KASUS PERCERAIAN DI KANTOR URUSAN AGAMA (KUA)
KECAMATAN CIPAYUNG JAKARTA TIMUR
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam
(S.Sos.I)
Oleh:
Nurlia Zulfatun Nisa NIM: 107052001404
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
i Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang digunakan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Mei 2013
ii
Peran Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam Mencegah Kasus Perceraian Di Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Cipayung Jakarta Timur.
Pernikahan merupakan peristiwa ikatan sakral bertujuan untuk mewujudkan sebuah keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah dengan landasan ibadah. Namun tidak selalu perjalanan kehidupan pernikahan itu indah, bisa jadi di dalamnya ada banyak masalah, yang memunculkan keinginan-keinginan untuk bercerai. Oleh karena itu, sebelum mengambil keputusan untuk bercerai agar masyarakat dapat mengikuti kegiatan mediasi. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan dengan dibantu mediator, akan tetapi dalam proses ini mediator tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Di tingkat Kecamatan sebagai lembaga yang berfungsi menangani dan memediasi pasangan suami istri yang mempunyai permasalahan di dalam rumah tangga adalah BP4 yang berkantor di KUA setempat.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merumuskan masalah sebagai berikut: a) Bagaimana peran BP4 dalam mencegah kasus perceraian di KUA Kec. Cipayung, b) Apa faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelaksanaan mediasi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Subjek penelitian ini adalah mediator, yaitu Alvian Syehabudin, S.Hi, Hj. Lisnidar, M.Pd.i, Ida Saidah, M.Pd.i, Ansori, S.Hi dan objek penelitian, yaitu proses mediasi.
Menurut Soerjono Soekanto, dalam buku Sosiologi Suatu Pengantar menjelaskan “peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status)”. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Setiap orang mempunyai macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal itu sekaligus bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya. Begitu pula peran suatu lembaga menentukan apa yang diperbuat bagi masyarakat.
iii
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya yang selalu istiqomah menjalankan ajaran-Nya.
Penyusunan skripsi ini mendapat bantuan dari berbagai pihak baik berupa moril maupun materil, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Dr. H. Arief Subhan, MA, selaku Dekan, Drs. Wahidin Saputra, MA, selaku
Pembantu Dekan I, Drs. H. Mahmud Jalal, MA, selaku Pembantu Dekan II, Drs. Study Rizal LK, MA, selaku Pembantu Dekan III, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si, selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
3. Drs. Sugiharto, MA, selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Islam yang telah banyak membantu kebutuhan akademis untuk mahasiswa, khususnya penulis.
4. Rubiyanah, MA, selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi.
5. Drs. M. Lutfi, MA selaku dosen penasehat akademik yang senantiasa
iv pengetahuannya kepada para mahasiswa.
7. Seluruh staff Tata Usaha dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi serta staff Perpustakaan Utama.
8. Kedua orang tua penulis, H. Wakijo Susilo (alm) dan Sunarti yang telah
memberikan bimbingan, dukungan, doa untuk penulis.
9. Kedua kakak penulis, Desmiarti S.P dan Surya Pradana S.E serta seluruh
keluarga besar penulis yang telah memberikan bantuan dan dukungan.
10. Muis Sunarya, S.Ag selaku Kepala KUA Kec. Cipayung yang telah
mengizinkan untuk melaksanakan penelitian ini dan kepada seluruh staff KUA Kec. Cipayung yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi.
11. Alvian Syehabudin, S.Hi selaku Koordinator Tata Usaha di KUA Kec. Cipayung yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan serta informasi dalam penyelesaian skripsi ini.
12. Abidin selaku pegawai KUA Kec. Cipayung yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis.
13. Kepada teman-teman BPI 2007 dan khusus untuk Isbat, Teri, Yayan, Eno, Mirna, yang sudah banyak membantu. Terima kasih atas semua bantuannya. 14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih
v
karena itu masukan dan saran untuk perbaikan skripsi ini sangat penulis harapkan.
Dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat.
Jakarta, Mei 2013
vi
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan Masalah ... 7
C.Perumusan Masalah ... 7
D.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
E. Tinjauan Pustaka ... 9
F. Metodologi Penelitian ... 10
G.Sistematika Penulisan ... 15
BAB II LANDASAN TEORI A. Peran ... 16
1. Definisi Peran ... 16
2. Macam-Macam Peran ... 17
B. Mediasi ... 19
1. Definisi Mediasi ... 19
2. Definisi Mediator ... 21
vii
BAB III GAMBARAN UMUM KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) BADAN PENASEHATAN PEMBINAAN DAN PELESTARIAN PERKAWINAN (BP4) KECAMATAN CIPAYUNG
A. Profil Kantor Urusan Agama (KUA) ... 29
1. Sejarah Berdirinya KUA ... 29
2. Visi dan Misi KUA... 32
3. Kondisi Geografis KUA... 33
4. Struktur Organisasi KUA ... 34
5. Tugas Pokok dan Fungsi KUA ... 35
6. Jenis Pelayanan KUA ... 35
7. Landasan KUA ... 36
C. Profil Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4)... 39
1. Sejarah Berdirinya BP4 ... 39
2. Visi dan Misi BP4 ... 41
3. Struktur Organisasi BP4 ………. 42
4. Dasar Hukum, Tujuan dan Sasaran BP4 ... 43
BAB IV DATA DAN ANALISA DATA A. Data Informan ... 46
viii
KUA Kec. Cipayung ... 51
2. Faktor Pendukung dalam Pelaksanaan Mediasi ... 67 3. Faktor Penghambat dalam Pelaksanaan Mediasi ... 70
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 72 B. Saran ... 73
ix
1. Laju Pertumbuhan Perceraian (2008-2011) ... 2
x
1. Struktur Organisasi Kantor Urusan Agama (KUA)
Kec. Cipayung ... 34 2. Alur Pelayanan Nikah dan Rujuk KUA
Kec. Cipayung ... 38
3. Struktur Organisasi Badan Penasehatan
xi
1. Surat Izin Penelitian/ Wawancara BP4 KUA Kec. Cipayung.
2. Surat Izin Penelitian/ Wawancara Pengadilan Agama Kelas IA.
3. Surat Keterangan Penelitian dari Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Cipayung.
4. Daftar Berita Acara Konsultasi.
5. Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Timur.
1 A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita yang diharapkan di dalamnya tercipta keluarga sakinah, mawaddah
dan warahmah, untuk mencapai sebuah keluarga yang harmonis, sangat diperlukan adanya saling pengertian, saling memahami kepentingan kedua belah pihak, serta yang utama adalah yang terkait dengan hak dan kewajiban.
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagian dan kekal berdasarkan ke Tuhanan Yang Maha Esa.1
Dalam kehidupan rumah tangga sering kita jumpai pasangan suami istri yang mengeluh dan mengadu kepada orang lain ataupun kepada
keluarganya, karena tidak terpenuhinya hak yang harus diperoleh atau tidak dilaksanakannya kewajiban dari salah satu pihak, atau karena alasan lain,
yang dapat berakibat timbulnya suatu perselisihan diantara keduanya. Berdasarkan data tahun 2010, Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI, dari 2.000.000 orang yang melaksanakan pernikahan setiap tahun di
Indonesia, ada 285.184 perkara yang berakhir dengan percerain per tahun.2
1
Yahya Harahap. Hukum Perkawinan Nasional: Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Peraturan PemerintahNo. 9 Tahun 1975. (Medan: CV. Zahir Trading Co, 1975), hlm. 11.
2
Berikut data jumlah kasus perceraian di Pengadilan Agama Jakarta
[image:16.595.119.512.177.586.2]Timur yang terjadi sejak periode tahun 2008-2012.
