• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis fungsional lumbung penyimpanan gabah kadar air tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis fungsional lumbung penyimpanan gabah kadar air tinggi"

Copied!
198
0
0

Teks penuh

(1)

" S e s u n g g u h n y a s e t e l a h k e s u l i t a n i t u ada kemudahan, maka a p a b i l a kamu t e l a h s e l e s a i d a r i s u a t u u r u s a n , k e r j a k a n l a h dengan sungguh-sungguh u r u s a n yang l a i n , dan hanya k e p a d a Robbmulah h e n d a k n y a kamu b e r h a r a p u

( A l - I n s y i r a h : 6-8).

" K a r e n a i t u i n g a t l a h kamu kepadaKu n i s c a y a U u a k a n i n g a t kepadamu, dan b e r s y u k u r l a h kepadaKu s e r t a j a n g a n l a h kamu i n g k a r .

Wahai o r a n g - o r a n g yang b e r i m a n j a d i k a n l a h s a b a r dan s h a l a t s e b a g a i pen01 ongmu, s e s u n g g u h n y a A l l a h bersama o r a n g - o r a n g yang s a b a r "

(A1 Baqarah : 2 5 2 - 1 5 3 1 .

T e r u n t u k I b u t e r s a y a n g , Bapak t e r k a s i h d i s i s i N y a ,

(2)

1993

FAKULTAS TEKNOLOGE PERTANIAN INSTITW PERTANIAN BOGOR

(3)

NOVIANA WIDLYANTI. F250725. Analisis Funysional Lum- bung Penyimpan Gabah Kadar Air Tinggi. Dibawah bimbingan

Ir. Gardjito MSc. dan Ir. Rokhani Hasbullah.

Sampai saat ini penelitian masalah padi (beras) yang

merupakan makanan pokok mayoritas penduduk Asia tetap

hangat dibicarakan. Berbagai usaha di sektor pra panen

dan pasca panen dilakukan untuk meningkatkan mutu komoditi

ini baik secara kuantitas maupun kualitas. Di bidang

penanganan pasca panen, pengeringan dan penyimpanan meme-

gang peranan yang penting dalam menjaga mutu gabah.

Salah satu alat yang dirancang khusus untuk memenuhi kedua

tahap penanganan pasca panen ini adalah Lumbung Penyimpan

Gabah Kadar Air Tinggi (LPGKAT).

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji LPGKAT

secara fungsional dengan memperhatikan sebaran suhu dan

perubahan kadar air gabah di dalam lumbung selama penyim-

panan serta mutu beras giling dari gabah yang disimpan di

dalamn: 3 .

Secara umum dapat dikatakan bahwa suhu rata-rata

dalam lumbung (29.3 OC) selalu lebih tinggi dari suhu

rata-rata udara lingkungan (25.0 OC). Demikian pula suhu

(4)

Dari berbagai perlakuan yang diberikan yang melipu-

ti penggunaan kipas setengah hari, penggunaan kipas seha-

rian, tanpa kipas dan 7enggunaan bahan insulasi terlihat

bahwa suhu rata-rata dalam alat mencapai nilai tertinggi

pada perlakuan terakhir atau penggunaan bahan insulasi

yaitu 30.3 OC.

Dari pengukuran kadar air selama 8 mlnggu, terlihat

terjadi penurunan kadar air yang cukup besar yaitu dari

22.7% menjadi 11.4% basis basah. Laju penurunan tertinggi

terjadi pada saat dua minggu terakhir atau perlakuan

penggunaan bahan insulasi yaitu 2.6% per minggu.

Mutu beras giling dari gabah yang disimpan di dalam

lumbung mempunyai rata-rata persentase butir merah atau

benda asing, butir kuning, butir hijau atau mengapur,

butir patah, dan butir menir dan jumlah gabah pada 100 gr

beras berturut-turut adalah 0 . 0 4 % , 2.4%, 2.3%, 5 . 6 % , 2.9%

dan 2 butir.

Data hasil penelitian dapat menggambarkan bahwa

LPGKAT secara fungsional dapat digunakan sebagai penyim-

(5)

ANALISIS FUNGSIONAL LljhlBLTG

PENYIMPAN GABAH ICADAR AIR TINGGI

Oleh:

NOVIANA WIDAYANTI

F. 250725

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Jurusan Mekanisasi Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

1993

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANI-AN BOGOR

(6)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

ASAI.,ISIS FGh-GS1ON;IL LUSIBIiZ;G

PESY1hIPAX GABAFI IirtDitR AIR TlNGGl

SKRIPSI

sebayai salah satu syarat memperoleh yelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Jurusan Mekanisasi Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

0leh:

NOVIANA WIDAYANTI

F. 250725

Dilahirkan pada tanygal 2 6 Nopember 1970

di Bogor

Lulus Tanggal :

2

@93

ardjito MSc.

(7)

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 28 Nopember

1970 sebagai putri kelima dari enam bersaudara, anak

d a r i pasangan suami-isteri Ngadiman Ahmad S o s r o

Soedjito dan Ruaida.

Pada tahun 1982 penulis menyelesaikan pendidikan dasar

di SDN IV Cibuluh Bogor. Pendidikan menengah didapat-

kan penulis di SMPN 1 Bogor dan SMAN 1 Bogor.

Institut Pertanian Bogor menerima penulis sebagai

mahasiswanya tahun 1988 lewat jalur penelusuran minat

dan kemampuan (PMDK)

.

Tahun berikutnya penulis dite-

rima di Fakultas Teknologi Pertanian dan lulus sebagai

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim

Puji syukur hanya lhyak dilimpahkan k e hadirat

Allah SWT. yang atas rahmat dan petunjukNya jua se-

hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penelitian mengenai analisis lumbung penyimpan

gabah kadar air tinggi yang dilakukan di Laboratorium

Lingkungan dan Bangunan Pertanian, FATETA dan Labora-

torium AP4, IPB, Bogor pada bulan Nopember 1992 sampai

Januari 1993. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Perta-

nian pada Jurusan Mekanisasi Pertanian, Fakultas

Teknologi Pertanian, IPB.

B e r s a m a i n i p e n u l i s m e n y a m p a i k a n u c a p a n

terimakasih kepada:

1. Ir. Gardjito, MSc., selaku dosen pembimbing utama

dan Ir. Rokhani Hasbullah, selaku dosen pembim-

bing kedua atas berbagai saran dan motivasi yang

selalu diberikan.

3. Ir. John Kumendong MS., selaku dosen penguji.

4. Staf pengajar di LBP yang telah banyak membantu

dalam penelitian.

5. Bapak Ahmad dan para karyawan AP4 yang banyak

membantu secara teknis.

(9)

6 . Ibu dan saudara-saudaraku tercinta atas doa dan dukungan moraal maupun material yang diberikan,

Rully, de Ari, Fuad, Sutoyo, Rini, Isri, Kisdi,

warga Azkia dan warga Sakiinah serta semua pihak

yang turut membantu dengan tulus.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini

dapat bermanfaat. Kritik dan saran yang membangun

untuk perbaikan skripsi ini akan penulis perhatikan.

(10)

DAFTARTABEL

Halaman

Konstanta c dan n dari beberapa

hasil pertanian

...

18

Kadar air k kesetimbangan gabah dalam

persen basis basah

...

21

Kerapatan gabah pada berbagai kadar

air

...

22

Suhu rata-rata setiap lapisan pada

. . .

perlakuan yang berbeda 45

Laju penurunan kadar air rata-rata

setiap lapisan

...

47

Persentase rata-rata benda asing

dan butir merah hasil uji

...

51

Persentase rata-rata butir hijau

dan mengapur hasil uji

...

52

Persentase rata-rata butir kuning

hasil uji

...

52

Persentase rata-rata butir patah

hasil uji

...

53

Persentase rata-rata butir menir

. . .

(11)
[image:11.516.72.472.127.521.2]

DAFTAR G.AMBAR

Gambar 1.

Gambar 2.

Gambar 3.

Gambar 4.

Gambar 5.

Gambar 6.

Gambar 7.

Gambar 8.

Gambar 9.

Gambar 10.

Gambar 11.

Gambar 12.

Gambar 13.

Halaman

Struktur butir gabah

. . .

7

Hubungan kecepatan pengeringan dan

...

kadar air bahan 15

...

Kurva keseimbangan kadar air la

Lumbung penyimpan gabah kadar air

tinggi

...

3 1

Alat penggiling gabah skala uji

. . .

3 4

Alat penyosoh beras skala uji

. . .

3 4

Alat pemisah butir utuh, butir

. . .

patah dan butir menir skala uji 3 5

Recorder dengan 24 termocouple

. . . .

? 5

Alat pengukur kadar air

. . .

3 6

Titik-titik pengukuran kadar air.. 3 8

Titik-titik pengukuran suhu

. . .

4 0

Grafik suhu rata-rata setiap lapisan

se1a:na pengujian

...

42

Grafik kadar air gabah rata-rata

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1.

Lampiran 2

Lampiran 3.

Lampiran 4.

Lampiran 5.

Lampiran 6.

Lampiran 7. Lampiran 8 Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13.

Persyaratan standar kualitas beras giling pengadaan dalam negeri 1993 64

Data suhu rata-rata harian Pada

[image:12.516.111.483.126.547.2]

setiap posisi

. . .

