DI KOTA ADMINISTRATIF JAKARTA TIMUR
Skripsi diajukan sebagai syarat untuk meperoleh gelar
Sarjana Syariah (S.Sy)
OLEH:
NIZAR BAHALWAN NIM: 107044201810
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH
ii
DI KOTA ADMINISTRATIF JAKARTA TIMUR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu
Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Nizar Bahalwan
NIM: 107044201810Di Bawah Bimbingan:
Prof.DR.H.Hasanuddin, AF, MA
NIP: 150050917
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH
iii
Jakarta Timur", telah diajukan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 Mei 2011. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar strata satu, yaitu Sarjana
Hukum Islam (S.Hi) pada prodi perbandingan madzhab dan hukum dengan
konsentrasi perbandingan hukum.
Jakarta, 10 Juni 2011 Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah Dan Hukum
Prof.DR.H.M.Amin Suma,SH. MA. MM NIP. 19550505 198203 1 012
PANITIA UJIAN
Ketua : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA NIP : 19500361976031001 : (...)
Sekertaris : Hj. Rosdiana, MA NIP : 196906102003122001 : (...)
Pembimbing I : Prof.DR.H.Hasanuddin, AF, NIP : 150050917 : (...)
Penguji I : Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA NIP : 195510151979031002 : (...)
Penguji II : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA NIP : 19500361976031001 : (...)
iv
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 4 Mei 2011
v
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahNya, terucap dengan tulus dan ikhlas Alhamdulillāhi Rabbil ‘ālamīn tiada henti karena dapat terselesaikannya penulisan skripsi ini. Salawat seiring salam
semoga selalu tercurah limpahkan kepada insan pilihan Tuhan khātamul anbiyā’i
walmursalīn Muhammad SAW.
Dengan setulus hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh
dari kesempurnaan . Namun demikian, skripsi ini hasil usaha dan upaya yang
maksimal dari penulis. Tidak sedikit hambatan, cobaan dan kesulitan yang ditemui.
Banyak hal yang tidak dapat dihadirkan oleh penulis didalamnya karena keterbatasan
pengetahuan dan waktu. Namun patut disyukuri karena banyak pengalaman yang
didapat dalam penulisan skripsi ini.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada
semua pihak:
1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM., Selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA, Selaku Ketua Program Studi Ahwal al
Syakhsiyyah dan Ibu Hj. Rosdiana, MA selaku Sekretaris Program Studi
vi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6. Para Mediator dan Para Staf di Badan Penasehatan Pembinaan Pelestarian
Perkawinan (BP4) Jakarta Timur dan Pengadilan Agama Jakarta Timur yang
telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk memberikan arahan
dan informasi kepada penulis.
7. Ayahanda H.M.Ali Fuad, ibunda Mutawasitoh, kakanda Ahmed Zauji
Mubassor, serta adinda Putri Sari Romadhon dan Dian Zarkasyi yang
senantiasa memberikan support baik moril maupun materil sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan segenap usaha.
8. Sahabat seperjuangan, teman-teman Konsentrasi Administrasi Keperdataan
Islam Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta angkatan 2007.
9. Semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya, atas jasa bantuan semua pihak baik berupa moril dan materil,
sampai detik ini penulis panjatkan do’a semoga Allah memberikan balasan yang
berlipat dan menjadikannya amal jariyah yang tidak pernah berhenti mengalir
hingga yaum al-akhir Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
vii
Jakarta: 30 Jumadil Awal 1432 H
4 Mei 2011 M
viii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
D. Metodologi dan Teknik Penelitian ... 8
E. Studi Review Terdahulu ... 12
F. Sistematika Penulisan ... 13
BAB II KERANGKA TEORITIS EFEKTIVITAS DAN PERDAMAIAN ... 15
A. Pengertian Efektivitas ... 15
B. Indikator Efektivitas ... 17
C. Pengertian Mediasi ... 18
D. Landasan Hukum Mediasi ... 22
E. Syarat Perdamaian ... 27
ix
B. Keadaan Demografis ... 39
C. Selayang Pandang BP4 Jakarta Timur ... 43
D. Selayang Pandang Pengadilan Agama Jakarta Timur ... 46
BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI ... 59
A. Upaya BP4 Jakarta Timur Dalam Mendamaikan ... 59
B. Upaya Pengadilan Agama Jakarta Timur Dalam Mendamaikan 65
C. Laporan Data Perdamaian di BP4 Jakarta Timur ... 71
D. Laporan Data Mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Timur ... 72
E. Analisa Penulis ... 73
BAB V PENUTUP ... 80
A. Kesimpulan ... 80
B. Saran ... 82
1
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat
manusia. Perkawinan adalah salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada semua
makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Jadi,
perkawinan secara umum bisa dilakukan semua makhluk hidup.1
Perkawinan merupakan salah satu perintah agama kepada yang mampu untuk
segera melaksanakannya. Karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik
dalam bentuk penglihatan maupun dalam bentuk perzinahan. Orang yang
berkeinginan untuk melakukan pernikahan, tetapi belum mempunyai persiapan bekal
(fisik dan nonfisik) dianjurkan oleh Nabi Muhammad saw, untuk berpuasa. Orang
berpuasa akan memiliki kekuatan atau penghalang dari berbuat tercela yang sangat
keji, yaitu perzinaan.2
Nikah adalah salah satu sendi pokok pergaulan bermasyarakat. Oleh karena
itu, agama memerintahkan kepada umatnya untuk melangsungkan pernikahan bagi
yang sudah mampu, Sehingga malapetaka yang diakibatkan oleh perbuatan terlarang
dapat dihindari. 3
1
Chuzaemah T. Yanggo dan Hafiz Anshari, Problematika Hukum Islam Kontemporer, cet. IV, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), h. 56.
2
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 7.
3
Pernikahan merupakan tiang keluarga yang di dalamnya terdapat hak-hak dan
kewajiban yang sesuai dengan kesucian agama, yang di dalamnya seseorang dapat
merasakan bahwasanya pernikahan merupakan ikatan suci yang dapat memuliakan
manusia. Pernikahan juga merupakan ikatan rohani yang sesuai dengan kehormatan
manusia yang membedakannya dengan hewan dimana ikatan antara jantan dengan
betinanya hanyalah nafsu kehewanan saja.4
Filosofi dasar perkawinan adalah upaya menciptakan kehidupan suami isteri
yang harmonis dalam rangka membentuk dan membina rumah tangga sakinah,
mawaddah dan rahmah. Setiap suami isteri tentu saja mendambakan kehidupan
rumah tangga yang langgeng sepanjang hayat di kandung badan. Dapat hidup
selamanya dalam satu ikatan sampai mati.5
Diadakan akad nikah untuk selama-lamanya sampai suami isteri tersebut
meninggal dunia, karena yang diinginkan oleh Islam adalah langgengnya kehidupan
perkawinan. Suami isteri sama-sama dapat mewujudkan rumah tangga tempat
berlindung, menikmati naungan kasih sayang dan dapat memelihara anak-anaknya
hidup dalam kehidupan yang baik agar anak-anak bisa menjadi generasi yang
berkualitas. Oleh karena itu, ikatan suami isteri adalah ikatan yang paling suci dan
teramat kokoh.6
4
Muhammad Abu Zahrah, Al-Ahwal al-Syakhsiyyah, (Kairo: Daarul Fikr al-Arabi, 2005), h. 20.
5
Baharudin Ahmad, Hukum Perkawinan di Indonesia Studi Historis Metodologis, (Jakarta: Gaung Persada Press), h. 4.
6
Tujuan perkawianan berdasarkan penjelasan Undang-undang no. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan Pasal 1 adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal (mendapat keturunan) berdasarkan Ketuhanan Yang maha Esa.