Tabel 1
Laju Pertumbuhan Perceraian Tahun 2008-2012.3
No Tahun
Kasus Pertumbuhan (%)
Cerai Talak Cerai Gugat Cerai Talak
Cerai Gugat
1 2008 498 1035 - -
2 2009 665 1279 33,53 23,57
3 2010 661 1448 -0,60 13,21
4 2011 721 1569 9,08 8,36
5 2012 772 1891 7,02 20,52
Data-data yang ada pada tabel 1 di atas, menunjukan laju pertumbuhan perceraian tentang perkara yang diputus dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012, tetapi pada tahun 2010 mengalami penurunan. Dari data
tersebut, untuk kasus cerai talak tahun 2009 mengalami kenaikan dari tahun 2008 sebesar 33,53% lalu mengalami penurunan ditahun 2010 sebesar
-0,60% dan ditahun 2011 laju pertumbuhan mengalami kenaikan hingga 9,08% dan ditahun 2012 mengalami penurunan kembali, yaitu 7,02%. Kemudian di kasus cerai gugat tahun 2009 juga mengalami kenaikan dari
tahun 2008 sebesar 23,57%, lalu ditahun 2011 menurun hingga 8,36%, dan tahun 2012 mengalami peningkatan kembali sampai 20,52%.
Laju pertumbuhan tertinggi untuk kasus cerai talak dicapai tahun 2009 yaitu sebesar 33,53%, sedangkan yang mengalami pertumbuhan terendah yaitu di tahun 2010 sebesar -0,60%. Kemudian untuk kasus cerai gugat
3
tingkat pertumbuhan perceraian selama empat lima terakhir mengalami
kenaikan hingga tahun 2012 dan ditahun tersebut sebesar 20,52%.
Pada data tersebut dapat dilihat bahwa pertumbuhan perceraian
mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 meskipun ditahun 2010 kasus cerai talak sempat mengalami penurunan dan kasus cerai gugat ditahun 2011 juga mengalami
penurunan. Hal ini menunjukan bahwa laju pertumbuhan angka perceraian perlu diperhatikan lebih lanjut, mengingat tiap tahunnya terus mengalami
kenaikan. Dengan tingginya angka perceraian tersebut tidak lepas dari adanya faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perceraian.
Adapun faktor perceraian disebabkan banyak hal, mulai dari selingkuh, ketidakharmonisan, sampai karena persoalan ekonomi. Faktor ekonomi merupakan penyebab terbanyak dan yang unik adalah 70% yang
mengajukan cerai adalah istri dengan alasan suami tidak bisa memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Data diatas memberikan gambaran bahwa, tingkat perceraian secara nasional cukup tinggi.4
Perselisihan suami istri yang memuncak dapat membuat rumah tangga tidak harmonis, sehingga akan mendatangkan kemudaratan. Oleh karena itu,
Islam membuka jalan berupa perceraian. Perceraian merupakan jalan terakhir yang ditempuh suami istri, bila rumah tangga mereka tidak dapat dipertahankan lagi. Persengketaan suami istri tidak serta-merta menjadi
alasan yang memutuskan hubungan perkawinan, tetapi mengandung proses mediasi dan rekonsiliasi, agar rumah tangga mereka dapat dipertahankan.
4
Qur’an mengingatkan agar perceraian sebaiknya dihindari, dan diupayakan
agar tetap dapat dipertahankan, karena dampak perceraian bukan hanya dirasakan oleh pihak suami istri, tetapi juga anak-anak mereka, bahkan secara
lebih luas berdampak juga pada keluarga besar dari kedua belah pihak.5
Al-Qur’an mengharuskan adanya proses peradilan maupun
nonperadilan dalam menyelesaikan sengketa keluarga, baik untuk kasus
syiqaq maupun nusyuz. Syiqaq adalah kasus percekcokan atau perselisihan yang meruncing antara suami istri yang diselesaikan oleh dua orang juru
damai (hakam). Nusyuz adalah tindakan istri yang tidak patuh kepada suaminya atau suami yang tidak menjalankan hak dan kewajibannya terhadap
istri dan rumah tangganya, baik yang bersifat lahir maupun batin. Al-Qur’an menawarkan pola mediasi tersendiri terhadap penyelesaian sengketa keluarga terutama syikak. Pengutusan hakam bermaksud untuk berusaha mencari jalan
keluar terhadap kemelut rumah tangga yang dihadapi oleh suami istri.6
Proses penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga yang dikenal dengan hakam didasarkan pada Al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 35:7
لْهأ ْ م اً كح هلْهأ ْ م اً كح ا ثعْباف ا نْيب اقش ْمتْخ ْ إ
اديري ْ إ ا
اًريبخ اً يلع اك هَللا َ إ ا نْيب هَللا ِف ي اًحاْصإ
“Dan jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscahaya Allah memberi taufiq kepada suami istri, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
5
Syahrizal Abbas. Mediasi: Dalam Perspektif, Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, (Jakarta: Prenada Media Group, 2009), hlm. 181.
6
Sayhrizal Abas. Mediasi: Dalam Perspektif, Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, hlm. 184-185.
7
Ayat ini menganjurkan adanya pihak ketiga atau mediator yang dapat
membantu pihak suami istri dalam mencari jalan penyelesaian sengketa keluarga mereka.
Proses perceraian melibatkan rasa emosional yang tinggi, menimbulkan proses hukum yang rumit, serta metode yang digunakan berhasil untuk menyelesaikan masalah perceraian. Mediasi perceraian
memberikan kesempatan bagi pihak-pihak yang ingin mempertahankan pernikahan untuk membuat keputusan dalam rangka membantu
terselesaikannya masalah yang ada di pernikahan.
Secara etimologi (bahasa), mediasi berasal dari bahasa latin mediare
yang berarti berada di tengah, karena seorang yang melakukan mediasi (mediator) harus berada di tengah orang yang bertikai. Dari segi terminologi (istilah) terdapat banyak pendapat yang memberikan penekanan yang berbeda
tentang mediasi. Meski banyak yang memperdebatkan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan mediasi, namun setidaknya ada beberapa batasan atau definisi yang bisa dijadikan acuan. Salah satu diantaranya adalah
definisi yang diberikan oleh the National Alternative Dispute Resolution Advisory Council yang mendefinisikan mediasi sebagai berikut:8
“Mediation is a process in which the parties to a dispute, with the assistance of a dispute resolution practitioner (the mediator), identify the disputed issues, develop options, consider alternatives and endeavour to reach an agreement. The mediator has no advisory or determinative role in regard to the content of the dispute or the outcome of its resolution, but may advise on or determine the process of mediation whereby resolution is attempted”. (David Spencer, Michael Brogan, 2006:9)
8
Mediasi merupakan sebuah proses dimana pihak-pihak yang bertikai,
dengan bantuan dari seorang praktisi resolusi pertikaian (mediator) mengidentifikasi isu-isu yang dipersengketakan, mengembangkan opsi-opsi,
mempertimbangkan alternatif-alternatif dan upaya untuk mencapai sebuah kesepakatan. Dalam hal ini mediator tidak memiliki peran menentukan dalam kaitannya dengan isi atau materi persengketaan atau hasil dari resolusi
persengketaan tersebut, tetapi ia (mediator) dapat memberi saran atau menentukan sebuah proses mediasi untuk mengupayakan sebuah
resolusi/penyelesaian.9
Salah satu lembaga yang selama ini berfungsi menangani dan
memediasi pasangan suami istri yang mempunyai permasalahan di dalam rumah tangganya adalah BP4. BP4 (Badan Penasehatan Pembinaan dan
Pelestarian Perkawinan) adalah badan yang dibentuk oleh Departemen Agama, untuk mendamaikan atau memediasikan para pihak yang beragama Islam yang ingin bercerai.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun 1975 Pasal 28 Ayat (3) menyebutkan bahwa:10
“Pengadilan Agama dalam berusaha mendamaikan kedua belah
pihak dapat meminta bantuan kepada Badan Penasihat Perkawinan,
Perselisihan dan Perceraian (BP4) agar menasehati kedua suami istri
tersebut untuk hidup makmur lagi dalam rumah tangga”.
9
http://wmc-iainws.com
10
Berdasarkan permasalah tersebut penulis tertarik untuk memilih judul
penelitian, “Peran Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam Mencegah Kasus Perceraian Di Kantor Urusan Agama (KUA)
Kec. Cipayung Jakarta Timur”.
B. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah dan mempertegas ruang lingkup pembahasan,
maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti, yaitu mediasi Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Kantor Urusan
Agama (KUA) Kec. Cipayung Jakarta Timur dari bulan Mei 2012 sampai dengan Desember 2012.
C. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana peran BP4 dalam mencegah kasus perceraian di KUA Kec.
Cipayung?
2. Apa faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelaksanaan mediasi?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan
Tujuan penulis dalam melakukan penelitian ini, yaitu:
1) Untuk mengetahui dan menganalisis peran BP4 dalam mencegah kasus perceraian di KUA Kec. Cipayung.
2) Untuk mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat dalam
2. Manfaat Teoritis
1) Penilitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran ilmiah yang dapat menambah pengetahuan dalam bidang ilmu dan bimbingan
konseling serta pengetahuan tentang bimbingan Islam.
2) Dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya pada kajian yang sama tetapi pada ruang lingkup yang lebih luas dan
mendalam di bidang bimbingan Islam.
3. Manfaat Praktis
1) Bagi lembaga, dapat dijadikan acuan atau pedoman untuk memberikan masukan-masukan terhadap metode yang digunakan.
2) Bagi jurusan, penelitian ini dapat menambah koleksi kajian tentang
peran BP4 dalam mencegah kasus perceraian.
3) Bagi akademik, dapat menambah wawasan, informasi dan
pengetahuan tentang peran BP4 bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi khususnya di Jurusan Bimbingan dan
E. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan tinjauan terhadap beberapa tulisan dengan skripsi di perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menemukan
karya-karya yang berhubungan dengan judul yang penulis angkat, diantaranya adalah skripsi yang ditulis oleh Tubagus Chaerul Laily. Mahasiswa Konsentrasi Peradilan Agama, Program Studi Ahwal Al-Saykhsyiyah,
Fakultas Syariah dan Hukum-UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Dengan judul Evektivitas Mediasi Melalui Badan Penasihat Pembinaan Dan Pelestarian
Perkawinan (BP4) Dalam Menekan Angka Perceraian (Studi Pada BP4 Pusat Tahun 2009). Skripsi tersebut hanya berkisar pada evektivitas mediasi melalui BP4 pusat dalam menekan angka perceraian, apakah sudah terlaksana
dengan efektif atau belum. Dan pemberian bantuan penyelesaian perselisihan yang dilakukan oleh BP4 pusat kepada pasangan bersengketa belum berjalan
efektif. Hal ini di tunjang dari bukti-bukti data, yaitu dari 150 kasus yang diterima oleh BP4 pusat pada tahun 2009, hanya 5 kasus saja yang dapat di
damaikan oleh konsultan BP4.
Sedangkan judul yang saya angkat adalah Peran Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam Mencegah Kasus
Perceraian di Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Cipayung Jakarta Timur. Pembahasan lebih pada bagaimana peran BP4 dalam mencegah kasus perceraian serta faktor pendukung dan penghambat terhadap pelaksanaan
F. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
menggunakan metode deskriptif analitis.
Penelitian deskriptif hanya menggambar dan meringkaskan berbagai kondisi situasi atau bebagai variable. Penelitian deskriptif
berkaitan dengan pengumpulan data untuk memberikan gambaran atau penegasan suatu konsep atau gejala, juga menjawab
pertanyaan-pertanyaan sehubung dengan status subyek penelitian pada saat ini, misalnya sikap atau pendapat terhadap individu organisasi dan sebagainya. Data deskriptif pada umumnya dikumpulkan melalui
metode pengumpulan data, yaitu wawancara atau metode observasi.11
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka
peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.12
a. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang
11
Made I Wirartha. Metode Penelitian Sosial Ekonomi.(Yogyakarta, ANDI: 2006), hlm. 154.
12
diselediki. Penelitian ini melaksanakan pengamatan langsung.13 Peneliti
melakukan pengamatan langsung terhadap pelaksanaan mediasi yang
dilakukan oleh BP4 KUA Kec. Cipayung.
b. Wawancara
Metode yang digunakan untuk memperoleh data dengan cara tanya jawab secara langsung dengan responden, diharapkan dapat
memberikan informasi yang benar dengan tujuan penelitian. Wawancara dilakukan pada BP4 KUA Kec. Cipayung, yaitu konselor
(mediator) serta beberapa klien di BP4. Pertanyaan pokoknya adalah tentang pelaksanaan dan proses mediasi yang diberikan oleh BP4 KUA Kec. Cipayung.
c. Dokumentasi
Penulis mencari sumber-sumber dengan menggunakan dokumen-dokumen, buku-buku, serta mengamati dan mempelajari
bermacam-macam bentuk data dengan cara pengumpulan dokumentasi yang terdapat di BP4 KUA Kec. Cipayung.
3. Subjek dan Obyek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah mediator, yaitu Alvian Syehabudin, S.Hi, Hj. Lisnidar, M.Pd.i, Ida Saidah, M.Pd.i, Ansori, S.Hi dan objek
penelitian ini, yaitu proses mediasi.
13
4. Sumber Data
Sumber data dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Data Primer
Data yang diperoleh dari observasi yang berperan sebagai pengamat dan wawancara langsung dari pihak-pihak yang terkait, berhubungan dengan penelitian ini.
2) Data Sekunder
Data yang diperoleh dari catatan-catatan, dokumen-dokumen, buku,
rekaman, majalah dan sebagainya.
5. Tempat dan Waktu Penelitian
1) Penelitian ini dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Cipayung yang beralamat di Jl. Bina Marga No. 30, Cipayung-Jakarta Timur. Alasan pemilihan lokasi tersebut, didasari oleh
berbagai pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
a. Lokasi penelitian cukup strategis, dekat dengan rumah, hemat biaya dan tenaga untuk penulis. Sehingga penulis mendapatkan
kemudahan dalam memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam penelitian.
b. Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai sebuah institusi publik, dikelola oleh pemerintah yang memiliki Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) untuk membantu
masyarakat yang ingin mengajukan perceraian ke Pengadilan Agama. Oleh karena itu menarik perhatian bagi pembaca dan
2) Waktu penelitian dari bulan Mei 2012 sampai dengan Desember
2012.
6. Teknik Penulisan
Penelitian ini berpedoman dan mengacu kepada buku “Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta”. Diterbitkan oleh CeQDA, April 2007, Cet. Ke-2.
7. Analisa Data
Analisa berdasarkan hasil pengumpulan dan pengolahan data,
selanjutnya di ikuti dengan analisis. Melalui analisis data yang sangat beraneka ragam dan berjumlah banyak didapatkan menjadi keterangan
empiris yang ringkas dan mudah dimengerti. Analisis data diawali dengan pembuatan rencana analisis data, kemudian program analisis dilakukan pada himpunan data yang ada. Hasil analisis dikemukakan dalam bentuk
pernyataan empiris.14
Seperti penjelasan yang dikutip dari buku Metodologi Penelitian Sosial menurut Husnaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar tentang
analisa data, adapun beberapa langkah-langkah dalam analisa data ini, yaitu:
1. Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar”
yang muncul dari catatn-catatan lapangan. Reduksi dilakukan sejak
pengumpulan data dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode,
14
menelusuri tema, membuat gugus, menulis memo, dan lain sebagainya
dengan maksud menyisihkan data/informasi yang tidak relevan, dan mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga akhirnya data yang
terkumpul dapat diverifikasi.
2. Display data, pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam teks naratif. Penyajian juga dapat berbentuk matriks, grafik jaringan dan
bagan. Semuanya dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam bentuk yang padu dan mudah dipahami.
3. Penarikan kesimpulan, merupakan kegiatan diakhir penelitian kualitatif. Penelitian harus sampai pada kesimpulan dan verifikasi, baik dari segi makna maupun kebenaran kesimpulan yang disepakati oleh
subjek tempat penelitian itu dilaksanakan. Makna yang dirumuskan peneliti dari data harus diuji kebenaran, kecocokan dan kekokohannya.15
15
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dimaksudkan untuk memberikan gambaran
secara ringkas tentang susunan isi proposal. Hal ini dimaksudkan agar dapat memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca, di antaranya adalah:
BAB I PENDAHULUAN Meliputi Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Pembatasan Masalah, Tunjuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metodelogi Penelitian, Sistematika Penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI Meliputi Definisi Peran, Macam-Macam Peran, Definisi Mediasi, Definisi Mediator, Tujuan Mediasi,
Manfaat Mediasi, Tahapan Mediasi,
BAB III GAMBARAN UMUM KUA DAN BP4 KECAMATAN CIPAYUNG Meliputi Profil Kantor Urusan Agama (KUA), Profil Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4). BAB IV DATA DAN ANALISA DATA Meliputi Data Informan, Data
Mediator, Analisa Data.