65

Grafik suhu rata-rata siang dan dan malam pada setiap perlakuan

...

69

Pola-pola posisi isoterm LPGKAT

. . .

71

Data klimatologi daerah pengujian. 72 Perubahan kadar air pada setiap posisi selama pengujian

. . .

77

Data persentase butir asing dan merah

. . .

78

Data persentase butir hijau dan mengapur

. . .

76

Data persentase butir kuning

. . .

79

Data persentase butir patah

. . .

79

Data persentase butir menir

. . .

60

Data jumlah butir qabah / 100 gram

beras

. . .

SO

Gambar skematik LPGKTA

. . .

8 1
(13)

DAFTAR IS1

Halaman

KATA PENGANTAR

. . .

i

DAFTAR IS1

...

iii

DAFTAR TABEL

...

v

DAFTAR GAMBAR

. . .

vi

DAFTAR LAMPIRAN

. . .

vii

I

.

PENDAHULUAN

. . .

1

. . .

.

A LATAR BELAKANG 1

. . .

.

B TUJUAN PENELITIAN 4 I1

.

TINJAUAN PUSTAKA

. . .

5

A

.

GABAH PAD1

. . .

5

. . .

B

.

PENANGANAN PASCA PANEN 12 1

.

Pengeringan

...

13

2

.

Penyimpanan

...

18

C

.

ARANG

...

26

D

.

ASPEK TEKNIK DAN EKONOMI RANCANGAN LUMBUNG PAD1

...

27

1

.

Kelayakan Struktural

. . .

28

2

.

KELAYAKAN Fungsional

. . .

28
(14)

IV

.

HASIL DAN PEMBAHASAN

. . .

41

A

.

SUHU

. . .

41

B

.

KADAR AIR

...

46

C

.

MUTU

. . .

50

D

.

FUNGSIONAL ALAT

. . .

53

DAFTAR PUSTAKA

. . .

61
(15)

Masalah pangan tidak dapat terlepas dari kehidup-

an manusia. Terpenuhinya kebutuhan pangan erat kait-

annya dengan aspek sosial ekonomi dan stabilitas

nasional suatu negara. Bagi Indonesia yang mayoritas

penduduknya menjadikan padi (beras) sebagai makanan

pokoknya, yang menjadi masalah adalak. bagaimana me-

ningkatkan produksi padi baik secara kualitas maupun

kuantitas. Berbagai usaha telah dilakukan pada sektor

budidaya atau pra panen, antara lain dengan menerapkan

teknologi pada program-program intensifikasi dan

ekstensifikasi. Hasil dari sektor ini berupa pening-

katan produksi yang membuahkan swasembada beras sudah

dapat dirasakan. Namun demikian keberhasilan di

sektor ini perlu diiringi pula oleh keberhasilan di

sektor pasca panen. Melimpahnya hasil panen gabah

seringkali menyebabkan petani terpaksa menjual hasil

panennya dengan harga dan mutu yang rendah. Untuk

mencegah kerugian yang besar dipihak petani, yang juga

dikarenakan keterbatasan pemerintah dalam membeli dan

menyimpan gabah, maka diperlukan penanganan pasca

(16)

Penanganan pasca panen ditujukan untuk memperta-

hankan mutu dalam pengertian mengurangi susut dan

memperpanjang nrasa simpan dalam rangka untuk mening-

katkan nilai tambah. Penelitian yang pernah dilakukan

oleh Pusat Tanaman Pangan 1980/1981 menunjukkan bahwa

susut hasil panen tanaman padi pada sektor pasca panen

mencapai 37 persen. Borgstrom (1975) memperkirakan

bahwa di banyak negara tropis dan sub tropis sekitar

sepertiga sampai setengah biji-bijian 2ilang dari saat

lepas panen sampai konsumsi. Kehilangan seluruh hasil

proses pasca panen adalah 19 persen (Darmayati et al.,

1989, Setiyono et al., 1990). Penanganan pasca panen

yang umum dilakukan oleh petani meliputi perontokan,

pengeringan, dan penyimpanan.

Pengeringan memegang peranan yang penting dalam

rantai pasca panen, karena proses ini menentukan

proses berikutnya yaitu rendemen giling dan keamanan

penyimpanan dalam gudang. Pengeringan yang biasa

dilakukan adalah pengeringan secara alami yaitu dengan

sinar matahari. Proses ini akan terhambat bila tiba

musim penqhujan atau hari tidak cerah. Oleh karena

itu adanya mesin pengering yang dapat mengatasi ham-

batan di atas menjadi penting artinya. Namun biaya

pengeringan dengan mesin masih lebih tinggi dibanding-

k a n dengan pengeringan alami dengan perbandingan

(17)

Selain pengeringan, penyimpanan pun perlu menda-

pat perhatian. Menurut laporan FTDC (1982), iklim di

Indonesia yang panas dan lembab memungkinkan timbulnya

jamur dan serangga dengan cepat sehingga penyimpanan

gabah di pedesaan mudah rusak. Selain itu kerusakan

pun dapat disebabkan oleh gangguan tikus yang diaki-

batkan kurang sempurnanya konstruksi lumbung penyimpan

gabah. Di tingkat pedesaan, petani menyimpan gabah di

lumbung-lumbung tradisional atau gudang-gudang milik

swasta dan KUD. Menurut hasil survey Team Marketing

Wigtz di BULOG (1977), penyusutan gabah selama di

lumbung petani diperkirakan sekitar 4 persen. Hasil

survey JICA (1987) di beberapa daerah di Indonesia,

didapatkan hasil bahwa susut bobot dan mutu berturut-

turut 3 dan 11 persen.

Sampai saat ini penelitian gabungan antara proses

pengeringan dan penyimpanan gabah khususnya masih

hangat dibicarakan. Di India telah dibuat suatu alat

HMPB (High Moisture Paddy Bin), yaitu silo untuk

penyimpanan padi basah (Thahir, 1989). Melalui alat

ini keseimbangan kadar air dapat dicapai dalam jangka

waktu 15 hari. Di Indonesia pun telah dirintis peran-

cangan alat sejenis yang setelah diuji cernyata dapat

menurunkan kadar air dari 23 persen menjadi 18 persen

(18)

Penelitian masih terus dilakukan untuk memodi-

fikasi lumbung HMPB dari segi bentuk sruktural maupun

bahan konstruksinya dan kemungkinan penggunaan insula-

tor agar lumbung yang digunakan lebih effisien.

B. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan umum penelitian ini adalah menguji suatu

rancangan lumbung yang mampu menyimpan gabah dalam

kondisi kadar air tinggi. Dalam ha1 ini lumbung tidak

hanya berfungsi sebagai tempat penyimpan saja tapi

juga alat pengering.

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

(1) Uji fungsional lumbung penyimpan gabah kadar air

tinggi (LPGKT) dengan memperhatikan sebaran suhu

pada berbagai posisi dalam tumpukan gabah dan RH

baik di dalam maupun di luar lumbung.

(2) Uji fungsional dengan memperhatikan perubahan

kadar air dari waktu k e waktu dalam berbagai

lapisan tumpukan gabah.

(3) Uji mutu akhir gabah yang meliputi persentase

butir patah, butir menir, butir hijau (mengapur),

butir kuning (rusak), butir merah (benda asing)

(19)

11. TINJAUAN PUSTAICA

Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang

sangat penting nilainya. Di beberapa daerah di dunia

padi sudah dijadikan makanan polcok sejak lama. Di

sekitar asia tenggara yaitu Indonesia, Indocina dan

Cina Selatan serta daerah Afrika, sebagian Eropa dan

Laut Tenqah diperkirakan terdapat pusat-pusat tanaman

padi (Wachjuddin Tjiptadi dan Zein Nasution, 1976).

Padi merupakan famili dari graminiae dan mempu-

nyai banyak spesies yaitu kurang lebih sampai 25

jenis. Jenis yang paling terkenal adalah Oryza sativa

yang mempunyai 2 tipe yaitu tipe Indica atau india

dan tipe Japonies atau tipe cina-jepang (Myasnikova,

1965). Padi di Indonesia semuanya berasal dari jenis

Oryza sativa L. (Soemartono et al., 1974). Padi jenis

ini terbagi menjasi dua yaitu Utillisme dan Glutinosa.

Golongan Utillisme dibagi lagi menjadi 2 yaitu Commu-

nis dan Minota. Dalam Communis dikenal 2 macam padi

yaitu padi bulu dan padi cereh.

Somaatmadja (1982) menyatakan bahwa hasil yang

diperoleh dari 100 k g tanaman padi adalah 55.6 k g

jerami dan 44.4 k g gabah. Gabah yang dihasilkan

tersebut mengandung 8.9 kg s,ekam, 3.6 kg katul, 26.9

(20)

Umumnya sruktur butir gabah terdiri atas:

a. Sekam (kulit gabah) yang biasanya berwarna coklat

atau kehithm-hitaman dibentuk oleh "palea" dan

"lamneat'.

b. Kulit bagian dalam (culticula) berwarna tak tentu-

dari putih sampai coklat kehitaman. Bagian ini

terdiri dari 5 lapisan yang dapat dilihat dengan

mikroskop.

c. 3agian padi (endosperm) yang sebagian besar ter-

diri dari sel-sel yang dapat dimaXan dengan dua

komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin.

d. Lembaga (germ) bagian ini masih terlihat setelah

sekam dilepas dan beras disosoh, namum tak terda-

pat pada beras putih.

