KERJASAMA INTERNASIONAL
(STUDI KASUS: KEPENTINGAN INDONESIA TERHADAP
ASEAN – CHINA FREE TRADE AREA
)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada program sarjana
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara
Disusun Oleh: EKA FANKOSTA F. S
NIM: 070906058 Jurusan : Ilmu Politik
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang Kerjasama Internasional yang mengambil studi kasus mengenai Kepentingan Indonesia terhadap Association of South East Asia Nations (ASEAN) – China Free Trade Area (ACFTA). Tren perdagangan bebas yang terjadi saat ini, mengakibatkan setiap negara untuk ikut serta agar mengalami kemajuan ekonomi. Kerjasama ACFTA merupakan kerjasama perdagangan tentang penurunan ataupun penghapusan tarif untuk mengurangi kerugian dari penerapan pajak yang tinggi sehingga dapat meningkatkan volume perdagangan masing-masing pemegang kepentingan. Indonesia sebagai negara anggota ASEAN bekerjasama dengan China adalah karena Indonesia melihat China memiliki potensi yang besar dengan jumlah penduduk yang besar dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan pasar yang luas bagi Indonesia untuk mengekspor barang-barangnya.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode analisa kualitatif. Penafsiran data dan menarik kesimpulan dilakukan dengan mengacu kepada rujukan konsep dan teoritis kepustakaan sesuai dengan permasalahan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penurunan dan penghapusan tarif serta hambatan non tarif di China membuka peluang bagi Indonesia untuk meningkatan volume dan nilai perdagangan ke negara yang penduduknya terbesar dan memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia. Kerjasama ini juga telah membuka akses pasar produk pertanian Indonesia ke China dan keberadaan kebijakan early harvest package (EHP) terbukti berdampak positif bagi kinerja ekspor komoditas pertanian yang didominasi oleh komoditas perkebunan seperti minyak sawit (CPO). Iklim investasi pun semakin meningkat. Penciptaan regim investasi yang kompetitif dan terbuka membuka peluang bagi Indonesia untuk menarik lebih banyak investasi dari China. Peningkatan kerjasama ekonomi dalam lingkup yang lebih luas membantu Indonesia melakukan peningkatan
capacity building, transfer technology, dan managerial capability. Juga menciptakan lapangan pekerjaan baru dari hasil kerjasama ekonomi dan pembangunan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan China di Indonesia. Intinya, kepentingan Indonesia yang dibawa dalam kerjasama ACFTA sedikit banyak mulai terpenuhi. Agar pemanfaatan kerjasama ini lebih optimal, Indonesia harus mampu meningkatkan daya saing dan mulai memperbaiki sistem dan infrastrukturnya.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkatNya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Skripsi ini dimaksudkan
adalah kewajiban setiap mahasiswa-mahasiswa Ilmu Politik sebagai syarat wajib
dalam Departemen Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara untuk mendapatkan
gelar sarjana.
Adapun judul dari skripsi Saya adalah Kerjasama Internasional (Studi Kasus: Kepentingan Indonesia terhadap ASEAN-China Free Trade Agreement). Penulis membahas tentang kepentingan Indonesia dalam keikutsertaannya dalam Perjanjian kerjasama perdagangan antara negara-negara
anggota ASEAN dengan China yang lebih mengutamakan penurunan tarif dalam
perdagangan. Adapun Indonesia berminat ikut serta dalam perjanjian perdagangan
tersebut karena Indonesia melihat kebangkitan China yang luar biasa itu dan ingin
memanfaatkannya demi kemajuan Indonesia sendiri melalui seperti perdagangan
komoditi unggulan Indonesia (CPO, karet alam dan lainnya).
Dalam penulisan Skripsi ini, Penulis telah banyak menerima bantuan
berupa dukungan, bimbingan dan kerja sama dari berbagai pihak, sehingga
penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Menyadari hal tersebut, maka pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa penghargaan dan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus, karena kasih karuniaNya, saya bisa menyelesaikan
2. Orangtua saya yang tercinta, Alm. Pdt. Effendy Edison Sianipar, S. MTh
yang teramat kubanggai, yang menjadi semangat dalam hidupku. Dan
Ibunda Eliana Rambe, S.Pd, terimakasih telah menyemangati, memotivasi, dan terkadang memaksaku (hehe...) dalam menyelesaikan skripsi ini.
Tanpa doamu, aku tidak akan menjadi seperti sekarang ini mak.... Masih
inilah yang bisa kupersembahkan untuk membuat kalian tersenyum
bangga. Semoga aku bisa memberikan yang lebih baik lagi kedepannya.
Amen.
3. Ibu Dra. T. Irmayani, M. Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Politik.
4. Indra Kusuma Nasution, M. Si selaku dosen pembimbing saya yang sangat
membantu terselesaikannya skripsi ini.
5. Dr. Warjio, MA selaku dosen Pembaca saya.
6. Kakakku yang paliiiing sok oke, Efflin Gustianita Sianipar, S.E, S. Pd
geendut... terimakasih buat dukungan dan doanya ya kak.... dan tolong
statusmu di fb jangan lebay kali, buat aku pengen cepat2 nikah
aja....hahay...!
7. Abangku yang terkasih sekaligus sumber penghasilanku (hehe), Erick Ismensen Sianipar, S.P terimakasih banyak buat dukungan dan kata-kata cambukannya. Bang Erick memble, nasehatmu sangat manjur bak obat
penawar racun buatan China... tapi sekaligus bikin gondok (hehe).
Bantuanmu sangat besar dalam skripsi ini bang!
9. Abang iparku, Farel Mulyadi Sitorus, M.M yang juga telah sangat membantu terselesaikannya skripsi ini, makasi banyak ya bang.
10.Erlando Gidion Frederly Sitorus, cintaku...terang hatiku, bintang kecilku, dan pelipur laraku...makasi ya sayang...senyummu, keceriaanmu,
tangismu, selalu membuatku kuat dan bahagia kembali. Cepat besar ya
jantung hatiku dan jangan lagi sakit2 ya.... Jesus always bless you,
forever....amen!
11.Teman-teman seperjuanganku, Maria (membelina), Ika (neng ratna),
Christy (lina), Chandrika (nenek), Adriana (cecillia), Christiany
(nurcahaya), Rut (nande), Roma, Elysabeth, Tice, Yosie, Maharani, bang
Anwar, Lia, Tiara, Eci, Siswandri, Desmar, Irwan, Reza, Arthur,
terimakasih atas bantuan dan support-nya.... Kawan awak Irma, makasi yooo, walaupun jauh tapi tetap care.
12.Lina, neng Ratna, dan Membelina lanjutkan perjuangan kita! Jangan
nakhal2 dikampus ya...(hahay). Jujur, aku sangat berterimakasih atas
pertolongan kalian bertiga kemaren dan sampai skripsi ini selesai. Gak tau
lah, apa jadinya aku kemaren tanpa kalian, peri-peri manisku...hehe. Lina,
jangan nyantai kali yg ngerjai skripsi tu...hentikan dulu online shopmu.
Fokus la ke monjamu yg disambu...LOH?? Hahaha. Ratna setan kecil
kami sekaligus si calon istri pendeta, lebih sabar menghadapi apa yg ada
dihadapanmu ya...dan sekali-sekali khotbah dirumahku lah...?
kutunggu..haha. Membelina, semangat ya manis! Melihat kau dan
mestikamu, i’m speechless...hahaha. Kapan punya pacar baru?? Ratna aja
kapan baikan ma Tice?hehe. Buat Rani, kapan lagi kita nonton?? hehe..
Buat Roma, kalau ada apa-apa sama skripsimu, bilang aja namaku...(hihi).
Dan buat Lia, jangan berhenti manggil “bro” ya...hehe.