16 A. Peran
1. Definisi Peran
Teori peran klasik mengatakan bahwa ada cara-cara yang dapat dilakukan bagaimana masyarakat diperintah dan bagaimana
perintah-perintah ini mempengaruhi perilaku individu dalam masyarakat. Karena teori peran menganggap bahwa struktur sosial menghambat anggota
masyarakat, yang memberinya hak dan kewajiban. Maka ini akan mendukung secara langsung terhadap bentuk interaksi dan sifat
komunikasi mereka.1
Arti penting sosiologi dari peran ialah bahwa peran memaparkan apa yang diharapkan dari orang. Ketika individu di seluruh masyarakat
menjalankan peran mereka, peran tersebut saling bertaut untuk membentuk sesuatu yang dinamakan masyarakat. Sebagaimana telah dikemukakan oleh Shakespear, peran orang menyediakan mereka “jalan masuk” dan
“jalan keluar” dipentas kehidupan. Singkatnya, peran sangat efektif untuk
mengekang orang mengatakan kepada mereka kapan mereka harus
“masuk” dan kapan mereka harus “keluar”, maupun apa yang harus
dilakukan di antaranya.2
1
Nina W. Syam. Sosiologi Komunikasi.(Bandung: Humaniora, 2009), hlm. 135.
2
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran adalah seperangkat
tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat.3
Pengertian lain peran menurut Soeryono Soekanto, peran dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.4
Dalam teorinya Biddle & Thomas dikutip dari buku Sarlito Wirawan
Sarwono, membagi peristilahan dalam teori peran empat golongan, yaitu istilah-istilah yang menyangkut:5
a. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial.
b. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut. c. Kedudukan orang-orang dalam perilaku. d. Kaitan antara orang dan perilaku.
2. Macam-Macam Peran
a. Macam-macam peran (atas dasar pelaksanaannya): 1) Peran yang diharapkan
Contoh : hakim, diplomatik, protokoler, dan lain-lain. 2) Peran yang disesuaikan
Peran yang disesuaikan mungkin tidak cocok dengan situasi setempat. Peran ini sifatnya lebih luwes.
3
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), hlm. 667.
4
Suryono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), cet ke 1, hlm. 667.
5
b. Macam-macam peran (atas dasar cara memperolehnya):
1) Peran bawaan (ascribed roles)
Peran yang diperoleh secara otomatis tanpa melalui usaha.
Contoh : peran ayah , peran ibu. 2) Peran pilihan (achieved roles)
Peran yang diperoleh atas dasar keputusan sendiri.
Contoh : seseorang yang memutuskan untuk kuliah di UNAIR. 3) Penyebab Terjadinya Stratifikasi Sosial6
Pembahasan perihal aneka macam peranan yang melekat pada
individu-individu dalam masyarakat penting bagi hal-hal sebagai berikut: a) Peranan-peranan tertentu harus dilaksanakan apabila struktur
masyarakat hendak dipertahankan kelangsungannya.
b) Peranan tersebut seyogyanya diletakan pada individu-individu yang oleh masyarakat dianggap mampu melaksanakannya. Mereka harus terlebih dahulu berlatih dan mempunyai hasrat untuk melaksanakannya.
c) Dalam masyarakat kadangkala dijumpai individu-individu yang tidak mampu melaksanakan peranannya sebagaimana diharapkan oleh
masyarakat karena mungkin pelaksanaannya memerlukan pengorbanan arti kepentingan-kepentingan pribadi yang terlalu banyak.
d) Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan peranannya,
belum tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang-peluang yang
6
seimbang. Bahkan seringkali terlihat betapa masyarakat terpaksa
membatasi peluang-peluang tersebut.7
B. Mediasi
1. Definisi Mediasi
Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa latin, mediare
yang berarti berada di tengah. Makna ini menunjukkan pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya
menengahi dan menyelesaikan sengketa antara para pihak. „Berada di
tengah’ juga bermakna mediator harus berada pada posisi netral dan tidak
memihak dalam menyelesaikan sengketa. Ia harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil dan sama, sehingga menimbulkan kepercayaan dari para pihak yang bersengketa.8
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata mediasi diberi arti sebagai proses pengikut sertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasihat. Pengertian mediasi yang diberikan Kamus
Besar Bahasa Indonesia mengandung tiga unsur penting. Pertama, mediasi merupakan proses penyelesaian perselisihan atau sengketa. Kedua,
pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa adalah pihak-pihak yang berasal dari luar pihak yang bersengketa. Ketiga, pihak yang terlibat dalam
7
Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. ( Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 215-216.
8
penyelesain sengketa tersebut bertindak sebagai penasihat dan tidak
memiliki kewenangan apa-apa dalam pengambilan keputusan.9
Di Indonesia, pengertian mediasi secara lebih konkret dapat
ditemukan dalam Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu oleh
mediator (Pasal 1 butir 6). Pengertian mediasi dalam Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2003 tidak jauh berbeda dengan esensi mediasi
yang dikemukakan oleh para ahli resolusi konflik. Namun, pengertian ini menekankan pada suatu aspek penting yang mana mediator proaktif
mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa. 10
Menurut John W. Head dikutip dari buku Gatot Soemartono, mediasi adalah suatu prosedur penengahan di mana seseorang bertindak sebagai
“kendaraan” untuk berkomunikasi antarpara pihak, sehingga pandangan
mereka yang berbeda atas sengketa tersebut dapat dipahami dan mungkin didamaikan, tetapi tanggung jawab utama tercapainya suatu perdamaian
tetap berada di tangan para pihak sendiri. Dalam definisi tersebut, mediator
dianggap sebagai “kendaraan” bagi para pihak untuk berkomunikasi.11
Menurut Garry Goopaster dikutip dari buku Syahrizal Abbas,
memberikan definisi mediasi sebagai proses negoisasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak (imparsial) bekerja sama dengan
9
Syahrizal Abbas. Mediasi: Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), hlm. 2.
10
Syahrizal Abbas. Mediasi: Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, hlm. 8.
11
pihak-pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh
kesepakatan perjanjian yang memuaskan.12
ْ إ ا لْهأ ْ م اً كح هلْهأ ْ م اً كح ا ثعْباف ا نْيب اقش ْمتْخ ْ إ
اديري
اك هَللا َ إ ا نْيب هَللا ِف ي اًحاْصإ
اًريبخ اً يلع
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Q.S. An-Nisa: 35)
2. Definisi Mediator
Mediator adalah pihak ketiga yang membantu penyelesaian sengketa para pihak, yang mana ia tidak melakukan intervensi terhadap
pengambilan keputusan. Mediator menjembatani pertemuan para pihak, melakukan negoisasi, menjaga dan mengontrol proses negoisasi,
menawarkan alternatif solusi dan secara bersama-sama para pihak merumuskan kesepakatan penyelesaian sengketa.13
Pengertian mediator, disebutkan dalam Pasal 1 butir 5, yaitu:
“Mediator adalah pihak yang bersifat netral dan tidak memihak, yang
berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai kemungkinan
penyelesaian sengketa.”14
12
Syahrizal Abbas. Mediasi: Dalam Perspektif, Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, (Jakarta: Prenada Media Group, 2009), hlm. 5.
13
Syahrizal Abbas. Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasionai, hlm. 59.
