• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 pada Lanjut Usia di Pos Pembinaan Terpadu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 pada Lanjut Usia di Pos Pembinaan Terpadu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

KELURAHAN CEMPAKA PUTIH

TAHUN 2012

SKRIPSI

OLEH:

ERNIATI

NIM: 108101000019

PEMINATAN GIZI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)

Skripsi, 22 Mei 2013

ERNIATI, NIM : 108101000019

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Lanjut Usia di Pos Pembinaan Terpadu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

xiv + 89 halaman, 19 tabel, 9 Grafik, 5 lampiran

ABSTRAK

Meningkatnya populasi lansia dan juga terjadinya perubahan gaya hidup akibat pengaruh globalisasi mengakibatkan timbulnya transisi epidemiologi dimana terjadi pergeseran pola penyakit menular yang diganti oleh penyakit degeneratif. Salah satu penyakit degeneratif yang menjadi masalah penting pada lansia adalah diabetes melitus (DM) di mana jenis DM pada lansia umumnya adalah DM tipe 2.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan DM tipe 2 pada lansia di posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012. Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan desain cross sectional. Pengambilan data dilakukan melalui pengukuran gula darah dengan glucosemeter, wawancara dengan kuesioner dan FFQ semikuantitatif serta pengukuran lingkar pinggang dengan pita meteran.

Responden penelitian ini adalah lansia yang berusia ≥60 tahun yang dipilih melalui metode

simple random sampling. Analisis data dalam penelitian ini terdiri dari analisis data univariat, bivariat dengan menggunakan uji chi-square dan uji t independen serta analisis data multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi DM tipe 2 pada lansia sebesar 21.5%. Berdasarkan hasil uji bivariat dengan tingkat kemaknaan 10% dapat diketahui bahwa faktor yang berhubungan dengan DM tipe 2 adalah konsumsi serat, konsumsi magnesium, beban glikemik, aktivitas fisik, dan riwayat keluarga DM. Sedangkan faktor yang tidak berhubungan terhadap DM tipe 2 adalah konsumsi lemak, merokok, dan lingkar pinggang. Dan berdasarkan hasil uji multivariat diperoleh bahwa faktor risiko yang paling dominan terhadap DM tipe 2 adalah riwayat keluarga DM.

Oleh karena itu, disarankan untuk melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan berupa peningkatan motivasi dan kesadaran masyarakat tentang gaya hidup sehat dan pola makan yang baik terutama mereka yang sudah memiliki riwayat keluarga DM melalui penyuluhan ke sekolah – sekolah dengan materi penyuluhan yang spesifik untuk penyakit DM, pengadaan kegiatan jalan kaki sore atau senam lansia yang dipandu salah satu lansia, pemberian informasi tentang manfaat dan sumber serat yang baik, serta pembentukan lebih banyak posbindu agar bisa menjangkau semua lansia yang ada dalam kelurahan tersebut.

(4)

Undergraduate Thesis, May 22nd,2013 ERNIATI, NIM: 108101000019

The Factors That Associated with Type 2 Diabetes Mellitus in Elderly at Posbindu Cempaka Putih Village 2012

xiv + 89 pages, 19 tables, 9 graphs, 5 attachments

ABSTRACT

Increased of elderly population and also a change in lifestyle due to the influence of globalization resulted in epidemiological transition in which a shift in the pattern of infectious diseases replaced by degenerative diseases. One of degenerative diseases which is an important problem in elderly is diabetes mellitus (DM) especially type 2 diabetes mellitus.

This study aims to determine the factors that associated with type 2 diabetes in elderly at Posbindu Cempaka Putih Village in 2012. This study is an analytic epidemiologic study with cross-sectional design. Data is collected by measuring blood sugar with glucosemeter, interviews with questionnaires and semiquantitative FFQ and the measurement of waist circumference with measuring tape. Respondents of this study were elderly aged ≥ 60 years that were selected through simple random sampling method. Analysis of the data in this study consists of univariate analysis, bivariate analysis using the chi-square test and independent t-test and multivariate analysis using multiple logistic regression.

The results showed that the prevalence of type 2 diabetes in the elderly was 21.5%. Based on the results of the bivariate test with a significance level of 10% can be known that the factors that are associated with type 2 diabetes is the consumption of fiber, magnesium intake, glycemic load, physical activity, and family history of diabetes. While the factors that are not related to type 2 diabetes is fat consumption, smoking, and waist circumference. And based on the results of multivariate analysis, it is found that family history of diabetes is the most dominant factor associated with type 2 diabetes mellitus.

Therefore, it is advisable to carry out prevention and control efforts by increasing motivation and awareness of a healthy lifestyle and a good diet, especially those who already have a family history of diabetes through counseling to schools with counseling materials specific to diabetes, implementing afternoon walk activities or doing gymnastics which guided by one of the elderly, providing information about the benefits and good sources of fiber and magnesium, as well as the formation of more posbindu in order to reach all the elderly in the village.

(5)
(6)
(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Erniati

Tempat/Tanggal Lahir : Sidojadi, 14 November 1990

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum Menikah

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

No Telepon/Hp : 085297774831

Email : salsabila.zukhrufa@gmail.com

Alamat : Desa Sidojadi, Kec. Bukit Malintang, Kab. Mandailing

Natal, Sumatra Utara

Riwayat Pendidikan:

 1996 – 2002 SD Indpres No 144446 Lumban Dolok

 2002 – 2005 MTsN Siabu

 2005 – 2008 MAN 2 Model Padangsidimpuan

 2008 – Sekarang Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

(8)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang

yang telah memberikan rahmat, karunia dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Faktor-faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2

pada Lanjut Usia di Pos Pembinaan Terpadu Kelurahan Cempaka Putih Tahun

2012”. Dalam Penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat dukungan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Orang tua dan Abang yang selalu mendoakan dan memberikan support agar penulis tetap semangat dalam proses penyusunan skripsi.

2. Prof. Dr. (hc).dr. M.K Tadjudin, Sp.And. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Febrianti, M.Si selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kedokteran dan Ilmu kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan dosen

pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan

skripsi ini.

4. Ibu Catur Rosidati, SKM. MKM sebagai dosen pembimbing yang telah

memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang sudah memberikan

(9)

6. Staf Puskesmas Ciputat Timur dan Kader Kelurahan Cempaka Putih yang telah

membantu penulis dalam pengambilan data di Kelurahan Cempaka Putih.

7. Para lansia yang sudah bersedia jadi responden dalam penelitian skripsi ini.

8. Teman seperjuangan (Eka, Rini, dan Titi) yang telah membantu dalam

pengambilan data skripsi.

9. Semua pihak yang terkait dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai

pihak sehingga menjadi sebuah ilmu dan pembelajaran bagi penulis di masa yang

akan datang.

Wassalamualaikum, Wr. Wb.

Jakarta, 22 Mei 2013

(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR GRAFIK ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 5

1.4 Tujuan ... 7

1.5 Manfaat ... 8

1.6 Ruang Lingkup ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

(11)

2.2 Diabetes Melitus ... 10

2.3 Kerangka Teori ... 22

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 24

3.1 Kerangka Konsep ... 24

3.2 Definisi Operasional ... 27

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 30

4.1 Desain Penelitian ... 30

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 30

4.4 Pengumpulan Data ... 33

4.5 Pengolahan Data ... 37

4.6 Analisis Data ... 40

BAB V HASIL ... 43

5.1 Gambaran Umum Posbindu Kelurahan Cempaka Putih ... 43

5.2 Analisis Univariat ... 44

5.2.1 Gambaran DM Tipe 2 ... 44

5.2.2 Gambaran Konsumsi Serat ... 45

5.2.3 Gambaran Konsumsi Lemak ... 46

5.2.4 Gambaran Konsumsi Magnesium ... 47

5.2.5 Gambaran Beban Glikemik ... 49

5.2.6 Gambaran Aktivitas Fisik ... 50

(12)

