• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekstraksi dan uji stabilitas zat warna alami dari bunga kembang sepatu (hibiscus rosa-sinensis L) dan Bungan Rosella (hibiscus sabdariffa L)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ekstraksi dan uji stabilitas zat warna alami dari bunga kembang sepatu (hibiscus rosa-sinensis L) dan Bungan Rosella (hibiscus sabdariffa L)"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

61

EKSTRAKSI DAN UJI STABILITAS ZAT WARNA ALAMI

DARI BUNGA KEMBANG SEPATU (

Hibiscus rosa-sinensis

L.)

DAN BUNGA ROSELLA (

Hibiscus sabdariffa

L.)

NURLELA

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

EKSTRAKSI DAN UJI STABILITAS ZAT WARNA ALAMI DARI BUNGA KEMBANG SEPATU (Hibiscus rosa-sinensis L.)

DAN BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh: NURLELA 107096002891

PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(4)

EKSTRAKSI DAN UJI STABILITAS ZAT WARNA ALAMI DARI BUNGA KEMBANG SEPATU (Hibiscus rosa-sinensis L.)

DAN BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh: NURLELA 107096002891

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Yusraini Dian Inayati Siregar, M.Si Adi Riyadhi, M.Si NIP. 19770512 200112 2 002 NIP. 19780621 200910 1 003

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kimia

(5)

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul “Ekstraksi dan Uji Stabilitas Zat Warna Alami dari Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) dan Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.)” yang ditulis oleh Nurlela, NIM 107096002891 telah diuji dan dinyatakan lulus dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal “13 Desember 2011”. skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Kimia.

Menyetujui,

Penguji I Penguji II

Drs. Dede Sukandar, M.Si Hendrawati, M.Si NIP. 19650104 199103 1 004 NIP. 19720815 200312 2 001

Pembimbing I Pembimbing II

Yusraini Dian Inayati Siregar, M.Si Adi Riyadhi, M.Si NIP. 19770512 200112 2 002 NIP. 19780621 200910 1 003

Mengetahui,

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Kimia

(6)

Lihat segalanya lebih dekat sehingga bisa menilai lebih bijak, Jadikan hati seluas samudra yang tak bertepi,

Tegar bagai batu karang, tak teriakkan keluh kesah... _hci_

Kupersembahkan skripsi ini untuk kedua oang tua ku, Sebagai perwujudan baktiku pada kalain

Kuberikan untuk kedua adikku, Sebagai bentuk panutan untuk kalian

Kuhadiahkan untukmu, Sebagai ungkapan kasihku padamu

Teruntuk almarhumah nenek ku tercinta, yang tak sempat melihat kelulusan ku...

Terimakasihku untuk segala do’a, cinta, air mata dan ketulusan untuk kedua orang tuaku dan kedua adikku,

untuk dukungan keluarga besarku, untuk ilmu yang telah diberikan guru-guruku,

untuk kebersamaan KIM IA 20 07 (u’r best friend ever, semoga silaturahmi selalu terjaga),

untuk segala nasihat dan kasih sayang sahabatku W idia, untuk canda tawa, suka duka dan tangis bersama, W afa,

untuk semua orang yang mengakui keberadaanku,

dan untuk dirimu yang selalu memberikan do’a, dukungan, sayang, motivasi dan semangat yang tak pernah lelah untuk terus membuatku tegar berdiri walau dalam

tangis,,...

Kita tidak pernah tahu,

Sampai kita berusaha untuk mengerti Kita tidak akan pernah bisa,

Sampai kita mau untuk mencobanya

(7)

ABSTRAK

NURLELA. Ekstraksi dan Uji Stabiltas Zat Warna Alami dari Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L) dan Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L). Yusraini DIS, M.Si dan Adi Riyadhi, M.Si.

Ekstraksi dan Uji Stabilitas Zat Warna Alami dari Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L) dan Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L) telah dilakukan. Penelitian bertujuan untuk mengekstraksi bunga kembang sepatu dan bunga rosella dengan mencari temperatur dan konsentrasi yang optimum untuk mendapatkan pigmen dari bunga kembang sepatu dan bunga rosella dengan pelarut air dan etanol, selain itu dilakukan juga uji stabilitas zat warna. Analisa kadar zat warna dilakukan dengan metode spektrofotometri. Hasil ekstrasi optimum menggunakan metode maserasi dengan pelarut air adalah pada temperatur 90 °C dan dengan pelarut etanol pada konsentrasi 96%. Uji stabilitas warna memberikan hasil sebagai berikut: a) Kondisi penyimpanan, sinar matahari dan sinar lampu dapat mempengaruhi stabilitas zat warna ekstrak bunga Kembang Sepatu dan bunga Rosella dengan meningkatnya perentase nilai absorbansi pada kedua ekstrak. b) Penambahan oksidator, H2O2 dapat mempengaruhi stabilitas zat

warna ekstrak bunga Kembang Sepatu dan bunga Rosella dengan penurunan persentase nilai absorbansi ekstrak air dan etanol. c) Nilai pH yang semakin meningkat, dari pH 4 ke pH 5, mempengaruhi stabilitas zat warna ekstrak bunga Kembang Sepatu dan bunga Rosella dengan perubahan persentase nilai absorbansi ekstrak air dan etanol.

(8)

ABSTRACT

NURLELA. Ekstraksi dan Uji Stabiltas Zat Warna Alami dari Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L) dan Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L). Yusraini DIS, M.Si dan Adi Riyadhi, M.Si.

Extraction and Stability Tests of Natural Dye Hibiscus Flower (Hibiscus rosa-sinensis L) and Rosella Flower (Hibiscus sabdariffa L) has been done. The research aims to extract Hibiscus flower and Rosella flower by finding the optimum temperature and concentration to get the pigments of flowers with water and ethanol solvent, as well as studying the stability of the dye. Analysis of dye levels is done by spectrophotometric methods. The optimum results of extraction by maceration were at temperature of 90 °C for water solvent and at concentration of 96% for ethanol solvent. The dye stability test gave the following results: a) The storage condition, sunlight and lamp light can affect the stability of the dye extracts of Hibiscus flower and Rosella flower by increasing percentage absorbance level in both extracts, b) The addition of an oxidant, hydrogen peroxide can affect the stability of the dye extracts of Hibiscus flower and Rosella flower through decrease percentage value of absorbance, c) The increasing level of pH, from pH 4 to pH 5, can affect the stability of the dye extracts of Hibiscus flower and Rosella flower through decrease percentage value of absorbance both of water and ethanol solvent.

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada

Allah S.W.T yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Ekstraksi dan Uji Stabilitas

Zat Warna Alami dari Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.)

dan Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.)” yang disusun berdasarkan

rancangan penelitian dalam rangka Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana sains.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang

membantu dalam penyelesaian skripsi ini, antara lain :

1. Yusraini, D.I.S, M.Si sebagai Dosen Pembimbing I Penelitian Tugas Akhir

Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Adi Riyadhi, M.Si sebagai Dosen Pembimbing II Penelitian Tugas Akhir

Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. Dede Sukandar, M.Si sebagai Ketua Program Studi Kimia, Fakultas

Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis, selaku Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. DR. Mirzan T Razzak, M. Eng, APU, sebagai Ketua Pusat Laboratorium

Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Seluruh Staf Pusat Laboratorium Terpadu Lab. Kimia yang telah membantu

(10)

7. Kedua orang tua yang selalu memberikan do’a dan dukungan yang tiada

henti-hentinya kepada penulis.

8. Teman-teman Kimia Angkatan 2007 yang tidak dapat disebutkan satu per

satu yang telah memberikan saran dan motivasinya.

9. Heru Cahyo Irawan, untuk segala waktu, diskusi dan dukungannya kepada

penulis.

Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu

kritik dan saran sangat dibutuhkan dari berbagai pihak dan penulis berharap

semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Jakarta, Desember 2011

(11)

DAFTAR ISI

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) ... 5

2.1.1 Klasifikasi Tanaman ... 6

2.1.2 Kandungan Kimia ... 7

2.2 Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) ... 7

2.2.1 Klasifikasi Tanaman ... 9

2.2.2 Kandungan Kimia ... 9

2.3 Flavanoid... 10

2.7.2 Pewarna Identik Alami ... 23

2.7.3 Pewarna Sintetik ... 24

2.7.4 Bahaya Pewarna Sintetik ... 27

(12)

2.8.1 Prinsip Dasar Spektrofotometer UV-Vis ... 29

2.8.2 Hukum Beer-Lambert ... 30

2.8.3 Instrumen Spektrofotometer UV-Vis ... 31

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

3.2 Alat dan Bahan ... 35

3.3 Prosedur Penelitian ... 35

3.4 Uji Stabilitas Warna... 35

3.4.1 Pengaruh Temperatur Penyimpanan ... 36

3.4.2 Pengaruh Lama Penyinaran Matahari ... 36

3.4.3 Pengaruh Lama Penyinaran Lampu ... 37

3.4.4 Pengaruh Waktu Penambahan Oksidator ... 37

3.4.5 Pengaruh Penambahan pH ... 37

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Optimasi Ekstraksi... 38

4.2 Uji Stabiltas Zat Warna... 41

4.2.1 Pengaruh Temperatur Penyimpanan ... 42

4.2.2 Pengaruh Lama Penyinaran Matahari ... 43

4.2.3 Pengaruh Lama Penyinaran Lampu ... 45

4.2.4 Pengaruh Waktu Penambahan Oksidator ... 46

4.2.5 Pengaruh Penambahan pH ... 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 51

5.2 Saran ... 52

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Daftar zat pewarna alami yang diizinkan di Indonesia ... 22

Tabel 2. Daftar zat pewarna sintetik yang diizinkan di Indonesia ... 25

Tabel 3. Daftar zat pewarna yang dilarang di Indonesia ... 28

Tabel 4. Persentase perubahan nilai absorbansi karena pengaruh temperatur penyimpanan. ... 42

Tabel 5. Persentase perubahan nilai absorbansi akibat lama penyinaran

matahari ... 44

Tabel 6. Persentase nilai absorbansi karena lama penyinaran lampu ... 45

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.)... 5

Gambar 2. Struktur kandungan senyawa yang ada dalam Kembang Sepatu.7 Gambar 3. Rosella (Hibiscus sabdariffa L) ... 8

Gambar 4. Struktur antosianin dari bunga Rosella. ... 10

Gambar 5. Kerangka dasar dan penomoran flavanoid ... 11

Gambar 6. Beberapa senyawa golongan flavanoid ... 12

Gambar 7. Struktur umum dari antosianin. ... 13

Gambar 8. Transformasi struktur antosianin dalam larutan air. ... 15

Gambar 9. Perubahan struktur akibat pengaruh penambahan buffer pH ... 16

Gambar 10. Struktur senyawa golongan karotenoid ... 23

Gambar 11. Struktur Kimia Carmoisine ... 26

Gambar 12. Diagram spektrofotometri UV-Vis ... 31

Gambar 13. Hubungan absorbansi dengan variasi suhu maserasi bunga Kembang Sepatu dan Rosella ... 39

Gambar 14. Hubungan absorbansi dengan variasi konsentrasi etanol terhadap bunga Kembang Sepatu dan Rosella. ... 40

Gambar 15. Hubungan absorbansi dengan pengaruh oksidator ... 47

Gambar 16. Reaksi yang terjadi karena penambahan hidrogen peroksida ... 48

Gambar 17. Hubungan absorbansi dengan penambahan buffer pH... 49

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1... 57

Lampiran 2... 58

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Dewasa ini sering ditemukan penggunaan pewarna sintetik dalam berbagai

macam industri seperti tekstil, makanan, dan obat. Penggunaan pewarna sintetik

yang tidak sesuai dapat berdampak buruk terhadap kesehatan dan juga

lingkungan. Khususnya dalam bidang makanan dan obat, pemerintah dalam hal

ini melalui Kementerian Kesehatan mengatur dengan ketat penggunaan pewarna

sintetik pada bahan makanan dan obat, karena bahayanya yang bisa ditimbulkan.

Bahan pewarna dapat digolongkan ke dalam tiga golongan yaitu bahan

pewarna sintesis, bahan pewarna yang dibuat mirip dengan bahan pewarna alami

(identik alami) dan bahan pewarna alami (Depkes, 1988). Bahan pewarna alami

untuk makanan paling banyak dibuat dari ekstrak tumbuhan, tetapi ada juga dari

sumber lain seperti serangga, ganggang, cyanobacteria, dan jamur (Mortensen,

2006).

Penggunaan pewarna sintetis dalam produk pangan dapat digantikan

dengan pewarna alami. Beberapa tanaman telah diteliti sebagai bahan pewarna

alami diantaranya adalah ekstrak bunga Tagetes erecta L sebagai pewarna tekstil

(Jothi, 2008), ekstrak antosianin dari Red cabbage (Xavier, et al. 2008), ekstrak

daun tanaman Indigofera tinctoria Linn. dan ekstrak daun tanaman

Baphicacanthus cusia Brem (Chanayath, et al, 2002).

Bahan pewarna alami dipilih berdasarkan ketersedian di alam, dan

(17)

rosa-sinensis L.) dan bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) banyak tersedia di sekitar

kita, namun pemanfaatan sebagai pewarna alami belum banyak diteliti. Oleh

sebab itu, perlu dilakukan penelitian ekstrak Bunga Kembang Sepatu dan Rosella

sebagai zat pewarna alami.

Kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) adalah tanaman semak suku

Malvaceae yang berasal dari Asia Timur dan banyak ditanam sebagai tanaman

hias di daerah tropis dan subtropis. Bunga besar dan berwarna merah.

Pemanfaatan bunga kembang sepatu selain sebagai tanaman hias, bunga kembang

sepatu dipercaya oleh masyarakat sebagai obat demam, batuk dan sariawan,

sedangkan sebagai bahan pewarna belum banyak digunakan.

Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn.) adalah tanaman dari famili

Kembang Sepatu. Tananaman Rosella berasal dari Afrika dan Timur Tengah,

termasuk tanaman perdu yang bisa mencapai 3-5 meter tingginya. Jika sudah

dewasa, tanaman ini akan mengeluarkan bunga berwarna merah. Pemanfaatan

bunga Rosella sebagai tanaman hias, juga dipercaya oleh masyarakat sebagai obat

memperlancar peredaran darah dan mencegah tekanan darah tinggi (Ali, et al,

2005), sedangkan sebagai bahan pewarna belum banyak digunakan.

Zat warna dari tanaman dapat diambil dengan menggunakan teknik

ekstraksi, diantaranya adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut air atau

etanol. Silva, et al (2008) telah melakukan ekstraksi pada biji Bixa orellana L.

dengan menggunakan pelarut super kritis karbon dioksida. Ekstraksi juga dapat

dilakukan dengan bantuan enzim hidrolisis (Kim, et al, 2005). Teknik ekstraksi

dipilih berdasarkan kemudahnnya dan banyaknya zat warna yang berhasil

(18)

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengekstraksi bunga Kembang

Sepatu dan bunga Rosella dengan mencari temperatur dengan pelarut air dan

konsentrasi etanol yang optimum untuk mendapatkan pigmen dari bunga

Kembang Sepatu dan bunga Rosella, selain itu dilakukan juga uji stabilitas zat

warna. Analisa kadar zat warna dilakukan dengan metode spektrofotometri.

1.2 Rumusan Masalah

1. Pada kondisi bagaimanakah metode maserasi dengan pelarut air dan etanol

dapat mengekstrak bunga Kembang Sepatu dan bunga Rosella secara

optimum?

2. Apakah faktor lingkungan dapat mempengaruhi stabilitas zat warna dari

ekstrak bunga Kembang Sepatu dan ekstrak bunga Rosella?

1.3Hipotesis

1. Pelarut air dan etanol dapat digunakan untuk mengesktrak bunga

Kembang Sepatu dan bunga Rosella pada kondisi optimum.

2. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi stabilitas zat warna dari bunga

(19)

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mengoptimasi metode ekstrak untuk mendapatkan zat warna dari bunga

Kembang Sepatu dan bunga Rosella.

2. Mengetahui pengaruh lingkungan terhadap stabilitas zat warna.

1.5 Manfaat dan Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini dapat menambah inventaris bahan pewarna alami

yang dapat digunakan sebagai pewarna tambahan untuk makanan, kosmetik,

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kembang Sepatu (Hibiscus rossa-sinensis L.)

Bunga Kembang Sepatu atau dalam bahasa latinnya Hibiscus rosa-sinensis

L. merupakan tanaman hias yang banyak dijumpai di Indonesia. Oleh sebab itu,

bunga ini mempunyai beberapa nama yang dikenal di banyak daerah, seperti di

Aceh (Bungong roja), Jawa Barat (Kembang Wera), Bali (Waribang), Nusa

Tenggara (Embuhanga), Sulawesi (Ulange), Maluku (Ubu-ubu) dan Tidore (Bala

bunga). Ada pula nama internasionalnya seperti di Filipina dikenal dengan nama

Gumamela (Plantanamor, 2008).

Gambar 1. Kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.).

