• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas mediasi Badan Penasehatan Pembinaan Pelestarian Perkawinan (Bp4) Dan Pengadilan Agama Di Kota Administratif Jakarta Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas mediasi Badan Penasehatan Pembinaan Pelestarian Perkawinan (Bp4) Dan Pengadilan Agama Di Kota Administratif Jakarta Timur"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

DI KOTA ADMINISTRATIF JAKARTA TIMUR

Skripsi diajukan sebagai syarat untuk meperoleh gelar

Sarjana Syariah (S.Sy)

OLEH:

NIZAR BAHALWAN NIM: 107044201810

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

ii

DI KOTA ADMINISTRATIF JAKARTA TIMUR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu

Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

Nizar Bahalwan

NIM: 107044201810

Di Bawah Bimbingan:

Prof.DR.H.Hasanuddin, AF, MA

NIP: 150050917

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

iii

Jakarta Timur", telah diajukan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 Mei 2011. Skripsi ini telah

diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar strata satu, yaitu Sarjana

Hukum Islam (S.Hi) pada prodi perbandingan madzhab dan hukum dengan

konsentrasi perbandingan hukum.

Jakarta, 10 Juni 2011 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah Dan Hukum

Prof.DR.H.M.Amin Suma,SH. MA. MM NIP. 19550505 198203 1 012

PANITIA UJIAN

Ketua : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA NIP : 19500361976031001 : (...)

Sekertaris : Hj. Rosdiana, MA NIP : 196906102003122001 : (...)

Pembimbing I : Prof.DR.H.Hasanuddin, AF, NIP : 150050917 : (...)

Penguji I : Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA NIP : 195510151979031002 : (...)

Penguji II : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA NIP : 19500361976031001 : (...)

(4)

iv

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta, 4 Mei 2011

(5)

v

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayahNya, terucap dengan tulus dan ikhlas Alhamdulillāhi Rabbil ‘ālamīn tiada henti karena dapat terselesaikannya penulisan skripsi ini. Salawat seiring salam

semoga selalu tercurah limpahkan kepada insan pilihan Tuhan khātamul anbiyā’i

walmursalīn Muhammad SAW.

Dengan setulus hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh

dari kesempurnaan . Namun demikian, skripsi ini hasil usaha dan upaya yang

maksimal dari penulis. Tidak sedikit hambatan, cobaan dan kesulitan yang ditemui.

Banyak hal yang tidak dapat dihadirkan oleh penulis didalamnya karena keterbatasan

pengetahuan dan waktu. Namun patut disyukuri karena banyak pengalaman yang

didapat dalam penulisan skripsi ini.

Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada

semua pihak:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM., Selaku Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA, Selaku Ketua Program Studi Ahwal al

Syakhsiyyah dan Ibu Hj. Rosdiana, MA selaku Sekretaris Program Studi

(6)

vi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

6. Para Mediator dan Para Staf di Badan Penasehatan Pembinaan Pelestarian

Perkawinan (BP4) Jakarta Timur dan Pengadilan Agama Jakarta Timur yang

telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk memberikan arahan

dan informasi kepada penulis.

7. Ayahanda H.M.Ali Fuad, ibunda Mutawasitoh, kakanda Ahmed Zauji

Mubassor, serta adinda Putri Sari Romadhon dan Dian Zarkasyi yang

senantiasa memberikan support baik moril maupun materil sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini dengan segenap usaha.

8. Sahabat seperjuangan, teman-teman Konsentrasi Administrasi Keperdataan

Islam Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta angkatan 2007.

9. Semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya, atas jasa bantuan semua pihak baik berupa moril dan materil,

sampai detik ini penulis panjatkan do’a semoga Allah memberikan balasan yang

berlipat dan menjadikannya amal jariyah yang tidak pernah berhenti mengalir

hingga yaum al-akhir Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

(7)

vii

Jakarta: 30 Jumadil Awal 1432 H

4 Mei 2011 M

(8)

viii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Metodologi dan Teknik Penelitian ... 8

E. Studi Review Terdahulu ... 12

F. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II KERANGKA TEORITIS EFEKTIVITAS DAN PERDAMAIAN ... 15

A. Pengertian Efektivitas ... 15

B. Indikator Efektivitas ... 17

C. Pengertian Mediasi ... 18

D. Landasan Hukum Mediasi ... 22

E. Syarat Perdamaian ... 27

(9)

ix

B. Keadaan Demografis ... 39

C. Selayang Pandang BP4 Jakarta Timur ... 43

D. Selayang Pandang Pengadilan Agama Jakarta Timur ... 46

BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI ... 59

A. Upaya BP4 Jakarta Timur Dalam Mendamaikan ... 59

B. Upaya Pengadilan Agama Jakarta Timur Dalam Mendamaikan 65

C. Laporan Data Perdamaian di BP4 Jakarta Timur ... 71

D. Laporan Data Mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Timur ... 72

E. Analisa Penulis ... 73

BAB V PENUTUP ... 80

A. Kesimpulan ... 80

B. Saran ... 82

(10)

1

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat

manusia. Perkawinan adalah salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada semua

makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Jadi,

perkawinan secara umum bisa dilakukan semua makhluk hidup.1

Perkawinan merupakan salah satu perintah agama kepada yang mampu untuk

segera melaksanakannya. Karena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik

dalam bentuk penglihatan maupun dalam bentuk perzinahan. Orang yang

berkeinginan untuk melakukan pernikahan, tetapi belum mempunyai persiapan bekal

(fisik dan nonfisik) dianjurkan oleh Nabi Muhammad saw, untuk berpuasa. Orang

berpuasa akan memiliki kekuatan atau penghalang dari berbuat tercela yang sangat

keji, yaitu perzinaan.2

Nikah adalah salah satu sendi pokok pergaulan bermasyarakat. Oleh karena

itu, agama memerintahkan kepada umatnya untuk melangsungkan pernikahan bagi

yang sudah mampu, Sehingga malapetaka yang diakibatkan oleh perbuatan terlarang

dapat dihindari. 3

1

Chuzaemah T. Yanggo dan Hafiz Anshari, Problematika Hukum Islam Kontemporer, cet. IV, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), h. 56.

2

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 7.

3

(11)

Pernikahan merupakan tiang keluarga yang di dalamnya terdapat hak-hak dan

kewajiban yang sesuai dengan kesucian agama, yang di dalamnya seseorang dapat

merasakan bahwasanya pernikahan merupakan ikatan suci yang dapat memuliakan

manusia. Pernikahan juga merupakan ikatan rohani yang sesuai dengan kehormatan

manusia yang membedakannya dengan hewan dimana ikatan antara jantan dengan

betinanya hanyalah nafsu kehewanan saja.4

Filosofi dasar perkawinan adalah upaya menciptakan kehidupan suami isteri

yang harmonis dalam rangka membentuk dan membina rumah tangga sakinah,

mawaddah dan rahmah. Setiap suami isteri tentu saja mendambakan kehidupan

rumah tangga yang langgeng sepanjang hayat di kandung badan. Dapat hidup

selamanya dalam satu ikatan sampai mati.5

Diadakan akad nikah untuk selama-lamanya sampai suami isteri tersebut

meninggal dunia, karena yang diinginkan oleh Islam adalah langgengnya kehidupan

perkawinan. Suami isteri sama-sama dapat mewujudkan rumah tangga tempat

berlindung, menikmati naungan kasih sayang dan dapat memelihara anak-anaknya

hidup dalam kehidupan yang baik agar anak-anak bisa menjadi generasi yang

berkualitas. Oleh karena itu, ikatan suami isteri adalah ikatan yang paling suci dan

teramat kokoh.6

4

Muhammad Abu Zahrah, Al-Ahwal al-Syakhsiyyah, (Kairo: Daarul Fikr al-Arabi, 2005), h. 20.

5

Baharudin Ahmad, Hukum Perkawinan di Indonesia Studi Historis Metodologis, (Jakarta: Gaung Persada Press), h. 4.