13.Agil...makasi atas semuanya yah nang... Buat Mbak Cecillia, thanks ya
udah kusuk-kusuk aku waktu lagi ngerjain skripsi, buatin aku kopi,
masakin aku nasgor trus suapin aku (hahaha!!). Jenk Nurcahaya, kita
sesama cewek-cewek sosialita, jangan berhenti menikmati hidup ini, haha.
14.Kepada seluruh staff dan pegawai Ilmu Politik, khususnya bang Rusdi,
terimakasih banyak atas bantuannya.
Saya menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna dan sederhana
yang disebabkan oleh keterbatasan dan kemampuan penulis. Oleh sebab itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan laporan ini. Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
Medan, Juni 2011 Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN...i
HALAMAN PENGESAHAN...ii
ABSTRAK...iii
KATA PENGANTAR...iv
DAFTAR ISI...vii
DAFTAR TABEL...ix
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1. Latar Belakang...1
1.2. Permusan Masalah...3
1.3. Tujuan Penelitian………...3
1.4. Manfaat Penelitian………….………..…………...4
1.5. Kerangka Teori...5
1.5.1. Globalisasi...4
1.5.2. Perdagangan Internasional...7
1.5.2.1. Teori Keunggulan Absolut...9
1.5.2.2. Teori Keunggulan Komparatif...10
1.5.2.3. Teori Hecksher dan Ohlin (H-O)...11
1.5.3. Teori Hubungan Internasional...13
1.5.4 Kerjasama Internasional...16
1.6. Metodologi Penelitian...21
1.6.1. Jenis Penelitian...21
1.6.2. Teknik Pengumpulan Data...21
1.6.3. Teknik Analisa Data...22
1.7. Sistematika Penulisan...22
BAB II HUBUNGAN KERJASAMA INDONESIA, CHINA, DAN ASSOCIATION OF SOUTH EAST ASIA NATIONS (ASEAN)....24
2.1. Awal Kerjasama Indonesia – China...24
2.2. Awal Kerjasama ASEAN – China...29
2.3. Kebangkitan Ekonomi China...32
2.4. Kerjasama Perdagangan Bebas ASEAN...37
2.4.1. Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area)...38
2.5. Pembentukan ASEAN – China Free Trade Area (ACFTA)...39
2.5.1. Penetapan Tarif dalam Kerjasama ASEAN–China Free Trade Area (ACFTA)...41
BAB III KEPENTINGAN INDONESIA TERHADAP ASEAN – CHINA FREE TRADE AREA ACFTA...47
3.1. Hubungan Kerjasama ASEAN – China (2006-2009)……...47
3.2. Hubungan Kerjasama Indonesia – China…...49
3.2.1. Bidang Perdagangan...49
3.3. Kepentingan Indonesia terhadap ASEAN – China Free Trade Area
(ACFTA)...67
3.3.1. Kepentingan Nasional Indonesia…...72
BAB IV PENUTUP...81
4.1. Kesimpulan...81
4.2. Saran...83
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1. Banyaknya Tenaga Kerja yang Diperlukan untuk Menghasilkan
Per Unit……….……….…...7
2. Tabel 2: Data Hipotesis Cost Comparative………..9 3. Tabel 3. Skema Penurunan Tarif ASEAN-China...50
4. Tabel 4. Modalitas Penurunan Tarif EHP Indonesia-China…………....52
5. Tabel 5. Penurunan Tarif Bagi Indonesia dengan China...52
6. Tabel 6. Perkembangan Penurunan Tarif Bea Masuk ………55
7. Tabel 7. Neraca Perdagangan Indonesia-China, 1990-2009…………...72
8. Tabel 8. Struktur Perdagangan Indonesia-China, 2003-2009 (%)...…...73
9. Tabel 9. Pertumbuhan Ekspor Komoditas Pertanian Indonesia
ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang Kerjasama Internasional yang mengambil studi kasus mengenai Kepentingan Indonesia terhadap Association of South East Asia Nations (ASEAN) – China Free Trade Area (ACFTA). Tren perdagangan bebas yang terjadi saat ini, mengakibatkan setiap negara untuk ikut serta agar mengalami kemajuan ekonomi. Kerjasama ACFTA merupakan kerjasama perdagangan tentang penurunan ataupun penghapusan tarif untuk mengurangi kerugian dari penerapan pajak yang tinggi sehingga dapat meningkatkan volume perdagangan masing-masing pemegang kepentingan. Indonesia sebagai negara anggota ASEAN bekerjasama dengan China adalah karena Indonesia melihat China memiliki potensi yang besar dengan jumlah penduduk yang besar dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan pasar yang luas bagi Indonesia untuk mengekspor barang-barangnya.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode analisa kualitatif. Penafsiran data dan menarik kesimpulan dilakukan dengan mengacu kepada rujukan konsep dan teoritis kepustakaan sesuai dengan permasalahan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penurunan dan penghapusan tarif serta hambatan non tarif di China membuka peluang bagi Indonesia untuk meningkatan volume dan nilai perdagangan ke negara yang penduduknya terbesar dan memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia. Kerjasama ini juga telah membuka akses pasar produk pertanian Indonesia ke China dan keberadaan kebijakan early harvest package (EHP) terbukti berdampak positif bagi kinerja ekspor komoditas pertanian yang didominasi oleh komoditas perkebunan seperti minyak sawit (CPO). Iklim investasi pun semakin meningkat. Penciptaan regim investasi yang kompetitif dan terbuka membuka peluang bagi Indonesia untuk menarik lebih banyak investasi dari China. Peningkatan kerjasama ekonomi dalam lingkup yang lebih luas membantu Indonesia melakukan peningkatan
capacity building, transfer technology, dan managerial capability. Juga menciptakan lapangan pekerjaan baru dari hasil kerjasama ekonomi dan pembangunan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan China di Indonesia. Intinya, kepentingan Indonesia yang dibawa dalam kerjasama ACFTA sedikit banyak mulai terpenuhi. Agar pemanfaatan kerjasama ini lebih optimal, Indonesia harus mampu meningkatkan daya saing dan mulai memperbaiki sistem dan infrastrukturnya.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Skripsi ini akan membahas tentang kerjasama internasional dalam hal ini
adalah kerjasama antara negara-negara Asia Tenggara dengan China dalam
lingkup Association of South East Asia Nations (ASEAN) – China Free Trade Area (ACFTA). Kemudian lebih memfokuskan pembahasan skripsi yaitu tentang kepentingan Indonesia dalam perjanjian ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA).
Tujuan utama suatu negara melakukan kerjasama internasional adalah untuk
memenuhi kepentingan nasionalnya yang tidak dimiliki di dalam negeri. Untuk
itu, negara tersebut perlu memperjuangkan kepentingan nasionalnya di luar
negeri. Dalam kaitan itu, diperlukan suatu kerjasama untuk mempertemukan
kepentingan nasional antarnegara.1 Globalisasi di bidang ekonomi menciptakan
saling ketergantungan dalam proses produksi dan pemasaran dan di bidang politik
menciptakan ”liberalisasi”.2 Ketika terdapat derajat interdepedensi yang tinggi,
negara-negara akan membentuk institusi-institusi internasional untuk menghadapi
masalah-masalah bersama. Institusi-institusi itu dapat berupa organisasi
internasional formal atau dapat berupa serangkaian persetujuan yang agak formal
yang menghadapi aktivitas-aktivitas atau isu-isu bersama.3
1
Sjamsumar Dam dan Riswandi, Kerjasama ASEAN, Latar Belakang, Perkembangan, dan Masa Depan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995. hal. 15.
2
Heru Nugroho, Negara, Pasar dan Keadilan Sosial, Yogyakarta: Pustaka Relajar, 2001. hal. 3-4.
3
Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. hal. 63-64.