Bunga Kembang Sepatu mempunyai kelopak bunga berwarna merah, ada

pula yang berwarna kuning dan merah muda. Merupakan bunga tunggal yang

berbentuk terompet dan terletak di ketiak daun. Kelopak bunga berbentuk

lonceng, berbagi lima dan berwarna hijau kekuningan. Mahkota bunga terdiri dari

15-20 daun mahkota berwarna merah muda, mempunyai benang sari banyak

dengan tangkai sari berwarna merah, kepala sari berwarna kuning dan putik

berbentuk tabung, seperti terlihat pada Gambar 1.

Bunga pada tanaman Kembang Sepatu bergantung pada panjang umur dan

pergantian bunga. Biasanya bunga Kembang Sepatu bertahan hanya satu hari dan

(21)

Tanaman Kembang Sepatu banyak ditanam selain karena keindahan warna

yang dihasilkan juga bermanfaat untuk kesehatan. Sudah sejak lama tanaman

Kembang Sepatu dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tanaman obat. Biasanya

sebagai obat demam pada anak-anak, obat batuk dan obat sariawan (Iqbal &

Sulistyorini, 2009).

Bunga Kembang Sepatu berkerabat dekat dengan Waru Gunung (Hibiscus

macrophyllus Roxb. ex Hornem), Mrambos Merah (Hibiscus radiatus Cav),

Rosella (Hibiscus sabdariffa var sabdariffa Linn.), Wora-wari Gantung (Hibiscus

schizopetalus (Mast.)Hook.F), Waru Gombong (Hibiscus similis BI), Bunga

Sepatu Mawar (Hibiscus syriacus L.), Waru Lengis (Hibiscus tiliaceus L.), Waru

Landak (Hibiscus mutabilis L.), Hibiscus (Hibiscus aculeatus Walt.), Yute Jawa

(Hibiscus cannabinus L.) (Plantanamor, 2008).

2.1.1 Klasifikasi Tanaman (Plantanamor, 2008)

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Dilleniidae

Ordo : Malvales

Famili : Malvaceae (suku kapas-kapasan)

Genus : Hibiscus

(22)

2.1.2 Kandungan Kimia

Daun, bunga, dan akar Kembang Sepatu mengandung flavonoida. Di

samping itu daunnya juga mengandung saponin dan polifenol, bunga mengandung

polifenol, akarnya juga mengandung tanin, saponin, skopoletin (1), cleomiscosin

A (2), dan cleomiscosin C (3). Kandungan antosianin yang teridentifikasi adalah

3, 3’,4’,5’,7-pentahidroksiflavilium klorida (4) (Ukwueze, et al, 2009).

Gambar 2. Struktur kandungan senyawa yang ada dalam Kembang Sepatu.

2.2 Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn.)

Rosella (Hibiscus sabdariffa var sabdariffa Linn.) adalah tanaman hias

taman luar ruangan dari keluarga kembang sepatu, yang berasal dari Afrika dan

Timur Tengah. Biasa dikenal di Inggris dengan nama Rosella atau red sorrel dan

(23)

Gambar 3. Rosela (Hibiscus sabdariffa L).

Rosella merupakan tanaman perdu yang mempunyai tinggi 3-5 meter dan

akan mengeluarkan bunga berwarna merah jika sudah dewasa. Pigmen merah dari

bunga Rosella disebabkan karena kandungan antosianinnya yang tinggi (Mardiah,

2010), namun tidak stabil selama proses pemanasan (Gozales-Palomares, et al,

2009).

Tanaman Rosella memiliki dua varietas dengan budidaya dan manfaat

yang berbeda, yaitu: (i) Hibiscus sabdariffa var. Altisima, Rosella berkelopak

bunga kuning yang sudah lama dikembangkan untuk diambil serat batangnya

sebagai bahan baku pulp dan karung goni; dan (ii) Hibiscus sabdariffa var.

Sabdariffa, Rosella berkelopak bunga merah serta membentuk seperti cup. Jenis

Rosella var. Sabdariffa yang kini mulai diminati petani dan dikembangkan untuk

diambil kelopak bunga dan bijinya, dikonsumsi dibanyak negara sebagai

minuman dingin maupun minuman hangat (Ali, et al, 2005).

Rosella mempunyai kekerabatan dengan bunga Waru Gunung (Hibiscus

macrophyllus Roxb. ex Hornem), Mrambos Merah (Hibiscus radiatus Cav),

Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.), Wora-wari Gantung (Hibiscus

schizopetalus (Mast.) Hook.F), Waru Gombong (Hibiscus similis BI), Bunga

(24)

Landak (Hibiscus mutabilis L.), Hibiscus (Hibiscus aculeatus Walt.), Yute Jawa

(Hibiscus cannabinus L.).

Di Indonesia sendiri Rosella dikenal dengan beberapa nama, seperti rosela,

perambos, gamet walanda (Sunda), kasturi roriha (Ternate). Di Inggris dikenal

dengan nama Roselle atau red sorrel, dan di Cina dengan nama luo shen kui dan

luo shen hua.

2.2.1 Klasifikasi Tanaman (Plantanamor, 2008)

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Dilleniidae

Ordo : Malvales

Famili : Malvaceae (suku kapas-kapasan)

Genus : Hibiscus

Spesies : Hibiscus sabdariffa L.

2.2.2 Kandungan Kimia

Bunga dan biji Rosella dapat dimanfaatkan sebagai tanaman herbal dan

bahan baku minuman kesehatan, di dalam DepKes RI No SPP 1065/35.15/05,

setiap 100 gram kelopak bunga Rosella mempunyai kandungan gizi sebagai

(25)

O+

mg, zat besi 8,98 mg, malic acid 3,31%, fruktosa 0,82%, sukrosa 0,24%, karoten

0,029%, tiamin 0,117 mg, niasin 3,765 mg, dan vitamin C 244,4 mg. Kandungan

vitamin C yang tinggi ini dapat berfungsi sebagai bahan antioksidan dalam tubuh.

(Kustyawati & Sulastri, 2008).

Menurut Segura-Carretero (2008), kandungan antosianin yang utama

diidentifikasi sebagai delfinidin-3-sambubiosida (5) yang memberikan warna

merah pada ekstrak bunga rosella, seperti yang terlihat pada Gambar 3.

Antosianin yang lain berupa sianidin-3-sambubiosida (6) (Ojeda, et al, 2010).

Gambar 4. Struktur antosianin dari bunga Kembang Sepatu.

2.3 Flavanoid

Flavonoid merupakan molekul polifenol yang larut air yang mengandung

15 atom karbon. Flavonoid termasuk kedalam famili polifenol. Kerangka dsar

flavonoid (7) dapat dilihat sebagai dua cincin benzena yang bergabung

bersama-sama dengan tiga rantai karbon yang pendek (Tanaka, et al, 2008). Lebih dari

4.000 jenis flavanoid telah teridentifikasi, banyak terdapat dalam buah-buahan,

sayuran dan minuman (teh, kopi, bir, minuman anggur dan buah).

(26)

Salah satu karbon dari rantai pendek selalu terhubung ke karbon dari salah

satu cincin benzene (A dan B), baik secara langsung atau melalui jembatan

oksigen, sehingga membentuk sebuah cincin tengah ketiga, yang beranggotakan

lima atau enam karbon (lingkaran cincin beroksigen atau cincin C). Penomoran

flavanoid (8) dapat dilihat pada Gambar 5 (Giacarini, 2008).

Gambar 5. Kerangka dasar dan penomoran flavanoid.

Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang melimpah di alam dan

dikategorikan, menurut struktur kimianya, ke dalam flavonol, flavon, flavanon,

isoflavon, katekin, antosianidin, dan kalkon (Tanaka, et al, 2008). Flavanoid

dibagi ke dalam enam sub kelompok utama berdasarkan variasi pada cincin C:

flavon (9), flavonol (10), flavanon (11), flavanol (12) (katekin dan

(27)

Gambar 6. Beberapa senyawa golongan flavanoid.

Pentingnya senyawa polifenol dan dampaknya dalam kesehatan manusia

telah dipelajari secara ekstensif dalam beberapa tahun terakhir, khususnya

subkelompok yang disebut flavonoid, yang juga kelas terbesar polifenol.

Flavonoid merupakan senyawa turunan tanaman, bertanggung jawab terhadap

keanekaragaman rasa, flavour dan warna buah-buahan dan sayuran (Giacarini,

2008). Flavanoid juga bertindak sebagai antimikroba, fotoreseptor dan

antioksidan, yang terlibat dalam pertumbuhan tanaman dan reproduksi,

menyediakan ketahanan terhadap patogen dan predator dan melindungi tanaman

dari penyakit (Cheynier, 2005).

Menurut Pietta (2000), flavanoid bertindak sebagai antioksidan pada

tanaman, antimikroba, fotoreseptor, attractor visual, penolak makan, dan untuk

penyaringan cahaya. Banyak studi telah menyatakan bahwa flavonoid

menunjukkan aktivitas biologis, termasuk antiallergenic, antivirus, anti-inflamasi,

dan efek vasodilatasi (Jordheim, 2007).

