• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh karakteristik Dan Dukungan Keluarga Pada Ibu yang Memuliki Bayi Berumur 0 Sampai 3 Bulan terhadap Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh karakteristik Dan Dukungan Keluarga Pada Ibu yang Memuliki Bayi Berumur 0 Sampai 3 Bulan terhadap Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2014"

Copied!
178
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK DAN DUKUNGAN KELUARGA PADA IBU YANG MEMILIKI BAYI BERUMUR 0 SAMPAI 3 BULAN TERHADAP

PEMBERIAN IMUNISASI HB-0 DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATANG PANE II KECAMATAN PADANG BOLAK

KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA TAHUN 2014

TESIS

Oleh

BANUATI BENARDA PURBA 127032043/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH KARAKTERISTIK DAN DUKUNGAN KELUARGA PADA IBU YANG MEMILIKI BAYI BERUMUR 0 SAMPAI 3 BULAN TERHADAP

PEMBERIAN IMUNISASI HB-0 DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATANG PANE II KECAMATAN PADANG BOLAK

KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA TAHUN 2014

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

BANUATI BENARDA PURBA 127032043/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK DAN

DUKUNGAN KELUARGA PADA IBU YANG MEMILIKI BAYI BERUMUR 0 SAMPAI 3 BULAN TERHADAP PEMBERIAN IMUNISASI HB-0 DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATANG PANE II KECAMATAN PADANG BOLAK KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA TAHUN 2014

Nama Mahasiswa : Banuati Benarda Purba Nomor Induk Mahasiswa : 127032043

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

(Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H)

Anggota

(Drs. Eddy Syahrial, M.S)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah Diuji

pada Tanggal : Mei 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H Anggota : 1. Drs. Eddy Syahrial, M.S

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KARAKTERISTIK DAN DUKUNGAN KELUARGA PADA IBU YANG MEMILIKI BAYI BERUMUR 0 SAMPAI 3 BULAN TERHADAP

PEMBERIAN IMUNISASI HB-0 DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATANG PANE II KECAMATAN PADANG BOLAK

KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Mei 2014

(6)

ABSTRAK

Penyakit Hepatitis B adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus hepatitis B yang menyebabkan peradangan hati akut yang dapat berkembang menjadi kanker hati. Indonesia merupakan Negara dengan penderita Hepatitis B terbanyak ketiga didunia dengan jumlah penderita 13 juta orang.

Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik dan dukungan keluarga pada ibu yang memiliki bayi berumur 0 sampai 3 bulan terhadap pemberian imunisasi HB-0 di wilayah kerja puskesmas Batang Pane II kecamatan Padang Bolak kabupaten Padang Lawas Utara tahun 2014. Populasi dan sampel adalah seluruh ibu yang memiliki bayi yang berumur 0 sampai 3 bulan yang berada di wilayah kerja puskesmas Batang Pane II kecamatan Padang Bolak kabupaten Padang Lawas Utara berjumlah 59 orang. Alat pengumpulan data adalah kuesioner, dianalisis melalui tahapan univariat, bivariat menggunakan uji chi square , fisher exact test dan multivariat menggunakan uji statistik regresi logistik bergandadengan tingkat kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan pemberian imunisasi HB-0 yaitu umur, jumlah anak, pengetahuan, dukungan informasional, dukungan penilaian dan dukungan instrumental. Hasil analisis multivariat dengan regresi logistik menunjukkan variabel yang berpengaruh yaitu pekerjaan (p=0,042), pengetahuan (p=0,003) dan dukungan penilaian (p=0,048). Variabel yang paling dominan terhadap pemberian imunisasi HB-0 adalah pengetahuan.

Disarankan pada Puskesmas Batang Pane II agar meningkatkan upaya promosi kesehatan yakni peningkatan kualitas penyuluhan kesehatan tentang penyakit hepatitis B.

(7)

ABSTRACT

Hepatitis B is an infectious disease caused by the hepatitis B virus that results in acute inflammation of the liver that can developintoliver cancer. Indonesia is a country with 13 million Hepatitis B sufferers or ranks third in the world.

The purpose of this analytical study with cross-sectional design was to analyze the influence of characteristic and family support in the mother with the baby of 0-3 month old on the administration of HB-0 immunization in the working area of Puskesmas (Community Health Center) Batang Pane II, Padang Bolak Subdistrict, Padang Lawas Utara District in 2014. The population and the samples of this study were all of the 59 mothers with the baby of 0-3 month old living in the working area of Puskesmas (Community Health Center) Batang Pane II, Padang Bolak Subdistrict, Padang Lawas Utara District. The data for this study were obtained through questionnaire distribution, analyzed through the stages of univariate, bivariate used chi-square test, exact fisher’s test and multivariate used multiple logistic regression at level of confidence 95%.

The result of this study showed that the variables related to the administration of HB-0 immunization were age, number of children, knowledge, informational support, appraisal support, and instrumental support. The result of multivariate analysis by using logistic regression test showed that the influencing variables were occupation (p = 0.042), knowledge (p = 0.003), and appraisal support (p = 0.048). The most dominant variable on the administration of HB-0 immunization was knowledge.

The management of Puskesmas Batang Pane II is suggested to increase the health promotion effort by improving the quality of health extension on Hepatitis-B.

(8)

KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan puji dan syukur yang tiada henti dan tak terhingga kepada

Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Pengaruh karakteristik Dan Dukungan Keluarga Pada Ibu yang Memuliki Bayi Berumur 0 Sampai 3 Bulan terhadap Pemberian Imunisasi HB-0 Di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara”

Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Proses penulisan tesis dapat terwujud berkat dukungan, bimbingan, arahan dan bantuan moral maupun material dari banyak pihak. Untuk itu

izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), sebagai Rektor

Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

(9)

4. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H, sebagai ketua komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan

waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

5. Drs. Eddy Syahrial, M.S selaku pembimbing dua yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes dan dr. Taufik Ashar, M.K.M serta Drs. Tukiman, M.K.Msebagai komisi penguji yang telah banyak memberikan arahan

dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

7. Kepala Dinas kesehatan kabupaten Padang Lawas Utara yang dijabat oleh Ibu dr.Hj. Zunaidah Hasanah, M.Kes yang telah memberikan izin kepada penulis

untuk melakukan penelitian ini.

8. Kepala Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak yang telah

memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara.

9. Kepala Puskesmas Hutaimbaru Kecamatan Halongonan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan uji validasi kuesioner penelitian di wilayah

(10)

10. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

11. Ayahanda W. Purba dan Ibunda R. Siagian serta keluarga besar tercinta yang

selalu memberikan dorongan dan dukungan moril serta doa kepada penulis agar bisa menyelesaikan pendidikan ini.

12. Teristimewa buat suami tercinta M. Simarmata, SE dan anakku tersayang

Tesalonika Simarmata, Bob, dan Tommy yang penuh pengertian, kesabaran, dan doa serta semangat dalam memotivasi dan memberikan dukungan moril agar bisa

menyelesaikan pendidikan ini.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan,

semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Mei 2014 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Banuati Benarda Purba lahir pada tanggal 21 Desember 1981 di Aek Kanopan, anak ke 2 dari pasangan ayahanda W. Purba dan ibunda R. Siagian.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di sekolah Dasar Swasta Sultan Hasanuddin selesai tahun 1994, Sekolah Menengah Pertama RK Santo Yosep

selesai tahun 1997, Sekolah Menengah Umum Negeri I Kualuh Hulu Aek Kanopan selesai tahun 2000, DIII Kebidanan Prima Medan selesai tahun 2003, Fakultas Kesehatan Masyarakat Prima Medan selesai tahun 2012.