5.2.8 Gambaran Riwayat Keluarga DM ... 51

5.2.9 Gambaran Lingkar Pinggang ... 51

5.3 Analisis Bivariat ... 52

5.3.1 Hubungan Konsumsi Serat dengan DM Tipe 2 ... 52

5.3.2 Hubungan Konsumsi Lemak dengan DM Tipe 2 ... 52

5.3.3 Hubungan Konsumsi Magnesium dengan DM Tipe 2 ... 53

5.3.4 Hubungan Beban Glikemik dengan DM Tipe 2 ... 53

5.3.5 Hubungan Aktivitas Fisik dengan DM Tipe 2 ... 54

5.3.6 Hubungan Merokok dengan DM Tipe 2 ... 54

5.3.7 Hubungan Riwayat Keluarga DM dengan DM Tipe 2 ... 55

5.3.8 Hubungan Lingkar Pinggang dengan DM Tipe 2 ... 55

5.4 Analisis Multivariat ... 56

BAB VI Pembahasan ... 59

6.1 Keterbatasan Penelitian ... 59

6.2 Gambaran DM Tipe 2 ... 60

6.3 Hubungan Konsumsi Serat dengan DM Tipe 2 ... 62

6.4 Hubungan Konsumsi Lemak dengan DM Tipe 2 ... 64

6.5 Hubungan Konsumsi Magnesium dengan DM Tipe 2... 67

6.6 Hubungan Beban Glikemik dengan DM Tipe 2 ... 68

6.7 Hubungan Aktivitas Fisik dengan DM Tipe 2 ... 71

6.8 Hubungan Merokok dengan DM Tipe 2 ... 73

(13)

6.10 Hubungan Lingkar Pinggang dengan DM Tipe 2 ... 76

BAB VII Simpulan dan Saran ... 79

7.1 Simpulan ... 79

7.2 Saran ... 81

(14)

DAFTAR TABEL

No Tabel Judul Tabel Halaman

3.1 Definisi Operasional 27

4.1 Hasil Perhitungan Besar Sampel 31

5.1 Jumlah Anggota Posbindu di Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

43

5.2 Gambaran Karakteristik Responden di Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

44

5.3 Gambaran Konsumsi Serat Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

45

5.4 Gambaran Konsumsi Lemak Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

46

5.5 Gambaran Konsumsi Magnesium Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

47

5.6 Gambaran Beban Glikemik Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

49

5.7 Distribusi Rata-rata Konsumsi Serat Berdasarkan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

52

5.8 Distribusi Rata-rata Konsumsi Lemak Berdasarkan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

52

5.9 Distribusi Rata-rata Konsumsi Magnesium Berdasarkan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

53

5.10 Distribusi Rata-rata Beban Glikemik Berdasarkan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

53

5.11 Distribusi Responden Menurut Aktivitas Fisik dengan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

54

5.12 Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Merokok dengan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

54

5.13 Distribusi Responden Menurut Riwayat Keluarga DM dengan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

55

5.14 Distribusi Responden Menurut Lingkar Pinggang dengan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

(15)

No Tabel Judul Tabel Halaman 5.15 Hasil Analisis Bivariat Hasil Analisis Bivariat

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

57

5.16 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Ganda antara Konsumsi Serat, Konsumsi Magnesium, Beban Glikemik, Aktivitas Fisik, dan Riwayat Keluarga DM dengan DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

57

5.17 Hasil Analisis Multivariat antara Konsumsi Serat, Aktivitas Fisik, dan Riwayat Keluarga DM dengan DM Tipe 2 pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

58

DAFTAR BAGAN

No Bagan Judul Bagan Halaman

2.1 Kerangka Teori 23

3.1 Kerangka Konsep 26

(16)

DAFTAR GRAFIK

No Grafik Judul Grafik Halaman

5.1 Distribusi DM Tipe 2 Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

45

5.2 Distribusi Frekuensi Konsumsi Serat Pada Lansia Posbindu di Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

46

5.3 Distribusi Frekuensi Konsumsi Lemak Pada Lansia Posbindu di Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

47

5.4 Distribusi Frekuensi Konsumsi Magnesium Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

48

5.5 Distribusi Frekuensi Beban Glikemik Pada Lansia Posbindu di Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

49

5.6 Distribusi Aktivitas Fisik Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

50

5.7 Distribusi Merokok Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

50

5.8 Distribusi Riwayat Keluarga DM Pada Lansia Posbindu di

Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

51

5.9 Distribusi Lingkar Pinggang Pada Lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Form Pernyataan Persetujuan Responden

Lampiran 2 Form Kuesioner

Lampiran 3 Form FFQ Semikuantitatif

Lampiran 4 Hasil Analisis Data

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kemajuan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan teknologi yang tengah terjadi

akibat adanya globalisasi berdampak pada perubahan karakteristik demografi

masyarakat. Persaingan ekonomi telah mendorong orang untuk mementingkan karir dan

menunda berkeluarga atau mempunyai anak. Demikian pula, harapan hidup dapat

diperpanjang akibat kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran yang telah dicapai saat ini.

(Sriyana, 2008). Akibat adanya pembangunan di segala bidang tersebut menimbulkan

terjadinya transisi demografi di mana awalnya kondisi penduduk ditandai dengan tingkat

fertilitas dan mortalitas yang tinggi yang berubah menjadi keadaan penduduk dengan

tingkat fertilitas dan mortalitas yang rendah.

Transisi demografi ini mengubah struktur populasi penduduk menuju ageing population yang ditandai dengan percepatan pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia). Proporsi penduduk lansia di Indonesia mengalami peningkatan cukup signifikan selama

30 tahun terakhir dengan populasi 5,3 juta jiwa (4,48 persen dari total keseluruhan

penduduk Indonesia) pada tahun 1971 menjadi 19,3 juta (8,37 persen dari total

keseluruhan penduduk Indonesia) pada tahun 2009 (Komnas Lansia, 2010). Dan

menurut proyeksi Bappenas jumlah penduduk lansia 60 tahun atau lebih akan meningkat

dari 18.1 juta pada 2010 menjadi dua kali lipat (36 juta) pada 2025.

Proses menua menghasilkan perubahan fisiologis yang menyebabkan disfungsi

organ dan kegagalan suatu organ atau sistem tubuh tertentu (Fatmah, 2010). Jenis

(19)

penyakit yang sering dikaitkan dengan proses penuaan adalah penyakit degeneratif

(Timmreck, 2004). Meningkatnya populasi lansia dan juga terjadinya perubahan gaya

hidup akibat pengaruh globalisasi dapat mengakibatkan timbulnya transisi epidemiologi

dimana terjadi pergeseran pola penyakit menular yang diganti oleh penyakit degeneratif.

Salah satu penyakit degeneratif yang menjadi masalah penting pada lansia adalah

diabetes melitus (DM).

DM merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik dimana penderita

diabetes tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh tidak

mampu menggunakan insulin secara efektif sehingga terjadilah kelebihan glukosa di

dalam darah dan baru dirasakan setelah terjadi komplikasi lanjut pada organ tubuh. DM

sering disebut sebagai the great imitator karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan dengan gejala sangat bervariasi

(Misnadiarly, 2006).

DM jangka panjang menimbulkan rangkaian gangguan metabolik yang

menyebabkan kelainan patologis makrovaskular dan mikrovaskular. Komplikasi

mikrovaskuler yang berkaitan dengan DM meliputi retinopati, nefropati dan neuropati.

Pengidap DM menghadapi peningkatan risiko untuk menderita penyakit kardiovaskular,

serebrovaskular dan penyakit vascular perifer (Gibney, 2008).

Pada lansia komplikasi DM akan lebih cepat muncul dibandingkan dengan

kelompok usia lainnya. Hal ini disebabkan karena pada lansia sendiri sudah terjadi

penurunan fungsi sistem organ tubuh yang menjadikan risiko terjadinya komplikasi DM

pada lansia menjadi lebih besar. Misalnya penyakit katarak, penyakit ini biasa terlihat

(20)

pada penderita DM penyakit ini bisa muncul sekitar 10 tahun lebih awal daripada

non-DM (Ali, 2010).

Pada tahun 2000 Indonesia menduduki peringkat keempat jumlah pengidap

diabetes terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat, China, dan India dimana posisi

Indonesia pada tahun 2030 diperkirakan tetap bertahan dalam daftar 4 besar negara

dengan jumlah penderita diabetes terbanyak di dunia dan diprediksi akan terjadi

kenaikan jumlah pengidap DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi

sekitar 21,3 juta pada tahun 2030(Wild, 2004).

