" S e s u n g g u h n y a s e t e l a h k e s u l i t a n i t u ada kemudahan, maka a p a b i l a kamu t e l a h s e l e s a i d a r i s u a t u u r u s a n , k e r j a k a n l a h dengan sungguh-sungguh u r u s a n yang l a i n , dan hanya k e p a d a Robbmulah h e n d a k n y a kamu b e r h a r a p u
( A l - I n s y i r a h : 6-8).
" K a r e n a i t u i n g a t l a h kamu kepadaKu n i s c a y a U u a k a n i n g a t kepadamu, dan b e r s y u k u r l a h kepadaKu s e r t a j a n g a n l a h kamu i n g k a r .
Wahai o r a n g - o r a n g yang b e r i m a n j a d i k a n l a h s a b a r dan s h a l a t s e b a g a i pen01 ongmu, s e s u n g g u h n y a A l l a h bersama o r a n g - o r a n g yang s a b a r "
(A1 Baqarah : 2 5 2 - 1 5 3 1 .
T e r u n t u k I b u t e r s a y a n g , Bapak t e r k a s i h d i s i s i N y a ,
1993
FAKULTAS TEKNOLOGE PERTANIAN INSTITW PERTANIAN BOGOR
NOVIANA WIDLYANTI. F250725. Analisis Funysional Lum- bung Penyimpan Gabah Kadar Air Tinggi. Dibawah bimbingan
Ir. Gardjito MSc. dan Ir. Rokhani Hasbullah.
Sampai saat ini penelitian masalah padi (beras) yang
merupakan makanan pokok mayoritas penduduk Asia tetap
hangat dibicarakan. Berbagai usaha di sektor pra panen
dan pasca panen dilakukan untuk meningkatkan mutu komoditi
ini baik secara kuantitas maupun kualitas. Di bidang
penanganan pasca panen, pengeringan dan penyimpanan meme-
gang peranan yang penting dalam menjaga mutu gabah.
Salah satu alat yang dirancang khusus untuk memenuhi kedua
tahap penanganan pasca panen ini adalah Lumbung Penyimpan
Gabah Kadar Air Tinggi (LPGKAT).
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji LPGKAT
secara fungsional dengan memperhatikan sebaran suhu dan
perubahan kadar air gabah di dalam lumbung selama penyim-
panan serta mutu beras giling dari gabah yang disimpan di
dalamn: 3 .
Secara umum dapat dikatakan bahwa suhu rata-rata
dalam lumbung (29.3 OC) selalu lebih tinggi dari suhu
rata-rata udara lingkungan (25.0 OC). Demikian pula suhu
Dari berbagai perlakuan yang diberikan yang melipu-
ti penggunaan kipas setengah hari, penggunaan kipas seha-
rian, tanpa kipas dan 7enggunaan bahan insulasi terlihat
bahwa suhu rata-rata dalam alat mencapai nilai tertinggi
pada perlakuan terakhir atau penggunaan bahan insulasi
yaitu 30.3 OC.
Dari pengukuran kadar air selama 8 mlnggu, terlihat
terjadi penurunan kadar air yang cukup besar yaitu dari
22.7% menjadi 11.4% basis basah. Laju penurunan tertinggi
terjadi pada saat dua minggu terakhir atau perlakuan
penggunaan bahan insulasi yaitu 2.6% per minggu.
Mutu beras giling dari gabah yang disimpan di dalam
lumbung mempunyai rata-rata persentase butir merah atau
benda asing, butir kuning, butir hijau atau mengapur,
butir patah, dan butir menir dan jumlah gabah pada 100 gr
beras berturut-turut adalah 0 . 0 4 % , 2.4%, 2.3%, 5 . 6 % , 2.9%
dan 2 butir.
Data hasil penelitian dapat menggambarkan bahwa
LPGKAT secara fungsional dapat digunakan sebagai penyim-
ANALISIS FUNGSIONAL LljhlBLTG
PENYIMPAN GABAH ICADAR AIR TINGGI
Oleh:
NOVIANA WIDAYANTI
F. 250725
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Jurusan Mekanisasi Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
1993
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANI-AN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
ASAI.,ISIS FGh-GS1ON;IL LUSIBIiZ;G
PESY1hIPAX GABAFI IirtDitR AIR TlNGGl
SKRIPSI
sebayai salah satu syarat memperoleh yelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Jurusan Mekanisasi Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
0leh:
NOVIANA WIDAYANTI
F. 250725
Dilahirkan pada tanygal 2 6 Nopember 1970
di Bogor
Lulus Tanggal :
2
@93
ardjito MSc.
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 28 Nopember
1970 sebagai putri kelima dari enam bersaudara, anak
d a r i pasangan suami-isteri Ngadiman Ahmad S o s r o
Soedjito dan Ruaida.
Pada tahun 1982 penulis menyelesaikan pendidikan dasar
di SDN IV Cibuluh Bogor. Pendidikan menengah didapat-
kan penulis di SMPN 1 Bogor dan SMAN 1 Bogor.
Institut Pertanian Bogor menerima penulis sebagai
mahasiswanya tahun 1988 lewat jalur penelusuran minat
dan kemampuan (PMDK)
.
Tahun berikutnya penulis dite-rima di Fakultas Teknologi Pertanian dan lulus sebagai
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Puji syukur hanya lhyak dilimpahkan k e hadirat
Allah SWT. yang atas rahmat dan petunjukNya jua se-
hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penelitian mengenai analisis lumbung penyimpan
gabah kadar air tinggi yang dilakukan di Laboratorium
Lingkungan dan Bangunan Pertanian, FATETA dan Labora-
torium AP4, IPB, Bogor pada bulan Nopember 1992 sampai
Januari 1993. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Perta-
nian pada Jurusan Mekanisasi Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB.
B e r s a m a i n i p e n u l i s m e n y a m p a i k a n u c a p a n
terimakasih kepada:
1. Ir. Gardjito, MSc., selaku dosen pembimbing utama
dan Ir. Rokhani Hasbullah, selaku dosen pembim-
bing kedua atas berbagai saran dan motivasi yang
selalu diberikan.
3. Ir. John Kumendong MS., selaku dosen penguji.
4. Staf pengajar di LBP yang telah banyak membantu
dalam penelitian.
5. Bapak Ahmad dan para karyawan AP4 yang banyak
membantu secara teknis.
6 . Ibu dan saudara-saudaraku tercinta atas doa dan dukungan moraal maupun material yang diberikan,
Rully, de Ari, Fuad, Sutoyo, Rini, Isri, Kisdi,
warga Azkia dan warga Sakiinah serta semua pihak
yang turut membantu dengan tulus.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat. Kritik dan saran yang membangun
untuk perbaikan skripsi ini akan penulis perhatikan.
DAFTARTABEL
Halaman
Konstanta c dan n dari beberapa
hasil pertanian
...
18Kadar air k kesetimbangan gabah dalam
persen basis basah
...
21Kerapatan gabah pada berbagai kadar
air
...
22Suhu rata-rata setiap lapisan pada
. . .
perlakuan yang berbeda 45
Laju penurunan kadar air rata-rata
setiap lapisan
...
47Persentase rata-rata benda asing
dan butir merah hasil uji
...
51Persentase rata-rata butir hijau
dan mengapur hasil uji
...
52Persentase rata-rata butir kuning
hasil uji
...
52Persentase rata-rata butir patah
hasil uji
...
53Persentase rata-rata butir menir
. . .
DAFTAR G.AMBAR
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.
Gambar 9.
Gambar 10.
Gambar 11.
Gambar 12.
Gambar 13.
Halaman
Struktur butir gabah
. . .
7Hubungan kecepatan pengeringan dan
...
kadar air bahan 15
...
Kurva keseimbangan kadar air la
Lumbung penyimpan gabah kadar air
tinggi
...
3 1Alat penggiling gabah skala uji
. . .
3 4Alat penyosoh beras skala uji
. . .
3 4Alat pemisah butir utuh, butir
. . .
patah dan butir menir skala uji 3 5
Recorder dengan 24 termocouple
. . . .
? 5Alat pengukur kadar air
. . .
3 6Titik-titik pengukuran kadar air.. 3 8
Titik-titik pengukuran suhu
. . .
4 0Grafik suhu rata-rata setiap lapisan
se1a:na pengujian
...
42Grafik kadar air gabah rata-rata
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.
Lampiran 2
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7. Lampiran 8 Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13.
Persyaratan standar kualitas beras giling pengadaan dalam negeri 1993 64
Data suhu rata-rata harian Pada
[image:12.516.111.483.126.547.2]setiap posisi
. . .
65Grafik suhu rata-rata siang dan dan malam pada setiap perlakuan
...
69Pola-pola posisi isoterm LPGKAT
. . .
71Data klimatologi daerah pengujian. 72 Perubahan kadar air pada setiap posisi selama pengujian
. . .
77Data persentase butir asing dan merah
. . .
