KELURAHAN CEMPAKA PUTIH
TAHUN 2012
SKRIPSI
OLEH:
ERNIATI
NIM: 108101000019
PEMINATAN GIZI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
Skripsi, 22 Mei 2013
ERNIATI, NIM : 108101000019
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Lanjut Usia di Pos Pembinaan Terpadu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
xiv + 89 halaman, 19 tabel, 9 Grafik, 5 lampiran
ABSTRAK
Meningkatnya populasi lansia dan juga terjadinya perubahan gaya hidup akibat pengaruh globalisasi mengakibatkan timbulnya transisi epidemiologi dimana terjadi pergeseran pola penyakit menular yang diganti oleh penyakit degeneratif. Salah satu penyakit degeneratif yang menjadi masalah penting pada lansia adalah diabetes melitus (DM) di mana jenis DM pada lansia umumnya adalah DM tipe 2.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan DM tipe 2 pada lansia di posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012. Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan desain cross sectional. Pengambilan data dilakukan melalui pengukuran gula darah dengan glucosemeter, wawancara dengan kuesioner dan FFQ semikuantitatif serta pengukuran lingkar pinggang dengan pita meteran.
Responden penelitian ini adalah lansia yang berusia ≥60 tahun yang dipilih melalui metode
simple random sampling. Analisis data dalam penelitian ini terdiri dari analisis data univariat, bivariat dengan menggunakan uji chi-square dan uji t independen serta analisis data multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi DM tipe 2 pada lansia sebesar 21.5%. Berdasarkan hasil uji bivariat dengan tingkat kemaknaan 10% dapat diketahui bahwa faktor yang berhubungan dengan DM tipe 2 adalah konsumsi serat, konsumsi magnesium, beban glikemik, aktivitas fisik, dan riwayat keluarga DM. Sedangkan faktor yang tidak berhubungan terhadap DM tipe 2 adalah konsumsi lemak, merokok, dan lingkar pinggang. Dan berdasarkan hasil uji multivariat diperoleh bahwa faktor risiko yang paling dominan terhadap DM tipe 2 adalah riwayat keluarga DM.
Oleh karena itu, disarankan untuk melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan berupa peningkatan motivasi dan kesadaran masyarakat tentang gaya hidup sehat dan pola makan yang baik terutama mereka yang sudah memiliki riwayat keluarga DM melalui penyuluhan ke sekolah – sekolah dengan materi penyuluhan yang spesifik untuk penyakit DM, pengadaan kegiatan jalan kaki sore atau senam lansia yang dipandu salah satu lansia, pemberian informasi tentang manfaat dan sumber serat yang baik, serta pembentukan lebih banyak posbindu agar bisa menjangkau semua lansia yang ada dalam kelurahan tersebut.
Undergraduate Thesis, May 22nd,2013 ERNIATI, NIM: 108101000019
The Factors That Associated with Type 2 Diabetes Mellitus in Elderly at Posbindu Cempaka Putih Village 2012
xiv + 89 pages, 19 tables, 9 graphs, 5 attachments
ABSTRACT
Increased of elderly population and also a change in lifestyle due to the influence of globalization resulted in epidemiological transition in which a shift in the pattern of infectious diseases replaced by degenerative diseases. One of degenerative diseases which is an important problem in elderly is diabetes mellitus (DM) especially type 2 diabetes mellitus.
This study aims to determine the factors that associated with type 2 diabetes in elderly at Posbindu Cempaka Putih Village in 2012. This study is an analytic epidemiologic study with cross-sectional design. Data is collected by measuring blood sugar with glucosemeter, interviews with questionnaires and semiquantitative FFQ and the measurement of waist circumference with measuring tape. Respondents of this study were elderly aged ≥ 60 years that were selected through simple random sampling method. Analysis of the data in this study consists of univariate analysis, bivariate analysis using the chi-square test and independent t-test and multivariate analysis using multiple logistic regression.
The results showed that the prevalence of type 2 diabetes in the elderly was 21.5%. Based on the results of the bivariate test with a significance level of 10% can be known that the factors that are associated with type 2 diabetes is the consumption of fiber, magnesium intake, glycemic load, physical activity, and family history of diabetes. While the factors that are not related to type 2 diabetes is fat consumption, smoking, and waist circumference. And based on the results of multivariate analysis, it is found that family history of diabetes is the most dominant factor associated with type 2 diabetes mellitus.
Therefore, it is advisable to carry out prevention and control efforts by increasing motivation and awareness of a healthy lifestyle and a good diet, especially those who already have a family history of diabetes through counseling to schools with counseling materials specific to diabetes, implementing afternoon walk activities or doing gymnastics which guided by one of the elderly, providing information about the benefits and good sources of fiber and magnesium, as well as the formation of more posbindu in order to reach all the elderly in the village.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Erniati
Tempat/Tanggal Lahir : Sidojadi, 14 November 1990
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum Menikah
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
No Telepon/Hp : 085297774831
Email : salsabila.zukhrufa@gmail.com
Alamat : Desa Sidojadi, Kec. Bukit Malintang, Kab. Mandailing
Natal, Sumatra Utara
Riwayat Pendidikan:
1996 – 2002 SD Indpres No 144446 Lumban Dolok
2002 – 2005 MTsN Siabu
2005 – 2008 MAN 2 Model Padangsidimpuan
2008 – Sekarang Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
yang telah memberikan rahmat, karunia dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Faktor-faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2
pada Lanjut Usia di Pos Pembinaan Terpadu Kelurahan Cempaka Putih Tahun
2012”. Dalam Penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Orang tua dan Abang yang selalu mendoakan dan memberikan support agar penulis tetap semangat dalam proses penyusunan skripsi.
2. Prof. Dr. (hc).dr. M.K Tadjudin, Sp.And. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Febrianti, M.Si selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran dan Ilmu kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan dosen
pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan
skripsi ini.
4. Ibu Catur Rosidati, SKM. MKM sebagai dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang sudah memberikan
6. Staf Puskesmas Ciputat Timur dan Kader Kelurahan Cempaka Putih yang telah
membantu penulis dalam pengambilan data di Kelurahan Cempaka Putih.
7. Para lansia yang sudah bersedia jadi responden dalam penelitian skripsi ini.
8. Teman seperjuangan (Eka, Rini, dan Titi) yang telah membantu dalam
pengambilan data skripsi.
9. Semua pihak yang terkait dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai
pihak sehingga menjadi sebuah ilmu dan pembelajaran bagi penulis di masa yang
akan datang.
Wassalamualaikum, Wr. Wb.
