
Tabel 38 Siswa Merokok………
Tabel 39 Siswa Meminum Minuman Keras………
Tabel 40 Siswa Menonton Film Porno………
Tabel 41 Siswa Ke Kantin Sekolah Saat Pelajaran Berlangsung………
Tabel 42 Siswa Tidak Mengikuti Pelajaran Sampai Selesai………...
Tabel 43 Siswa Menggunakan Obat-obatan Terlarang………...
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Angket Untuk Siswa
Lampiran 2 Berita Wawancara Guru BK MAN I Jakarta
Lampiran 3 Berita Wawancara Wakil Kepala Sekolah MAN I Jakarta
Lampiran 4 Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian
Lampiran 5 Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 6 Surat Permohonan Izin Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Bimbingan merupakan suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dari seorang pembimbing yang telah dipersiapkan kepada individu yang membutuhkannya dalam rangka mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya secara optimal dengan menggunakan berbagai macam media dan teknik bimbingan dalam suasana asuhan yang normatif agar tercapai kemandirian sehingga individu dapat bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungannya.1
Pelayanan bimbingan merupakan bagian integral di lembaga pendidikan,
melalui pelayanan bimbingan ini diharapkan siswa mampu bertindak dan
bertingkah laku sesuai dengan tuntutan lingkungannya, baik lingkungan
keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Hal ini selaras dengan konsep kurikulum Sekolah Menengah Umum
tahun 1994, tentang Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling, seperti
yang dikutip oleh W.S Winkel bahwa “Bimbingan merupakan bantuan khusus
yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi,
mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan”.2
Sekolah merupakan tempat berkumpulnya siswa yang tentunya mereka
masing-masing memiliki latar belakang yang berbeda-beda antara satu dengan
yang lainnya baik dari segi keadaan keluarga, ekonomi, adat istiadat, agama
maupun dari segi sifat, bakat dan minat.
Oleh karena adanya perbedaan sebagaimana tersebut di atas, maka tidak
mustahil pula akan timbul berbagai macam problema yang mereka hadapi
dalam menempuh pendidikan. Pada hakekatnya memang semua orang pasti
mempunyai problema dalam hidupnya, namun adakalanya mereka dapat
mengatasi atau memecahkannya sendiri, dan ada pula yang tidak dapat
mengatasinya sendiri, sehigga mereka memerlukan bantuan orang lain yang
1
Hallen A, Bimbingan dan Konseling (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 9
2
mampu memberikan alternatif, serta solusi pemecahannya melalui bimbingan,
arahan-arahan, nasehat, dan penyuluhan.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan yang sangat pesat dan
masuknya budaya-budaya asing yang mengakibatkan dekadensi moral,
“kenakalan remaja diantaranya penyalahgunaan obat-obatan terlarang,
pengaruh film-televisi-video, iklim kekerasan dan kurangnya disiplin yang
berlangsung di masyarakat, kelompok sebaya yang menyimpang dari berbagai
faktor negatif lainnya dalam kehidupan sosial.3
Kenakalan yang dilakukan oleh remaja menurut Kartini Kartono pada
intinya merupakan produk kondisi masyarakatnya dengan segala pergolakan
sosial yang ada di dalamnya dan bisa disebut juga sebagai salah satu penyakit
masyarakat atau penyakit sosial.4
Ketidakmampuan mereka dalam memilih perbuatan baik dan buruk di
sekitar masyarakat dengan segala pergolakan sosial yang menyimpang dari
berbagai faktor negatif lainnya, maka pelayanan bimbingan di sekolah sangat
membantu untuk menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan
merencanakan masa depan. Dengan begitu, mereka tidak akan melakukan
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di sekitar lingkungannya.
Siswa tingkat SMU termasuk dalam kelompok remaja madya yang
ditandai dengan situasi psikologis yang serba tidak seimbang, sehingga pada
saat melewati suatu tahap sosialisasi memungkinkan mereka terbawa oleh arus
budaya dan norma yang keliru. Pada masa peralihan tersebut mereka dapat
melakukan tindakan-tindakan sendiri, tidak lagi berpedoman pada ajaran
agama yang secara jelas menganjurkan untuk bertingkah laku dengan baik dan
sesuai dengan nilai-nilai agama.
Masa seperti ini dapat mempengaruhi pola tingkah laku siswa SMU
selama berada pada lingkungan sekolah. “Apabila kelompoknya menampilkan
sikap dan perilaku yang baik maka ia cenderung akan ikut baik, apabila
3
Emil Durkheim, Pendidikan Moral: Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Erlangga, 1990), Terjemahan Drs Lukas Ginting, h. 13
4
kelompoknya itu menampilkan sikap dan perilaku yang melecehkan nilai-nilai
moralitas maka sangat dimungkinkan remaja akan menampilkan perilaku
seperti kelompoknya tersebut.”5
Tujuan sekolah menyediakan sarana pelayanan secara efektif dan
membantu siswa dalam pengembangan potensi kognitif, maka perlu adanya
pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah sebagai tempat pencurahan
segala permasalahan murid disamping kegiatan belajar. Bimbingan konseling
di sekolah adalah pelayanan pada semua murid yang mengacu pada
perkembangan mereka secara menyeluruh dan mereka dapat menyelesaikan
permasalahan yang sedang mereka hadapi.
Dalam hal ini seorang guru pembimbing harus bertanggung jawab dalam
memberikan bimbingan dan konseling kepada siswa untuk menyelesaikan
permasalahan yang sedang mereka hadapi, dan membantu mereka dalam
memilih perbuatan baik dan buruk di sekitar masyarakat yang sedang
menghadapi kemerosotan moral, sehingga mereka tidak menyimpang dari
berbagai faktor negatif dalam kehidupan sosial. Dari latar belakang inilah
penulis tertarik untuk membahas ke dalam judul Skripsi “PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING DALAM MENGATASI KENAKALAN SISWA DI MAN I JAKARTA ”.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dapat diidentifikasi beberapa masalah
sebagai berikut:
Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di MAN I Jakarta.
Jenis pelayanan Bimbingan dan Konseling yang diberikan kepada siswa MAN
I Jakarta.
Kenakalan siswa MAN I Jakarta.
Jenis kenakalan yang dilakukan siswa MAN I Jakarta.
Penyebab terjadinya kenakalan di MAN I Jakarta.
Peran Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi kenakalan siswa.
5
Pembatasan Masalah
Berdasarkan pada identifikasi tersebut, maka penulis merasa perlu untuk
memberikan pembatasan masalah yang akan penulis bahas, yaitu:
Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling dari segi Bidang layanan BK, antara
lain: Pengembangan kehidupan pribadi, Pengembangan kehidupan sosial,
Pengembangan kemampuan belajar, Pengembangan karir.
Jenis kenakalan siswa terdiri dari kenakalan yang bersifat moral dan
a-sosial, kenakalan yang bersifat kriminologi.
a). Kenakalan yang bersifat a-moral dan a-sosial, antara lain: Tidak
mentaati perintah guru, Tidak masuk kelas tanpa keterangan, Datang
terlambat ke sekolah, Membolos, Merusak sarana dan prasarana,
Mencoret-coret tembok, Berkata kotor di sekolah, Membawa buku-buku
porno, Membaca buku-buku porno, Merokok, Pergi ke kantin sekolah saat
pelajaran berlangsung, Tidak mengikuti pelajaran sampai selesai.
b). Kenakalan yang bersifat kriminologi, antara lain: Memeras (Memalak)
teman di sekolah, Membawa senjata tajam, Berkelahi dengan sesama
teman, Melakukan tawuran, Meminum-minuman keras, Menonton film
porno, Menggunakan obat-obatan terlarang.
Peran Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi kenakalan siswa.
Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu:
Pelayanan Bimbingan dan Konseling apa saja yang diberikan MAN I Jakarta
untuk mengatasi kenakalan remaja?