14
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mediator adalah perantara
(penghubung, penengah) bagi pihak-pihak yang bersengketa.15
Menurut Gifford dikutip dari buku Nurnaningsih Amriani
mengidentifikasi fungsi-fungsi mediator dalam sebuah proses perundingan sebagai berikut:16
1. Memperbaiki komunikasi di antara pihak.
2. Memperbaiki sikap para pihak atau kuasa hukumnya tentang proses perundingan.
3. Menanamkan sikap realistis kepada pihak yang merasa situasi atau kedudukannya tidak menguntungkan.
4. Mengajukan usulan-usulan yang belum diidentifikasi oleh para pihak.
3. Tujuan Mediasi
Tujuan dilakukannya mediasi adalah menyelesaikan sengketa antara para pihak dengan melibatkan pihak ketiga yang netral dan imparsial. Mediasi dapat mengantarkan para pihak pada perwujudan
kesepakatan damai yang permanen dan lestari, mengingat penyelesaian sengketa melalui mediasi menempatkan kedua belah pihak pada posisi
yang sama, tidak ada pihak yang dimenangkan atau pihak yang dikalahkan.17
15
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaska, 2007), edisi ketiga, hlm. 726.
16
Nurnaningsih Amriani. Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 65.
17
Beberapa tujuan mediasi, yaitu:18
1) Utama
a. Membantu mencarikan jalan keluar atau alternatif penyelesaian atas
sengketa yang timbul di antara para pihak yang disepakati dan dapat diterima oleh para pihak yang bersengketa.
b. Dengan demikian proses negosiasi adalah proses yang forward
looking dan bukan backward looking, yang hendak dicapai bukanlah mencari kebenaran dan atau dasar hukum yang diterapkan namun
lebih kepada penyelesaian masalah.“The goal is not truth finding or law imposing, but problem solving”. (Lovenheim, 1996 : 1.4)
2) Tambahan
a. Melalui proses mediasi diharapkan dapat dicapai terjalinnya komunikasi yang lebih baik diantara para pihak yang bersengketa.
b. Menjadikan para pihak yang bersengketa dapat mendengar, memahami alasan/penjelasan/argumentasi yang menjadi dasar/ pertimbangan pihak yang lain.
c. Dengan adanya pertemuan tatap muka, diharapkan dapat mengurangi rasa marah/bermusuhan antara pihak yang satu dengan yang lain.
d. Memahami kekurangan/kelebihan/kekuatan masing-masing, dan hal ini diharapkan dapat mendekatkan cara pandang dari pihak-pihak yang bersengketa, menuju suatu kompromi yang dapat diterima para
pihak.
18
4. Manfaat Mediasi
Penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi sangat dirasakan manfaatnya, karena pihak telah mencapai kesepakatan yang mengakhiri
persengketaan mereka secara adil dan saling menguntungkan. Mediasi dapat memberikan sejumlah keuntungan antara lain:
a. Mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa secara cepat relatif
murah dibandingkan dengan membawa perselisihan tersebut ke pengadilan atau ke lembaga arbitrase.
b. Mediasi akan memfokuskan perhatikan para pihak pada kepentingan mereka secara nyata dan pada kebutuhan emosi atau psikologi mereka,
sehingga mediasi bukan hanya tertuju pada hak-hak hukumnya.
c. Mediasi memberikan kesempatan para pihak untuk berpartisipasi secara langsung dan secara informal dalam menyelesaikan perselisihan
mereka.
d. Mediasi memberikan para pihak kemampuan untuk melakukan kontrol terhadap proses dan hasilnya.
e. Mediasi dapat mengubah hasil yang dalam litigasi dan arbitrase sulit diprediksi, dengan suatu kepastian melalui suatu konsensus.
f. Mediasi memberikan hasil yang tahan uji dan akan mampu menciptakan saling pengertian yang lebih baik di antara pihak yang bersengketa karena mereka sendiri yang memutuskan.
dijatuhkan oleh hakim di pengadilan atau arbiter pada lembaga
arbitrase.19
5. Tahapan Mediasi
Ada beberapa tahapan mediasi secara umum, yaitu: a. Tahapan Pendahuluan ( preliminary)
1) Di butuhkan suatu proses “pemahaman” yang cukup sebelum suatu
proses mediasi dimulai, misalnya: apa yang menjadi sengketa? 2) Konsultasi dengan para pihak tentang tempat dan waktu mediasi,
identik pihak yang hadir, aturan tempat duduk, dan sebagainya. b. Sambutan Mediator
1) Menerangkan urutan kejadian.
2) Meyakinkan para pihak yang masih ragu. 3) Menerangkan peran mediator dan para pihak.
4) Menegaskan bahwa para pihak yang bersengketalah yang
“berwenang” untuk mengambil keputusan.
5) Menyusun aturan dasar dalam menjalankan tahapan.
6) Memberi kesempatan mediator untuk membangun kepercayaan dan menunjukkan kendali atas proses.
7) Mengonfirmasi komitmen para pihak terhadap proses. c. Presentasi Para Pihak
1) Setiap pihak diberi kesempatan untuk menjelaskan permasalahnnya
kepada mediator secara bergantian.
19
2) Tujuan dari persentase ini adalah untuk memberikan kesempatan
kepada para pihak untuk mendengar sejak dini, dan juga memberi kesempatan setiap pihak mendengarkan permasalahan dari pihak
lainnya secara langsung. 3) Who first? Who decides?
d. Identifikasi Hal-Hal yang Sudah Disepakati
Salah satu peran yang penting bagi mediator adalah mengidentifikasi masalah yang telah disepakati antara para pihak
sebagai landasan untuk melanjutkan proses negoisasi. e. Mengidentifikasi dan Mengurutkan Permasalahan
Mediator perlu membuat suatu “struktur” dalam pertemuan mediasi yang meliputi masalah-masalah yang sedang diperselisihkan dan sedang berkembang. Dikonsultasikan dengan para pihak, sehingga
tersusun “daftar permasalahan” menjadi suatu agenda.
f. Negosiasi dan Pembuatan keputusan
1) Tahap negoisasi yang biasanya merupakan waktu alokasi terbesar.
2) Dalam model klasik (Directing the traffic), mediator berperan untuk menjaga urutan, struktur, mencatat kesepahaman, reframe dan
meringkas, dan sekali-kali mengintervensikan membantu proses komunikasi.
3) Pada model yang lain (Driving the bus), mediator mengatur arah
g. Pertemuan Terpisah
1) Untuk menggali permasalahan yang belum terungkap dan dianggap penting guna tercapainya kesepakatan.
2) Untuk memberikan suasana dinamis pada proses negoisasi bilamana ditemui jalan buntu.
3) Menjalankan tes realitas terhadap para pihak.
4) Untuk menghindarkan kecenderungan mempertahankan pendapat para pihak pada join sessions.
5) Untuk mengingatkan kembali atas hal-hal yang telah dicapai dalam proses ini dan mempertimbangkan akibat bila tidak tercapai
kesepakatan.
h. Pembuatan Keputusan Akhir
1) Para pihak dikumpulkan kembali guna mengadakan negoisasi akhir,
dan menyelesaikan beberapa hal dengan lebih rinci.
2) Mediator berperan untuk memastikan bahwa seluruh permasalahan telah dibahas, di mana para pihak merasa puas dengan hasil akhir.
i. Mencatat Keputusan
1) Pada kebanyakan mediasi, perjanjian akan dituangkan ke dalam
tulisan, dan ini bahkan menjadi suatu persyaratan dalam kontrak mediasi.
2) Pada kebanyakan kasus, cukup pokok-pokok kesepakatan yang
3) Pada kasus lainnya yang tidak terlalu kompleks, perjanjian final
dapat langsung. j. Kata Penutup
1) Mediator biasanya memberikan ucapan penutup sebelum mengakhiri mediasi.
2) Ini dilakukan untuk memberikan penjelasan kepada para pihak atas
apa yang telah mereka capai, meyakinkan mereka bahwa hasil tersebut merupakan keputusan mereka sendiri, serta mengingatkan
tentang hal apa yang perlu dilakukan di masa mendatang. 3) Mengakhiri mediasi secara “formal”.20
20
29
GAMBARAN UMUM KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DAN
BADAN PENASEHATAN PEMBINAAN DAN PELESTARIAN
PERKAWINAN (BP4)
A.Profil Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Cipayung 1. Sejarah Berdirinya KUA
Jauh sebelum bangsa Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia sudah mempunyai
lembaga kepenghuluan yaitu semenjak berdirinya Kesultanan Mataram. Pada saat itu Kesultanan Mataram telah mengangkat seseorang yang diberi tugas dan wewenang khusus di bidang kepenghuluan. Pada masa
Pemerintahan Kolonial Belanda, Lembaga Kepenghuluan sebagai lembaga swasta yang diatur dalam suatu Ordonansi, yaitu Huwelijk Ordonantie S.