Jakarta, 22 Mei 2013
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ... iv
LEMBAR PENGESAHAN ... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR BAGAN ... xiv
DAFTAR GRAFIK ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Pertanyaan Penelitian ... 5
1.4 Tujuan ... 7
1.5 Manfaat ... 8
1.6 Ruang Lingkup ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.2 Diabetes Melitus ... 10
2.3 Kerangka Teori ... 22
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 24
3.1 Kerangka Konsep ... 24
3.2 Definisi Operasional ... 27
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 30
4.1 Desain Penelitian ... 30
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 30
4.4 Pengumpulan Data ... 33
4.5 Pengolahan Data ... 37
4.6 Analisis Data ... 40
BAB V HASIL ... 43
5.1 Gambaran Umum Posbindu Kelurahan Cempaka Putih ... 43
5.2 Analisis Univariat ... 44
5.2.1 Gambaran DM Tipe 2 ... 44
5.2.2 Gambaran Konsumsi Serat ... 45
5.2.3 Gambaran Konsumsi Lemak ... 46
5.2.4 Gambaran Konsumsi Magnesium ... 47
5.2.5 Gambaran Beban Glikemik ... 49
5.2.6 Gambaran Aktivitas Fisik ... 50
5.2.8 Gambaran Riwayat Keluarga DM ... 51
5.2.9 Gambaran Lingkar Pinggang ... 51
5.3 Analisis Bivariat ... 52
5.3.1 Hubungan Konsumsi Serat dengan DM Tipe 2 ... 52
5.3.2 Hubungan Konsumsi Lemak dengan DM Tipe 2 ... 52
5.3.3 Hubungan Konsumsi Magnesium dengan DM Tipe 2 ... 53
5.3.4 Hubungan Beban Glikemik dengan DM Tipe 2 ... 53
5.3.5 Hubungan Aktivitas Fisik dengan DM Tipe 2 ... 54
5.3.6 Hubungan Merokok dengan DM Tipe 2 ... 54
5.3.7 Hubungan Riwayat Keluarga DM dengan DM Tipe 2 ... 55
5.3.8 Hubungan Lingkar Pinggang dengan DM Tipe 2 ... 55
5.4 Analisis Multivariat ... 56
BAB VI Pembahasan ... 59
6.1 Keterbatasan Penelitian ... 59
6.2 Gambaran DM Tipe 2 ... 60
6.3 Hubungan Konsumsi Serat dengan DM Tipe 2 ... 62
6.4 Hubungan Konsumsi Lemak dengan DM Tipe 2 ... 64
6.5 Hubungan Konsumsi Magnesium dengan DM Tipe 2... 67
6.6 Hubungan Beban Glikemik dengan DM Tipe 2 ... 68
6.7 Hubungan Aktivitas Fisik dengan DM Tipe 2 ... 71
6.8 Hubungan Merokok dengan DM Tipe 2 ... 73
6.10 Hubungan Lingkar Pinggang dengan DM Tipe 2 ... 76
BAB VII Simpulan dan Saran ... 79
7.1 Simpulan ... 79
7.2 Saran ... 81
DAFTAR TABEL
No Tabel Judul Tabel Halaman
3.1 Definisi Operasional 27
4.1 Hasil Perhitungan Besar Sampel 31
5.1 Jumlah Anggota Posbindu di Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
43
5.2 Gambaran Karakteristik Responden di Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
44
5.3 Gambaran Konsumsi Serat Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
45
5.4 Gambaran Konsumsi Lemak Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
46
5.5 Gambaran Konsumsi Magnesium Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
47
5.6 Gambaran Beban Glikemik Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
49
5.7 Distribusi Rata-rata Konsumsi Serat Berdasarkan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
52
5.8 Distribusi Rata-rata Konsumsi Lemak Berdasarkan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
52
5.9 Distribusi Rata-rata Konsumsi Magnesium Berdasarkan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
53
5.10 Distribusi Rata-rata Beban Glikemik Berdasarkan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
53
5.11 Distribusi Responden Menurut Aktivitas Fisik dengan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
54
5.12 Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Merokok dengan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
54
5.13 Distribusi Responden Menurut Riwayat Keluarga DM dengan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
55
5.14 Distribusi Responden Menurut Lingkar Pinggang dengan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
No Tabel Judul Tabel Halaman 5.15 Hasil Analisis Bivariat Hasil Analisis Bivariat
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
57
5.16 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Ganda antara Konsumsi Serat, Konsumsi Magnesium, Beban Glikemik, Aktivitas Fisik, dan Riwayat Keluarga DM dengan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
57
5.17 Hasil Analisis Multivariat antara Konsumsi Serat, Aktivitas Fisik, dan Riwayat Keluarga DM dengan DM Tipe 2 pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
58
DAFTAR BAGAN
No Bagan Judul Bagan Halaman
2.1 Kerangka Teori 23
3.1 Kerangka Konsep 26
DAFTAR GRAFIK
No Grafik Judul Grafik Halaman
5.1 Distribusi DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
45
5.2 Distribusi Frekuensi Konsumsi Serat Pada Lansia Posbindu di Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
46
5.3 Distribusi Frekuensi Konsumsi Lemak Pada Lansia Posbindu di Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
47
5.4 Distribusi Frekuensi Konsumsi Magnesium Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
48
5.5 Distribusi Frekuensi Beban Glikemik Pada Lansia Posbindu di Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
49
5.6 Distribusi Aktivitas Fisik Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
50
5.7 Distribusi Merokok Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
50
5.8 Distribusi Riwayat Keluarga DM Pada Lansia Posbindu di
Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
51
5.9 Distribusi Lingkar Pinggang Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Form Pernyataan Persetujuan Responden
Lampiran 2 Form Kuesioner
Lampiran 3 Form FFQ Semikuantitatif
Lampiran 4 Hasil Analisis Data
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kemajuan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan teknologi yang tengah terjadi
akibat adanya globalisasi berdampak pada perubahan karakteristik demografi
masyarakat. Persaingan ekonomi telah mendorong orang untuk mementingkan karir dan
menunda berkeluarga atau mempunyai anak. Demikian pula, harapan hidup dapat
diperpanjang akibat kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran yang telah dicapai saat ini.
(Sriyana, 2008). Akibat adanya pembangunan di segala bidang tersebut menimbulkan
terjadinya transisi demografi di mana awalnya kondisi penduduk ditandai dengan tingkat
fertilitas dan mortalitas yang tinggi yang berubah menjadi keadaan penduduk dengan
tingkat fertilitas dan mortalitas yang rendah.
Transisi demografi ini mengubah struktur populasi penduduk menuju ageing population yang ditandai dengan percepatan pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia). Proporsi penduduk lansia di Indonesia mengalami peningkatan cukup signifikan selama
30 tahun terakhir dengan populasi 5,3 juta jiwa (4,48 persen dari total keseluruhan
penduduk Indonesia) pada tahun 1971 menjadi 19,3 juta (8,37 persen dari total
keseluruhan penduduk Indonesia) pada tahun 2009 (Komnas Lansia, 2010). Dan
menurut proyeksi Bappenas jumlah penduduk lansia 60 tahun atau lebih akan meningkat
dari 18.1 juta pada 2010 menjadi dua kali lipat (36 juta) pada 2025.
Proses menua menghasilkan perubahan fisiologis yang menyebabkan disfungsi
organ dan kegagalan suatu organ atau sistem tubuh tertentu (Fatmah, 2010). Jenis
penyakit yang sering dikaitkan dengan proses penuaan adalah penyakit degeneratif
(Timmreck, 2004). Meningkatnya populasi lansia dan juga terjadinya perubahan gaya
hidup akibat pengaruh globalisasi dapat mengakibatkan timbulnya transisi epidemiologi
dimana terjadi pergeseran pola penyakit menular yang diganti oleh penyakit degeneratif.
Salah satu penyakit degeneratif yang menjadi masalah penting pada lansia adalah
diabetes melitus (DM).
DM merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik dimana penderita
diabetes tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh tidak
mampu menggunakan insulin secara efektif sehingga terjadilah kelebihan glukosa di
dalam darah dan baru dirasakan setelah terjadi komplikasi lanjut pada organ tubuh. DM
sering disebut sebagai the great imitator karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan dengan gejala sangat bervariasi
(Misnadiarly, 2006).
DM jangka panjang menimbulkan rangkaian gangguan metabolik yang
menyebabkan kelainan patologis makrovaskular dan mikrovaskular. Komplikasi
mikrovaskuler yang berkaitan dengan DM meliputi retinopati, nefropati dan neuropati.
Pengidap DM menghadapi peningkatan risiko untuk menderita penyakit kardiovaskular,
serebrovaskular dan penyakit vascular perifer (Gibney, 2008).
Pada lansia komplikasi DM akan lebih cepat muncul dibandingkan dengan
kelompok usia lainnya. Hal ini disebabkan karena pada lansia sendiri sudah terjadi
penurunan fungsi sistem organ tubuh yang menjadikan risiko terjadinya komplikasi DM
pada lansia menjadi lebih besar. Misalnya penyakit katarak, penyakit ini biasa terlihat
pada penderita DM penyakit ini bisa muncul sekitar 10 tahun lebih awal daripada
non-DM (Ali, 2010).