Penulis bekerja sebagai Bidan Desa di kabupaten Padang Lawas Utara dari tahun 2004 sampai tahun 2007, sebagai Staf Puskesmas Puskesmas Batang Pane II

Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara dari tahun 2007 sampai sekarang.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Minat studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2012 dan akan menyelesaikan

(12)

DAFTAR ISI

2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Ketepatan Pemberian Imunisasi Hepatitis B... 25

(13)

2.5. Pengertian Imunisasi ... 31

2.5.1. Program imunisasi ... 32

2.5.2. Tujuan Pelaksanaan Imunisasi ... 33

2.5.3. Imunisasi Hepatitis B ... 35

2.6. Program Imunisasi Hepatitis B Di Indonesia ... 36

2.6.1. Tujuan Program Imunisasi Hepatitis B ... 38

2.6.2. Jadwal Imunisasi Hepatitis B ... 39

2.6.3. Kontraindikasi dan Efek Samping ... 39

2.7. Faktor-faktor yang Memengaruhi Ketepatan Pemberian Imunisasi Hepatitis B... 40

2.8. LandasanTeori ... 41

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 47

3.5.1. Variabel Penelitian ... 51

4.2.1. Karakteristik Responden ... 59

4.2.2. Pengetahuan Responden ... 61

4.2.3. Sikap Responden ... 62

(14)

4.2.5. Dukungan Penilaian tentang Imunisasi HB-0 ... 66

4.2.6. Dukungan Instrumental tentang Imunisasi HB-0 ... 67

4.2.7. Dukungan Emosional tentang Imunisasi HB-0 ... 69

4.3. Analisis Bivariat ... 70

4.3.1. Hubungan Umur dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 70

4.3.2. Hubungan Pendidikan dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 72

4.3.3. Hubungan Pekerjaan dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 73

4.3.4. Hubungan Jumlah Anak dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 74

4.3.5. Hubungan Pengetahuan Responden dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 75

4.3.6. Hubungan Sikap Responden dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 76

4.3.7. Hubungan Dukungan Informasional dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 77

4.3.8. Hubungan Dukungan Penilaian dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 78

(15)

4.3.10. Hubungan Dukungan Emosional dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang

Lawas Utara ... 80

4.4. Analisis Multivariat ... 81

BAB 5. PEMBAHASAN ... 84

5.1. Pengaruh Umur dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 84

5.2. Pengaruh Pendidikan dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 85

5.3. Pengaruh Pekerjaan dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 87

5.4. Pengaruh Jumlah Anak dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 88

5.5. Pengaruh Pengetahuan dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 89

5.6. Pengaruh Sikap dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 91

5.7. Pengaruh Dukungan Infomasional, Dukungan Penilaian dan Dukungan Instrumental dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 92

5.8. Pengaruh Dukungan Emosional dengan Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 95

5.9. Faktor yang Paling Berpengaruh terhadap Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 95

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 97

6.1. Kesimpulan ... 97

6.2. Saran ... 98

(16)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1. Jadwal Imunisasi Hepatitis B ... 39

3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Pengetahuan ... 48 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Sikap ... 49

3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Berdasarkan Dukungan Keluarga ... 49

4.1. Cakupan Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II 58 4.2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden ... 59

4.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden terhadap Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 61 4.4. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden terhadap Pemberian

Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 62 4.5. Distribusi Frekuensi sikap Responden terhadap Pemberian Imunisasi

HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 63 4.6. Distribusi Kategori Sikap Responden terhadap Pemberian Imunisasi

HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 64

4.7. Distribusi Frekuensi Dukungan Informasional terhadap Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 65

(17)

4.9. Distribusi Frekuensi Dukungan Penilaian terhadap Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 66

4.10. Distribusi Kategori Dukungan Penilaian terhadap Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak kabupaten Padang Lawas Utara ... 67

4.11. Distribusi Frekuensi Dukungan Instrumental terhadap Pemberian Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 68 4.12. Distribusi Kategori Dukungan Instrumental terhadap Pemberian

Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak kabupaten Padang Lawas Utara ... 69 4.13. Distribusi Frekuensi Dukungan Emosional terhadap Pemberian

Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 69 4.14. Distribusi Kategori Dukungan Emosional terhadap Pemberian

Imunisasi HB-0 di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 70

4.15. Distribusi Tabulasi Silang Pemberian Imunisasi HB-O Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 71

4.16. Distribusi Tabulasi Silang Pemberian Imunisasi HB-O Berdasarkan Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 72 4.17. Distribusi Tabulasi Silang Pemberian Imunisasi HB-O Berdasarkan

Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 73 4.18. Distribusi Tabulasi Silang Pemberian Imunisasi HB-O Berdasarkan

Jumlah Anak di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 74 4.19. Distribusi Tabulasi Silang Pemberian Imunisasi HB-O Berdasarkan

(18)

4.20. Distribusi Tabulasi Silang Pemberian Imunisasi HB-O Berdasarkan Sikap Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 76

4.21. Distribusi Tabulasi Silang Pemberian Imunisasi HB-O Berdasarkan Dukungan Informasional di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 77

4.22. Distribusi Tabulasi Silang Pemberian Imunisasi HB-O Berdasarkan Dukungan Penilaian di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 78 4.23. Distribusi Tabulasi Silang Pemberian Imunisasi HB-O Berdasarkan

Dukungan Instrumental di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 79 4.24. Distribusi Tabulasi Silang Pemberian Imunisasi HB-O Berdasarkan

Dukungan Emosional di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 80 4.25. Pengaruh Karakteristik dan Dukungan Keluarga Pada Ibu yang

Memiliki Bayi Berumur 0 Sampai 3 Bulan terhadap Pemberian Imunisasi HB-O di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Pane II Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara ... 81 4.26. Probabilitias Ibu yang Memiliki Bayi untuk Memberikan Imunisasi

(19)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Hubungan Status Kesehatan dan Perilaku ... 41

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden ... 102

2. Kuesioner Penelitian ... 103

3. Master Data ... 111

(21)

ABSTRAK

Penyakit Hepatitis B adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus hepatitis B yang menyebabkan peradangan hati akut yang dapat berkembang menjadi kanker hati. Indonesia merupakan Negara dengan penderita Hepatitis B terbanyak ketiga didunia dengan jumlah penderita 13 juta orang.

Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik dan dukungan keluarga pada ibu yang memiliki bayi berumur 0 sampai 3 bulan terhadap pemberian imunisasi HB-0 di wilayah kerja puskesmas Batang Pane II kecamatan Padang Bolak kabupaten Padang Lawas Utara tahun 2014. Populasi dan sampel adalah seluruh ibu yang memiliki bayi yang berumur 0 sampai 3 bulan yang berada di wilayah kerja puskesmas Batang Pane II kecamatan Padang Bolak kabupaten Padang Lawas Utara berjumlah 59 orang. Alat pengumpulan data adalah kuesioner, dianalisis melalui tahapan univariat, bivariat menggunakan uji chi square , fisher exact test dan multivariat menggunakan uji statistik regresi logistik bergandadengan tingkat kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan pemberian imunisasi HB-0 yaitu umur, jumlah anak, pengetahuan, dukungan informasional, dukungan penilaian dan dukungan instrumental. Hasil analisis multivariat dengan regresi logistik menunjukkan variabel yang berpengaruh yaitu pekerjaan (p=0,042), pengetahuan (p=0,003) dan dukungan penilaian (p=0,048). Variabel yang paling dominan terhadap pemberian imunisasi HB-0 adalah pengetahuan.

Disarankan pada Puskesmas Batang Pane II agar meningkatkan upaya promosi kesehatan yakni peningkatan kualitas penyuluhan kesehatan tentang penyakit hepatitis B.

(22)

ABSTRACT

Hepatitis B is an infectious disease caused by the hepatitis B virus that results in acute inflammation of the liver that can developintoliver cancer. Indonesia is a country with 13 million Hepatitis B sufferers or ranks third in the world.

The purpose of this analytical study with cross-sectional design was to analyze the influence of characteristic and family support in the mother with the baby of 0-3 month old on the administration of HB-0 immunization in the working area of Puskesmas (Community Health Center) Batang Pane II, Padang Bolak Subdistrict, Padang Lawas Utara District in 2014. The population and the samples of this study were all of the 59 mothers with the baby of 0-3 month old living in the working area of Puskesmas (Community Health Center) Batang Pane II, Padang Bolak Subdistrict, Padang Lawas Utara District. The data for this study were obtained through questionnaire distribution, analyzed through the stages of univariate, bivariate used chi-square test, exact fisher’s test and multivariate used multiple logistic regression at level of confidence 95%.