Hal-hal nyata yang terlihat dalam era global adalah meningkatnya integrasi
ekonomi antarnegara-negara di dunia. Globalisasi dengan demikian di warnai oleh
ekspansi pasar yang dalam bentuk konkret menjelma dalam berbagai
penyelenggaraan pasar-pasar bersama regional seperti Association of South East Asia Nations (ASEAN)-China Free Trade Area (ACFTA).4 Proses perluasan pasar di seluruh wilayah penjuru dunia tersebut merupakan sebuah rekayasa sosial
dengan skala luas, yang belum pernah terbayangkan sebelumnya, dengan
menggunakan berbagai instrumen seperti ilmu pengetahuan, teknologi, institusi
sosial, politik dan kebudayaan.5
Globalisasi dapat dilihat sebagai peluang untuk memanfaatkan pasar global
demi pertumbuhan ekonomi. Kebangkitan perusahaan China sebagai pemain
penting dalam pasar global menjanjikan manfaat baru bagi konsumen dunia dan
Alasan mengapa Penulis merasa tertarik untuk membahas tentang
kepentingan Indonesia terhadap ACFTA ini dikarenakan, pertama, Penulis ingin
mengetahui bagaimana awal kerjasama ASEAN dengan China. Seperti yang kita
ketahui bahwa Indonesia dengan China pernah memutuskan hubungan kerjasama
selama kurang lebih 30 tahun lamanya. Dari sini akan dilihat bagaimana ASEAN
menjembatani kerjasama Indonesia dengan China. Kedua, Penulis ingin
mengetahui perkembangan hubungan kerjasama ekonomi antara Indonesia –
China setelah berlakunya ACFTA. Apakah terjadi peningkatan atau sebaliknya.
Ketiga, untuk mengetahui kepentingan-kepentingan apa saja yang dibawa
Indonesia dalam kerjasama ACFTA.
4
Heru Nugroho, Op. Cit. hal. 4.
5
kesempatan baru bagi perusahaan mapan.6 China telah muncul sebagai perakit
dunia, mengimpor barang-barang jadi ke pasar-pasar Barat. Pertumbuhan
ekonomi China yang luar biasa itu juga menciptakan tantangan dan kesempatan
bagi negara-negara di kawasan ini.7
1.2. Perumusan Masalah
ASEAN melihat kebangkitan ekonomi China
ini sebagai peluang untuk meningkatkan ekonomi negara anggotanya melalui
kerjasama perdagangan yaitu ASEAN–China Free Trade Area (ACFTA). termasuk Indonesia. Dan mampukah Indonesia memanfaatkan peluang dari
kebangkitan China tersebut. Inilah yang menjadi alasan mengapa penelitian ini
penting untuk dibahas. Untuk melihat bagaimana sikap atau tindakan Indonesia
dalam memanfaatkan kebangkitan China tersebut.
Adapun yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah:
“Apa yang menjadi kepentingan Indonesia terhadap ASEAN – China Free
Trade Area (ACFTA) ?”
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penulis dalam meneliti permasalahan ini
adalah:
1. Untuk lebih memahami tentang Kerjasama Internasional yang dalam hal
ini adalah kerjasama ASEAN dengan China.
6
Ming Zeng dan Peter J. Williamson, Ancaman Sang Naga, Strategi China Menggempur Dominasi Pesaing Mapan di Pasar Global, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008. hal.vii.
7
2. Untuk lebih memahami tentang globalisasi dan perdagangan bebas yang
terjadi.
3. Untuk lebih memahami tentang hubungan kerjasama ASEAN – China.
4. Untuk lebih memahami tentang hubungan kerjasama Indonesia – China
dalam lingkup perjanjian ASEAN – China Free Trade Area (ACFTA). 5. Untuk mengetahui kepentingangan-kepentingan Indonesia terhadap
kerjasama kawasan perdagangan bebas ASEAN – China Free Trade Area
(ACFTA).
1.4. Manfaat Penelitian
Selain beberapa tujuan, sebuah penelitian juga diarahkan agar banyak
berdaya guna dan memiliki manfaat. Adapun manfaat dari penelitian ini antara
lain ialah :
1. Sebagai input yang berguna untuk memberikan suatu pemahaman khusus
terhadap kerjasama Indonesia dalam ACFTA.
2. Bagi para akademisi khususnya mahasiswa Departemen Ilmu Politik,
untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai kerjasama
internasional dan kepentingan Indonesia terhadap ACFTA.
3. Sebagai bahan kajian dalam mempertimbangkan pembuatan perjanjian
1.5. Kerangka Teori Penelitian 1.5.1. Globalisasi
Globalisasi adalah proses meningkatnya interdependensi antara aktor negara
dan non-negara pada skala global sehingga hubungan sosial dalam suatu
masyarakat secara signifikan dibentuk dan dipengaruhi dimensi hubungan sosial
yang lebih luas pada skala dunia.8 Atau globalisasi adalah perluasan kegiatan
ekonomi melintasi batas-batas poitik nasional dan regional dalam bentuk
peningkatan gerakan barang dan jasa termasuk buruh, modal, teknologi, dan
informasi melalui perdagangan.9
Scholte mendefinisikan bahwa globalisasi bisa bermakna sebagai
internasionalisasi, liberalisasi, universalisasi, Westernisasi dan deteritorialisasi
yang masing-masingnya mempengaruhi karateristik interaksi aktor-aktor dalam
ekonomi politik internasional. Pertama, globalisasi mencakup fenomena
internationalization, maksudnya meningkatnya hubungan lintas batas antara aktor-aktor internasional seperti yang terwujud dalam aliran barang, jasa, modal,
teknologi, dan bahkan manusia. Atau, meningkatnya intensitas interaksi lintas
batas dan saling ketergantungan antarnegara.10
Kedua, liberalization atau pengurangan dan peniadaan hambatan tarif maupun non-tarif yang dikenakan oleh negara terhadap aliran barang dan jasa
dalam rangka menciptakan perekonomian global yang terbuka dan dikendalikan
oleh mekanisme pasar. Atau proses untuk memindahkan larangan-larangan yang
8
John Art Scholte (2000). Globalization: A Critical Introduction, New York: Sin Martin’s Press. hal. 14.
9
Cornelis Rintuh dan Miar, M.S, Kelembagaan dan Ekonomi Rakyat, Yogyakarta: BPFE, 2005. hal. 116.
10
dibuat oleh negara dalam rangka membentuk ekonomi dunia yang lebih
terintegrasi. Ketiga, globalisasi mengacu pada gagasan universalization dalam
bentuk penyebaran nilai-nilai yang bersifat universal seperti demokrasi. Atau,
menyebarnya berbagai macam obyek dan pengalaman dari masyarakat di seluruh
dunia. Keempat, Westernization merupakan proses peniruan kebudayaan Barat
yang sering mengingkari akar budaya mereka yang sebenarnya, atau bahkan
memaksakan sistem budaya, sistem politik, dan sistem ekonomi negara-negara
Barat dalam panggung dunia. Kelima, menciptakan proses deterritorialization
atau a spread of supraterritoriality, yakni munculnya regulasi atau institusi yang melampaui territoriality Negara-bangsa. Ruang lingkup nasional tidak lagi dilihat sebagai space yang relevan untuk pembuatan keputusan karena semakin
banyaknya isu yang harus diselesaikan pada level yang lebih tinggi.11 Kenyataan
ini memaksa pemerintah untuk membangun strategi yang tepat dalam
mengintegrasikan ekonominya ke dalam kerjasama regional atau global demi
penyelesaian berbagai masalah ekonomi dalam negeri.12
Empat ciri dasar konsep globalisasi yaitu; pertama, meluasnya hubungan
sosial (stretched Social Relations) : hal ini mengacu pada munculnya saling
keterhubungan antara jaringan sosial budaya, ekonomi dan politik di masyarakat
yang melintasi batas negara-bangsa. Kedua, meningkatnya intensitas komunikasi
(intensification of flous) : berkaitan dengan makin meningkatnya intensitas
hubungan antaraktor dengan munculnya perkembangan ilmu dan teknologi.