Kenakalan apa yang dilakukan siswa di MAN I Jakarta?
Bagaimana peran Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi kenakalan siswa
Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian yang akan dilaksanakan
ini adalah:
Tujuan penelitian
a. Mengetahui pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di MAN I Jakarta.
Mengetahui kenakalan yang dilakukan siswa di MAN I Jakarta.
Mengetahui peran Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi kenakalan
siswa di MAN I Jakarta.
Kegunaan hasil penelitian
Melalui analisa temuan dan hasil penelitian ini, maka kegunaan
yang akan diambil adalah:
a. Menambah pengetahuan peneliti tentang Bimbingan dan Konseling
untuk bekal dikemudian hari sebagai tenaga pengajar yang peduli
terhadap kebutuhan siswa terhadap pelayanan Bimbingan dan
Konseling di sekolah.
b. Untuk menambah sumber bacaan tentang Bimbingan dan Konseling di
sekolah.
c. Dapat digunakan sebagai masukan untuk pengembangan sekolah, yang
meliputi pelaksanaan Bimbingan dan Konseling terhadap siswa.
d. Menambah sumber pengetahuan tentang mengatasi kenakalan siswa di
BAB II
KAJIAN TEORETIK
Bimbingan Konseling
1. Pengertian Bimbingan Konseling
Bila ditinjau dari segi sejarah perkembangan ilmu bimbingan dan
konseling di Indonesia, maka sebenarnya istilah bimbingan dan konseling
pada awalnya dikenal dengan istilah bimbingan dan penyuluhan yang
merupakan terjemahan dari guidance and counseling penggunaan istilah
ini dicetuskan oleh Tatang Mahmud. Secara etimologi bimbingan dan
penyuluhan terjemahan dari kata “Guidance” berasal dari kata kerja “to
guide” yang mempunyai arti “menunjukkan, membimbing, menuntun,
ataupun membantu.”6 Sesuai dengan istilahnya, maka secara umum
bimbingan dapat diartikan sebagai bantuan atau tuntunan. Namun
meskipun demikian tidak berarti semua bentuk bantuan atau tuntunan
adalah bimbingan.
Pengertian bimbingan secara terminologi, menurut Abu Ahmadi
adalah “bantuan yang diberikan kepada individu agar dengan potensi yang
dimiliki mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan
memahami dirinya, memahami lingkungan, mengatasi hambatan, juga
menentukan masa depan yang lebih baik.”7
Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi dimaksudkan agar
peserta didik mengenai kelemahan atau kekautan dirinya sendiri serta
menerima secara positif dan dinamis sebagai model pengembangan diri
lebih lanjut.
Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan dimaksudkan agar
peserta didik mengenal secara objektif lingkungannya, baik lingkungan
sosial, maupun lingkungan fisik dan menerima berbagai lingkungan
tersebut secara positif dan dinamis.
6
Hallen, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 1
7
Dalam “Jear book of education” 1995, bimbingan adalah “suatu
proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan
dan mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan
pribadi dan kemanfaatan sosial.”8
Dari uraian diatas dapat dibatasi bahwa bimbingan adalah bantuan
yang diberikan kepada individu agar dapat mengatasi sendiri
kesulitan-kesulitan dalam kehidupannya atau dengan kata lain bimbingan adalah
bantuan yang diberikan kepada seseorang dalam usaha memecahkan
sendiri kesukaran-kesukaran yang dihadapinya.
Dalam rangka bimbingan itu hendaknya individu diberi kebebasan
untuk memilih, pembimbing hanya membentuk menetapkan suatu pilihan,
tetapi tidak berarti bahwa pembimbing itu yang memilih, si terbimbing
sendirilah yang harus menetapkan dan menentukan sikapnya, sehingga ini
dapat mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk
melakukan penyesuaian diri secara maksimal di sekolah, keluarga dan
masyarakat.
Menurut Crow dan Crow yang dikutip oleh H.M Umar dan Sartono,
“guidance” dapat diartikan sebagai: “bantuan yang diberikan seseorang
baik pria maupun wanita yang memiliki pribadi yang baik dari pendidikan
yang memadaikepada seorang individu dari setiap usia untuk
menolongnya mengemudikan kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri,
mengembangkan arah pandangannya, membuat pilihannya sendiri, dan
memikul bebannya sendiri.”9
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian
bimbingan adalah:
a). Bimbingan merupakan suatu proses membantu individu.
b). Bimbingan merupakan suatu proses yang terus menerus.
8
I Djumhur dan Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Bandung: CV Ilmu, 1975), h. 25
9
c). Bantuan yang diberikan adalah bantuan psikologis agar individu dapat
mengembangkan dirinya secara maksimal sesuai dengan potensi
kemampuannya.
d). Tujuan utama bimbingan adalah agar individu dapat menyesuaikan
dirinya dengan lingkungannya.
e). Untuk pelaksanaan bimbingan diperlukan petugas yang memiliki
keahlian dan pengalaman khusus dalam permasalahan bimbingan dan
konseling.
Jadi, pengertian bimbingan secara luas adalah suatu proses pemberian
yang terus menerus dan sistematis kepada individu di dalam memecahkan
masalah yang dihadapinya agar tercapai kemampuan untuk dapat
memahami dirinya, kemampuan untuk dapat merealisasikan kemampuan
dirinya sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai
penyesuaian diri dengan lingkungannya, baik di dalam keluarga, sekolah
dan masyarakat.
Sedangkan istilah konseling berasal dari bahasa Inggris yaitu “To
Counsel” yang berarti memberi saran atau nasihat.10 Disamping itu, istilah
bimbingan selalu dirangkaikan dengan istilah konseling, hal ini
disebabkan karena bimbingan dan konseling merupakan suatu kegiatan
yang integral.
Secara umum istilah bimbingan dan konseling merupakan kalimat
yang sukar untuk dipisahkan keduanya merupakan terjemahan dari bahasa
Inggris yaitu Guidance and Counseling.
Counseling adalah “Suatu pertalian timbal balik antara dua orang
individu dimana yang seorang (Counselor) membantu yang lain
(Counselee) supaya ia dapat lebih memahami dirinya dalam hubungannya
dengan masalah-masalah hidup yang dihadapi waktu itu dan waktu yang
akan datang.”11
10
Hallen, Bimbingan..., h. 11
11
Menurut Koestoer Partowisastro menyebutkan pengertian konseling
dalam dua hal pengertian, yaitu:
a). Dalam arti luas, konseling adalah segala ikhtiar pengaruh
psikologis terhadap sesama manusia.
b). Dalam arti sempit, konseling merupakan suatu hubungan yang sengaja diadakan dengan manusia lain, dengan maksud agar dengan berbagai cara psikologis, dapat mempengaruhi kepribadiannya sedemikian rupa, sehingga dapat diperoleh sesuatu efek tertentu.12
Dari pengertian diatas dapatlah dikemukakan bahwa konseling adalah
bantuan yang diberikan kepada klien untuk memecahkan masalah yang
dihadapinya yang dilakukan secara face to face atau dengan cara-cara yang
sesuai dengan keadaan klien yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan
hidupnya.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan di atas maka dapat diambil
kesimpulan bahwa konseling merupakan salah satu teknik dalam
pelayanan bimbingan dimana proses pemberian bantuan itu berlangsung
melalui wawancara dalam serangkaian pertemuan dan tatap muka antara
guru pembimbing dengan klien dengan tujuan agar klien mampu
memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap dirinya, mampu
memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu mengarahkan dirinya
untuk mengembangkan potensi yang dimiliki ke arah perkembangan yang
optimal.
Dan harus diingat bahwa dalam rangka usaha pemberian bimbingan
atau bantuan melalui kegiatan konseling merupakan bagian yang amat
penting dan dinyatakan sebagai jantung dari usaha bimbingan secara
keseluruhan.