2.4 Antosianin

Antosianin (15) adalah molekul polar dengan hidroksil, karboksil,

kelompok metoksil dan glikolil terikat untuk cincin aromatik (Xavier, et al, 2008).

(28)

Keterangan:

Petunidin R3’=OCH3, R5’=OH Malvidin R3’=OCH3, R5’=OCH3

R3=OH

Capensinidin R5=CH3, R7=OH, R3’=OCH3, R5’=OCH3 Hirsutidin R5=OH, R7=OCH3, R3’=OCH3, R5’=OCH3

(dan bukan warna biru-hijau biasanya kita kaitkan dengan cyan) (Mortensen,

2006).

Antosianin menimbulkan warna biru-ungu-merah-oranye dari bunga dan

buah-buahan, khususnya, banyak tanaman (Mortensen, 2006). Zat tersebut

berperan dalam pemberian warna terhadap bunga atau bagian tanaman lain dari

mulai merah, biru sampai ke ungu termasuk juga kuning dan tidak berwarna

(seluruh warna kecuali hijau).

Secara kimiawi antosianin bisa dikelompokan ke dalam flavonoid dan

fenolik. Zat tersebut bisa ditemukan di berbagai tanaman yang ada di darat.

Antosianin tidak ditemukan di tanaman laut, hewan atau mikroorganisme

(Samsudin & Khoiruddin, 2011).

(29)

Antosianin adalah glikosida dari antosianidin (juga disebut aglikon) dan

gula. Antosianidin hampir selalu glikosilasi pada posisi 3, meskipun glikosilasi di

posisi lain dan lebih dari satu posisi pada satu waktu juga ditemui. Selanjutnya,

bagian gula dapat terasilasi dengan asam alifatik atau aromatik. Jadi, meskipun

jumlah antosianidin dikenal cukup terbatas (sekitar 25), jumlah antosianin

beberapa ratus karena keragaman besar yang ditawarkan oleh glikosilasi dan

asilasi (Mortensen, 2006).

Antosianin adalah zat warna yang bersifat polar dan akan larut dengan

baik pada pelarut–pelarut polar (Samsudin dan Khoirudin, 2011). Antosianin lebih

larut dalam air daripada dalam pelarut non polar dan karakteristik ini membantu

proses ekstraksi dan pemisahan (Xavier, et al, 2008). Oleh karena itu, antosianin

biasanya diekstrak dengan air, meskipun penggunaan alkohol yang lebih rendah

juga diizinkan (Mortensen, 2006).

Antosianin mempunyai empat bentuk berbeda yang berada dalam

kesetimbangan dan termasuk ke dalam kation flavilium, basa kuinoidal, karbonil

pseudobase dan kalkon (Gambar 8). Jumlah relatif dari struktur dalam

kesetimbangan bervariasi dan tergantung pada pH dan struktur antosianin.

Beberapa antosianin lebih stabil daripada yang lain tergantung pada bentuk

strukturnya. Contohnya Malvidin glikosida, antosianin utama dalam anggur,

karena molekul dimetiloksilasi lebih stabil dari antosianin yang lainnya. Apalagi,

hasil hidroksilasi dari asam organik lebih stabil dalam beberapa kasus (Laleh, et

(30)

R1, R2: H, OH or OCH3 resp.; R´: glycosyl; R´´: H or glycosyl

Gambar 8. Transformasi struktur antosianin dalam larutan air. (Sumber: Hubbermann, et al, 2006)

Antosianin berpotensi sebagai pewarna makanan alami karena

keanekaragaman warna yang dimilikinya. Namun, mempunyai kelemahan dalam

stabilitas warnanya. Intensitas suatu stabilitas pigmen antosianin tergantung pada

berbagai faktor termasuk struktur dan konsentrasi dari pigmen, pH, suhu,

intensitas cahaya, kualitas dan kehadiran pigmen lain bersama-sama, ion logam,

enzim, oksigen, asam askorbat, gula dan gula metabolit, belerang oksida, dan

lain-lain (Tanaka, et al, 2008).

Perubahan warna antosianin tergantung pada pH, berdampingan dengan

senyawa berwarna (ko-pigmen, biasanya flavon dan flavonol), dan ion logam.

Dalam uji in vitro, antosianidin yang lebih merah dan lebih stabil sebagai bentuk

kation flavilium pada pH rendah (pH <3), berwarna sedikit di bawah kondisi asam O

Basa kuinoidal (A) Kation flavilium (AH+)

Kalkon (C) Karbinol (B)

(31)

-(pH 3-6), dan berwarna biru dan tidak stabil sebagai basa kuinoidal pada pH 6 dan

lebih (Tanaka, et al, 2008).

Gambar 9. Perubahan struktur akibat pengaruh penambahan buffer pH (Sumber: Lee, et al, 2005).

Faktor lain yang berkontribusi terhadap naungan warna adalah

kopigmentasi. Kopigmentasi adalah fenomena bahwa beberapa senyawa dapat

menyebabkan pergeseran merah dari penyerapan antosianin, dan karenanya

memberikan warna yang lebih kebiru-biruan, dan peningkatan bersamaan dalam

penyerapan. Senyawa aromatik seperti flavonoid dan asam sinamat ini sangat

efektif. Kopigmentasi diyakini terjadi dengan mengapit dari antosianin antara

interaksi satu atau dua kopigmen. Kopigmentasi mungkin antarmolekul atau

intramolekular jika residu gula (s) adalah/terasilasi dengan satu atau lebih asam

(32)

kopigmentasi juga memberikan stabilitas yang lebih tinggi ke antosianin

(Mortensen, 2006).

2.5Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang

tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.

Ada beberapa metode ekstraksi, salah satunya adalah maserasi. Maserasi

merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara

merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus

dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif dan zat

aktif akan larut. Simplisia yang akan diekstraksi ditempatkan pada wadah atau

bejana yang bermulut lebar bersama larutan penyari yang telah ditetapkan, bejana

ditutup rapat kemudian dikocok berulang–ulang sehingga memungkinkan pelarut

masuk ke seluruh permukaan simplisia. Rendaman tersebut disimpan terlindung

dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis oleh cahaya atau

perubahan warna). Waktu maserasi pada umumnya 5 hari, setelah waktu tersebut

keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan luar

sel telah tercapai. Dengan pengocokan dijamin keseimbangan konsentrasi bahan

ekstraksi lebih cepat dalam cairan. Keadaan diam selama maserasi menyebabkan

(33)

2.6Pelarut

2.6.1 Air

Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom oksigen yang berikatan

kovalen dengan dua atom hidrogen. Atom hidrogennya mempunyai daya ikat

yang sangat besar antara kedunya. Perangkaian jarak atom-atomnya mirip kunci

yang masuk lubangnya, kecocokan begitu sempurna, sehingga air tergolong

senyawa alam yang paling baik. Semua atom dalam molekul air terjalin menjadi

satu oleh ikatan yang kuat, yang hanya dapat dipecahkan oleh perantara yang

paling agresif, misalnya energi listrik atau zat kimia lain seperti logam kalium.

Air berfungsi sebagai bahan yang dapat mendispersikan berbagai senyawa

yang ada dalam bahan makanan. Untuk beberapa bahan malah berfungsi sebagai

pelarut. Air dapat melarutkan berbagai bahan seperti garam, vitamin yang larut

air, mineral, dan senyawa-senyawa cita rasa seperti yang terkandung dalam teh

dan kopi.

2.6.2 Etanol

Sifat-sifat fisika etanol utamanya dipengaruhi oleh keberadaan gugus

hidroksil dan pendeknya rantai karbon etanol. Gugus hidroksil dapat berpartisipasi

ke dalam ikatan hidrogen, sehingga membuatnya cair dan lebih sulit menguap dari

pada senyawa organik lainnya dengan massa molekul yang sama.

Etanol tidak menyebabkan pembengkakan membran sel dan memperbaiki

stabilitas bahan obat terlarut. Keuntungan lain, etanol mampu mengendapkan

albumin dan menghambat kerja enzim. Umumnya yang digunakan sebagai cairan

(34)

campuran etanol-air. Etanol (70%) sangat efektif dalam menghasilkan jumlah

bahan aktif yang optimal, dimana bahan penganggu hanya skala kecil yang turut

ke dalam cairan pengekstraksi. Etanol dapat melarutkan alkaloid basa, minyak

menguap, glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, damar

dan klorofil. Lemak, malam, tanin dan saponin hanya sedikit larut. Dengan

demikian zat pengganggu yang terlarut hanya terbatas. Untuk meningkatkan

penyarian biasanya menggunakan campuran etanol dan air. Perbandingan jumlah

etanol dan air tergantung pada bahan yang disari (Indraswari, 2008).