Struktur butir gabah secara lengkap dapat dili-

hat pada Gambar 1.

Setelah melewati serangkaian penanganan pasca

panen maka akan dihasilkan beras yang merupakan bahan

konsumsi. Beras yang baik adalah beras yang tercukupi

standar kualitas dan kuantitasnya. Menurut BULOG

(1993) ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi

yang meliputi syarat kualitatif dan kuantitatif.

1. Persyaratan kualitatif

a. Hama dan penyakit

(21)
[image:21.509.137.456.93.594.2]
(22)

8

ulat dan sebagainya) dan penyakit (cendawan dan

sebagainya) yang hidup dan terdapat pada contoh

beras yang diperiksa. Bebas hama dan penyakit

berarti secara visual tidak ditemukan hama dan

penyakit hidup pada contoh beras yang diperik-

sa. Bangkai serangga dikategorikan benda

asing.

b. Bau

Menyangkut bau yang dapat ditangkap oleh indra

penciuman (hidung) pada contoh beras yang

diperiksa. Bau yang ditolak adalah bau busuk,

asam dan bau-bau asing lainnya yang nyata

berbeda dengan bau beras sehat.

c. Dedak/katul

Ada tidaknya dedak/katul yang terlepas (bebas).

Bersih dari dedak atau katul berarti tidak

terdapat dedak/katul yang bebas maupun yang

melekat atau terikat pada butir-butir beras.

d. Bahan kimia

Sisa-sisa bahan kimia seperti pupuk, pestisida

dan bahan-bahan kimia lainnya yang membahayakan

bagi kesehatan dan keselamatan manusia.

2. Persyaratan Kuantitatif

a. Beras giling

(23)

9

gabah dimana seluruhnya atau sebagian kulit

lembaga atau kulit arinya sudah dipisahkan

dalam proses penyosohan (bukan beras tumbuk)

dan yang memenuhi persyaratan kualitatif seper-

ti tercantum dalam standar k u a l i t a s beras

giling pada pengadaan dalam negeri.

b. Derajat sosoh

Tingkat terlepasnya lapisan katul (aleuron) dan

lembaga dari butir beras pada saat penyosohan.

Dikatakan derajat sosoh 100% bila hasil proses

penyosohan beras dimana seluruh lapisan katul

dan lembaga dan sedikit endosperm telah dile-

paskan dari butir beras tersebut. Dikatakan

derajat sosoh 95% bila hasil proses penyosohan

beras sebagian lapisan katul dan lembaga seba-

gian besar telah dilepaskan dari beras sehingga

butir beras hanya dilapisi oleh lembaga atau

katul sekitar 5%. Penilaian derajat sosoh

dilakukan secara visual dengan atau tanpa zat

pewarna yang lalu dibandingkan dengan contoh

baku dari varietas yang diuji.

c. Kadar air

Jumlah kandungan air dalam butir beras dinyata-

kan dalam satuan persen dari berat basah (wet

(24)

d. Ukuran butiran beras

Butir utuh yaitu butir-butir beras baik sehat

maupun cacat yang utuh atau tidak ada patah

sama sekali. Butir kepala yaitu butir beras

patah baik sehat maupun cacat yang mempunyai

ukuran lebih besar atau sama dengan 6/10 bagian

ukuran panjang rata-rata beras utuh yang dapat

melewati cekungan intended plate dengan persya-

ratan ukuran lubang 4.2 mm. Butir patah yaitu

butir beras patah baik sehat maupun cacat yang

mempunyai ukuran lebih kecil dari 6 / 1 0 bagian

rata-rata beras utuh namun lebih besar dari

2/10 nya. Dalam pengukuran mengunakan intended

plate berukuran 4.2 mm lalu dibantu secara

manual dengan tangan. Butir menir yaitu butir

beras patah baik sehat maupun cacat yang mem-

punyai ukuran lebih kecil atau sama dengan 2/10

bagian butir utuh. Pengukuran menggunakan

ayakan menir standar dengan diameter antara

1.80-2.0 mm.

e. Butir hijauimengapur

Butir hijau yaitu butir beras yang berwarna

kehijauan dan bertekstur lunak seperti kapur

akibat dipanen terlalu muda (sebelum proses

pemasakan buah sempurna)

,

h a 1 ini ditandai
(25)

11

hijau yang utuh dan keras dikategorikan sebagai

butir sehat (bukan butir hijau). Butir menga-

pur yaitu butir beras yang berwarna putih

seperti kapur (chalky) dan bertekstur lunak yang

disebabkan oleh faktor fisiologis. Butir

berwarna seperti kapur yang utuh dan keras

dimasukan k e dalam butir sehat (bukan butir

kapur)

.

f. Butir kuninglrusak

Butir kuning yaitu butir beras utuh, kepala,

patah dan menir yang berwarna kuning, kuning

kecoklat-coklatan atau kuning semu akibat

perubahan warna yang terjadi selama penanganan.

Butir rusak yaitu butir beras utuh, kepala

patah dan menir yang berwarna putihlbening,

putih mengapur, kuning dan berwarna merah yang

mempunyai lebih dari satu bintik yang bernok-

tah. Beras yang berbintik kecil tunggal dan

tidak potensial untuk rusak tidak termasuk

butir rusak.

g. Butir merah

Butir merah yaitu butir beras utuh, kepala,

patah maupun menir yang berwarna merah karena

varietas padi asalnya.

h. Butir ketan

(26)

12

dikategorikan sebagai butir beras baik. Sedang-

kan butir ketan yang tidak utuh dikategorikan

k e dalam' butir kapur.

i. Benda asing

Benda-benda asing yang tidak tergolong ker-

asseperti butir-butir tanah, butir-butir pasir,

batu-batu kerikil, potongan logam, potongan

kayu, tangkai padi dan lain sebagainya.

j. Butir gabah

Butir gabah yang belum terkupas atau terkupas

sebagian dalam proses penggilingan. Termasuk

dalam kategori ini butir beras yang patah yang

masih bersekam.

Persyaratan standar kualitas beras giling penga-

daan dalam negeri terdapat pada Lampiran 1.

B. PENANGANAN PASCA PANEN

P e n a n g a n a n p a s c a p a n e n d i b i d a n g p e r t a n i a n

dimaksudkan untuk mempertahankan mutu, memperpanjang

masa simpan d a n meningkatkan nilai ekonomi. P a d a

komoditi biji-bijian beberapa usaha pasca panen yang

umum dilakukan adalah pengeringan, penyimpanan dalam

r u a n g t e r t u t u p d e n g a n k o n d i s i t e r k e n d a l i s e r t a

(27)

1. Pengeringan

Pada prinsipnya pengeringan adalah menurunkan

kadar air bahan untuk mencegah timbulnya jamur,

kapang, bakteri atau serangga yang dapat mengaki-

batkan kerusakan bahan yang akan disimpan. Menu-

rut Chamley (1982) semakin rendah kadar air suatu

bahan yang akan disimpan maka semakin aman bahan

tersebut disimpan dalam jangka raktu yang lama.

Menurut Hapley (1957) pengerincan bahan hasil

pertanian diartikan sebagai usaha mengurangi kadar

air bahan sehingga mencapai kadar air keseimbangan

dengan lingkungan. Kadar air yang aman untuk

berbagai jenis bahan pertanian adalah berkisar

antara 12%

-

14% basis basah.

Metode yang dipakai dalam usaha peng~ringan

hasil pertanian meliputi pengeringan beku, pengu-

rangan kadar air dengan bahan kimia, adsorpsi,

absorpsi dan pengeringan dengan cara mekanis serta

penguapan kandungan air bahan. Dalam mengeringkan

biji-bijian cara pengeringan yang umum digunakan

adalah penguapan. Pengeringan dengan cara ini

dapat dilakukan secara alami atau secara buatan.

Pengeringan secara alami yaitu pengeringan dengan

mengandalkan iklim setempat sedangkan pengeringan

buatan yaitu pengerlngan dengan memanfaatkan alat.

(28)

yang dikeringkan berjumlah besar dimana untuk

mencapai kadar air yang diinginkan memerlukan

banyak waktu dan tenaga serta tempat yang luas.

Selain itu pengeringan cara ini sangat tergantung

pada musim atau iklim. Berbeda halnya dengan

pengeringan dengan menggunakan alat yang dengan

kemampuannya dapat mengantisipasi kondisi-kondisi

yang tidak diinginkan.

Hall (1957) menyatakan faktor-faktor yang

mempengaruhi pengeringan ini t e r b a g i dalam 2

kelompok yaitu yang berhubungan dengan udara

pengering dan yang berhubungan denqan bahan yang

dikeringkan. Faktor yang berhubungan dengan udara

pengering adalah suhu udara, kecepatan volumetrik,

dan kelembaban udara sedangkan faktor yang berhu-

bungan dengan bahan yang dikeringkan adalah

bentuk, kadar air, ketebalan lapisan dan tekanan

partial.