Pada tahun 2000 Indonesia menduduki peringkat keempat jumlah pengidap
diabetes terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat, China, dan India dimana posisi
Indonesia pada tahun 2030 diperkirakan tetap bertahan dalam daftar 4 besar negara
dengan jumlah penderita diabetes terbanyak di dunia dan diprediksi akan terjadi
kenaikan jumlah pengidap DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi
sekitar 21,3 juta pada tahun 2030(Wild, 2004).
DM pada lansia umumnya adalah DM tipe 2 (Misnadiarly, 2006). Menurut hasil
penelitian Handayani (2003), faktor-faktor risiko DM tipe 2 meliputi inaktivitas, riwayat
keluarga DM, umur ≥45 tahun, dan praktik yang buruk dalam mencegah DM.
Sedangkan menurut Bazzano (2005), faktor-faktor risiko DM yang dapat dimodifikasi
terdiri dari obesitas, asupan alkohol, merokok, inaktivitas fisik, dan faktor diet seperti
asupan lemak, serat, serta beban glikemik. Selain itu, Lopez-Ridaura (2004)
membuktikan bahwa asupan magnesium memiliki hubungan berbanding terbalik dengan
risiko DM.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh
bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 55-64 tahun
menduduki ranking ke-2 baik pada laki-laki (10.5%) maupun perempuan (12%) di mana
penyebab kematian ke-1 adalah stroke dengan persentase 22.5% pada laki-laki dan
20.7% pada perempuan. Dan menurut data Dinas Kesehatan Tangerang Selatan (Dinkes
Tangsel) tahun 2011, DM juga merupakan penyakit kedua terbanyak pada lansia.
berada di wilayah Tangerang Selatan, termasuk Kelurahan Cempaka Putih yang menjadi
wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur. Itulah sebabnya penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan DM tipe 2 pada
lansia di Kelurahan Cempaka Putih.
1.2Rumusan Masalah
Menurut data Riskesdas (2007), prevalensi DM pada kelompok lansia sudah
berada di atas prevalensi nasional 1,1%, yaitu sebesar 3,7% pada kelompok usia 55 – 64
tahun, 3,4% pada kelompok usia 65–74 tahun, dan 3,2% pada kelompok usia 75 tahun
ke atas. Hal ini menunjukkan bahwa DM merupakan masalah kesehatan yang penting
bagi lansia. Menurut data Dinkes Tangsel (2011) DM merupakan penyakit kedua
terbanyak pada lansia di wilayah Tangsel. Dan penyakit ini juga termasuk dalam daftar
10 besar penyakit terbanyak pada lansia berdasarkan laporan bulanan (LB1) bulan
Januari – Juni tahun 2012 di Puskesmas Ciputat Timur. Berdasarkan hasil studi
pendahuluan di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih diperoleh bahwa persentase lansia
yang menderita DM sebanyak 30%. Persentase ini jauh berada di atas prevalensi
nasional 1,1%. Dengan demikian, DM masih menjadi masalah kesehatan bagi lansia
yang terdaftar di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih.
Faktor risiko terjadinya DM tipe 2 terdiri dari faktor genetik dan faktor
lingkungan. Faktor genetik terdiri dari riwayat keluarga DM dan etnis/ras. Sedangkan
faktor risiko lingkungan yang utama untuk terjadinya DM meliputi: usia, obesitas dan
obesitas pada bagian perut, faktor makanan/gizi serta jarang melakukan aktivitas fisik
konsumsi lemak, alkohol, magnesium dan beban glikemik (Bazzano (2005) dan Lopez
Ridaura (2004)). Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan diperoleh persentase
lansia yang memiliki tingkat aktivitas fisik kurang sebesar 60%, merokok sebesar 10%,
yang mempunyai riwayat keluarga DM sebesar 30%, dan yang memiliki ukuran lingkar
pinggang berisiko sebesar 60%. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti
faktor-faktor yang berhubungan dengan DM tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan
Cempaka Putih.
1.3Pertanyaan Penelitian
1) Bagaimana gambaran DM tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka
Putih Tahun 2012?
2) Bagaimana gambaran konsumsi serat pada lansia di Posbindu Kelurahan
Cempaka Putih Tahun 2012?
3) Bagaimana gambaran konsumsi lemak pada lansia di Posbindu Kelurahan
Cempaka Putih Tahun 2012?
4) Bagaimana gambaran konsumsi magnesium pada lansia di Posbindu Kelurahan
Cempaka Putih Tahun 2012?
5) Bagaimana gambaran beban glikemik pada lansia di Posbindu Kelurahan
Cempaka Putih Tahun 2012?
6) Bagaimana gambaran aktivitas fisik pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka
Putih Tahun 2012?
7) Bagaimana gambaran merokok pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka
8) Bagaimana gambaran riwayat keluarga DM pada lansia di Posbindu Kelurahan
Cempaka Putih Tahun 2012
9) Bagaimana gambaran lingkar pinggang pada lansia di Posbindu Kelurahan
Cempaka Putih Tahun 2012?
10)Apakah ada hubungan antara konsumsi serat dengan kejadian DM tipe 2 pada
lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012?
11)Apakah ada hubungan antara konsumsi lemak dengan kejadian DM tipe 2 pada
lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012?
12)Apakah ada hubungan antara konsumsi magnesium dengan kejadian DM tipe 2
pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012?
13)Apakah ada hubungan antara beban glikemik dengan kejadian DM tipe 2 pada
lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012?
14)Apakah ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian DM tipe 2 pada
lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012?
15)Apakah ada hubungan antara merokok dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di
Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012?
16)Apakah ada hubungan antara riwayat keluarga DM dengan kejadian DM tipe 2
pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012?
17)Apakah ada hubungan antara lingkar pinggang dengan kejadian DM tipe 2 pada
lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012?
18)Apa faktor yang paling dominan berhubungan dengan DM tipe 2 pada lansia di
1.4Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan DM tipe 2 pada lansia di
Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012.
1.4.2 Tujuan Khusus
1) Mengetahui gambaran DM tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan
Cempaka Putih Tahun 2012
2) Mengetahui gambaran konsumsi serat pada lansia di Posbindu Kelurahan
Cempaka Putih Tahun 2012
3) Mengetahui gambaran konsumsi lemak pada lansia di Posbindu Kelurahan
Cempaka Putih Tahun 2012
4) Mengetahui gambaran konsumsi magnesium pada lansia di Posbindu
Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
5) Mengetahui gambaran beban glikemik pada lansia di Posbindu Kelurahan
Cempaka Putih Tahun 2012
6) Mengetahui gambaran aktivitas fisik pada lansia di Posbindu Kelurahan
Cempaka Putih Tahun 2012
7) Mengetahui gambaran merokok pada lansia di Posbindu Kelurahan
Cempaka Putih Tahun 2012
8) Mengetahui gambaran riwayat keluarga DM pada lansia di Posbindu
Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
9) Mengetahui gambaran lingkar pinggang pada lansia di Posbindu
10)Mengetahui hubungan antara konsumsi serat dengan kejadian DM tipe 2
pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
11)Mengetahui hubungan antara konsumsi lemak dengan kejadian DM tipe 2
pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
12)Mengetahui hubungan antara konsumsi magnesium dengan kejadian DM
tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
13)Mengetahui hubungan antara beban glikemik dengan kejadian DM tipe 2
pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
14)Mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian DM tipe 2
pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
15)Mengetahui hubungan antara merokok dengan kejadian DM tipe 2 pada
lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
16)Mengetahui hubungan antara riwayat keluarga DM dengan kejadian DM
tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
17)Mengetahui hubungan antara lingkar pinggang dengan kejadian DM tipe 2
pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012
18)Mengetahui faktor yang paling dominan berhubungan dengan DM tipe 2
pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012
1.5Manfaat
1.5.1 Bagi Puskesmas Ciputat Timur
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk
1.5.2 Bagi Masyarakat Kelurahan Cempaka Putih
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat
Kelurahan Cempaka Putih terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan DM pada
lansia sehingga dapat menumbuhkan kesadaran untuk menerapkan pola hidup sehat
yang dapat mencegah penyakit DM.