6

(12)

Tujuan perkawianan berdasarkan penjelasan Undang-undang no. 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan Pasal 1 adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang

bahagia dan kekal (mendapat keturunan) berdasarkan Ketuhanan Yang maha Esa.

Dalam kenyataannya, relasi suami isteri tidak selamanya dapat dipelihara

secara harmonis, kadang-kadang suami isteri gagal dalam membangun rumah

tangganya karena menemui beberapa masalah yang tidak dapat diatasi. Pada akhirnya

upaya mengakhirkan kemelut berkepanjangan tersebut diselesaikan melalui alternatif

talak (perceraian). Dalam perkawinan tidak selalu yang diinginkan dalam tujuan

pernikahan itu tercapai, dengan demikian agama Islam membolehkan suami isteri

bercerai, tentunya dengan alasan-alasan tertentu, kendati perceraian itu sangat dibenci

oleh Allah SWT.7

Islam dengan tegas menyatakan dalam Al-Quran bahwa perceraian itu adalah

suatu perbuatan halal, tetapi paling dibenci Allah. Tapi faktanya, perceraian itu

menjadi fenomena yang tidak dapat terelakkan karena maraknya konflik rumah

tangga yang terjadi dalam masyarakat. Mulai dari perceraian yang disebabkan

pertengkaran secara terus-menerus atau sebab lain.

Oleh karena itu, Allah memberikan solusi yang sangat bijak agar menunjuk

seorang hakam atau mediator yaitu juru penengah. Keberadaan mediator dalam kasus

perkawinan merupakan penjabaran dari perintah Al-Quran. Dalam Al-Quran

disebutkan bahwa jika ada permasalahan dalam perkawinan, maka diharuskan

7

(13)

diangkat seorang hakam yang akan menjadi mediator. Dengan demikian, keberadaan

hakam menjadi penting adanya.8

Dalam Hukum Islam secara terminologis, perdamaian disebut dengan istilah

Islah atau Sulh yang artinya adalah memutuskan suatu persengketaan. Dan menurut

syara’ adalah suatu akad dengan maksud untuk mengakhiri suatu persengketaan

antara dua belah pihak yang saling bersengketa.9

Untuk meningkatkan kualitas perkawinan menurut ajaran Islam diperlukan

bimbingan dan penasihatan perkawinan secara terus menerus dan konsisten agar

dapat mewujudkan rumah tangga atau keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah. Hal

tersebut sangat terkait dengan apa yang sedang dilakukan oleh Badan Penasehatan

Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), yaitu meningkatkan konsultasi

perkawinan dan meningkatkan pelayanan terhadap keluarga yang bermasalah melalui

kegiatan konseling, mediasi dan advokasi.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kualitas

perkawinan menurut ajaran Islam diperlukan bimbingan dan penasihatan perkawinan

secara terus menerus dan konsisten agar dapat mewujudkan rumah tangga atau

keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Hal tersebut sangat terkait dengan apa

yang sedang dilakukan oleh BP4, yaitu meningkatkan kualitas konsultasi perkawinan

dan meningkatkan pelayanan terhadap keluarga yang bermasalah melalui kegiatan

konseling, mediasi dan advokasi.

8

Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, h. 103.

9

(14)

Kemudian perkara perdata yang masuk ke pengadilan harus melewati proses

mediasi, hal ini sesuai dengan aturan yang ada dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2008

Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Apabiala pihak-pihak yang terkait menolak

melakukan mediasi maka proses persidangan tidak dapat dilanjutkan karena batal

demi hukum. Seperti yang tertera pada PERMA Nomor 1 Tahun 2008 bab I Pasal 2

mengenai “Ruang Lingkup dan Kekuatan Berlaku PERMA” ayat (2) dan (3). Setiap

hakim mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa

melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini. Dan apabila tidak menempuh

prosedur mediasi berdsarkan Peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap

ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal

demi hukum. Hal ini dapat dikatakan proses mediasi ini merupakan paksaan bagi para

pihak yang berperkara.

Oleh karena itu dengan dikeluarkannya PERMA Nomor 1 Tahun 2008

Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan ini yang mengharuskan para pihak yang

berperkara mengikuti proses mediasi, penulis tertarik untuk mengetahui seberapa

efektif pelaksanaan mediasi yang telah masuk ke dalam sistem Peradilan di Indonesia

dan diwajibkan bagi pihak-pihak yang berperkara untuk dapat mengikuti prosedur

mediasi tersebut, khususnya di Pengadilan Agama Jakarta Timur, serta mengetahui

bagaiamanakah efetifitas pelaksanaan mediasi yang dilakukan di BP4 Jakarta Timur.

Penulis memilih melakukan penelitian di Wilayah Jakarta Timur karena Kota tersebut

terbilang kota yang paling luas di Jakarta, sehingga efektivitas mediasi tersebut dapat

(15)

Kemudian timbul pertanyaan-pertanyaan, bagaimanakah upaya BP4 dan PA

dalam mewujudkan visi, misi dan tujuan perkawinan? Bagaimana strategi atau

kebijakan yang dilakukan oleh BP4 dan PA dalam mendamaikan pasangan yang

bersengketa? Bagaimana kinerja mediasi BP4 dan PA dalam menekan angka

perceraian? Hambatan apa saja yang dialami oleh kedua Lembaga ini dalam

mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa? Tantangan apa saja yang dihadapi

dalam mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa?

Sejumlah pertanyaan-pertanyaan inilah yang mendorong penulis untuk

meneliti lebih lanjut tentang masalah perdamaian dalam perkawinan, sehingga

penulis menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul : " Efektivitas Mediasi

Badan Penasehatan Pembinaan Pelestarian Perkawinan (BP4) dan Pengadilan

Agama di Kota Administratif Jakarta Timur".

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Mengingat keluasan dan kompleksitas masalah mediasi tidaklah mungkin dituangkan dalam skripsi ini. Oleh karena itu penulis akan membatasi permasalahan

yang ada, yaitu keefektivan mediasi yang terdapat di Pengadilan Agama Jakarta

Timur dan BP4 Jakarta Timur, dan hanya pada 2 (dua) tahun terakhir ini.

Agar lebih terfokus, penulis akan membatasi permasalahan sebagai berikut:

1. Skripsi ini hanya mengkaji upaya dan efektivitas pelaksanaan mediasi.

(16)

3. Lokasi Penelitian di BP4 Jakarta Timur dan Pengadilan Agama Jakarta Timur.

2. Perumusan Masalah

Menurut Pasal 82 Undang-undang No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

yang berbunyi: “Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, hakim

berusaha mendamaikan kedua belah pihak”. Dari sini kita ketahui bahwa

dilaksanakannya mediasi di Pengadilan Agama pada dasarnya untuk mencegah serta

mengurangi perceraian, namun dalam kenyataannya angka perceraian tidak

menurun secara signifikan walaupun mediasi telah diupayakan oleh para hakim

untuk mendamaikan para pihak di dalam proses persidangan.

Berdasarkan dari rumusan dari latar belakang di atas, maka penulis dapat

merumuskan rumusan masalah dengan rinci dalam pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana upaya serta strategi BP4 dan Pengadilan Agama dalam

mendamaikan pasangan yang bersengketa?

2. Bagaimana efektifitas penanganan problem rumah tangga di BP4 dan

Pengadilan Agama?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitan

Tujuan dari penelitian ini diantaranya adalah, sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui upaya serta strategi BP4 dan Pengadilan Agama dalam

(17)

b. Untuk mengetahui efektifitas penanganan problem rumah tangga di BP4 dan

Pengadilan Agama.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan bagi

insan akademisi dalam menambah khazanah pemikiran bagi perkembangan Hukum di

Indonesia, sehingga tulisan ini dapat diambil menjadi salah satu solusi alternatif

dalam mengurangi angka perceraian. Maka penelitian mengenai perbandingan proses

mediasi ini dianggap sangat perlu bagi penulis.