2. Fungsi Bimbingan dan Konseling
12
Pentingnya pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah dapat
dilihat dari beberapa fungsi Bimbingan dan Konseling bagi perkembangan
pribadi siswa sebagai makhluk sosial yang senantiasa bersosialisasi
dengan masyarakat baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Menurut Dr. Syamsu Yusuf dan Dr. A. Juntika Nurihsan
mengemukakan bahwa Bimbingan dan Konseling dalam membantu
individu memiliki fungsi pemahaman, Preventif (pencegahan),
Pengembangan, Perbaikan (penyembuhan), Penyaluran, Adaptasi, dan
Penyesuaian.13
Drs.Paimun lebih lanjut menjelaskan Bimbingan dan Konseling di
sekolah memiliki beberapa fungsi, antara lain:
Fungsi pengembangan, yaitu membantu siswa dalam mengembangkan potensi (bakat, minat, kemampuan), dan wawasan, ilmu pengetahuan, sikap dan nilai-nilai luhur serta keterampilan agar dapat berkembang secara optimal, sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya dan masyarakat.
Fungsi penyaluran, yaitu membantu siswa dalam menyalurkan bakat, minat, kemampuan, aspirasi atau cita-citanya. Penyaluran dapat diarahkan pada jenis lanjutan sekolah, pemilihan jurusan, kegiatan ekstrakurikuler, dan lapangan yang sesuai dengan minat, bakat, cita-cita dan kepribadian.
Fungsi perbaikan, yaitu membantu siswa dalam memperbaiki kesalahan, kekurangan, kelemahan dalam cara berbicara, bersikap dan bertindak, baik terhadap diri sendiri maupun pada orang lain. Termasuk perbaikan dalam cara berpikir, cara merasa, cara merespon sesuatu yang berkaitan dengan pelajaran, pekerjaan, musibah atau kasus yang menimpa atau dialami siswa.
Fungsi pencegahan, yaitu membantu siswa agar tidak terjadi kesalahan dalam memilih lanjutan pendidikan (sekolah, memilih jurusan, memilih program sekolah, dan sebagainya). Pencegahan juga dilakukan agar tidak terjadi kesalahan dalam memilih pekerjaan (jabatan) dalam masyarakat. Fungsi ini juga berguna untuk mencegah terjadinya salah suai (mal-adjusment) siswa baik terhadap diri sendiri, orang lain (masyarakat) dalam pekerjaan. Fungsi penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam rangka membantu
siswa memperoleh kemajuan dalam perkembangan secara optimal. Penyesuaian disini meliputi penyesuaian dengan orang lain, dengan
13
dirinya sendiri, dengan program studi atau jurusan, dengan lanjutan sekolah dengan kondisi dan situasi dimana siswa berada dan penyesuaian dengan jabatan apabila ia telah memperoleh pekerjaan.
Fungsi pengadaptasian, yaitu fungsi yang membantu staf sekolah khususnya guru, untuk menyesuaikan program pengajaran dan program bimbingan kepada kebutuhan dan tingkat perkembangan serta aspirasi siswa.14
Sebagaimana tujuan diadakannya layanan Bimbingan dan Konseling
adalah agar siswa mencapai perkembangan optimal, potensi-potensi dalam
dirinya yang bersifat dapat berkembang semestinya, serta mencapai
kematangan diri yang sempurna. Maka fungsi Bimbingan dan Konseling
adalah untuk membantu siswa dalam menjalani proses perkembangan
yang kadang kala berupa permasalahan-permasalahan baru yang belum
pernah dihadapi oleh siswa. Tidak jarang siswa merasa kebingungan dan
membutuhkan bantuan dari orang yang lebih tahu cara penyelesaian
masalah yang dihadapi tersebut.
3. Prinsip Bimbingan dan Konseling
Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip disini adalah hal-hal yang dapat
menjadi pegangan didalam proses bimbingan dan penyuluhan, seperti
halnya dalam memberikan pengertian mengenai bimbingan dan
penyuluhan, maka di dalam mengemukakan prinsip-prinsip bimbingan dan
penyuluhan ini masing-masing para ahli mempunyai sudut pandang
sendiri-sendiri untuk meletakkan titik berat permasalahannya, untuk
memberikan bukti tersebut akan diuraikan beberapa pendapat mengenai
hal tersebut:
Rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya
berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah klien, tujuan dan proses
penanganan masalah, program pelayanan dan penyelenggaraan pelayanan
uraian berikut ini akan mengemukakan prinsip-prinsip bimbingan dan
14
konseling yang telah diramu dari sejumlah sumber. Untuk itu penulis akan
mengemukakan sejumlah prinsip bimbingan dan konseling yang
dirumuskan oleh Prayitno dkk dalam buku Seri Pemandu Pelaksanaan
Bimbingan dan Konseling di Sekolah (1997) bahwa prinsip-prinsip
bimbingan konseling menyangkut empat prinsip yaitu:
a. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan:
Yaitu sebuah bimbingan dan konseling yang melayani semua individu tanpa membedakan satu sama lain dengan beraneka ragam tingkah laku individu yang unik dan dinamis.
b. Prinsip yang berkenaan dengan permasalahan individu
Yaitu bimbingan konseling yang memperhatikan kondisi mental individu karena disebabkan adanya kesenjangan sosial, ekonomi, dan budaya.
c. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program pelayanan
Yaitu sebuah program bimbingan konseling yang harus di selaraskan dengan program pendidikan dimana program tersebut harus fleksibel dengan kebutuhan individu.
d. Prinsip berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan
Yaitu suatu bimbingan konseling diharapkan dapat mengembangkan individu yang akhirnya siswa tersebut mampu mengambil keputusan terhadap permasalahan yang dihadapi melalui bantuan dari guru pembimbing dan orang tua.15
Dari prinsip-prinsip tersebut dapat disimpulkan bahwa guru
pembimbing yang telah memahami secara benar dan mendasar
prinsip-prinsip dasar bimbingan konseling tersebut akan dapat menghindarkan diri
dari kesalahan dan penyimpangan-penyimpangan dalam praktek
pemberian layanan bimbingan dan konseling.
4. Asas Bimbingan dan Konseling
Dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling
diperlukan asas-asas bimbingan dan konseling, yaitu ketentuan-ketentuan
yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan itu. Apabila
asas-asas itu diikuti dan terselenggara dengan baik sangat dapat diharapkan
proses pelayanan mengarah pada pencapaian tujuan yang diharapkan,
15
sebaliknya apabila asas-asas itu diabaikan atau dilanggar sangat
dikhawatirkan kegiatan yang terlaksana itu justru berlawanan dengan
tujuan bimbingan dan konseling, bahkan akan dapat merugikan
orang-orang yang terlibat di dalam pelayanan, serta profesi bimbingan dan
konseling itu sendiri.16
Asas-asas tersebut terdapat 12 macam, diantaranya yaitu:
a. Asas Kerahasiaan
Segala sesuatu yang dibicarakan klien kepada konselor tidak boleh disampaikan kepada orang lain. Asas kerahasiaan ini merupakan asas kunci dalam usaha bimbingan dan konseling. Jika asas ini benar-benar dilaksanakan, maka penyelenggara atau pemberi bimbingan akan mendapat kepercayaan dari semua pihak, terutama penerima bimbingan klien sehingga mereka akan mau memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya, jika konselor tidak dapat memegang asas kerahasiaan dengan baik, maka hilanglah kepercayaan klien, sehingga akibatnya pelayanan bimbingan tidak dapat tempat di hati klien.