1.5.3 Bagi Peneliti lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan acuan bagi peneliti lain
untuk meneliti faktor yang berhubungan dengan DM tipe 2 pada lansia secara lebih
mendetail dan mendalam.
1.6Ruang Lingkup
Penelitian ini meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan terhadap DM
tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012. Penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional yang dilaksanakan pada bulan September 2012 – Mei 2013 oleh mahasiswa peminatan Gizi Program
Studi Kesehatan Masyarakat. Pengambilan data dilakukan melalui pengukuran gula
darah dengan glucosemeter, wawancara dengan kuesioner dan FFQ semikuantitatif serta pengukuran lingkar pinggang dengan pita meteran. Responden penelitian ini
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lanjut Usia
Lansia merupakan kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses
perubahan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu. Menurut WHO, lansia
dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu:
1. Usia pertengahan (middle age) : usia 45 – 59 tahun 2. Lansia (elderly) : usia 60 – 74 tahun 3. Lansia tua (old) : usia 75 – 90 tahun 4. Usia sangat tua (very old) : usia di atas 90 tahun Sedangkan Depkes RI (2006) memberikan batasan lansia sebagai berikut:
1. Virilitas (prasenium): masa persiapan usia lanjut yang menampakkan
kematangan jiwa (usia 55 -59 tahun).
2. Usia lanjut dini (senescen): kelompok yan mulai memasuki masa usia lanjut dini
(usia 60 – 64 tahun).
3. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif: usia di atas
65 tahun (Fatmah, 2010).
2.2 Diabetes Melitus (DM)
2.2.1 Definisi DM
DM adalah sekelompok kelainan yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa
darah (hiperglikemia). Mungkin terdapat penurunan dalam kemampuan tubuh untuk
berespons terhadap insulin dan/atau penurunan atau tidak adanya pembentukan
insulin oleh pankreas. Kondisi ini mengarah pada hiperglikemia, yang dapat
menyebabkan terjadinya komplikasi metabolik akut seperti ketoasidosis diabetik dan
sindrom hiperglikemik hiperosmolar non-ketosis (HHNK). Hiperglikemia jangka
panjang dapat menunjang terjadinya komplikasi mikrovaskular kronis (penyakit
ginjal dan mata) serta komplikasi neuropati. Diabetes juga berkaitan dengan
peningkatan kejadian penyakit makrovaskular, termasuk infark miokard, stroke, dan
penyakit vascular perifer (Baughman, 2000).
2.2.2 Diagnosis DM
Diagnosis harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak
dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan
diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara
pemeriksaaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan
adalah pemeriksaaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma
vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya
dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya (yang melakukan program
pemantauan kendali mutu secara teratur). Walaupun demikian sesuai dengan kondisi
setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler
dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai
pembakuan oleh WHO (Soegondo, 2005).
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM
berupa poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM.
Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang
baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM.
Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik
kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl
pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan
kadar glukosa darah pasca pembebanan ≥ 200 mg/dl (Soegondo, 2005).
2.2.3 Klasifikasi Etiologi DM
Klasifikasi etiologi DM dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel Klasifikasi Etiologi Kelainan Glikemia (DM)
Tipe 1
(5 – 10% penderita
diabetic adalah tipe I)
Ditandai dengan kegagalan produksi insulin yang parsial
atau total oleh sel-sel pankread. Faktor penyebab masih
belum dimengerti dengan jelas tetapi beberapa virus
tertentu, penyakit autoimun, dan faktor-faktor genetik
mungin turut berperan
Tipe 2
(90 – 95% penderita
diabetic adalah tipe II)
Ditandai dengan resistensi insulin ketika hormon insulin
diproduksi dengan jumlah yang tidak memadai atau
dengan bentuk yang tidak efektif. Ada korelasi genetik
yang kuat pada tipe diabetes ini dan proses terjadinya
berkaitan dengan obesitas
Tipe spesifik lainnya Defek genetik pada sel
Defek genetik pada kerja insulin
Penyakit pada kelenjar ensokrin pancreas
Endokrinopati
Infeksi
Bentuk immune-mediated diabetes yang langka
Kadang-kadang sindrom genetik lain yang disertai
diabetes
Diabetes gestasional Bentuk diabetes yang terjadi selama kehamilan.
Kebanyakan, tapi tidak semuanya, akan sembuh setelah
melahirkan
Sumber : (Gibney, 2008)
2.2.4 Faktor Risiko Terjadinya DM Tipe 2
DM tipe 2 merupakan penyakit multifaktorial dengan komponen genetik dan
lingkungan yang memberikan kontribusi sama kuatnya terhadap proses timbulnya
penyakit tersebut. Sebagian faktor ini dapat dimodifikasi melalui perubahan gaya
hidup, sementara sebagian lainnya tidak dapat diubah (Gibney, 2008).
a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
1) Riwayat Keluarga (Genetik)
Bukti adanya komponen genetik berasal dari koefisien keselarasan
(corcodance) DM yang meningkat kepada kembar monozigot, prevalensi DM
yang tinggi pada anak-anak dari orang tua yang menderita diabetes, dan
prevalensi DM yang tinggi pada kelompok etnis tertentu (Gibney, 2008).
Menurut Handayani (2003), riwayat keluarga memiliki pengaruh bermakna
dengan kejadian DM tipe 2. Risiko untuk terjadi DM tipe 2 pada subyek yang
memiliki riwayat keluarga DM tipe 2 sebesar 5,9 kali dibandingkan dengan
mereka yang tidak tahu keluarganya menderita DM tipe 2.
Pertambahan usia merupakan faktor risiko yang penting untuk DM.
Hasil penelitian Handayani (2003) membuktikan bahwa umur ≥45 tahun
memiliki pengaruh yang bermakna dengan kejadian DM tipe 2. Orang yang
berusia ≥45 tahun berisiko terkena DM tipe 2 sebesar 7,5 kali dibandingkan
dengan mereka yang berumur <45 tahun.
Menurut Petersen penuaan berhubungan erat dengan resistensi insulin,
seperti halnya resistensi insulin terkait dengan DM tipe 2. Petersen juga
menemukan bahwa lansia yang memiliki berat badan normal juga mengalami
resistensi insulin, yang menunjukkan bahwa bertambahnya usia (menjadi tua)
itu sendiri meningkatkan risiko mengalami diabetes tipe 2 (Curry, 2012).
3) Ras
Prevalensi diabetes tipe 2 pada orang dewasa sekitar tiga sampai lima
kali lebih besar pada orang Afrika-Karibia dan Asia Selatan dibandingkan
dengan populasi kulit putih Eropa. Sedangkan prevalensi diabetes pada orang
Cina tidak berbeda secara substansial dibandingkan dengan populasi umum
di Inggris (Oldroyd, 2005).
Ada bukti bahwa kelompok etnis tertentu memiliki kecenderungan
untuk mengidap diabetes tipe 2 dengan adanya faktor risiko yang sama.
Misalnya, pada orang dewasa Asia Selatan terdapat tingkat obesitas dan
distribusi lemak pusat yang lebih tinggi yang mengakibatkan resistensi
insulin dibandingkan dengan populasi kulit putih. Tingkat kebiasaan aktivitas
fisik yang lebih rendah juga berperan dalam meningkatkan risiko diabetes
b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
1) Obesitas dan Obesitas pada Perut
Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya DM.