D. Metodologi Penelitian dan Pedoman Penulisan 1. Pendekatan Penelitian

Pendekaatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah dengan

memakai pendekatan kualitatif, yaitu suatu penelitian yang data dan hasil

penelitiannya berupa deskripsi kata, skema dan gambar. Pendekatan kualitatif adalah

suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang

menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia.10 Dilihat dari segi objeknya,

penelitian ini termasuk ke dalam penelitian sosiologis atau empiris, yaitu penelitian

yang bertitik tolak pada data primer, yakni data yang diperoleh langsung dari objek

penelitian. Penelitian hukum empiris mencari jawaban terhadap kesenjangan (gap)

antara hukum yang seharusnya (daas sollen) dengan hukum senyatanya (das sein) di

10

(18)

dalam masyarakat.11 Pada penelitian ini yang diteliti awalnya adalah data sekunder,

untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan, atau

terhadap masyarakat.12

2. Sumber Data

Berdasarkan sumber datanya, hasil penelitian ini diperoleh dari penelitian

lapangan (field research) yang sumber datanya terutama diambil dari objek

penelitian secara langsung di daerah penelitian. Namun tidak menutup kemungkinan

hasil penelitian ini juga diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) yang

sumber datanya diambil dari tulisan-tulisan (sumber bacaan) yang telah diterbitkan

seperti, buku, hasil penelitian, jurnal, majalah, surat kabar dan bahan-bahan dokumen

resmi.13

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Dengan menggunakan metode observasi, yaitu dengan mencatat data yang

diperoleh langsung dari praktek di lapangan yang bermanfaat untuk mengetahui

secara langsung praktek penanganan mediasi di BP4 dan Pengadilan Agama.

b. Interview atau wawancara yakni tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih

secara langsung antara pewawancara dengan pihak-pihak yang ada kaitannya

dengan judul skripsi ini yakni Hakim Mediator Pengadilan Agama Jakarta Timur

11

Yayan Sopyan, Metode Penelitian Untuk Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum,

(Jakarta:T.2009), h.27.

12

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. 3 (Jakarta: UI Press, 1986), h.51.

13

(19)

dan Ketua BP4 Jakarta Timur ataupun para Konsultan BP4 Jakarta Timur, yang

kemudian hasil dari wawancara tersebut penulis lampirkan dalam skripsi ini.

c. Studi Dokumenter, yakni dengan memeriksa dan mempelajari

dokumentasi-dokumentasi yang didapat dari lembaga-lembaga yang berkaitan dengan

penulisan skripsi ini.

d. Studi Pustaka, yakni dengan mengumpulkan, menelusuri dan mempelajari

buku-buku yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini hingga mampu memperkaya

dan memperkuat analisa penulis.

4. Kriteria Data

Data yang diperoleh untuk penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi dua

yaitu :

1. Data primer

Data primer yaitu data yang dikumpulkan oleh penulis sendiri selama

penelitian. Data ini dicari melalui narasumber atau dalam istilah teknis disebut

informan. Yaitu orang yang dijadikan sarana mendapatkan informasi atau data, dalam

hal ini adalah Kepala BP4 Jakarta Timur, Konsultan BP4 Jakarta Timur dan Kepala

Pengadilan Agama Jakarta Timur. Data diperoleh melalui informan dengan

wawancara langsung kepada mereka dan observasi langsung untuk menyaksikan

proses penanganan keluarga bermasalah untuk mencapai kesepakatan damai yang

(20)

2. Data sekunder

Data sekunder yaitu data yang bersumber dari hasil penelitian orang lain yang

dibuat untuk maksud yang berbeda. Dalam hal ini data sekunder penulisan ini didapat

dari tabel, gambar, dan bahan-bahan hukum seperti Undang-undang No.1 tahun 1974

tentang Perkawinan, Undang-undang No.14 tahun 1970 tentang Pokok-Pokok

Kekuasaan Kehakiman, Undang-undang No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama,

PP. No.9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang

Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam dan sumber bacaan lain seperti buku, makalah,

hasil penelitian, diktat perkuliahan dan juga sumber-sumber yang berkenaan dengan

masalah yang penulis teliti.

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data dilakukan dengan cara mendeskripsikan data-data tersebut

secara jelas dan mengambil isinya dengan menggunakan content analisis. Kemudian

diinterpretasikan dengan menggunakan bahasa penulis sendiri, dengan demikian akan

nampak rincian jawaban atas pokok permasalahan yang diteliti.

6. Teknik Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis merujuk pada tehnik penulisan yang ada

pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2007” agar tehnik penulisan dalam skripsi ini dapat

(21)

E. Review Studi Terdahulu

Penulis menemukan beberapa juddul skripsi yang pernah ditulis oleh

mahasiswa-mahasiswa sebelumnya yang berkaitan erat dengan judul skripsi yang

akan diteliti oleh penulis. Akan tetapi, setelah penulis membaca beberapa skripsi

tersebut ada perbedaan pembahasan yang cukup signifikan, sehingga dalam penulisan

skripsi ini nantinya tidak ada timbul kecurigaan plagiasi. Untuk itu di bawah ini akan

penulis kemukakan tiga judul skripsi yang pernah ditulis oleh mereka, diantaranya

sebagai berikut :

Review studi terdahulu yang pertama adalah skripsi dari Tubagus Chaerul

Laily, Jurusan Peradilan Agama Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta 2010 dengan judul skripsi Efektivitas Mediasi melalui Badan

Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Pusat Dalam Menekan

Angka Perceraian. Di dalam skripsi ini membahas teori efektivitas dan mediasi.

Kemudian membahas strategi atau kebijakan BP4 dalam mendamaikan pasangan

yang bersengketa, kinerja mediasi BP4 serta hambatan dan tantangan yang dihadapi

BP4 dalam melakukan mediasi.

Review studi terdahulu yang kedua adalah skripsi Syahdan, Jurusan Peradilan

Agama Fakultas Syariah dan Hukum UIN syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2010

dengan judul Skripsi : “Pengaruh Mediasi Terhadap Angka Perceraian (Studi

Analisa Pasca Peraturan Mahkamah Agung No. 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur

Mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan)”. Skripsi ini membahas faktor-faktor

(22)

adalah data perceraian pada Pengadilan Agama Jakarta Selatan dari tahun 2008

hingga tahun 2009.

Review studi terdahulu yang ketiga adalah skripsi Yanto Kiswanto, Jurusan

Administrasi Keperdataan Islam Fakultas Syariah dan Hukum UIN syarif

Hidayatullah Jakarta Tahun 2010 dengan judul Skripsi : “Upaya Perdamaian Dalam

Sidang Perceraian (Studi Kasus di Pengadilan Agama Ciamis)”. Skripsi ini

membahas teori tentang perdamaian, mulai dari pengertian, dasar hukum, serta

hikmah dan manfaat adanya perdamaian. Kemudian membahas efektivitas

perdamaian perceraian di Pengadilan Agama Ciamis.

Perbedaan penelitian penulis dengan review studi terdahulu di atas adalah

penulis membahas masalah perbandingan efektifitas mediasi melalui BP4 dan

Pengadilan Agama. Dari beberapa review studi terdahulu belum ada yang

membandingan efekfitas mediasi.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai materi yang menjadi pokok

penulisan skripsi ini dan agar memudahkan para pembaca dalam mempelajari tata

urutan penulisan ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan skripsi ini sebagai

berikut :

Bab Pertama, pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian,

(23)

Bab Kedua berisi tentang efektifitas mediasi melalui BP4 dan Pengadilan

Agama yang mencakup teori mediasi, strategi BP4 dan Pengadilan Agama dalam

mendamaikan, kinerja mediasi BP4 dan Pengadilan Agama dalam menekan angka

perceraian, yang kesemuanya itu guna mengetahui perbandingan antara kedua

lembaga tersebut manakah yang lebih efektif dalam menangani keluarga yang

mengalami keretakan rumah tangga.

Bab Ketiga berisi Profil Kota Administrasi Jakarta Timur yang

menggambarkan Letak Geografis, Kondisi Demografis serta Kondisi Sosial

masyarakat Kota Administrasi Jakarta Timur.

Bab Keempat berisi gambaran hasil penelitian yang didapat dari data-data

yang diperoleh dari BP4 dan Pengadilan Agama di Kota Administrasi Jakarta Timur.