b. Asas Kesukarelaan
Proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan, baik dari pihak klien, maupun dari pihak konselor. Klien diharapkan secara suka dan rela tanpa ragu-ragu ataupun merasa terpaksa, menyampaikan masalah yang dihadapinya, serta mengungkapkan segenap fakta, data dan seluk-beluk berkenaan dengan masalahnya itu kepada konselor, dan konselor juga hendaknya dapat memberikan bantuan dengan tidak terpaksa, atau dengan kata lain konselor memberikan bantuan dengan ikhlas. c. Asas Keterbukaan
Dalam pelaksanaan bimbingan konseling sangat diperlukan suasana keterbukaan, baik keterbukaan dari konselor maupun keterbukaan dari klien. Keterbukaan ini bukan hanya sekedar bersedia menerima saran-saran dari luar, diharapkan masing-masing pihak yang bersangkutan bersedia membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah.
d. Asas Kekinian
Masalah individu yang ditanggulangi ialah masalah-masalah yang sedang dirasakan bukan masalah yang sudah lampau, dan juga bukan masalah yang mungkin akan dialami di masa yang akan datang. Asas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh menunda-nunda pemberian bantuan. Jika
16
diminta bantuan oleh klien atau jelas-jelas terlihat misalnya adanya siswa yang mengalami masalah, maka konselor hendaklah segera memberikan bantuan.
e. Asas Kemandirian
Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan menjadikan si terbimbing dapat berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain atau tergantung pada konselor.
f. Asas Kegiatan
Usaha bimbingan dan konseling tidak akan memberikan buah yang berarti bila klien tidak melakukan sendiri kegiatan dalam mencapai tujuan bimbingan dan konseling. Hasil usaha bimbingan dan konseling tidak akan tercapai dengan sendirinya, melainkan harus dengan kerja giat dari klien sendiri. Konselor hendaklah membangkitkan semangat klien sehingga ia mampu dan melaksanakan kegiatan yang diperlukan dalam penyelesaian masalah yang menjadi pokok pembicaraan dalam konseling.
g. Asas Kedinamisan
Usaha pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri klien, yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik.
h. Asas Keterpaduan
Pelayanan bimbingan dan konseling berusaha memadukan sebagai aspek kepribadian klien. Sebagaimana diketahui individu memiliki berbagai aspek kepribadian yang kalau keadaannya tidak seimbang, serasi dan terpadu justru akan menimbulkan masalah. Di samping keterpaduan pada diri klien, juga harus diperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan.
i. Asas Kenormatifan
Usaha bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hukum/negara, norma ilmu, maupun kebiasaan sehari-hari. Asas kenormatifan ini diterapkan terhadap isi maupun proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling.
j. Asas Keahlian
Usaha bimbingan konseling perlu dilakukan asas keahlian secara teratur dan sistematik dengan menggunakan prosedur, teknik dan alat (instrumentasi bimbingan dan konseling) yang memadai. Untuk itu para konselor perlu mendapat latihan secukupnya, sehingga dengan itu akan dapat dicapai keberhasilan usaha pemberian layanan.
k. Asas Alih Tangan
Dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling, asas alih
tangan jika konselor sudah mengerahkan segenap kemampuannya
konselor dapat mengirim individu tersebut kepada petugas atau badan yang lebih ahli.
l. Asas Tut Wuri Handayani
Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya pada waktu klien mengalami masalah dan menghadap kepada konselor saja, namun di luar hubungan proses bantuan bimbingan dan konseling pun hendaknya dirasakan adanya dan manfaatnya pelayanan bimbingan dan konseling itu.17
5. Tujuan Bimbingan dan Konseling
Tujuan bimbingan dan konseling sebenarnya sudah dapat dilihat dari
pengertian bimbingan konseling itu sendiri, yaitu untuk membantu siswa
memahami dirinya sendiri, sehingga sanggup mengarahkan diri dan
bertingkah laku yang wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan
lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Untuk lebih jelasnya Singgih D. Gunarsa mengemukakan beberapa
uraian mengenai tujuan pelaksanaan bimbingan di sekolah meliputi anak
didik, sekolah, guru dan orang tua murid, yaitu:
a. Dalam hal melayani anak didik di sekolah, seorang pembimbing dapat berbuat berbagai usaha membantu anak didik :
1. Membantu dalam memahami tingkah laku orang lain.
2. Membantu anak supaya hidup dalam kehidupan yang seimbang antara aspek fisik, mental dan sosial.
3. Membantu anak didik untuk memperoleh kepuasan pribadi dalam penyesuaian diri secara maksimal terhadap masyarakat.
b. Pada umumnya pelayanan bimbingan di sekolah meliputi tugas-tugas: 1. Mengumpulkan dan menyusun data-data mengenai anak didik,
yang meliputi hasil-hasil tes.
2. Mengadakan penelitian terhadap anak didik dan keluarga dari anak yang memerlukan bantuan pembimbing.
3. Menyelenggarakan program testing untuk seleksi masuk bagi calon-calon murid.
c. Pelayanan bimbingan bagi guru, selain dalam bentuk penataran, dapat juga dalam bentuk pemberian bantuan sebagai berikut:
1. Membantu keseluruhan program pendidikan dengan meneliti dan mengenai kebutuhan-kebutuhan anak didik.
2. Membantu dalam mengenai pentingnya ketertiban diri dalam program pendidikan.
17
d. Pelayanan bimbingan bagi orang tua murid
Dalam rangka bimbingan anak didik, pembimbing
mengundang orang tua dengan tujuan:
1. Membantu memberikan pengertian tentang program pendidikian pada umumnya.
2. Dengan mengundang orang tua anak didik, maka ingin diberikan bantuan dalam membina hubungan yang lebih baik antara keluarga dan sekolah, terutama dalam masalah belajar anak didik.18
Dari tujuan-tujuan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan
dan penyuluhan dapat tercapai dan pelayanannya dapat dilaksanakan
dengan efektif, apabila ada kerjasama yang baik antara kepala sekolah,
konselor, wali kelas, guru pembimbing, staf pengajar, orang tua murid dan
anak didik.
Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling
Pelaksanaan bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen
(bagian) dari keseluruhan penyelenggaraan pendidikan di sekolah, atau
lembaga-lembaga pendidikan yang mempunyai strategi dasar sebagai tempat
berpijak bagi pelaksanaan bantuan/pelayanan yang harus diberikan kepada
siswa yang bersangkutan yang memiliki masalah. Dengan demikian jelaslah
bagi kita bahwa pelaksanaan bimbingan konseling ialah suatu proses
pemberian bantuan/pelayanan kepada siswa pada setiap jenjang sekolah,
dengan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan dan kenyataan tentang
adanya kesulitan yang dihadapi siswa dalam rangka mengembangkan
pribadinya secara optimal. Sehingga siswa dapat memahami tentang diri,
mengarahkan diri, serta perilaku, atau bersikap sesuai dengan tuntutan
keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Bantuan mana yang
18
diberikan dengan melalui cara-cara yang efektif yang bersumberkan pada
ajaran agama serta nilai-nilai agama yang ada pada diri pribadinya.19
Bidang Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Pembahasan mengenai bidang pelayanan Bimbingan dan Konseling
berarti membahas bentuk pemberian bantuan kepada individu yang
membutuhkan bantuan tersebut. Permasalahan yang dihadapi individu
beda, hal ini mempengaruhi pemberian bantuan yang
berbeda-beda pula.