The result of this study showed that the variables related to the administration of HB-0 immunization were age, number of children, knowledge, informational support, appraisal support, and instrumental support. The result of multivariate analysis by using logistic regression test showed that the influencing variables were occupation (p = 0.042), knowledge (p = 0.003), and appraisal support (p = 0.048). The most dominant variable on the administration of HB-0 immunization was knowledge.

The management of Puskesmas Batang Pane II is suggested to increase the health promotion effort by improving the quality of health extension on Hepatitis-B.

(23)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hepatitis B adalah salah satu penyakit menular berbahaya yang dapat menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan termasuk masalah kesehatan

masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit Hepatitis B juga merupakan penyakit infeksi virus yang dapat menyerang hati dan selanjutnya akan berkembang menjadi pengerasan hati maupun kanker hati hingga menyebabkan kematian.

Penyakit Hepatitis B ini disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB) yang menyerang hati dan menyebabkan peradangan hati akut atau menahun (penyakit hati

kronis). Keadaan ini sangat berbahaya karena penderita merasa tidak sakit tetapi terus-menerus menularkan virus hepatitis B kepada orang lain sehingga dapat terjadi wabah Hepatitis B dan juga mengalami komplikasi penyakit yaitu pengerasan hati

yang disebut liver cirrhosis dan juga dapat berkembang menjadi kanker hati yang disebut dengan carcinoma hepatocelluler (Gunawan, 2009).

Virus Hepatitis B (VHB) merupakan penyakit infeksi utama dunia yang masih

menjadi masalah kesehatan masyarakat, meskipun saat ini sudah tersedia vaksin yang

efektif dalam bentuk pengobatan antivirus. Secara global dari dua milyar orang yang

sudah terinfeksi, lebih dari 350 juta jiwa telah terinfeksi VHB kronis yang

menyebabkan 1-2 juta jiwa kematian setiap tahun karena kanker hati. Infeksi VHB

(24)

20%. Sekitar 40% dari populasi yang tinggal di daerah endemik, seperti Afrika dan

Asia Pasifik (tidak termasuk Jepang, Australia dan New Zealand). (Nguyen & Dare

2008).

Berdasarkan tingginya prevalensi infeksi VHB, World Health Organization

(WHO) membagi menjadi 3 macam daerah endemis yaitu: tinggi (10-15%), sedang

(8%) dan rendah (5%). Sedangkan prevalensi VHB di negara-negara berkembang

Indonesia (10%), Malaysia (5,3%), Brunai (6,1%), Thailand (8%-10%), Filipina

(3,4%-7%) (WHO, 2010).

Berdasarkan data WHO (2008) penyakit Hepatitis B menjadi pembunuh

nomor 10 di dunia dan endemis di China dan bagian lain di Asia termasuk Indonesia.

Dua milyar penduduk dunia pernah terinfeksi oleh virus Hepatitis B, 400 juta jiwa

pengidap Hepatitis kronik dan 250.000 orang setiap tahun meninggal akibat sirosis

hati dan kanker hati, 170 juta penduduk dunia pengidap virus Hepatitis C (HVC) dan

350.000 orang meninggal akibat komplikasi dan Hepatitis C.

Indonesia menjadi negara dengan penderita Hepatitis B ketiga terbanyak di

dunia setelah China dan India dengan jumlah penderita 13 juta orang, sementara di

Jakarta diperkirakan satu dari 20 penduduk menderita penyakit Hepatitis B. Sebagian

besar penduduk kawasan ini terinfeksi Virus Hepatitis B (VHB) sejak usia dini.

Sejumlah Negara di Asia, 8-10% populasi orang menderita Hepatitis B kronik

(Sulaiman, 2010).

WeningS, dkk (2008), menyatakan bahwa hepatitis B menjadi masalah Global

(25)

sekitar 1 juta orang meninggal setiap tahun karena penyakit tersebut. Sekitar 350 juta

penduduk dunia terinfeksi Hepatitis B dan diperkirakan 1 juta orang meninggal setiap

tahunnya akibat komplikasi Hepatitis B. Kasus Hepatitis B cukup banyak di

Indonesia. Sekitar 11 juta penduduk Indonesia mengidap penyakit Hepatitis B. Di

Jakarta ada sebuah asumsi bahwa 1 dari 20 orang mengidap Hepatitis B.

Mengingat jumlah kasus dan akibat hepatitis B, maka diperlukan pencegahan sedini mungkin. Pencegahan yang dilakukan meliputi pencegahan penularan penyakit

hepatitis B melalui health promotion dan pencegahan penyakit melalui pemberian vaksinasi. Menurut WHO, pemberian vaksin Hepatitis B tidak akan menyembuhkan

pembawa kuman (carier) yang kronis, tetapi diyakini 95 % efektif mencegah berkembangnya penyakit menjadi carier (Fazidah, 2007).

Infeksi Hepatitis B masih tinggi kejadiannya 4%-30% pada orang normal,

sedangkan pada penyakit hati menahun angka kejadiannya 20%-40%. Pada ibu hamil

prevalensinya sebesar 4% dan penularan ibu hamil yang mengidap Hepatitis ke

bayinya sebesar 45,9% (Harahap, 2009). Sedangkan di Kota Medan sendiri didapat

6,05% dari 314 pasien (survei nasional untuk prevalensi Hepatitis B dan C pada

pasien hemodialisis) (Lukman, 2008).

Kelompok pengidap Hepatitis kronik yang ada di masyarakat, sekitar 90%

diantaranya mengalami infeksi saat masih bayi. Infeksi dari ibu yang mengidap virus

Hepatitis B bisa terjadi sejak masa kehamilan hingga bayi mencapai usia balita.

Infeksi juga bisa terjadi saat ibu menyusui karena terjadi kontak luka pada puting ibu

(26)

Pada ibu hamil di Indonesia tidak dilakukan uji saring Hepatitis B berdasarkan

pemikiran bahwa pemberian imunisasi Hepatitis B yang pertama dilakukan pada usia

0-7 hari. Kebijakan tersebut didukung oleh beberapa studi yang menunjukkan bahwa

bayi yang lahir dari ibu HbsAg positif dan tidak diberikan imunisasi Hepatitis B, 90%

akan menjadi pengidap Hepatitis B kronis. Apabila bayi segera diberikan imunisasi Hepatitis B dosis pertama 0-7 hari maka Hepatitis B kronis tinggal 23%, apabila diberikan pada bulan pertama kehidupan maka yang menjadi pengidap Hepatitis

kronis sebesar 40% (Sampana, 2000).

Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Hepatitis B yang

merusak hati dengan masa inkubasi 14-160 hari. Penyebaran penyakit melalui darah dan produknya, suntikan yang tidak aman, transfusi darah, proses persalinan, melalui hubungan seksual. Dengan melihat masa inkubasi diatas maka pemberian imunisasi

aktif diberikan pada waktu kurang dari 7 hari. Infeksi pada anak seringkali subklinis dan biasanya tidak menimbulkan gejala. Risiko infeksi lebih besar terjadi awal

kehidupan dibandingkan dengan infeksi pada usia dewasa. Infeksi pada masa bayi mempunyai resiko untuk menjadi carrier cronis sebesar 95% dan menimbulkan kanker hati (chirrosis hepatitis) dan menimbulkan kematian (Ruff, 2008).

Sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan infeksi Hepatitis B, maka pencegahan merupakan cara yang terbaik yaitu melalui

(27)

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, menunjukkan prevalensi nasional Hepatitis B klinis sebesar 0,6% (rentang 0,2%-0,9%), tercatat 13 provinsi di

Indonesia memiliki prevalensi di atas nasional dan tertinggi di Provinsi Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Timur. Penyakit Hepatitis kronik menduduki urutan

kedua berdasarkan penyebab kematian pada golongan semua umur dan kelompok penyakit menular, angka ini meningkat menjadi 10-15% pada data Riskesdas (2010).