Udara yang merupakan medium bagi pengeringan

biji-bijian merupakan campuran antara udara kering

dan uap air (Dossat, 1978 dan Brooker e t a l ,

1974). Udara kering ini dapat diperoleh secara

alamiah maupun secara mekanis. Perolehan udara

secara alamiah yaitu dengan memanfaatkan angin

sedangkan perolehan udaqa secara mekanis yaitu

(29)

cigunakan untuk pengeringan dapat dipanaskan terle-

bih dahulu atau tanpa pemanasan. Semakin tinggi

suhu udara pengering, semakin cepat laju penge-

ringan. Namun suhu itu tidak boleh melampaui suhu

maksimum pengeringan yang tergantung dari jenis

biji-bijian y a n g akan dikeringkan d a n t u j u a n

pemanfaatan berikutnya. Suhu maksimum pengeringan

gabah untuk tujuan konsumsi yaitu 60 OC.

Fase pengeringan terbagi dalam 3 fase, seper-

ti pada Gambar 2. Fase pertama yaitu fase pe-

ngeringan sangat cepat bisa meningkat atau menurun

(A-B), fase kedua yaitu pengeringan dengan kece-

patan tetap (B-C) dan fase ketiga yaitu pengerin-

gan dengan kecepatan menurun (C-E) ( H a , 1957).

dm/dO, kecepatan pengeringan per jam

[image:29.527.123.478.287.693.2]

M, kadar air ( % bk)

Gambar 2. Hubungan kecepatan pengeringan dengan

(30)

16

Kecepatan pengeringan rata-rata dihitunq berda-

sarkan persamaan berdasarkan analogi Newton (Luh,

1974) :

dM/dO = -k (M

-

Me) (1)

M- Me = k eks (-kt) (2)

Mo-Me

dM/dO = kecepatan pengerinqan rata-rata, persen per jam

MO = kadar air pada wakti 0, ( % bk)

M = kadar air pada waktu t, ( % bk)

Me = kadar air kesetimbangan, ( % bk)

t = waktu, (jam)

k = kecepatan penqeringan konstan, (jam-')

K = konstanta integrasi

Keseimbangan energi pada proses pengeringan pada

biji-bijian berdasarkan persamaan berikut (Brooker et al,

1974) :

Q

x

6 0 (cp) (Ta

-

Tq)t = hfg DM (No

-

Me) ( 3 )

Q = laju aliran udara pengering, m/menit

cp = panas jenis udara, 1 kj/kg OC (0.24 Btu/lb O F )

v = volume spesifik udara luar, m /kg u.k. ( f t / l b 3

u.k.)

Ta = suhu bola kering udara pengerinq, OC (OF)

Tg = suhu bola kering udara yang keluar dari lapisan atau

tumpukan biji-bijian

hfq = panas laten penguapan air bahan, Kj/kg air (Btu/lb

(31)

DM = massa bahan kering biji-bijian, kg(1b)

Mo = kadar air awal basis kering, desimal

Me = kadar air keskimbangan (kadar air akhir) basis

kering

,

desimal

Keseimbangan massa proses pengeringan tumpukan

biji-bijian diperlihatkan persamaan berikut (Henderson

dan Perry, 1976):

w = (Q/v) (Hd

-

Hb) ( 4 )

w = laju pelepasan uap air ke udara, kg/menit (lb/menit)

Hd = kelembaban mutlak udara yang keluar dari tumpukan

biji-bijian, kg air/kg u.k. (lb air/lb u.k.)

H b = kelembaban mutlak udara luar, kg air/kg u.k (lb

air/lbu.k.)

Hubungan antara kadar air bahan dengan kelembaban

nisbi udara lingkungannya pada suhu tertentu dapat

digambarkan dalam bentuk grafik seperti pada Gambar 3.

Xadar air bahan yang berada pada kelembaban nisbi dan

suhu tersebut dikatakan kadar keseimbangan dan dapat

dinyatakan dengan persamaan berikut (Henderson, 1976)

1 - R H = e - c T M e n ( 4 1 . .

RH = kelembaban nisbi keseimbangan, desimal

e = bilangan napier, 2.71828

c,n = tetapan yang tergantung pada bahan

T = suhu mutlak, OK

Me = kadar air keseimbangan, persen basis keri

(32)

Tabel 1. Konstanta c dan n beberapa hasil pertanian

Bahan c n

Cotton 4 . 9 1 x 1 0 - ~ 1.70

Flaxseed 6.89

x

2.02

Jagung pipil 1.10

x

1.90

Sorghum 3.40

x

2.31

Kacang kedele 3.20

x

lo-* 1.52

Gandum 5.59

x

3.03

Gabah 8.82 x 2.22

Kadar air ( % bk)

"

( $ )

Gambar 3. Kurva keseimbangan kadar air

"

2. Pcny impanan

Penyimpanan merupakan salah satu mata rant.ai

proses penanqanan pasca panen yang mempttny~a i n i 1 . I i

y a n g p e n t i n g . P e n y i m p a n a n b i j i - b i j i a n d a p a t

dibedakan menjadi 2 macam yaitu penyimpanan secara

[image:32.518.81.458.63.585.2]
(33)

yang diqunakan untuk menyimpan secara curah dapat

berupa qudang, lumbung, silo, lubang dalam tanah

dan berbaqai macam wadah lain yanq terbuat dari

bambu, tanah liat, metal dan kayu (Hall, 1970,

Baily, 1974, dan Winarno et al.

,

1962).

Penyimpanan secara curah mempunyai beberapa

keuntunqan jika dibandingkan dengan penyimpanan

secara karungan. Keuntunqan itu adalah penanqanan

yang mekanis dan cepat, biaya operasi rendah,

potensi susut kecil demikian pula perlindungan

terhadap tikus d a n serangga tidak lah sulit.

Selain itu kehilanqan karena tercecer pun dapat

dikurangi (Hall, 1970). Adapun kerugiannya adalah

investasi yang tinqgi dan kuranq fleksibel.

Lumbung didefinisikan sebagai alat atau

bangunan untuk menyimpan bahan kerinq dengan aman,

terhindar dari serangan hama (Soekarto dan Harya-

di, 1979).

Soekarto dan Haryadi (1979) membagi lumbunq

menjadi 2 tipe berdasarkan pemilikan lahan dan

banyaknya panen. Kedua tipe tersebut adalah

sebagai berikut:

(1) Lumbung petani perseorangan dengan kapasitas

0.5 sampai 1.5 ton.

(2) Lumbunq petani koopeyatif dengan kapasitas 5

(34)

oleh 5-15 orang petani atau seorang petani

yang mempunyai panen tinggi.

Berdasarkan perbandingan tinggi dan sisi-

sisi penampangnya, kontruksi unit penyimpan biji-

bijian dapat dibedakan menjadi tipe vertikal dan

tipe horisontal (Hall, 1980). Pertimbangan yang

umum diperhatikan dalam menentukan pemilihan tipe

penyimpan adalah harga dan kesediaan tanah atau

tempat bangunan, sifat bahan dan cara penanganan-

nya, periode pengisian dan pengeluaran, biaya

konstruksi, harapan umur konstruksi dan hubungan

antara proses penyimpanan dengan proses selanjut-

nya

.

Dalam proses penyimpanan ada beberapa ha1

yang harus diperhatikan antara lain:

(1) Kadar Air

Kadar air kesetimbangan atau kadar air

higroskopis didefinisikan kadar air biji-

bijian pada saat setimbang dengan kadar air

udara sekitar. Kadar air ini dipakai untuk

menentukan apakah suatu bahan akan menyerap

atau melepaskan air di dalam suatu udara pada

RH atau temperatur tertentu (Hall, 1980).

Hubungan antara kadar air dan RH dapat dili-

(35)

Tabel 2. Kadar air kesetimbangan gabah dalam

persen basis basah ( H o u s t e n d a n Kester, 1954 di dalam Brooker et al., 1974)

RH Kadar Air ( % )

2 5Oc

Kadar Air ( % )

30°c

Lama penyimpanan dipengaruhi oleh kadar

air dan jenis biji-bijian (Brooker et al,

1973). Lebih lanjut Brooker et a1 (1974)

menyatakan bahwa padi dengan kadar air antara

16% sampai 25% pada saat panen membutuhkan

pengurangan kadar air sehingga 12% sampai

14% untuk penyimpanan aman selama 1 tahun.

Kadar air 12.5% sampai 14% merupakan ja-

minan keamanan dari serangan serangga dan

j amur

.

(2) Konduktivitas Thermal Gabah

B a h a n pangan biji-bijian m e m p u n y a i

konduktivitas panas thermal y a n g rendah

sehingga panas yang timbul pada tumpukan

berakumulasi dan flyktuasi suhu d i luar

[image:35.513.136.494.71.307.2]
(36)

bijian yang disimpan dalam jumlah besar

(Hall, 1970)

.

(3) Koefisien Gesek dan Kerapatan Gabah

Tekanan lateral terhadap dinding lumbung

akibat pembebanan gabah banyak dipengaruhi

oleh koefisien gesekan antara gabah dengan

bahan bangunan. Pada kadar air tinggi umum-

nya koefisien gesekan gabah tinggi.

Untuk kadar air 12% slrnpai 16% basis

basah koefisien gesekan gabah dengan besi,

beton dan kayu lapis berturut-turut adalah

0.40-0.50, 0.45-0.60, dan 0.40-0.45 (ASAE,

1975).