Hubungannya dengan DM tipe 2 sangat kompleks. Sekalipun masih berada di
dalam kisaran berat badan yang dapat diterima, namun kenaikan berat badan
dapat meningkatkan risiko DM, khususnya jika ada predisposisi familial. Di
antara faktor-faktor lingkungan, obesitas memiliki korelasi yang paling kuat.
Risiko terjadinya diabetes meningkat seiring indeks massa tubuh (IMPT)
meningkat, dan keadaaan ini menunjukkan korelasi dose-response antara lemak tubuh dan resistensi insulin. Faktor-faktor yang mungkin
mempengaruhi resistensi insulin pada obesitas meliputi kadar asam lemak
yang tinggi di dalam darah yang beredar dan intrasel. Kadar asam lemak
bebas yang tinggi di dalam darah dan sel ini dapat mempengaruhi fungsi
insulin (lipotoksisitas) dan sejumlah sitokin yang dilepaskan oleh jaringan
adipose (adipoksin); sitokin ini meliputi leptin, adinopektin, dan resistin.
Dibandingkan dengan obesitas, distribusi lemak tubuh lebih penting
artinya sebagai prediktor DM. Adipositas tubuh bagian atas/obesitas pada
perut memiliki keterkaitan yang lebih erat dengan DM pada sejumlah
penelitian cross-sectional dan prospektif (Gibney, 2008). Obesitas pada perut atau berbentuk apel (lingkar pinggang> 40 inci untuk pria > 35 inci untuk
wanita) adalah faktor risiko yang sangat potensial untuk resistensi insulin.
Resistensi insulin mengurangi pasokan glukosa ke dalam sel. Hal ini akan
insulin tambahan. Kadar insulin yang lebih tinggi dari normal umumnya
cukup untuk menjaga glukosa darah terkendali selama beberapa tahun.
Namun, sel-sel dalam pankreas akan menjadi lelah, karena terlalu banyak
pekerjaan. Dalam kasus tersebut, produksi insulin semakin lambat atau akan
terhenti dan, sebagai akibatnya, glukosa menumpuk dalam darah (Brown,
2005).
2) Aktivitas Fisik
Pentingnya gaya hidup kurang gerak sebagai faktor risiko untuk
diabetes dan efek protektif aktivitas fisik sudah banyak diteliti. Orang yang
mempertahankan gaya hidup aktif secara fisik mengalami gangguan toleransi
glukosa dan DM tipe 2 lebih jarang daripada mereka yang memiliki gaya
hidup kurang gerak. Helmrich dkk (1991) menguji aktivitas fisik pada waktu
senggang dan perkembangan diabetes pada 5.990 alumni laki-laki dari
University of Pennsylvania selama 14 tahun. Mereka menemukan bahwa pria
yang berolahraga secara teratur, dengan intensitas sedang atau berat,
memiliki risiko 35% lebih rendah menderita DM tipe 2 daripada pria kurang
gerak.
Aktivitas fisik diduga dapat meningkatkan pembuangan glukosa yang
dirangsang insulin pada dosis insulin yang ditetapkan. Selain itu, orang yang
terlatih secara fisik mungkin mengalami peningkatan yang lebih kecil dalam
konsentrasi insulin plasma sebagai respons terhadap beban glukosa
gerak. Hal ini menunjukkan bahwa training/olahraga dapat meningkatkan sensitivitas jaringan terhadap insulin (Bazzano, 2005).
3) Konsumsi Karbohidrat Kompleks/Serat
Karbohidrat biasanya digolongkan menjadi 3 kelompok besar, yaitu
monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Pengelompokan tersebut
berdasarkan susunan kimia yang dimiliki tiap jenis. Namun, pengelompokan
yang hanya berdasarkan susunan kimia tidak memberikan panduan yang
penting untuk kesehatan. Yang lebih penting adalah klasifikasi berdasarkan
kemampuan mereka untuk dicerna dan diserap di usus kecil manusia,
sehingga memberikan kontribusi langsung maupun tidak langsung kepada
karbohidrat glikemik; dalam klasifikasi ini karbohidrat yang tidak dicerna
dan diserap di usus kecil manusia disimpan terpisah dari karbohidrat
glikemik, dan di antara mereka serat makanan merupakan kelompok yang
paling penting pengaruhnya bagi kesehatan terutama pada penyakit DM
(Parillo, 2004).
Efek menguntungkan dari serat makanan diperoleh mungkin karena
kandungan magnesiumnya yang tinggi, sehingga dapat melindungi dari
diabetes mengingat perannya sebagai kofaktor penting bagi enzim yang
terlibat dalam metabolisme glukosa dan pengaruhnya terhadap kerja insulin
dan homeostasis glukosa (Larsson, 2007). Selain itu, menurut Hopping dkk
(2010) asupan serat total dikaitkan dengan penurunan risiko diabetes baik
pada pria dan wanita. Sementara asupan tinggi serat gandum dapat
wanita. Dan asupan tinggi serat sayuran dapat menurunkan risiko sebesar
22% pada pria.
4) Indeks glikemik dan Beban glikemik
Indeks glikemik (GI) adalah skala yang membagi tingkatan makanan
yang mengandung karbohidrat melalui berapa banyak makanan tersebut
dapat meningkatkan kadar glukosa darah dibandingkan dengan standar
makanan. Standar makanan yang digunakan adalah glukosa dan roti putih.
Meskipun mekanisme pasti bagaimana diet tinggi GI dapat mengubah risiko
diabetes tipe 2 belum jelas, namun ada 2 jalur utama yang sudah sering
dipaparkan, yaitu:
Pertama, makanan tinggi GI menghasilkan konsentrasi glukosa darah yang
lebih tinggi dan permintaan insulin yang lebih besar daripada makanan
rendah GI meskipun jumlah karbohidrat yang dikandungnya sama. Dengan
meningkatnya permintaan insulin secara kronis menimbulkan kelelahan
pankreas yang dapat mengakibatkan intoleransi glukosa (Willet, 2002).
Kedua, diet makanan tinggi GI secara langsung dapat meningkatkan
resistensi insulin. Dalam penelitian yang dilakukan terhadap hewan, diet
tinggi amilopektin atau glukosa menghasilkan resistensi insulin lebih cepat
dan lebih parah daripada diet berbasis amilosa (Higgins, 1996).
Meskipun GI mengukur kualitas karbohidrat, namun GI tidak
memperhitungkan jumlah/kuantitas karbohidrat dan dengan demikian tidak
dapat menjelaskan keseluruhan potensi peningkatan kadar glukosa dari diet
jumlah karbohidrat yang terkandung dalam makanan. GL, sebuah konsep
divalidasi oleh Brand-Miller dan rekan, dihitung sebagai produk dari GI dan
jumlah diet karbohidrat. Untuk makanan individu, GL lebih relevan daripada
GI (Roberts, 2009).
5) Konsumsi Magnesium
Magnesium berperan penting dalam produksi dan fungsi insulin.
Kekurangan magnesium akan menurunkan sekresi insulin di pankreas dan
meningkatkan resistensi insulin dalam jaringan tubuh (Sendih, 2006). Hal
serupa juga dikemukakan oleh Larsson dkk (2007) yang menyatakan bahwa
peran proteksi asupan magnesium terhadap diabetes tipe 2 dapat disebabkan
oleh peningkatan sensitivitas insulin.
Asupan magnesium memiliki hubungan berbanding terbalik dengan
kejadian diabetes tipe 2. Peningkatan konsumsi makanan kaya magnesium
seperti biji-bijian, kacang-kacangan, kacang-kacangan, dan sayuran berdaun
hijau dapat mengurangi risiko diabetes tipe 2 (Lopez-Ridaura, 2004 dan
Larsson, 2007).