Hasil uji coba di pulau Lombok (Nusa Tenggara Barat) tahun 2005 dengan

memberikan vaksinasi Hepatitis B kontak pertama pada bayi umur 0-7 hari terbukti dapat menurunkan prevalensi Hepatitis B dari 6,25% menjadi 1,4% (Hadi, 2005).

Selain itu lebih 3,9% dan populasi ibu hamil di Indonesia mengidap Hepatitis B dengan risiko menularkan kepada bayinya sebesar 45%, Dan data pasien hemodialisis regular di 12 kota besar di Indonesia dari 2.458 pasien didapati prevalensi infeksi

HBV sebanyak 4,5% (IDAI, 2005).

Hasil pertemuan World Health Assembly (WHA) ke-63 di Geneva pada tanggal 20 Mei 2010, dimana Indonesia menjadi Alternate Head of Delegation, telah berhasil menjadi sponsor utama bersama Brazil dan Colombia dalam memberikan resolusi mengenai virus hepatitis. Ada dua hal penting yaitu pertama, Hepatitis

merupakan agenda prioritas WHO dan kedua ditetapkannya tanggal 28 Juli sebagai

(28)

Tujuan pencapaian MDG'S (Millenium Development Goals) pada tahun 2015 adalah menurunkan angka kematian ibu dan bayi dengan misi menurunkan angka

kesakitan dan kematian maternal dan neonatal melalui pemantapan sistem kesehatan.Salah satu perilaku sehat yang harus diciptakan untuk menuju Indonesia

sehat 2015 adalah perilaku pencegahan dan penanggulangan penyakit menular dengan pemberian imunisasi (Depkes RI, 2011).

Imunisasi merupakan salah satu upaya pencegahan yang paling efektif untuk

mencegah penularan penyakit Hepatitis B yang dianjurkan WHO (World Health Organization).Melalui program The Expanded Program On Immunitation (EPI),

WHO merekomendasikan pemberian vaksinasi terhadap 7 jenis antigen penyakit sebagai imunisasi rutin di negara berkembang, yaitu : BCG, DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B.

Pada tahun 1992 WHO merekomendasikan pemberian imunisasi Hepatitis B (HB-0) bagi bayi di negara dengan tingkat endemis tinggi > 8%. Selanjutnya pada

tahun 1997 WHO merekomendasikan agar imunisasi Hepatitis B diintegrasikan kedalam program imunisasi rutin (Depkes RI, 2005).

Dalam Multi Years Plan tahun 2006-2011 tentang program imunisasi di Indonesia telah digariskan bahwa kegiatan program imunisasi perlu diarahkan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi serta kualitas pelaksanaan. Seperti telah

(29)

Vaksin Hepatitis B rekombinan adalah vaksin virus rekombinasi yang telah diinaktasi dan bersifat Non Infectious, berasal dari HbsAg dihasilkan dalam sel ragi

(Hansenula Polymorpha) menggunkan tehnologi DNA rekombinan yang digunakan untuk imunisasi aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis B.

Kehadiran vaksin dalam tubuh akan mendorong reaksi perlawanan terhadap virus. Kegiatan imunisasi makin maju dengan adanya (ADS-PID/ Auto Disable Syringe-Prefill Injection Device), dengan penyuntikan yang aman (Safe Injection) dan menghemat vaksin karena Uniject merupakan kemasan tunggal (Biofarma, 2007).

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010, cakupan imunisasi

Hepatitis B-0 di Indonesia sebesar 59,19% (Depkes RI, 2011). Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 kabupaten/kota, jumlah kasus Hepatitis B ditemukan dua kabupaten dengan jumlah 48 kasus dengan rincian

Kabupaten Simalungun 46 kasus dan Samosir 2 kasus, tahun 2011 ditemukan 7 kasus, dengan rincian Kabupaten Asahan 6 kasus dan Kotamadya Binjai 1 kasus,

tahun 2012 ditemukan 26 kasus di tiga kabupaten/kota yaitu Langkat sebanyak 18 kasus, Tanjung Balai 7 kasus dan Pakpak Barat sebanyak 1 kasus (Dinkes Sumut, 2013).

Hasil penelitian Gunawan (2009) di Kabupaten Langkat hasil cakupan imunisasi Hepatitis B-0 pada umur bayi 0-7 hari di bawah target yang ditetapkan

(30)

Pemberian imunisasi Hepatitis B kepada bayi sedini mungkin (usia 0-7 hari) menjadi prioritas program imunisasi Hepatitis B, karena hal ini akan memberikan perlindungan segera bagi bayi tersebut dari infeksi virus Hepatitis B dan dapat mencegah infeksi yang sudah terjadi (melalui penularan perinatal) berkembang menjadi kronis. Berdasarkan penelitian Simbolon (2010), menyebutkan bahwa kepercayaan terhadap penolong persalinan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B, sedangkan variabel pekerjaan, pendapatan,

jumlah anak dan kepercayaan tidak berpengaruh terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B.

Menurut data Susenas tahun 2004, presentase penolong persalinan pertama oleh tenaga kesehatan adalah 64,4%. Penolong terakhir oleh tenaga kesehatan 71,3%. Tahun 2006 cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih sekitar 76%, artinya masih banyak pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun bayi dengan cara tradisional yang dapat membahayakan keselamatan ibu dan bayinya (Silardika, 2008).

(31)

Penggunaan imunisasi Hepatitis B (0-7 hari) pada bayi harus sepengetahuan suami. Dimana suami harus sadar bahwa pemberian iminisasi Hepatitis B (0-7 hari)

dapat membantu terhindar dari penyakit Hepatitis B maka dianjurkan untuk bayi baru lahir agar segera mendapatkan imunisasi Hepatitis B-0 sedini mungkin supaya tidak

tertular dengan penderita Hepatitis, Berdasarkan atas batasan demikian maka dukungan keluarga dalam hal ini suami sangat menentukan pengambilan keputusan dalam pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir 0-7 hari (Gunawan

2009).

Sesuai dengan indikator Nasional SPM (Standar Pelayanan Minimal) desa

UCI ((Universal Child Imunization) 80%, untuk target imunisasi secara nasional yaitu di atas 90%. Cakupan imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir (0-7 hari) sebesar 80% pada tahun 2012 (Dinkes Provinsi Sumut, 2013).

Pencapaian desa dengan UCI di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012 mencapai 74,19, angka ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2011 yaitu

65,87% kabupaten/kota yang desanya telah mencapai UCI 80% yaitu kota Medan, Kota Tebing Tinggi, Tapanuli Selatan, Toba Samosir, Labuhan Batu, Asahan, Simalungun, Deli Serdang, Langkat, Humbang Hasundutan, Pakpak Barat, Serdang

Bedagai, Batu Bara, Labuhan Batu Selatan dan Nias utara. Pencapaian UCI kurang 80% sebanyak 14 kabupaten/kota yakni Gunung Sitoli, Binjai, Pematang Siantar,

(32)

Tapanuli Tengah, Tanjung Balai. Kondisi demikian tentu dapat berpeluang menjadi daerah terjadinya KLB PD3I (Dinkes Provinsi Sumut, 2013).

Berdasarkan data yang diperoleh di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara hingga Desember 2012, pencapaian imunisasi Hepatitis B masih rendah. Dan 33

kabupaten/kota, hanya empat kabupaten/kota pencapaian imunisasi Hepatitis B di

atas 80% yaitu kota Medan, Tebing Tingg, Deli Serdang dan Toba Samosir.

Sedangkan sisanya masih di bawah 80%.

Pengetahuan keluarga tentang imunisasi akan membentuk sikap positif

terhadap kegiatan imunisasi. Hal ini juga merupakan faktor dominan dalam

keberhasilan imunisasi, dengan pengetahuan yang baik dan memiliki kesadaran untuk

memberikan imunisasi bayi akan meningkat. Pengetahuan tersebut akan

menimbulkan kepercayaan ibu tentang kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi

bayinya (Muhammad, 2010).