Adapun bidang pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah dan
madrasah, menurut Drs. Tohirin M.Pd, adalah:
a. Bidang Pengembangan Pribadi b. Bidang Pengembangan Sosial c. Bidang Kegiatan Belajar d. Bidang Pengembangan Karir
e. Bidang Pengembangan Kehidupan Berkeluarga f. Bidang Pengembangan Kehidupan Beragama.20
2. Metode Bimbingan dan Konseling
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian metode adalah
cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar
tercapai sesuai dengan yang dikehendaki.21
Sedangkan metode secara harfiah menurut M. Arifin adalah “jalan
yang harus dijalani dalam mencapai tujuan. Adapun pengertian hakiki dari
metode adalah segala sarana yang dapat diinginkan dalam pencapaian
tujuan yang diinginkan.”22
Adapun metode bimbingan dan konseling menurut M Arifin adalah:
a. Wawancara
19
Kartini Kartono, Bimbingan dan Dasar-dasar Pelaksanaannya, (Jakarta: CV Rajawali, 1985), Cet. 1, h. 11
20
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 123
21
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Cet. Ke-2, h. 740
22
Yaitu salah satu cara memperoleh fakta-fakta kejiwaan yang dapat
dijadikan bahan pemetaan tentang bagaimana sebenarnya hidup
kejiwaan anak bimbing pada saat tertentu yang memerlukan
bantuan.
b. Metode Group Guidance (Bimbingan secara Kelompok)
Bilamana metoda interview atau wawancara merupakan cara
pemahaman tentang keadaan anak bimbing secara individual, maka
bimbingan kelompok adalah sebaliknya, yaitu cara pengungkapan
jiwa/ batin serta pembinaannya melalui kegiatan kelompok seperti
ceramah, diskusi, seminar, dan sebagainya.
c. Metode Non Direktif (Cara yang tidak Mengarah)
Cara lain untuk mengungkapkan segala perasaan dan pikiran yang
tertekan sehingga menjadi penghambat kemajuan belajar anak
bimbing adalah metode non-direktif. Metode ini dapat dibagi
menjadi 2 macam yaitu:
1. Client Centered, yaitu cara pengungkapan tekanan batin yang dirasakan menjadi penghambat anak bimbing dalam belajar dengan sistem pancingan yang berupa satu, dua pertanyaan yang terarah.
2. Edukatif, yaitu cara mengungkapkan tekanan perasaan yang menghambat perkembangan belajar dengan mengorek sampai tuntas perasaan/ sumber yang menyebabkan hambatan dan ketegangan dengan cara-cara ‘client centered”, yang diperdalam dengan permintaan/ pertanyaan yang motivatif dan
persuasive (meyakinkan) untuk mengingat-ingat serta
mendorong agar lebih berani mengungkapkan perasaan tertekan sampai keakar-akarnya.
d. Metode Psikoanalisis (Penganalisaan Jiwa)
Metode ini berasal dari dari psiko-analisis Freud yang
dipergunakan untuk mengungkapkan segala tekanan perasaan yang
sudah tidak lagi disadari. Menurut teori ini, manusia yang
senantiasa mengalami kegagalan usaha dalam mengejar cita-cita
atau keinginan, menyebabkan timbulnya perasaan tertekan makin
menumpuk. Bilamana tumpukan perasaan gagal tersebut tidak
dapat diselesaikan, maka akan mengandap ke dalam lapisan jiwa
e. Metode Direktif (Metode yang bersifat Mengarahkan)
Metode ini lebih bersifat mengarahkan kepada anak bimbing untuk
berusaha mengatasi kesulitan (problema) yang dihadapi.
Pengarahan yang diberikan kepada anak bimbing adalah dengan
memberikan secara langsung jawaban-jawaban terhadap
permasalahan yang menjadi sebab kesulitan yang dihadapi/ dialami
anak bimbing.
f. Metode Sosiometri
Yaitu suatu cara yang dipergunakan untuk mengetahui kedudukan
anak bimbing dalam hubungan kelompok.23
3. Teknik Bimbingan dan Konseling
Menurut I Djumhur dan Moh. Surya dalam bukunya bimbingan dan
penyuluhan di sekolah mengatakan “bahwa teknik bimbingan memerlukan
pendekatan-pendekatan yaitu pendekatan secara kelompok dan pendekatan
secara individu.”24 Pendekatan secara kelompok disebut juga group
guidance dan pendekatan secara individu disebut individu counseling.
Konseling merupakan salah satu teknik dalam bimbingan yang begitu
penting sehingga sering disebut “jantung” atau “hati” dari bimbingan.
Apabila dua orang sedang melakukan wawancara belum tentu dikatakan
sebagai konseling jika tidak memenuhi syarat-syarat yang ada pada
konseling, antara lain:
a) Konseling biasanya meliputi langkah-langkah tertentu yaitu usaha
mengenal masalah, latar belakang dan kehidupan orang tersebut, agar
pertolongan yang diberikan sesuai dengan masalah dan kebutuhannya.
b) Keterlibatan dan tanggung jawab bersama, hal ini berarti konselor dan
klien harus bekerja sama dalam memahami dan mencari jalan keluar
dari persoalan tersebut.
23
M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan…, h. 44-50
24
c) Peranan emosi dalam konseling, biasanya dalam melakukan konseling
klien harus dapat mengendalikan emosinya agar masalahnya dapat
diselesaikan.
d) Klien merasa sadar bahwa dia membutuhkan pertolongan dari
seseorang untuk menyelesaikan masalahnya.25
Pada umumnya teknik yang dipergunakan dalam bimbingan
mengambil dua pendekatan yaitu pendekatan secara kelompok dan
pendekatan secara individual.
a) Bimbingan Kelompok
Teknik ini dipergunakan dalam membantu siswa atau sekelompok
murid dalam memecahkan masalah-masalah dengan melalui kegiatan
kelompok. Masalah yang dihadapi mungkin bersifat kelompok, yaitu
yang dirasakan bersama oleh kelompok atau bersifat individual sebagai
anggota kelompok. Dengan demikian penyelenggaraan bimbingan
kelompok dimaksudkan dapat membantu mengatasi masalah bersama
atau membantu individu yang menghadapi masalah dengan
menempatkan dalam suatu kehidupan kelompok.
Beberapa bentuk bimbingan kelompok menurut I Djumhur dan
Moh. Surya dalam bukunya bimbingan dan Penyuluhan di sekolah,
yakni:
1) Home room program (program home room)
Yaitu suatu program kegiatan yang dilakukan dengan tujuan agar
guru-guru dapat mengenal murid-muridnya lebih baik, sehingga
dapat membantunya secara efisien. Kegiatan ini dilakukan dalam
kelas dalam bentuk pertemuan antara guru dengan murid diluar
jam-jam pelajaran untuk membicarakan beberapa hal yang
dianggap perlu.
2) Karyawisata/field trip
Karyawisata atau field trip disamping berfungsi sebagai kegiatan
rekreasi atau metode mengajar, dapat pula berfungsi sebagai salah
25
satu teknik dalam bimbingan kelompok. Dengan karyawisata
murid mendapat kesempatan meninjau obyek-obyek yang menarik
dan mereka mendapat informasi yang lebih baik dari obyek itu.
Disamping itu murid-murid mendapat kesempatan untuk
memperoleh penyesuaian dalam kehidupan kelompok, misalnya
dalam berorganisasi, kerjasama, rasa tanggung jawab, percaya pada
diri sendiri, juga dapat mengembangkan bakat dan cita-cita yang
ada.
3) Diskusi kelompok
Diskusi kelompok merupakan suatu cara dimana murid-murid akan
mendapat kesempatan untuk memecahkan masalah bersama-sama.
Setiap murid mendapat kesempatan untuk menyumbangkan pikiran
masing-masing dalam memecahkan suatu masalah.
4) Kegiatan kelompok
Kegiatan kelompok dapat merupakan teknik yang baik dalam
bimbingan karena kelompok memberikan kesempatan kepada
individu untuk berpartisipasi dengan sebaik-baiknya. Banyak
kegiatan tertentu yang lebih berhasil jika dilakukan dalam
kelompok. Untuk mengembangkan bakat-bakat dan menyalurkan
dorongan-dorongan dapat dilakukan melalui kegiatan kelompok.