78Data persentase butir hijau dan mengapur
. . .
76Data persentase butir kuning
. . .
79Data persentase butir patah
. . .
79Data persentase butir menir
. . .
60Data jumlah butir qabah / 100 gram
beras
. . .
SOGambar skematik LPGKTA
. . .
8 1DAFTAR IS1
Halaman
KATA PENGANTAR
. . .
iDAFTAR IS1
...
iiiDAFTAR TABEL
...
vDAFTAR GAMBAR
. . .
viDAFTAR LAMPIRAN
. . .
viiI
.
PENDAHULUAN. . .
1. . .
.
A LATAR BELAKANG 1. . .
.
B TUJUAN PENELITIAN 4 I1.
TINJAUAN PUSTAKA. . .
5A
.
GABAH PAD1. . .
5. . .
B.
PENANGANAN PASCA PANEN 12 1.
Pengeringan...
132
.
Penyimpanan...
18C
.
ARANG...
26D
.
ASPEK TEKNIK DAN EKONOMI RANCANGAN LUMBUNG PAD1...
271
.
Kelayakan Struktural. . .
282
.
KELAYAKAN Fungsional. . .
28IV
.
HASIL DAN PEMBAHASAN. . .
41A
.
SUHU. . .
41B
.
KADAR AIR...
46C
.
MUTU. . .
50D
.
FUNGSIONAL ALAT. . .
53DAFTAR PUSTAKA
. . .
61Masalah pangan tidak dapat terlepas dari kehidup-
an manusia. Terpenuhinya kebutuhan pangan erat kait-
annya dengan aspek sosial ekonomi dan stabilitas
nasional suatu negara. Bagi Indonesia yang mayoritas
penduduknya menjadikan padi (beras) sebagai makanan
pokoknya, yang menjadi masalah adalak. bagaimana me-
ningkatkan produksi padi baik secara kualitas maupun
kuantitas. Berbagai usaha telah dilakukan pada sektor
budidaya atau pra panen, antara lain dengan menerapkan
teknologi pada program-program intensifikasi dan
ekstensifikasi. Hasil dari sektor ini berupa pening-
katan produksi yang membuahkan swasembada beras sudah
dapat dirasakan. Namun demikian keberhasilan di
sektor ini perlu diiringi pula oleh keberhasilan di
sektor pasca panen. Melimpahnya hasil panen gabah
seringkali menyebabkan petani terpaksa menjual hasil
panennya dengan harga dan mutu yang rendah. Untuk
mencegah kerugian yang besar dipihak petani, yang juga
dikarenakan keterbatasan pemerintah dalam membeli dan
menyimpan gabah, maka diperlukan penanganan pasca
Penanganan pasca panen ditujukan untuk memperta-
hankan mutu dalam pengertian mengurangi susut dan
memperpanjang nrasa simpan dalam rangka untuk mening-
katkan nilai tambah. Penelitian yang pernah dilakukan
oleh Pusat Tanaman Pangan 1980/1981 menunjukkan bahwa
susut hasil panen tanaman padi pada sektor pasca panen
mencapai 37 persen. Borgstrom (1975) memperkirakan
bahwa di banyak negara tropis dan sub tropis sekitar
sepertiga sampai setengah biji-bijian 2ilang dari saat
lepas panen sampai konsumsi. Kehilangan seluruh hasil
proses pasca panen adalah 19 persen (Darmayati et al.,
1989, Setiyono et al., 1990). Penanganan pasca panen
yang umum dilakukan oleh petani meliputi perontokan,
pengeringan, dan penyimpanan.
Pengeringan memegang peranan yang penting dalam
rantai pasca panen, karena proses ini menentukan
proses berikutnya yaitu rendemen giling dan keamanan
penyimpanan dalam gudang. Pengeringan yang biasa
dilakukan adalah pengeringan secara alami yaitu dengan
sinar matahari. Proses ini akan terhambat bila tiba
musim penqhujan atau hari tidak cerah. Oleh karena
itu adanya mesin pengering yang dapat mengatasi ham-
batan di atas menjadi penting artinya. Namun biaya
pengeringan dengan mesin masih lebih tinggi dibanding-
k a n dengan pengeringan alami dengan perbandingan
Selain pengeringan, penyimpanan pun perlu menda-
pat perhatian. Menurut laporan FTDC (1982), iklim di
Indonesia yang panas dan lembab memungkinkan timbulnya
jamur dan serangga dengan cepat sehingga penyimpanan
gabah di pedesaan mudah rusak. Selain itu kerusakan
pun dapat disebabkan oleh gangguan tikus yang diaki-
batkan kurang sempurnanya konstruksi lumbung penyimpan
gabah. Di tingkat pedesaan, petani menyimpan gabah di
lumbung-lumbung tradisional atau gudang-gudang milik
swasta dan KUD. Menurut hasil survey Team Marketing
Wigtz di BULOG (1977), penyusutan gabah selama di
lumbung petani diperkirakan sekitar 4 persen. Hasil
survey JICA (1987) di beberapa daerah di Indonesia,
didapatkan hasil bahwa susut bobot dan mutu berturut-
turut 3 dan 11 persen.
Sampai saat ini penelitian gabungan antara proses
pengeringan dan penyimpanan gabah khususnya masih
hangat dibicarakan. Di India telah dibuat suatu alat
HMPB (High Moisture Paddy Bin), yaitu silo untuk
penyimpanan padi basah (Thahir, 1989). Melalui alat
ini keseimbangan kadar air dapat dicapai dalam jangka
waktu 15 hari. Di Indonesia pun telah dirintis peran-
cangan alat sejenis yang setelah diuji cernyata dapat
menurunkan kadar air dari 23 persen menjadi 18 persen
Penelitian masih terus dilakukan untuk memodi-
fikasi lumbung HMPB dari segi bentuk sruktural maupun
bahan konstruksinya dan kemungkinan penggunaan insula-
tor agar lumbung yang digunakan lebih effisien.
B. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan umum penelitian ini adalah menguji suatu
rancangan lumbung yang mampu menyimpan gabah dalam
kondisi kadar air tinggi. Dalam ha1 ini lumbung tidak
hanya berfungsi sebagai tempat penyimpan saja tapi
juga alat pengering.
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
(1) Uji fungsional lumbung penyimpan gabah kadar air
tinggi (LPGKT) dengan memperhatikan sebaran suhu
pada berbagai posisi dalam tumpukan gabah dan RH
baik di dalam maupun di luar lumbung.
(2) Uji fungsional dengan memperhatikan perubahan
kadar air dari waktu k e waktu dalam berbagai
lapisan tumpukan gabah.
(3) Uji mutu akhir gabah yang meliputi persentase
butir patah, butir menir, butir hijau (mengapur),
butir kuning (rusak), butir merah (benda asing)
11. TINJAUAN PUSTAICA
Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang
sangat penting nilainya. Di beberapa daerah di dunia
padi sudah dijadikan makanan polcok sejak lama. Di
sekitar asia tenggara yaitu Indonesia, Indocina dan
Cina Selatan serta daerah Afrika, sebagian Eropa dan
Laut Tenqah diperkirakan terdapat pusat-pusat tanaman
padi (Wachjuddin Tjiptadi dan Zein Nasution, 1976).
Padi merupakan famili dari graminiae dan mempu-
nyai banyak spesies yaitu kurang lebih sampai 25
jenis. Jenis yang paling terkenal adalah Oryza sativa
yang mempunyai 2 tipe yaitu tipe Indica atau india
dan tipe Japonies atau tipe cina-jepang (Myasnikova,
1965). Padi di Indonesia semuanya berasal dari jenis
Oryza sativa L. (Soemartono et al., 1974). Padi jenis
ini terbagi menjasi dua yaitu Utillisme dan Glutinosa.
Golongan Utillisme dibagi lagi menjadi 2 yaitu Commu-
nis dan Minota. Dalam Communis dikenal 2 macam padi
yaitu padi bulu dan padi cereh.
Somaatmadja (1982) menyatakan bahwa hasil yang
diperoleh dari 100 k g tanaman padi adalah 55.6 k g
jerami dan 44.4 k g gabah. Gabah yang dihasilkan
tersebut mengandung 8.9 kg s,ekam, 3.6 kg katul, 26.9
Umumnya sruktur butir gabah terdiri atas:
a. Sekam (kulit gabah) yang biasanya berwarna coklat
atau kehithm-hitaman dibentuk oleh "palea" dan
"lamneat'.
b. Kulit bagian dalam (culticula) berwarna tak tentu-
dari putih sampai coklat kehitaman. Bagian ini
terdiri dari 5 lapisan yang dapat dilihat dengan
mikroskop.
c. 3agian padi (endosperm) yang sebagian besar ter-
diri dari sel-sel yang dapat dimaXan dengan dua
komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin.
d. Lembaga (germ) bagian ini masih terlihat setelah
sekam dilepas dan beras disosoh, namum tak terda-
pat pada beras putih.