2.7 Pewarna Makanan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988,

pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi

warna pada makanan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya

sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap

dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna seharusnya.

Penerimaan warna suatu bahan berbeda-beda tergantung dari faktor alam,

geografis, dan aspek sosial masyarakat penerima (Winarno, 1992).

Selain sebagai faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat

digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara

pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang

seragam dan merata.

Warna suatu bahan dapat diukur dengan menggunakan alat kolorimeter,

spektrofotometer, atau alat-alat lain yang dirancang khusus untuk mengukur

(35)

yang tembus cahaya seperti sari buah, bir, atau warna hasil ekstraksi. Untuk bahan

bukan cair atau padatan, warna bahan dapat diukur dengan membandingkannya

terhadap suatu warna standar yang dinyatakan dalam angka-angka.

Cara pengukuran warna yang lebih teliti dapat dilakukan dengan

mengukur komponen warna dalam besaran value, hue dan chroma. Nilai value

menunjukkan gelap terangnya warna, nilai hue mewakili panjang gelombang yang

dominan yang akan menentukan apakah warna tersebut merah, hijau, atau kuning,

sedangkan chroma menunjukkan intensitas warna. Ketiga komponen ini diukur

dengan menggunakan alat khusus yang mengukur nilai kromatisitas suatu bahan.

Angka-angka yang diperoleh utnuk setiap warna, kemudian angka-angka tersebut

diplot ke dalam diagram kromatisitas (Catrien, 2009).

Ada lima sebab yang dapat menyebabkan suatu bahan makanan berwarna

yaitu:

a. Pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan hewan misalnya

klorofil berwarna hijau, karoten berwarna jingga, dan mioglobin

menyebabkan warna merah pada daging.

b. Reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan membantuk warna

coklat, misalnya warna coklat pada kembang gula karamel atau roti yang

dibakar.

c. Warna gelap yang timbul karena adanya reaksi Maillard, yaitu antara gugus

amino protein dengan gugus karbonil gula pereduksi; misalnya susu bubuk

yang disimpan terlalu lama akan berwarna gelap.

d. Reaksi antara senyawa organik dengan udara akan menghasilkan warna

(36)

serta enzim, misalnya warna gelap permukaan apel atau kentang yang

dipotong.

e. Penambahan zat warna, baik zat warna alami maupun zat warna sintetik, yang

termasuk dalam golongan bahan aditif makanan.

Masing-masing pigmen tersebut mempunyai kestabilan yang berlainan

terhadap berbagai kondisi pengolahan (Winarno, 1992).

Ketentuan mengenai penggunaan pewarna di Indonesia diatur dalam SK

Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 dan dalam SNI (Standar

Nasional Indonesia) 01-0222-1995 mengenai Bahan Tambahan Makanan (BTM).

Pewarna makanan terbagi menjadi tiga golongan, yaitu pewarna alami, pewarna

identik alami dan pewarna sintetik.

2.7.1 Pewarna Alami

Pewarna alami adalah zat warna alami (pigmen) yang diperoleh dari

tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah

digunakan sejak dulu dan umumnya dianggap lebih aman dari pada zat warna

sintetis, seperti annato sebagai sumber warna kuning alamiah bagi berbagai jenis

makanan begitu juga tannin, antosianin, antoxantin, karoten dan klorofil, Quonin,

xanthon, heme, flavonoid. Dalam daftar FDA pewarna alami dan pewarna identik

alami tergolong dalam ”uncertified color additives” karena tidak memerlukan

sertifikat kemurnian kimiawi. Keterbatasan pewarna alami adalah seringkali

memberikan rasa dan flavor khas yang tidak diinginkan, konsentrasi pigmen

rendah, stabilitas pigmen rendah, keseragaman warna kurang baik dan spektrum

(37)

Depkes RI (1988) mengurutkan daftar zat pewarna alami yang diizinkan di

Indonesia seperti yang tertera pada Tabel 1. berikut:

Tabel 1. Daftar Zat Pewarna Alami yang Diizinkan di Indonesia

No Nama ( Indonesia ) Nama (Inggris) No. Indeks

1 Anato Anatto (Orange 4) 75120

2 Karotenal Carotenal 80820

3 Karotenoat Carotenoic Acid (Orange 8) 40825

4 Kantasantin Canthaxanthine 40850

5 Karamel, Amonia Sulfit Proses Caramel Colour -

6 Karamel Caramel Colour (Plain) -

7 Karmin Carmine (red 4) 75470

8 Beta Karoten Beta Carotene (Yellow 26) 75130

9 Klorofil Chlorophyll (Green 3) 75810

10 Klorofil Tembaga Komplex Chlorophyll Copper Complex 75810

11 Kurkumin Curcumin (Yellow 3) 75300

12 Riboflavin Ribaflavina -

13 Titanium Dioksida Titanium Dioxide (White 6) 77891

Sumber : Departemen Kesehatan RI, 1988

Kemungkinan alasan untuk penggunaan pewarna dalam zat makanan yang

disebutkan, sebagai:

1) untuk menjaga penampilan makanan asli bahkan setelah pengolahan dan

selama penyimpanan;

2) untuk menjamin keseragaman warna untuk menghindari variasi musiman

dalam nada warna;

3) untuk mengintensifkan warna normal makanan dan dengan demikian

untuk menjaga kualitas;

4) untuk melindungi rasa dan vitamin rentan cahaya membuat cahaya -

dukungan layar, dan

5) untuk meningkatkan penerimaan pangan sebagai salah satu pengundang

(38)

2.7.2 Pewarna Identik Alami

Pewarna identik alami merupakan pewarna yang disentetis secara kimia

sehingga menghasilkan pewarna dengan struktur kimia yang sama/identik dengan

pewarna alami. Yang termasuk golongan ini adalah karotenoid murni, antara lain:

kantaxantin (merah) (16), apo-karoten (merahoranye) (17), beta-karoten

(oranye-kuning) (18). Semua zat warna ini memiliki batas konsentrasi maksimum

penggunaan, kecuali beta-karoten yang boleh digunakan dalam jumlah tidak

terbatas.

Gambar 10. Struktur senyawa golongan karotenoid murni.

(39)

2.7.3 Pewarna Sintetik

Pewarna sintetik merupakan bahan pewarna yang memberikan warna yang

tidak ada di alam dan dihasilkan dengan cara sintesis kimia, bukan dengan cara

ekstraksi atau isolasi. Pewarna sintetik mempunyai keuntungan yang nyata

dibandingkan pewarna alami, yaitu mempunyai kekuatan mewarnai yang lebih

kuat, lebih seragam, lebih stabil dan biasanya lebih murah.

Sejak tahun 1938 di Amerika juga telah dikeluarkan peraturan baru yaitu

yang disebut Food, Drug and Cosmetic Act (FD & C) yang memperluas ruang

lingkup peraturan tahun 1906 dalam mengatur penggunaan zat pewarna. Zat

pewarna dapat digolongkan atas tiga katagori yaitu FD & C Color, D & C Color,

dan D & C.

FD & C Color adalah zat pewarna yang diijinkan untuk makanan,

obat-obatan, dan kosmetik D & C diizinkan penggunaannya dalam obat-obatan dan

kosmetik, sedangkan untuk bahan makanan dilarang Ext D & C diizinkan dalam

jumlah terbatas pada obat-obatan luar dan kosmetik (Winarno, 1996).

Di Indonesia, peraturan mengenai zat pewarna yang diizinkan dan yang

dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri kesehatan RI No.

722/Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan makanan. Akan tetapi sering

(40)

Di bawah ini ditampilkan daftar zat pewarna sintetik yang diizinkan

beredar di pasar di Indonesia menurut Departemen Kesehatan RI Tahun 1988.

Tabel 2. Daftar Zat Pewarna Sintetik yang Diizinkan di Indonesia

Sumber: Departemen Kesehatan RI, 1988.

Menurut Tabel 2 yang memberikan warna merah adalah eritrosin,

karmoisin, merah allura, ponceau 4R, dan tartazine. Berdasarkan data tersebut,

penggunaan pewarna sintetik sebagai pembanding adalah pewarna karmoisin.

Pewarna makanan sintetik karmoisin telah diproduksi dalam skala besar oleh

salah satu produsen yang bergerak dalam bidang makanan. Pewarna karmoisin

mudah dijumpai karena sudah dijual bebas dipasaran dan biasanya dikemas dalam

bentuk cair.

Karmoisin (19) atau dalam industri makanan sering disebut sebaga Red 3

merupakan pewarna sintetik yang bersifat asam mengandung gugus kromofor NN

dan CC (pyrazolone dye). Merupakan pewarna merah, larut dalam air, mempunyai

titik leleh >300C, digunakan dalam pewarnaan makanan, kosmetik dan meication.