Dalam kenyataannya, relasi suami isteri tidak selamanya dapat dipelihara
secara harmonis, kadang-kadang suami isteri gagal dalam membangun rumah
tangganya karena menemui beberapa masalah yang tidak dapat diatasi. Pada akhirnya
upaya mengakhirkan kemelut berkepanjangan tersebut diselesaikan melalui alternatif
talak (perceraian). Dalam perkawinan tidak selalu yang diinginkan dalam tujuan
pernikahan itu tercapai, dengan demikian agama Islam membolehkan suami isteri
bercerai, tentunya dengan alasan-alasan tertentu, kendati perceraian itu sangat dibenci
oleh Allah SWT.7
Islam dengan tegas menyatakan dalam Al-Quran bahwa perceraian itu adalah
suatu perbuatan halal, tetapi paling dibenci Allah. Tapi faktanya, perceraian itu
menjadi fenomena yang tidak dapat terelakkan karena maraknya konflik rumah
tangga yang terjadi dalam masyarakat. Mulai dari perceraian yang disebabkan
pertengkaran secara terus-menerus atau sebab lain.
Oleh karena itu, Allah memberikan solusi yang sangat bijak agar menunjuk
seorang hakam atau mediator yaitu juru penengah. Keberadaan mediator dalam kasus
perkawinan merupakan penjabaran dari perintah Al-Quran. Dalam Al-Quran
disebutkan bahwa jika ada permasalahan dalam perkawinan, maka diharuskan
7
diangkat seorang hakam yang akan menjadi mediator. Dengan demikian, keberadaan
hakam menjadi penting adanya.8
Dalam Hukum Islam secara terminologis, perdamaian disebut dengan istilah
Islah atau Sulh yang artinya adalah memutuskan suatu persengketaan. Dan menurut
syara’ adalah suatu akad dengan maksud untuk mengakhiri suatu persengketaan
antara dua belah pihak yang saling bersengketa.9
Untuk meningkatkan kualitas perkawinan menurut ajaran Islam diperlukan
bimbingan dan penasihatan perkawinan secara terus menerus dan konsisten agar
dapat mewujudkan rumah tangga atau keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah. Hal
tersebut sangat terkait dengan apa yang sedang dilakukan oleh Badan Penasehatan
Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), yaitu meningkatkan konsultasi
perkawinan dan meningkatkan pelayanan terhadap keluarga yang bermasalah melalui
kegiatan konseling, mediasi dan advokasi.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kualitas
perkawinan menurut ajaran Islam diperlukan bimbingan dan penasihatan perkawinan
secara terus menerus dan konsisten agar dapat mewujudkan rumah tangga atau
keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Hal tersebut sangat terkait dengan apa
yang sedang dilakukan oleh BP4, yaitu meningkatkan kualitas konsultasi perkawinan
dan meningkatkan pelayanan terhadap keluarga yang bermasalah melalui kegiatan
konseling, mediasi dan advokasi.
8
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, h. 103.
9
Kemudian perkara perdata yang masuk ke pengadilan harus melewati proses
mediasi, hal ini sesuai dengan aturan yang ada dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008
Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Apabiala pihak-pihak yang terkait menolak
melakukan mediasi maka proses persidangan tidak dapat dilanjutkan karena batal
demi hukum. Seperti yang tertera pada PERMA Nomor 1 Tahun 2008 bab I Pasal 2
mengenai “Ruang Lingkup dan Kekuatan Berlaku PERMA” ayat (2) dan (3). Setiap
hakim mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa
melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini. Dan apabila tidak menempuh
prosedur mediasi berdsarkan Peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap
ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal
demi hukum. Hal ini dapat dikatakan proses mediasi ini merupakan paksaan bagi para
pihak yang berperkara.
Oleh karena itu dengan dikeluarkannya PERMA Nomor 1 Tahun 2008
Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan ini yang mengharuskan para pihak yang
berperkara mengikuti proses mediasi, penulis tertarik untuk mengetahui seberapa
efektif pelaksanaan mediasi yang telah masuk ke dalam sistem Peradilan di Indonesia
dan diwajibkan bagi pihak-pihak yang berperkara untuk dapat mengikuti prosedur
mediasi tersebut, khususnya di Pengadilan Agama Jakarta Timur, serta mengetahui
bagaiamanakah efetifitas pelaksanaan mediasi yang dilakukan di BP4 Jakarta Timur.
Penulis memilih melakukan penelitian di Wilayah Jakarta Timur karena Kota tersebut
terbilang kota yang paling luas di Jakarta, sehingga efektivitas mediasi tersebut dapat
Kemudian timbul pertanyaan-pertanyaan, bagaimanakah upaya BP4 dan PA
dalam mewujudkan visi, misi dan tujuan perkawinan? Bagaimana strategi atau
kebijakan yang dilakukan oleh BP4 dan PA dalam mendamaikan pasangan yang
bersengketa? Bagaimana kinerja mediasi BP4 dan PA dalam menekan angka
perceraian? Hambatan apa saja yang dialami oleh kedua Lembaga ini dalam
mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa? Tantangan apa saja yang dihadapi
dalam mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa?
Sejumlah pertanyaan-pertanyaan inilah yang mendorong penulis untuk
meneliti lebih lanjut tentang masalah perdamaian dalam perkawinan, sehingga
penulis menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul : " Efektivitas Mediasi
Badan Penasehatan Pembinaan Pelestarian Perkawinan (BP4) dan Pengadilan
Agama di Kota Administratif Jakarta Timur".
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Mengingat keluasan dan kompleksitas masalah mediasi tidaklah mungkin dituangkan dalam skripsi ini. Oleh karena itu penulis akan membatasi permasalahan
yang ada, yaitu keefektivan mediasi yang terdapat di Pengadilan Agama Jakarta
Timur dan BP4 Jakarta Timur, dan hanya pada 2 (dua) tahun terakhir ini.
Agar lebih terfokus, penulis akan membatasi permasalahan sebagai berikut:
1. Skripsi ini hanya mengkaji upaya dan efektivitas pelaksanaan mediasi.
3. Lokasi Penelitian di BP4 Jakarta Timur dan Pengadilan Agama Jakarta Timur.
2. Perumusan Masalah
Menurut Pasal 82 Undang-undang No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
yang berbunyi: “Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, hakim
berusaha mendamaikan kedua belah pihak”. Dari sini kita ketahui bahwa
dilaksanakannya mediasi di Pengadilan Agama pada dasarnya untuk mencegah serta
mengurangi perceraian, namun dalam kenyataannya angka perceraian tidak
menurun secara signifikan walaupun mediasi telah diupayakan oleh para hakim
untuk mendamaikan para pihak di dalam proses persidangan.
Berdasarkan dari rumusan dari latar belakang di atas, maka penulis dapat
merumuskan rumusan masalah dengan rinci dalam pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana upaya serta strategi BP4 dan Pengadilan Agama dalam
mendamaikan pasangan yang bersengketa?
2. Bagaimana efektifitas penanganan problem rumah tangga di BP4 dan
Pengadilan Agama?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitan
Tujuan dari penelitian ini diantaranya adalah, sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui upaya serta strategi BP4 dan Pengadilan Agama dalam
b. Untuk mengetahui efektifitas penanganan problem rumah tangga di BP4 dan
Pengadilan Agama.
2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan bagi
insan akademisi dalam menambah khazanah pemikiran bagi perkembangan Hukum di
Indonesia, sehingga tulisan ini dapat diambil menjadi salah satu solusi alternatif
dalam mengurangi angka perceraian. Maka penelitian mengenai perbandingan proses
mediasi ini dianggap sangat perlu bagi penulis.