Struktur butir gabah secara lengkap dapat dili-
hat pada Gambar 1.
Setelah melewati serangkaian penanganan pasca
panen maka akan dihasilkan beras yang merupakan bahan
konsumsi. Beras yang baik adalah beras yang tercukupi
standar kualitas dan kuantitasnya. Menurut BULOG
(1993) ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
yang meliputi syarat kualitatif dan kuantitatif.
1. Persyaratan kualitatif
a. Hama dan penyakit
8
ulat dan sebagainya) dan penyakit (cendawan dan
sebagainya) yang hidup dan terdapat pada contoh
beras yang diperiksa. Bebas hama dan penyakit
berarti secara visual tidak ditemukan hama dan
penyakit hidup pada contoh beras yang diperik-
sa. Bangkai serangga dikategorikan benda
asing.
b. Bau
Menyangkut bau yang dapat ditangkap oleh indra
penciuman (hidung) pada contoh beras yang
diperiksa. Bau yang ditolak adalah bau busuk,
asam dan bau-bau asing lainnya yang nyata
berbeda dengan bau beras sehat.
c. Dedak/katul
Ada tidaknya dedak/katul yang terlepas (bebas).
Bersih dari dedak atau katul berarti tidak
terdapat dedak/katul yang bebas maupun yang
melekat atau terikat pada butir-butir beras.
d. Bahan kimia
Sisa-sisa bahan kimia seperti pupuk, pestisida
dan bahan-bahan kimia lainnya yang membahayakan
bagi kesehatan dan keselamatan manusia.
2. Persyaratan Kuantitatif
a. Beras giling
9
gabah dimana seluruhnya atau sebagian kulit
lembaga atau kulit arinya sudah dipisahkan
dalam proses penyosohan (bukan beras tumbuk)
dan yang memenuhi persyaratan kualitatif seper-
ti tercantum dalam standar k u a l i t a s beras
giling pada pengadaan dalam negeri.
b. Derajat sosoh
Tingkat terlepasnya lapisan katul (aleuron) dan
lembaga dari butir beras pada saat penyosohan.
Dikatakan derajat sosoh 100% bila hasil proses
penyosohan beras dimana seluruh lapisan katul
dan lembaga dan sedikit endosperm telah dile-
paskan dari butir beras tersebut. Dikatakan
derajat sosoh 95% bila hasil proses penyosohan
beras sebagian lapisan katul dan lembaga seba-
gian besar telah dilepaskan dari beras sehingga
butir beras hanya dilapisi oleh lembaga atau
katul sekitar 5%. Penilaian derajat sosoh
dilakukan secara visual dengan atau tanpa zat
pewarna yang lalu dibandingkan dengan contoh
baku dari varietas yang diuji.
c. Kadar air
Jumlah kandungan air dalam butir beras dinyata-
kan dalam satuan persen dari berat basah (wet
d. Ukuran butiran beras
Butir utuh yaitu butir-butir beras baik sehat
maupun cacat yang utuh atau tidak ada patah
sama sekali. Butir kepala yaitu butir beras
patah baik sehat maupun cacat yang mempunyai
ukuran lebih besar atau sama dengan 6/10 bagian
ukuran panjang rata-rata beras utuh yang dapat
melewati cekungan intended plate dengan persya-
ratan ukuran lubang 4.2 mm. Butir patah yaitu
butir beras patah baik sehat maupun cacat yang
mempunyai ukuran lebih kecil dari 6 / 1 0 bagian
rata-rata beras utuh namun lebih besar dari
2/10 nya. Dalam pengukuran mengunakan intended
plate berukuran 4.2 mm lalu dibantu secara
manual dengan tangan. Butir menir yaitu butir
beras patah baik sehat maupun cacat yang mem-
punyai ukuran lebih kecil atau sama dengan 2/10
bagian butir utuh. Pengukuran menggunakan
ayakan menir standar dengan diameter antara
1.80-2.0 mm.
e. Butir hijauimengapur
Butir hijau yaitu butir beras yang berwarna
kehijauan dan bertekstur lunak seperti kapur
akibat dipanen terlalu muda (sebelum proses
pemasakan buah sempurna)
,
h a 1 ini ditandai11
hijau yang utuh dan keras dikategorikan sebagai
butir sehat (bukan butir hijau). Butir menga-
pur yaitu butir beras yang berwarna putih
seperti kapur (chalky) dan bertekstur lunak yang
disebabkan oleh faktor fisiologis. Butir
berwarna seperti kapur yang utuh dan keras
dimasukan k e dalam butir sehat (bukan butir
kapur)
.
f. Butir kuninglrusak
Butir kuning yaitu butir beras utuh, kepala,
patah dan menir yang berwarna kuning, kuning
kecoklat-coklatan atau kuning semu akibat
perubahan warna yang terjadi selama penanganan.
Butir rusak yaitu butir beras utuh, kepala
patah dan menir yang berwarna putihlbening,
putih mengapur, kuning dan berwarna merah yang
mempunyai lebih dari satu bintik yang bernok-
tah. Beras yang berbintik kecil tunggal dan
tidak potensial untuk rusak tidak termasuk
butir rusak.
g. Butir merah
Butir merah yaitu butir beras utuh, kepala,
patah maupun menir yang berwarna merah karena
varietas padi asalnya.
h. Butir ketan
12
dikategorikan sebagai butir beras baik. Sedang-
kan butir ketan yang tidak utuh dikategorikan
k e dalam' butir kapur.
i. Benda asing
Benda-benda asing yang tidak tergolong ker-
asseperti butir-butir tanah, butir-butir pasir,
batu-batu kerikil, potongan logam, potongan
kayu, tangkai padi dan lain sebagainya.
j. Butir gabah
Butir gabah yang belum terkupas atau terkupas
sebagian dalam proses penggilingan. Termasuk
dalam kategori ini butir beras yang patah yang
masih bersekam.
Persyaratan standar kualitas beras giling penga-
daan dalam negeri terdapat pada Lampiran 1.
B. PENANGANAN PASCA PANEN
P e n a n g a n a n p a s c a p a n e n d i b i d a n g p e r t a n i a n
dimaksudkan untuk mempertahankan mutu, memperpanjang
masa simpan d a n meningkatkan nilai ekonomi. P a d a
komoditi biji-bijian beberapa usaha pasca panen yang
umum dilakukan adalah pengeringan, penyimpanan dalam
r u a n g t e r t u t u p d e n g a n k o n d i s i t e r k e n d a l i s e r t a
1. Pengeringan
Pada prinsipnya pengeringan adalah menurunkan
kadar air bahan untuk mencegah timbulnya jamur,
kapang, bakteri atau serangga yang dapat mengaki-
batkan kerusakan bahan yang akan disimpan. Menu-
rut Chamley (1982) semakin rendah kadar air suatu
bahan yang akan disimpan maka semakin aman bahan
tersebut disimpan dalam jangka raktu yang lama.
Menurut Hapley (1957) pengerincan bahan hasil
pertanian diartikan sebagai usaha mengurangi kadar
air bahan sehingga mencapai kadar air keseimbangan
dengan lingkungan. Kadar air yang aman untuk
berbagai jenis bahan pertanian adalah berkisar
antara 12%
-
14% basis basah.Metode yang dipakai dalam usaha peng~ringan
hasil pertanian meliputi pengeringan beku, pengu-
rangan kadar air dengan bahan kimia, adsorpsi,
absorpsi dan pengeringan dengan cara mekanis serta
penguapan kandungan air bahan. Dalam mengeringkan
biji-bijian cara pengeringan yang umum digunakan
adalah penguapan. Pengeringan dengan cara ini
dapat dilakukan secara alami atau secara buatan.
Pengeringan secara alami yaitu pengeringan dengan
mengandalkan iklim setempat sedangkan pengeringan
buatan yaitu pengerlngan dengan memanfaatkan alat.
yang dikeringkan berjumlah besar dimana untuk
mencapai kadar air yang diinginkan memerlukan
banyak waktu dan tenaga serta tempat yang luas.
Selain itu pengeringan cara ini sangat tergantung
pada musim atau iklim. Berbeda halnya dengan
pengeringan dengan menggunakan alat yang dengan
kemampuannya dapat mengantisipasi kondisi-kondisi
yang tidak diinginkan.
Hall (1957) menyatakan faktor-faktor yang
mempengaruhi pengeringan ini t e r b a g i dalam 2
kelompok yaitu yang berhubungan dengan udara
pengering dan yang berhubungan denqan bahan yang
dikeringkan. Faktor yang berhubungan dengan udara
pengering adalah suhu udara, kecepatan volumetrik,
dan kelembaban udara sedangkan faktor yang berhu-
bungan dengan bahan yang dikeringkan adalah
bentuk, kadar air, ketebalan lapisan dan tekanan
partial.