Pada berat yang sama gabah dengan kadar

air lebih tinggi membutuhkan ruang yang lebih

kecil (Wratten et al, 1968). Kerapatan gabah

paea beberapa tingkat kadar air yang bebeda

dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kerapatan gabah pada berbagai kadar

air (Wratten et a1.,1968)

Kadar Air Kerapatan

[image:36.516.151.474.445.669.2]
(37)

Bailey (1974) menyatakan bahwa lumbung yang

aman adalah lumbung yang dapat mempertahankan

kualitas maupun kuantitas biji-bijian. Hal ini

berarti bahwa lumbung harus mampu mencegah kehi-

langan dan kerusakan yang umum terjadi seperti:

(1) Respirasi

Respirasi adalah suatu proses dari bahan

hidup yang menghasilkan panas, air dan kar-

bindioksida. Susut akibat oksidasi dari

karbohidrat ini mengikuti persamaan:

C6H1206

+

602 6C02

+

6H20 + 677.2 Kal (5)

(2) Jamur

Christensen dan Kufmann (1969) menyata-

kan bahwa pada temperatur dan kelembaban yang

sesuai, spora jamur akan tumbuh dan berkem-

bang., Hal ini akan membawa akibat menurunnya

daya kecambah untuk benih, perubahan warna,

timbulnya panas dan kelapukan, perubahan

biokimia, kemungkinan muncul racun serta

kehilangan bahan kering. Umumnya semua jamur

gudang dapat tumbuh pada bahan-bahan yang

berkadar air setimbang dengan udara yang

memiliki kelembababn relatif 70% sampai 90%.

Selain temperatur dan kelembaban, per-

tumbuhan jamur pun dapat dipengaruhi oleh

(38)

2 4

dan organisma asing pada tumpukan gabah.

Jamur yang umum terdapat pada penyimpanan

biji-Sijian adalah Penicillium, Aspergillus,

Alterraria, Fusarium, Cladosporium dan Rhizo-

pus (Grist, 1975).

(3) Tikus

Tikus merupakan salah satu penyebab

utama kehilangan bahan pangan bi j i-bi j ian

pada proses penyimpanan. Winarno et al.

(1982) menyatakan bahwa kehilangan ini umum-

nya disebabkan oleh konstruksi yang mudah

diserang tikus. Kerusakan yang disebabkan

oleh tikus ini antara lain kerusakan akibat

kesukaan tikus pada biji-bijian (dimakan

tikus), hasil sekresi, kerusakan pada bangu-

nan penyimpan akibat digerogoti tikus (Hall,

1970).

(4)

.

Serangga

Winarno et al. (1962) menyatakan bahwa

Indonesia yang beriklim tropis dengan kisaran

suhu antara 21-35 OC dengan kelembaban yang

tinggi merupakan kondisi y a n g baik bagi

pertumbnhan jamur dan serangga. Kerusakan

yang ditimbulkan oleh serangga itu meliputi

kerusakan kecambah, panas dan kondensasi uap

(39)

2 5

akibat sekresi serangga dan sarangnya serta

isi biji yang dimakan oleh serangga. Serang-

ga yang umum menyerang penyimpanan biji-

bijian adalah Sitophilus oryzae L., Satophi-

lus granarius L., Rhizopi tha dominica F.,

Si totroza cerealella ohv., O r y z a e p h i l u s

s u r i n a m e n s i s L., d a n Cadra (Espehestia)

kuehniella zel. (Grist, 1975)

(5) Migrasi Uap Air

Migrasi uap air umum terjadi di daerah

subtropis di mana bi j i-bi j ian disimpan dalam

keadaan panas dan udara sekitar penyimpan

jauh lebih rendah (Hall, 1980). Migrasi uap

air ini terjadi pada bagian tertentu di dalam

lumbung. Akumulasi ini terutama disebabkan

karena adanya pergerakan udara dalam lumbung

akibat efek pindah panas.

Permukaan biji-bijian dingin pada bagian

atas akan mengakibatkan terjadinya kondensasi

s e h i n g g a k a d a r a i r pada b a g i a n i t u a k a n

meningkat (Hall, 1980). Pindah panas konvek-

si di dalam penyimpanan curah terjadi karena

adanya gradien suhu yang disebabkan perbedaan

suhu antara bahan dengan udara luar. Perbe-

daan ini erat kaitannya dengan jenis biji-

(40)

Arang adalah suatu bahan yang padat dan berpori

dan merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengan-

dung karbon. Sebagian besar pori-pori arang masih

tertutup hidrokarbon, ter atau senyawa lain. Komponen

arang terdiri dari fixed carbon, abu, air, nitrogen

dan sulfur (Djatmiko et al., 1981).

Arang dapat dipergunakan untuk menyerap (adsorb-

si) zat-zat atau bahan-bahan yang menyebabkan bau,

rasa dan warna dalam larutan atau air. Karena sifat-

nya ini maka arang lazim dipergunakan dalam proses

penjernihan air dan untuk menghilangkan bahan-bahan

organik, besi dan mangaan

,

sisa kloroda, dalam air,

H2S, dan bahan-bahan penyebab warna. Untuk meningkat-

kan daya absorbsi terhadap warna dan bau arang dapat

diaktifkan dengan menggunakan gas C 0 2 uap air atau

bahan kimia.

Arang aktif mengandung 5-15% air, 2-3 % abu dan

sisanya adalah karbon. Daya absorbsi arang disebabkan

karena permukaannnya yang sangat berpori sehingga

menjadi sangat luas (antara 500-1400 m2/gr).

Bahan untuk pembuatan arang umumnya berasal dari

kayu. Beberapa sifat Arang kayu yang menguntungkan

yaitu kadar abu yang rendah, keaktifan dalam reaksi

kimia dan daya absorbsi yangrkuat (Tjutju Nurhayati,

(41)

D. ASPEK TEKNIK DAX EKONOMI RANCANGAN LUMBUNG

Faktor yang perlu diperhatikan dalam merancang

suatu bangunan pertanian menurut Whittakor (1979) ada-

lah:

(1) Kebutuhan fungsional seperti ruangan, temperatur,

cahaya, ketahanan fisik, kebersihan dan keamanan

(2) Effisiensi sistem termasuk mekanisasi dan pena-

nganan pangan

(3) Rancangan struktural sesuai dengan beban yang

akan diterima oleh bangunan dengan biaya awal

dan pemeliharaan yang dapat diterima serta umur

yang diinginkan

(4) Keserasian bahan, termasuk di dalamnya keterse-

diaannya, daya tahannya, kemudahan dalam pera-

watan, nilai insulasi dan penampilan

(5) Penghematan dalam konstruksi seperti penghematan

dengan dimensi-dimensi modul, ukuran standar

untuk bahan dan komponen serta bagian bangunan

lainnya yang prafabrik

(6) Fleksibilitas rancangan yang memungkinkan peru-

bahan-perubahan rancangan atau menggantinya

samasekali dengan biaya dan upaya yang serendah

mungkin

.

Kelayakan teknis lumbung dapat ditinjau dari dua

(42)

1. Kelayakan Struktural

S i f a t t e k n i s yang harus d i m i l i k i o l e h

lumbung penyimpan secara struktural adalah mampu

menahan beban selama pengisian dan pengeluaran

(Hall, 1980). Whittaker (1979) membagi beban pada

bangunan pertanian menjadi:

a. Reban mati

Beban ini adalah bagian integral dari struktur

b a n g u n a n y a n g b e r s i f a t p e r m a n e n ( t a k

bergerak). Yang termasuk didalamnya adalah

semua bahan dalam konstruksi seperti beton

untuk pondasi maupun kayu dan besi sebagai

rangka.

b. Beban angin atau beban salju

Beban ini diperhitungkan berdasarkan data

meteorologi daerah setempat.

c. Beban hidup

Beban ini adalah beben bergerak atau tak

bersifat permanen. Misalnya berat bahan-bahan

yang disimpan beban alat-alat teknis, kenda-

raan dan manusia.

2. Kelayakan Fungsional

Sifat teknis yang harus dimiliki oleh lumbung

penyimpan gabah konvensiomal secara fungsional :

(43)

hindari timbulnya spontaneaus heating

b. dapat menjaga gabah selalu dalam kadar air

rendah (kurang lebih 13.5 % basis basah) agar

terhindar dari serangan jamur dan serangga.

Selain kedua ha1 di atas pada lumbung gabah pun

perlu dilakukan kontrol suhu, kelembaban, cahaya

kotoran dan bau sebagai usaha memelihara mutu bahan

yang disimpan maupun keawetan dan keamanan bahan dan

keselamatan pekerja.

Kontrol temperatur dan RH dipergunakan untuk

menghindari kerusakan akibat migrasi uap dan kondensa-

si uap air.

Seluruh biaya pada bangunan pertjnian adalah

biaya tetap karena sifatnya yang tak tergantung ting-

kat pemasukan (Whittaker,l979). Biaya tersebut ada-

lah :

( 1 ) Depresi, biaya tak langsung berupa penurunan nilai akibat berkurangnya kemampuan aset untuk

menghasilkan laba seiring pertambahan waktu.

(2) Interest, yang dapat berupa biaya langsung atau

tak langsung.

(3) Perbaikan, dibutuhkan untuk memperbaiki kerusakan

akibat lingkungan seperti cat dinding, atap, dan

sebagainya.

(4) Pajak, tergantung daerah-masing-masing.

(44)

111. METODOLOGI PENELITIAN

A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini akan dilaksanakan di laboratorium

Lingkungan dan Bangunan Pertanian, Fateta IPB. Waktu

yang diperlukan adalah 3 bulan yaitu bulan Nopember

1992 sampai Januari 1993.