D. Metodologi Penelitian dan Pedoman Penulisan 1. Pendekatan Penelitian
Pendekaatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah dengan
memakai pendekatan kualitatif, yaitu suatu penelitian yang data dan hasil
penelitiannya berupa deskripsi kata, skema dan gambar. Pendekatan kualitatif adalah
suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang
menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia.10 Dilihat dari segi objeknya,
penelitian ini termasuk ke dalam penelitian sosiologis atau empiris, yaitu penelitian
yang bertitik tolak pada data primer, yakni data yang diperoleh langsung dari objek
penelitian. Penelitian hukum empiris mencari jawaban terhadap kesenjangan (gap)
antara hukum yang seharusnya (daas sollen) dengan hukum senyatanya (das sein) di
10
dalam masyarakat.11 Pada penelitian ini yang diteliti awalnya adalah data sekunder,
untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan, atau
terhadap masyarakat.12
2. Sumber Data
Berdasarkan sumber datanya, hasil penelitian ini diperoleh dari penelitian
lapangan (field research) yang sumber datanya terutama diambil dari objek
penelitian secara langsung di daerah penelitian. Namun tidak menutup kemungkinan
hasil penelitian ini juga diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) yang
sumber datanya diambil dari tulisan-tulisan (sumber bacaan) yang telah diterbitkan
seperti, buku, hasil penelitian, jurnal, majalah, surat kabar dan bahan-bahan dokumen
resmi.13
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Dengan menggunakan metode observasi, yaitu dengan mencatat data yang
diperoleh langsung dari praktek di lapangan yang bermanfaat untuk mengetahui
secara langsung praktek penanganan mediasi di BP4 dan Pengadilan Agama.
b. Interview atau wawancara yakni tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih
secara langsung antara pewawancara dengan pihak-pihak yang ada kaitannya
dengan judul skripsi ini yakni Hakim Mediator Pengadilan Agama Jakarta Timur
11
Yayan Sopyan, Metode Penelitian Untuk Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum,
(Jakarta:T.2009), h.27.
12
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. 3 (Jakarta: UI Press, 1986), h.51.
13
dan Ketua BP4 Jakarta Timur ataupun para Konsultan BP4 Jakarta Timur, yang
kemudian hasil dari wawancara tersebut penulis lampirkan dalam skripsi ini.
c. Studi Dokumenter, yakni dengan memeriksa dan mempelajari
dokumentasi-dokumentasi yang didapat dari lembaga-lembaga yang berkaitan dengan
penulisan skripsi ini.
d. Studi Pustaka, yakni dengan mengumpulkan, menelusuri dan mempelajari
buku-buku yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini hingga mampu memperkaya
dan memperkuat analisa penulis.
4. Kriteria Data
Data yang diperoleh untuk penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi dua
yaitu :
1. Data primer
Data primer yaitu data yang dikumpulkan oleh penulis sendiri selama
penelitian. Data ini dicari melalui narasumber atau dalam istilah teknis disebut
informan. Yaitu orang yang dijadikan sarana mendapatkan informasi atau data, dalam
hal ini adalah Kepala BP4 Jakarta Timur, Konsultan BP4 Jakarta Timur dan Kepala
Pengadilan Agama Jakarta Timur. Data diperoleh melalui informan dengan
wawancara langsung kepada mereka dan observasi langsung untuk menyaksikan
proses penanganan keluarga bermasalah untuk mencapai kesepakatan damai yang
2. Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang bersumber dari hasil penelitian orang lain yang
dibuat untuk maksud yang berbeda. Dalam hal ini data sekunder penulisan ini didapat
dari tabel, gambar, dan bahan-bahan hukum seperti Undang-undang No.1 tahun 1974
tentang Perkawinan, Undang-undang No.14 tahun 1970 tentang Pokok-Pokok
Kekuasaan Kehakiman, Undang-undang No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama,
PP. No.9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang
Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam dan sumber bacaan lain seperti buku, makalah,
hasil penelitian, diktat perkuliahan dan juga sumber-sumber yang berkenaan dengan
masalah yang penulis teliti.
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisa data dilakukan dengan cara mendeskripsikan data-data tersebut
secara jelas dan mengambil isinya dengan menggunakan content analisis. Kemudian
diinterpretasikan dengan menggunakan bahasa penulis sendiri, dengan demikian akan
nampak rincian jawaban atas pokok permasalahan yang diteliti.
6. Teknik Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis merujuk pada tehnik penulisan yang ada
pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2007” agar tehnik penulisan dalam skripsi ini dapat
E. Review Studi Terdahulu
Penulis menemukan beberapa juddul skripsi yang pernah ditulis oleh
mahasiswa-mahasiswa sebelumnya yang berkaitan erat dengan judul skripsi yang
akan diteliti oleh penulis. Akan tetapi, setelah penulis membaca beberapa skripsi
tersebut ada perbedaan pembahasan yang cukup signifikan, sehingga dalam penulisan
skripsi ini nantinya tidak ada timbul kecurigaan plagiasi. Untuk itu di bawah ini akan
penulis kemukakan tiga judul skripsi yang pernah ditulis oleh mereka, diantaranya
sebagai berikut :
Review studi terdahulu yang pertama adalah skripsi dari Tubagus Chaerul
Laily, Jurusan Peradilan Agama Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2010 dengan judul skripsi Efektivitas Mediasi melalui Badan
Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Pusat Dalam Menekan
Angka Perceraian. Di dalam skripsi ini membahas teori efektivitas dan mediasi.
Kemudian membahas strategi atau kebijakan BP4 dalam mendamaikan pasangan
yang bersengketa, kinerja mediasi BP4 serta hambatan dan tantangan yang dihadapi
BP4 dalam melakukan mediasi.
Review studi terdahulu yang kedua adalah skripsi Syahdan, Jurusan Peradilan
Agama Fakultas Syariah dan Hukum UIN syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2010
dengan judul Skripsi : “Pengaruh Mediasi Terhadap Angka Perceraian (Studi
Analisa Pasca Peraturan Mahkamah Agung No. 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan)”. Skripsi ini membahas faktor-faktor
adalah data perceraian pada Pengadilan Agama Jakarta Selatan dari tahun 2008
hingga tahun 2009.
Review studi terdahulu yang ketiga adalah skripsi Yanto Kiswanto, Jurusan
Administrasi Keperdataan Islam Fakultas Syariah dan Hukum UIN syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2010 dengan judul Skripsi : “Upaya Perdamaian Dalam
Sidang Perceraian (Studi Kasus di Pengadilan Agama Ciamis)”. Skripsi ini
membahas teori tentang perdamaian, mulai dari pengertian, dasar hukum, serta
hikmah dan manfaat adanya perdamaian. Kemudian membahas efektivitas
perdamaian perceraian di Pengadilan Agama Ciamis.
Perbedaan penelitian penulis dengan review studi terdahulu di atas adalah
penulis membahas masalah perbandingan efektifitas mediasi melalui BP4 dan
Pengadilan Agama. Dari beberapa review studi terdahulu belum ada yang
membandingan efekfitas mediasi.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai materi yang menjadi pokok
penulisan skripsi ini dan agar memudahkan para pembaca dalam mempelajari tata
urutan penulisan ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan skripsi ini sebagai
berikut :
Bab Pertama, pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian,
Bab Kedua berisi tentang efektifitas mediasi melalui BP4 dan Pengadilan
Agama yang mencakup teori mediasi, strategi BP4 dan Pengadilan Agama dalam
mendamaikan, kinerja mediasi BP4 dan Pengadilan Agama dalam menekan angka
perceraian, yang kesemuanya itu guna mengetahui perbandingan antara kedua
lembaga tersebut manakah yang lebih efektif dalam menangani keluarga yang
mengalami keretakan rumah tangga.
Bab Ketiga berisi Profil Kota Administrasi Jakarta Timur yang
menggambarkan Letak Geografis, Kondisi Demografis serta Kondisi Sosial
masyarakat Kota Administrasi Jakarta Timur.
Bab Keempat berisi gambaran hasil penelitian yang didapat dari data-data
yang diperoleh dari BP4 dan Pengadilan Agama di Kota Administrasi Jakarta Timur.
Pada bab ini merupakan bab yang paling utama dalam penulisan skripsi ini,
membahas dan melakukan analisa terhadap hasil penelitian.