Menurut Azwar (2007) salah satu faktor yang menentukan timbulnya kasus

Hepatitis B adalah ciri/karakteristik manusia seperti pengetahuan, pendidikan,

pekerjaan, status perkawinan, status sosial ekonomi, ras/etnik, agama dan sosial

budaya. Begitu juga halnya dalam masalah status imunisasi Hepatitis B juga

dipengaruhi oleh karakteristik ibu dan lingkungan sosial budaya.

Kabupaten Padang Lawas Utara terdiri dari 9 (Sembilan) Kecamatan dengan

(33)

Batang Pane II terdiri dari 11 (sebelas) desa. Puskesmas Batang Pane II memiliki bayi sejumlah 291 orang dengan proses persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan sebesar

87,5% dan 12,5% ditolong oleh dukun beranak. Puskesmas Batang Pane II merupakan puskesmas yang memiliki cakupan imunisasi HB-0 yang rendah yaitu

55% (Dinas Kesehatan Padang Lawas Utara, 2013).

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti melalui hasil wawancara peneliti dengan 10 ibu bayi di Desa Batang Pane III dan Desa Siancimun

didapat ada 2 orang (20%) ibu mengatakan tidak perlu diberikan imunisasi karena anak tetap sehat dan 6 orang (60%) tidak bersedia bayinya di suntik segera karena

tidak tega, kasihan, takut bayinya akan demam bila diimunisasi, Dan masih banyaknya larangan dari keluarga terutama larangan dari suami karena anaknya masih terlalu kecil untuk disuntik dan juga di dukung oleh karena kepercayaan

mereka yang masih sangat kuat untuk melarang ibu-ibu yang baru melahirkan untuk membawa bayinya keluar dari rumah selama kurang lebih 40 hari , dan 2 orang lagi

tidak tahu.,dan dari tingkat pendidikannya tingkat rendah 6 orang tamat SD, dan 4 lagi tamatan SMP.

Beberapa bidan desa dan petugas imunisasi juga mengatakan cakupan

imunisasi HB-0 Tahun 2013 di wilayah kerja Puskesmas Batang Pane II rendah karena rendahnya pengetahuan, kepercayaan serta larangan dari keluarga ibu bayi

(34)

Wilayah kerja Puskesmas Batang Pane II pada Tahun 2012, memiliki jumlah penduduk 13.936 jiwa dengan mata pencaharian kepala keluarga mayoritas buruh

harian perkebunan dan wiraswasta, sedangkan rata-rata ibu tidak bekerja. Hampir seluruh masyarakat di Wilayah kerja Puskesmas Batang Pane II adalah Suku Batak

mandailing. Wilayah kerja Puskesmas Batang Pane II mempunyai 15 posyandu yang terdiri dari 3 posyandu madya dengan kegiatan posyandu didukung oleh peran serta kader posyandu sebanyak 5 orang dan 12 posyandu purnama dengan kegiatan

posyandu di dukung oleh peran serta kader posyandu aktif sebanyak 2 orang.

Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010), perilaku seseorang

dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behavior causes). Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari

orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan

memperkuat terbentuknya perilaku, misalnya seorang ibu yang tidak mau mengimunisasikan anaknya di posyandu dapat disebabkan karena ibu tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat imunisasi bagi anaknya.

Mengacu pada latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang Pengaruh karakteristik dan dukungan keluarga pada ibu yang memiliki bayi berumur

(35)

1.2. Permasalahan

Bagaimana Pengaruh karakteristik dan dukungan keluarga pada ibu yang

memiliki bayi berumur 0 sampai 3 bulan terhadap pemberian imunisasi HB-0 di wilayah kerja Puskesmas Batang Pane II kecamatan Padang Bolak kabupaten Padang

Lawas Utara tahun 2014.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis Pengaruh karakteristik dan dukungan keluarga pada ibu yang memiliki bayi berumur 0 sampai 3 bulan terhadap pemberian imunisasi HB-0 di

wilayah kerja Puskesmas Batang Pane II kecamatan Padang Bolak kabupaten Padang Lawas Utara tahun 2014.

1.4. Hipotesis

Ada Pengaruh karakteristik dan dukungan keluarga pada ibu yang memiliki bayi berumur 0 sampai 3 bulan terhadap pemberian imunisasi HB-0 di wilayah kerja

Puskesmas Batang Pane II kecamatan Padang Bolak kabupaten Padang Lawas Utara tahun 2014.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Sebagai bahan masukan bagi Kepala Dinas Kabupaten Padang Lawas Utara

untuk meningkatkan cakupan imunisasi HB 0-7 hari di Padang Lawas Utara 1.5.2. Sebagai masukan bagi petugas Puskesmas Batang pane II kecamatan Padang

(36)

perilaku mengenai imunisasi HB 0 melalui penyuluhan.

1.5.3. Dapat digunakan sebagai masukan dalam menyusun perencanaan pelayanan

kesehatan pencegahan dan penanggulangan penyakit menular terutama upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat Hepatitis B .

(37)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Ibu

Banyak faktor yang memengaruhi seseorang untuk melaksanakan pemberian imunisasi HB-0. Menurut Chen RT dalam Hadi (2005) faktor-faktor yang

memengaruhi ketepatan pemberian imunisasi HB-0 adalah : faktor perilaku, faktor non perilaku dan faktor lingkungan. Faktor perilaku mencakup perilaku ibu dan perilaku tenaga kesehatan, faktor non perilaku misalnya sulitnya mencapai sasaran

pelayanan kesehatan, mahalnya biaya transportasi dan mahalnya biaya jasa pelayanan kesehatan, termasuk faktor lingkungan dan manajemen program yang meliputi

komitmen global program imunisasi, kebijakan pemerintah pusat dan daerah, pengaruh sarana dan prasarana termasuk tersedianya vaksin dengan cukup sesuai kebutuhan dan tenaga kesehatan yang tersedia, terjangkau oleh masyarakat dapat

memberikan kontribusi terhadap ketepatan pemberian imunisasi HB-0.

Di samping itu perilaku yang berhubungan dengan tempat melahirkan,

pemeriksaan kehamilan, penolong persalinan. Faktor lain yang dapat berpengaruh adalah merupakan faktor penghambat seperti maturisasi program imunisasi, kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI), bayi berat lahir rendah (BBLR), bayi sakit, bayi

(38)

Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku juga dapat dikatakan sebagai totalitas penghayatan

dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara beberapa faktor. Sebagian besar perilaku manusia adalah operant response yang berarti respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus tertentu yang disebut

reinforcing stimulation atau reinforce yang akan memperkuat respon. Oleh karena itu untuk membentuk perilaku seperti perilaku pemberian imunisasi HB-0 perlu adanya

kondisi tertentu yang dapat.

Di antara berbagai teori dan model perilaku kesehatan, yang saat ini menonjol

di bidang promosi dan komunikasi kesehatan, salah satunya adalah Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model). Menurut model kepercayaan kesehatan (Becker, 1974, 1979), perilaku ditentukan apakah seseorang : (1) percaya

bahwa mereka rentan terhadap masalah kesehatan tertentu; (2) menganggap masalah ini serius; (3) menyakini efektivitas tujuan pengobatan dan pencegahan; (4) tidak

mahal; dan (5) menerima anjuran untuk mengambil tindakan kesehatan.

Health Belief Model merupakan teori yang digunakan untuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang memengaruhi preventive health belief

(perilaku kesehatan pencegahan) seperti pemeriksaan berkala dan imunisasi (Rosentock & Kirsht, 1979 cit Gochman, 1988). Komponen kunci dan teori ini adalah (1) perceived susceptibility (persepsi akan kerentanan), (2) perceived severity

(39)

cues to action (isyarat untuk bertindak), (6) faktor lainnya seperti sosial, dukungan suami/keluarga, kepercayaan.