1929 No. 348 jo S. 1931 No. 467, Vorstenlandsche Huwelijk Ordonantie S. 1933 No. 98 dan Huwelijs Ordonantie Buetengewesten S 1932 No. 482. Untuk Daerah Vorstenlanden dan seberang diatur dengan Ordonansi
tersendiri. Lembaga tersebut dibawah pengawasan Bupati dan penghasilan karyawannya diperoleh dari hasil biaya nikah, talak dan rujuk yang
dihimpun dalam kas masjid.1
1
Kemudian pada masa Pemerintah Pendudukan Jepang, tepatnya
pada tahun 1943 Pemerintah Pendudukan Jepang di Indonesia mendirikan Kantor Shumubu (KUA) di Jakarta. Pada waktu itu yang ditunjuk sebagai
Kepala Shumubu untuk wilayah Jawa dan Madura adalah KH. Hasyim
Asy’ari pendiri Pondok Pesantren Tebuireng Jombang dan pendiri
Jam’iyyah Nahdlatul Ulama. Sedangkan untuk pelaksanaan tugasnya, KH.
Hasyim Asy’ari menyerahkan kepada putranya K. Wahid Hasyim sampai
akhir pendudukan Jepang pada bulan Agustus 1945. Sesudah merdeka,
Menteri Agama H. M. Rasjidi mengeluarkan Maklumat No. 2, tanggal 23 April 1946 yang isi maklumat tersebut mendukung semua lembaga
keagamaan dan ditempatkan ke dalam Kementrian Agama.3
Dalam rangka itu, Kementerian Agama sebagai bagian dari pemerintahan secara keseluruhan telah mereposisi dan merefungsionalisasi
kebijakannya melalui perubahan fungsi penguasaan ke arah pelayanan dan kemitraan, fungsi pengaturan kearah bimbingan dan fasilitator, fungsi pembinaan kearah pembekalan dan pemberdayaan, serta fungsi pemusatan
(sentralisasi) kearah penyebaran tanggungjawab.4
Bahwa Kantor Urusan Agama merupakan satuan unit terkecil dari
birokrasi Kementerian Agama RI yang berada di tingkat di bawah Kantor Kementerian Agama Kotamadya/Kabupaten. Berdasarkan Keputusan
Menteri Agama RI (KMA) Nomor 517 Tahun 2001, KUA merupakan ujung tombak Departemen Agama memiliki tugas untuk melaksanakan
3
Diakses Pada Hari Kamis 23 Februari 2012. Sekilas Sejarah Berdirinya Kantor Urusan Agama. http://kuakecamatankumai.blogspot.com/2012/02/sekilas-sejarah-berdirinya-kantor.html
4
sebagian tugas Kantor Kementerian Agama Kotamadya/Kabupaten di
bidang urusan Agama Islam, dan membantu pembangunan pemerintah di bidang keagamaan di wilayah Kecamatan. Untuk mendukung pelaksanaan
tugas pokok tersebut KUA memiliki beberapa fungsi yaitu, fungsi administrasi, fungsi pelayanan, fungsi pembinaan dan fungsi penerangan serta penyuluhan.5
Dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya, maka rumusan visi, misi, program, sasaran dan kebijakan harus dirancang guna
menentukan acuan dan arah pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut agar mencapai efektivitas, efisiensi dan tingkat produktifitas yang optimal,
disamping itu juga agar memiliki sistem pengukuran dan pertanggung jawaban yang valid, akurat dan reliabel. Dan semua itu akan bermuara pada peningkatan yang berkelanjutan sebagai abdi masyarakat dari suatu
lembaga yang bernama Kantor Urusan Agama (KUA).6
Kantor Urusan Agama Kec. Cipayung mulai definitif seiring definitifnya wilayah Kecamatan Cipayung sekitar akhir tahun 1992. Hal
ini sebagai konsekuensi pemekaran Kecamatan Pasar Rebo menjadi tiga kecamatan terpisah menjadi Kecamatan Pasar Rebo, Kecamatan Ciracas
dan Kecamatan Cipayung. KUA Kec. Cipayung pertama kali berkantor di Kelurahan Setu dan mulai berkantor di Jl. Binamarga No. 3 sejak tahun 1994. Adapun nama-nama yang pernah menjabat sebagai Kepala KUA
Kec. Cipayung adalah:7
5
Laporan Tahunan Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Cipayung Tahun 2011, hlm. 4.
6
Laporan Tahunan Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Cipayung Tahun 2011, hlm. 4.
7
1. H. Kasdjuri Gani Tahun 1992 s.d 1993
2. H.M. Hamzah, S.Ag Tahun 1993 s.d 1995 3. Drs. H. Faizin Tahun 1995 s.d 1998 4. Drs. H. Marzuki Tahun 1998 s.d 2000
5. H. Lukman Haki, S.H Tahun 2000 s.d 2002
6. Drs. Ansori Tahun 2002 s.d 2005
7. Drs. H. Abdullah, M.M Tahun 2005 s.d 2006 8. H. Nuryadin, S. Ag Tahun 2006 s.d 2009
9. Drs. M. Zen Tahun 2009 s.d 2010
10. H. Ahmad Haikal, M.A Tahun 2010 s.d 2012 11. Muis Sunarya, S. Ag Tahun 2012 s.d Sekarang
2. Visi dan Misi KUA
Beberapa visi dan misi KUA Kec. Cipayung, yaitu:8
1) Visi:
Terwujudnya pelayanan dan bimbingan berkualitas di bidang urusan
agama Islam pada Kecamatan Cipayung. 2) Misi:
a. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan ketatausahaan.
b. Meningkatkan kualitas pelayanan dan bimbingan nikah dan rujuk.
8
c. Meningkatkan pelayanan dan pembinaan zakat dan wakaf.
Meningkatkan pelayanan dan pembinaan masjid.
d. Meningkatkan pelayanan dan bimbingan pengembangan keluarga
sakinah.
e. Meningkatkan pelayanan dan pembinaan ibadah sosial.
3. Kondisi Geografis KUA
Wilayah Kecamatan Cipayung yang terletak di sebelah timur
Provinsi DKI Jakarta adalah salah satu dari sepuluh kecamatan yang berada di wilayah Kotamadya Jakarta Timur yang dibentuk berdasarkan
Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor: 16.0/I/I/1966 tanggal 12 Agustus 1966, tentang pembentukan kota administratif Kecamatan dan Kelurahan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta (Lembaran Daerah Nomor 5
Tahun 1966). Wilayah Kecamatan Cipayung berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1227 tahun 1989, memilki luas 2.735,39 Ha. Dibagi ke dalam delapan kelurahan meliputi 49 RW, 454 RT.
Batas-batas wilayah Kec. Cipayung adalah:9
Sebelah Utara : Jl. Pintu I bagian Barat TMII, Jl. Pintu II Bagia Timur
TMII dan Jl. Raya Pondok Gede Bekasi. Sebelah Timur : Kali Sunter (Pilar batas nomor 125 s.d 148).
Sebelah Selatan : Patok Batas DKI Jakarta Dan Jawa Barat (No. 148
s.d165).
Sebelah Barat : Jalan Tol Jagorawi.
9
4. Struktur Organisasi Kantor Urusan Agama (KUA)
5. Tugas Pokok dan Fungsi KUA Kec. Cipayung
Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Cipayung Jakarta Timur sesuai dengan Keputusan Menteri Agama RI
(KMA) Nomor 18 Tahun 1975 jo. KMA Nomor 517 Tahun 2001, adalah:8
“Membantu sebagian tugas umum Kantor Departemen Agama
Kotamadya Jakarta Timur dalam bidang urusan agama Islam, dan
membantu pelaksanaan pembangunan dibidang agama di wilayah
Kecamatan Cipayung Jakarta Timur”.