Bab Kelima merupakan akhir dari seluruh rangkaian pembahasan dalam
15
A. Pengertian Efektivitas
Dalam ensiklopedi umum, efektivitas diartikan dengan menunjukkan taraf
tercapainya suatu tujuan. Maksudnya adalah sesuatu dapat dikatakan efektif kalau
usaha tersebut telah mencapai tujuan secara ideal. Efektivitas merupakan ukuran yang
menggambarkan sejauh mana sasaran yang dapat dicapai, sedangkan efisiensi
menggambarkan bagaimana sumber daya tersebut dikelola secara tepat dan benar.1
Menurut Ahli Manajemen Peter Drucker, efektivitas adalah melakukan
pekerjaan yang benar (doing the right things), sedangkan efisiensi adalah melakukan
pekerjaan dengan benar (doing things right).2
Efektivitas juga dapat dikatakan, 3 adanya kesesuaian antara orang yang
melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju, dan berkaitan erat dengan
perbandingan antara tingkat pencapaian tujuan dengan rencana yang telah disusun
sebelumya, atau perbandingan hasil nyata dengan hasil yang direncanakan. Efektivitas
juga merupakan kata yang menunjukkan turut tercapainya suatu tujuan. Kriteria yang
menjadikan suatu tujuan atau rencana menjadi efektif, harus meliputi: kegunaan,
ketetapan dan objektifitas, adanya ruang lingkup (prinsip kelengkapan, kepaduan dan
konsisten), biaya akuntabilitas dan ketepatan waktu.
1
T. Hani Handoko, Manajemen, (Yogyakarta: BPFE, 1998), cet-2, h. 7.
2
T. Hani Handoko, Manajemen, h. 7.
3
Efektivitas hukum secara tata bahasa dapat diartikan sebagai keberhasilan suatu
hukum dalam menangani suatu permasalahan yang dapat diselesaikan oleh
keeksistensian hukum tersebut, dalam hal ini berkenaan dengan keberhasilan
pelaksanaan hukum itu sendiri. Keefektivitasan hukum adalah situasi dimana hukum
yang berlaku dapat dilaksanakan, ditaati dan berdaya guna sebagai alat kontrol sosial
atau sesuai tujuan dibuatnya hukum tersebut.4
Efektivitas hukum dalam masyarakat berarti menilai daya kerja hukum itu
dalam mengatur atau memaksa masyarakat uuntuk taat terhadap hukum. Namun agar
hukum dan peraturan benar-benar berfungsi secara efektif, senantiasa dikembalikan
pada penegak hukumnya, dan untuk itu sedikitnya memperhatikan lima faktor
penegakan hukum (law inforcement), yaitu:
1. Hukum atau aturan itu sendiri;
2. Penegak hukum;
3. Fasilitas yang mendukung pelaksanaan penegakan hukum;
4. Masyarakat;
5. Kebudayaan.
Kemudian efektivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pencapaian
tujuan dari usaha yang telah dilakukan berkaitan dengan pelaksanaan mediasi di BP4
Jakarta Timur dan Pengadilan Agama Jakarta Timur. Seberapa besar kesuksesan yang
4
diraih oleh kedua lembaga tersebut dalam melaksanakan usaha damai dalam wadah
mediasi dengan memperhatikan berbagai macam aturan yang ada, baik peraturan yang
berasal dari pemerintah maupun peraturan yang berasal dari agama.
Dalam realita kehidupan bermasyarakat, seringkali penerapan hukum tidak
efektif sehingga wacana ini menjadi perbincangan menarik untuk dibahas dalam
perspektif efektivitas hukum. Artinya benarkah hukum yang tidak efektif atau
pelaksanaan hukum yang kurang efektif. Pada hakikatnya persoalan efektivitas hukum
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan persoalan penerapan, pelaksanaan dan
penegakan hukum dalam masyarakat demi tercapainya tujuan hukum. Artinya hukum
benar-benar berlaku secara filosofis, yuridis dan sosiologis.5
B. Indikator Efektivitas
Sumaryadi berpendapat bahwa organisasi dapat dikatakan efektif bila organisasi
tersebut dapat sepenuhnya mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Efektivitas
umumnya dipandang sebagai tingkat pencapaian tujuan operatif dan operasional.
Dengan demikian pada dasarnya efektifitas adalah tingkat pencapaian tujuan atau
sasaran organisasional sesuai yang ditetapkan. Hal tersebut dapat diartikan bahwa
apabila suatu pekerjaan dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan,
dapat dikatakan efektif tanpa memperhatikan waktu, tenaga dan yang lain.6
5
Ilham Idrus, Efektivitas Hukum, artikel diakses pada 1 Juni 2011 dari http://ilhamidrus.blogspot.com/2009/06/artikel-efektivitas-hukum.html
6
Dalam buku Sujadi F. X disebutkan bahwa untuk mencapai efektivitas dan
efisiensi kerja haruslah dipenuhi syarat-syarat ataupun unsur-unsur sebagai berikut :7
a. Berhasil guna, yaitu untuk menyatakan bahwa kegiatan telah dilaksanakan
dengan tepat dalam arti target tercapai sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan.
b. Ekonomis, dilakukan dengan biaya sekecil mungkin sesuai dengan rencana serta
tidak ada penyelewengan.
c. Pelaksanaan kerja bertanggung jawab, yakni untuk membuktikan bahwa dalam
pelaksanaan kerja sumber-sumber telah dimanfaatkan dengan setepat-tepatnya
dan harus dilaksanakan dengan bertanggung jawab sesuai dengan perencanaan
yang telah ditetapkan, jadi apa yang telah dilaksanakan dapat dibuktikan
pertanggung jawabannya.
d. Rasionalitas wewenang dan tanggung jawab, arinya wewenang haruslah
seimbang dengan tanggung jawab dan harus dihindari adanya dominasi oleh
salah satu pihak atas pihak lainnya.
e. Pembagian kerja yang sesuai, dibagi berdasarkan beban kerja, ukuran
kemampuan kerja dan waktu yang tersedia.
C. Pengertian Mediasi
Dalam bahasa Inggris mediasi disebut dengan mediation yang berarti
penyelesaian sengketa dengan menengahi.8
7
Sujadi F. X., PenunjangKeberhasilan Proses Manajement, (Jakarta: CV Masagung, 1990), cet-3. h. 36.
8
Penyelesaian sengketa dengan menengahi menunjuk pada peran yang
ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya untuk
menengahi dan menyelesaikan sengketa yang terjadi diantara kedua belah pihak yang
bersengketa.9
maslahah yang artinya saling menyerah setelah adanya pertikaian. Dan secara
terminologi berarti suatu akad yang dapat menghilangkan pertikaian.”
Mohammad Anwar mendefinisikan perdamaian (sulhu) menurut lughat ialah
memutuskan pertentangan. Sedangkan menurut istilah adalah suatu perjanjian untuk
mendamaikan orang-orang yang berselisih.11
Sedangkan menurut Ranuhandoko dalam bukunya “Terminologi Hukum”
mediasi diartikan dengan pihak ketiga yang ikut campur dalam perkara untuk mencapai
penyelesaian.12
9
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 2.
10
Ali Bin Muhammad Al Jarjani, Al-Ta’rifat, (Jedah: AlHaramain, t.th), h. 143.
11
Sudarsono, Pokok-pokok hhukum Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), cet. 2, h. 487.