Udara yang merupakan medium bagi pengeringan
biji-bijian merupakan campuran antara udara kering
dan uap air (Dossat, 1978 dan Brooker e t a l ,
1974). Udara kering ini dapat diperoleh secara
alamiah maupun secara mekanis. Perolehan udara
secara alamiah yaitu dengan memanfaatkan angin
sedangkan perolehan udaqa secara mekanis yaitu
cigunakan untuk pengeringan dapat dipanaskan terle-
bih dahulu atau tanpa pemanasan. Semakin tinggi
suhu udara pengering, semakin cepat laju penge-
ringan. Namun suhu itu tidak boleh melampaui suhu
maksimum pengeringan yang tergantung dari jenis
biji-bijian y a n g akan dikeringkan d a n t u j u a n
pemanfaatan berikutnya. Suhu maksimum pengeringan
gabah untuk tujuan konsumsi yaitu 60 OC.
Fase pengeringan terbagi dalam 3 fase, seper-
ti pada Gambar 2. Fase pertama yaitu fase pe-
ngeringan sangat cepat bisa meningkat atau menurun
(A-B), fase kedua yaitu pengeringan dengan kece-
patan tetap (B-C) dan fase ketiga yaitu pengerin-
gan dengan kecepatan menurun (C-E) ( H a , 1957).
dm/dO, kecepatan pengeringan per jam
[image:29.527.123.478.287.693.2]M, kadar air ( % bk)
Gambar 2. Hubungan kecepatan pengeringan dengan
16
Kecepatan pengeringan rata-rata dihitunq berda-
sarkan persamaan berdasarkan analogi Newton (Luh,
1974) :
dM/dO = -k (M
-
Me) (1)M- Me = k eks (-kt) (2)
Mo-Me
dM/dO = kecepatan pengerinqan rata-rata, persen per jam
MO = kadar air pada wakti 0, ( % bk)
M = kadar air pada waktu t, ( % bk)
Me = kadar air kesetimbangan, ( % bk)
t = waktu, (jam)
k = kecepatan penqeringan konstan, (jam-')
K = konstanta integrasi
Keseimbangan energi pada proses pengeringan pada
biji-bijian berdasarkan persamaan berikut (Brooker et al,
1974) :
Q
x
6 0 (cp) (Ta-
Tq)t = hfg DM (No-
Me) ( 3 )Q = laju aliran udara pengering, m/menit
cp = panas jenis udara, 1 kj/kg OC (0.24 Btu/lb O F )
v = volume spesifik udara luar, m /kg u.k. ( f t / l b 3
u.k.)
Ta = suhu bola kering udara pengerinq, OC (OF)
Tg = suhu bola kering udara yang keluar dari lapisan atau
tumpukan biji-bijian
hfq = panas laten penguapan air bahan, Kj/kg air (Btu/lb
DM = massa bahan kering biji-bijian, kg(1b)
Mo = kadar air awal basis kering, desimal
Me = kadar air keskimbangan (kadar air akhir) basis
kering
,
desimalKeseimbangan massa proses pengeringan tumpukan
biji-bijian diperlihatkan persamaan berikut (Henderson
dan Perry, 1976):
w = (Q/v) (Hd
-
Hb) ( 4 )w = laju pelepasan uap air ke udara, kg/menit (lb/menit)
Hd = kelembaban mutlak udara yang keluar dari tumpukan
biji-bijian, kg air/kg u.k. (lb air/lb u.k.)
H b = kelembaban mutlak udara luar, kg air/kg u.k (lb
air/lbu.k.)
Hubungan antara kadar air bahan dengan kelembaban
nisbi udara lingkungannya pada suhu tertentu dapat
digambarkan dalam bentuk grafik seperti pada Gambar 3.
Xadar air bahan yang berada pada kelembaban nisbi dan
suhu tersebut dikatakan kadar keseimbangan dan dapat
dinyatakan dengan persamaan berikut (Henderson, 1976)
1 - R H = e - c T M e n ( 4 1 . .
RH = kelembaban nisbi keseimbangan, desimal
e = bilangan napier, 2.71828
c,n = tetapan yang tergantung pada bahan
T = suhu mutlak, OK
Me = kadar air keseimbangan, persen basis keri
Tabel 1. Konstanta c dan n beberapa hasil pertanian
Bahan c n
Cotton 4 . 9 1 x 1 0 - ~ 1.70
Flaxseed 6.89
x
2.02Jagung pipil 1.10
x
1.90Sorghum 3.40
x
2.31Kacang kedele 3.20
x
lo-* 1.52Gandum 5.59
x
3.03Gabah 8.82 x 2.22
Kadar air ( % bk)
"
( $ )Gambar 3. Kurva keseimbangan kadar air
"
2. Pcny impanan
Penyimpanan merupakan salah satu mata rant.ai
proses penanqanan pasca panen yang mempttny~a i n i 1 . I i
y a n g p e n t i n g . P e n y i m p a n a n b i j i - b i j i a n d a p a t
dibedakan menjadi 2 macam yaitu penyimpanan secara
[image:32.518.81.458.63.585.2]yang diqunakan untuk menyimpan secara curah dapat
berupa qudang, lumbung, silo, lubang dalam tanah
dan berbaqai macam wadah lain yanq terbuat dari
bambu, tanah liat, metal dan kayu (Hall, 1970,
Baily, 1974, dan Winarno et al.
,
1962).Penyimpanan secara curah mempunyai beberapa
keuntunqan jika dibandingkan dengan penyimpanan
secara karungan. Keuntunqan itu adalah penanqanan
yang mekanis dan cepat, biaya operasi rendah,
potensi susut kecil demikian pula perlindungan
terhadap tikus d a n serangga tidak lah sulit.
Selain itu kehilanqan karena tercecer pun dapat
dikurangi (Hall, 1970). Adapun kerugiannya adalah
investasi yang tinqgi dan kuranq fleksibel.
Lumbung didefinisikan sebagai alat atau
bangunan untuk menyimpan bahan kerinq dengan aman,
terhindar dari serangan hama (Soekarto dan Harya-
di, 1979).
Soekarto dan Haryadi (1979) membagi lumbunq
menjadi 2 tipe berdasarkan pemilikan lahan dan
banyaknya panen. Kedua tipe tersebut adalah
sebagai berikut:
(1) Lumbung petani perseorangan dengan kapasitas
0.5 sampai 1.5 ton.
(2) Lumbunq petani koopeyatif dengan kapasitas 5
oleh 5-15 orang petani atau seorang petani
yang mempunyai panen tinggi.
Berdasarkan perbandingan tinggi dan sisi-
sisi penampangnya, kontruksi unit penyimpan biji-
bijian dapat dibedakan menjadi tipe vertikal dan
tipe horisontal (Hall, 1980). Pertimbangan yang
umum diperhatikan dalam menentukan pemilihan tipe
penyimpan adalah harga dan kesediaan tanah atau
tempat bangunan, sifat bahan dan cara penanganan-
nya, periode pengisian dan pengeluaran, biaya
konstruksi, harapan umur konstruksi dan hubungan
antara proses penyimpanan dengan proses selanjut-
nya
.
Dalam proses penyimpanan ada beberapa ha1
yang harus diperhatikan antara lain:
(1) Kadar Air
Kadar air kesetimbangan atau kadar air
higroskopis didefinisikan kadar air biji-
bijian pada saat setimbang dengan kadar air
udara sekitar. Kadar air ini dipakai untuk
menentukan apakah suatu bahan akan menyerap
atau melepaskan air di dalam suatu udara pada
RH atau temperatur tertentu (Hall, 1980).
Hubungan antara kadar air dan RH dapat dili-
Tabel 2. Kadar air kesetimbangan gabah dalam
persen basis basah ( H o u s t e n d a n Kester, 1954 di dalam Brooker et al., 1974)
RH Kadar Air ( % )
2 5Oc
Kadar Air ( % )
30°c
Lama penyimpanan dipengaruhi oleh kadar
air dan jenis biji-bijian (Brooker et al,
1973). Lebih lanjut Brooker et a1 (1974)
menyatakan bahwa padi dengan kadar air antara
16% sampai 25% pada saat panen membutuhkan
pengurangan kadar air sehingga 12% sampai
14% untuk penyimpanan aman selama 1 tahun.
Kadar air 12.5% sampai 14% merupakan ja-
minan keamanan dari serangan serangga dan
j amur
.
(2) Konduktivitas Thermal Gabah
B a h a n pangan biji-bijian m e m p u n y a i
konduktivitas panas thermal y a n g rendah
sehingga panas yang timbul pada tumpukan
berakumulasi dan flyktuasi suhu d i luar
[image:35.513.136.494.71.307.2]bijian yang disimpan dalam jumlah besar
(Hall, 1970)
.
(3) Koefisien Gesek dan Kerapatan Gabah
Tekanan lateral terhadap dinding lumbung
akibat pembebanan gabah banyak dipengaruhi
oleh koefisien gesekan antara gabah dengan
bahan bangunan. Pada kadar air tinggi umum-
nya koefisien gesekan gabah tinggi.