Dengan kegiatan ini setiap anak mendapat kesempatan untuk
menyumbangkan pikirannya juga dapat mengembangkan rasa
tanggung jawab.
5) Organisasi Murid
Organisasi murid baik dalam lingkungan sekolah maupun luar
sekolah, dapat merupakan salah satu teknik dalam bimbingan
kelompok. Melalui organisasi ini banyak masalah-masalah yang
sifatnya individual maupun kelompok dapat diselesaikan. Dalam
organisasi murid mendapat kesempatan untuk belajar mengenai
berbagai aspek kehidupan sosial. Mengaktifkan murid dalam
organisasi murid dapat mengembangkan bakat kepemimpinan di
6) Sosiodrama
Dalam kesempatan ini individu akan menghayati secara langsung
situasi masalah yang dihadapinya, dari pementasan itu kemudian
diadakan diskusi mengenai cara-cara pemecahan masalahnya.
7) Psikodrama
Jika sosiodrama merupakan teknik untuk memecahkan
masalah-masalah sosial, maka psikodrama adalah teknik untuk memecahkan
masalah psikis yang dialami oleh individu. Dengan memerankan
suatu peranan tertentu, konflik atau ketegangan yang ada dalam
dirinya dapat dikurangi atau dihindarkan. Kepada sekelompok
murid dikemukakan suatu cerita yang didalamnya tergambarkan
adanya suatu ketegangan psikis yang dialami oleh individu.
Kemudian murid-murid diminta untuk memainkan di muka kelas,
bagi murid yang mengalami ketegangan, permainan dalam peranan
itu dapat mengurangi ketegangannya.
8) Remedial teaching
Remedial teaching atau pengajaran remedial yaitu bentuk
pengajaran yang diberikan kepada seorang murid untuk membantu
memecahkan kesulitan belajar yang dihadapinya. Remedial ini
mungkin berbentuk penambahan pelajaran, pengulangan kembali,
latihan-latihan, penekanan aspek-aspek tertentu, tergantung dari
jenis dan tingkat kesulitan belajar yang dialami murid. Cara ini
merupakan salah satu teknik memberikan bimbingan yang dapat
diberikan secara kelompok ataupun individuil tergantung
kesulitannya. Jika kesulitan itu dirasakan oleh suatu kelompok
maka diberikan secara kelompok, sedangkan jika hanya dialami
oleh seorang murid saja maka diberikan secara individuil.26
b) Bimbingan Individu
26
Bimbingan secara individual biasanya disebut konseling atau
penyuluhan. Dengan penyuluhan, seorang konselor memberikan
bantuan dengan komunikasi langsung, hubungan empat mata antar dua
pribadi, melalui percakapan dalam rangka mengatasi masalah-masalah
yang dihadapi.
Dalam melaksanakan penyuluhan, konselor sedapat mungkin
bersikap simpatik dan penuh pengertian. Konselor sebaiknya turut
merasakan apa yang dirasakan oleh orang yang akan diberikan
konseling. Seorang konselor perlu bersikap seperti itu, supaya orang
yang bersangkutan dapat menaruh kepercayaan penuh terhadap
konselor dan dengan demikian memungkinkan keberhasilan
penyuluhan tersebut.
Ada 3 macam penyuluhan:
1. Konseling yang langsung (Directive Counseling)
Pada penyuluhan ini konselor mengambil peranan penting dan
berusaha memberi pengarahan yang sesuai dengan penyelesaian
masalahnya. Konselor seolah-olah menjadi pusatnya dalam proses
penyelesaian masalah.
2. Konseling yang tidak langsung (Non-directive Counseling)
Sebagai kebalikan dari directive counseling maka non-directive
counseling menempatkan si penerima konseling dalam posisi pusat
penyuluhan. Si penerima menjadi pusat daripada tindakan-tindakan
dan proses penyuluhan ini. Konselor hanya mendengarkan,
menampung pembicaraan, sedangkan yang diberi konseling
mengambil peranan aktif, berbicara bebas.
3. Konseling eklektic (Eclectic Counseling)
Adalah campuran dari directive dan non-directive counseling. Pada
eclectic counseling, konselor menampung pembicaraan dan
memberikan pengarahan dalam mencari dan menemukan
pemecahan persoalannya.27
4. Mekanisme Program Bimbingan dan Konseling
Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah maupun di berbagai
lembaga yang membutuhkan harus memiliki mekanisme pelaksanaan yang
baik dan menyeluruh serta kerja sama berbagai pihak di lembaga tersebut.
Sedangkan mekanisme pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling di
sekolah, antara lain:
a. Program Bimbingan dan Konseling harus diorganisir sehingga sesuai dengan kebutuhan siswa. Setiap siswa memiliki kebutuhan-kebutuhan tertentu yang berbeda satu dengan yang lain. Bimbingan harus sesuai atau disesuaikan dengan kebutuhan siswa tersebut. Program bimbingan harus didasarkan atas pemenuhan kebutuhan yang nyata dari lingkungan daerah dimana sekolah berada.
b. Program bimbingan harus merupakan kesatuan dengan program sekolah secara integral dari keseluruhan program sekolah.
c. Setiap petugas bimbingan mempunyai peranan sesuai dengan sifat dan kemampuan fungsional masing-masing di sekolah tersebut. d. Perlu koordinasi dan kerjasama yang baik diantara petugas
bimbingan jika guru mengalami kesulitan dapat berkoordinasi dengan konselor, psikolog, dokter, psikiater dalam melaksanakan tugas bimbingan, jika konselor mengalami kesulitan, misalnya dalam hal sarana prasarana, dia dapat berkonsultasi dengan kepala sekolah, dan sebagainya.
e. Kepala sekolah sebagai penanggung jawab pelaksanaan program bimbingan dan konseling dapat mengadakan rapat dengan semua petugas BK serta semua staf sekolah lainnya, jika terdapat permasalah yang dialami dari para petugas bimbingan dalam rangka mengatasi permasalah bimbingan dan konseling tersebut.28
Dalam mekanisme pelaksanaan bimbingan dan konseling hubungan
kerjasama dari berbagai pihak di sekolah sangat dibutuhkan,
program-programnya tidak hanya dilaksanakan oleh seorang guru Bimbingan dan
Konseling, tetapi dalam hal ini dilaksanakan oleh guru-guru pada setiap
mata pelajaran untuk bimbingan belajar, kepala sekolah, staf sekolah,
27
Singgih D. Gunarsa, Psikologi untuk…, h. 44-45
28
keamanan, bahkan orang tua atau wali murid, dalam hal ini guru
Bimbingan dan Konseling hanya sebagai koordinator dari kegiatan
Bimbingan dan Konseling yang diberikan kepada siswa di sekolah.
Kenakalan Siswa
Pengertian Kenakalan Siswa
Menurut Sarlito, bahwa "kenakalan remaja adalah perilaku yang
menyimpang dari atau melanggar hukum."29
Zakiah Daradjat dalam bukunya “kesehatan mental” mengemukakan
bahwa jika kenakalan ditinjau dari segi agama, maka segala kelakuan
dan tindakan yang terlarang dalam agama jika dilakukan oleh orang yang
sudah dewasa akan berdosa dan diakhirat nanti akan dihukum. Tetapi,
jika tindakan itu dilakukan oleh anak-anak yang belum baligh, maka
tanggung jawab dan dosanya belum dapat dipikulkan kepadanya.30
Kenakalan remaja adalah remaja yang sering berkelompok yang
menyebabkan terganggunya orang-orang di sekitarnya, baik pada malam
hari maupun siang hari pada waktu sedang istirahat dengan menciptakan
keributan dan mengganggu ketenangan suasana dan melanggar tata
kesopanan bertetangga.31
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kenakalan
remaja adalah perbuatan yang dilakukan oleh remaja yang bertentangan
dengan norma-norma, baik norma agama, susila, atau norma yang
berlaku dalam masyarakat yang dapat merugikan dirinya dan orang lain,
jika perbuatan melanggar hukum itu dilakukan orang dewasa, maka
dinamakan kejahatan. Namun apabila dilakukan oleh anak-anak itu tidak
termasuk tindakan melanggar hukum sehingga tidak dapat dikenakan
sangsi hukum formal, dan tindakannya ini disebut kenakalan.