12
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mediasi diberi arti sebagai proses
pengikutsertaan pihak ketiga dalam menyelesaikan suatu perselisihan sebagai
penasihat.13
Garry Goopaster memberikan definisi mediasi sebagai proses negosiasi
pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak (imparsial) bekerja sama
dengan pihak-pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh
kesepakatan perjanjian yang memuaskan.14
Menurut Rachmadi Usman, mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui
perundingan yang melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral (non-intervensi) dan
tidak berpihak (imparsial) kepada pihak-pihak yang bersengketa. Pihak ketiga tersebut
disebut “mediator” atau “penengah” yang tugasnya hanya membantu pihak-pihak yang
bersengketa dalam menyelesaikan masalahnya dan tidak mempunyai kewenangan
untuk mengambil keputusan. Dengan perkatan lain, mediator di sini hanya bertindak
sebagai fasilitator saja. Dengan mediasi diharapkan dicapai titik temu penyelesaian
masalah atau sengketa yang dihadapi para pihak, yang selanjutnya akan dituangkan
sebagai kesepakatan bersama. Pengambilan keputusan tidak berada di tangan mediator,
tetapi di tangan para pihak yang bersengketa.15
13
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), h. 569.
14
Garry Goopaster, Negosiasi dan Mediasi: Sebuah Pedoman Negosiasi dan Penyelesaian Sengketa Melalui Negosiasi, (Jakarta: ELIPS Project, 1993), h. 201.
15
Dari beberapa pengertian di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
perdamaian adalah suatu akad atau perjanjian yang bertujuan untuk mengakhiri
pertikaian antara dua belah pihak yang sedang berselisih atau bersengketa secara damai.
Kata perdamaian atau ishlah merupakan istilah denotatif yang sangat umum,
dan istilah ini bisa berkonotasi perdamaian dalam lingkup keharta bendaan, perdamaian
dalam lingkup khusumat dan permusuhan, perdamaian dalam urusan rumah tangga,
perdamaian antara sesama muslim, dan sebagainya.16
Dalam perdamaian perlu adanya timbal balik dan pengorbanan dari pihak-pihak
yang berselisih dan bersengketa, atau dengan kata lain pihak-pihak yang berperkara
harus menyerahkan kepada pihak yang lebih dipercayakan untuk menyelesaikan
perkara yang sedang diperselisihkan oleh keduanya agar permasalahannya dapat
diselesaikan secara damai dan tidak ada permusuhan diantara keduanya.
Dengan demikian perdamaian adalah merupakan putusan berdasarkan kesadaran
bersama dari pihak-pihak yang berperkara, sehingga tidak ada kata menang ataupun
kalah, semuanya sama-sama baik, kalah maupun menang.17
Perdamaian bukanlah putusan yang ditetapkan atas tanggung jawab hakim,
melainkan sebagai persetujuan antara kedua belah pihak atas tanggung jawab mereka
sendiri. Perdamaian yang terjadi di muka sidang pengadilan, majelis hakim
membuatkan akta perdamaian menurut kehendak pihak-pihak yang berperkara. Itulah
16
Helmi Karim, Fikih Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), cet.1, h. 49
17
sebabnya menurut pasal 130 ayat (3) HIR, 154 ayat (3) RBg putusan perdamaian tidak
dapat dimintakan banding.18
Kemudian dalam pasal 4 PERMA No.1 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa
semua perkara perdata yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib lebih
dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator.19
Maka, pada sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak, sebelum
pembacaan gugatan dari penggugat, hakim wajib memerintahkan para pihak untuk
lebih dahulu menempuh mediasi yang dibarengi dengan penundaan pemeriksaan
perkara.
Apabila perdamaian di muka sidang pengadilan dapat dicapai, maka acara
berakhir dan majelis hakim membuatkan akta perdamaian (certificate of reconciliation)
antara pihak-pihak yang berperkara yang memuat isi perdamaian, dan majelis hakim
memerintahkan para pihak agar mematuhi dan memenuhi isi perdamaian tersebut. Akta
perdamaian mempunyai kekuatan berlaku (force of execution) dan dijalankan sama
dengan putusan hakim (Pasal 130 ayat (2) HIR, 154 ayat (2) RBg).20
D. Landasan Hukum Mediasi
Dalam kitab suci Al Quran ayat yang berhubungan dengan perdamaian (mediasi)
antara lain dalam surat QS. An Nisa (4): 35
18
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia , (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), h. 94.
19
Lihat PERMA No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
20
ا ا ْيب ها ف ي احالْصا ادْي ي ْ ا ا لْها ْ م ا كح هلْها ْ م ا كح اْ ثعْباف ا ْيب اقش ْم ْخ ْ ا
Artinya: ಯDan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka
kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga
perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya
Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal.ರ(QS. An-Nisa’/ 4: 35)
Artinya: “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari
suaminya, Maka tidak Mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. An-Nisa’ : 128)
Kemudian dasar hukum mediasi berdasarkan Peraturan Perundang-undangan
seperti dalam Pasal 82 ayat (1) dan (4) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang
Pengadilan Agama, yang berbunyi:
(1) Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, Hakim berusaha
mendamaikan kedua pihak.
(4) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap
Dalam pemeriksaan perkara di muka sidang pengadilan, ketua Majelis Hakim
diberi wewenang menawarkan perdamaian kepada para pihak yang berperkara.
Tawaran perdamaian dapat diusahakan sepanjang pemeriksaan perkara sebelum majelis
hakim menjatuhkan putusan. Perdamaian ditawarkan bukan hanya pada sidang hari
pertama, melainkan juga pada setiap kali sidang. Hal ini sesuai dengan sifat perkara
bahwa inisiatif berperkara datang dari pihak-pihak, karenanya pihak-pihak juga yang
dapat mengakhirinya secara damai melalui perantaraan majelis hakim di muka sidang
pengadilan. Menurut ketentuan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, pengadilan tidak
menutup kemungkinan untuk upaya penyelesaian perkara pedata secara perdamaian.21
Lalu mengenai pemeriksaan perkara perceraian di pengadilan, ada pasal-pasal
lain yang mengatur masalah perdamaian ini, yaitu dalam pasal 56 ayat (2), 65, 83
Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama dan pasal 31, 33 PP No.
9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Selain itu dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga menganjurkan kepada
Hakim agar selalu berusaha mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara di dalam
persidangan, yaitu dalam pasal 143 ayat 1 dan 2 yang berbunyi:
(1) Dalam pemeriksaan gugatan perceraian Hakim mendamaikan kedua belah pihak.
(2) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan setiap
sidang pemeriksaan.
21
Di dalam Hukum Perdata (BW) juga mengatur masalah perdamaian ini,
diantaranya Pasal 1851 BW tentang perdamaian mempunyai definisi Perdamaian
adalah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan,
menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang
bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu perkara”. Dalam pasal lain juga
dijelaskan tentang perdamaian pasal 1853 BW perdamaian yang menjelaskan tentang
kepentingan keperdataan yang terbit dari suatu kejahatan atau pelanggaran, dapat
diadakan perdamaian.”
Dalam Pasal 202 BW tentang pembubaran perkawinan juga menjelaskan
perdamaian yaitu “…pengadilan negeri harus memerintahkan kedua suami isteri,
supaya bersama-sama dan dengan diri sendiri, menghadap di muka seorang anggota
atau lebih dari pengadilan, yang mana nanti akan mencoba memperdamaikan kedua
belah pihak.” Dan juga pasal yang membahas hal sama yaitu Pasal 203 BW tentang
pembubaran perkawinanyang menjelaskan“…sementara itu pengadilan leluasa, setelah
selesainya pemeriksaan, mempertangguhkan putusnya selama enam bulan, jika kiranya
nampak olehnya kemungkinan-kemungkinan akan masih tercapainya perdamaian.”
Begitu juga dalam Pasal 130 HIR/154 RBG.22 disebutkan bahwa Apabila pada
hari sidang yang telah ditentukan kedua belah pihak hadir, maka pengadilan dengan
perantaraan kedua sidang berusaha mendamaikan mereka.
22
1. Jika perdamaian tercapai pada waktu persidangan dibuat suatu akta perdamaian
yang mana kedua belah pihak dihukum untuk melaksanakan perjanjian itu; Akta
perdamaian tersebut berkekuatan dan dapat dijalankan sebagaimana putusan yang
biasa.