DM pada lansia umumnya adalah DM tipe 2 (Misnadiarly, 2006). Menurut hasil

penelitian Handayani (2003), faktor-faktor risiko DM tipe 2 meliputi inaktivitas, riwayat

keluarga DM, umur ≥45 tahun, dan praktik yang buruk dalam mencegah DM.

Sedangkan menurut Bazzano (2005), faktor-faktor risiko DM yang dapat dimodifikasi

terdiri dari obesitas, asupan alkohol, merokok, inaktivitas fisik, dan faktor diet seperti

asupan lemak, serat, serta beban glikemik. Selain itu, Lopez-Ridaura (2004)

membuktikan bahwa asupan magnesium memiliki hubungan berbanding terbalik dengan

risiko DM.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh

bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 55-64 tahun

menduduki ranking ke-2 baik pada laki-laki (10.5%) maupun perempuan (12%) di mana

penyebab kematian ke-1 adalah stroke dengan persentase 22.5% pada laki-laki dan

20.7% pada perempuan. Dan menurut data Dinas Kesehatan Tangerang Selatan (Dinkes

Tangsel) tahun 2011, DM juga merupakan penyakit kedua terbanyak pada lansia.

(21)

berada di wilayah Tangerang Selatan, termasuk Kelurahan Cempaka Putih yang menjadi

wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur. Itulah sebabnya penulis tertarik untuk

mengadakan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan DM tipe 2 pada

lansia di Kelurahan Cempaka Putih.

1.2Rumusan Masalah

Menurut data Riskesdas (2007), prevalensi DM pada kelompok lansia sudah

berada di atas prevalensi nasional 1,1%, yaitu sebesar 3,7% pada kelompok usia 55 – 64

tahun, 3,4% pada kelompok usia 65–74 tahun, dan 3,2% pada kelompok usia 75 tahun

ke atas. Hal ini menunjukkan bahwa DM merupakan masalah kesehatan yang penting

bagi lansia. Menurut data Dinkes Tangsel (2011) DM merupakan penyakit kedua

terbanyak pada lansia di wilayah Tangsel. Dan penyakit ini juga termasuk dalam daftar

10 besar penyakit terbanyak pada lansia berdasarkan laporan bulanan (LB1) bulan

Januari – Juni tahun 2012 di Puskesmas Ciputat Timur. Berdasarkan hasil studi

pendahuluan di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih diperoleh bahwa persentase lansia

yang menderita DM sebanyak 30%. Persentase ini jauh berada di atas prevalensi

nasional 1,1%. Dengan demikian, DM masih menjadi masalah kesehatan bagi lansia

yang terdaftar di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih.

Faktor risiko terjadinya DM tipe 2 terdiri dari faktor genetik dan faktor

lingkungan. Faktor genetik terdiri dari riwayat keluarga DM dan etnis/ras. Sedangkan

faktor risiko lingkungan yang utama untuk terjadinya DM meliputi: usia, obesitas dan

obesitas pada bagian perut, faktor makanan/gizi serta jarang melakukan aktivitas fisik

(22)

konsumsi lemak, alkohol, magnesium dan beban glikemik (Bazzano (2005) dan Lopez

Ridaura (2004)). Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan diperoleh persentase

lansia yang memiliki tingkat aktivitas fisik kurang sebesar 60%, merokok sebesar 10%,

yang mempunyai riwayat keluarga DM sebesar 30%, dan yang memiliki ukuran lingkar

pinggang berisiko sebesar 60%. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti

faktor-faktor yang berhubungan dengan DM tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan

Cempaka Putih.

1.3Pertanyaan Penelitian

1) Bagaimana gambaran DM tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka

Putih Tahun 2012?

2) Bagaimana gambaran konsumsi serat pada lansia di Posbindu Kelurahan

Cempaka Putih Tahun 2012?

3) Bagaimana gambaran konsumsi lemak pada lansia di Posbindu Kelurahan

Cempaka Putih Tahun 2012?

4) Bagaimana gambaran konsumsi magnesium pada lansia di Posbindu Kelurahan

Cempaka Putih Tahun 2012?

5) Bagaimana gambaran beban glikemik pada lansia di Posbindu Kelurahan

Cempaka Putih Tahun 2012?

6) Bagaimana gambaran aktivitas fisik pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka

Putih Tahun 2012?

7) Bagaimana gambaran merokok pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka

(23)

8) Bagaimana gambaran riwayat keluarga DM pada lansia di Posbindu Kelurahan

Cempaka Putih Tahun 2012

9) Bagaimana gambaran lingkar pinggang pada lansia di Posbindu Kelurahan

Cempaka Putih Tahun 2012?

10)Apakah ada hubungan antara konsumsi serat dengan kejadian DM tipe 2 pada

lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012?

11)Apakah ada hubungan antara konsumsi lemak dengan kejadian DM tipe 2 pada

lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012?

12)Apakah ada hubungan antara konsumsi magnesium dengan kejadian DM tipe 2

pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012?

13)Apakah ada hubungan antara beban glikemik dengan kejadian DM tipe 2 pada

lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012?

14)Apakah ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian DM tipe 2 pada

lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012?

15)Apakah ada hubungan antara merokok dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di

Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012?

16)Apakah ada hubungan antara riwayat keluarga DM dengan kejadian DM tipe 2

pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012?

17)Apakah ada hubungan antara lingkar pinggang dengan kejadian DM tipe 2 pada

lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012?

18)Apa faktor yang paling dominan berhubungan dengan DM tipe 2 pada lansia di

(24)

1.4Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan DM tipe 2 pada lansia di

Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012.

1.4.2 Tujuan Khusus

1) Mengetahui gambaran DM tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan

Cempaka Putih Tahun 2012

2) Mengetahui gambaran konsumsi serat pada lansia di Posbindu Kelurahan

Cempaka Putih Tahun 2012

3) Mengetahui gambaran konsumsi lemak pada lansia di Posbindu Kelurahan

Cempaka Putih Tahun 2012

4) Mengetahui gambaran konsumsi magnesium pada lansia di Posbindu

Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

5) Mengetahui gambaran beban glikemik pada lansia di Posbindu Kelurahan

Cempaka Putih Tahun 2012

6) Mengetahui gambaran aktivitas fisik pada lansia di Posbindu Kelurahan

Cempaka Putih Tahun 2012

7) Mengetahui gambaran merokok pada lansia di Posbindu Kelurahan

Cempaka Putih Tahun 2012

8) Mengetahui gambaran riwayat keluarga DM pada lansia di Posbindu

Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

9) Mengetahui gambaran lingkar pinggang pada lansia di Posbindu

(25)

10)Mengetahui hubungan antara konsumsi serat dengan kejadian DM tipe 2

pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

11)Mengetahui hubungan antara konsumsi lemak dengan kejadian DM tipe 2

pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

12)Mengetahui hubungan antara konsumsi magnesium dengan kejadian DM

tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

13)Mengetahui hubungan antara beban glikemik dengan kejadian DM tipe 2

pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

14)Mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian DM tipe 2

pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

15)Mengetahui hubungan antara merokok dengan kejadian DM tipe 2 pada

lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

16)Mengetahui hubungan antara riwayat keluarga DM dengan kejadian DM

tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

17)Mengetahui hubungan antara lingkar pinggang dengan kejadian DM tipe 2

pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih Tahun 2012

18)Mengetahui faktor yang paling dominan berhubungan dengan DM tipe 2

pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012

1.5Manfaat

1.5.1 Bagi Puskesmas Ciputat Timur

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk

(26)

1.5.2 Bagi Masyarakat Kelurahan Cempaka Putih

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat

Kelurahan Cempaka Putih terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan DM pada

lansia sehingga dapat menumbuhkan kesadaran untuk menerapkan pola hidup sehat

yang dapat mencegah penyakit DM.

1.5.3 Bagi Peneliti lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan acuan bagi peneliti lain

untuk meneliti faktor yang berhubungan dengan DM tipe 2 pada lansia secara lebih

mendetail dan mendalam.