Untuk kadar air 12% slrnpai 16% basis
basah koefisien gesekan gabah dengan besi,
beton dan kayu lapis berturut-turut adalah
0.40-0.50, 0.45-0.60, dan 0.40-0.45 (ASAE,
1975).
Pada berat yang sama gabah dengan kadar
air lebih tinggi membutuhkan ruang yang lebih
kecil (Wratten et al, 1968). Kerapatan gabah
paea beberapa tingkat kadar air yang bebeda
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kerapatan gabah pada berbagai kadar
air (Wratten et a1.,1968)
Kadar Air Kerapatan
[image:36.516.151.474.445.669.2]Bailey (1974) menyatakan bahwa lumbung yang
aman adalah lumbung yang dapat mempertahankan
kualitas maupun kuantitas biji-bijian. Hal ini
berarti bahwa lumbung harus mampu mencegah kehi-
langan dan kerusakan yang umum terjadi seperti:
(1) Respirasi
Respirasi adalah suatu proses dari bahan
hidup yang menghasilkan panas, air dan kar-
bindioksida. Susut akibat oksidasi dari
karbohidrat ini mengikuti persamaan:
C6H1206
+
602 6C02+
6H20 + 677.2 Kal (5)(2) Jamur
Christensen dan Kufmann (1969) menyata-
kan bahwa pada temperatur dan kelembaban yang
sesuai, spora jamur akan tumbuh dan berkem-
bang., Hal ini akan membawa akibat menurunnya
daya kecambah untuk benih, perubahan warna,
timbulnya panas dan kelapukan, perubahan
biokimia, kemungkinan muncul racun serta
kehilangan bahan kering. Umumnya semua jamur
gudang dapat tumbuh pada bahan-bahan yang
berkadar air setimbang dengan udara yang
memiliki kelembababn relatif 70% sampai 90%.
Selain temperatur dan kelembaban, per-
tumbuhan jamur pun dapat dipengaruhi oleh
2 4
dan organisma asing pada tumpukan gabah.
Jamur yang umum terdapat pada penyimpanan
biji-Sijian adalah Penicillium, Aspergillus,
Alterraria, Fusarium, Cladosporium dan Rhizo-
pus (Grist, 1975).
(3) Tikus
Tikus merupakan salah satu penyebab
utama kehilangan bahan pangan bi j i-bi j ian
pada proses penyimpanan. Winarno et al.
(1982) menyatakan bahwa kehilangan ini umum-
nya disebabkan oleh konstruksi yang mudah
diserang tikus. Kerusakan yang disebabkan
oleh tikus ini antara lain kerusakan akibat
kesukaan tikus pada biji-bijian (dimakan
tikus), hasil sekresi, kerusakan pada bangu-
nan penyimpan akibat digerogoti tikus (Hall,
1970).
(4)
.
SeranggaWinarno et al. (1962) menyatakan bahwa
Indonesia yang beriklim tropis dengan kisaran
suhu antara 21-35 OC dengan kelembaban yang
tinggi merupakan kondisi y a n g baik bagi
pertumbnhan jamur dan serangga. Kerusakan
yang ditimbulkan oleh serangga itu meliputi
kerusakan kecambah, panas dan kondensasi uap
2 5
akibat sekresi serangga dan sarangnya serta
isi biji yang dimakan oleh serangga. Serang-
ga yang umum menyerang penyimpanan biji-
bijian adalah Sitophilus oryzae L., Satophi-
lus granarius L., Rhizopi tha dominica F.,
Si totroza cerealella ohv., O r y z a e p h i l u s
s u r i n a m e n s i s L., d a n Cadra (Espehestia)
kuehniella zel. (Grist, 1975)
(5) Migrasi Uap Air
Migrasi uap air umum terjadi di daerah
subtropis di mana bi j i-bi j ian disimpan dalam
keadaan panas dan udara sekitar penyimpan
jauh lebih rendah (Hall, 1980). Migrasi uap
air ini terjadi pada bagian tertentu di dalam
lumbung. Akumulasi ini terutama disebabkan
karena adanya pergerakan udara dalam lumbung
akibat efek pindah panas.
Permukaan biji-bijian dingin pada bagian
atas akan mengakibatkan terjadinya kondensasi
s e h i n g g a k a d a r a i r pada b a g i a n i t u a k a n
meningkat (Hall, 1980). Pindah panas konvek-
si di dalam penyimpanan curah terjadi karena
adanya gradien suhu yang disebabkan perbedaan
suhu antara bahan dengan udara luar. Perbe-
daan ini erat kaitannya dengan jenis biji-
Arang adalah suatu bahan yang padat dan berpori
dan merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengan-
dung karbon. Sebagian besar pori-pori arang masih
tertutup hidrokarbon, ter atau senyawa lain. Komponen
arang terdiri dari fixed carbon, abu, air, nitrogen
dan sulfur (Djatmiko et al., 1981).
Arang dapat dipergunakan untuk menyerap (adsorb-
si) zat-zat atau bahan-bahan yang menyebabkan bau,
rasa dan warna dalam larutan atau air. Karena sifat-
nya ini maka arang lazim dipergunakan dalam proses
penjernihan air dan untuk menghilangkan bahan-bahan
organik, besi dan mangaan
,
sisa kloroda, dalam air,H2S, dan bahan-bahan penyebab warna. Untuk meningkat-
kan daya absorbsi terhadap warna dan bau arang dapat
diaktifkan dengan menggunakan gas C 0 2 uap air atau
bahan kimia.
Arang aktif mengandung 5-15% air, 2-3 % abu dan
sisanya adalah karbon. Daya absorbsi arang disebabkan
karena permukaannnya yang sangat berpori sehingga
menjadi sangat luas (antara 500-1400 m2/gr).
Bahan untuk pembuatan arang umumnya berasal dari
kayu. Beberapa sifat Arang kayu yang menguntungkan
yaitu kadar abu yang rendah, keaktifan dalam reaksi
kimia dan daya absorbsi yangrkuat (Tjutju Nurhayati,
D. ASPEK TEKNIK DAX EKONOMI RANCANGAN LUMBUNG
Faktor yang perlu diperhatikan dalam merancang
suatu bangunan pertanian menurut Whittakor (1979) ada-
lah:
(1) Kebutuhan fungsional seperti ruangan, temperatur,
cahaya, ketahanan fisik, kebersihan dan keamanan
(2) Effisiensi sistem termasuk mekanisasi dan pena-
nganan pangan
(3) Rancangan struktural sesuai dengan beban yang
akan diterima oleh bangunan dengan biaya awal
dan pemeliharaan yang dapat diterima serta umur
yang diinginkan
(4) Keserasian bahan, termasuk di dalamnya keterse-
diaannya, daya tahannya, kemudahan dalam pera-
watan, nilai insulasi dan penampilan
(5) Penghematan dalam konstruksi seperti penghematan
dengan dimensi-dimensi modul, ukuran standar
untuk bahan dan komponen serta bagian bangunan
lainnya yang prafabrik
(6) Fleksibilitas rancangan yang memungkinkan peru-
bahan-perubahan rancangan atau menggantinya
samasekali dengan biaya dan upaya yang serendah
mungkin
.
Kelayakan teknis lumbung dapat ditinjau dari dua
1. Kelayakan Struktural
S i f a t t e k n i s yang harus d i m i l i k i o l e h
lumbung penyimpan secara struktural adalah mampu
menahan beban selama pengisian dan pengeluaran
(Hall, 1980). Whittaker (1979) membagi beban pada
bangunan pertanian menjadi:
a. Reban mati
Beban ini adalah bagian integral dari struktur
b a n g u n a n y a n g b e r s i f a t p e r m a n e n ( t a k
bergerak). Yang termasuk didalamnya adalah
semua bahan dalam konstruksi seperti beton
untuk pondasi maupun kayu dan besi sebagai
rangka.
b. Beban angin atau beban salju
Beban ini diperhitungkan berdasarkan data
meteorologi daerah setempat.
c. Beban hidup
Beban ini adalah beben bergerak atau tak
bersifat permanen. Misalnya berat bahan-bahan
yang disimpan beban alat-alat teknis, kenda-
raan dan manusia.
2. Kelayakan Fungsional
Sifat teknis yang harus dimiliki oleh lumbung
penyimpan gabah konvensiomal secara fungsional :
hindari timbulnya spontaneaus heating
b. dapat menjaga gabah selalu dalam kadar air
rendah (kurang lebih 13.5 % basis basah) agar
terhindar dari serangan jamur dan serangga.
Selain kedua ha1 di atas pada lumbung gabah pun
perlu dilakukan kontrol suhu, kelembaban, cahaya
kotoran dan bau sebagai usaha memelihara mutu bahan
yang disimpan maupun keawetan dan keamanan bahan dan
keselamatan pekerja.