Mempunyai nama lain CI Food Red 3, Azorubine, E 122,atau CI No. 14720

(Anonimous, 2011).

No Nama ( Indonesia ) Nama ( Inggris ) No. Indeks 1 Biru Berlian Briliant Blue 42090 2 Coklat HT Chocolate Brown HT 20285

3 Eritrosin Erytrosine 45430

4 Hijau FCF Fast Green FCF 42053

5 Hijau S Fast Green S 44090

6 Indigotin Indigotine 73015

7 Karmoisin Carmoisine 14720

8 Kuning FCF Sunset Yellow 15985 9 Kuning Kuinolin Quinoline Yellow 47005 10 Merah Allura Allura Red AC 16035 11 Ponceau 4R Ponceau 4R 16255

(41)

Nama kimia senyawa karmoisin adalah

4-hidroksi-3-(4-sulfonat-1-naftilazo) naftalen-1-sulfonat. Dengan rumus empiris C20H12N2Na2O7S2. Struktur

kimia dari Food Red 3 ditampilkan pada Gambar 10.

Gambar 11. Struktur Kimia Carmoisine (Red 3).

Pewarna asam red 3 merupakan pewarna larut dalam air terlebih dalam

bentuk garam natrium dari asam sulfonat atau karboksilat. Merupakan senyawa

anionik yang menyerang dengan kuat kelompok kationik dalam serat langsung.

Dapat diaplikasikan dalam berbagai bentuk serat alam seperti wool, katun, dan

(42)

campuran dengan pewarna lain, marmalade dengan kadar 200 mg/kg, dan udang

kalengan dengan kadar 30 mg/kg, tunggal atau campuran dengan pewarna lain

(Femelia, 2009).

2.7.4 Bahaya Pewarna Sintetik

Beberapa penelitian yang menyatakan bahwa pewarna sintetik dapat

menyebabkan efek negatif pada kesehatan. Pada bulan November 2007, sebuah

hasil penelitian yang diterbitkan di jurnal medis terkemuka Lancet

mengungkapkan bahwa beberapa zat pewarna makanan meningkatkan tingkat

hiperaktivitas anak-anak usia 3-9 tahun. Anak-anak yang mengkonsumsi makanan

yang mengandung pewarna buatan itu selama bertahun-tahun lebih berisiko

menunjukkan tanda-tanda hiperaktif. Selain risiko hiperaktif, sekelompok sangat

kecil dari populasi anak (sekitar 0,1%) juga mengalami efek samping lain seperti:

ruam, mual, asma, pusing dan pingsan (Anonimous, 2011).

Bahan pewarna sintetis yang telah dihasilkan oleh para ahli kimia berasal

dari coal-tar yang jumlahnya ratusan. Pewarna buatan sangat disenangi oleh para

ahli teknologi untuk pewarnaan barang-barang industri, baik untuk industri

pangan ataupun untuk industri non pangan. Oleh karena itu, perlu ada pemisahan

antara pewarna yang hanya digunakan untuk industri non pangan. Akan tetapi,

masih sering terjadi penyalahgunaan pewarna sintetis non pangan untuk pangan

(Cahyadi, 2005).

Menurut DEPKES RI No. 239/Menkes/Per/V/85 ada 30 jenis zat warna

yang dinyatakan berbahaya bila digunakan dalam pengolahan makanan. Adapun

(43)

Tabel 3. Daftar Zat Pewarna Yang Dilarang di Indonesia

Sumber : Depkes RI No. 239/Menkes/Per/V/85

No Warna Nama No. Indeks

6 Orange Chrysoindine 11270

(44)

2.8 Spektrofotometer UV-Visible

2.8.1 Prinsip Dasar Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer.

Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang

tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan

atau diadsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara

relatif jika energi tersebut ditransmisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang

(Underwood, 2001).

Spektrofotometer digunakan untuk mengukur jumlah cahaya yang

ditransmisikan atau diabsorpsi oleh molekul-molekul di dalam larutan. Spesi yang

mengabsorpsi dapat melakukan transisi elektron yang menimbulkan spektra

ultraviolet dan tampak (Fessenden, 1986).

Spektofotometer UV-Visible merupakan salah satu jenis spektrofotometer

yang sering digunakan dalam kegiatan analisis. Molekul-molekul dapat

mengabsorbsi atau mentransmisi radiasi gelombang elektromagnetik. Berkas

cahaya putih adalah kombinasi semua panjang gelombang spektrum tampak.

Perbedaan warna yang kita lihat sebenarnya ditentukan dengan bagaimana

gelombang cahaya tersebut diabsorbsi dan ditransmisikan (dipantulkan) oleh

objek atau suatu larutan. Spektrofotometer UV-Vis adalah bagian teknik analisis

spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat

(190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen

spektrofotometer.

Ketika panjang gelombang cahaya diabsorpsi atau ditransmisikan melalui

(45)

molekul-molekul zat terlarut untuk mengabsorbsi cahaya pada panjang gelombang

tertentu dikenal dengan istilah absorbansi (A), yang setara dengan nilai

konsentrasi larutan tersebut dan panjang berkas cahaya yang dilalui ke suatu point

dimana persentase jumlah cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi diukur

dengan fototube.

2.8.2 Hukum Beer-Lambert

Hukum Lambert-Beer dipenuhi berapapun panjang gelombang sinar yang

diserap sampel. Dengan mengukur transmitans larutan sampel, dimungkinkan

untuk menentukan konsentrasinya dengan menggunakan hukum Lambert-Beer.

Lambert menyatakan jika analisis dalam spektrofotometer UV-Vis selalu

melibatkan pembacaan absorbansi dan radiasi elektromagnetik yang diteruskan.

Absorbansi (A) tanpa satuan dan transmitan dengan satuan persen (%T). Jika

suatu radiasi elektromagnetik melalui suatu media serba sama, maka sebagian

sinar itu akan dipantulkan oleh media, kemudian sebagian lagi akan diserap dan

sebagian lagi akan diteruskan.

Bunyi hukum Lambert adalah ”Bila suatu cahaya monokromatik dialirkan

melalui suatu media, maka menurunnya intensitas cahaya berbanding lurus

dengan panjang media” atau dengan kata lain bahwa intensitas cahaya akan

menurun bila panjang media yang dilalui cahaya bertambah. “Bila suatu cahaya

monokromatik dialirkan melalui suatu media, maka kecepatan turunnya intensitas

cahaya berbanding lurus dengan kepekatan media”, artinya intensitas cahaya

(46)

Dari dua pernyataan di atas dapat dibuat persamaan Beer- Lambert

menjadi,

Keterangan :

Io = cahaya masuk

It = cahaya yang dipancarkan c = konsentrasi (M)

b = panjang media

ε = koefisien ekstingsi molar, untuk konsentrasi dalam molar A = absorbansi (A)

Lambert dan Beer membuat formulasi secara matematik hubungan antara

transmitan atau absorbansi terhadap intensitas radiasi atau konsentrasi zat yang

dianalisis dan tebal larutan yang mengabsorbsi. Dari persamaan di atas dapat

dilihat bahwa absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasinya.

2.8.3 Instrumen Spektrofotometer UV-Vis

Bagian-bagian terpenting suatu spektrofotometer seperti yang ditunjukkan

secara skematik dalam gambar di dawah adalah sebagai berikut:

(47)

a. Sumber Cahaya

Beberapa macam sumber cahaya yang dipakai pada Spektrofotometer

UV-Visible adalah :

1. Lampu deuterium (D2O), dapat dipakai pada daerah panjang gelombang

190 nm- 380 nm (daerah ultraviolet dekat).

2. Lampu tungstent xenon, merupakan campuran dari filamen tungsten dan

xenon, oleh karena itu disebut sebagai sumber cahaya ”tungsten-xenon”.

Dipakai pada daerah visible dengan kisaran panjang gelombang 380-900

nm.

3. Lampu merkuri, digunakan untuk mengkalibrasi panjang gelombang pada

daerah ultraviolet, khususnya disekitar panjang gelombang 365 nm, serta

sekaligus mengecek resolusi dan monokromator.

b. Monokromator

Monokromator berfungsi untuk memilih panjang gelombang tertentu dari

sinar polikromatik sehingga dapat diperoleh sinar monokomatik dengan panjang

gelombang yang dikehendaki. Monokromator pada umumnya berbentuk cermin,

prisma, dan kisi difraksi (Saputra, 2009). Monokromator pada spektrofotometer

UV biasanya terdiri dari beberapa susunan, yatiu :

celah (slit) – masuk – filter – prisma – kisi (grating) – celah keluar.