Pada bab ini merupakan bab yang paling utama dalam penulisan skripsi ini,

membahas dan melakukan analisa terhadap hasil penelitian.

Bab Kelima merupakan akhir dari seluruh rangkaian pembahasan dalam

(24)

15

A. Pengertian Efektivitas

Dalam ensiklopedi umum, efektivitas diartikan dengan menunjukkan taraf

tercapainya suatu tujuan. Maksudnya adalah sesuatu dapat dikatakan efektif kalau

usaha tersebut telah mencapai tujuan secara ideal. Efektivitas merupakan ukuran yang

menggambarkan sejauh mana sasaran yang dapat dicapai, sedangkan efisiensi

menggambarkan bagaimana sumber daya tersebut dikelola secara tepat dan benar.1

Menurut Ahli Manajemen Peter Drucker, efektivitas adalah melakukan

pekerjaan yang benar (doing the right things), sedangkan efisiensi adalah melakukan

pekerjaan dengan benar (doing things right).2

Efektivitas juga dapat dikatakan, 3 adanya kesesuaian antara orang yang

melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju, dan berkaitan erat dengan

perbandingan antara tingkat pencapaian tujuan dengan rencana yang telah disusun

sebelumya, atau perbandingan hasil nyata dengan hasil yang direncanakan. Efektivitas

juga merupakan kata yang menunjukkan turut tercapainya suatu tujuan. Kriteria yang

menjadikan suatu tujuan atau rencana menjadi efektif, harus meliputi: kegunaan,

ketetapan dan objektifitas, adanya ruang lingkup (prinsip kelengkapan, kepaduan dan

konsisten), biaya akuntabilitas dan ketepatan waktu.

1

T. Hani Handoko, Manajemen, (Yogyakarta: BPFE, 1998), cet-2, h. 7.

2

T. Hani Handoko, Manajemen, h. 7.

3

(25)

Efektivitas hukum secara tata bahasa dapat diartikan sebagai keberhasilan suatu

hukum dalam menangani suatu permasalahan yang dapat diselesaikan oleh

keeksistensian hukum tersebut, dalam hal ini berkenaan dengan keberhasilan

pelaksanaan hukum itu sendiri. Keefektivitasan hukum adalah situasi dimana hukum

yang berlaku dapat dilaksanakan, ditaati dan berdaya guna sebagai alat kontrol sosial

atau sesuai tujuan dibuatnya hukum tersebut.4

Efektivitas hukum dalam masyarakat berarti menilai daya kerja hukum itu

dalam mengatur atau memaksa masyarakat uuntuk taat terhadap hukum. Namun agar

hukum dan peraturan benar-benar berfungsi secara efektif, senantiasa dikembalikan

pada penegak hukumnya, dan untuk itu sedikitnya memperhatikan lima faktor

penegakan hukum (law inforcement), yaitu:

1. Hukum atau aturan itu sendiri;

2. Penegak hukum;

3. Fasilitas yang mendukung pelaksanaan penegakan hukum;

4. Masyarakat;

5. Kebudayaan.

Kemudian efektivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pencapaian

tujuan dari usaha yang telah dilakukan berkaitan dengan pelaksanaan mediasi di BP4

Jakarta Timur dan Pengadilan Agama Jakarta Timur. Seberapa besar kesuksesan yang

4

(26)

diraih oleh kedua lembaga tersebut dalam melaksanakan usaha damai dalam wadah

mediasi dengan memperhatikan berbagai macam aturan yang ada, baik peraturan yang

berasal dari pemerintah maupun peraturan yang berasal dari agama.

Dalam realita kehidupan bermasyarakat, seringkali penerapan hukum tidak

efektif sehingga wacana ini menjadi perbincangan menarik untuk dibahas dalam

perspektif efektivitas hukum. Artinya benarkah hukum yang tidak efektif atau

pelaksanaan hukum yang kurang efektif. Pada hakikatnya persoalan efektivitas hukum

mempunyai hubungan yang sangat erat dengan persoalan penerapan, pelaksanaan dan

penegakan hukum dalam masyarakat demi tercapainya tujuan hukum. Artinya hukum

benar-benar berlaku secara filosofis, yuridis dan sosiologis.5

B. Indikator Efektivitas

Sumaryadi berpendapat bahwa organisasi dapat dikatakan efektif bila organisasi

tersebut dapat sepenuhnya mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Efektivitas

umumnya dipandang sebagai tingkat pencapaian tujuan operatif dan operasional.

Dengan demikian pada dasarnya efektifitas adalah tingkat pencapaian tujuan atau

sasaran organisasional sesuai yang ditetapkan. Hal tersebut dapat diartikan bahwa

apabila suatu pekerjaan dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan,

dapat dikatakan efektif tanpa memperhatikan waktu, tenaga dan yang lain.6

5

Ilham Idrus, Efektivitas Hukum, artikel diakses pada 1 Juni 2011 dari http://ilhamidrus.blogspot.com/2009/06/artikel-efektivitas-hukum.html

6

(27)

Dalam buku Sujadi F. X disebutkan bahwa untuk mencapai efektivitas dan

efisiensi kerja haruslah dipenuhi syarat-syarat ataupun unsur-unsur sebagai berikut :7

a. Berhasil guna, yaitu untuk menyatakan bahwa kegiatan telah dilaksanakan

dengan tepat dalam arti target tercapai sesuai dengan waktu yang telah

ditetapkan.

b. Ekonomis, dilakukan dengan biaya sekecil mungkin sesuai dengan rencana serta

tidak ada penyelewengan.

c. Pelaksanaan kerja bertanggung jawab, yakni untuk membuktikan bahwa dalam

pelaksanaan kerja sumber-sumber telah dimanfaatkan dengan setepat-tepatnya

dan harus dilaksanakan dengan bertanggung jawab sesuai dengan perencanaan

yang telah ditetapkan, jadi apa yang telah dilaksanakan dapat dibuktikan

pertanggung jawabannya.

d. Rasionalitas wewenang dan tanggung jawab, arinya wewenang haruslah

seimbang dengan tanggung jawab dan harus dihindari adanya dominasi oleh

salah satu pihak atas pihak lainnya.

e. Pembagian kerja yang sesuai, dibagi berdasarkan beban kerja, ukuran

kemampuan kerja dan waktu yang tersedia.

C. Pengertian Mediasi

Dalam bahasa Inggris mediasi disebut dengan mediation yang berarti

penyelesaian sengketa dengan menengahi.8

7

Sujadi F. X., PenunjangKeberhasilan Proses Manajement, (Jakarta: CV Masagung, 1990), cet-3. h. 36.

8

(28)

Penyelesaian sengketa dengan menengahi menunjuk pada peran yang

ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya untuk

menengahi dan menyelesaikan sengketa yang terjadi diantara kedua belah pihak yang

bersengketa.9

maslahah yang artinya saling menyerah setelah adanya pertikaian. Dan secara

terminologi berarti suatu akad yang dapat menghilangkan pertikaian.”

Mohammad Anwar mendefinisikan perdamaian (sulhu) menurut lughat ialah

memutuskan pertentangan. Sedangkan menurut istilah adalah suatu perjanjian untuk

mendamaikan orang-orang yang berselisih.11

Sedangkan menurut Ranuhandoko dalam bukunya “Terminologi Hukum”

mediasi diartikan dengan pihak ketiga yang ikut campur dalam perkara untuk mencapai

penyelesaian.12

9

Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional,

(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 2.

10

Ali Bin Muhammad Al Jarjani, Al-Ta’rifat, (Jedah: AlHaramain, t.th), h. 143.

11

Sudarsono, Pokok-pokok hhukum Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), cet. 2, h. 487.