Kontrol temperatur dan RH dipergunakan untuk
menghindari kerusakan akibat migrasi uap dan kondensa-
si uap air.
Seluruh biaya pada bangunan pertjnian adalah
biaya tetap karena sifatnya yang tak tergantung ting-
kat pemasukan (Whittaker,l979). Biaya tersebut ada-
lah :
( 1 ) Depresi, biaya tak langsung berupa penurunan nilai akibat berkurangnya kemampuan aset untuk
menghasilkan laba seiring pertambahan waktu.
(2) Interest, yang dapat berupa biaya langsung atau
tak langsung.
(3) Perbaikan, dibutuhkan untuk memperbaiki kerusakan
akibat lingkungan seperti cat dinding, atap, dan
sebagainya.
(4) Pajak, tergantung daerah-masing-masing.
111. METODOLOGI PENELITIAN
A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini akan dilaksanakan di laboratorium
Lingkungan dan Bangunan Pertanian, Fateta IPB. Waktu
yang diperlukan adalah 3 bulan yaitu bulan Nopember
1992 sampai Januari 1993.
B. BAHAN DAN PERALATAN
B a h a n yang diperlukan d a l a m p e n e l i t i a n i n i
adalah:
a. Gabah Padi
Gabah yang dipakai adalah gabah yang baru saja
dipanen tetapi telah dibersihkan. Kadar air gabah
berkisar antara 22%-24% basis basah. Gabah dipe-
roleh dari petani disekitar lokasi penelitian.
b. Arang
Arang yang dipakai adalah arang kayu batangan atau
butiran kasar yang banyak dijual di pasaran.
Alat yang diperlukan dalam penelitian adalah:
a. Obyek yang diuji yaitu lumbung penyimpan gabah
kadar air tinggi (LPGKT) seperti pada Gambar 4.
LPGKT ini terdiri dari beberapa bagian yaitu:
1. Badan penyimpan
Badan penyimpan berbentuk silinder berukuran
Gambar 4 . Lumbung p e n y i m p a n g a b a h k a d a r a i r t i n g g i
b a g i a n . B a g i a n t e r l u a r d e n g a n d i a m e t e r l u a r
150 c m d a n d i a m e t e r dalam 120 c m a d a l a h b a g i a n
u n t u k b a h a n i n s u l a s i . D i n d i n g l u a r t e r b u a t
d a r i t r i p l e k d e n g a n p e n q u a t p l a t - p l a t b e s i d a n
b a u t s e r t a r i v e r t p a d a s a m b u n g a n l e m b a r a n
t r i p l e k . B a g i a n k e d u a d e n g a n d i a m e t e r l u a r
penyimpan gabah. Baik dinding luar maupun
dinding dalam bagian ini terbuat dari kawat
nyamuk dengan ukuran sisi bujur sangkar 0.5
cm. Bagian dalam dengan diameter 30 cm meru-
pakan rongga dimana udara dihembuskan kedalam
lumbung. Antara dinding luar dan dinding dalam
pada bagian kedua diperkuat oleh beberapa
batang besi dengan diameter 0.8 cm yang terle-
tak pada setiap sudut 45O. Rongga udara
ditutup pada bagian atasnya dengan kerucut
yang terbuat dari seng yang berdiameter dasar
30 cm dan dipasang terbalik. Sedangkan pada
bagian penyimpan gabah terdapat penutup dari
kayu lapis 8 mm.
2. Atap
A t a p b e r b e n t u k k e r u c u t t e r p a n c u n g y a n g
dipasang tegak. Diameter dasar kerucut itu
adalah 1 6 0 cm sedangkan d i a m e t e r b a g i a n
terpancung adalah 30 cm. Atap terbuat dari
seng yang diperkuat dengan beberapa besi
batangan.
3. Dasar
Dasar terbuat dari kerucut yang mempunyai
ukuran dan bahan dasar yang sama seperti atap.
Xedudukan kerucut terbalik dengan bagian
4. Rangka
Rangka dudukan terbuat dari k a y u berukuran
6x12. Rangka dibuat dengan B kaki. tinggi
rangka adalah 64 cm.
5. Kipas
Kipas yang digunakan adalah kipas sentrifugal
yang bergerak dengan bantuan motor 2 pk.
b. Alat penguji yang terdiri dari
1. Timbangan gabah sebanyak 1 buah
2 . Timbangan biasa sebanyak 1 buah
3. Thermometer gelas sebanyak 2 buah
4. Alat penggiling gabah skala uji (Gaxbar 5.)
5. Alat penyosoh beras skala uji (Gambar 6.)
6. Alat pemisah butir utuh, butir patah dan butir
menir skala uji (Gambar 7.)
7. Alat pengambil contoh gabah sebanyak 1 batang
8. Kipas kecil sebanyak 2 buah
9. Recorder yang dilengkapi dengan 24 termocouple
sebagai sensor suhu dan RH (Gambar 7.)
10. A l a t p e n g u j i k a d a r a i r s e b a n y a k 1 b u a h
(Gambar 8.)
11. Alat bantu lainnya seperti kantong-kantong
plastik, tempat contoh, sumbu, lap dan seba-
Gambar 5 . A l a t p e n g q i l i n g gabah s k a l a u j i
Gambar 7. Alat pemisah butir utuh, butir patah dan butir menir
Gambar 9. Alat penguji kadar air
C. METODE
Uji teknis terhadap alat dilakukan dengan satu
kali ulangan dengan kapasitas gabah yang digunakan
sekitar 1 ton.
Perlakuan yang diberikan ketika pengamatan melip-
uti penggunaan kipas setengah hari (siang hari saja)
pada minggu pertama dan kedua, penggunaan kipas seha-
r i a n ( s i a n g d a n m a l a m ) p a d a m i n g g u k e t i g a d a n
keempat,tanpa penggunaan kipas pada minggu kelima dan
keenam serta penggunaan bahan insulasi pada minggu
ketujuh dan kedelapan. Pada penggunaan kipas, kipas
3 7
Pada penggunaan bahan insulasi, arang diletakkan pada
tempat bahan insulasi yaitu antara bagian untuk gabah
dan dinding luar. Pengukuran-pengukuran yang dilaku-
kan dimaksudkan untuk mendapatkan data:
1. Berat awal gabah
2. Kadar air awal gabah
3. Suhu lingkungan
4. Suhu rata-rata pada setiap titik contoh didalam
lumbung dengan banyak titik 18 buah
5. Kadar air rata-rata pada setiap lapisan
6. Keadaan fisik gabah yang meliputi jamur dan mutu
beras hasil giling yang meliputi persentase butir
menir, butir patah, butir hijau dan mengapur,
butir kuning, butir rusak dan merah serta butir
gabah.
Prosedur yang dilakukan pada penelitian ini
meliputi pengujian:
1. Kadar air gabah dilakukan dengan menggunakan
pengukur kadar air elektris. Pengambilan contoh
dilakukan dengan menggunakan batang pengambil
contoh. Letak titik-titik contoh tersebut dapat
dilihat pada Gambar 10. Pada gambar nampak bahwa
kadar air gabah dalam lumbung pada setiap lapisan
diwakili oleh lapisan A ! lapisan B, lapisan C dan
lapisan D yang jarak titik contoh dari masing-
3 8
turut 12 c m , 56 c m , 104 cm, dan 152 cm. Masing-
masing lapisan diwakili oleh 2 titik contoh yang
mewakili bagian dalam dan luar. Titik contoh
dalam (D) berjarak 27 cm dari pusat sedangkan
bagian luar (L) berjarak 48 cm dari pusat.
Lapisan A
Lapi san B
Lapisan C
[image:52.509.108.462.70.578.2]Lapisan D
Gambar 10. Titik- titik contoh kadar air
Pengukuran kadar air awal dilakukan pada s a a t
gabah baru saja dimasukkan pada alat penyimpan.
Pengukuran kadar air ini-dilakukan rutin setiap
pada minggu kedua dan selanjutnya. Setiap kali
pengukuvan dilakukan 2 kali ulangan.
2. Suhu lingkungan dan dalam lumbung lumbung. Data
suhu lingkungan didapat dari pengukuran dengan
termometer gelas dan data suhu dari stasiun klima-
tologi. Suhu di dalam lumbung diukur dengan sensor
termocouple. Titik-titik penempatan sensor suhu
didalam lumbung dapat dilihat pada Gambar 1 1 .
P a d a g a m b a r nampak bahwa t i t i k c o n t o h 1 , 2 , 3
mewakili lapisan A yang terletak pada permukaan
tumpukan gabah. Lapisan B diwakili oleh titik
contoh 4 , 5 . 6 dan 7. Titik contoh S , 9 1 0 dan 1 1
mewakili lapisan C. Lapisan paling bawah adalah
lapisan D yang diwakili oleh titik contoh 12, 13,
14 dan 15. Jarak lapisan B , C dan D terhadap permu-
kaaan berturut-turut 45 cm, 9 0 cm dan 135 cm dari
Jarak antar titik contoh pada setiap lapisan
adalah 1 5 cm denqan arah tegak lurus terhadap
silinder dalam. Titik 1 6 , 17 dan 1 8 mewakili
lapisan B, masing-masinq dengan arah berbeda.