2. Terhadap putusan yang sedemikian itu tidak dapat dimohonkan banding.
Dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan, pada pasal 1 butir 7 disebutkan bahwa:
Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk
memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.
Dalam suatu sengketa antara dua pihak atau beberapa pihak, maka dapat
diupayakan untuk perdamaian. Perdamaian dapat dilakukan di luar pengadilan dan di
dalam pengadilan.
Di luar Pengadilan, mediasi dapat dilakukan di BP4 yang sekarang
kepanjangannya menjadi Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perekawinan),
dasar hukumnya seperti yang terdapat dalam Peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun
1975 Pasal 28 ayat (3) menyebutkan bahwa “Pengadilan Agama dalam berusaha
mendamaikan kedua belah pihak dapat meminta bantuan kepada Badan Penasehat
Perkawinan, Perselisihan dan Perceraian (BP4) agar menasehati kedua suami istri
tersebut untuk hidup makmur lagi dalam rumah tangga”.
Kemudian dalam Konsideran Munas BP4 ke-XIV Tahun 2009 poin a-c
a. bahwa BP4 sebagai lembaga mitra Departemen Agama bertugas membantu dalam
meningkatkan mutu perkawinan dengan mengembangkan gerakan keluarga sakinah;
b. bahwa di era pasca reformasi saat ini peran BP4 sangat diperlukan untuk
menciptakan iklim yang kondusif dalam upaya mewujudkan keluarga yang sakinah
mawaddah warahmah;
c. bahwa untuk melaksanakan misi tersebut, upaya BP4 memberikan pelayanan
langsung kepada masyarakat berupa penasihatan, pembinaan, pelestarian, mediasi
dan advokasi perkawinan serta memberikan dorongan kepada segenap tokoh
masyarakat, ormas Islam, Konselor dan Penasihat Perkawinan untuk lebih proaktif
memberikan bimbingan dan penyuluhan tentang pentingnya eksistensi keluarga
yang bahagia kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa;
Dengan demikian peranan mediator dalam usaha menyelesaikan perkara secara
damai adalah sangat penting. Jelas mediator mempunyai peranan penting untuk
menyelesaikan secara damai terhadap perkara perdata yang diperiksanya. Putusan
perdamaian mempunyai arti yang sangat penting bagi masyarakat pada umunya dan
khususnya orang yang mencari keadilan.
E. Syarat Perdamaian
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa perdamaian itu adalah
atau menahan suatu barang, dengan maksud untuk mengakhiri suatu perkara.
Persetujuan itu harus dibuat secara tertulis.23
Ketentuan formal dari suatu putusan sebagaimana tersebut dalam pasal 1851 KUH
Perdata, Pasal 130 HIR dan Pasal 154 R.Bg dapat dikemukakan sebagai berikut :24
1. Adanya persetujuan dari kedua belah pihak
Langkah awal yang harus dilaksanakan oleh hakim dalam menyidangkan suatu
perkara adalah mengadakan perdamaian para pihak yang bersengketa. Dalam perkara
perceraian usaha mendamaikan para pihak dilaksanakan terus menerus pada setiap
persidangan sampai hakim menjatuhkan putusan.25
Dalam usaha mendamaikan yang dilaksanakan oleh Majelis Hakim dalam
persidangan, kedua belah pihak tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak
sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses perdamaian. Segala sesuatu harus
memperoleh persetujuan dari pihak lain.26
2. Mengakhiri sengketa
Dalam Pasal 130 HIR dan Pasal 154 R.Bg dikemukakan bahwa,27 apabila
perdamaian tercapai pada waktu persidangan, dibuat suatu akta perdamaian yang mana
23
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: Al-Hikmah 2000), h. 96.
24
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, h. 97.
25
Lihat KHI Pasal 143 Ayat (1) dan (3).
26
Mahkamah Agung RI, JICA, IICT, buku Komentar Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 tahun 2008 tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan, h. 17.
27
kedua belah pihak dihukum melaksanakan perjanjian itu. Akta perdamaian yang dibuat
itu harus benar-benar mengakhiri sengketa yang terjadi antara kedua belah pihak yang
berperkara.
Putusan perdamaian yang dibuat dalam persidangan tidak dapat dimohonkan
banding, jadi Majelis Hakim harus benar-benar mengakhiri sengketa yang sedang
terjadi antara pihak-pihak yang berperkara secara tuntas, dan harus benar-benar
mengakhiri sengketa secara keseluruhan dan diharapkan tidak timbul persoalan yang
sama dikemudian hari.28
3. Perdamaian atas sengketa yang telah ada
Dalam Pasal 1851 KUH Peradata dikemukakan bahwa syarat untuk dapat
dijadikan dasar putusan perdamaian itu hendaklah persengketaan para pihak sudah
terjadi, baik yang sudah wujud, maupun sudah nyata terwujud tetapi baru akan diajukan
ke pengadilan sehingga perdamaian yang dibuat oleh para pihak mencegah terjadinya
perkara siding di pengadilan.29
Berdasarkan Pasal 1851 KUH Perdata di atas dapat dipahami bahwa
perdamaian itu dapat lahir dari suatu sengketa perdata yang sedang diperiksa di
pengadilan maupun yang belum diajukan ke pengadilan, atau perkara yang sedang
tergantung di pengadilan sehingga persetujuan perdamaian yang dibuat oleh para pihak
dapat mencegah trjadinya perkara di pengadilan.
28
M. Fauzan, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah di Indonesia, h. 22.
29
4. Bentuk perdamaian harus tertulis
Dalam Pasal 1851 KUH Perdata juga dikemukakan bahwa persetujuan
perdamaian itu sah jika dibuat secara tertulis. Syarat ini bersifat imperative (memaksa),
jadi tidak ada persetujuan perdamaian apabila dilaksanakan dengan lisan di hadapan
pejabat yang berwenang.
Akta perdamaian harus dibuat tertulis sesuai dengan format yang telah
ditetapkan oleh ketentuan yang berlaku.30
F. Ruang Lingkup Mediasi
Konflik atau sengketa yang terjadi pada manusia cukup luas ruang lingkupnya.
Konflik dan persengketaan dapat saja terjadi dalam wilayah publik maupun wilayah
prifat. Konflik dalam wilayah publik yaitu konflik yang terkait erat dengan kepentingan
umum, di mana Negara berkepentingan untuk mempertahankan kepentingan umum
tersebut. Kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan seseorang, harus diselesaikan
secara hukum melalui penegakan aturan pidana di pengadilan. Dalam kasus pidana,
pelaku kejahatan atau pelanggaran tidak dapat melakukan tawar menawar dengan
Negara. Dalam hukum Islam, kepentingan umum yang dipertahankan Negara melalui
sejumlah aturan pidana dikenal dengan mempertahankakn hak Allah (haqqullah).31
Beda halnya dengan wilayah hukum prifat, dimana titik berat kepentingannya
terletak pada kepentingan perseorangan (pribadi). Dimensi prifat cukup luas
30
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, h. 99.
31
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional,
cakupannya. Yaitu meliputi hukum keluarga, hukum kewaarisan, hukum kekayaan,
hukum perjanjian (kontrak), bisnis dan lain-lain. Dalam dimensi hukum prifat atau
perdata, para pihak yang bersengketa dapat melakukan penyelesaian sengketa melalui
jalur hukum di pengadilan ataupun di luar jalur pengadilan. Karena dalam hukum Islam
dimensi perdata mengandung hak manusia (haqqul „ibad) yang dapat dipertahankan
melalui kesepakatan damai antara para pihak yang bersengketa.32
Oleh karena itu, mediasi sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengketa
memiliki ruang lingkup utama berupa wilayah prifat/ perdata. Sengketa-sengketa
perdata berupa sengketa keluarga, waris, kekayaan, kontrak, perbankan, bisnis,
lingkungan hidup dan berbagai jenis sengketa perdata lainnya dapat diselesaikan
melalui jalur mediasi. Penyelesaian melalui jalur mediasi ini dapat ditempuh di
pengadilan maupun di luar pengadilan. Mediasi yang dijalankan di pengadilan
merupakan rentetan dari prosedur hukum di pengadilan. Sedangkan bila mediasi
dilakukan di luar pengadilan, maka proses mediasi tersebut adalah bagian tersendiri
yang terlepas dari prosedur hukum acara pengadilan.33
G. Keuntungan Mediasi
Terdapat beberapa keunggulan dari mediasi jika dibandingkan dengan
penyelesaian sengketa melalui litigasi atau arbitrase. Pemutusan perkara baik melalui
litigasi maupun arbitrase bersifat formal, memaksa, melihat ke belakang, berciri
32
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional,
h. 22.