1.6Ruang Lingkup

Penelitian ini meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan terhadap DM

tipe 2 pada lansia di Posbindu Kelurahan Cempaka Putih tahun 2012. Penelitian ini

merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional yang dilaksanakan pada bulan September 2012 – Mei 2013 oleh mahasiswa peminatan Gizi Program

Studi Kesehatan Masyarakat. Pengambilan data dilakukan melalui pengukuran gula

darah dengan glucosemeter, wawancara dengan kuesioner dan FFQ semikuantitatif serta pengukuran lingkar pinggang dengan pita meteran. Responden penelitian ini

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lanjut Usia

Lansia merupakan kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses

perubahan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu. Menurut WHO, lansia

dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu:

1. Usia pertengahan (middle age) : usia 45 – 59 tahun 2. Lansia (elderly) : usia 60 – 74 tahun 3. Lansia tua (old) : usia 75 – 90 tahun 4. Usia sangat tua (very old) : usia di atas 90 tahun Sedangkan Depkes RI (2006) memberikan batasan lansia sebagai berikut:

1. Virilitas (prasenium): masa persiapan usia lanjut yang menampakkan

kematangan jiwa (usia 55 -59 tahun).

2. Usia lanjut dini (senescen): kelompok yan mulai memasuki masa usia lanjut dini

(usia 60 – 64 tahun).

3. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif: usia di atas

65 tahun (Fatmah, 2010).

2.2 Diabetes Melitus (DM)

2.2.1 Definisi DM

DM adalah sekelompok kelainan yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa

darah (hiperglikemia). Mungkin terdapat penurunan dalam kemampuan tubuh untuk

(28)

berespons terhadap insulin dan/atau penurunan atau tidak adanya pembentukan

insulin oleh pankreas. Kondisi ini mengarah pada hiperglikemia, yang dapat

menyebabkan terjadinya komplikasi metabolik akut seperti ketoasidosis diabetik dan

sindrom hiperglikemik hiperosmolar non-ketosis (HHNK). Hiperglikemia jangka

panjang dapat menunjang terjadinya komplikasi mikrovaskular kronis (penyakit

ginjal dan mata) serta komplikasi neuropati. Diabetes juga berkaitan dengan

peningkatan kejadian penyakit makrovaskular, termasuk infark miokard, stroke, dan

penyakit vascular perifer (Baughman, 2000).

2.2.2 Diagnosis DM

Diagnosis harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak

dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan

diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara

pemeriksaaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan

adalah pemeriksaaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma

vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya

dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya (yang melakukan program

pemantauan kendali mutu secara teratur). Walaupun demikian sesuai dengan kondisi

setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler

dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai

pembakuan oleh WHO (Soegondo, 2005).

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM

berupa poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat

(29)

200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar

glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM.

Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang

baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM.

Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik

kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl

pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan

kadar glukosa darah pasca pembebanan ≥ 200 mg/dl (Soegondo, 2005).

2.2.3 Klasifikasi Etiologi DM

Klasifikasi etiologi DM dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel Klasifikasi Etiologi Kelainan Glikemia (DM)

Tipe 1

(5 – 10% penderita

diabetic adalah tipe I)

Ditandai dengan kegagalan produksi insulin yang parsial

atau total oleh sel-sel ฀ pankread. Faktor penyebab masih

belum dimengerti dengan jelas tetapi beberapa virus

tertentu, penyakit autoimun, dan faktor-faktor genetik

mungin turut berperan

Tipe 2

(90 – 95% penderita

diabetic adalah tipe II)

Ditandai dengan resistensi insulin ketika hormon insulin

diproduksi dengan jumlah yang tidak memadai atau

dengan bentuk yang tidak efektif. Ada korelasi genetik

yang kuat pada tipe diabetes ini dan proses terjadinya

berkaitan dengan obesitas

Tipe spesifik lainnya Defek genetik pada sel ฀

Defek genetik pada kerja insulin

Penyakit pada kelenjar ensokrin pancreas

Endokrinopati

(30)

Infeksi

Bentuk immune-mediated diabetes yang langka

Kadang-kadang sindrom genetik lain yang disertai

diabetes

Diabetes gestasional Bentuk diabetes yang terjadi selama kehamilan.

Kebanyakan, tapi tidak semuanya, akan sembuh setelah

melahirkan

Sumber : (Gibney, 2008)

2.2.4 Faktor Risiko Terjadinya DM Tipe 2

DM tipe 2 merupakan penyakit multifaktorial dengan komponen genetik dan

lingkungan yang memberikan kontribusi sama kuatnya terhadap proses timbulnya

penyakit tersebut. Sebagian faktor ini dapat dimodifikasi melalui perubahan gaya

hidup, sementara sebagian lainnya tidak dapat diubah (Gibney, 2008).

a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

1) Riwayat Keluarga (Genetik)

Bukti adanya komponen genetik berasal dari koefisien keselarasan

(corcodance) DM yang meningkat kepada kembar monozigot, prevalensi DM

yang tinggi pada anak-anak dari orang tua yang menderita diabetes, dan

prevalensi DM yang tinggi pada kelompok etnis tertentu (Gibney, 2008).

Menurut Handayani (2003), riwayat keluarga memiliki pengaruh bermakna

dengan kejadian DM tipe 2. Risiko untuk terjadi DM tipe 2 pada subyek yang

memiliki riwayat keluarga DM tipe 2 sebesar 5,9 kali dibandingkan dengan

mereka yang tidak tahu keluarganya menderita DM tipe 2.

(31)

Pertambahan usia merupakan faktor risiko yang penting untuk DM.

Hasil penelitian Handayani (2003) membuktikan bahwa umur ≥45 tahun

memiliki pengaruh yang bermakna dengan kejadian DM tipe 2. Orang yang

berusia ≥45 tahun berisiko terkena DM tipe 2 sebesar 7,5 kali dibandingkan

dengan mereka yang berumur <45 tahun.

Menurut Petersen penuaan berhubungan erat dengan resistensi insulin,

seperti halnya resistensi insulin terkait dengan DM tipe 2. Petersen juga

menemukan bahwa lansia yang memiliki berat badan normal juga mengalami

resistensi insulin, yang menunjukkan bahwa bertambahnya usia (menjadi tua)

itu sendiri meningkatkan risiko mengalami diabetes tipe 2 (Curry, 2012).

3) Ras

Prevalensi diabetes tipe 2 pada orang dewasa sekitar tiga sampai lima

kali lebih besar pada orang Afrika-Karibia dan Asia Selatan dibandingkan

dengan populasi kulit putih Eropa. Sedangkan prevalensi diabetes pada orang

Cina tidak berbeda secara substansial dibandingkan dengan populasi umum

di Inggris (Oldroyd, 2005).

Ada bukti bahwa kelompok etnis tertentu memiliki kecenderungan

untuk mengidap diabetes tipe 2 dengan adanya faktor risiko yang sama.

Misalnya, pada orang dewasa Asia Selatan terdapat tingkat obesitas dan

distribusi lemak pusat yang lebih tinggi yang mengakibatkan resistensi

insulin dibandingkan dengan populasi kulit putih. Tingkat kebiasaan aktivitas

fisik yang lebih rendah juga berperan dalam meningkatkan risiko diabetes

(32)

b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

1) Obesitas dan Obesitas pada Perut

Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya DM.

Hubungannya dengan DM tipe 2 sangat kompleks. Sekalipun masih berada di

dalam kisaran berat badan yang dapat diterima, namun kenaikan berat badan

dapat meningkatkan risiko DM, khususnya jika ada predisposisi familial. Di

antara faktor-faktor lingkungan, obesitas memiliki korelasi yang paling kuat.

Risiko terjadinya diabetes meningkat seiring indeks massa tubuh (IMPT)

meningkat, dan keadaaan ini menunjukkan korelasi dose-response antara lemak tubuh dan resistensi insulin. Faktor-faktor yang mungkin

mempengaruhi resistensi insulin pada obesitas meliputi kadar asam lemak

yang tinggi di dalam darah yang beredar dan intrasel. Kadar asam lemak

bebas yang tinggi di dalam darah dan sel ini dapat mempengaruhi fungsi

insulin (lipotoksisitas) dan sejumlah sitokin yang dilepaskan oleh jaringan

adipose (adipoksin); sitokin ini meliputi leptin, adinopektin, dan resistin.