12

(29)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mediasi diberi arti sebagai proses

pengikutsertaan pihak ketiga dalam menyelesaikan suatu perselisihan sebagai

penasihat.13

Garry Goopaster memberikan definisi mediasi sebagai proses negosiasi

pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak (imparsial) bekerja sama

dengan pihak-pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh

kesepakatan perjanjian yang memuaskan.14

Menurut Rachmadi Usman, mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui

perundingan yang melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral (non-intervensi) dan

tidak berpihak (imparsial) kepada pihak-pihak yang bersengketa. Pihak ketiga tersebut

disebut “mediator” atau “penengah” yang tugasnya hanya membantu pihak-pihak yang

bersengketa dalam menyelesaikan masalahnya dan tidak mempunyai kewenangan

untuk mengambil keputusan. Dengan perkatan lain, mediator di sini hanya bertindak

sebagai fasilitator saja. Dengan mediasi diharapkan dicapai titik temu penyelesaian

masalah atau sengketa yang dihadapi para pihak, yang selanjutnya akan dituangkan

sebagai kesepakatan bersama. Pengambilan keputusan tidak berada di tangan mediator,

tetapi di tangan para pihak yang bersengketa.15

13

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), h. 569.

14

Garry Goopaster, Negosiasi dan Mediasi: Sebuah Pedoman Negosiasi dan Penyelesaian Sengketa Melalui Negosiasi, (Jakarta: ELIPS Project, 1993), h. 201.

15

(30)

Dari beberapa pengertian di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa

perdamaian adalah suatu akad atau perjanjian yang bertujuan untuk mengakhiri

pertikaian antara dua belah pihak yang sedang berselisih atau bersengketa secara damai.

Kata perdamaian atau ishlah merupakan istilah denotatif yang sangat umum,

dan istilah ini bisa berkonotasi perdamaian dalam lingkup keharta bendaan, perdamaian

dalam lingkup khusumat dan permusuhan, perdamaian dalam urusan rumah tangga,

perdamaian antara sesama muslim, dan sebagainya.16

Dalam perdamaian perlu adanya timbal balik dan pengorbanan dari pihak-pihak

yang berselisih dan bersengketa, atau dengan kata lain pihak-pihak yang berperkara

harus menyerahkan kepada pihak yang lebih dipercayakan untuk menyelesaikan

perkara yang sedang diperselisihkan oleh keduanya agar permasalahannya dapat

diselesaikan secara damai dan tidak ada permusuhan diantara keduanya.

Dengan demikian perdamaian adalah merupakan putusan berdasarkan kesadaran

bersama dari pihak-pihak yang berperkara, sehingga tidak ada kata menang ataupun

kalah, semuanya sama-sama baik, kalah maupun menang.17

Perdamaian bukanlah putusan yang ditetapkan atas tanggung jawab hakim,

melainkan sebagai persetujuan antara kedua belah pihak atas tanggung jawab mereka

sendiri. Perdamaian yang terjadi di muka sidang pengadilan, majelis hakim

membuatkan akta perdamaian menurut kehendak pihak-pihak yang berperkara. Itulah

16

Helmi Karim, Fikih Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), cet.1, h. 49

17

(31)

sebabnya menurut pasal 130 ayat (3) HIR, 154 ayat (3) RBg putusan perdamaian tidak

dapat dimintakan banding.18

Kemudian dalam pasal 4 PERMA No.1 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa

semua perkara perdata yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib lebih

dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator.19

Maka, pada sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak, sebelum

pembacaan gugatan dari penggugat, hakim wajib memerintahkan para pihak untuk

lebih dahulu menempuh mediasi yang dibarengi dengan penundaan pemeriksaan

perkara.

Apabila perdamaian di muka sidang pengadilan dapat dicapai, maka acara

berakhir dan majelis hakim membuatkan akta perdamaian (certificate of reconciliation)

antara pihak-pihak yang berperkara yang memuat isi perdamaian, dan majelis hakim

memerintahkan para pihak agar mematuhi dan memenuhi isi perdamaian tersebut. Akta

perdamaian mempunyai kekuatan berlaku (force of execution) dan dijalankan sama

dengan putusan hakim (Pasal 130 ayat (2) HIR, 154 ayat (2) RBg).20

D. Landasan Hukum Mediasi

Dalam kitab suci Al Quran ayat yang berhubungan dengan perdamaian (mediasi)

antara lain dalam surat QS. An Nisa (4): 35

18

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia , (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), h. 94.

19

Lihat PERMA No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

20

(32)

ا ا ْيب ها ف ي احالْصا ادْي ي ْ ا ا لْها ْ م ا كح هلْها ْ م ا كح اْ ثعْباف ا ْيب اقش ْم ْخ ْ ا

Artinya: ಯDan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka

kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga

perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya

Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui

lagi Maha Mengenal.ರ(QS. An-Nisa’/ 4: 35)

Artinya: “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari

suaminya, Maka tidak Mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. An-Nisa’ : 128)

Kemudian dasar hukum mediasi berdasarkan Peraturan Perundang-undangan

seperti dalam Pasal 82 ayat (1) dan (4) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang

Pengadilan Agama, yang berbunyi:

(1) Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, Hakim berusaha

mendamaikan kedua pihak.

(4) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap

(33)

Dalam pemeriksaan perkara di muka sidang pengadilan, ketua Majelis Hakim

diberi wewenang menawarkan perdamaian kepada para pihak yang berperkara.

Tawaran perdamaian dapat diusahakan sepanjang pemeriksaan perkara sebelum majelis

hakim menjatuhkan putusan. Perdamaian ditawarkan bukan hanya pada sidang hari

pertama, melainkan juga pada setiap kali sidang. Hal ini sesuai dengan sifat perkara

bahwa inisiatif berperkara datang dari pihak-pihak, karenanya pihak-pihak juga yang

dapat mengakhirinya secara damai melalui perantaraan majelis hakim di muka sidang

pengadilan. Menurut ketentuan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun

1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, pengadilan tidak

menutup kemungkinan untuk upaya penyelesaian perkara pedata secara perdamaian.21

Lalu mengenai pemeriksaan perkara perceraian di pengadilan, ada pasal-pasal

lain yang mengatur masalah perdamaian ini, yaitu dalam pasal 56 ayat (2), 65, 83

Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Pengadilan Agama dan pasal 31, 33 PP No.

9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Selain itu dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga menganjurkan kepada

Hakim agar selalu berusaha mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara di dalam

persidangan, yaitu dalam pasal 143 ayat 1 dan 2 yang berbunyi:

(1) Dalam pemeriksaan gugatan perceraian Hakim mendamaikan kedua belah pihak.

(2) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan setiap

sidang pemeriksaan.

21

(34)

Di dalam Hukum Perdata (BW) juga mengatur masalah perdamaian ini,

diantaranya Pasal 1851 BW tentang perdamaian mempunyai definisi Perdamaian

adalah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan,

menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang

bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu perkara”. Dalam pasal lain juga

dijelaskan tentang perdamaian pasal 1853 BW perdamaian yang menjelaskan tentang

kepentingan keperdataan yang terbit dari suatu kejahatan atau pelanggaran, dapat

diadakan perdamaian.”

Dalam Pasal 202 BW tentang pembubaran perkawinan juga menjelaskan

perdamaian yaitu “…pengadilan negeri harus memerintahkan kedua suami isteri,

supaya bersama-sama dan dengan diri sendiri, menghadap di muka seorang anggota

atau lebih dari pengadilan, yang mana nanti akan mencoba memperdamaikan kedua

belah pihak.” Dan juga pasal yang membahas hal sama yaitu Pasal 203 BW tentang

pembubaran perkawinanyang menjelaskan“…sementara itu pengadilan leluasa, setelah

selesainya pemeriksaan, mempertangguhkan putusnya selama enam bulan, jika kiranya

nampak olehnya kemungkinan-kemungkinan akan masih tercapainya perdamaian.”

Begitu juga dalam Pasal 130 HIR/154 RBG.22 disebutkan bahwa Apabila pada

hari sidang yang telah ditentukan kedua belah pihak hadir, maka pengadilan dengan

perantaraan kedua sidang berusaha mendamaikan mereka.

22

(35)

1. Jika perdamaian tercapai pada waktu persidangan dibuat suatu akta perdamaian

yang mana kedua belah pihak dihukum untuk melaksanakan perjanjian itu; Akta

perdamaian tersebut berkekuatan dan dapat dijalankan sebagaimana putusan yang

biasa.