1. Celah monokromator, adalah bagian yang pertama dan terakhir dari suatu

sistem optik monokromator pada spektrofotometer UV. Celah dibuat dari

logam yang kedua ujungnya diasah dengan cermat sehingga sama. Lebar

celah masuk dan celah keluar harus sama yang dapat diatur dengan

(48)

2. Prisma dan kisi merupakan bagian dari monokromator terpenting. Prisma

dan kisi pada prinsipnya mendispersi radiasi elektromagnetik sebesar

mungkin supaya didapatkan resolusi yang baik dari radiasi polikromatik.

3. Kisi grating terbuat dari lempengan kaca yang pada permukaannya dilapisi

oleh resin sintetis dengan garis-garis. Kemudian pada permukaannya

dilapisi lagi oleh kaca alumunium.

c. Sel kuvet

Kuvet atau sel merupakan wadah sampel yang dianalisis. Ditinjau dari

pemakaiannya kuvet ada dua macam, yaitu :

1. Kuvet permanen, yang terbuat dari bahan gelas atau leburan silica dan

dipakai pada daerah pengukuran panjang gelombang 190 nm – 1100 nm.

2. Kuvet disposibel, untuk satu kali pemakaian, yang terbuat dari teflon atau

plastik dan dipakai pada daerah pengukuran panjang gelombang 380 nm -

1100 nm, karena bahan dari gelas mengabsorbsi radiasi ultraviolet.

d. Detektor

Detektor cahaya atom disebut juga transducer, berfungsi mengubah energi

radiasi cahaya menjadi suatu sinyal elektrik yang besarnya setara dengan

intensitas cahaya yang sampai pada detektor tersebut.

e. Amplifier

Amplifier berfungsi sebagai penguat sinyal yang berasal dari detektor

menjadi suatu potensial yang cukup besar untuk dapat direkam. Suatu alat penguat

sinyal menangkap isyarat masuk (input) dari rangkaian detektor dan melalui

proses pengolahan sinyal menghasilkan isyarat keluaran (output) dengan secara

(49)

f. Rekorder atau pencatat tampilan

Alat ini merupakan rangkaian terakhir dari instrumen ini yang berfungsi

sebagai pencatat atau mengeluarkan hasil analisis, hasilnya dapat terekam secara

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Maret-Agustus 2011, di Laboratorium

Kimia Pusat Laboratoriun Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah seperangkat alat gelas dan instrumen

spektrofotometer visible Ultrospec 100 pro λ 330-830 nm, spectral bandwith 8

nm, dengan sumber cahaya tungsten halogen dan detektor diode array. Bahan

yang digunakan adalah bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa sinensis L.) yang

masih segar, bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) yang masih segar, pewarna

makanan sintetik Red 3, pelarut air dan etanol, H2O2, buffer sitrat pH 3, pH 4, dan

pH 5.

3.3 Prosedur Penelitian

Prosedur percobaan meliputi penyiapan bahan baku, ekstraksi dan uji

stabilitas warna. Pada tahap ekstraksi, bunga Kembang Sepatu dan bunga Rosella

yang masih segar dipotong dengan ukuran 1 cm dan dihaluskan dengan mortar.

Kemudian diekstraksi secara maserasi selama 120 menit menggunakan pelarut air

dengan perbandingan 1 : 1 (gr sampel : mL pelarut) (Inayati, 2009) pada

temperatur yang berbeda-beda (30 °C, 40 °C, 50 °C, 60 °C, 70 °C, 80 °C dan 90

(51)

gelombang 510-550 nm. Ekstrak etanol dilakukan dengan variasi konsentrasi

etanol 20 %, 40 %, 60 %, 80 % dan 96 % pada suhu ruang. Tahap akhir adalah uji

stabilitas warna terhadap pengaruh lingkungan. Diagram alir penelitian

ditampilkan dalam Lampiran 1.

3.4Uji Stabilias Warna

3.4.1 Pengaruh Temperatur Penyimpanan

Sampel disimpan pada temperatur kamar yaitu pada temperatur 27 °C dan

pada temperatur dingin yaitu 9 °C. Setelah 2 hari dilakukan pengenceran yaitu

dengan cara pigmen cair dilarutkan sebanyak 2 ml dalam 100 ml air kemudian

diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum dan dilakukan

pengulangan sebanyak tiga kali. Dilakukan hal yang sama terhadap pewarna

sintetik Red 3 sebagai pembanding.

3.4.2 Pengaruh Lama Penyinaran Matahari

Sepuluh ml dari larutan dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian

dijemur dibawah sinar matahari selama 6 jam dan setiap 3 jam sekali dilakukan

pengukuran absorbansi pada panjang gelombang maksimum dan dilakukan

pengulangan sebanyak tiga kali. Dilakukan hal yang sama terhadap pewarna

sintetik Red 3 sebagai pembanding.

3.4.3 Pengaruh Lama Penyinaran Lampu

Sepuluh ml larutan dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian disinari

(52)

dilakukan pengamatan terhadap absorbansinya pada panjang gelombang

maksimum dan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Dilakukan hal yang

sama terhadap pewarna sintetik Red 3 sebagai pembanding.

3.4.4 Pengaruh Waktu Penambahan Oksidator

Sepuluh ml dari larutan masing-masing dimasukkan ke dalam tabung

reaksi dan ditambahkan oksidator H2O2 sebanyak 1 ml. Kemudian setiap 3 jam

sekali selama 6 jam dilakukan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang

maksimum dan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Dilakukan hal yang

sama terhadap pewarna sintetik Red 3 sebagai pembanding.

3.4.5 Pengaruh Penambahan pH

Ekstrak pigmen dibuat dalam 3 tingkatan keasaman (pH: 3, 4 dan 5).

Sampel pigmen sebanyak 2 ml dilarutkan dalam 100 ml buffer asam sitrat sesuai

dengan variasi pH. Kemudian dilakukan pengukuran absorbansi pada panjang

gelombang maksimum dan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Dilakukan

(53)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Optimasi Ekstraksi

Pada tahap ini dilakukan optimasi metode ekstraksi, dengan cara maserasi

menggunakan pelarut air dan etanol. Ekstraksi dengan metode maserasi

didasarkan pada sifat kelarutan dari komponen di dalam pelarut yang digunakan.

Metode maserasi juga mudah dilakukan sehingga bisa langsung diaplikasikan

dalam industri rumah tangga.

Pemilihan pelarut yang digunakan adalah air dan etanol. Hal ini karena air

merupakan pelarut polar, sehingga air dapat larut atau bercampur dengan senyawa

polar atau mempunyai nilai kepolaran yang hampir sama. Air juga merupakan

pelarut yang aman untuk dikonsumsi. Begitu pula dengan etanol yang mempunyai

kepolaran yang hampir sama dengan air. Karena ekstrak yang akan diambil

berupa antosianin yang merupakan senyawa polar, sehingga antosianin dapat

bercampur atau larut dalam pelarut air dan etanol.

Waktu yang dibutuhkan dengan metode maserasi ini adalah 120 menit,

karena menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Inayati (2009) tentang

ekstraksi bunga Kembang Sepatu dengan variasi lamanya waktu maserasi

didapatkan nilai absorbansi maksimum pada waktu 120 menit. Begitu pula dengan

perbandingan yang digunakan antara sampel dengan pelarut adalah 1:1 karena

dihasilkan nilai absorbansi yang maksimum (Inayati, 2009).

Maserasi dengan pelarut air menggunakan variasi temperatur 30 °C, 40

(54)

0

Pelarut air

Kem bang Sepat u 530 nm

Rosella 520 nm

spektrofotometer visibel dari ekstrak bunga Kembang Sepatu dan Rosella

menggunakan pelarut air ditampilkan dalam Gambar 13.

Gambar 13. Hubungan absorbansi dengan variasi temperatur maserasi bunga Kembang Sepatu dan Rosella.

Dari Gambar 13 dapat dilihat terjadinya peningkatan dan penurunan nilai

absorbansi yang dihasilkan. Untuk bunga Kembang Sepatu, nilai absorbansi naik

dari 30 °C - 40 °C, kenaikan nilai absorbansi menunjukkan kenaikan intensitas

warna yang terekstrak. Kemudian turun pada temperatur 60 °C penurunan nilai

absorbansi menunjukkan penurunan intensita warna (zat warna yang tereksrak

turun). Lalu naik kembali pada temperatur 90 °C hingga mencapai nilai

absorbansi maksimum sebesar 0,920.

Nilai absorbansi maksimum pada temperatur 90 °C untuk bunga Kembang

Sepatu sebesar 0,920 dan bunga Rosella sebesar 0,987. Sehingga, untuk langkah

selanjutnya yang digunakan adalah kondisi optimum ini.