Dibandingkan dengan obesitas, distribusi lemak tubuh lebih penting

artinya sebagai prediktor DM. Adipositas tubuh bagian atas/obesitas pada

perut memiliki keterkaitan yang lebih erat dengan DM pada sejumlah

penelitian cross-sectional dan prospektif (Gibney, 2008). Obesitas pada perut atau berbentuk apel (lingkar pinggang> 40 inci untuk pria > 35 inci untuk

wanita) adalah faktor risiko yang sangat potensial untuk resistensi insulin.

Resistensi insulin mengurangi pasokan glukosa ke dalam sel. Hal ini akan

(33)

insulin tambahan. Kadar insulin yang lebih tinggi dari normal umumnya

cukup untuk menjaga glukosa darah terkendali selama beberapa tahun.

Namun, sel-sel dalam pankreas akan menjadi lelah, karena terlalu banyak

pekerjaan. Dalam kasus tersebut, produksi insulin semakin lambat atau akan

terhenti dan, sebagai akibatnya, glukosa menumpuk dalam darah (Brown,

2005).

2) Aktivitas Fisik

Pentingnya gaya hidup kurang gerak sebagai faktor risiko untuk

diabetes dan efek protektif aktivitas fisik sudah banyak diteliti. Orang yang

mempertahankan gaya hidup aktif secara fisik mengalami gangguan toleransi

glukosa dan DM tipe 2 lebih jarang daripada mereka yang memiliki gaya

hidup kurang gerak. Helmrich dkk (1991) menguji aktivitas fisik pada waktu

senggang dan perkembangan diabetes pada 5.990 alumni laki-laki dari

University of Pennsylvania selama 14 tahun. Mereka menemukan bahwa pria

yang berolahraga secara teratur, dengan intensitas sedang atau berat,

memiliki risiko 35% lebih rendah menderita DM tipe 2 daripada pria kurang

gerak.

Aktivitas fisik diduga dapat meningkatkan pembuangan glukosa yang

dirangsang insulin pada dosis insulin yang ditetapkan. Selain itu, orang yang

terlatih secara fisik mungkin mengalami peningkatan yang lebih kecil dalam

konsentrasi insulin plasma sebagai respons terhadap beban glukosa

(34)

gerak. Hal ini menunjukkan bahwa training/olahraga dapat meningkatkan sensitivitas jaringan terhadap insulin (Bazzano, 2005).

3) Konsumsi Karbohidrat Kompleks/Serat

Karbohidrat biasanya digolongkan menjadi 3 kelompok besar, yaitu

monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Pengelompokan tersebut

berdasarkan susunan kimia yang dimiliki tiap jenis. Namun, pengelompokan

yang hanya berdasarkan susunan kimia tidak memberikan panduan yang

penting untuk kesehatan. Yang lebih penting adalah klasifikasi berdasarkan

kemampuan mereka untuk dicerna dan diserap di usus kecil manusia,

sehingga memberikan kontribusi langsung maupun tidak langsung kepada

karbohidrat glikemik; dalam klasifikasi ini karbohidrat yang tidak dicerna

dan diserap di usus kecil manusia disimpan terpisah dari karbohidrat

glikemik, dan di antara mereka serat makanan merupakan kelompok yang

paling penting pengaruhnya bagi kesehatan terutama pada penyakit DM

(Parillo, 2004).

Efek menguntungkan dari serat makanan diperoleh mungkin karena

kandungan magnesiumnya yang tinggi, sehingga dapat melindungi dari

diabetes mengingat perannya sebagai kofaktor penting bagi enzim yang

terlibat dalam metabolisme glukosa dan pengaruhnya terhadap kerja insulin

dan homeostasis glukosa (Larsson, 2007). Selain itu, menurut Hopping dkk

(2010) asupan serat total dikaitkan dengan penurunan risiko diabetes baik

pada pria dan wanita. Sementara asupan tinggi serat gandum dapat

(35)

wanita. Dan asupan tinggi serat sayuran dapat menurunkan risiko sebesar

22% pada pria.

4) Indeks glikemik dan Beban glikemik

Indeks glikemik (GI) adalah skala yang membagi tingkatan makanan

yang mengandung karbohidrat melalui berapa banyak makanan tersebut

dapat meningkatkan kadar glukosa darah dibandingkan dengan standar

makanan. Standar makanan yang digunakan adalah glukosa dan roti putih.

Meskipun mekanisme pasti bagaimana diet tinggi GI dapat mengubah risiko

diabetes tipe 2 belum jelas, namun ada 2 jalur utama yang sudah sering

dipaparkan, yaitu:

Pertama, makanan tinggi GI menghasilkan konsentrasi glukosa darah yang

lebih tinggi dan permintaan insulin yang lebih besar daripada makanan

rendah GI meskipun jumlah karbohidrat yang dikandungnya sama. Dengan

meningkatnya permintaan insulin secara kronis menimbulkan kelelahan

pankreas yang dapat mengakibatkan intoleransi glukosa (Willet, 2002).

Kedua, diet makanan tinggi GI secara langsung dapat meningkatkan

resistensi insulin. Dalam penelitian yang dilakukan terhadap hewan, diet

tinggi amilopektin atau glukosa menghasilkan resistensi insulin lebih cepat

dan lebih parah daripada diet berbasis amilosa (Higgins, 1996).

Meskipun GI mengukur kualitas karbohidrat, namun GI tidak

memperhitungkan jumlah/kuantitas karbohidrat dan dengan demikian tidak

dapat menjelaskan keseluruhan potensi peningkatan kadar glukosa dari diet

(36)

jumlah karbohidrat yang terkandung dalam makanan. GL, sebuah konsep

divalidasi oleh Brand-Miller dan rekan, dihitung sebagai produk dari GI dan

jumlah diet karbohidrat. Untuk makanan individu, GL lebih relevan daripada

GI (Roberts, 2009).

5) Konsumsi Magnesium

Magnesium berperan penting dalam produksi dan fungsi insulin.

Kekurangan magnesium akan menurunkan sekresi insulin di pankreas dan

meningkatkan resistensi insulin dalam jaringan tubuh (Sendih, 2006). Hal

serupa juga dikemukakan oleh Larsson dkk (2007) yang menyatakan bahwa

peran proteksi asupan magnesium terhadap diabetes tipe 2 dapat disebabkan

oleh peningkatan sensitivitas insulin.

Asupan magnesium memiliki hubungan berbanding terbalik dengan

kejadian diabetes tipe 2. Peningkatan konsumsi makanan kaya magnesium

seperti biji-bijian, kacang-kacangan, kacang-kacangan, dan sayuran berdaun

hijau dapat mengurangi risiko diabetes tipe 2 (Lopez-Ridaura, 2004 dan

Larsson, 2007).

6) Konsumsi Lemak

Lemak makanan dapat berkontribusi pada etiologi diabetes tipe 2.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Thanopoulou dkk (2003) diperoleh

temuan bahwa asupan lemak sangat terkait dengan DM tipe 2 baik diabetes

tipe 2 yang sudah terdiagnosis atau diabetes tipe 2 tidak terdiagnosis. Adanya

diabetes tipe 2 ini terutama dikaitkan dengan asupan lemak hewani.

(37)

hewani yang lebih tinggi. Dengan kata lain, peningkatan konsumsi lemak

hewani dapat menyebabkan peningkatan kejadian/insiden diabetes.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Meyer dkk

(2001). Setelah dilakukan adjustmet faktor kovariat diet dan non-diet, Meyer dkk (2001) menemukan bahwa lemak nabati memiliki hubungan berbanding

terbalik dengan insidens diabetes pada populasi lansia perempuan Iowa.

Selain itu, mereka juga mengungkapkan bahwa mengganti asam lemak jenuh

dengan asam lemak tak jenuh ganda dapat mengurangi laju/perkembangan

diabetes.