2. Terhadap putusan yang sedemikian itu tidak dapat dimohonkan banding.

Dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur

Mediasi di Pengadilan, pada pasal 1 butir 7 disebutkan bahwa:

Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk

memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.

Dalam suatu sengketa antara dua pihak atau beberapa pihak, maka dapat

diupayakan untuk perdamaian. Perdamaian dapat dilakukan di luar pengadilan dan di

dalam pengadilan.

Di luar Pengadilan, mediasi dapat dilakukan di BP4 yang sekarang

kepanjangannya menjadi Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perekawinan),

dasar hukumnya seperti yang terdapat dalam Peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun

1975 Pasal 28 ayat (3) menyebutkan bahwa “Pengadilan Agama dalam berusaha

mendamaikan kedua belah pihak dapat meminta bantuan kepada Badan Penasehat

Perkawinan, Perselisihan dan Perceraian (BP4) agar menasehati kedua suami istri

tersebut untuk hidup makmur lagi dalam rumah tangga”.

Kemudian dalam Konsideran Munas BP4 ke-XIV Tahun 2009 poin a-c

(36)

a. bahwa BP4 sebagai lembaga mitra Departemen Agama bertugas membantu dalam

meningkatkan mutu perkawinan dengan mengembangkan gerakan keluarga sakinah;

b. bahwa di era pasca reformasi saat ini peran BP4 sangat diperlukan untuk

menciptakan iklim yang kondusif dalam upaya mewujudkan keluarga yang sakinah

mawaddah warahmah;

c. bahwa untuk melaksanakan misi tersebut, upaya BP4 memberikan pelayanan

langsung kepada masyarakat berupa penasihatan, pembinaan, pelestarian, mediasi

dan advokasi perkawinan serta memberikan dorongan kepada segenap tokoh

masyarakat, ormas Islam, Konselor dan Penasihat Perkawinan untuk lebih proaktif

memberikan bimbingan dan penyuluhan tentang pentingnya eksistensi keluarga

yang bahagia kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa;

Dengan demikian peranan mediator dalam usaha menyelesaikan perkara secara

damai adalah sangat penting. Jelas mediator mempunyai peranan penting untuk

menyelesaikan secara damai terhadap perkara perdata yang diperiksanya. Putusan

perdamaian mempunyai arti yang sangat penting bagi masyarakat pada umunya dan

khususnya orang yang mencari keadilan.

E. Syarat Perdamaian

Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa perdamaian itu adalah

(37)

atau menahan suatu barang, dengan maksud untuk mengakhiri suatu perkara.

Persetujuan itu harus dibuat secara tertulis.23

Ketentuan formal dari suatu putusan sebagaimana tersebut dalam pasal 1851 KUH

Perdata, Pasal 130 HIR dan Pasal 154 R.Bg dapat dikemukakan sebagai berikut :24

1. Adanya persetujuan dari kedua belah pihak

Langkah awal yang harus dilaksanakan oleh hakim dalam menyidangkan suatu

perkara adalah mengadakan perdamaian para pihak yang bersengketa. Dalam perkara

perceraian usaha mendamaikan para pihak dilaksanakan terus menerus pada setiap

persidangan sampai hakim menjatuhkan putusan.25

Dalam usaha mendamaikan yang dilaksanakan oleh Majelis Hakim dalam

persidangan, kedua belah pihak tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak

sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses perdamaian. Segala sesuatu harus

memperoleh persetujuan dari pihak lain.26

2. Mengakhiri sengketa

Dalam Pasal 130 HIR dan Pasal 154 R.Bg dikemukakan bahwa,27 apabila

perdamaian tercapai pada waktu persidangan, dibuat suatu akta perdamaian yang mana

23

Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: Al-Hikmah 2000), h. 96.

24

Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, h. 97.

25

Lihat KHI Pasal 143 Ayat (1) dan (3).

26

Mahkamah Agung RI, JICA, IICT, buku Komentar Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 tahun 2008 tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan, h. 17.

27

(38)

kedua belah pihak dihukum melaksanakan perjanjian itu. Akta perdamaian yang dibuat

itu harus benar-benar mengakhiri sengketa yang terjadi antara kedua belah pihak yang

berperkara.

Putusan perdamaian yang dibuat dalam persidangan tidak dapat dimohonkan

banding, jadi Majelis Hakim harus benar-benar mengakhiri sengketa yang sedang

terjadi antara pihak-pihak yang berperkara secara tuntas, dan harus benar-benar

mengakhiri sengketa secara keseluruhan dan diharapkan tidak timbul persoalan yang

sama dikemudian hari.28

3. Perdamaian atas sengketa yang telah ada

Dalam Pasal 1851 KUH Peradata dikemukakan bahwa syarat untuk dapat

dijadikan dasar putusan perdamaian itu hendaklah persengketaan para pihak sudah

terjadi, baik yang sudah wujud, maupun sudah nyata terwujud tetapi baru akan diajukan

ke pengadilan sehingga perdamaian yang dibuat oleh para pihak mencegah terjadinya

perkara siding di pengadilan.29

Berdasarkan Pasal 1851 KUH Perdata di atas dapat dipahami bahwa

perdamaian itu dapat lahir dari suatu sengketa perdata yang sedang diperiksa di

pengadilan maupun yang belum diajukan ke pengadilan, atau perkara yang sedang

tergantung di pengadilan sehingga persetujuan perdamaian yang dibuat oleh para pihak

dapat mencegah trjadinya perkara di pengadilan.

28

M. Fauzan, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah di Indonesia, h. 22.

29

(39)

4. Bentuk perdamaian harus tertulis

Dalam Pasal 1851 KUH Perdata juga dikemukakan bahwa persetujuan

perdamaian itu sah jika dibuat secara tertulis. Syarat ini bersifat imperative (memaksa),

jadi tidak ada persetujuan perdamaian apabila dilaksanakan dengan lisan di hadapan

pejabat yang berwenang.

Akta perdamaian harus dibuat tertulis sesuai dengan format yang telah

ditetapkan oleh ketentuan yang berlaku.30

F. Ruang Lingkup Mediasi

Konflik atau sengketa yang terjadi pada manusia cukup luas ruang lingkupnya.

Konflik dan persengketaan dapat saja terjadi dalam wilayah publik maupun wilayah

prifat. Konflik dalam wilayah publik yaitu konflik yang terkait erat dengan kepentingan

umum, di mana Negara berkepentingan untuk mempertahankan kepentingan umum

tersebut. Kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan seseorang, harus diselesaikan

secara hukum melalui penegakan aturan pidana di pengadilan. Dalam kasus pidana,

pelaku kejahatan atau pelanggaran tidak dapat melakukan tawar menawar dengan

Negara. Dalam hukum Islam, kepentingan umum yang dipertahankan Negara melalui

sejumlah aturan pidana dikenal dengan mempertahankakn hak Allah (haqqullah).31

Beda halnya dengan wilayah hukum prifat, dimana titik berat kepentingannya

terletak pada kepentingan perseorangan (pribadi). Dimensi prifat cukup luas

30

Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, h. 99.

31

Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional,

(40)

cakupannya. Yaitu meliputi hukum keluarga, hukum kewaarisan, hukum kekayaan,

hukum perjanjian (kontrak), bisnis dan lain-lain. Dalam dimensi hukum prifat atau

perdata, para pihak yang bersengketa dapat melakukan penyelesaian sengketa melalui

jalur hukum di pengadilan ataupun di luar jalur pengadilan. Karena dalam hukum Islam

dimensi perdata mengandung hak manusia (haqqul „ibad) yang dapat dipertahankan

melalui kesepakatan damai antara para pihak yang bersengketa.32

Oleh karena itu, mediasi sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengketa

memiliki ruang lingkup utama berupa wilayah prifat/ perdata. Sengketa-sengketa

perdata berupa sengketa keluarga, waris, kekayaan, kontrak, perbankan, bisnis,

lingkungan hidup dan berbagai jenis sengketa perdata lainnya dapat diselesaikan

melalui jalur mediasi. Penyelesaian melalui jalur mediasi ini dapat ditempuh di

pengadilan maupun di luar pengadilan. Mediasi yang dijalankan di pengadilan

merupakan rentetan dari prosedur hukum di pengadilan. Sedangkan bila mediasi

dilakukan di luar pengadilan, maka proses mediasi tersebut adalah bagian tersendiri

yang terlepas dari prosedur hukum acara pengadilan.33

G. Keuntungan Mediasi

Terdapat beberapa keunggulan dari mediasi jika dibandingkan dengan

penyelesaian sengketa melalui litigasi atau arbitrase. Pemutusan perkara baik melalui

litigasi maupun arbitrase bersifat formal, memaksa, melihat ke belakang, berciri

32

Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional,

h. 22.