3. Pengujian fisik qabah dilakukan bersamaan dengan
pengujian kadar air. Letak titik contoh pun sama
dengan penqujian kadar air hanya ditambah dua
titik lain yanq terletak pada lapisan A pada arah
berbeda, dengan simbol X dan Y. Pengujian berja-
butir gabah, masing-masing dengan 2 ulangan. Pengu-
jian mutu beras dilakukan setelah dicapai kadar
air optimam gabah kering yaitu sekitar 12% sampai
16%. Pengukuran ini dilakukan setiap sepuluh hari
sekali sebanyak tiga kaii. Contoh uji setiap
sample adalah 100 gram beras. Penilaian dilakukan
sesuai standar baku yang telah ditetapkan Buiog.
Pengujian secara bertahap meliputi butir gabah,
butir patah dan menir, butir hijau/mengapur, butir
kuning dan benda asing.
Lapisan a
Lapisan B
I
I
8-9-10-11 Lapisan C, I ( .
[image:54.509.97.467.321.677.2]I
I
I
12-13- lh 15 Lapisan DIV. HASIL DAN PE,MBAHASAN
A. SUHU
Suhu merupakan salah satu faktor yang mendukung
keberhasilan proses penyimpanan. Suhu pada setiap
sisi alat penyimpanan haruslah merata. Dari hasil
pengukuran suhu pada beberapa posisi yang dapat diang-
g a p mewakili letak titik-titik pada seluruh alat
nampak bahwa posisi yang memiliki ketinggian yang sama
tidak menunjukkan perbedaan yang terlalu besar jika
dibandingkan dengan posisi yang memiliki ketinggian
yang berbeda. Untuk selanjutnya pembandingan akan
dilakukan antar lapisan yang berbeda. Nilai suhu
rata-rata harian di berbagai posisi dan grafik peru-
bahan suhu rata-rata tiap lapisan masing-masing dapat
dilihat pada Lampiran 2 dan Gambar 12.
Dari gambar perubahan suhu pada setiap lapisan
nampak bahwa pada dua minggu pertama terdapat fluktua-
si yang tajam baik berupa penurunan maupun peningkatan
s u h u , terutama pada hari-hari pertama. Fluktuasi
berupa peningkatan yang tajam terdapat pada lapisan
kedua dari atas (lapisan B)
.
Nilai suhu terendah dantertinggi yang dicapai lapisan ini adalah masing-
masing 23.1 OC dan 30.1 OC. Pada lapisan paling atas
(lapisan A) terjadi pula peningkatan walaupun fluktua-
auhu (deraiat celcius)
--
1 12 23 34
[image:56.516.87.441.105.338.2]dua minggu ke-
Gambar 12. Grafik perubahan suhu rata-rata setiap
lapisan
yang dicapai oleh lapisan ini adalah masing-masing
28.4 OC dan 30.0 OC. Berbeda dengan lapisan A dan B,
lapisan ketiga dari atas (lapisan C) pada hari-hari
pertama justru terjadi peningkatan suhu walau dengan
fluktuasi yang tidak terlalu tajam. Suhu terendah
yang dicapai lapisan ini adalah 27.2 O C dan s u h u
tertinggi 30.8 OC. Demikian p u l a d e n g a n lapisan
paling dasar (lapisan D) mengalami penurunan suhu
dengan fluktuasi yang tak terlalu tajam dengan suhu
terendah 27.2 OC dan suhu tertinggi 3 0 . ~ ~ ~ .
P a d a d u a minggu berikutnya d i m a n a d i b e r i k a n
malam hari diperoleh pula beberapa data. Pada lapisan
A seperti pada ,dua minggu sebelumnya, fluktuasi tidak
terlihat jelas. Suhu terendah yang dicapai lapisan
ini adalah 29.2 OC sedangkan suhu tertinggi adalah
30.6 OC. Suhu terendah dan tertinggi yang dicapai
lapisan ini masing-masing adalah 27.8 OC dan 30.7 OC.
Nilai yang sama dicapai pula oleh lapisan C , hanya
dengan fluktuasi yang lebih landai. Pada lapisan dasar
suhu terendah dan tertinggi yang dicapai pun tidak
terlalu jauh berbeda yaitu 27.8 OC untuk suhu terendah
dan 30.8 OC untuk suhu tertinggi.
Awal perubahan perlakuan pada minggu k e l i m a ,
dimana tidak digunakan kipas terjadi perubahan suhu
yang cukup besar hampir di setiap lapisan. P a d a
lapisan A d a p a t dilihat t e r j a d i p e n u r u n a n s u h u .
Secara umum suhu terendah dan tertinggi yang dicapai
oleh lapisan ini pada minggu kelima dan keenam adalah
masing-masing 27.9 OC dan 31.2 OC. Lapisan B masih
menunjukkan fluktuasi terbesar. Suhu terendah d a n
tertinggi yang pernah dicapainya adalah 26.8 OC dan
31.3 OC. Walau tidak sebesar lapisan d i atasnya,
lapisan C pun mengalami fluktuasi akibat adanya peru-
bahan perlakuan. Suhu terendah yang dicapainya adalah
26.3 OC dan suhu tertinggi adalah 30.6'~. Lapisan D
mencapai suhu tertinggi 3 1.9. OC yang juga merupakan
lainnya. Suhu terendah yang dicapainya yaitu 26.7 OC.
Dua minggu keempat atau minggu ketujuh dan kede-
lapan dimana perlakuan yang diberikan penambahan
insulasi arang yang juga berfungsi sebagai absorber
membawa pengaruh berupa peningkatan suhu di setiap
lapisan. Pada lapisan teratas suhu terendah adalah
28.8 OC dan suhu tertinggi adalah 31.6 OC. Lapisan B
mempunyai suhu terendah yang bernilai cukup tinggi
yaitu 29.4 OC dan suhu tertinggi 31.8 OC. Lapisan
ketiga hampir sama dengan lapisan sebelumnya dengan
suhu terendah dan teringgi masing-masing 29.3 OC dan
31.7 OC. Lapisan dasar kembali mempunyai suhu paling
tinggi yaitu bernilai 32.0 OC. Suhu terendah yang
dicapainya adalah 29.3 OC.
Dari sini dapat dikatakan bahwa kemampuan LPGKAT
menjaga kestabilan suhu dalam adalah sebagai berikut,
23.1
-
30.8 OC untuk penggunaan kipas setengah hari,27.8
-
30.8 OC untuk penggunaan kipas satu hari penuhdan 26.3-31.9 OC tanpa penggunaan kipas. Sedangkan
untuk penggunaan insulasi arang yaitu 28.8-32.0 OC.
Suhu rata-rata masing-masing lapisan untuk setiap
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.
Pada perlakuan pertama rata-rata suhu yang
dicapai 28.7 OC, pada perlakuan kedua 29.4 OC, pada
perlakuan ketiga 28.8 OC dan. pada perlakuan keempat
Tabel 4. suhu rata-rata setiap lapisan pada perlakuan yang berbeda
Lapisan Suhu pada setiap perlakuan ( O C )
Rata-rata 2 8 . 9 2 9 . 4 2 9 . 0 3 0 . 3
Keterangan
I
= penggunaan kipas setengah hariI1 = penggunaan kipas seluruh hari
I11 = tanpa kipas
IV = penggunaan insulasi arang
suhu dalam lumbung tidak menunjukkan perbedaan besar
antara siang dan malam. Perbedaan terbesar yang
pernah terjadi sekitar 5 O . Keadaan ini dapat dilihat
pada Lampiran 3 .
Dengan membandingkan keempat perlakuan dari segi
kestabilan dan tinggi suhu yang dapat dicapai maka
perlakuan keempat atau penggunaan bahan insulasi
memiliki kelebihan dibanding tiga perlakuan lain.
Yang perlu diperhatikan dalam ha1 ini adalah
bahwa pengambilan kesimpulan hanya dari segi suhu saja
adalah tidak mungkin karena perubahan suhu akan mem-
pengaruhi pula perubahan kadar air. Seperti pada
perlakuan kedua dimana pada hari-hari awal penerapan-
nya terjadi fluktuasi suhu yang dapat mempengaruhi
nilai kadar air yang secara tidak langsung dapat
[image:59.516.72.472.73.468.2]Dari data keseluruhan terlihat bahwa kisaran
suhu pada LPGKAT mempunyai rata-rata 29.3 OC dengan
nilai terendah 23.1 OC dan suhu tertinggi 32 OC.