29
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. Ke-6, h. 207
30
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 2001), Cet. Ke-23, h. 107
31
Masa Remaja
Masa remaja adalah masa peralihan di antara masa anak-anak
dan masa dewasa, dimana anak-anak mengalami pertumbuhan cepat
di segala bidang. Mereka bukan lagi anak-anak, baik bentuk badan,
sikap, cara berpikir dan bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa
yang telah matang. Masa ini mulai kira-kira pada umur 13 tahun dan
berakhir kira-kira umur 21 tahun.
Masa 9 tahun (13-21) yang dilalui oleh anak-anak itu, tidak
ubahnya sebagai suatu jembatan penghubung antara masa tenang
yang selalu bergantung kepada pertolongan dan perlindungan orang
tua, dengan masa berdiri sendiri, bertanggung jawab dan berpikir
matang. Dalam melalui masa adolesensi ini, tidak sedikit anak-anak
yang mengalami kesukaran-kesukaran atau problem-problem yang
kadang-kadang menyebabkan kesehatannya terganggu, jiwanya
gelisah dan cemas, pikirannya terhalang menjalankan fungsinya dan
kadang-kadang kelakuannya bermacam-macam.Masa ini adalah
masa terakhir dari pembinaan kepribadian, dan setelah masa itu
dilewati, anak-anak telah berpindah ke dalam dewasa. Jika
kesukaran-kesukaran dan problema-problema yang dihadapinya
tidak selesai dan masih menggelisahkan sebelum meningkat dewasa,
maka usia dewasa akan dilalui dengan kegelisahan dan kecemasan
pula.32
1). Pengertian Remaja
Pengertian remaja dalam kamus Besar Bahasa Indonesia
diartikan dengan “mulai dewasa; sudah sampai umur untuk kawin.”33
Kartini Kartono mengartikan masa remaja sebagai masa
penghubung atau masa peralihan antara kanak-kanak dengan masa
dewasa.34 Zakiah Daradjat mengartikan remaja merupakan peralihan
32
Zakiah Daradjat, Kesehatan…, h. 96-97
33
Tim Penyusun Kamus; Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), Cet. I, h. 831
34
dari kanak-kanak menjadi dewasa dalam satu segi sedang mengalami
kegoncangan dan ketidakpastian.35
Remaja adalah masa transisi dari anak menjadi dewasa, yang di
mulai dengan tanda-tanda puberty dan berakhir bila si anak telah
mencapai kematangan fisik dan psikis.36
Lebih lanjut Zakiah Daradjat mengemukakan bahwa, “remaja
adalah suatu tingkatan umur, dimana anak-anak tidak lagi anak-anak,
akan tetapi belum dapat dipandang dewasa. Jadi remaja adalah umur
yang menjembatani antara umur anak-anak dan umur dewasa.”37
Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan di atas, penulis
dapat menegaskan bahwa, yang dimaksud remaja adalah individu yang
sedang mengalami suatu masa peralihan dari masa anak-anak ke masa
dewasa. Yang meliputi semua perkembangan dan perubahan, baik fisik
maupun psikis.
2).Rentangan Usia Masa Remaja
Sarlito Wirawan Sarwono menyatakan bahwa, “sebagai pedoman
umum, kita dapat menggunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum
menikah bagi remaja Indonesia.”38
Sedangkan menurut Singgih D. Gunarsa, membagi periode
remaja antara usia 12-21 tahun, dia membaginya kedalam tiga fase
yaitu: remaja dini (pubertas) pada usia 12-15 tahun, remaja madya
17-18 tahun, lanjut pada usia 18-21 tahun.39
Dalam menanggapi pendapat para pakar psikologi tentang
rentangan usia masa remaja yang bermacam-macam itu, Zakiah
Daradjat memberikan komentar bahwa, “batasan usia masa remaja
yang dikemukakan oleh para pakar itu adalah wajar dan cocok bagi
35
Zakiah Daradjat, Psikologi Anak, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), Cet. Ke-4, h. 38
36
B. Simandjuntak, Psikologi Perkembangan; Dasar Psikologi Kriminal, (Bandung: Tarsito, 1979), Cet. Ke-2, h. 361
37
Zakiah Daradjat, Pembinaan Remaja, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), Cet. Ke-2, h. 28
38
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. Ke-6, h. 50
39
masing-masing masyarakat, sesuai dengan nilai dan ukurannya
sendiri-sendiri. Kendatipun demikian umur yang ditentukan sebagai
batas yang menentukan masa remaja para ahli mengambil patokan
antara 13-21 tahun adalah usia masa remaja. Sedangkan yang
khususnya mengenai perkembangan jiwa agama dapat diperpanjang
menjadi 13-24 tahun.”40
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa rentangan usia masa remaja dapat disesuaikan dengan kondisi
individu itu sendiri dan masyarakat disekitarnya.
b. Ciri-ciri Remaja
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa masa remaja adalah
suatu proses transisi atau masa peralihan dari masa kanak-kanak ke
masa dewasa. Dalam kondisi seperti inilah terlihat bahwa remaja itu
masih labil.
Keadaan labil ini biasa yang terlihat dan ciri-ciri khas remaja itu
sendiri yang membedakan mereka dari kanak-kanak dan orang
dewasa.41
Ciri-ciri khas remaja antara lain:
1. Kecanggungan dalam pergaulan dan kaku dalam bergerak, sebagai akibat perkembangan fisik, ini biasanya menyebabkan perasaan rendah diri pada remaja. Untuk menutup hal tersebut remaja terkadang berperilaku berlebihan.
2. Secara keseluruhan tidak ada keseimbangan, terutama emosi yang sangat labil. Emosional yang berubah-ubah, berubah yang suasana hati yang tidak dapat di duga-duga sering menyulitkan orang tua mereka dan begitupun dewasa untuk mengadakan pendekatan.
3. Perombakan pandangan dan petunjuk hidup yang telah diperoleh pada masa sebelumnya. Hal ini menyebabkan perasaan kosong di dalam diri remaja ingin merenggangkan ikatan dengan orang tua atau dengan orang dewasa lainya.
4. Gelisah, kegelisahan ini terjadi karena remaja mempunyai banyak keinginan tetapi tidak punya kemampuan untuk
40
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), Cet. Ke-14, h. 72
41
Agoes Dariyanto, Psikologi Perkembangan Remaja, (Jakarta: Ghia Indonesia, 2004), h. 218
memenuhinya. Banyak cita-cita dan angan-angan sampai setinggi langit, tetapi tidak mungkin terpenuhi.
5. Banyak fantasi berkhayal merupakan ciri khas remaja. Banyak hal yang tidak mungkin tercapai, biasa tercapai dengan fantasi. Remaja berfantasi mengenai banyak pengagum untuk mengejarnya, sesungguhnya dalam kesepiannya membuat cerita khayalan tersebut.42
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Remaja
Sejak di dalam kandungan hingga lahir, seorang individu tumbuh
menjadi anak remaja atau dewasa. Hal ini berarti terjadi proses
perubahan pada diri setiap individu. Aspek-aspek perubahan yang
dialami oleh setiap individu meliputi fisik, kognitif maupun
psikososialnya.