33

Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional,

(41)

pertentangan dan berdasar hak-hak. Artinya, bila para pihak melitigasi suatu sengketa

prosedur pemutusan perkara diatur ketentuan-ketentuan yang ketat dan suatu konklusi

pihak ketiga menyangkut kejadian-kejadian yang lampau dan hak serta kewajiban legal

masing-masing pihak akan menentukan hasilnya.

Penyelesaian sengketa melalui pengadilan juga menempatkan para pihak pada

dua sisi yang bertolak belakang, satu pihak sebagai pemenang (winner) dan pihak

lainnya sebagai pihak yang kalah (looser).

Secara umum pihak yang berperkara menggunakan jalur mediasi sebagai

penyelesaian sengketa dapat menemukan beberapa keuntungan (hikmah) diantaranya

adalah :

a. Penyelesaian melalui pendekatan nurani, bukan berdasarkan hukum. Kedua belah

pihak melepaskan diri dari kekakuan istilah hukum (legal term) kepada pendekatan

yang bercorak nurani dan moral. Menjauhkan pendekatan doktrin dan asas

pembuktian ke arah persamaan persepsi yang saling menguntungkan.

b. Aturan pembuktian tidak perlu, tidak ada pertarungan yang sengit antara para pihak

untuk saling membantah dan menjatuhkan pihak lawan melalui system dan prinsip

pembuktian yang formil dan teknis yang sangat menjemukan seperti halnya dalam

proses arbitrase dan pengadilan.34

c. Proses cepat, persengketaan yang paling banyak ditangani oleh pusat-pusat mediasi

publik dapat dituntaskan dengan pemeriksaan yang hanya berlangsung dua hingga

34

(42)

tiga minggu dan rata-rata waktu yang digunakan setiap pemeriksaan atau setiap kali

pertemuan hanya berkisar satu sampai satu setengah jam saja. Hal ini sangat

berbeda jauh dengan jangka waktu yang digunakan dalam proses arbitrase dan

proses litigasi.35

d. Bersifat rahasia, segala sesuatu yang diucapkan selama pemeriksaan mediasi

bersifat sangat rahasia. Hal ini dikarenakan dalam proses pemeriksaannya tidak

dihadiri oleh publik. Hal tersebut sangat berbeda dengan pemeriksaan lewat proses

litigasi. Untuk perkara-perkara yang pemeriksaannya atau persidangannya terbuka

untuk umum dapat dihadiri oleh publik atau diliput oleh pers sehingga dapat

menjaga privasi masing-masing pihak.

e. Biaya ringan, sebagian besar pusat-pusat mediasi publik menyediakan pelayanan

dengan biaya sangat murah dan juga tidak perlu membayar biaya pengacara karena

dalam proses mediasi kehadiran seorang pengacara kurang dibutuhkan.36

f. Adil, solusi bagi suatu persengketaan dapat diserasikan dengan

kebutuhan-kebutuhan atau keinginan-keinginan para pihak yang bersengketa dan oleh sebab itu

pulalah keputusan yang diambil atau dihasilkan dapat memenuhi rasa keadilan para

pihak. 37

35 Harijah Damis, “Hakim Mediasi” Mimbar Hukum,

(Jakarta: Al Hikmah, 2004), No. 63, h. 25.

36 Harijah Damis, “Hakim Mediasi” Mimbar Hukum,

No. 63,h. 28.

37

(43)

g. Pemberdayaan individu, orang-orang yang menegosiasikan sendiri masalahnya

sering merasa punya lebih banhyak kuasa dari pada mereka yang melakukan

advokasi melalui wakil seperti pengacara.

h. Melestarikan hubungan yang sudah berjalan atau mengakhiri hubungan dengan cara

yang lebih ramah.

i. Kesepakatan yang lebih baik daripada hanya menerima hasil prosedur

menang-kalah.

j. Hubungan para pihak bersifat kooperatif. Oleh karena yang berbicara dalama

penyelelsaian adalah hati nurani, terjalin penyelesaian berdasarkan kerjasama.

Mereka tidak menabuh gendering perang dalam permusuhan atau antagonism,

tetapi dalam persaudaraan dan kerjasama. Masing-msing menjauhkan dendam dan

permusuhan.

k. Komunikasi dan fokus penyelesaian. Dlam penyelesaian perdamaian terdapat

komunikasi aktif antara par pihak. Dalam komunikasi itu, terpancar keinginan

memperbaiki perselisihan dan kesalahan masa lalu menuju hubungan yang lebih

baik untuk masa depan. Jadi melalui komunikasi itu, apa yang mereka selesaikan

bukan masa lalu (not the past) tapi untuk masa yang akan dating (for the future).38

38

(44)

35

Wilayah Jakarta Timur 95 % terdiri dari daratan dan selebihnya rawa atau

persawahan dengan ketinggian rata-rata 50m dari permukaan air laut serta dilewati

oleh beberapa sungai kanal antara lain: Cakung Drain, Kali Ciliwung, Kali Malang,

Kali Sunter, Kali Cipinang. Letak geografis Kota ini berada diantara 1060 49' 35''

Bujur Timur dan 060 10' 37'' Lintang Selatan. Posisi yang melengkapi wilayah ini

berbatasan dengan:

 Sebelah Utara Jakarta Pusat dan Jakarta Utara

 Sebelah Barat Jakarta Selatan

 Sebelah Selatan Kab. Daerah Tk.II Bogor

 Sebelah Timur Kab. Daerah Tk.II Bekasi.1

Berikut adalah luas wilayah kecamatan dan jumlah kelurahan yang ada di

Jakarta Timur:2

Kecamatan, Luas Wilayah Dan Jumlah Kelurahan

Kecamatan Luas Wilayah

Dinas Komunikasi, Informatika dan Kehumasan Pemprov DKI Jakarta, “Wilayah Jakarta

Timur”, artikel diakses pada 19 April 2011 dari http://jakarta.go.id/2009/10/wilayah-jakarta-timur.html.

2

(45)
(46)
(47)

8. Cakung

 Sumber data : Kotamadya Jakarta Timur / April 2003

Iklim dan Cuaca

 Beriklim Panas dengan suhu rata-rata sepanjang tahun sekitar 27 derajad celcius

(48)

Secara administratif wilayah Jakarta Timur dibagi menjadi 10 Kecamatan, 65

Kelurahan, 673 Rukun Warga dan 7.513 Rukun Tetangga serta dihuni oleh Penduduk

sebanyak lebih kurang 1.959.022 jiwa terdiri dari 1.044.847 jiwa laki-laki dan

914.175 jiwa Perempuan. Atau sekitar 10 % dari jumlah penduduk DKI Jakarta

dengan kepadatan mencapai 10.445 jiwa per Km2. Pertumbuhan penduduk 2,4 persen

per Tahun dengan pendapatan per Kapita sebesar Rp. 5.057.040,00.3

B. Keadaan Demografis

1. Penduduk Dan Ketenagakerjaan

Dibidang ketenaga kerjaan, jumlah angkatan kerja diperkirakan mencapai

1,17 juta orang yang terdiri atas 989 ribu pekerja dan 182 ribu pengangguran, yang

dapat dilihat dalam tabel berikut :