7) Konsumsi Alkohol

Konsumsi alkohol dalam jumlah yang rendah sampai sedang dapat

menurunkan perkembangan diabetes dengan meningkatkan sensitivitas

insulin dan memperlambat penyerapan glukosa dari makanan. Sedangkan

asupan alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan asupan energi yang

berlebih dan obesitas, induksi pankreatitis, gangguan metabolisme

karbohidrat dan glukosa, dan gangguan fungsi hati (Bazzano, 2005).

Menurut Facchini dkk (1994), perbedaan asupan alkohol berperan

dalam perubahan dalam metabolisme insulin. Konsumsi alkohol dalam

jumlah rendah sampai sedang pada pria dan wanita sehat berhubungan

dengan peningkatan penyerapan glukosa yang diperantarai insulin,

menurunkan glukosa plasma dan konsentrasi insulin dalam respon terhadap

glukosa oral, dan konsentrasi kolesterol HDL lebih tinggi. Facchini dkk

(1994) juga mengungkapkan bahwa individu yang diklasifikasikan sebagai

(38)

dan memiliki kadar insulin plasma yang lebih rendah dibandingkan yang

bukan peminum .

Penelitian dengan topik yang sama juga dilakukan oleh Wei dkk (2000).

Namun, kriteria sampel yang diteliti pada dua studi tersebut agak berbeda

karena Facchini dkk (1994) hanya meneliti pada peminum alkohol ringan

sampai sedang dan bukan peminum, sedangkan Wei dkk (2000) memiliki

kriteria sampel yang lebih luas, yaitu peminum alkohol ringan, sedang, dan

peminum berat serta yang bukan peminum.

Walaupun kriteria sampelnya agak berbeda namun hasil penelitian

Facchini dkk (1994) selaras dengan penelitian Wei dkk (2000). Wei dkk

(2000) menemukan hubungan yang berbentuk U antara konsumsi alkohol dan

insiden diabetes, peminum moderat memiliki resiko terendah untuk diabetes,

dan bukan peminum dan peminum berat memiliki risiko lebih tinggi.

8) Merokok

Merokok dapat meningkatkan risiko terkena diabetes melalui beberapa

cara. Merokok telah terbukti dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi

glukosa darah dan dapat meningkatkan resistensi insulin. Seperti

dikemukakan oleh Frati dkk (1996) merokok secara akut dapat menyebabkan

toleransi glukosa terganggu dan menurunkan sensitivitas insulin.

Dari hasil studi yang dilakukan oleh Rimm dkk (1993) diketahui bahwa

di antara peserta dari Nurses Health Study, wanita yang merokok lebih dari

25 batang per hari memiliki risiko 42% lebih besar (95% CI, 1,18-1,72)

(39)

disesuaikan dengan obesitas dan faktor risiko lainnya. Pada perempuan,

merokok mungkin memiliki efek "antiestrogenik", menyebabkan perubahan

negatif dalam rasio pinggang-pinggul. Rasio pinggang-pinggul yang

meningkat telah terbukti secara signifikan berkorelasi positif dengan

resistensi insulin, kadar glukosa plasma dan overt diabetes. Oleh karena itu, efek merokok terhadap perkembangan diabetes mungkin dimediasi melalui

perubahan dalam distribusi lemak.

Studi tentang merokok dan risiko DM juga dilakukan oleh Sairenchi

dkk (2004) yang menemukan bahwa merokok secara independen terkait

dengan meningkatnya risiko diabetes tipe 2 pada laki-laki dan perempuan

yang tergolong dalam kelompok middle-aged dan lansia.

2.3 Kerangka Teori

Menurut Gibney (2008), faktor risiko terjadinya DM tipe 2 terdiri dari faktor

genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik terdiri dari riwayat keluarga DM dan

etnis/ras di mana menurut Oldroyd (2005) terdapat bukti bahwa kelompok etnis tertentu

memiliki kecenderungan untuk mengidap diabetes tipe 2 dengan adanya faktor risiko

yang sama. Misalnya, pada orang dewasa Asia Selatan terdapat tingkat obesitas dan

distribusi lemak pusat yang lebih tinggi yang mengakibatkan resistensi insulin

dibandingkan dengan populasi kulit putih serta tingkat kebiasaan aktivitas fisik yang

lebih rendah juga berperan dalam meningkatkan risiko diabetes pada populasi ini.

(40)

obesitas dan obesitas pada bagian perut, jarang melakukan aktivitas fisik serta faktor

makanan/gizi (Gibney, 2008).

Faktor diet yang berperan dalam timbulnya DM menurut Bazzano (2005) terdiri

dari asupan serat, lemak dan konsumsi alcohol serta beban glikemik. Selain itu,

Lopez-Ridaura (2004) menemukan bahwa asupan magnesium juga berhubungan dengan DM

tipe 2. Berdasarkan beberapa teori tersebut, kerangka teori yang digunakan dalam

penelitian ini dapat digambarkan dalam bagan berikut.

Bagan 2.1 Kerangka Teori

(41)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1Kerangka Konsep

Ada beberapa faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya DM tipe 2 yang

terdiri dari faktor yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi.

Faktor-faktor tersebut tidak semuanya diteliti. Dalam penelitian ini ada 8 faktor yang

akan diteliti meliputi:

1) Konsumsi serat

Konsumsi serat berpengaruh terhadap DM tipe 2 dengan cara memperbaiki

respon glukosa darah dan indeks insulin dalam tubuh.

2) Konsumsi lemak

Konsumsi lemak berperan dalam DM tipe 2 dikarenakan asam lemak

mempengaruhi metabolisme glukosa dengan mengubah fungsi membran sel,

aktivitas enzim dan sinyal insulin.

3) Konsumsi magnesium

Konsumsi magnesium berperan dalam DM tipe 2 dikarenakan kadar magnesium

intraseluler penting untuk menjaga sensitivitas insulin pada otot rangka atau

jaringan adiposa.

4) Beban glikemik

Beban glikemik berpengaruh terhadap DM tipe 2 melalui perannya dalam

perubahan kadar CRP dan IL-6 yang merupakan biomarker inflamasi. Inflamasi

(42)

berhubungan dengan disfungsi atau perubahan permeabilitas endotel. Perubahan

permeabilitas endotel dan berkurangnya aliran darah perifer dapat membatasi

pengiriman insulin dan meningkatkan resistensi insulin pada jaringan aktif secara

metabolik.

5) Aktivitas fisik

Aktivitas fisik berperan dalam DM tipe 2 karena dapat mempengaruhi resistensi

insulin.

6) Merokok

Merokok berpengaruh terhadap DM tipe 2 karena merokok secara langsung

dapat merusak fungsi sel ฀ atau menginduksi peradangan pankreas kronis

sehingga dapat menganggu sekresi insulin.

7) Riwayat keluarga DM

Anggota keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar terserang

penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita DM di

mana dalam kasus DM tipe 2 persentase yang memiliki riwayat keluarga untuk

menderita DM sebesar 30%.

8) Lingkar pinggang

Lingkar pinggang berperan dalam DM tipe 2 karena lemak pada organ – organ

perut lebih mudah diolah untuk memperoleh energi. Ketika lemak diolah untuk

memperoleh energi, kadar asam lemak meningkat yang dapat meningkatkan

resistensi terhadap insulin melalui aksinya terhadap hati dan otot – otot tubuh.

Sedangkan faktor-faktor yang tidak diteliti terdiri dari: konsumsi alcohol, ras,

(43)

(2007) tingkat konsumsi alkohol masyarakat di wilayah Tangerang masih rendah

yaitu sebesar 2,3%. Persentase ini masih berada di bawah persentase konsumsi

alkohol secara nasional yaitu 4,6%. Dan faktor ras tidak diteliti karena masyarakat di

Kelurahan Cempaka Putih sebagian besar berasal dari ras yang sama. Sedangkan

faktor usia tidak diteliti karena hasil penelitian Handayani (2003) membuktikan

bahwa faktor yang menjadi risiko terjadinya DM tipe 2 yaitu berusia ≥45 tahun.

Dalam penelitian ini responden yang diteliti semuanya berusia minimal 60 tahun.

Dengan kata lain, semua responden sudah berisiko terkena DM tipe 2. Hal ini

nantinya akan mempengaruhi hasil analisis data karena data variabel usia tidak

variatif mengingat tidak ada responden yang berusia di bawah 45 tahun.

Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1

Faktor Diet 1. Lemak

2. Serat 3. Magnesium 4. Beban glikemik

Aktivitas Fisik

DM tipe 2

Riwayat keluarga DM Merokok

Lingkar pinggang

(44)

3.2 Definisi Operasional dokter atau hasil ukur gula darah kapiler sewaktu

b) Ada keluhan khas dan hasil pengukuran kadar 1. Non DM, jika tidak sesuai

dengan kriteria DM.

Konsumsi lemak dalam gram Rasio

3 Konsumsi

(45)

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Wawancara Semi-Quantitatif FFQ Konsumsi magnesium dalam mg Rasio

6

menghisap rokok. Wawancara

Kuesioner 0. Merokok, jika responden masih aktif merokok sampai pengumpulan data.

1. Tidak merokok, jika responden tidak pernah merokok atau sudah berhenti merokok lebih dari 1 tahun sebelum

pengumpulan data

dilakukan. (Qiao, 1999)

(46)

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

8 Aktivitas Fisik

Segala aktivitas fisik yang dilakukan terus menerus selama 10 menit atau lebih dalam setiap kali kegiatan dan dikumulasikan selama seminggu.

Wawancara

Kuesioner 0. Kurang/rendah, jika:

a) Melakukan aktivitas fisik berat < 20 menit/hari selama 3 hari.

b) Melakukan aktivitas fisik sedang < 5 hari atau berjalan < 30 menit/hari. 1. Cukup/sedang, jika:

a) Melakukan aktivitas fisik berat minimal 20 menit/hari selama 3 hari atau lebih, atau

b) Melakukan aktivitas fisik sedang selama 5 hari atau lebih atau berjalan paling cm untuk wanita dan <90 cm untuk laki-laki.

(Cahyono, 2008)

(47)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan desain

penelitian cross-sectional di mana pengambilan data variabel independen dan variabel dependen dilakukan dalam waktu bersamaan. Penelitian ini bersifat analitik

karena akan melihat hubungan antara varibel independen dan varibel dependen.

Variabel independen yang diteliti adalah konsumsi serat, lemak, magnesium, beban

glikemik, aktivitas fisik, merokok, riwayat keluarga DM, dan lingkar pinggang.

Sedangkan variabel independennya adalah DM tipe 2.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Cempaka Putih pada bulan September 2012 –

Mei 2013.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh lansia yang terdaftar di Pos pembinaan

terpadu (Posbindu) Kelurahan Cempaka Putih.

4.3.2 Sampel Penelitian

a. Besar Sampel

(48)

proporsi (Ariawan, 1998) yaitu:

⁄ √

Keterangan:

N = jumlah sampel yang dibutuhkan

Z1-a/2 = derajat kemaknaan

Z1-  = kekuatan uji

P = proporsi gabungan, P = (P1 +P2)/2

Nilai P1 dan P2 diperoleh dari hasil penelitian Handayani (2003) sehingga jumlah

sampel berdasarkan perhitungan dengan rumus uji hipotesis beda proporsi adalah sebagai

berikut:

Tabel 4.1

Hasil Perhitungan Besar Sampel Berdasarkan Hasil Penelitian Handayani (2003)

(49)
(50)

b. Kriteria Sampel

Kriteria inklusi adalah :

 Berusia ≥ 60 tahun

 Bersedia menjadi responden

 Bersedia diperiksa kadar glukosa darah

Kriteria eksklusi adalah:

 Tergantung insulin/ menjalani pengobatan injeksi insulin

c. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling

dengan menggunakan jumlah proporsional per posbindu. Pengambilan sampel dilakukan dengan langkah-langkah berikut:

1) Menyusun kerangka sampel yang berisi daftar nama lansia yang terdaftar

di posbindu.

2) Melakukan pengambilan secara acak (pengundian) dari kerangka sampel

sampai terambil sebanyak 93 orang dari 136 lansia yang terdaftar.

4.4 Pengumpulan Data

4.4.1 Sumber Data

(51)

1) Data variabel dependen (DM tipe 2)

2) Data variabel independen (konsumsi serat, konsumsi lemak, konsumsi

magnesium dan beban glikemik serta variabel merokok, aktivitas fisik,

riwayat keluarga DM dan lingkar pinggang).

b. Data Sekunder

Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian meliputi data penyakit yang

terdapat dalam LB1 Puskesmas Ciputat Timur bulan Januari – Juni tahun 2012,

data 10 penyakit terbesar pada lansia di Tangerang Selatan tahun 2011, dan

profil Kelurahan Cempaka Putih.

4.4.2 Cara Pengumpulan Data

a. Data DM diperoleh melalui beberapa tahapan berikut:

1) Menanyakan apakah responden menderita DM berdasarkan hasil

diagnosa dokter. Jika responden menjawab “ya” berarti responden

dikategorikan menderita DM.

2) Jika responden menjawab tidak, maka responden ditanyakan apakah

memiliki keluhan khas berupa berupa poliuria, polidipsi, polifagia,

dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya

serta diperiksa gula darahnya. Jika ada keluhan khas dan

pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl berarti responden

dikategorikan menderita DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas

(52)

Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi

angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar

glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain (Soegondo,

(53)

mahasiswa Jurusan Kesehatan Masyarakat melalui tahapan sebagai

berikut:

1) Menyiapkan peralatan yang dibutuhkan, yaitu glucosemeter dengan merk Easy Touch GCU model ET – 301, alkohol, kasa/kapas, jarum

penusuk (lancet) dan alat penusuk (lancing device) dan test strip 2) Memasukkan jarum penusuk (lancet) ke dalam alatnya (lancing

device). Jarum yang dimasukkan harus masih baru dan steril dan hanya digunakan untuk sekali pakai.

3) Membersihkan ujung jari yang akan ditusuk dengan kasa atau kapas

beralkohol untuk menghindari infeksi.

4) Menusukkan jarum ke ujung jari responden.

5) Memasukkan test strip ke alat pengukur (glucose meter) dan memastikan bahwa test strip yang digunakan belum kadaluwarsa.

6) Menempelkan ujung test strip ke bulatan darah sampai terbasahi

merata bagian untuk sampelnya. Jangan meneteskan darah ke strip

dan jangan terlalu keras menempelkan test strip. Bila sampel

darah sudah memadai maka alat akan mulai mengukur (waktu

pengukuran terlihat di display dalam hitungan mundur).

7) Menempelkan kasa atau kapas beralkohol ke ujung jari yang

tertusuk untuk menghentikan perdarahan.

(54)

darah kapiler yang diukur dengan menggunakan alat glucosemeter.

Pemilihan metode pengukuran ini berdasarkan beberapa pertimbangan,

yaitu alatnya praktis, mudah dibawa kemana-mana, cepat memberikan

hasil, dan keterbatasan dana peneliti.

b. Data konsumsi zat gizi berupa serat, lemak, dan magnesium serta beban

glikemik diperoleh melalui wawancara tentang kebiasaan konsumsi jenis

makanan yang terdapat dalam FFQ semikuantitatif.

c. Data aktifitas fisik, riwayat keluarga, merokok diperoleh melalui

wawancara dengan kuesioner.

d. Data lingkar pinggang diperoleh melalui pengukuran lingkar pinggang

dengan pita meteran.

4.5 Pengolahan Data

Data-data yang telah terkumpul akan diolah melalui tahapan berikut:

1. Editing Data

Tahap ini merupakan tahap kegiatan pengecekan data yang telah diisi.

Kegiatan yang dilakukan dalam editing adalah pengecekan dari sisi

kelengkapan, relevansi dan konsistensi jawaban.

Kelengkapan data diperiksa dengan cara memastikan bahwa jumlah kuesioner

yang terkumpul sudah memenuhi jumlah sampel minimal yang ditentukan dan

memeriksa apakah setiap pertanyaan dalam kuesioner sudah terjawab dengan

(55)

data usia responden tercantum 65 tahun dan tanggal lahir 14 September 1942.

Data tersebut sudah berarti tidak konsisten karena usia responden berdasarkan

tanggal kelahirannya adalah 70 tahun. Jika ada data yang tidak lengkap dan

tidak konsisten, maka responden akan dihubungi kembali melalui nomor

kontak yang sudah ditanyakan pada saat wawancara.