Dalam membahas faktor-faktor yang memengaruhi perilaku dilakukan pendekatan beberapa teori perilaku sehat, perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama,

yakni :

2.1.1. Faktor-faktor Predisposisi (Predisposing Factors)

Yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya

perilaku seseorang. Faktor-faktor ini mencakup : pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi, adat istiadat dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal

yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan dan juga variasi demografi seperti tingkat sosial ekonomi, umur, jenis kelamin dan susunan keluarga. Faktor ini lebih bersifat dan dalam din individu

tersebut. Dalam faktor predisposisi yang diteliti adalah sebagai berikut:

2.1.1.1. Umur

Menurut Notoatmodjo (2010), umur ibu merupakan salah satu faktor yang memengaruhi perilaku seseorang termasuk dalam hal pemberian imunisasi HB-0 pada umur bayi 0-7 hari. Untuk ibu yang usia muda cenderung untuk tingkat

pendidikannya rendah sehingga belum memehami akan manfaat imunisasi, sedangkan ibu yang lebih tua cenderung lebih banyak pengalaman dan informasi

yang didapat mengenai manfaat imunisasi bagi bayinya.

(40)

masih rendah, kemudian meningkat pada umur ibu 25-29 tahun. Semakin bertambah umur ibu (peningkatan 1 tahun), bayi cenderung 0,97 kali lebih rendah memperoleh

imunisasi Hepatitis B-0 pada umur 0-7 hari dibandingkan ibu yang lebih muda.

2.1.1.2. Pendidikan

Menurut pendapat Pillai dan Conaway (1992) ibu yang berpendidikan memiliki pengaruh lebih besar dalam program pelayanan kesehatan termasuk dalam memberikan imunisasi kepada anaknya sebab mempunyai pengertian lebih baik

tentang pencegahan penyakit dan kesadaran lebih tinggi terhadap masalah-masalah kesehatan.

Helmi (2008) dalam penelitiannya menyebutkan ada hubungan antara faktor internal (pengetahuan, tingkat pendidikan) dan faktor eksternal (peran petugas kesehatan) dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi Hepatitis B, sedangkan

faktor internal (kepercayaan) dan faktor eksternal (pendapatan) secara statistik tidak terdapat ada pengaruhnya terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B-0.

Dombkowski (2004) menyebutkan ketepatan usia pemberian imunisasi dipengaruhi oleh pengasuhan oleh orang tua tunggal, jumlah anggota keluarga, pendidikan orang tua, tidak adanya asuransi kesehatan dan kepemilikan telepon.

Besarnya anggota keluarga diukur dengan jumlah anak dalam keluarga. Makin banyak jumlah anak makin besar kemungkinan ketidak tepatan pemberian imunisasi

(41)

Ismail (1999) menemukan adanya hubungan antara status imunisasi dasar lengkap dengan pengetahuan ibu tentang imunisasi, pendidikan orang tua, pendapatan

orang tua dan jumlah anak. Diantara beberapa faktor tersebut pengetahuan ibu tentang imunisasi merupakan suatu faktor yang sangat erat.

2.1.1.3. Pekerjaan

Status dan pekerjaan ibu memberi pengaruh terhadap status imunisasi. Ibu yang bekerja di luar rumah lebih sering memberikan imunisasi pada anaknya

dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Hadi (2005) menyatakan bahwa sebesar 8,44 kali lebih besar pada ibu yang bekerja dibandingkan ibu yang tidak bekerja

dalam memberikan imunisasi kepada bayinya.

2.1.1.4. Pengetahuan

Gust (2004) menyebutkan bahwa pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua

bayi berhubungan dengan status imunisasi bayi. Tiga pertanyaan meliputi ketidakinginan orang tua untuk mengimunisasikan bayi jika mempunyai lagi (sikap),

ketidakyakinan orang tua tentang keamanan imunisasi (pengetahuan) dan pernah menolak bayinya untuk diimunisasi (perilaku) berhubungan dengan status imunisasi bayi. Selain faktor sosio ekonomi keluarga, pelayanan kesehatan dan jumlah balita

dalam keluarga juga ikut memberikan kontribusi terhadap status imunisasi bayi. Jumlah anak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi

(42)

tahun dan hidup di bawah garis kemiskinan (Lukman, 2008).

Penelitian Kasniyah (2001) di Kecamatan Bayan Jawa Tengah menyebutkan

bahwa penerimaan ibu terhadap imunisasi luar pengetahuan ataupun pemahaman masyarakat tentang imunisasi. Faktor tersebut berupa anjuran dan pemimpin formal

maupun non formal di masyarakat serta anjuran dari petugas kesehatan.

2.1.1.5. Sikap (attitude)

1. Defenisi Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap merupakan kesediaan untuk bertindak dan

bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo,

2007).

Newcomb dalam Notoatmodjo (2007), menyatakan bahwa sikap itu

merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

1. Komponen Pokok Sikap

Allport yang dikutip dari Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sikap

mempunyai tiga komponen pokok, yaitu :

(43)

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Sebagai contoh misalnya, seorang ibu telah

mendengar tentang penyakit hepatitis B (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena hepatitis B. Dalam berpikir ini komponen emosi dan

keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat mengimunisasikan anaknya untuk mencegah supaya anaknya tidak terkena hepatitis B. Ibu ini mempunyai sikap

tertentu terhadap objek yang berupa penyakit hepatitis 2. Tingkatan Sikap

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespons (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah

(44)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2003).

5. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap

1. Faktor Internal (individu itu sendiri), yaitu cara individu dalam menanggapi

dunia luarnya dengan selektif sehingga tidak semua yang datang akan diterima atau ditolak.

2. Faktor Eksternal, yaitu keadaan-keadaan yang ada di luar individu yang

merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap (Notoatmodjo, 2003).

2.1.2. Faktor-faktor Pemungkin (Enabling Factors)

Yaitu faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana, sumber informasi

atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut

juga faktor-faktor pendukung. Misalnya : Puskesmas, Posyandu, Polindes, Rumah Sakit.

2.1.3. Faktor-faktor Penguat (Reinforcing Factors)

Adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang meskipun orang mengetahui untuk berperilaku sehat, tetapi tidak

(45)

peraturan-peraturan baik dari pusat maupun dari pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Faktor penguat adalah:

2.1.3.1. Dukungan Keluarga

Menurut Sarwono dalam Yusuf (2007), dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan. Sistem dukungan untuk mempromosikan perubahan prilaku ada 3, yaitu: (1) dukungan materil adalah menyediakan fasilitas latihan, (2) dukungan informasi adalah untuk memberikan contoh nyata keberhasilan seseorang dalam melaksanakan diet dan latihan, dan (3) dukungan emosional atau semangat adalah memberi pujian atas keberhasilan proses latihan.

Menurut Friedman (1998), dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan

Menurut Rodin & Salovey yang dikutip oleh Niven (2002) mengemukakan bahwa perkawinan dan keluarga merupakan sumber dukungan sosial yang paling penting. dukungan sosial sebagai info verbal/non verbal, bantuan nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam memberikan keuntungan emosional atau pengaruh pada tingkah laku bagi pihak penerima.

(46)

dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, pendapatan, waktu tempuh, dukungan keluarga dan pelayanan petugas imunisasi.

Friedman dalam Sudiharto (2007), menyatakan bahwa fungsi dasar keluarga antara lain adalah fungsi efektif, yaitu fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh memberikan kasih saying serta menerima dan mendukung. Menurut Friedman (2003) dukungan keluarga adalah bagian integral dari dukungan social. Dampak positif dari dukungan keluarga adalah meningkatkan penyesuaian diri seseorang terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan.

2.2. Bentuk Dukungan Keluarga i. Dukungan Instrumental

Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat memberikan pertolongan langsung, seperti pinjaman uang, pemberian barang, makanan dan pelayanana. Bentuk dukungan ini dapat mengurangi stress karea individu langsung memecahkan masalah yang berhubungan dengan materi. Dukungan instrumental sangat dierlukan terutama dalam mengatasi masalah yang di anggap dapat diatasi.

ii. Dukungan Informasional

Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi, saran dan umpan balik tentang situasi dan keadaan individu untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan lebih mudah.

iii. Dukungan Emosional

(47)

masalah dengan baik. Dukungan ini sangat penting dalam menghadapai keadaan yang dianggap tidak dapat diatasi.

iv. Dukungan Penilaian

Bentuk dukungan ini berupa penghargaan tinggi pada individu, pemberian semangat, persetujuan dengan pendapat individu, perbandingan yang positif dengan

individu lain. Bentuk dukungan ini membantu individu dalam membangun harga diri dan kompetensi.