B. BAHAN DAN PERALATAN

B a h a n yang diperlukan d a l a m p e n e l i t i a n i n i

adalah:

a. Gabah Padi

Gabah yang dipakai adalah gabah yang baru saja

dipanen tetapi telah dibersihkan. Kadar air gabah

berkisar antara 22%-24% basis basah. Gabah dipe-

roleh dari petani disekitar lokasi penelitian.

b. Arang

Arang yang dipakai adalah arang kayu batangan atau

butiran kasar yang banyak dijual di pasaran.

Alat yang diperlukan dalam penelitian adalah:

a. Obyek yang diuji yaitu lumbung penyimpan gabah

kadar air tinggi (LPGKT) seperti pada Gambar 4.

LPGKT ini terdiri dari beberapa bagian yaitu:

1. Badan penyimpan

Badan penyimpan berbentuk silinder berukuran

(45)
[image:45.509.185.433.94.459.2]

Gambar 4 . Lumbung p e n y i m p a n g a b a h k a d a r a i r t i n g g i

b a g i a n . B a g i a n t e r l u a r d e n g a n d i a m e t e r l u a r

150 c m d a n d i a m e t e r dalam 120 c m a d a l a h b a g i a n

u n t u k b a h a n i n s u l a s i . D i n d i n g l u a r t e r b u a t

d a r i t r i p l e k d e n g a n p e n q u a t p l a t - p l a t b e s i d a n

b a u t s e r t a r i v e r t p a d a s a m b u n g a n l e m b a r a n

t r i p l e k . B a g i a n k e d u a d e n g a n d i a m e t e r l u a r

(46)

penyimpan gabah. Baik dinding luar maupun

dinding dalam bagian ini terbuat dari kawat

nyamuk dengan ukuran sisi bujur sangkar 0.5

cm. Bagian dalam dengan diameter 30 cm meru-

pakan rongga dimana udara dihembuskan kedalam

lumbung. Antara dinding luar dan dinding dalam

pada bagian kedua diperkuat oleh beberapa

batang besi dengan diameter 0.8 cm yang terle-

tak pada setiap sudut 45O. Rongga udara

ditutup pada bagian atasnya dengan kerucut

yang terbuat dari seng yang berdiameter dasar

30 cm dan dipasang terbalik. Sedangkan pada

bagian penyimpan gabah terdapat penutup dari

kayu lapis 8 mm.

2. Atap

A t a p b e r b e n t u k k e r u c u t t e r p a n c u n g y a n g

dipasang tegak. Diameter dasar kerucut itu

adalah 1 6 0 cm sedangkan d i a m e t e r b a g i a n

terpancung adalah 30 cm. Atap terbuat dari

seng yang diperkuat dengan beberapa besi

batangan.

3. Dasar

Dasar terbuat dari kerucut yang mempunyai

ukuran dan bahan dasar yang sama seperti atap.

Xedudukan kerucut terbalik dengan bagian

(47)

4. Rangka

Rangka dudukan terbuat dari k a y u berukuran

6x12. Rangka dibuat dengan B kaki. tinggi

rangka adalah 64 cm.

5. Kipas

Kipas yang digunakan adalah kipas sentrifugal

yang bergerak dengan bantuan motor 2 pk.

b. Alat penguji yang terdiri dari

1. Timbangan gabah sebanyak 1 buah

2 . Timbangan biasa sebanyak 1 buah

3. Thermometer gelas sebanyak 2 buah

4. Alat penggiling gabah skala uji (Gaxbar 5.)

5. Alat penyosoh beras skala uji (Gambar 6.)

6. Alat pemisah butir utuh, butir patah dan butir

menir skala uji (Gambar 7.)

7. Alat pengambil contoh gabah sebanyak 1 batang

8. Kipas kecil sebanyak 2 buah

9. Recorder yang dilengkapi dengan 24 termocouple

sebagai sensor suhu dan RH (Gambar 7.)

10. A l a t p e n g u j i k a d a r a i r s e b a n y a k 1 b u a h

(Gambar 8.)

11. Alat bantu lainnya seperti kantong-kantong

plastik, tempat contoh, sumbu, lap dan seba-

(48)
[image:48.509.176.425.48.355.2] [image:48.509.126.491.422.673.2]

Gambar 5 . A l a t p e n g q i l i n g gabah s k a l a u j i

(49)
[image:49.509.140.499.93.380.2] [image:49.509.141.500.415.687.2]

Gambar 7. Alat pemisah butir utuh, butir patah dan butir menir

(50)
[image:50.509.76.438.94.348.2]

Gambar 9. Alat penguji kadar air

C. METODE

Uji teknis terhadap alat dilakukan dengan satu

kali ulangan dengan kapasitas gabah yang digunakan

sekitar 1 ton.

Perlakuan yang diberikan ketika pengamatan melip-

uti penggunaan kipas setengah hari (siang hari saja)

pada minggu pertama dan kedua, penggunaan kipas seha-

r i a n ( s i a n g d a n m a l a m ) p a d a m i n g g u k e t i g a d a n

keempat,tanpa penggunaan kipas pada minggu kelima dan

keenam serta penggunaan bahan insulasi pada minggu

ketujuh dan kedelapan. Pada penggunaan kipas, kipas

(51)

3 7

Pada penggunaan bahan insulasi, arang diletakkan pada

tempat bahan insulasi yaitu antara bagian untuk gabah

dan dinding luar. Pengukuran-pengukuran yang dilaku-

kan dimaksudkan untuk mendapatkan data:

1. Berat awal gabah

2. Kadar air awal gabah

3. Suhu lingkungan

4. Suhu rata-rata pada setiap titik contoh didalam

lumbung dengan banyak titik 18 buah

5. Kadar air rata-rata pada setiap lapisan

6. Keadaan fisik gabah yang meliputi jamur dan mutu

beras hasil giling yang meliputi persentase butir

menir, butir patah, butir hijau dan mengapur,

butir kuning, butir rusak dan merah serta butir

gabah.

Prosedur yang dilakukan pada penelitian ini

meliputi pengujian:

1. Kadar air gabah dilakukan dengan menggunakan

pengukur kadar air elektris. Pengambilan contoh

dilakukan dengan menggunakan batang pengambil

contoh. Letak titik-titik contoh tersebut dapat

dilihat pada Gambar 10. Pada gambar nampak bahwa

kadar air gabah dalam lumbung pada setiap lapisan

diwakili oleh lapisan A ! lapisan B, lapisan C dan

lapisan D yang jarak titik contoh dari masing-

(52)

3 8

turut 12 c m , 56 c m , 104 cm, dan 152 cm. Masing-

masing lapisan diwakili oleh 2 titik contoh yang

mewakili bagian dalam dan luar. Titik contoh

dalam (D) berjarak 27 cm dari pusat sedangkan

bagian luar (L) berjarak 48 cm dari pusat.

Lapisan A

Lapi san B

Lapisan C

[image:52.509.108.462.70.578.2]

Lapisan D

Gambar 10. Titik- titik contoh kadar air

Pengukuran kadar air awal dilakukan pada s a a t

gabah baru saja dimasukkan pada alat penyimpan.

Pengukuran kadar air ini-dilakukan rutin setiap

(53)

pada minggu kedua dan selanjutnya. Setiap kali

pengukuvan dilakukan 2 kali ulangan.

2. Suhu lingkungan dan dalam lumbung lumbung. Data

suhu lingkungan didapat dari pengukuran dengan

termometer gelas dan data suhu dari stasiun klima-

tologi. Suhu di dalam lumbung diukur dengan sensor

termocouple. Titik-titik penempatan sensor suhu

didalam lumbung dapat dilihat pada Gambar 1 1 .

P a d a g a m b a r nampak bahwa t i t i k c o n t o h 1 , 2 , 3

mewakili lapisan A yang terletak pada permukaan

tumpukan gabah. Lapisan B diwakili oleh titik

contoh 4 , 5 . 6 dan 7. Titik contoh S , 9 1 0 dan 1 1

mewakili lapisan C. Lapisan paling bawah adalah

lapisan D yang diwakili oleh titik contoh 12, 13,

14 dan 15. Jarak lapisan B , C dan D terhadap permu-

kaaan berturut-turut 45 cm, 9 0 cm dan 135 cm dari

Jarak antar titik contoh pada setiap lapisan

adalah 1 5 cm denqan arah tegak lurus terhadap

silinder dalam. Titik 1 6 , 17 dan 1 8 mewakili

lapisan B, masing-masinq dengan arah berbeda.

3. Pengujian fisik qabah dilakukan bersamaan dengan

pengujian kadar air. Letak titik contoh pun sama

dengan penqujian kadar air hanya ditambah dua

titik lain yanq terletak pada lapisan A pada arah

berbeda, dengan simbol X dan Y. Pengujian berja-

(54)

butir gabah, masing-masing dengan 2 ulangan. Pengu-

jian mutu beras dilakukan setelah dicapai kadar

air optimam gabah kering yaitu sekitar 12% sampai

16%. Pengukuran ini dilakukan setiap sepuluh hari

sekali sebanyak tiga kaii. Contoh uji setiap

sample adalah 100 gram beras. Penilaian dilakukan

sesuai standar baku yang telah ditetapkan Buiog.