Jumlah Penduduk bermur 10 tahun ke atas di Jakarta Timur berdasarkan Jenis

Kegiatan :

1. Angkatan Kerja 772.440 398.937 1.171.377

2. Bekerja 669.291 319.809 989.100

3. Pengangguran 103.149 79.128 182.277

4. Bukan Angkatan Kerja 240.681 598.641 839.322

5. Sekolah 156.843 147.894 304.737

6. Mengurus Rumah Tangga 16.014 414.480 430.494

3

(49)

7. Lainnya 67.824 36.267 104.091

Jumlah 1.013.121 997.578 2.010.699

Profil pencari kerja di dominasi oleh yang berpendidikan SLTA sejumlah

109.092 pencari kerja, ini dapat dilihat sesuai dengan tabel berikut ini :

Tabel Jumlah pencari kerja menurut pendidikan:4

NO PENDIDIKAN

6 Akademi dan Universitas 13.572 13.382 27.434

JUMLAH 103.149 79.129 182.278

Dengan pekerja didominasi oleh pekerja disektor perdagangan, hotel dan

restoran sejumlah 310.389 pekerja atau setara dengan 31,38% disektor jasa-jasa

sejumlah 259.050 pekerja atau 26,19% dan disektor industri sejumlah 203.943

pekerja atau 20,62%.

4

(50)

2. Pemerintahan a. Visi dan Misi

1). Visi

Menjadikan Jakarta Timur sebagai pusat produk unggulan dan tujuan wisata

yang dihuni oleh masyarakat yang sejahtera dan berkualitas unutk mensejajarkan

Jakarta dengan kota - kota besar dunia.

2). Misi

 Membangun Jakarta Timur berbasis pada masyarakat.

 Membangun Jakarta Timur sebagai daerah produsen serta wisata

dengan pelayanan prima.

 Mengembangkan lingkungan kehidupan perkotaan yang berkelanjutan.

 Meningkatkan sumber daya manusia.

 Meningkatkan kelembagaan keuangan bagi usaha kecil

 Menigkatkan investasi dan promosi.5

b. Program

Rancangan prioritas Wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur 2011 :6

1. Pembangunan jalan akses dari pintu tol Bintara menuju kawasan Sentra Timur

yang merupakan jalur strategis menuju kawasan Sentra Timur.

5

Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Timur, Pemerintahan, artikel diakses pada 19 april 2011 dari http://timur.jakarta.go.id

6

(51)

2. Peningkatan jalan terusan Rajiman- Soemarno yang juga merupakan jalan akses

strategis menuju kawasan Sentra Timur

3. Peningkatan dan pembangunan jalan Raya Kalimalang yang merupakan salah satu

poros Jakarta-Bekasi yang diharapkan akan meningkatkan dan memperlancar

kegiatan ekonomi Jakarta-Bekasi dan sebaliknya

4. Penuntasan jalan terusan I Gusti Ngurah Rai yang merupakan jalan penting yang

menghubungkan Jakarta Timur-Bekasi

5. Peningkatan dan pembangunan Jalan Raya Penggilingan yang merupakan jalan

strategis menuju kawasan Sentra Timur

6. Peningkatan dan pembangunan Jalan Raya Pulo Gebang

7. Pembangunan Terminal Terpadu Pulo Gebang

8. Penyelesaian Pembangunan Gelanggang Olahraga Ciracas

9. Peningkatan kawasan flyover Pasar Rebo yang merupakan kawasan pertemuan

moda transportasi penting di Jakarta Timur bagian selatan

10.Pengendalian ketentraman dan ketertiban pada kawasan Kanal banjr Timur yang

telah dimulai dengan melakukan kegiatan pengamanan secara khusus terhadap

kali yang menuju Kanal Banjir Timur dan sekitarnya

11.Pemasangan saringan air dari sungai yang menuju Kanal Banjir Timur

12.Pemagaran jalur hijau pada Jalan kali Baru yang terletak di Jalan raya Bogor

13.Penertiban bangunan di bantaran kali Baru (pedati-Basuki Rahmat) yang

(52)

14.Penurapan Kali Baru di Jalan Raya Bogor untuk menghindari longsor di Jalan

Raya Bogor

15.Pembangunan 5 gedung Puskesmas

16.Pembangunan 5 gedung kantor Kelurahan

17.Pembangunan 1 gedung Kantor Kecamatan lanjutan

18.Rehab gedung sekolahan SD, SMP, SMA, SMK

19.Penertiban inrit-inrit dan bangunan yang ada di atas saluran air yang

dipergunakan untuk kepentingan pribadi.

C. Selayang Pandang BP4 Jakarta Timur 1. Profil

Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Jakarta

Timur adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Urusan Agama Islam

Departemen Agama Islam RI yang berada di tingkat Kota Administratif Jakarta

Timur, satu tingkat di bawah Kantor Departemen Agama Kota Administratif Jakarta

Timur. Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Jakarta

Timur sebagai salah satu ujung tombak Departemen Agama RI memiliki Tugas

Pokok dan Fungsi untuk melaksanakan sebagian tugas Kantor Departemen Agama

Kota Jakarta Timur di bidang Pembinaan Keluarga Sakinah dan membantu

pembangunan pemerintahan umum di bidang agama di tingkat Kota Administratif

(53)

Fungsi yang dijalankan Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian

Perkawinan (BP4) Jakarta Timur meliputi fungsi pelayanan, fungsi pembinaan dan

fungsi penerangan serta penyuluhan.

Di samping itu, Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan

(BP4) Jakarta Timur bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang beriman dan

bertaqwa, memiliki ketahanan keluarga yang sangat tinggi, terbinanya Keluarga

Sakinah yang bermoral atau berakhlakul karimah.

Tugas Pokok Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan

(BP4) Jakarta Timur yakni melaksanakan sebagian tugas Kantor Departemen Agama

Kota Administratif Jakarta Timur, di bidang Pelestarian Perkawinan di wilayah Kota

Administratif Jakarta Timur.

1. Visi BP4 Jakarta Timur :

"Unggul dalam mewujudkan pelayanan di bidang pelestarian keluarga sakinah yang

berkualitas dan partisipatif di wilayah Kota Administratif Jakarta Timur"

2. Misi BP4 Jakarta Timur:

a) Meningkatkan kualitas pelayanan dan bimbingan di bidang pernikahan dan rujuk.

b) Meningkatkan kualitas pelayanan, bimbingan dan pengembangan di bidang

(54)

c) Meningkatkan kualitas dalam mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan dan

pelaksanaan kegiatan sektoral maupun lintas sektoral di Wilayah Kota

Administratif Jakarta Timur.

3. Daftar KUA yang ada di Wilayah Kota Administratif Jakarta Timur

BP4 Kota Jakarta Timur membawahi Kantor-kantor BP4 yang ada di tingkat

Kecamatan yang bersamaan dengan Kantor Urusan Agama Kecamatan, Kantor

Urusan Agama yang ada di Kota Administratif Jakarta Timur yakni:

1. KUA Kec.Matraman Jl.Balai Rakyat Utan Kayu Matraman Telp. 8577053

2. KUA Kec.Jatinegara Jl.I Gusti Ngurah Rai Cip.Muara Telp. 8577966

3. KUA Kec.Pulo Gadung Jl.Balai Pustaka Rawamangun Telp. 4700994

4. KUA Kec.Kramat Jati Jl.Dukuh III No.3 Kramat Jati Telp. 87793173

5. KUA Kec.Pasar Rebo Jl.Makasar No.42 Kel.Pekayon Telp. 8707848

6. KUA Kec.Duren Sawit Jl. P.Revolusi No.47 Pd.Bambu Telp. 8602573

7. KUA Kec.Ciracas Jl.Penganten Ali Gg.AMD Kel.Ciracas Telp. 8413485

8. KUA Kec.Makasar Jl.Kerja Bhakti Gg.Abd.Gani Telp. 8003157

9. KUA Kec.Cipayung Jl.Bina Marga No.3 Telp. 8446808

Gambar

Tabel Jumlah pencari kerja menurut pendidikan:4

Referensi

Dokumen terkait