Dengan demikian seseorang yang menghadapi persoalan merasa tidak

menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mau mendengar segala keluhannya, bersimpati dan empati terhadap persoalan yang

dihadapinya, bahkan mau membantu memecahkan masalah yang dihadapinya.

Efek dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan berfungsi bersamaan. Secara spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti

berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi. Disamping itu, pengaruh positif dari dukungan

sosial keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan stress (Setiadi, 2008).

2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Dukungan Keluarga

(48)

a. Faktor dari Penerima Dukungan (Recipient)

Seseorang tidak akan menerima dukungan social dari orang lain jika ia tidak suka bersosial, tidak suka menolong orang lain, dan tidak ingin orang lain tahu bahwa ia membutuhkan bantuan. Beberapa orang terkadang tidak cukup asertif untuk memahami bahwa ia sebenarnya membutuhkan bantuan dari orang lain, ataumerasa tidak nyaman saat orang lain menolongnya atau tidak tahu kepada siapa dia harus meminta pertolongan.

b. Faktor dari Pemberi Dukungan (Providers)

Seorang terkadang tidak memberikan dukungan social kepada orang lain ketika ia sendiri tidak memiliki sumber daya untuk menolong orang lain, atau tengah menghadapi stres, harus menolong dirinya sendiri atau kurang sensitif terhadap sekitarnya sehingga tidak menyadari bahwa orang lain membutuhkan dukungan darinya.

Menurut Friedman (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga lainnya adalah kelas sosial ekonomi orang tua. Kelas sosial disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan orang tua. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan efeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi dari orang tua dengan kelas sosial bawah.

(49)

kebenaran, kemudian memberinya nafkah lahir batin, mempergauli serta menyantuni dengan baik (Harymawan, 2007).

Suami adalah pasangan hidup istri (ayah dari anak-anak), suami mempunyai suatu tanggung jawab yang penuh dalam suatu keluarga tersebut dan suamimempunyai peranan yang penting, dimana suami sangat dituntut bukan hanya sebagai pencari nafkah akan tetapi suami sebagai motivator dalam berbagai kebijakan yang akan di putuskan termasuk merencanakan keluarga (Chaniago, 2002).

2.4. Hepatitis B

Hepatitis B didefinisikan sebagai suatu penyakit yang disebabkan oleh Virus

Hepatitis B (VHB) dan ditandai dengan suatu peradangan yang terjadi pada organ tubuh seperti hati (Liver).Penyakit ini banyak dikenal sebagai penyakit kuning, padahal penguningan (kuku, mata, kulit) hanya salah satu gejala dari penyakit

Hepatitis itu (Misnadiarly, 2007).

2.4.1. Etiologi

(50)

2.4.2. Sumber Penularan

Virus hepatitis B mudah ditularkan kepada semua orang.Penularannya dapat

melalui darah atau bahan yang berasal dari darah, cairan semen (sperma), lendir kemaluan wanita (Sekret Vagina), darah menstruasi. Dalam jumlah kecil HBsAg positif dapat juga ditemukan pada Air Susu Ibu (ASI), air liur, air seni, keringat, tinja, cairan amnion dan cairan lambung (Dalimartha, 2004).

2.4.3. Cara Penularan

Ada dua macam cara penularan Hepatitis B, yaitu transmisi vertikal dan transmisi horisontal.

a. Transmisi vertikal

Penularan terjadi pada masa persalinan (Perinatal).Virus hepatitis B ditularkan dari ibu kepada bayinya yang disebut juga penularan Maternal Neonatal. Penularan ini terjadi akibat ibu yang sedang hamil terserang penyakit Hepatitis B akut atau ibu memang pengidap kronis Hepatitis B (Dalimartha, 2004).

b. Transmisi horisontal

Adalah penularan atau penyebaran Virus hepatitis B dalam masyarakat. Penularan terjadi akibat kontak erat dengan pengidap Hepatitis B atau penderita

Hepatitis B akut.Misalnya pada orang yang tinggal serumah atau melakukan hubungan seksual dengan penderita Hepatitis B (Dalimartha, 2004).

Cara penularan paling utama di dunia ialah dari ibu kepada bayinya saat proses melahirkan. Kalau bayinya tidak divaksinasi saat lahir bayi akan menjadi

(51)

Selain itu penularan juga dapat terjadi lewat darah ketika terjadi kontak dengan darah yang terinfeksi virus Hepatitis B (Misnadiarly, 2007).

2.4.4. Masa Inkubasi

Masa inkubasi (saat terinfeksi sampai timbul gejala) sekitar 24-96 minggu

(Misnadiarly, 2007).Namun ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa masa inkubasi Virus hepatitis B berkisar dari 15–180 hari (rata-rata 60-90 hari).

2.4.5. Gejala dan Tanda

Gejala penyakit Hepatitis B ditentukan oleh beberapa faktor seperti usia pasien saat terinfeksi, kondisi kekebalan tubuh dan pada tingkatan mana penyakit

diketahui. Gejala dan tanda antara lain: a. Mual-mual (Nausea)

b. Muntah (Vomiting) disebabkan oleh tekanan hebat pada liver sehingga membuat keseimbangan tubuh tidak terjaga

c. Diare

d. Anorexia yaitu hilangnya nafsu makan yang ekstrem dikarenakan adanya rasa mual

e. Sakit kepala yang berhubungan dengan demam, peningkatan suhu tubuh

f. Penyakit kuning (Jaundice) yaitu terjadi perubahan warna kuku, mata, dan kulit.

2.4.6. Kelompok yang Rentan

Adapun kelompok yang rentan terkena Hepatitis B adalah : a. Anak yang baru lahir dari ibu yang terkena Hepatitis B

(52)

c. Mereka yang tinggal atau sering bepergian ke daerah endemis Hepatitis B (Misnadiarly, 2007).

2.4.7. Prognosa

Seseorang yang terinfeksi Virus hepatitis B maka proses perjalanan

penyakitnya tergantung pada aktivitas sistem pertahanan tubuhnya. Jika sistem pertahanan tubuhnya baik maka infeksi Virus hepatitis B akan diakhiri dengan proses penyembuhan. Namun, bila sistem pertahanan tubuhnya terganggu maka penyakitnya

akan menjadi kronik. Penderita Hepatitis B Kronik dapat berakhir menjadi sirosis hati atau kanker hati (Karsinoma Hepatoseluler). Sirosis dan kanker hati sering menimbulkan komplikasi berat berupa pendarahan saluran cerna hingga Koma Hepatik (Dalimartha, 2004).

2.4.8. Diagnosa

Diagnosa yang dapat dilakukan yaitu serologi (test darah) dan biopsi liver (pengambilan sampel jaringan liver).Bila HBsAg positif maka orang tersebut telah

terinfeksi oleh Virus hepatitis B (Misnadiarly, 2007).

2.4.9. Pencegahan Hepatitis B

Upaya pencegahan dapat dilakukan melalui program imunisasi. Imunisasi

adalah upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara memasukkan kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan ke dalam tubuh yang

diharapkan dapat menghasilkan zat antibodi yang pada saatnya nanti digunakan untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang menyerang tubuh (Hadinegoro, 2008).

(53)

1. Imunisasi Wajib

Imunisasi yang diwajibkan meliputi HB-0 (Hepatitis B 0-7 hari), BCG (Bacille Calmette Guerin), Polio, DTP/HB (Difteria, Tetanus, Pertusis) dan campak. 2. Imunisasi yang Dianjurkan

Imunisasi yang dianjurkan diberikan kepada bayi/anak mengingat beban penyakit (burden of disease) namun belum masuk ke dalam program imunisasi nasional sesuai prioritas.Imunisasi yang dianjurkan adalah HiB (Haemophillus Influenza Tipe B), Pneumokokus, Influenza, MMR (Measles, Mumps, Rubella),

Demam tifoid, Hepatitis A, Varisela, Rotavirus, dan HPV (Human Papilloma Virus) (Dinkes, 20013).