6) Konsumsi Lemak
Lemak makanan dapat berkontribusi pada etiologi diabetes tipe 2.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Thanopoulou dkk (2003) diperoleh
temuan bahwa asupan lemak sangat terkait dengan DM tipe 2 baik diabetes
tipe 2 yang sudah terdiagnosis atau diabetes tipe 2 tidak terdiagnosis. Adanya
diabetes tipe 2 ini terutama dikaitkan dengan asupan lemak hewani.
hewani yang lebih tinggi. Dengan kata lain, peningkatan konsumsi lemak
hewani dapat menyebabkan peningkatan kejadian/insiden diabetes.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Meyer dkk
(2001). Setelah dilakukan adjustmet faktor kovariat diet dan non-diet, Meyer dkk (2001) menemukan bahwa lemak nabati memiliki hubungan berbanding
terbalik dengan insidens diabetes pada populasi lansia perempuan Iowa.
Selain itu, mereka juga mengungkapkan bahwa mengganti asam lemak jenuh
dengan asam lemak tak jenuh ganda dapat mengurangi laju/perkembangan
diabetes.
7) Konsumsi Alkohol
Konsumsi alkohol dalam jumlah yang rendah sampai sedang dapat
menurunkan perkembangan diabetes dengan meningkatkan sensitivitas
insulin dan memperlambat penyerapan glukosa dari makanan. Sedangkan
asupan alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan asupan energi yang
berlebih dan obesitas, induksi pankreatitis, gangguan metabolisme
karbohidrat dan glukosa, dan gangguan fungsi hati (Bazzano, 2005).
Menurut Facchini dkk (1994), perbedaan asupan alkohol berperan
dalam perubahan dalam metabolisme insulin. Konsumsi alkohol dalam
jumlah rendah sampai sedang pada pria dan wanita sehat berhubungan
dengan peningkatan penyerapan glukosa yang diperantarai insulin,
menurunkan glukosa plasma dan konsentrasi insulin dalam respon terhadap
glukosa oral, dan konsentrasi kolesterol HDL lebih tinggi. Facchini dkk
(1994) juga mengungkapkan bahwa individu yang diklasifikasikan sebagai
dan memiliki kadar insulin plasma yang lebih rendah dibandingkan yang
bukan peminum .
Penelitian dengan topik yang sama juga dilakukan oleh Wei dkk (2000).
Namun, kriteria sampel yang diteliti pada dua studi tersebut agak berbeda
karena Facchini dkk (1994) hanya meneliti pada peminum alkohol ringan
sampai sedang dan bukan peminum, sedangkan Wei dkk (2000) memiliki
kriteria sampel yang lebih luas, yaitu peminum alkohol ringan, sedang, dan
peminum berat serta yang bukan peminum.
Walaupun kriteria sampelnya agak berbeda namun hasil penelitian
Facchini dkk (1994) selaras dengan penelitian Wei dkk (2000). Wei dkk
(2000) menemukan hubungan yang berbentuk U antara konsumsi alkohol dan
insiden diabetes, peminum moderat memiliki resiko terendah untuk diabetes,
dan bukan peminum dan peminum berat memiliki risiko lebih tinggi.
8) Merokok
Merokok dapat meningkatkan risiko terkena diabetes melalui beberapa
cara. Merokok telah terbukti dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi
glukosa darah dan dapat meningkatkan resistensi insulin. Seperti
dikemukakan oleh Frati dkk (1996) merokok secara akut dapat menyebabkan
toleransi glukosa terganggu dan menurunkan sensitivitas insulin.
Dari hasil studi yang dilakukan oleh Rimm dkk (1993) diketahui bahwa
di antara peserta dari Nurses Health Study, wanita yang merokok lebih dari
25 batang per hari memiliki risiko 42% lebih besar (95% CI, 1,18-1,72)
disesuaikan dengan obesitas dan faktor risiko lainnya. Pada perempuan,
merokok mungkin memiliki efek "antiestrogenik", menyebabkan perubahan
negatif dalam rasio pinggang-pinggul. Rasio pinggang-pinggul yang
meningkat telah terbukti secara signifikan berkorelasi positif dengan
resistensi insulin, kadar glukosa plasma dan overt diabetes. Oleh karena itu, efek merokok terhadap perkembangan diabetes mungkin dimediasi melalui
perubahan dalam distribusi lemak.
Studi tentang merokok dan risiko DM juga dilakukan oleh Sairenchi
dkk (2004) yang menemukan bahwa merokok secara independen terkait
dengan meningkatnya risiko diabetes tipe 2 pada laki-laki dan perempuan
yang tergolong dalam kelompok middle-aged dan lansia.
2.3 Kerangka Teori
Menurut Gibney (2008), faktor risiko terjadinya DM tipe 2 terdiri dari faktor
genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik terdiri dari riwayat keluarga DM dan
etnis/ras di mana menurut Oldroyd (2005) terdapat bukti bahwa kelompok etnis tertentu
memiliki kecenderungan untuk mengidap diabetes tipe 2 dengan adanya faktor risiko
yang sama. Misalnya, pada orang dewasa Asia Selatan terdapat tingkat obesitas dan
distribusi lemak pusat yang lebih tinggi yang mengakibatkan resistensi insulin
dibandingkan dengan populasi kulit putih serta tingkat kebiasaan aktivitas fisik yang
lebih rendah juga berperan dalam meningkatkan risiko diabetes pada populasi ini.
obesitas dan obesitas pada bagian perut, jarang melakukan aktivitas fisik serta faktor
makanan/gizi (Gibney, 2008).
Faktor diet yang berperan dalam timbulnya DM menurut Bazzano (2005) terdiri
dari asupan serat, lemak dan konsumsi alcohol serta beban glikemik. Selain itu,
Lopez-Ridaura (2004) menemukan bahwa asupan magnesium juga berhubungan dengan DM
tipe 2. Berdasarkan beberapa teori tersebut, kerangka teori yang digunakan dalam
penelitian ini dapat digambarkan dalam bagan berikut.
Bagan 2.1 Kerangka Teori
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1Kerangka Konsep
Ada beberapa faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya DM tipe 2 yang
terdiri dari faktor yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi.
Faktor-faktor tersebut tidak semuanya diteliti. Dalam penelitian ini ada 8 faktor yang
akan diteliti meliputi:
1) Konsumsi serat
Konsumsi serat berpengaruh terhadap DM tipe 2 dengan cara memperbaiki
respon glukosa darah dan indeks insulin dalam tubuh.
2) Konsumsi lemak
Konsumsi lemak berperan dalam DM tipe 2 dikarenakan asam lemak
mempengaruhi metabolisme glukosa dengan mengubah fungsi membran sel,
aktivitas enzim dan sinyal insulin.
3) Konsumsi magnesium
Konsumsi magnesium berperan dalam DM tipe 2 dikarenakan kadar magnesium
intraseluler penting untuk menjaga sensitivitas insulin pada otot rangka atau
jaringan adiposa.
4) Beban glikemik
Beban glikemik berpengaruh terhadap DM tipe 2 melalui perannya dalam
perubahan kadar CRP dan IL-6 yang merupakan biomarker inflamasi. Inflamasi
berhubungan dengan disfungsi atau perubahan permeabilitas endotel. Perubahan
permeabilitas endotel dan berkurangnya aliran darah perifer dapat membatasi
pengiriman insulin dan meningkatkan resistensi insulin pada jaringan aktif secara
metabolik.
5) Aktivitas fisik
Aktivitas fisik berperan dalam DM tipe 2 karena dapat mempengaruhi resistensi
insulin.
6) Merokok
Merokok berpengaruh terhadap DM tipe 2 karena merokok secara langsung
dapat merusak fungsi sel atau menginduksi peradangan pankreas kronis
sehingga dapat menganggu sekresi insulin.
7) Riwayat keluarga DM
Anggota keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar terserang
penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM di
mana dalam kasus DM tipe 2 persentase yang memiliki riwayat keluarga untuk
menderita DM sebesar 30%.