6. Jenis Pelayanan KUA Kec. Cipayung Beberapa Jenis Pelayanan KUA, yaitu: a. Pelayanan bidang nikah atau rujuk.
b. Pelayanan dan bimbingan penasihatan pranikah.
c. Pelayanan dan pembinaan Keluarga Sakinah dan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga.
d. Pelayanan konsultasi krisis keluarga.
e. Pelayanan, bimbingan dan pembinaan jaminan produk halal. f. Pelayanan dan pembinaan pengembangan kemitraan ormas Islam
dan lembaga keagamaan.
g. Pelayanan dan bimbingan penentuan arah kiblat (Masjid, TPU, Hotel dan Kantor).
h. Pelayanan dan bimbingan jadwal shalat, jadwal imsakiyah dan sertifikat arah kiblat.
8
i. Pelayanan data tempat ibadah dan lembaga keagamaan.
j. Pelayanan pembuatan Akta Ikrar Wakaf (AIW) dan Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (APAIW).
k. Palayanan dan bimbingan Manajemen Kemasjidan. l. Pelayanan dan bimbingan Zakat, Infaq dan Shadaqah. m. Pelayanan dan pembinaan penyuluh agama.
n. Pelayanan dan bimbingan manasik haji dan umrah.
o. Pelayanan dan pembinaan kerukunan umat beragama tentang KUA.9
7. Landasan KUA Kec. Cipayung
Program kerja Kantor Urusan Agama Kecamatan Cipayung Jakarta Timur disusun atas dasar :
a. Undang-Undang No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
b. Undang-Undang No. 2 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2005.
c. Instruksi Presiden RI No. 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kerja Instansi Pemerintah.
d. Keputusan Menteri Agama RI No. 489 Tahun 2001 tentang Juklak Akuntabilitas Satuan Organisasi di lingkungna Departemen Agama.
9
e. Keputusan Menteri Agama RI No. 1 Tahun 2001 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama.
f. Keputusan Menteri Agama RI No. 421 Tahun 2001 tentang Kode Etik PNS Departemen Agama.
g. Instruksi Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Propinsi DKI
Jakarta No. WJ/I/HK.005/011/2002 tentang pelaksanaan Hasil Raker Tahun 2002.10
10
B.Profil Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) 1. Sejarah Berdirinya BP4
Departemen Agama yang kemudian dirubah menjadi Kementerian
Agama dibentuk di Indonesia oleh pemerintah Indonesia menjelang usia 5 bulan kemerdekaan Republik Indonesia, tepatnya tanggal 3 januari 1946. Tugas pokok Kementerian Agama sebagaimana dijelaskan oleh Menteri
Agama yang pertama Bapak H.M. Rasyidi sebagai berikut: Pemerintah Republik Indonesia mengadakan Kementerian Agama tersendiri ialah untuk
memenuhi kewajiban pemerintah terhadap pelaksanaan UUD 1945 pasal 29 yang berbunyi:11
“Negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk
agama masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu”.
Sebagai upaya untuk melihat kualitas keluarga, pada tahun 1950-1954 telah diadakan penelitian yang hasilnya menyatakan bahwa dari pernikahan yang telah dilaksanakan pada tahun tersebut hampir 60% di
antaranya cerai. Melihat kenyataan seperti ini, beberapa pejabat di lingkungan Kementerian Agama dan para tokoh masyarakat merasa perlu
didirikan suatu lembaga penasehatan perkawinan yang dapat memberikan penasehatan untuk memberikan jalan keluar terhadap kasus-kasus yang terjadi di dalam keluarga. Dari maksud tersebut berdirilah lembaga
penasehatan perkawinan di beberapa kota besar, yaitu: di pulau Jawa,
11
seperti di Jakarta, di Bandung, dan di Yogyakarta yang kemudian
dipersatukan menjadi Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4). Pada kesempatan konperensi Dinas Departemen Agama
ke VII tanggal 25 s.d 30 januari 1961 di Cipayung diumumkan bahwa BP4 yang bersifat nasional telah berdiri pada tanggal 3 januari 1960 dan sejak saat itulah berlaku Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang
baru. Tujuan didirikannya BP4 adalah untuk mempertinggi kualitas perkawinan, mencegah perceraian sewenang-wenang dan mewujudkan
rumah tangga yang bahagia sejahtera menurut tuntunan agama Islam.12 Berdasarkan keputusan Menteri Agama RI Nomor 85 tahun 1961
ditetepakanlah bahwa BP4 sebagai satu-satunya badan yang bergerak dalam bidang penasihatan perkawinan, talak dan rujuk dan upaya untuk mengurangi angka perceraian yang terjadi di Indonesia. Keputusan Menteri
Agama tersebut kemudian diperkuat dengan keputusan Menteri Agama No. 30 tahun 1977 tentang penegasan pengakuan BP4 pusat, dan dengan KMA tersebut kepanjangan BP4 dirubah menjadi Badan Penasehatan Pembinaan
dan Pelestarian Perkawinan sampai dengan sekarang.13
BP4 selaku lembaga mitra kerja Kementerian Agama dengan
bertujuan mempertinggi mutu perkawinan dalam mewujudkan rumah tangga yang bahagia dan sejahtera, yaitu keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah dengan mengembangkan Program Gerakan Keluarga Sakinah.
Bahwa untuk mempertinggi mutu perkawinan dan mewujudkan keluarga
12
Sururudin, Peranan BP4 dalam Menurunkan Angka Perceraian. http://sururudin.wordpress.com/2010/09/19/peranan-bp4-dalam-menurunkan-angka-perceraian/. Diakses pada tanggal 19 September 2010.
13
sakinah diperlukan adanya bimbingan yang terus-menerus dari konselor dan
Penasihat Perkawinan secara profesional. Untuk menghadapi tuntutan perubahan masyarakat dan meningkatnya arus informasi yang menimbulkan
berbagai dampak terhadap kehidupan keluarga, peran BP4 perlu ditingkatkan dengan menyusun langkah program konkrit untuk mencapai tujuan diatas.14
2. Visi dan Misi BP4
Beberapa visi dan misi BP4, yaitu:15
1) Visi BP4 adalah terwujudnya keluarga sakinah, mawaddah, warahmah.
2) Misi BP4 adalah:
a. Meningkatkan kualitas konsultasi perkawinan, mediasi, dan advokasi.
b. Meningkatkan pelayanan terhadap keluarga bermasalah melalui kegiatan konseling, mediasi, dan advokasi.
c. Menguatkan kapasitas kelembagaan dan SDM BP4 dalam
rangka mengoptimalkan program dan pencapaian tujuan.
14
Hasil Munas BP4 Ke XIV/2009. Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), 2009. hlm. 14.
15
3. Struktur Organisasi BP4
Gambar 3
Ketua BP4 Muis Sunarya, S.Ag 19680405 199803 1 004
Bendahara Sri Mulyati, S. Pd.i
150 220 407
Wakil Bendahara Jamilah, A. Md
150 330 737
Sekretaris
Alvian Syehabudin, S.Hi 19750118 200501 1 003
Wakil Sekretaris Bahtari, S.E 197912 10201101 1 008
Bidang
Pendidikan & Pelatihan Amid Nuryadin, S. Pd.i 19671231 200604 1 272
Bidang Konsultan & Hukum
Sirajjudin, SH 197203061 199403 1 001
Bidang Advokasi & Mediasi Helmi Nurfianti, S.Hi 19830808 200901 2 016
Bidang
Komunikasi & Informasi Marfuqoh. S, S.Ag
150 396 336
Bidang
Pendidikan & Kesejahteraan Linda Lestari, S.Ag
150 415 550
Konselor (Mediator) Alvian Syehabudin, S.Hi
19750118 200501 1 003 Hj. Lisnidar, M. Pd.i
150 211 287
Dra. Hj. Ida saidah, M. Pd.i 150 275 163
4. Dasar Hukum, Tujuan dan Sasaran BP4 a. Dasar Hukum
1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
2) Undang-Undang No. 7 Tahun tentang Peradilan Agama.
3) PP No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan UUP No. 1 tahun 1974. 4) Instruksi Presiden No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum
Islam Indonesia.
5) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BP4.