Jika melihat hasil tersebut, hal ini sesuai dengan penelitian yang telah

dilakukan oleh Mardiah (2010), dengan membandingkan temperatur ekstraksi

antara temperatur kamar dengan temperatur 60 °C didapatkan hasil ekstrak terbaik

(55)

0

Pelarut Etanol

Kem bang Sepat u 530 nm

Rosella 540 nm

kecepatan perpindahan massa dari solut ke solven akan semakin tinggi karena

temperatur mempengaruhi nilai koefisien transfer massa dari suatu komponen.

Proses pelarutan senyawa antosianin dari bunga Kembang Sepatu

menggunakan pelarut air melalui membrane semipermeabel dalam hal ini adalah

dinding sel merupakan proses untuk menghentikan osmosis yang disebut sebagai tekanan osmotik (π). sesuai dengan persamaan di bawah ini,

dimana, π = tekanan osmotik M = molaritas larutan

R = konstanta gas (0,0821 L.atm/k.mol) T = temperatur

Persamaan di atas menunjukkan bahwa tekanan osmotic berbanding lurus

dengan temperatur, sehingga semakin tinggi temperatur semakin tinggi tekanan

osmotik yang menyebabkan perpindahan massa dari solut ke solven semakin

cepat.

Pada penggunaan pelarut etanol dengan variasi konsentrasi 20 %, 40 %, 60

%, 80 % dan 96 % dari Gambar 14 terlihat peningkatan nilai absorbansi sesuai

dengan kenaikan konsentrasi etanol.

Gambar 14. Hubungan absorbansi dengan variasi konsentrasi etanol terhadap bunga Kembang Sepatu dan Rosella.

(56)

Pada konsentrasi 20 % nilai absorbansi bunga Kembang Sepatu adalah

0,359 dan Rosella adalah 0,535. Kemudian nilai absorbansi meningkat dan

didapatkan nilai absorbansi optimum pada konsentrasi 96 %, dengan nilai

absorbansi bunga Kembang Sepatu sebesar 0,684 dan Rosella sebesar 0,664. Nilai

absorbansi yang meningkat ini menandakan banyaknya konsentrasi pigmen yang

terekstrak.

Etanol dengan konsentrasi 75 % dan 96 % sering digunakan sebagai

pelarut dalam sebuah penelitian. Namun dalam penelitian ini, ekstraksi antosianin

dengan etanol 96 % menunjukkan hasil yang lebih baik daripada dengan etanol 75

%. Oleh sebab itu, pada pengujian stabilitas zat warna ekstrak bunga Kembang

Sepatu dan bunga Rosella menggunakan konsentrasi etanol 96 %.

Hasil ini dapat diperkuat oleh penelitian Wijaya, et al (2001) tentang

ekstraksi pigmen dari kulit buah rambutan. Hal ini disebabkan tingkat kepolaran

antosianin hampir sama dengan etanol 95 % sehingga dapat larut dengan baik

pada etanol 95 %. Hal ini dapat dijelaskan bahwa besar konsentrasi (M) etanol

berpengaruh terhadap perpindahan massa dari solute ke solven sesuai dengan persamaan π = MRT.

4.2 Uji Stabilitas Zat Warna

Setelah didapatkan hasil dari ekstraksi, yaitu maserasi dengan pelarut air

pada temperatur 90° C, sedangkan untuk pelarut etanol dimaserasi pada

konsentrasi 96%. Kemudian dilanjutkan dengan uji stabilitas zat warna dari bunga

(57)

cahaya, pH dan oksidator. Selain itu dilakukan pengukuran terhadap pewarna

makanan sintetik yang dijadikan sebagai pembanding, yaitu Karmoisin atau red 3.

4.2.1 Pengaruh Temperatur Penyimpanan

Pada uji stabilitas warna dengan pengaruh lama penyimpanan ekstrak

dilakukan selama 48 jam. Intensitas warna setelah penyimpanan dengan pelarut

air dan pelarut etanol menunjukkan perubahan baik pada temperatur 27 °C

maupun temperatur 9 °C. Perubahan yang terjadi ditandai dengan perubahan nilai

absorbansi.

Tabel 4. Persentase perubahan nilai absorbansi karena pengaruh temperatur penyimpanan.

Penyimpanan Bunga Kembang

Sepatu (%)

Bunga Rosella (%) Pewarna red 3

(%)

a b a b a b

9 °C 12.04 1.49 10.37 13.51 * *

27 °C 38.55 5.97 37.78 20.27 * *

a pelarut air dan b pelarut etanol

* Persentase nilai absorbansi sangat kecil

Lama penyimpanan dengan kondisi yang berbeda dapat meningkatkan

nilai absorbansi zat warna ekstrak bunga Kembang Sepatu dan bunga Rosella.

Persentase ekstrak air bunga Kembang Sepatu pada 9 °C dan 27 °C

masing sebesar 12,1 % dan 38,6 %. Persentase ekstrak air bunga Rosella

masing-masing sebesar 10,37 % dan 37,78 %. Jika dibandingkan dengan temperatur

penyimpanan, persentase nilai absorbansi pada temperatur 27 °C lebih besar

dibandingkan pada temperatur 9 °C (Tabel 4).

Begitu pula dengan ekstrak yang menggunakan pelarut etanol yang

mengalami perubahan persentase absorbansi setelah penyimpanan. Persentase

(58)

dibandingkan pada temperatur 9 °C. Persentase nilai absorbansi pada temperatur

27 °C dari ekstrak bunga Kembang Sepatu dan bunga Rosella masing-masing

sebesar 5,97 % dan 20,27 % (Tabel 4).

Dari kedua data tersebut diketahui bahwa nilai absorbansi lebih tinggi

terjadi pada penyimpanan dengan temperatur 27 °C dibandingkan pada temperatur

9 °C. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh McLellan dan

Cash (1979), penyimpanan pada temperatur 1,6 °C merupakan kondisi yang

paling baik dibandingkan dengan temperatur 18,3 °C dan 37,2 °C. Perubahan saat

penyimpanan dimungkinkan karena: 1) Reaksi kopigmentasi, 2) Diduga ekstrak

masih mengandung enzim polifenolase yang mengkatalis reaksi pencoklatan. Hal

tersebut yang menyebabkan kenaikan intensitas warna. Penyimpanan pada

temperatur 1,6 °C dapat menghambat reaksi tersebut.

Namun, jika dibandingkan dengan kedua ekstrak bunga tersebut,

persentase perubahan nilai absorbansi pada pewarna makanan sintetik red 3

sangatlah kecil. Persentase nilai sangat kecil ini menandakan tidak terjadi

perubahan yang berarti atau mempunyai nilai absorbansi yang relatif stabil. Hal

ini bisa disebabkan karena pewarna makanan sintetik yang beredar di pasaran

sudah diformulasi agar dapat tahan lama dan stabil pada berbagai macam kondisi

juga karena tidak ada senyawa pengganggu serta senyawanya lebih murni

(Cevallos, et al, 2004).

4.2.2 Pengaruh Lama Penyinaran Matahari

Sinar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas

Gambar

Tabel 1.  Daftar zat pewarna alami yang diizinkan di Indonesia ......................
Gambar 1. Kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.).
Gambar 2.  Struktur kandungan senyawa yang ada dalam Kembang Sepatu.
Gambar 3. Rosela (Hibiscus sabdariffa L).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mengetahui organoleptik selai mahkota bunga kembang sepatu ( Hibiscus rosa-sinensis ) yang ditambahkan dengan jeruk siam ( Citrus nobilis var. microcarpa),

Penelitian ini bertujuan Mengidentifikasi jumlah konsentrasi ekstrak etanol daun kembang sepatu ( Hibiscus rosa-sinensis L.) yang berpengaruh terhadap jumlah sel

Biomedical Journal of Indonesia: Jurnal Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Pengaruh Ekstrak Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus Rosa-Sinensis Linn.) Terhadap

Kembang sepatu dengan nama ilmiah Hibiscus rosa-sinensis merupakan salah satu spesies dari famili Malvaceae yang memiliki multi fungsi bagi manusia antara lain:

Aktivitas ekstrak etanol daun kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Gram negatif Escherichia coli lebih peka, dikarenakan

Data rata-rata jumlah sel spermatogonia yang telah diberi perlakuan ekstrak bunga, daun, dan akar kembang sepatu ( Hibiscus rosa sinensis ) pada berbagai

Data Hasil Pengukuran Zona Hambat Perasan Daun Bunga sepatu (Hibiscus rosa- sinensis L) terhadap Staphylococcus aureus (dalam satuan milimeter).. Hasil uji Analisis

Hasil dari penelitian ini menunjukkan kodisi optimal proses ekstraksi senyawa antosianin kelopak bunga rosella ungu (Hibiscus sabdariffa L) yaitu pada suhu 85°C