8) Lingkar pinggang
Lingkar pinggang berperan dalam DM tipe 2 karena lemak pada organ – organ
perut lebih mudah diolah untuk memperoleh energi. Ketika lemak diolah untuk
memperoleh energi, kadar asam lemak meningkat yang dapat meningkatkan
resistensi terhadap insulin melalui aksinya terhadap hati dan otot – otot tubuh.
Sedangkan faktor-faktor yang tidak diteliti terdiri dari: konsumsi alcohol, ras,
(2007) tingkat konsumsi alkohol masyarakat di wilayah Tangerang masih rendah
yaitu sebesar 2,3%. Persentase ini masih berada di bawah persentase konsumsi
alkohol secara nasional yaitu 4,6%. Dan faktor ras tidak diteliti karena masyarakat di
Kelurahan Cempaka Putih sebagian besar berasal dari ras yang sama. Sedangkan
faktor usia tidak diteliti karena hasil penelitian Handayani (2003) membuktikan
bahwa faktor yang menjadi risiko terjadinya DM tipe 2 yaitu berusia ≥45 tahun.
Dalam penelitian ini responden yang diteliti semuanya berusia minimal 60 tahun.
Dengan kata lain, semua responden sudah berisiko terkena DM tipe 2. Hal ini
nantinya akan mempengaruhi hasil analisis data karena data variabel usia tidak
variatif mengingat tidak ada responden yang berusia di bawah 45 tahun.
Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1
Faktor Diet 1. Lemak
2. Serat 3. Magnesium 4. Beban glikemik
Aktivitas Fisik
DM tipe 2
Riwayat keluarga DM Merokok
Lingkar pinggang
3.2 Definisi Operasional dokter atau hasil ukur gula darah kapiler sewaktu
b) Ada keluhan khas dan hasil pengukuran kadar 1. Non DM, jika tidak sesuai
dengan kriteria DM.
Konsumsi lemak dalam gram Rasio
3 Konsumsi
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Wawancara Semi-Quantitatif FFQ Konsumsi magnesium dalam mg Rasio
6
menghisap rokok. Wawancara
Kuesioner 0. Merokok, jika responden masih aktif merokok sampai pengumpulan data.
1. Tidak merokok, jika responden tidak pernah merokok atau sudah berhenti merokok lebih dari 1 tahun sebelum
pengumpulan data
dilakukan. (Qiao, 1999)
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
8 Aktivitas Fisik
Segala aktivitas fisik yang dilakukan terus menerus selama 10 menit atau lebih dalam setiap kali kegiatan dan dikumulasikan selama seminggu.
Wawancara
Kuesioner 0. Kurang/rendah, jika:
a) Melakukan aktivitas fisik berat < 20 menit/hari selama 3 hari.
b) Melakukan aktivitas fisik sedang < 5 hari atau berjalan < 30 menit/hari. 1. Cukup/sedang, jika:
a) Melakukan aktivitas fisik berat minimal 20 menit/hari selama 3 hari atau lebih, atau
b) Melakukan aktivitas fisik sedang selama 5 hari atau lebih atau berjalan paling cm untuk wanita dan <90 cm untuk laki-laki.
(Cahyono, 2008)
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan desain
penelitian cross-sectional di mana pengambilan data variabel independen dan variabel dependen dilakukan dalam waktu bersamaan. Penelitian ini bersifat analitik
karena akan melihat hubungan antara varibel independen dan varibel dependen.
Variabel independen yang diteliti adalah konsumsi serat, lemak, magnesium, beban
glikemik, aktivitas fisik, merokok, riwayat keluarga DM, dan lingkar pinggang.
Sedangkan variabel independennya adalah DM tipe 2.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Cempaka Putih pada bulan September 2012 –
Mei 2013.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh lansia yang terdaftar di Pos pembinaan
terpadu (Posbindu) Kelurahan Cempaka Putih.
4.3.2 Sampel Penelitian
a. Besar Sampel
proporsi (Ariawan, 1998) yaitu:
⁄ √ √
Keterangan:
N = jumlah sampel yang dibutuhkan
Z1-a/2 = derajat kemaknaan
Z1- = kekuatan uji
P = proporsi gabungan, P = (P1 +P2)/2
Nilai P1 dan P2 diperoleh dari hasil penelitian Handayani (2003) sehingga jumlah
sampel berdasarkan perhitungan dengan rumus uji hipotesis beda proporsi adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.1
Hasil Perhitungan Besar Sampel Berdasarkan Hasil Penelitian Handayani (2003)
b. Kriteria Sampel
Kriteria inklusi adalah :
Berusia ≥ 60 tahun
Bersedia menjadi responden
Bersedia diperiksa kadar glukosa darah
Kriteria eksklusi adalah:
Tergantung insulin/ menjalani pengobatan injeksi insulin
c. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling
dengan menggunakan jumlah proporsional per posbindu. Pengambilan sampel dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
1) Menyusun kerangka sampel yang berisi daftar nama lansia yang terdaftar
di posbindu.
2) Melakukan pengambilan secara acak (pengundian) dari kerangka sampel
sampai terambil sebanyak 93 orang dari 136 lansia yang terdaftar.
4.4 Pengumpulan Data
4.4.1 Sumber Data
1) Data variabel dependen (DM tipe 2)
2) Data variabel independen (konsumsi serat, konsumsi lemak, konsumsi
magnesium dan beban glikemik serta variabel merokok, aktivitas fisik,
riwayat keluarga DM dan lingkar pinggang).
b. Data Sekunder
Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian meliputi data penyakit yang
terdapat dalam LB1 Puskesmas Ciputat Timur bulan Januari – Juni tahun 2012,
data 10 penyakit terbesar pada lansia di Tangerang Selatan tahun 2011, dan
profil Kelurahan Cempaka Putih.
4.4.2 Cara Pengumpulan Data
a. Data DM diperoleh melalui beberapa tahapan berikut:
1) Menanyakan apakah responden menderita DM berdasarkan hasil
diagnosa dokter. Jika responden menjawab “ya” berarti responden
dikategorikan menderita DM.
2) Jika responden menjawab tidak, maka responden ditanyakan apakah
memiliki keluhan khas berupa berupa poliuria, polidipsi, polifagia,
dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
serta diperiksa gula darahnya. Jika ada keluhan khas dan
pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl berarti responden
dikategorikan menderita DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas
Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi
angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar
glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain (Soegondo,
mahasiswa Jurusan Kesehatan Masyarakat melalui tahapan sebagai
berikut:
1) Menyiapkan peralatan yang dibutuhkan, yaitu glucosemeter dengan merk Easy Touch GCU model ET – 301, alkohol, kasa/kapas, jarum
penusuk (lancet) dan alat penusuk (lancing device) dan test strip 2) Memasukkan jarum penusuk (lancet) ke dalam alatnya (lancing
device). Jarum yang dimasukkan harus masih baru dan steril dan hanya digunakan untuk sekali pakai.
3) Membersihkan ujung jari yang akan ditusuk dengan kasa atau kapas
beralkohol untuk menghindari infeksi.
4) Menusukkan jarum ke ujung jari responden.
5) Memasukkan test strip ke alat pengukur (glucose meter) dan memastikan bahwa test strip yang digunakan belum kadaluwarsa.
6) Menempelkan ujung test strip ke bulatan darah sampai terbasahi
merata bagian untuk sampelnya. Jangan meneteskan darah ke strip
dan jangan terlalu keras menempelkan test strip. Bila sampel
darah sudah memadai maka alat akan mulai mengukur (waktu
pengukuran terlihat di display dalam hitungan mundur).
7) Menempelkan kasa atau kapas beralkohol ke ujung jari yang
tertusuk untuk menghentikan perdarahan.
darah kapiler yang diukur dengan menggunakan alat glucosemeter.