Pengujian secara bertahap meliputi butir gabah,

butir patah dan menir, butir hijau/mengapur, butir

kuning dan benda asing.

Lapisan a

Lapisan B

I

I

8-9-10-11 Lapisan C

, I ( .

[image:54.509.97.467.321.677.2]

I

I

I

12-13- lh 15 Lapisan D
(55)

IV. HASIL DAN PE,MBAHASAN

A. SUHU

Suhu merupakan salah satu faktor yang mendukung

keberhasilan proses penyimpanan. Suhu pada setiap

sisi alat penyimpanan haruslah merata. Dari hasil

pengukuran suhu pada beberapa posisi yang dapat diang-

g a p mewakili letak titik-titik pada seluruh alat

nampak bahwa posisi yang memiliki ketinggian yang sama

tidak menunjukkan perbedaan yang terlalu besar jika

dibandingkan dengan posisi yang memiliki ketinggian

yang berbeda. Untuk selanjutnya pembandingan akan

dilakukan antar lapisan yang berbeda. Nilai suhu

rata-rata harian di berbagai posisi dan grafik peru-

bahan suhu rata-rata tiap lapisan masing-masing dapat

dilihat pada Lampiran 2 dan Gambar 12.

Dari gambar perubahan suhu pada setiap lapisan

nampak bahwa pada dua minggu pertama terdapat fluktua-

si yang tajam baik berupa penurunan maupun peningkatan

s u h u , terutama pada hari-hari pertama. Fluktuasi

berupa peningkatan yang tajam terdapat pada lapisan

kedua dari atas (lapisan B)

.

Nilai suhu terendah dan

tertinggi yang dicapai lapisan ini adalah masing-

masing 23.1 OC dan 30.1 OC. Pada lapisan paling atas

(lapisan A) terjadi pula peningkatan walaupun fluktua-

(56)

auhu (deraiat celcius)

--

1 12 23 34

[image:56.516.87.441.105.338.2]

dua minggu ke-

Gambar 12. Grafik perubahan suhu rata-rata setiap

lapisan

yang dicapai oleh lapisan ini adalah masing-masing

28.4 OC dan 30.0 OC. Berbeda dengan lapisan A dan B,

lapisan ketiga dari atas (lapisan C) pada hari-hari

pertama justru terjadi peningkatan suhu walau dengan

fluktuasi yang tidak terlalu tajam. Suhu terendah

yang dicapai lapisan ini adalah 27.2 O C dan s u h u

tertinggi 30.8 OC. Demikian p u l a d e n g a n lapisan

paling dasar (lapisan D) mengalami penurunan suhu

dengan fluktuasi yang tak terlalu tajam dengan suhu

terendah 27.2 OC dan suhu tertinggi 3 0 . ~ ~ ~ .

P a d a d u a minggu berikutnya d i m a n a d i b e r i k a n

(57)

malam hari diperoleh pula beberapa data. Pada lapisan

A seperti pada ,dua minggu sebelumnya, fluktuasi tidak

terlihat jelas. Suhu terendah yang dicapai lapisan

ini adalah 29.2 OC sedangkan suhu tertinggi adalah

30.6 OC. Suhu terendah dan tertinggi yang dicapai

lapisan ini masing-masing adalah 27.8 OC dan 30.7 OC.

Nilai yang sama dicapai pula oleh lapisan C , hanya

dengan fluktuasi yang lebih landai. Pada lapisan dasar

suhu terendah dan tertinggi yang dicapai pun tidak

terlalu jauh berbeda yaitu 27.8 OC untuk suhu terendah

dan 30.8 OC untuk suhu tertinggi.

Awal perubahan perlakuan pada minggu k e l i m a ,

dimana tidak digunakan kipas terjadi perubahan suhu

yang cukup besar hampir di setiap lapisan. P a d a

lapisan A d a p a t dilihat t e r j a d i p e n u r u n a n s u h u .

Secara umum suhu terendah dan tertinggi yang dicapai

oleh lapisan ini pada minggu kelima dan keenam adalah

masing-masing 27.9 OC dan 31.2 OC. Lapisan B masih

menunjukkan fluktuasi terbesar. Suhu terendah d a n

tertinggi yang pernah dicapainya adalah 26.8 OC dan

31.3 OC. Walau tidak sebesar lapisan d i atasnya,

lapisan C pun mengalami fluktuasi akibat adanya peru-

bahan perlakuan. Suhu terendah yang dicapainya adalah

26.3 OC dan suhu tertinggi adalah 30.6'~. Lapisan D

mencapai suhu tertinggi 3 1.9. OC yang juga merupakan

(58)

lainnya. Suhu terendah yang dicapainya yaitu 26.7 OC.

Dua minggu keempat atau minggu ketujuh dan kede-

lapan dimana perlakuan yang diberikan penambahan

insulasi arang yang juga berfungsi sebagai absorber

membawa pengaruh berupa peningkatan suhu di setiap

lapisan. Pada lapisan teratas suhu terendah adalah

28.8 OC dan suhu tertinggi adalah 31.6 OC. Lapisan B

mempunyai suhu terendah yang bernilai cukup tinggi

yaitu 29.4 OC dan suhu tertinggi 31.8 OC. Lapisan

ketiga hampir sama dengan lapisan sebelumnya dengan

suhu terendah dan teringgi masing-masing 29.3 OC dan

31.7 OC. Lapisan dasar kembali mempunyai suhu paling

tinggi yaitu bernilai 32.0 OC. Suhu terendah yang

dicapainya adalah 29.3 OC.

Dari sini dapat dikatakan bahwa kemampuan LPGKAT

menjaga kestabilan suhu dalam adalah sebagai berikut,

23.1

-

30.8 OC untuk penggunaan kipas setengah hari,

27.8

-

30.8 OC untuk penggunaan kipas satu hari penuh

dan 26.3-31.9 OC tanpa penggunaan kipas. Sedangkan

untuk penggunaan insulasi arang yaitu 28.8-32.0 OC.

Suhu rata-rata masing-masing lapisan untuk setiap

perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.

Pada perlakuan pertama rata-rata suhu yang

dicapai 28.7 OC, pada perlakuan kedua 29.4 OC, pada

perlakuan ketiga 28.8 OC dan. pada perlakuan keempat

(59)

Tabel 4. suhu rata-rata setiap lapisan pada perlakuan yang berbeda

Lapisan Suhu pada setiap perlakuan ( O C )

Rata-rata 2 8 . 9 2 9 . 4 2 9 . 0 3 0 . 3

Keterangan

I

= penggunaan kipas setengah hari

I1 = penggunaan kipas seluruh hari

I11 = tanpa kipas

IV = penggunaan insulasi arang

suhu dalam lumbung tidak menunjukkan perbedaan besar

antara siang dan malam. Perbedaan terbesar yang

pernah terjadi sekitar 5 O . Keadaan ini dapat dilihat

pada Lampiran 3 .

Dengan membandingkan keempat perlakuan dari segi

kestabilan dan tinggi suhu yang dapat dicapai maka

perlakuan keempat atau penggunaan bahan insulasi

memiliki kelebihan dibanding tiga perlakuan lain.

Yang perlu diperhatikan dalam ha1 ini adalah

bahwa pengambilan kesimpulan hanya dari segi suhu saja

adalah tidak mungkin karena perubahan suhu akan mem-

pengaruhi pula perubahan kadar air. Seperti pada

perlakuan kedua dimana pada hari-hari awal penerapan-

nya terjadi fluktuasi suhu yang dapat mempengaruhi

nilai kadar air yang secara tidak langsung dapat

[image:59.516.72.472.73.468.2]
(60)

Dari data keseluruhan terlihat bahwa kisaran

suhu pada LPGKAT mempunyai rata-rata 29.3 OC dengan

nilai terendah 23.1 OC dan suhu tertinggi 32 OC.

Dari data yang diperoleh dapat dibentuk pola-pola

hubungan antara titik-titik yang mempunyai suhu yang

relatif sama atau peta isothermis. Pola-pola ini

dapat dilihat pada Lampiran 4. Demikian pula dari data

terlihat bahwa walau dengan perbedaan yang tidak

terlalu besar, nilai suhu di dalam LPGKAT selalu lebih

besar jika dibandingkan dengan suhu lingkungan seki-

tar. Data suhu lingkungan sekitar selama bulan-bulan

penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5.

B. KADAR AIR

Kadar air erat hubungannya dengan mutu bahan

hasil pertanian. Berbagai usaha penanganan pasca

panen seperti pengeringan dan penyimpanan dilakukan

dalam rangka menurunkan kadar air dan menjaga kesetim-

bangannya. Dengan adanya kesetimbangan kadar air maka

kerusakan fisik maupun organoleptik dapat dikurangi

serta dapat memperpanjang masa simpan. Dari data

pengukuran kadar air selama pengujian pada beberapa

lapisan contoh di dalam LPGKTA diperoleh hasil bahwa

kadar air menurun bersama dengan pertambahan waktu

seperti terlihat pada Gambar.13. Data lengkap dapat

(61)

juga diperoleh gambaran bahwa laju penurunan kadar air

akan berbeda bila perlakuan yang dilakukan pada alat

berbeda. Nilai laju penurunan kadar air pada tiap-

tiap minggu dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Laju penurunan kadar air rata-rata setiap

perlakuan

Perlakuan Laju Penurunan KA rata-rata perminggu ( % )

Keterangan I = penggunaan kipas setengah hari

I1 = penggunaan kipas seluruh hari

I11 = tanpa kipas

IV = penggunaan insulasi arang

kadar air (YO bb)

2 4

I

i

0 1 2 3 4 5 6

-

8

minggu ke-

[image:61.527.92.473.77.694.2]
(62)

Pada mingqu I penurunan kadar air rata-rata 1.6%

per minqqu atau 0.27% per hari. Penurunan terbesar

terjadi pada lapisan B yaitu 2.6% per mingqu sedanq-

kan penurunan terkecil terjadi pada lapis C yaitu

rata-rata di tiap lapisan meninqkat menjadi 1.9% per

minggu dengan nilai terbesar pada lapisan A yaitu

3.70% per minggu dan terkecil yaitu tanpa penurunan

terjadi pada lapisan B.