Ketiga, meningkatnya interpenetrasi (increasing interpenetration) : interpenetrasi
yang terjadi dihampir segala bidang mengakibatkan budaya dan masyarakat yang
11 Ibid..
12
berada pada wilayah berbeda akan saling berhadapan pada level lokal dan
internasional. Dan keempat, munculnya infrastruktur global (global infrastucture)
: pengaturan institusional yang bersifat formal dan informal yang diperlukan agar
jaringan global bekerja.13
Ada lima aktivitas ekonomi yang tercakup dalam globalisasi. Pertama, telah
terjadi pertumbuhan yang pesat dari transaksi keuangan internasional. Kedua,
adanya peningkatan yang pesat dari Foreign Direct Investment (FDI) yang
dilakukan perusahaan multinasional. Ketiga, terbentuknya pasar global yang
mengurangi segmentasi pasar melalui konvergensi harga pada skala global.
Kelima, teknologi ke seluruh dunia melalui sistem transportasi dan komunikasi
yang mempersingkat jarak dan waktu.14
Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan
perniagaan dari suatu negara asal (country of origin) yang melintasi perbatasan menuju suatu negara tujuan (country of destination) yang dilakukan oleh perusahaan multinasional untuk melakukan perdagangan barang dan jasa,
perpindahan modal, perpindahan tenaga kerja, perpindahan teknologi dan
perpindahan merk dagang. Perdagangan internasional terjadi karena setiap negara Dari pengertian globalisasi ekonomi
tersebut dapat kita lihat bahwa ukuran yang dipakai untuk menentukan apakah
suatu negara menjadi beneficiary dari proses globalisasi dapat dilihat dari
peningkatan volume perdagangan internasional, jumlah FDI yang diterimanya,
serta aliran modal dalam bentuk lainnya.
1.5.2. Perdagangan Internasional
13
Yulius P. Hermawan, Op. Cit. hal. 135.
14
dengan negara partner dagangnya mempunyai beberapa perbedaan, diantaranya
perbedaan kandungan SDA, iklim, penduduk, spesifikasi tenaga kerja, konfigurasi
geografis, teknologi, tingkat harga, struktur ekonomi, sosial dan politik, dan
sebagainya. Dari perbedaan tersebut maka atas dasar kebutuhan yang saling
menguntungkan, terjadilah proses pertukaran yang terjadi secara luas yang dikenal
sebagai perdagangan internasional.15
Tujuan kebijakan perdagangan internasional yang dijalankan oleh suatu
negara antara lain; melindungi kepentingan ekonomi nasional dari pengaruh buruk
atau negatif dan dari situasi/kondisi ekonomi/perdagangan internasional yang
tidak baik atau tidak menguntungkan; melindungi kepentingan industri di dalam
negeri; melindungi lapangan kerja (employment); menjaga keseimbangan dan stabilitas balance of payment (BOP) atau neraca pembayaran internasional; menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabil; terakhir,
menjaga stabilitas nilai kurs/kurs valas.
Kebijakan Perdagangan Internasional diartikan sebagai berbagai tindakan
dan peraturan yang dijalankan suatu negara, baik secara langsung maupun tidak
langsung, yang akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan arah perdagangan
internasional dari/ke negara tersebut.
16
Teori perdagangan internasional adalah teori-teori yang mencoba memahami
mengapa sebuah negara (perekonomian) mau melakukan kerjasama perdagangan
dengan negara lain. Teori perdagangan yang akan dibahas terkait dengan
pembahasan skripsi ini antara lain; teori keunggulan absout dari Adam Smith,
Teori Keunggulan Komparatif dari David Ricardo dan Heckscher-Ohlin (H-O).
15
Hamdy Hadi, Ekonomi Internasional; Teori dan Kebijakan Perdangan Internasional. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1991, hal. 60.
16
1.5.2.1. Teori Keunggulan Absolut
Teori Absolute Advantage lebih mendasarkan pada besaran/variabel riil bukan moneter sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan
perhatiannya pada variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang diukur dengan
banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Makin
banyak tenaga kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut.
Teori ini menggunakan teori nilai tenaga kerja. Teori nilai kerja bersifat sangat
sederhana sebab menggunakan anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya
homogeny serta merupakan satu-satunya faktor produksi. Dalam kenyataannya
tenaga kerja itu tidak homogen, faktor produksi tidak hanya satu dan mobilitas
tenaga kerja tidak bebas.17
Dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut: Misalnya hanya ada 2
negara, Amerika dan Inggris memiliki faktor produksi tenaga kerja yang homogen
menghasilkan dua barang yakni gandum dan pakaian. Untuk menghasilkan 1 unit
gandum dan pakaian Amerika membutuhkan 8 unit tenaga kerja dan 4 unit tenaga
kerja. Di Inggris setiap unit gandum dan pakaian masing-masing membutuhkan
tenaga kerja sebanyak 10 unit dan 2 unit.
Tulus T.H. Tambunan. Globalisasi dan Perdagangan Internasional, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004. hal. 42.
Tampak bahwa Amerika lebih efisien
dalam memproduksi gandum sedang Inggris dalam produksi pakaian. 1 unit
gandum diperlukan 10 unit tenaga kerja di Inggris sedang di Amerika hanya 8
unit. (10 > 8 ). 1 unit pakaian di Amerika memerlukan 4 unit tenaga kerja sedang
di Inggris hanya 2 unit. Keadaan demikian ini dapat dikatakan bahwa Amerika
absolute advantage pada produksi pakaian. Dikatakan absolute advantage karena
masing-masing negara dapat menghasilkan satu macam barang dengan biaya yang
secara absolut lebih rendah dari negara lain. 19
Dasar pemikiran teori Keunggulan Komparatif adalah bahwa perdagangan
antara dua negara terjadi apabila masing-masing negara memiliki biaya relatif
yang terkecil (atau produkstivitas Tenaga Kerja/TK relatif yang terbesar) untuk
jenis barang yang berbeda.
1.5.2.2. Teori Keunggulan Komparatif
20
Jadi, penekanan pada perbedaan efisiensi atau
produktivitas relatif antarnegara dalam memproduksi dua atau lebih jenis barang
yang menjadi dasar terjadinya perdagangan internasional. Titik pangkal teori ini
adalah bahwa nilai atau harga per unit dari suatu barang ditentukan oleh jumlah
waktu atau maksimum jam kerja yang diperlukan satu orang TK dan jumlah TK
yang dipakai untuk memproduksi satu unit barang tersebut. Menurut teori cost comparative advantage, suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana
negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang di
mana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak efisien.21
Teori ini mencoba melihat keuntungan atau kerugian dalam perbandingan
relatif. Teori ini berlandaskan pada asumsi:22
1. Labor Theory of Value, yaitu bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang
Gregorius Chandra, dkk, Pemasaran Global: Internasionalisasi dan Internetisasi, Yogyakarta: Andi, 2004. hal. 28.
22
tersebut, dimana nilai barang yang ditukar seimbang dengan jumlah tenaga
kerja yang dipergunakan untuk memproduksinya.
2. Perdagangan internasional dilihat sebagai pertukaran barang dengan
barang.
3. Tidak diperhitungkannya biaya dari pengangkutan dan lain-lain dalam hal
pemasaran
4. Produksi dijalankan dengan biaya tetap, hal ini berarti skala produksi tidak
berpengaruh.