33
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional,
pertentangan dan berdasar hak-hak. Artinya, bila para pihak melitigasi suatu sengketa
prosedur pemutusan perkara diatur ketentuan-ketentuan yang ketat dan suatu konklusi
pihak ketiga menyangkut kejadian-kejadian yang lampau dan hak serta kewajiban legal
masing-masing pihak akan menentukan hasilnya.
Penyelesaian sengketa melalui pengadilan juga menempatkan para pihak pada
dua sisi yang bertolak belakang, satu pihak sebagai pemenang (winner) dan pihak
lainnya sebagai pihak yang kalah (looser).
Secara umum pihak yang berperkara menggunakan jalur mediasi sebagai
penyelesaian sengketa dapat menemukan beberapa keuntungan (hikmah) diantaranya
adalah :
a. Penyelesaian melalui pendekatan nurani, bukan berdasarkan hukum. Kedua belah
pihak melepaskan diri dari kekakuan istilah hukum (legal term) kepada pendekatan
yang bercorak nurani dan moral. Menjauhkan pendekatan doktrin dan asas
pembuktian ke arah persamaan persepsi yang saling menguntungkan.
b. Aturan pembuktian tidak perlu, tidak ada pertarungan yang sengit antara para pihak
untuk saling membantah dan menjatuhkan pihak lawan melalui system dan prinsip
pembuktian yang formil dan teknis yang sangat menjemukan seperti halnya dalam
proses arbitrase dan pengadilan.34
c. Proses cepat, persengketaan yang paling banyak ditangani oleh pusat-pusat mediasi
publik dapat dituntaskan dengan pemeriksaan yang hanya berlangsung dua hingga
34
tiga minggu dan rata-rata waktu yang digunakan setiap pemeriksaan atau setiap kali
pertemuan hanya berkisar satu sampai satu setengah jam saja. Hal ini sangat
berbeda jauh dengan jangka waktu yang digunakan dalam proses arbitrase dan
proses litigasi.35
d. Bersifat rahasia, segala sesuatu yang diucapkan selama pemeriksaan mediasi
bersifat sangat rahasia. Hal ini dikarenakan dalam proses pemeriksaannya tidak
dihadiri oleh publik. Hal tersebut sangat berbeda dengan pemeriksaan lewat proses
litigasi. Untuk perkara-perkara yang pemeriksaannya atau persidangannya terbuka
untuk umum dapat dihadiri oleh publik atau diliput oleh pers sehingga dapat
menjaga privasi masing-masing pihak.
e. Biaya ringan, sebagian besar pusat-pusat mediasi publik menyediakan pelayanan
dengan biaya sangat murah dan juga tidak perlu membayar biaya pengacara karena
dalam proses mediasi kehadiran seorang pengacara kurang dibutuhkan.36
f. Adil, solusi bagi suatu persengketaan dapat diserasikan dengan
kebutuhan-kebutuhan atau keinginan-keinginan para pihak yang bersengketa dan oleh sebab itu
pulalah keputusan yang diambil atau dihasilkan dapat memenuhi rasa keadilan para
pihak. 37
35 Harijah Damis, “Hakim Mediasi” Mimbar Hukum,
(Jakarta: Al Hikmah, 2004), No. 63, h. 25.
36 Harijah Damis, “Hakim Mediasi” Mimbar Hukum,
No. 63,h. 28.
37
g. Pemberdayaan individu, orang-orang yang menegosiasikan sendiri masalahnya
sering merasa punya lebih banhyak kuasa dari pada mereka yang melakukan
advokasi melalui wakil seperti pengacara.
h. Melestarikan hubungan yang sudah berjalan atau mengakhiri hubungan dengan cara
yang lebih ramah.
i. Kesepakatan yang lebih baik daripada hanya menerima hasil prosedur
menang-kalah.
j. Hubungan para pihak bersifat kooperatif. Oleh karena yang berbicara dalama
penyelelsaian adalah hati nurani, terjalin penyelesaian berdasarkan kerjasama.
Mereka tidak menabuh gendering perang dalam permusuhan atau antagonism,
tetapi dalam persaudaraan dan kerjasama. Masing-msing menjauhkan dendam dan
permusuhan.
k. Komunikasi dan fokus penyelesaian. Dlam penyelesaian perdamaian terdapat
komunikasi aktif antara par pihak. Dalam komunikasi itu, terpancar keinginan
memperbaiki perselisihan dan kesalahan masa lalu menuju hubungan yang lebih
baik untuk masa depan. Jadi melalui komunikasi itu, apa yang mereka selesaikan
bukan masa lalu (not the past) tapi untuk masa yang akan dating (for the future).38
38
35
Wilayah Jakarta Timur 95 % terdiri dari daratan dan selebihnya rawa atau
persawahan dengan ketinggian rata-rata 50m dari permukaan air laut serta dilewati
oleh beberapa sungai kanal antara lain: Cakung Drain, Kali Ciliwung, Kali Malang,
Kali Sunter, Kali Cipinang. Letak geografis Kota ini berada diantara 1060 49' 35''
Bujur Timur dan 060 10' 37'' Lintang Selatan. Posisi yang melengkapi wilayah ini
berbatasan dengan:
Sebelah Utara Jakarta Pusat dan Jakarta Utara
Sebelah Barat Jakarta Selatan
Sebelah Selatan Kab. Daerah Tk.II Bogor
Sebelah Timur Kab. Daerah Tk.II Bekasi.1
Berikut adalah luas wilayah kecamatan dan jumlah kelurahan yang ada di
Jakarta Timur:2
Kecamatan, Luas Wilayah Dan Jumlah Kelurahan
Kecamatan Luas Wilayah
Dinas Komunikasi, Informatika dan Kehumasan Pemprov DKI Jakarta, “Wilayah Jakarta
Timur”, artikel diakses pada 19 April 2011 dari http://jakarta.go.id/2009/10/wilayah-jakarta-timur.html.