2. Coding Data

Setelah melakukan editing data, selanjutnya adalah melakukan kegiatan coding. Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan. Misal: untuk jawaban “ya” diberi kode 1 dan untuk

jawaban “tidak” diberi kode 0. Berikut pengkodingan yang dilakukan pada tiap

variabel dalam penelitian ini:

a) DM tipe 2: 0 = DM, jika: Terdiagnosa oleh dokter atau; ada keluhan khas

dan hasil pengukuran kadar gula darah sewaktu ≥200 mg/dl atau; tidak ada

keluhan khas dan 2 kali hasil pengukuran kadar gula darah sewaktu ≥200

mg/dl yang diukur pada hari yang berbeda dan 1 = Non DM, jika tidak

sesuai dengan kriteria DM.

b) Merokok: 0 = Merokok, jika responden masih aktif merokok sampai

pengumpulan data dan 1 = Tidak merokok, jika responden tidak pernah

merokok atau sudah berhenti merokok lebih dari 1 tahun sebelum

pengumpulan data dilakukan.

c) Aktivitas fisik: 0 = Kurang, jika melakukan aktivitas fisik berat < 20

(56)

aktivitas fisik berat minimal 20 menit/hari selama 3 hari atau lebih, atau

melakukan aktivitas fisik sedang selama 5 hari atau lebih atau berjalan

paling sedikit 30 menit/hari.

d) Riwayat keluarga: 0 = Ada, jika ada anggota keluarga sedarah (ayah, ibu,

saudara laki-laki atau perempuan sekandung) yang pernah mengidap DM

dan 1 = tidak, jika tidak ada anggota keluarga sedarah yang menderita DM.

e) Lingkar pinggang: 0 = Berisiko, jika ≥80 cm untuk wanita dan ≥90 cm

untuk laki-laki dan 1 = Tidak berisiko, jika <80 cm untuk wanita dan <90

cm untuk laki-laki.

3. Struktur Data

Sebelum memasukkan data ke dalam komputer terlebih dahulu dibuat struktur

data tiap variabel berupa nama, tipe data, lebar data dan desimalnya, serta

membuat values. Misalnya, struktur data untuk variabel aktivitas fisik terdiri dari:

 Nama: aktivitas_fisik

 Tipe data : numerik

 Lebar data : 1 dan desimal : 0

Values: 0 = kurang dan 1 = cukup. 4. Entry Data

Setelah dibuat struktur data maka langkah selanjutnya adalah memasukkan

(57)

komputer, apakah ada kesalahan-kesalahan yang terjadi di dalamnya. Cleaning data dapat dilakukan dengan mengamati distribusi frekuensi atau diagram tebar tiap variabel dan memeriksa apakah ada nilai-nilai yang menyimpang. Misal:

pada variabel lingkar pinggang ada nilai 2, padahal kode untuk variabel lingkar

pinggang hanya 0 dan 1.

4.6 Analisis Data

Jenis analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah :

4.6.1Analisis Univariat

Analisis univariat merupakan suatu analisis untuk mendeskripsikan

masing-masing variabel yang diteliti. Analisi univariat bertujuan untuk mendapat

gambaran atau deskripsi dari variabel dependen dan independen pada penelitian ini,

yaitu variabel DM tipe 2, konsumsi serat, konsumsi lemak, konsumsi magnesium,

serta variabel merokok, aktivitas fisik, riwayat keluarga, dan obesitas.

4.6.2Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan suatu analisis untuk melihat hubungan antara

variabel dependen dan independen. Dalam penelitian ini, ada dua uji yang

digunakan yaitu uji chi square dan uji t independen. Uji chi square merupakan uji yang dipakai untuk mengetahui hubungan variabel independen dengan variabel

dependen yang masing-masing memiliki data kategorik. Sedangkan uji t

independen dipakai untuk mengetahui hubungan antara variabel independen yang

(58)

aktivitas fisik, merokok, riwayat keluarga DM dan lingkar pinggang dengan

variabel DM tipe 2. Sementara uji t digunakan untuk mengetahui hubungan antara

variabel konsumsi serat, konsumsi lemak, konsumsi magnesium dan beban

glikemik dengan variabel DM tipe 2.

Dalam penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0.1 (10%) dengan

pertimbangan responden yang diteliti adalah lansia yang sudah mengalami

penurunan daya ingat, sementara data konsumsi makanan diperoleh dengan

mengandalkan ingatan dan alat yang digunakan adalah glucosemeter yang

menggunakan bahan darah kapiler di mana menurut Ningsih dkk (2008) jika

menggunakan sampel darah kapiler masih akan ditemukan peluang kesalahan

sebesar 10,1%. Dari uji statistik nantinya akan diperoleh nilai p. Hubungan antara

dua variabel dikatakan bermakna jika mempunyai nilai p ≤ 0.1 dan dikatakan tidak

bermakna jika mempunyai nilai p > 0.1.

4.6.3Analisis Multivariat

Analisis multivariat bertujuan untuk melihat hubungan antara satu variabel

dependen dengan seluruh variabel independen, sehingga dapat diketahui variabel

independen mana yang paling dominan berpengaruh terhadap pola penyakit pada

lansia dengan menggunakan uji regresi logistik ganda. Uji regresi logistik ganda

yang digunakan dalam penelitian ini adalah model prediksi dengan tujuan untuk

memperoleh model yang terdiri dari beberapa variabel independen yang dianggap

terbaik memprediksi kejadian variabel dependen. Tahapan dalam permodelan ini

(59)

kandidat model dan dilanjutkan ke analisis multivariat.

b) Memilih variabel yang masuk ke dalam model dengan mempertahankan

variabel yang hasil uji regresi logistik berganda menunjukkan Pvalue ≤0.1. Untuk variabel yang Pvalue >0.1 dikeluarkan satu persatu secara bertahap dimulai dari variabel yang memiliki nilai Pvalue paling besar.

c) Melakukan uji interaksi sesama variabel independen, apabila secara substansi

diduga terjadi interaksi antara variabel independen. Penentuan variabel

interaksi sebaiknya melalui pertimbangan logika substantif. Pengujian interaksi

dilihat dari kemaknaan uji statistik (Pvalue ≤0.1). Bila variabel mempunyai nilai bermakna, maka variabel interaksi penting dimasukkan dalam model.

Gambar

Gambaran Karakteristik Responden di Kelurahan Cempaka
Tabel Klasifikasi Etiologi Kelainan Glikemia (DM)
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Besar Sampel Berdasarkan Hasil Penelitian Handayani (2003)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada saat proses pembelajaran di kelas, ada beberapa siswa yang kurang memperhatikan saat praktikan menyampaikan materi sehingga membuat kondisi kelas sedikit

Sebelum melakukan pengambilan data terlebih dahulu peneliti menemui guru bimbingan konseling di SMP Negeri 1 Pontianak untuk meminta bantuan mengumpulkan siswa

Variabel-variabel yang terkena dampak dari pembangunan Jalur Lingkar Luar Timur terhadap ekonomi pada Kawasan Surabaya Timur adalah PDRB, pendapatan per kapita, prospek

Samudranesia Tour and Travel Pekanbaru karena, dengan promosi yang tepat seperti pada dimensi periklanan, promosi penjualan, hubungan masyarakat yang memiliki skor

Menurut Umaroh ada beberapa kelebihan dari jejaring Edmodo, yaitu: a) Membuat pelajaran tidak tergantung pada waktu dan tempat. b) Meringankan tugas guru untuk memberikan

Sebaliknya Sjahrir berpendapat bahwa mentalitas itu sesuatu yang melekat ( inhern ) akibat peninggalan sistem feodal. Adanya perbedaan pendapat ini menyebabkan mereka

Pada bagian ini akan ditentukan bilangan reproduksi dasar, titik setimbang bebas penyakit, titik setimbang endemik, dan ditentukan kestabilan lokal dari titik setimbang

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG, 2015) mengemukakan bahwa Kecamatan Cililin merupakan daerah rawan longsor dengan tingkatan menengah-tinggi di