5. Faktor produksi sama sekali tidak mobile antar negara. Oleh karena itu ,
suatu negara akan melakukan spesialisasi dalam produksi barang-barang
dan mengekspornya bilamana negara tersebut mempunyai keuntungan dan
akan mengimpor barang-barang yang dibutuhkan jika mempunyai
kerugian dalam memproduksi.
1.5.2.3. Teori Hecksher dan Ohlin (H-O)
Teori Hecksher dan Ohlin (H-O) menjelaskan beberapa pola perdagangan
dengan baik, negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang
menggunakan faktor produksi yang relatif melimpah secara intensif. Teori ini
mempunyai dua kondisi penting sebagai dasar dari munculnya perdagangan
internasional yaitu ketersediaan faktor produksi dan intensitas dalam pemakaian
faktor produksi atau proporsi faktor produksi. Menurut teori ini, tiap negara akan
berspesialisasi pada jenis barang tertentu dan mengekspornya, yang bahan baku
atau faktor produksi utamanya berlimpah atau harganya murah di negara tersebut
langka atau mahal.23
Analisis teori H-O; pertama, harga atau biaya produksi suatu barang akan
ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki
masing-masing negara; kedua, Comparative Advantage dari suatu jenis produk yang
dimiliki masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor
produksi yang dimilkinya; ketiga, masing-masing negara akan cenderung
melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara
tersebut memilki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk
memproduksinya; dan keempat, masing-masing negara akan mengimpor
barang-barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif sedikit
dan mahal untuk memproduksinya.
Suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara
lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu
keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari
keunggulan komparatif adalah: pertama, faktor endowment, yaitu kepemilikan
faktor-faktor produksi didalam suatu negara.; kedua, faktor intensity, yaitu
teknologi yang digunakan didalam proses produksi, apakah labor intensity atau
capital intensity.
24
23
Ibid. hal. 47.
1.5.3. Teori Hubungan Internasional
Istilah hubungan internasional diciptakan oleh Jeremy Bantham.25 Sebagai
suatu ilmu, hubungan internasional merupakan satu kesatuan disiplin dan
memiliki ruang lingkup serta konsep-konsep dasar.26 Definisi ilmu hubungan
internasional yang dibuat oleh Stanley Hoffmann menyebutkan bahwa hubungan
internasional sebagai subyek akademis terutama memperhatikan hubungan politik
antarbangsa.27 Dalam arti yang luas, definisi tersebut tidak terbatas pada
hubungan-hubungan ytang beraspek politik saja, tetapi juga yang beraspek
non-politik seperti hubungan yang beraspek ekonomi, sosiologi, pskilogis, ideology,
budaya, dan militer. Dari sekian banyak aspek dalam hubungan internasional,
akan muncul satu yang menonjol dalam suatu kasus atau peristiwa. Mengenai
komponen-komponen studi hubungan internasional antara lain meliputi: analisis
perbandingan politik luar negeri, hukum internasional, organisasi internasional,
studi kawasan, studi-studi strategis, pembangunan internasional, komunikasi
internasional, studi perdamaian dan penyelesaian konflik.28
25
J. Frankel, Hubungan Internasional, Jakarta: ANS Sungguh Bersaudara, 1980. hal. 9.
26
R. Soeprapto, Hubungan Internacional, Sistem, Interaksi dan Perilaku, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997. hal. 12.
27
Mc. Clelland, C. A, Ilmu Hubungan Internasional, Teori dan Sistem, Jakarta: C.V Rajawali, 1981. hal. vii.
28
R. Soeprapto. Op. Cit. hal. 15.
Ada banyak teori
dalam menjelaskan hubungan internasional. Dalam hal ini, Penulis akan
menggunakan teori Neoliberalisme mengingat penelitian ini berkisar pada
Neoliberalisme
Membicarakan neoliberalisme sangat tidak mungkin kita lakukan tanpa
menyinggung liberalisme. Liberalisme, awal mulanya adalah ekspresi ideologis
kaum borjuis dalam menghadapi kubu konservatif. Jadi, tidak salah bila kita
katakana bahwa liberalisme merupakan ideology kaum borjuis kota. pada
dasarnya, odeologi ini memperjuangkan leissez faire (persaingan bebas), yakni paham yang memperjuangkan hak-hak atas pemilikan dan kebebasan individual.
Mereka juga lebih percaya pada kekuatan pasar untuk menyelesaikan
masalah-masalah sosial ketimbang paket-paket kebijakan regulasi atau intervensi pasar
oleh Negara.29
Kata neo dalam neoliberalisme merujuk pada bangkitnya kembali bentuk aliran ekonomi liberalisme lama yang cikal bakalnya dipicu oleh karya Adam
Smith, yang mempropagandakan pentingnya pentingnya penghapusan intervensi
pemerintah dalam mekanisme ekonomi. Sebagai gantinya, Smith menganjurkan
agar pemerintah membiarkan mekanisme pasar bekerja dengan logikanya sendiri,
melakukan deregulasi, serta menghilangkan seluruh hambatan (tariff dan non
tarif) dan restriksi. Kompetisi dan kekuatan individu yang bekerja dalam
mekanisme pasar akan menciptakan keteraturan ekonomi. Smith menggunakan
teorinya tentang “tangan-tangan tersembunyi” (invisible hand) yang menurutnya
bakal mengatur dan mengorganisir seluruh relasi dan kehidupan ekonomi dan juga
mendorong setiap individu untuk mencari sebanyak-banyaknya keuntungan
ekonomi.30
29
Fakir. M, Bebas dari Neoliberalisme, Yogyakarta: Insist Press, 2003. hal. 4.
30
Setawan, B. Peralihan Kapitalisme di Dunia Ketiga, Yogyakarta: Insist Press, 1999. hal. 11.
Kebebasan dalam upaya pemenuhan kepentingan pribadilah yang
tidak melanggar hukum yang adil, dapat secara bebas berupaya memenuhi
kepentingan pribadi mereka dengan cara mereka, maka kemajuan, kemakmuran,
dan kesejahteraan masyarakat akan dapat dicapai. Dengan demikian, apabila
dorongan untuk mencari keuntungan individual adaah kapasitas yang alamiah,
maka tidak boleh ada intervensi negara atau monopoli negara karena hal itu hanya
akan menggangggu kebebasan idividu dalam berkompetisi. Dari gagasan inilah
lahir konsep pasar bebas.31
Di tahun 1950, proses integrasi regional sedang berjalan di Eropa Barat yang
memikat perhatian dan imajinasi kaum neoliberal. Dengan ‘integrasi’ kami
mengacu khususnya pada bentuk intensif kerjasama internasional. Teoritisi
integrasi terdahulu mempelajari bagaimana aktivitas-aktivitas fungsional lintas
batas tertentu menawarkan kerjasama jangka panjang yang saling
menguntungkan. Teoritisi kaum neoliberal lainnya mempelajari bagaimana
integrasi menghidupi dirinya sendirti; kerjasama di satu wilayah transaksi
membuka jalan bagi kerjasama di wilayah lainnya. Pembangunan Negara yang
sejahtera memerlukan tingkat perdagangan, komunikasi, pertukaran budaya, dan
hubungan dan transaksi lintas batas lainnya yang lebih tinggi. Hal ini memberikan
dasar bagi liberalisme sosiologis, suatu aliran pemikiran neoliberal yahng
menekankan dampak dari aktivitas-aktivitas lintas batas ini. 32
31
Khudori, Neoliberalisme Menumpas Petani Menyingkap Kejahatan Industri Pangan, Yogyakarta: Nailil Printika, 2004. hal. 2.
32
Robert Jackson dan Georg Sorensen, Loc. Cit.