Pemilihan metode pengukuran ini berdasarkan beberapa pertimbangan,
yaitu alatnya praktis, mudah dibawa kemana-mana, cepat memberikan
hasil, dan keterbatasan dana peneliti.
b. Data konsumsi zat gizi berupa serat, lemak, dan magnesium serta beban
glikemik diperoleh melalui wawancara tentang kebiasaan konsumsi jenis
makanan yang terdapat dalam FFQ semikuantitatif.
c. Data aktifitas fisik, riwayat keluarga, merokok diperoleh melalui
wawancara dengan kuesioner.
d. Data lingkar pinggang diperoleh melalui pengukuran lingkar pinggang
dengan pita meteran.
4.5 Pengolahan Data
Data-data yang telah terkumpul akan diolah melalui tahapan berikut:
1. Editing Data
Tahap ini merupakan tahap kegiatan pengecekan data yang telah diisi.
Kegiatan yang dilakukan dalam editing adalah pengecekan dari sisi
kelengkapan, relevansi dan konsistensi jawaban.
Kelengkapan data diperiksa dengan cara memastikan bahwa jumlah kuesioner
yang terkumpul sudah memenuhi jumlah sampel minimal yang ditentukan dan
memeriksa apakah setiap pertanyaan dalam kuesioner sudah terjawab dengan
data usia responden tercantum 65 tahun dan tanggal lahir 14 September 1942.
Data tersebut sudah berarti tidak konsisten karena usia responden berdasarkan
tanggal kelahirannya adalah 70 tahun. Jika ada data yang tidak lengkap dan
tidak konsisten, maka responden akan dihubungi kembali melalui nomor
kontak yang sudah ditanyakan pada saat wawancara.
2. Coding Data
Setelah melakukan editing data, selanjutnya adalah melakukan kegiatan coding. Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan. Misal: untuk jawaban “ya” diberi kode 1 dan untuk
jawaban “tidak” diberi kode 0. Berikut pengkodingan yang dilakukan pada tiap
variabel dalam penelitian ini:
a) DM tipe 2: 0 = DM, jika: Terdiagnosa oleh dokter atau; ada keluhan khas
dan hasil pengukuran kadar gula darah sewaktu ≥200 mg/dl atau; tidak ada
keluhan khas dan 2 kali hasil pengukuran kadar gula darah sewaktu ≥200
mg/dl yang diukur pada hari yang berbeda dan 1 = Non DM, jika tidak
sesuai dengan kriteria DM.
b) Merokok: 0 = Merokok, jika responden masih aktif merokok sampai
pengumpulan data dan 1 = Tidak merokok, jika responden tidak pernah
merokok atau sudah berhenti merokok lebih dari 1 tahun sebelum
pengumpulan data dilakukan.
c) Aktivitas fisik: 0 = Kurang, jika melakukan aktivitas fisik berat < 20
aktivitas fisik berat minimal 20 menit/hari selama 3 hari atau lebih, atau
melakukan aktivitas fisik sedang selama 5 hari atau lebih atau berjalan
paling sedikit 30 menit/hari.
d) Riwayat keluarga: 0 = Ada, jika ada anggota keluarga sedarah (ayah, ibu,
saudara laki-laki atau perempuan sekandung) yang pernah mengidap DM
dan 1 = tidak, jika tidak ada anggota keluarga sedarah yang menderita DM.
e) Lingkar pinggang: 0 = Berisiko, jika ≥80 cm untuk wanita dan ≥90 cm
untuk laki-laki dan 1 = Tidak berisiko, jika <80 cm untuk wanita dan <90
cm untuk laki-laki.
3. Struktur Data
Sebelum memasukkan data ke dalam komputer terlebih dahulu dibuat struktur
data tiap variabel berupa nama, tipe data, lebar data dan desimalnya, serta
membuat values. Misalnya, struktur data untuk variabel aktivitas fisik terdiri dari:
Nama: aktivitas_fisik
Tipe data : numerik
Lebar data : 1 dan desimal : 0
Values: 0 = kurang dan 1 = cukup. 4. Entry Data
Setelah dibuat struktur data maka langkah selanjutnya adalah memasukkan
komputer, apakah ada kesalahan-kesalahan yang terjadi di dalamnya. Cleaning data dapat dilakukan dengan mengamati distribusi frekuensi atau diagram tebar tiap variabel dan memeriksa apakah ada nilai-nilai yang menyimpang. Misal:
pada variabel lingkar pinggang ada nilai 2, padahal kode untuk variabel lingkar
pinggang hanya 0 dan 1.
4.6 Analisis Data
Jenis analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah :
4.6.1Analisis Univariat
Analisis univariat merupakan suatu analisis untuk mendeskripsikan
masing-masing variabel yang diteliti. Analisi univariat bertujuan untuk mendapat
gambaran atau deskripsi dari variabel dependen dan independen pada penelitian ini,
yaitu variabel DM tipe 2, konsumsi serat, konsumsi lemak, konsumsi magnesium,
serta variabel merokok, aktivitas fisik, riwayat keluarga, dan obesitas.
4.6.2Analisis Bivariat
Analisis bivariat merupakan suatu analisis untuk melihat hubungan antara
variabel dependen dan independen. Dalam penelitian ini, ada dua uji yang
digunakan yaitu uji chi square dan uji t independen. Uji chi square merupakan uji yang dipakai untuk mengetahui hubungan variabel independen dengan variabel
dependen yang masing-masing memiliki data kategorik. Sedangkan uji t
independen dipakai untuk mengetahui hubungan antara variabel independen yang
aktivitas fisik, merokok, riwayat keluarga DM dan lingkar pinggang dengan
variabel DM tipe 2. Sementara uji t digunakan untuk mengetahui hubungan antara
variabel konsumsi serat, konsumsi lemak, konsumsi magnesium dan beban
glikemik dengan variabel DM tipe 2.
Dalam penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0.1 (10%) dengan
pertimbangan responden yang diteliti adalah lansia yang sudah mengalami
penurunan daya ingat, sementara data konsumsi makanan diperoleh dengan
mengandalkan ingatan dan alat yang digunakan adalah glucosemeter yang
menggunakan bahan darah kapiler di mana menurut Ningsih dkk (2008) jika
menggunakan sampel darah kapiler masih akan ditemukan peluang kesalahan
sebesar 10,1%. Dari uji statistik nantinya akan diperoleh nilai p. Hubungan antara
dua variabel dikatakan bermakna jika mempunyai nilai p ≤ 0.1 dan dikatakan tidak
bermakna jika mempunyai nilai p > 0.1.
4.6.3Analisis Multivariat
Analisis multivariat bertujuan untuk melihat hubungan antara satu variabel
dependen dengan seluruh variabel independen, sehingga dapat diketahui variabel
independen mana yang paling dominan berpengaruh terhadap pola penyakit pada
lansia dengan menggunakan uji regresi logistik ganda. Uji regresi logistik ganda
yang digunakan dalam penelitian ini adalah model prediksi dengan tujuan untuk
memperoleh model yang terdiri dari beberapa variabel independen yang dianggap
terbaik memprediksi kejadian variabel dependen. Tahapan dalam permodelan ini
kandidat model dan dilanjutkan ke analisis multivariat.
b) Memilih variabel yang masuk ke dalam model dengan mempertahankan
variabel yang hasil uji regresi logistik berganda menunjukkan Pvalue ≤0.1. Untuk variabel yang Pvalue >0.1 dikeluarkan satu persatu secara bertahap dimulai dari variabel yang memiliki nilai Pvalue paling besar.
c) Melakukan uji interaksi sesama variabel independen, apabila secara substansi
diduga terjadi interaksi antara variabel independen. Penentuan variabel
interaksi sebaiknya melalui pertimbangan logika substantif. Pengujian interaksi
dilihat dari kemaknaan uji statistik (Pvalue ≤0.1). Bila variabel mempunyai nilai bermakna, maka variabel interaksi penting dimasukkan dalam model.