2
8. Cakung
Sumber data : Kotamadya Jakarta Timur / April 2003
Iklim dan Cuaca
Beriklim Panas dengan suhu rata-rata sepanjang tahun sekitar 27 derajad celcius
Secara administratif wilayah Jakarta Timur dibagi menjadi 10 Kecamatan, 65
Kelurahan, 673 Rukun Warga dan 7.513 Rukun Tetangga serta dihuni oleh Penduduk
sebanyak lebih kurang 1.959.022 jiwa terdiri dari 1.044.847 jiwa laki-laki dan
914.175 jiwa Perempuan. Atau sekitar 10 % dari jumlah penduduk DKI Jakarta
dengan kepadatan mencapai 10.445 jiwa per Km2. Pertumbuhan penduduk 2,4 persen
per Tahun dengan pendapatan per Kapita sebesar Rp. 5.057.040,00.3
B. Keadaan Demografis
1. Penduduk Dan Ketenagakerjaan
Dibidang ketenaga kerjaan, jumlah angkatan kerja diperkirakan mencapai
1,17 juta orang yang terdiri atas 989 ribu pekerja dan 182 ribu pengangguran, yang
dapat dilihat dalam tabel berikut :
Jumlah Penduduk bermur 10 tahun ke atas di Jakarta Timur berdasarkan Jenis
Kegiatan :
1. Angkatan Kerja 772.440 398.937 1.171.377
2. Bekerja 669.291 319.809 989.100
3. Pengangguran 103.149 79.128 182.277
4. Bukan Angkatan Kerja 240.681 598.641 839.322
5. Sekolah 156.843 147.894 304.737
6. Mengurus Rumah Tangga 16.014 414.480 430.494
3
7. Lainnya 67.824 36.267 104.091
Jumlah 1.013.121 997.578 2.010.699
Profil pencari kerja di dominasi oleh yang berpendidikan SLTA sejumlah
109.092 pencari kerja, ini dapat dilihat sesuai dengan tabel berikut ini :
Tabel Jumlah pencari kerja menurut pendidikan:4
NO PENDIDIKAN
6 Akademi dan Universitas 13.572 13.382 27.434
JUMLAH 103.149 79.129 182.278
Dengan pekerja didominasi oleh pekerja disektor perdagangan, hotel dan
restoran sejumlah 310.389 pekerja atau setara dengan 31,38% disektor jasa-jasa
sejumlah 259.050 pekerja atau 26,19% dan disektor industri sejumlah 203.943
pekerja atau 20,62%.
4
2. Pemerintahan a. Visi dan Misi
1). Visi
Menjadikan Jakarta Timur sebagai pusat produk unggulan dan tujuan wisata
yang dihuni oleh masyarakat yang sejahtera dan berkualitas unutk mensejajarkan
Jakarta dengan kota - kota besar dunia.
2). Misi
Membangun Jakarta Timur berbasis pada masyarakat.
Membangun Jakarta Timur sebagai daerah produsen serta wisata
dengan pelayanan prima.
Mengembangkan lingkungan kehidupan perkotaan yang berkelanjutan.
Meningkatkan sumber daya manusia.
Meningkatkan kelembagaan keuangan bagi usaha kecil
Menigkatkan investasi dan promosi.5
b. Program
Rancangan prioritas Wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur 2011 :6
1. Pembangunan jalan akses dari pintu tol Bintara menuju kawasan Sentra Timur
yang merupakan jalur strategis menuju kawasan Sentra Timur.
5
Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Timur, Pemerintahan, artikel diakses pada 19 april 2011 dari http://timur.jakarta.go.id
6
2. Peningkatan jalan terusan Rajiman- Soemarno yang juga merupakan jalan akses
strategis menuju kawasan Sentra Timur
3. Peningkatan dan pembangunan jalan Raya Kalimalang yang merupakan salah satu
poros Jakarta-Bekasi yang diharapkan akan meningkatkan dan memperlancar
kegiatan ekonomi Jakarta-Bekasi dan sebaliknya
4. Penuntasan jalan terusan I Gusti Ngurah Rai yang merupakan jalan penting yang
menghubungkan Jakarta Timur-Bekasi
5. Peningkatan dan pembangunan Jalan Raya Penggilingan yang merupakan jalan
strategis menuju kawasan Sentra Timur
6. Peningkatan dan pembangunan Jalan Raya Pulo Gebang
7. Pembangunan Terminal Terpadu Pulo Gebang
8. Penyelesaian Pembangunan Gelanggang Olahraga Ciracas
9. Peningkatan kawasan flyover Pasar Rebo yang merupakan kawasan pertemuan
moda transportasi penting di Jakarta Timur bagian selatan
10.Pengendalian ketentraman dan ketertiban pada kawasan Kanal banjr Timur yang
telah dimulai dengan melakukan kegiatan pengamanan secara khusus terhadap
kali yang menuju Kanal Banjir Timur dan sekitarnya
11.Pemasangan saringan air dari sungai yang menuju Kanal Banjir Timur
12.Pemagaran jalur hijau pada Jalan kali Baru yang terletak di Jalan raya Bogor
13.Penertiban bangunan di bantaran kali Baru (pedati-Basuki Rahmat) yang
14.Penurapan Kali Baru di Jalan Raya Bogor untuk menghindari longsor di Jalan
Raya Bogor
15.Pembangunan 5 gedung Puskesmas
16.Pembangunan 5 gedung kantor Kelurahan
17.Pembangunan 1 gedung Kantor Kecamatan lanjutan
18.Rehab gedung sekolahan SD, SMP, SMA, SMK
19.Penertiban inrit-inrit dan bangunan yang ada di atas saluran air yang
dipergunakan untuk kepentingan pribadi.
C. Selayang Pandang BP4 Jakarta Timur 1. Profil
Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Jakarta
Timur adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Urusan Agama Islam
Departemen Agama Islam RI yang berada di tingkat Kota Administratif Jakarta
Timur, satu tingkat di bawah Kantor Departemen Agama Kota Administratif Jakarta
Timur. Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Jakarta
Timur sebagai salah satu ujung tombak Departemen Agama RI memiliki Tugas
Pokok dan Fungsi untuk melaksanakan sebagian tugas Kantor Departemen Agama
Kota Jakarta Timur di bidang Pembinaan Keluarga Sakinah dan membantu
pembangunan pemerintahan umum di bidang agama di tingkat Kota Administratif
Fungsi yang dijalankan Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian
Perkawinan (BP4) Jakarta Timur meliputi fungsi pelayanan, fungsi pembinaan dan
fungsi penerangan serta penyuluhan.
Di samping itu, Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan
(BP4) Jakarta Timur bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang beriman dan
bertaqwa, memiliki ketahanan keluarga yang sangat tinggi, terbinanya Keluarga
Sakinah yang bermoral atau berakhlakul karimah.
Tugas Pokok Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan
(BP4) Jakarta Timur yakni melaksanakan sebagian tugas Kantor Departemen Agama
Kota Administratif Jakarta Timur, di bidang Pelestarian Perkawinan di wilayah Kota
Administratif Jakarta Timur.
1. Visi BP4 Jakarta Timur :
"Unggul dalam mewujudkan pelayanan di bidang pelestarian keluarga sakinah yang
berkualitas dan partisipatif di wilayah Kota Administratif Jakarta Timur"
2. Misi BP4 Jakarta Timur:
a) Meningkatkan kualitas pelayanan dan bimbingan di bidang pernikahan dan rujuk.
b) Meningkatkan kualitas pelayanan, bimbingan dan pengembangan di bidang
c) Meningkatkan kualitas dalam mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan dan
pelaksanaan kegiatan sektoral maupun lintas sektoral di Wilayah Kota
Administratif Jakarta Timur.
3. Daftar KUA yang ada di Wilayah Kota Administratif Jakarta Timur
BP4 Kota Jakarta Timur membawahi Kantor-kantor BP4 yang ada di tingkat
Kecamatan yang bersamaan dengan Kantor Urusan Agama Kecamatan, Kantor
Urusan Agama yang ada di Kota Administratif Jakarta Timur yakni:
1. KUA Kec.Matraman Jl.Balai Rakyat Utan Kayu Matraman Telp. 8577053
2. KUA Kec.Jatinegara Jl.I Gusti Ngurah Rai Cip.Muara Telp. 8577966
3. KUA Kec.Pulo Gadung Jl.Balai Pustaka Rawamangun Telp. 4700994
4. KUA Kec.Kramat Jati Jl.Dukuh III No.3 Kramat Jati Telp. 87793173
5. KUA Kec.Pasar Rebo Jl.Makasar No.42 Kel.Pekayon Telp. 8707848
6. KUA Kec.Duren Sawit Jl. P.Revolusi No.47 Pd.Bambu Telp. 8602573
7. KUA Kec.Ciracas Jl.Penganten Ali Gg.AMD Kel.Ciracas Telp. 8413485
8. KUA Kec.Makasar Jl.Kerja Bhakti Gg.Abd.Gani Telp. 8003157
9. KUA Kec.Cipayung Jl.Bina Marga No.3 Telp. 8446808