2.5. Pengertian Imunisasi

Imunisasi salah satu cara yang paling efektif untuk memberikan kekebalan

khusus terhadap seseorang yang sehat, dengan tujuan utama untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan karena berbagai penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi. Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Jadi Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh manuasia. Sedangkan kebal adalah suatu keadaan dimana tubuh

mempunyai daya kemampuan mengadakan pencegahan penyakit dalam rangka menghadapi serangan kuman tertentu. Kebal atau resisten terhadap suatu penyakit

belum tentu kebal terhadap penyakit lain. (Depkes RI, 2000).

(54)

terjadi interaksi antara tubuh dengan benda asing tersebut. Adapun tujuan imunisasi adalah merangsang sistim imunologi tubuh untuk membentuk antibodi spesifik

sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).

Departemen Kesehatan RI (2004), menyebutkan imunisasi adalah suatu usaha yang dilakukan dalam pemberian vaksin pada tubuh seseorang sehingga dapat menimbulkan kekebalan terhadap penyakit tertentu.Oleh karena itu imunisasi

merupakan suatu upaya pencegahan yang paling efektif untuk mencegah penularan penyakit. Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kesehatan seseorang

secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga apabila seseorang terpapar antigen yang serupa maka tidak akan pernah terjadi penyakit (Ranuh dkk, 2001).

2.5.1. Program Imunisasi

Program imunisasi di Indonesia telah dimulai sejak abad ke 19 untuk membasmi penyakit cacar khususnya di Pulau Jawa. Kasus cacar terakhir di

Indonesia ditemukan pada tahun 1972 dan pada tahun 1974 Indonesia secara resmi dinyatakan Negara bebas cacar. Tahun 1977 sampai dengan tahun 1980 mulai diperkenalkan imunisasi BCG, DPT dan TT secara berturut-turut untuk memberikan

kekebalan terhadap penyakit-penyakit TBC anak, difteri, pertusis dan tetanus neonatorum. Tahun 1981 dan 1982 berturut-turut mulai diperkenalkan antigen polio

(55)

Cakupan imunisasi lengkap secara nasional baru mencapai 4% pada tahun 1984. Dengan strategi akselerasi, cakupan imunisasi dapat ditingkatkan menjadi 73%

pada akhir tahun 1989. Strategi ini terutama ditujukan untuk memperkuat infrastruktur dan kemampuan manajemen program. Dengan bantuan donor

internasional (antara lain WHO, UNICEF, USAID) program berupaya

mendistribusikan seluruh kebutuhan vaksin dan peralatan rantai dinginnya serta melatih tenaga vaksinator dan pengelola rantai dingin. Pada akhir tahun 1989,

sebanyak 96% dari semua kecamatan di tanah air memberikan pelayanan imunisasi dasar secara teratur.

Pemerintah bertekad untuk mencapai Universal Child Immunization (UCI)

yaitu komitmen internasional dalam rangka Child Survival pada akhir tahun 1990. Dengan penerapan strategi mobilisasi sosial dan pengembangan Pemantauan Wilayah

Setempat (PWS), UCI ditingkat nasional dapat dicapai pada akhir tahun 1990. Akhirnya lebih dari 80% bayi di Indonesia mendapat imunisasi lengkap sebelum

ulang tahunnya yang pertama (Depkes RI, 2000).

2.5.2. Tujuan Pelaksanaan Imunisasi

Tujuan pemberian imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya infeksi

penyakit yang dapat menyerang anak-anak. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sedini mungkin kepada bayi dan anak-anak. Menurut Depkes RI (2001),

(56)

sangat mendorong pelaksanaan program imunisasi sebagai cara untuk menurunkan angka kesakitan, kematian pada bayi, balita dan anak-anak pra sekolah.

Pencapaian program PD3I perlu adanya pemantauan yang dilakukan oleh semua petugas baik pimpinan program, supervisor dan petugas imunisasi

vaksinasi.Tujuan pemantauan menurut Azwar (2003) adalah untuk mengetahui sampai dimana keberhasilan kerja, mengetahui permasahan yang ada.Hal ini perlu dilakukan untuk memperbaiki program.

Menurut Sarwono (1998), pemantauan yang dilakukan oleh petugas baik pimpinan program, supervisor dan petugas imunisasi adalah sebagai berikut :

Pemantauan ringan adalah memantau apakah pelaksanaan pemantauan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, apakah vaksin cukup tersedia, pengecekan lemari es normal, hasil imunisasi dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan, peralatan

yang cukup untuk penyuntikan yang aman dan steril, apakah diantara 6 penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dijumpai dalam seminggu.

Cakupan imunisasi dapat dilakukan dengan cara memantau cakupan dari bulan ke bulan dibandingkan dengan garis target, dapat digambarkan masing-masing desa. Untuk mengetahui keberhasilan program dapat dengan melihat seperti, bila

garis pencapaian dalam 1 tahun terlihat antara 75-100% dari target, berarti program sangat berhasil. Bila garis pencapaian dalam 1 tahun terlihat antara 50-75% dari

(57)

Untuk tingkat kabupaten dan provinsi, maka penilaian diarahkan pada penduduk tiap kecamatan dan kabupaten. Disamping itu, pada kedua tingkat ini perlu

mempertimbangkan pula memonitoring evaluasi pemakaian vaksin (Notoatmodjo, 2003).

2.5.3. Imunisasi Hepatitis B

Vaksin Hepatitis B harus segera diberikan setelah lahir, mengingat vaksinasi Hepatitis B merupakan upaya pencegahan yang efektif untuk memutuskan rantai

penularan melalui transmisi maternal dari ibu kepada bayinya.Ada dua tipe vaksin Hepatitis B yang mengandung HbsAg, yaitu (1) vaksin yang berasal dari plasma, dan

(2) vaksin rekombinan.Kedua vaksin ini aman dan imunogenik walaupun diberikan pada saat lahir karena antibodi anti HBsAg ibu tidak mengganggu respons terhadap vaksin (Wahab, 2002).

Vaksin Hepatitis B sering disebut dengan unject. Unject ini sendiri adalah : Alat suntik (spluit dan jarum) sekali pakai dan tidak dipakai ulang dengan spesifikasi

Uniject-HB sebagai berikut: a. Isi kemasan 0,5 ml

b. Ukuran jarum 25 G x 5/8”

c. Dimensi : panjang kemasan 2,3 x 3,5 cm d. Satu box karton (3 liter) isi 100 uniject

e. Satu coldbox carton (isi 40 liter) berisi 800 uniject HB-0 12 water pack.

Gambar

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................
Gambar 2.1. Hubungan Status Kesehatan dan Perilaku
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Pengetahuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada pasien ini terdapat 6 kriteria dari 12 kriteria klinis untuk penegakan diagnosis gout, yaitu lebih dari satu kali serangan, inflamasi maksimal dalam 1

Penelitian ini merupakan upaya pembinaan keagamaan peserta didik SMP Negeri 3 Getasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Bagaimana upaya pembinaan keagamaan

Pengertian budaya menurut para ahli tersebut berbeda-beda, namun tetap mengarah pada satu pengertian, yaitu budaya adalah sesuatu yang digunakan untuk menggambarkan

Damata Arta Nugraha Lamongan sebagai salah satu bank yang sampai sekarang masih eksis di dunia perbankan Indonesia perlu melakukan penyesuaian diri dan

Otomatisasi pengelompokkan buah berdasarkan jenis warnanya ini menggunakan sensor warna (sensor TCS3200) sebagai pembaca, dimana pada saat buah mengenai sensor

Penelitian yang dilakukan Fitri (2012) membuktikan bahwa Profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengaruh celebrity endorser dan typical-person endorser pada iklan sampho Clear dan mengetahui pengaruh celebrity endorser

Perekaman persidangan sebagai suatu upaya dalam rangka mewujudkan proses peradilan yang transparan dan adil serta dalam rangka meningkatkan transparansi dan