Pada minqgu I11 penurunan kadar air rata-rata

hanya 0.5% per minqqu denqan nilai terbesar pada

lapisan A yaitu 1.1% per minqgu dan yanq terkecil

yaitu tanpa penurunan terjadi pada lapisan D. Pada

minggu IV angka penurunan kadar air rata-rata mening-

kat kembali menjadi 0.8% per minqqu denqan penurunan

terbesar yaitu 1.2% per minggu terjadi pada lapisan C

dan pada lapisan D terjadi pertambahan nilai kadar air

yaitu 0.3% per mingqu.

Dengan membandingkan penurunan kadar air pada

minqqu I dan I1 dengan minggu I11 dan IV nampak bahwa

penurunan kadar air pada mingqu I dan I1 jauh lebih

besar. Diduga ha1 ini erat kaitannya denqan adanya-

perlakuan yanq berbeda. Pada minqqu I dan I1 pemakai-

an kipas sebaqai sarana pembantu proses penurunan

kadar air dipakai hanya pada siang hari sedangkan pada

minqqu I11 dan IV kipas diqunakan seharian atau siang

(63)

lokasi pengujian memiliki RH yang lebih rendah diban-

dingkan pada malam hari sehinqga udara yang dialirkan

melalui hembusan kipas k e dalam alat adalah udara yang

tidak sarat dengan uap air. Oleh karena itu penggu-

naan kipas pada siang hari lebih efektif dilihat dari

hasil dan efisien ditinjau dari segi biaya.

Pada minggu V relatif tidak terjadi penurunan

kadar air atau penurunan kadar air rata-rata adalah

0 % , bahkan pada lapisan A terjadi pertambahan kadar

air yang cukup besar yaitu 2 . 8 % . Penurunan terbesar

terjadi pada lapisan D yaitu sebesar 1.6%. Pada

minggu VI penurunan kadar air rata-rata adalah 1 . 3 %

per minggu dengan penurunan terbesar terjadi pada

lapisan A yaitu 2.4% dan pada lapisan D terjadi penam-

bahan kadar air yaitu 0 . 6 % per minggu.

Dari data ini dapat terlihat perbedaan yang cukup

menyolok dalam penurunan kadar air dibandingkan dengan

minggu I11 dan IV. Hal ini pun dapat dikaitkan dengan

perbedaan perlakuan yang diberikan. Pada minggu V dan

VI penurunan kadar air berlangsung secara alami tanpa

bantuan kipas. Dibandingkan minggu 111 dan IV penu-

runan kadar air masih lebih besar tetapi dibandingkan

minggu I dan I1 masih lebih kecil. Dari sini dapat

dikatakan bahwa dalam ha1 penggunaan kipas perlakuan

terbaik adalah penggunaan kipas setengah hari.

(64)

per minggu dengan penurunan terbesar terjadi pada

lapisan A yaitu 5.7% dan terkecil terjadi pada lapi-

san C yaitu 2.1%. Pada minggu ke VIII penurunan kadar

air menjadi 1.4% per minggu dengan penurunan terbesar

5.0% per minggu yaitu pada lapisan D dan pada lapisan

A justru terjadi penambahan kadar air yaitu 1.0% per

minggu. Dengan adanya arang sebagai bahan insulasi

pada minggu k e VII dan VIII nampak bahwa laju penu-

runan kadar air menjadi lebih besar, karena selain

sebagai bahan insulasi, arang berfungsi sebagai bahan

absorber.

C. MUTU

Mutu bahan pangan secara kualitatif dan kuantita-

tif dipengaruhi oleh penanganan pra dan pasca panen.

Pada proses pra panen penanganan diarahkan untuk

meningkatkan mutu secara kualitatif maupun kuantita-

tif, sedangkan pada proses pasca panen penanganan

diarahkan untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang

lama masa simpan.

Beras hasil giling dari gabah yang dikeringkan

dan disimpan di dalam LPGKAT menunjukkan beberapa

sifat. Dari segi bau, beras yang dihasilkan dari

lapisan B agak apek yaitu pada lapisan B, namun secara

umum bau yang ditimbulkan tidak menunjukkan perbedaan

(65)

disimpan di dalam alat terlihat adanya qanqquan jamur

dan serangga mulai minggu I1 pengamatan. Jamur dan

serangga yang didapat pada tumpukan gabah dapat

diperkirakan dengan pengujian terhadap beberapa con-

toh. Sedangkan pada beras tidak terlihat tanda-tanda

terserang jamur atau tercemar zat kimia

Mutu beras selain KA diukur melalui 3 pengujian.

Data lengkap tentang ha1 ini terdapat pada Lampiran 7,

8 , 9 , 10, 11 dan 12. Sebagai pembanding digunakan standar Bulog (Lampiran 1).

Dari hasil pengujian terlihat bahwa persentase

rata-rata butir merah dan benda asing adalah 0.04%

atau dibawah standar maksimum Bulog yaitu 0.05%.

Nilai terkecil dan terbesar masing-masing terdapat

pada lapisan A dan C (Tabel 6).

Tabel 6. Persentase rata-rata benda asing dan butir

merah dalam beras hasil uji

Lapisan Persentase Benda Asing dan Butir Merah ( % )

Persentase rata-rata butir hijau dan mengapur

(66)

Persentase rata-rata butir hijau dan mengapur adalah

2.3%. Sedangkan standar maksimum Bulog adalah 3.0%.

Tabel 7. Persentase rata-rata butir hijau dan menga-

pur pada beras hasil uji

Lapisan Persentase Butir Hijau dan Mengapur ( % )

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa persentase rata-rata

butir kuning adalah 2.4. Nilai persentase butir ku-

ning ini di bawah standar maksimum Bulog yaitu 3.0%.

Persentase terbesar terdapat pada lapisan B atau

pertengahan lumbung.

Tabel 8. Persentase rata-rata butir kuning pada beras

hasil uji

Lapisan Persentase Butir Kuning ( % )

Dari uji persentase butir menir dan butir patah

nampak bahwa persentase rata-rata keduanya masih dalam

(67)

butir patah dan butir menir masing-masing 5.6% dan

3.0% sedangkan standar Bulog adalah maksimum 35% dan

3%. Nilai persentase rata-rata butir patah dan menir

pada tiap lapisan dapat dilihat pada Tabel 9 dan lo.

Jumlah rata-rata butir gabah yang terdapat pada

L O O gr beras adalah 2.2 butir, sedikit melampaui batas

maksimum yang ditetapkan Bulog yaitu 2 butir per 100

gram beras.

Tabel 9. Persentase rata-rata butir patah pada beras

hasil uji

Lapisan Persentase Butir Patah ( % )

Tabel 10. Persentase rata-rata butir menir pada beras

hasil uji

(68)

D. FUNGSIONAL ALAT

Secara umum

Gambar

Gambar 1. ............ Struktur butir gabah 7
Grafik suhu rata-rata siang dan ...
Gambar 1. S t r u k t u r  b u t i r  gabah
Gambar 2. Hubungan kecepatan pengeringan dengan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagi membantu remaja menangani masalah kehidupan keremajaan mereka, pendakwah amat memerlukan kemahiran psikologi agar dakwah yang disampaikan kepada mereka akan

Pleuritis dengan efusi terjadi bila rongga pleura terinfeksi oleh M. Setelah infeksi primer perifer, rongga pleura dapat terkontaminasi dengan organisme yang

Dimana aktivitas yang dilakukan disini adalah dengan latihan beban (weight training), pada otot lengan atas menggunakan tenaga yang overload atau beban berlebih, karena

Hal ini juga sebenarnya disadari sepenuhnya oleh Mochtar Kusumaatmadja, dengan mengatakan bahwa pembinaan hukum nasional secara menyeluruh menghadapi tiga kelompok

Penelitian tentang motivasi dan persepsi wisatawan Australia terhadap produk dan pelayanan di tempat hiburan malam penting dilakukan karena ingin mengetahui

Nilai koefisien korelasi mendekati +1 (positif satu) berarti pasangan data variabel antara diksi dan gaya bahasa lirik lagu Suara Bonek dan variabel semangat kerja Bonek

Di samping itu Niphow seperti yang dikutip oleh Saut Purba (1994) mengemukakan guru yang masih muda pengalamannya kurang berhasil dalam mengatasi konflik atau

Berdasarkan uji paired sample T-test terhadap nilai pretest dan posttest kemampuan penalaran matematis pada kelas eksperimen-2 (dengan perlakuan model pembelajaran