Aktivitas-aktivitas
yang saling terkait itu membantu mebentuk nilai-nilai dan identitas bersama di
antara masyarakat dari negara-negara yang berbeda dan membuka jalan bagi
Robert Keohane dan Joseph Nye berpendapat bahwa hubungan antarnegara
Barat dicorakkan oleh Interdepedensi Kompleks. Ketika terdapat derajat
interdepedensi yang tinggi, negara-negara akan membentuk institusi-institusi
internasional untuk menghadapi masalah-masalah bersama. Institusi-institusi
memajukan kerjasama lintas batas-batas internasional dengan menyediakan
informasi dan mengurangi biaya. Instituís-institusi itu dapat berupa organisasi
internacional formal atau dapat berupa serangkaian persetujuan yang agak formal
yang menghadapi aktivitas-aktivitas atau isu-isu bersama.33
Neoliberalisme sangat memuja pasar. Neoliberalisme percaya bahwa tidak
hanya faktor produksi, konsumsi, dan distribusi yang tunduk pada hukum pasar,
tapi seluruh aspek kehidupan. Dia juga mengkriktik dan menolak segala campur
tangan negara, termasuk minggir dari aktivitas program kesejahteraan karena
program ini menimbulkan déficit. Dengan mengurangi program kesejahteraan, kas
negara akan diringankan. Situasi ini memungkinkan pemerintah untuk
menurunkan pajak pada para pelaku bisnis, yang pada gilirannya akan memicu
gairah baru berproduksi.34
Tujuan utama suatu negara melakukan kerjasama internasional adalah untuk
memenuhi kepentingan nasionalnya yang tidak dimiliki di dalam negeri. Untuk
itu, negara tersebut perlu memperjuangkan kepentingan nasionalnya di luar
negeri. Dalam kaitan itu, diperlukan suatu kerjasama untuk mempertemukan
1.5.4. Kerjasama Internasional
33
Ibid. hal. 64-65.
34
kepentingan nasional antarnegara.35
Dalam melakukan kerjasama, sekurang-kurangnya harus dimiliki dua syarat
utama, yaitu, pertama, adanya keharusan untuk menghargai kepentingan nasional
masing-masing anggota yang terlibat. Tanpa adanya penghargaan tidak mungkin
dapat dicapai suatu kerjasama seperti yang diharapkan semula. Kedua, adanya
keputusan bersama dalam mengatasi setiap persoalan yang timbul. Untuk
mencapai keputusan bersama, diperlukan komunikasi dan konsultasi secara
berkesinambungan. Frekuensi komunikasi dan konsultasi harus lebih tinggi
daripada komitmen.
Dalam kerjasama antarnegara masalah bukan
hanya terletak pada identifikasi sasaran-sasaran bersama dan metode untuk
mencapainya, tetapi terletak pada pencapaian sasaran itu. Kerjasama akan
diusahakan apabila manfaat yang diperoleh diperkirakan akan lebih besar daripada
konsekuensi-konsekuensi yang harus ditanggungnya. Oleh sebab itu, keberhasilan
kerjasama dapat diukur dari perbandingan besarnya manfaat yang dicapai
terhadap konsekuensi yang ditanggung. Di samping itu, keberhasilan kerjasama
ditentukan oleh sifat dari tujuan kerjasama yang hendak dicapai.
36
Dr. Budiono mengelompokkan kerjasama internasional dalam empat bentuk.
Pertama, kerjasama global, dimana sejarah kerjasama ini dapat ditelusuri dari
terbentuknya kerjasama Westphalia (1648) dan merupakan akar kerjasama global.
Selanjutnya terbentuk kerjasama oleh negara-negara yang mengalami dampak
akibat pecahnya PD I dan II dan kemudian tanggal 26 Juni 1945 sebuah perjanjian
sanfransisco yang merupakan titik tolak dari berdirinya PBB yang merupakan
forum kerjasama global. Kedua, kerjasama regional, merupakan kerjasama
35
Sjamsumar Dam dan Riswandi, Loc. Cit..
36
antarnegara yang secara geografis letaknya berdekatan. Selain kedekatan
geografis, kesamaan pandangan politik dan kebudayaan maupun struktur
produktifitas ekonomi juga turut menentukan terwujudnya suatu kerjasama.
Ketiga, kerjasama fungsional, dimana kerjasama ini tidak dapat dilepaskan dari
power. Kerjasama ini berangkat dari prakmatisme pemikiran yang mensyaratkan
adanya kemampuan pada masing-masing mitra kerjasama. Dan keempat,
kerjasama ideologi. Kerjasama ini lebih banyak dipakai oleh kelompok
kepentingan yang ingn berusaha mencapai tujuannya dengan memanfaatkan
berbagai kemungkinan yang terbuka di forum global.37
Organisasi internasional merupakan, ”any cooperative arrangement instituted among states, usually by a basic agreement, to perform some mutually advantageous functions implemented through periodic meetings and staff activities”.
1.5.5. Organisasi Internasional
38
37
Kusumohamidjojo Budiono, Hubungan Internasional, Kerangka Analitis, Jakarta: Bina Cipta, 1987. hal. 62.
38
Teuku May Rudy, Administrasi dan Organisasi Internasional, Refika Aditama: Bandung, 1998. hal. 2.
Pengertian ini mencakup tiga unsur yaitu, keterlibatan Negara dalam
suatu pola kerjasama, adanya pertemuan-pertemuan berkala, dan adanya staf yang
bekerja sebagai “pegawai sipil internasional”. Organisai-organisai internasional
tumbuh karena adanya kebutuhan dan kepentingan masyarakat antarbangsa untuk
adanya wadah serta alat untuk melaksanakan kerjasama internasional. Saran untuk
mengkoordinasikan kerjasama antarnegara dan antarbangsa ke arah pencapaian
Berdasarkan fungsi organisasi, organisasi dibagi tiga jenis. Pertama,
organisasi politikal (political organization), yaitu organisasi yang dalam kegiatannya menyangkut masalah-masalah politik dalam hubungan internasional.
Kedua, organisasi administratif (administrative organization), yaitu organisasi yang hanya melaksanakan kegiatan teknis secara administratif. Misalnya,
pengaturan lalu lintas dan ketentuan telekomunikasi. Ketiga, organisasi peradilan
(judicial organization), yaitu organisasi yang menyangkut penyelesaian sengketa pada berbagai bidang (politik, ekonomi, sosial dan budaya, hukum) menurut
prosedur hukum dan melalui proses peradilan (sesuai ketentuan dan perjanjian
internasional).39
Sebagai suatu organisasi, Organisasi Internasional paling tidak mempunyai
tiga aspek penting, yaitu: (1) Aspek hukum, (2) Aspek kerjasama, (3) Aspek
peranan.40
1. Aspek Hukum
Aspek hukum tidak bisa dipisahkan dari organisasi internasional. Hal ini
menunjukkan betapa hukum erat dengan organisasi internasional sekalipun
organisasi internasional tersebut mempunyai arti penting dalampolitik. Beberapa
organisasi internasional mempunyai tujuan yang jelas serta di8kiendalikan oleh
para politisi dan negarawan. Namun demikian konsep-konsep mengenai
pakta-pakta mereka beserta penafsirannya tidak bisa dilepaskan dari peran serta para ahli
hukum. Disamping itu, pemecahan secara konstitusinal dan pelaksanaan prinsip
legalitas diperlukan dalam setiap plitik negara untuk memperoleh dukungan dari
39
Ibid. hal. 3.