Secara umum ada 3 faktor yang mempengaruhi perkembangan
individu, antara lain:
1. Faktor Endogen (Nature)
Dalam pandangan ini nyata bahwa perubahan-perubahan secara
fisik maupun psikis, dipengaruhi oleh faktor internal yang
bersifat hederiter yaitu yang diturunkan oleh orang tuanya,
misalnya postur tubuh (tinggi badan, bakat, minat, kecerdasan,
dan sebagainya).
2. Faktor Exogen (Nuture)
Pandangan faktor ini menyatakan bahwa perubahan dan
perkembangan individu sangat mempengaruhi oleh faktor-faktor
yang berasal dari luar diri individu itu sendiri. Faktor ini
diantaranya berupa lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
Lingkungan fisik berupa tersedia sarana dan fasilitas, cuaca, dan
sebagainya), sedangkan lingkungan sosial berupa keluarga,
tetangga, teman, dan sebagainya)
3. Interaksi antara endogen dan exogen
42
Dalam kenyataannya, masing-masing faktor tersebut tidak dapat
dipisahkan. Kedua faktor ini saling berpengaruh, sehingga terjadi
interaksi antara faktor internal maupun eksternal, yang kemudian
membentuk dan mempengaruhi perkembangan individu.43
1.
Jenis-jenis Kenakalan Siswa
Pada umumnya kenakalan siswa dapat digolongkan dua kelompok
yang besar, sesuai kaitannya dengan norma hukum, yakni:
a. Kenakalan yang bersifat a-moral dan tidak diatur dalam
undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan pelanggaran
umum.
b. kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian
sesuai dengan Undang-undang dan hukum yang berlaku dengan
perbuatan melanggar hukum bilamana dilakukan oleh orang
dewasa.44
Kenakalan siswa di sekolah merupakan salah satu bentuk dari dua
golongan tersebut, yaitu kenakalan yang bersifat a-moral dan a-sosial
dan tidak diatur dalam Undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit
digolongkan pelanggaran hukum dari pengumpulan kasus mengenai
kenakalan yang dilakukan oleh remaja dan pengamatan murid disekolah
lanjutan maupun mereka yang sudah putus sekolah dapat dilihat adanya
gejala :
1. Berbohong, memutarbalikan kenyataan dengan tujuan menipu orang
atau menutupi kesalahan.
2. Membolos, pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak
sekolah.
3. Pergi dari rumah tanpa izin orang tua (minggat/kabur) atau
menentang keinginan orang tua.
43
Agoes Dariyanto, Psikologi Perkembangan…, h. 14-15
44
4. Memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain,
sehingga mudah terangsang untuk mempergunakannya.
5. Bergaul dengan teman yang memberi perngaruh buruk, sehingga
mudah terjerat dalam perkara yang benar-benar kriminal
6. Membaca buku porno kebiasaan menggunakan bahasa tidak sopan,
seolah-olah menggambarkan kurang perhatian dan pendidikan dari
orang dewasa.45
2.
Sebab-sebab Kenakalan Siswa
Pada dasarnya kenakalan siswa dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal:
a. Faktor internal adalah hal-hal yang bersifat dari dalam diri siswa itu
sendiri, baik sebagai akibat dari perkembangan atau pertumbuhan
maupun akibat dari suatu jenis penyakit mental/kejiwaan yang ada
dalam diri siswa itu sendiri.
b. Faktor eksternal adalah faktor yang bersumber dari luar diri pribadi
siswa yang bersangkutan, antara lain:
1. Keadaan Keluarga
Sebagian besar anak dibesarkan oleh keluarga, di samping itu
kenyataan menunjukkan bahwa di dalam keluargalah anak
mendapatkan pendidikan dan pembinaan pertama kali. Karena
itu, perilaku orang tua sangat berpengaruh terhadap
perkembangan si anak. Tindakan kriminal yang dilakukan oleh
orang tua atau salah satu anggota keluarga dapat mempengaruhi
jiwa anak.
2. Keadaan Sekolah
Dunia pendidikan kedua bagi anak-anak setelah keluarga adalah
sekolah. Selama dalam proses pembinaan, pengembangan dan
45
pendidikan sekolah biasanya terjadi interaksi antara sesama
siswa, dan antara siswa dengan pendidik. Proses interaksi
tersebut dalam kenyataannya bukan hanya memiliki aspek
sosiologi yang positif saja. Akan tetapi, juga membawa akibat
lain yang memberi dorongan bagi anak remaja di sekolah untuk
menjadi nakal.
3. Keadaan Masyarakat
Keadaan masyarakat dan kondisi lingkungan dalam berbagai
corak dan bentuk akan berpengaruh baik langsung maupun tidak
langsung terhadap anak-anak remaja, dimana mereka hidup
berkelompok perubahan-perubahan masyarakat yang
berpengaruh berlangsung secara cepat dan ditandai dengan
peristiwa yang menegangkan, seperti persaingan di bidang
perekonomian, pengangguran, yang bervariasi pada garis
besarnya memiliki korelasi yang relevan dengan adanya
kejahatan pada umumnya, termasuk kenakalan remaja.46
4. Cara Mengatasi Kenakalan Siswa
Adapun cara yang dilakukan dalam upaya mengatasi kenakalan
remaja sebagaimana yang dikemukakan oleh seorang kriminologi,
Soerdjono Dirjo Siswono, S.H., yang dikutip Soedarsono dalam bukunya
“Kenakalan Remaja”, mengemukakan bahwa asas umum dalam
pengulangan kejahatan yang banyak dipakai oleh Negara-negara maju,
yaitu:
a. Cara moralitas, dilaksanakan dengan penyebaran ajaran agama dan
moral, perundang-undangan yang baik dan sarana-sarana yang dapat
menekan nafsu untuk berbuat kejahatan.
46
b. Cara abolisionalistis, berusaha memberantas mengulangi kejahatan
dengan sebab musababnya, umpamanya diketahui bahwa faktor
tekanan ekonomi (kemelaratan) merupakan salah satu penyebab
kejahatan, maka usaha untuk mencapai tujuan dalam mengurangi
kejahatan yang disebabkan oleh faktor ekonomi, merupakan cara
abolisiolistis.47
Perioritas utama di dalam mengatasi kenakalan remaja adalah
mencegah dengan cara memadai dan imprehensif. Adapun cara
mencegah kenakalan remaja dengan cara preventif, kuratif, dan
rehabilitas. Sedangkan pendekatan preventif terbagi menjadi tiga
kelompok, yaitu:
1. Usaha dari rumah tangga
Menciptakan rumah tangga atau keluarga yang beragama, kemudian
menciptakan keluarga yang harmonis adanya kesamaan
norma-norma yang dipegang antara bapak atau ibu dan keluarga lainnya di
keluarga dalam hal mendidik anak, memberikan kasih sayang secara
wajar kepada anak, memberikan perhatian yang cukup terhadap
pergaulan anak remaja di lingkungan masyarakat setempat, dan
mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan ‘krisis keluarga’
secara positif dan konstruktif.
2. Usaha dari sekolah
Sarana dan prasarana sekolah memadai, kuantitas dan kualitas guru
yang memadai, mengembalikan wibawa guru, kesejahteraan guru (
kondisi sosial ekonomi guru) perlu diperbaiki, tugas rangkap guru
antar sekolah sebaiknya dihindari, kurikulum sekolah yang terlalu
padat/banyak dan kurang relevan hendaknya ditinjau kembali, lokasi
sekolah hendaknya berada diluar daerah rawan, jauh dari
pembelanjaan pusat hiburan/keramaian.
3. Di lingkungan masyarakat
47
Mengenai lingkungan masyarakat sangat tergantung pada usaha yang
dilakukan orang dewasa yang ada di lingkungan tersebut
memberikan perhatian dan membina para remajanya untuk berkreasi
secara bebas dan terarah, selain itu dengan memberikan kepercayaan
kepada para remaja untuk ikut serta dalam suatu tugas
kemasyarakatan sehingga akan t