Dari data yang diperoleh dapat dibentuk pola-pola
hubungan antara titik-titik yang mempunyai suhu yang
relatif sama atau peta isothermis. Pola-pola ini
dapat dilihat pada Lampiran 4. Demikian pula dari data
terlihat bahwa walau dengan perbedaan yang tidak
terlalu besar, nilai suhu di dalam LPGKAT selalu lebih
besar jika dibandingkan dengan suhu lingkungan seki-
tar. Data suhu lingkungan sekitar selama bulan-bulan
penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5.
B. KADAR AIR
Kadar air erat hubungannya dengan mutu bahan
hasil pertanian. Berbagai usaha penanganan pasca
panen seperti pengeringan dan penyimpanan dilakukan
dalam rangka menurunkan kadar air dan menjaga kesetim-
bangannya. Dengan adanya kesetimbangan kadar air maka
kerusakan fisik maupun organoleptik dapat dikurangi
serta dapat memperpanjang masa simpan. Dari data
pengukuran kadar air selama pengujian pada beberapa
lapisan contoh di dalam LPGKTA diperoleh hasil bahwa
kadar air menurun bersama dengan pertambahan waktu
seperti terlihat pada Gambar.13. Data lengkap dapat
juga diperoleh gambaran bahwa laju penurunan kadar air
akan berbeda bila perlakuan yang dilakukan pada alat
berbeda. Nilai laju penurunan kadar air pada tiap-
tiap minggu dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Laju penurunan kadar air rata-rata setiap
perlakuan
Perlakuan Laju Penurunan KA rata-rata perminggu ( % )
Keterangan I = penggunaan kipas setengah hari
I1 = penggunaan kipas seluruh hari
I11 = tanpa kipas
IV = penggunaan insulasi arang
kadar air (YO bb)
2 4
I
i
0 1 2 3 4 5 6
-
8minggu ke-
[image:61.527.92.473.77.694.2]Pada mingqu I penurunan kadar air rata-rata 1.6%
per minqqu atau 0.27% per hari. Penurunan terbesar
terjadi pada lapisan B yaitu 2.6% per mingqu sedanq-
kan penurunan terkecil terjadi pada lapis C yaitu
rata-rata di tiap lapisan meninqkat menjadi 1.9% per
minggu dengan nilai terbesar pada lapisan A yaitu
3.70% per minggu dan terkecil yaitu tanpa penurunan
terjadi pada lapisan B.
Pada minqgu I11 penurunan kadar air rata-rata
hanya 0.5% per minqqu denqan nilai terbesar pada
lapisan A yaitu 1.1% per minqgu dan yanq terkecil
yaitu tanpa penurunan terjadi pada lapisan D. Pada
minggu IV angka penurunan kadar air rata-rata mening-
kat kembali menjadi 0.8% per minqqu denqan penurunan
terbesar yaitu 1.2% per minggu terjadi pada lapisan C
dan pada lapisan D terjadi pertambahan nilai kadar air
yaitu 0.3% per mingqu.
Dengan membandingkan penurunan kadar air pada
minqqu I dan I1 dengan minggu I11 dan IV nampak bahwa
penurunan kadar air pada mingqu I dan I1 jauh lebih
besar. Diduga ha1 ini erat kaitannya denqan adanya-
perlakuan yanq berbeda. Pada minqqu I dan I1 pemakai-
an kipas sebaqai sarana pembantu proses penurunan
kadar air dipakai hanya pada siang hari sedangkan pada
minqqu I11 dan IV kipas diqunakan seharian atau siang
lokasi pengujian memiliki RH yang lebih rendah diban-
dingkan pada malam hari sehinqga udara yang dialirkan
melalui hembusan kipas k e dalam alat adalah udara yang
tidak sarat dengan uap air. Oleh karena itu penggu-
naan kipas pada siang hari lebih efektif dilihat dari
hasil dan efisien ditinjau dari segi biaya.
Pada minggu V relatif tidak terjadi penurunan
kadar air atau penurunan kadar air rata-rata adalah
0 % , bahkan pada lapisan A terjadi pertambahan kadar
air yang cukup besar yaitu 2 . 8 % . Penurunan terbesar
terjadi pada lapisan D yaitu sebesar 1.6%. Pada
minggu VI penurunan kadar air rata-rata adalah 1 . 3 %
per minggu dengan penurunan terbesar terjadi pada
lapisan A yaitu 2.4% dan pada lapisan D terjadi penam-
bahan kadar air yaitu 0 . 6 % per minggu.
Dari data ini dapat terlihat perbedaan yang cukup
menyolok dalam penurunan kadar air dibandingkan dengan
minggu I11 dan IV. Hal ini pun dapat dikaitkan dengan
perbedaan perlakuan yang diberikan. Pada minggu V dan
VI penurunan kadar air berlangsung secara alami tanpa
bantuan kipas. Dibandingkan minggu 111 dan IV penu-
runan kadar air masih lebih besar tetapi dibandingkan
minggu I dan I1 masih lebih kecil. Dari sini dapat
dikatakan bahwa dalam ha1 penggunaan kipas perlakuan
terbaik adalah penggunaan kipas setengah hari.
per minggu dengan penurunan terbesar terjadi pada
lapisan A yaitu 5.7% dan terkecil terjadi pada lapi-
san C yaitu 2.1%. Pada minggu ke VIII penurunan kadar
air menjadi 1.4% per minggu dengan penurunan terbesar
5.0% per minggu yaitu pada lapisan D dan pada lapisan
A justru terjadi penambahan kadar air yaitu 1.0% per
minggu. Dengan adanya arang sebagai bahan insulasi
pada minggu k e VII dan VIII nampak bahwa laju penu-
runan kadar air menjadi lebih besar, karena selain
sebagai bahan insulasi, arang berfungsi sebagai bahan
absorber.
C. MUTU
Mutu bahan pangan secara kualitatif dan kuantita-
tif dipengaruhi oleh penanganan pra dan pasca panen.
Pada proses pra panen penanganan diarahkan untuk
meningkatkan mutu secara kualitatif maupun kuantita-
tif, sedangkan pada proses pasca panen penanganan
diarahkan untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang
lama masa simpan.
Beras hasil giling dari gabah yang dikeringkan
dan disimpan di dalam LPGKAT menunjukkan beberapa
sifat. Dari segi bau, beras yang dihasilkan dari
lapisan B agak apek yaitu pada lapisan B, namun secara
umum bau yang ditimbulkan tidak menunjukkan perbedaan
disimpan di dalam alat terlihat adanya qanqquan jamur
dan serangga mulai minggu I1 pengamatan. Jamur dan
serangga yang didapat pada tumpukan gabah dapat
diperkirakan dengan pengujian terhadap beberapa con-
toh. Sedangkan pada beras tidak terlihat tanda-tanda
terserang jamur atau tercemar zat kimia
Mutu beras selain KA diukur melalui 3 pengujian.
Data lengkap tentang ha1 ini terdapat pada Lampiran 7,
8 , 9 , 10, 11 dan 12. Sebagai pembanding digunakan standar Bulog (Lampiran 1).
Dari hasil pengujian terlihat bahwa persentase
rata-rata butir merah dan benda asing adalah 0.04%
atau dibawah standar maksimum Bulog yaitu 0.05%.
Nilai terkecil dan terbesar masing-masing terdapat
pada lapisan A dan C (Tabel 6).
Tabel 6. Persentase rata-rata benda asing dan butir
merah dalam beras hasil uji
Lapisan Persentase Benda Asing dan Butir Merah ( % )
Persentase rata-rata butir hijau dan mengapur
Persentase rata-rata butir hijau dan mengapur adalah
2.3%. Sedangkan standar maksimum Bulog adalah 3.0%.
Tabel 7. Persentase rata-rata butir hijau dan menga-
pur pada beras hasil uji
Lapisan Persentase Butir Hijau dan Mengapur ( % )
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa persentase rata-rata
butir kuning adalah 2.4. Nilai persentase butir ku-
ning ini di bawah standar maksimum Bulog yaitu 3.0%.
Persentase terbesar terdapat pada lapisan B atau
pertengahan lumbung.
Tabel 8. Persentase rata-rata butir kuning pada beras
hasil uji
Lapisan Persentase Butir Kuning ( % )
Dari uji persentase butir menir dan butir patah
nampak bahwa persentase rata-rata keduanya masih dalam
butir patah dan butir menir masing-masing 5.6% dan
3.0% sedangkan standar Bulog adalah maksimum 35% dan
3%. Nilai persentase rata-rata butir patah dan menir
pada tiap lapisan dapat dilihat pada Tabel 9 dan lo.
Jumlah rata-rata butir gabah yang terdapat pada
L O O gr beras adalah 2.2 butir, sedikit melampaui batas
maksimum yang ditetapkan Bulog yaitu 2 butir per 100
gram beras.
Tabel 9. Persentase rata-rata butir patah pada beras
hasil uji
Lapisan Persentase Butir Patah ( % )
Tabel 10. Persentase rata-rata butir menir pada beras
hasil uji
D. FUNGSIONAL ALAT
Secara umum