6) Keputusan Menteri Agama RI Nomor 85 Tahun 1961 Jo. Nomor: 30 tahun 1977 tentang penegasan pengakuan Badan Penasehatan
Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4).16 b. Tujuan
1) Tujuan Umum
Rencana Kerja BP4 Kecamatan Cipayung untuk
mempertinggi mutu perkawinan dan mewujudkan rumah tangga yang bahagia sejahtera serta kekal menurut agama islam.17
2) Tujuan Khusus
a) Secara khusus BP4 Kecamatan Cipayung bertujuan.
b) Memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat.
c) Memberikan penerangan kepada masyarakat tentang upaya-upaya untuk membentuk keluarga sakinah.
16
Laporan Tahunan Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Kecamatan Cipayung, 2010. hlm. 1.
17
d) Meningkatkan mutu penasihatan kepada calon penganten yang akan memasuki jenjang rumah tangga.
e) Memberikan penerangan dan nasehat mengenai nikah dan rujuk kepada yang akan melakukannya baik perorangan maupun kelompok.
f) Memberikan bantuan dalam mengatasi masalah perkawinan keluarga.
g) Memberikan bimbingan dan penyuluhan Undang-Undang Perkawinan serta hukum munakahat.18
c. Sasaran 1) Umum
a) Terwujudnya rumah tangga bahagia bagi setiap pasangan suami istri.
b) Hubungan dan kerjasama yang baik dengan instansi terkait. 2) Penasehatan Preventif
Yaitu penasehatan yang dilakukan baik berupa penyuluhan,
kursus-kursus dan bimbingan seperti :
a) Penyuluhan mengenai perkawinan kepada remaja usia nikah.
b) Memberikan penerangan lewat kursus bagi para calon penganten.
c) Memberikan bimbingan dalam upaya membentuk keluarga
sakinah.
18
3) Penasehatan Perselisihan Perkawinan
Yaitu penasehatan dan pengarahan yang diberikan kepada para pihak dari keluarga yang tengah menghadapi konflik
keluarga.19
19
46
DATA DAN ANALISA DATA
A. Data Informan
Berdasarkan dari hasil lapangan yang telah penulis temukan terdapat empat narasumber (mediator) dan tiga klien yang telah mengikuti pelaksanaan
mediasi. Konsultasi dimulai dari adanya pendaftaran tentang data-data pribadi klien terdiri dari nama, alamat, dan kemudian nomor yang bisa dihubungi. Adapun persoalan-persoalan yang sedang dialami oleh klien untuk dibawa
dikonsultasikan, tidak dituliskan di dalam buku pendaftaran karena itu hal yang sensitif atau bersifat pribadi dan data-data yang sudah terdaftar kemudian
dirangkum di dalam proses konsultasi.
[image:60.612.121.531.260.642.2]Berikut data informan yang penulis wawancarai dalam penelitian:
Tabel 2 Tabel Data Informan
No Nama Jabatan Pendidikan
1 Klien A Narasumber (Klien) S1
2 Klien B Narasumber (Klien) S1
1. Klien A
Lahir di Jakarta pada tanggal 11 November 1982 yang beralamat di
Jl. Kelapa Dua Wetan III No. 37A. Kel. Kelapa Dua Wetan, Kec. Ciracas, kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta. Memiliki latar belakang
pendidikan di STIE Adhy Niaga. Fakultas Ekonomi, Jurusan Manajemen tahun 2007, Jakarta dengan gelar Sarjana. Saat ini bekerja di Kantor
Urusan Agama (KUA) Kec. Cipayung sebagai Pelaksana dan merupakan salah satu klien yang telah mengikuti kegiatan mediasi di BP4 KUA Kec. Cipayung.1
2. Klien B
Merupakan salah satu dari klien di BP4 KUA Kec. Cipayung yang pernah melaksanakan kegiatan mediasi. Klien ini penulis beri inisial nama
klien B, yang saat ini berusia 56 tahun dan memiliki latar belakang pendidikan dengan gelar Sarjana.2
3. Klien C
Merupakan salah satu dari klien di BP4 KUA Kec. Cipayung yang
pernah melaksanakan kegiatan mediasi. Klien ini diberi inisial nama klien C, yang saat ini berusia 48 tahun dan memiliki latar belakang pendidikan
dengan gelar Sekolah Menengah Atas (SMA).3
1
Database Kepegawaian Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Cipayung, Jakarta Timur.
2
Rekapitulasi Pendaftaran Konsultasi BP4 KUA Kec. Cipayung, Jakarta Timur.
3
Tiga klien ini, penulis memberikan nama dengan inisial klien A,
klien B, klien C. Karena agar terjaganya kerahasiaan data diri mereka, atas permintaan klien yang tidak ingin di publikasikan. Namun, satu orang klien, yaitu dengan inisial nama klien A, penulis menjabarkan tentang data
diri klien tersebut dan telah diberikan izin bahwa data dirinya
diperbolehkan untuk dituliskan di penelitian ini.
B. Data Mediator
Mediator merupakan pihak yang netral untuk membantu klien yang sedang melaksanakan kegiatan mediasi agar mendapatkan berbagai
kemungkinan penyelesaian permasalahan-permasalahan tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian selama proses mediasi
[image:62.595.114.516.198.726.2]berlangsung kepada klien. BP4 KUA Kec. Cipayung memiliki beberapa mediator yang telah penulis wawancarai, yaitu:
Tabel 3 Tabel Data Mediator
No Nama Jabatan Pendidikan
1 Alvian Syehabudin, S.Hi
Narasumber (Mediator) S1
2 Hj. Lisnidar, M.Pd.i Narasumber (Mediator) S2
3 Dra. Hj. Ida Saidah, M.Pd.i
Narasumber (Mediator) S2
1. Alvian syehabudin S. Hi
Lahir di Bogor pada tanggal 18 Januari 1975 dan beralamat di Jl. Raya Puncak Cibogo I No. 25. Kel. Cipayung, Kec. Megamendung, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Memiliki latar belakang pendidikan di IAI
Al-Ghuraba. Fakultas Syariah, Jurusan Akhwal Syaksyiah tahun 2007 Jakarta, dengan gelar Sarjana. Saat ini beliau bekerja di Kantor Urusan Agama
(KUA) Kec. Cipayung sebagai koordinator tata usaha serta ditugaskan menjadi konselor di BP4 untuk menjadi mediator.4
2. Hj. Lisnidar M. Pd.i
Lahir di Padang Panjang pada tanggal 5 Desember 1954 dan beralamat di Jl. Cemara V No. 40, RT 002/ RW 010. Kel. Bakti Jaya, Kec.
Sukmajaya, kota Depok Provinsi Jawa Barat. Saat ini bekerja di Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Cipayung sebagai Pengawas Pengawas
sekolah Madya pada seksi Mapenda kantor Kementerian Agama, kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta. Serta ditugaskan menjadi konselor di BP4 untuk menjadi mediator dan memiliki latar belakang pendidikan di
IAIA. Fakultas Tarbiyah, Jurusan PAI tahun 2002, Jakarta dengan gelar Pasca Sarjana.5
4
Database Kepegawaian Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Cipayung, Jakarta Timur.
5
3. Dra. Hj. Ida Saidah M. Pd.i
Lahir di Jakarta pada tanggal 2 April 1965 dan beralamat di Jl. Jati Barang 7/I, RT 011/ RW 004. Kel. Jati, Kec. Pulo Gadung kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta. Saat ini bekerja di Kantor Urusan Agama
(KUA) Kec. Cipayung sebagai Pengawas serta ditugaskan menjadi konselor di BP4 untuk menjadi mediator. Beliau memiliki latar belakang
pendidikan di IMNI. Jurusan MM tahun 2008, Jakarta dengan gelar Pasca Sarjana.6
4. Ansori S. Hi
Lahir di Jakarta pada tanggal 15 Februari 1981 dan beralamat di Jl. Jatinegara Barat. Gg. Anwar II. Kel. Kampung Melayu. Kec. Jatinegara
kota Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta. Saat ini bekerja sebagai Calon Pegawai Pencatatan Nikah (CPPN) KUA Kec. Cipayung, kota Jakarta
Timur, Provinsi DKI Jakarta dan mendapatkan tugaskan tambahan menjadi konselor di BP4 untuk menjadi med