40
negara lain baik yang berada di dalam organisasi itu sendiri maupun yang berada
di luar organisasi tersebut.41
2. Aspek Kerjasama
Setiap organisasi internasional mempunyai tujuan yang tentunya disadari
oleh para anggotanya. Di dalam operasionalnya mempunyai sasaran-sasaran yang
bersifat internasional pula. Sasaran-sasaran dimaksud dirancang dengan tujuan
untuk mewujudkan terselengaranya ketewrtiban internasional dan kesejahteraan
yang berskala global. Masing-masing negaera yang ingin masuk ke dalam suatu
organisasi internasional merasa berkepentingan untuk menjadi anggota organisasi
tersebut dengan membawa harapan akan memperoleh kepuasan. Dengan demikian
secara idealnya akan terdapat harmonisasi kepentingan. Melalui kerjsama
diharapkan akan memberikan kesempatan untuk memuaskan kepentingan
negara-negara anggota organisasi.42
3. Aspek Peranan
Peranan organisasi internasional dapat dilihat dari kedudukannya sebagai
suatu instrumen. Sebagai suatu instrumen organisasi internasional mempunyai
peran ganda, yaitu baik untuk menegakkan ketertiban internasional maupun untuk
kepentingan politik nasional para anggotanya. Oleh sebab itu, semakin sedikit
organisasi internasional menyinggung pposisi kekuasaan negara-negara, akan
semakin besar kemungkinan kesediaan mereka untuk bekerja sama. Peran
organisasi internasional menurut J. Frankel perlu dipertimbangkan di mana
peranan tersebut berada dalam situasi hukum ang mengaturnya.43
41
Ibid. hal. 367-368.
42
Ibid. hal. 368.
43
1.6. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan
menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan melakukan
metode-metode ilmiah.44
1.6.1. Jenis Penelitian
Dalam rangka penyusunan dan penelitian skripsi ini, penulis menggunakan
metode deskriptif analitis. Menurut Masri Singiribuan artinya penelitian dilakukan
dengan cara mengembangkan konsep dan menghimpun data-data serta fakta-fakta
yang ada kemudian melakukan analisa terhadap data-data dan fakta-fakta
tersebut.45 Penelitian deskriptif juga merupakan sebuah proses pemecahan suatu
masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau menerangkan keadaan
sebuah objek ataupun subjek penelitian seseorang, lembaga maupun masyarakat
pada saat sekarang dengan berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana
adanya.46
1.6.2. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik yang digunakan untuk memperoleh data-data dan fakta-fakta
dalam rangka pembahasan masalah dalam skripsi ini adalah dengan
mengumpulkan data sekunder, yaitu dokumen-dokumen berupa artikel-artikel dari
koran maupun internet mengenai fokus penelitian serta buku-buku atau literatur
yang dapat membantu analisis data.
44
Surisno Hadi. Metodologi Research, Andi Ofset, Yogyakarta, Jilid I Cetakan keXXI, 1989, hal. 4
45
Masri Singaribuan dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survey, Edisi Revisi, Jakarta:LP3ES,1989. hal.4
46
1.6.3. Teknik Analisa Data
Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa
kualitatif. Dimana lebih menekankan analisisnya pada sebuah proses pengambilan
kesimpulan secara deduktif dan juga induktif serta pada analisis terhadap
dinamika hubungan antar fenomena yang sedang diamati dengan menggunakan
logika ilmiah.47
Dalam penelitian kualitatif, data yang terlampir perlu dianalisis dan
dimaknai dengan cermat untuk kepentingan interpretasi data sekaligus dalam
upaya menarik kesimpulan. Analisis data dilakukan secara terus menerus
semenjak data awal dikumpulkan sampai penelitian berakhir. Penafsiran data dan
menarik kesimpulan dilakukan dengan mengacu kepada rujukan konsep dan
teoritis kepustakaan sesuai dengan permasalahan penelitian yang telah
dirumuskan sebelumnya.48
1.7. Sistematika Penulisan
Di samping menggunakan metode penelitian
kulalitatif, penulis juga melakukan penelitian melalui kajian pustaka yaitu dengan
mengumpulkan data-data yang bersumber dari buku-buku, koran dan lainnya yang
dapat membangun tulisan yang bersifat ilmiah.
Untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas dan lebih terperinci, serta
untuk mempermudah isi dari skripsi ini, maka dengan ini penulis membagi dalam
empat bab.
47
Burham Bungin. Metode Penelitian Sosial, Surabaya: Airlangga University Press, 2001. hal. 47.
48
Susunan sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan dan pengantar dari keseluruhan
skripsi. Disini, akan dijelaskan dan diuraikan tentang latar
belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, kerangka teori penelitian, metodologi
penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II : HUBUNGAN KERJASAMA INDONESIA, CHINA, DAN
ASSOCIATION OF SOUTH EAST ASIA NATIONS (ASEAN)
Bab ini membahas tentang awal kerjasama Indonesia, China, dan
ASEAN dimana kerjasama diawali dari berdagang kemudian
berkembang melalui kerjasama ASEAN – China FTA (ACFTA).
BAB III : KEPENTINGAN INDONESIA TERHADAP ASEAN – CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA)
Dalam bab ini, akan dimuat data-data mengenai kerjasama
Indonesia – China terkait ACFTA, menganalisis apa sebenarnya
kepentingan Indonesia terhadap kerjasama ACFTA dengan
menggunakan teori yang telah dibahas di bab sebelumnya.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini adalah bab terakhir dalam penulisan skripsi yang
berisikan kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian dan
BAB II
HUBUNGAN KERJASAMA INDONESIA, CHINA, DAN
ASSOCIATION OF SOUTH EAST ASIA NATIONS
(ASEAN)
2.1. Awal Kerjasama Indonesia – China
Hubungan Indonesia China memiliki akar sejarah yang panjang, hubungan
yang dapat ditelusuri sampai abad-abad pertama Masehi. Interaksi antara nenek
moyang bangsa China dengan nenek moyang bangsa Indonesia telah dimulai
sejak 2000 tahun lalu. Hubungan erat ini menemukan momentum simboliknya
dalam kisah perjalanan muhibah Cheng Ho yang sangat masyhur pada abad 14.
Salah satu bukti budaya yang menunjukkan interaksi itu adalah bedug yang
digunakan (hanya) oleh masjid-masjid di Indonesia. Bedug itu merupakan bawaan
dari China. Kong Yuanzhi juga memperlihatkan, adanya aneka kontak antara
penduduk di Daratan China dan Kepulauan Nusantara, juga pada saat China
memasuki zaman keemasan Dinasti Tang, Dinasti Ming dan Dinasti Qing.49
Pada masa Moh. Hatta menjadi Perdana Menteri, Indonesia secara resmi
mengakui kedaulatan China yaitu pada tanggal 15 Januari 1950. Indonesia tercatat
sebagai negara pertama yang mengakui berdirinya China baru di bawah
pemerintahan komunis. Lalu pada tahun 1953 Indonesia mengirim Arnold
Mononutu, sebagai Duta Besar Indonesia ke Beijing, China. Pengiriman
Mononutu sebagai Duta Besar Indonesia pertama tersebut menandai mulai eratnya Namun, hubungan resmi antarnegara dapat dikatakan baru dimulai pada tahun
1950.
49
hubungan kedua Negara. Peristiwa itu diikuti dengan penandatanganan nota
kerjasama RI-China, dan penggantian Duta Besar China untuk Indonesia.
Kemudian pada awal 1960-an tercipta poros Jakarta-Peking yang berkembang
menjadi poros Jakarta-Peking-Pyongyang.50
China terus berupaya memperbaiki hubungannya dengan berbagai negara
melalui berbagai bidang. Dengan Indonesia dipakai ”diplomasi dagang”. Kontak
langsung pertama yang disiarkan adalah kehadiran delegasi Kamar Dagang
Indonesia (KADIN) di Pameran Dagang Guangzhou, pada bulan November 1977.
Sejak itu, terjadilah kontak-kontak personal ataupun organisasional lainnya.
Semula prospek kontak-kontak ini sangat fluktuatif tergantung pada isu-isu politik
domestik yang menyertainya, namun sejalan dengan besarnya keuntungan yang
diperoleh kedua pihak, pada tahun 1984 menteri luar negeri Indonesia mulai
mengajukan usulan pentingnya pembukaan hubungan dagang langsung dengan
China. Lewat gerak cepat Sukamdani, KADIN berhasil membuat terobosan
penting dengan menjalin hubungan dagang dengan rekannya di China. Maka pada
tahun 1985 hubungan dagang antara RI-China resmi dibuka. Catatan statistik Neraca perdagangan antarkedua
negara yang terlihat menurun pada tahun 1960, sejak tahun 1963 kembali
meningkat dan melonjak cukup pesat pada tahun 1965. Namun, hubungan baik ini
terputus akibat terjadinya kudeta ”Gerakan 30 September” yang kemudian
ditengarai sebagai gerakan Partai Komunis Indonesia untuk menggulingkan
pemerintahan yang sah. Hubungan baik RI-China berakhir dengan pembekuan
hubungan dua negara pada bulan Oktober 1967.
50
tahun 1988 menunjukkan peningkatan kegiatan ekspor impor diantara kedua
negara, sekitar tiga kali lipat dibandingkan tahun 1985.51
Setelah keruntuhan Soeharto, dibawah atmosfer politik yang lebih terbuka,
etnis China di Indonesia mulai mendapatkan perlakuan politik yang lebih baik,
antara lain dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah yang menghapus
kategorisasi ”pribumi” dan ”non pribumi” (1998), penghapusan larangan
penggunaan bahasa dalam kegiatan publik dan penekanan tentang penghapusan
diskriminasi (1999), penghapusan larangan untuk kegiatan publik berkaitan
dengan agama, kepercayaan dan tradisi China (2000), dan penetapan perayaan
Tahun Baru Imlek sebagai perayaan nasional Indonesia.
Faktor domestik dan internasional berperan dalam mendorong proses
pencairan hubungan RI-China. Keinginan Soeharto untuk menjadi pimpinan
Gerakan Non Blok, merupakan faktor-faktor yang melicinkan jalannya proses
normalisasi hubungan diplomatik kedua negara. Ketika pemakaman Kaisar
Hirohito pada Februari 1989 di Tokyo, Menteri Luar Negeri China, Qian Qichen
bertemu dengan Presiden Soeharto dan menyatakan bahwa China sama sekali
tidak berhubungan dengan PKI. Sejak itu dibahaslah proses normalisasi dalam
langkah-langkah yang lebih konkret. Nota perbaikan hubungan itu pun
ditandatangani kedua belah pihakdan diumumkan secara resmi dalam kunjungan
Perdana Menteri Li Peng ke Jakarta pada 8 Agustus 1990.
52
51
Leo Suryadinata, Politik Luar Negeri Indonesia di bawah Soeharto, Jakarta: LP3ES, 1998. hal. 136-137.
52
Dibawah Presiden Abdurrahman Wahid (1999-2001), China menduduki
tempat istimewa bagi politik luar negeri Indonesia. Wahid menjadikan China
sebagai negara yang pertama dikunjunginya sebagai kepala negara. Kunjungan
Wahid ke China pada 1-3 Desember 1999 dapat dikatakan membuka babak baru
dalam peningkatan hubungan bilateral kedua negara. Beijing bersedia
mengucurkan bantuan sebesar AS $5 miliar, serta memberika fasilitas kredit
sebesar AS $200 juta untuk pembelian bahan makanan. Selain itu, disepakati pula
adanya kerja sama keuangan, teknologi, perikanan, promosi kunjungan wisata,
serta kerjasama dalam bentuk counter trade di bidang energi dengan menukar LNG Indonesia dengan produk-produk China.
Di masa Megawati Soekarno Putri (2001-2004), fondasi hubungan baik
RI-China terus dikembangkan. Dalam kunjungan kenegaraan ke Beijing pada 24-27
Maret 2002, Megawati membuat kesepakatan dengan pemerintah China untuk
meningkatkan kerjasama ekonomi dan politik. Kesepakatan yang dicapai antara
lain pembukaan konsulat jenderal baru di sejumlah kota, baik China maupun
Indonesia, dan pembentukan forum energi antarkedua negara.53
Pada era 1992-2002 perdagangan bilateral Indonesia-China meningkat dari 2
miliar sampai AS $8 miliar dan investasi China juga meningkat dari AS$282 juta
(1999) menjadi AS$6,8 miliar (2003). Menurut data yang dikeluarkan oleh Badan
Pusat Statistik ( BPS ), antara tahun 2003 hingga 2004, atau masa setelah
pelaksanaan tahap awal dari ACFTA, atau EHP, pada bulan Januari 2004 dan
tidak lama setelah itu, ekspor Indonesia ke China meningkat sebanyak 232,2 %,
sedangkan impornya dari China meningkat hanya sebesar 38,67% saja.54
53
Ibid. hal. 57-58.
54
http//:bataviase.co.id/node/255445. Diakses tanggal 19 Maret 2011, pukul 21.05 wib.
Rata-rata pertumbuhan perdagangan Indonesia-China (2003-2005) berkisar
AS $31,64 miliar. Secara keseluruhan total volume perdagangan antara Indonesia
dan China pada tahun 2004, terhitung menjadi AS$ 13,47 milyar, atau
peningkatan sebesar 31,8 persen dari tahun sebelumnya, dan hampir sama dengan
volume perdagangan Indonesia dan AS, yang terhitung mencapai AS$ 13,5
milyar. Sementara itu, dari sisi pandang China, Indonesia kini masuk pada
peringkat ke-17, sebagai negara penerima ekspor negara itu, dengan nilai sebesar
AS$ 3,59 milyar, atau peningkatan sekitar 1,01 persen dari total ekspor China ke
seluruh dunia. Umumnya perdagangan bilateral semakin bertambah dengan cepat
hingga mencapai AS$ 10 milyar, termasuk perdagangan melalui Hong Kong,
sedangkan penanaman modal China di Indonesia kini mencapai total kumulatif
sebesar AS$ 282 milyar. 55
Peningkatan hubungan Indonesia-China mencapai klimaksnya dengan
ditandatanganinya Strategic Partnership Agreement antara Indonesia-China pada tanggal 25 April 2005, saat Presiden hu Jin Tao berkunjung ke Indonesia.
Kemitraan Strategis ini akan difokuskan untuk memperkuat kerjasama politik dan
keamanan, memperdalam kerjasama ekonomi dan pembangunan, meningkatkan
kerjasama sosial budaya, dan memperluas hubungan nonpemerintah. Ada tiga
bidang luas yang dicakup dalam perjanjian kemitraan strategis ini, yaitu kerjasama
politik dan keamanan, kerjasama ekonomi dan pembangunan dan kerjasama sosial
budaya.56
55
Zainuddin Djafar, Indonesia, ASEAN & Dinamika Asia Timur, Kajian Perspektif Asia Ekonomi-Politik, Jakarta: Pustaka Jaya, 2008. hal. 126.
56
Indonesia dan China melihat hubungan satu dengan lainnya sebagai mitra
ekonomi yang potensial. Dari kacamata para pembuat kebijakan Indonesia,
populasi penduduk China yang mencapai 1,2 milyar jiwa merupakan kesempatan
ekonomi yang perlu digali.
2.2. Awal Kerjasama ASEAN – China
Hubungan China dengan Asia Tenggara yang secara tradisional disebut
Nanyang (atau laut Selatan) dapat ditelusuri kembali ke jaman purbakala. Pada
waktu dinasti Sung (960 – 1280) kekaisaran China telah mempunyai hubungan
upeti (tributary relations) dengan banyak negara di Asia Tenggara. Para pedagang China pada abad ke-16 telah aktif di semua pelabuhan dan pada rute-rute
perdagangan utama Asia Tenggara. Banyak aktivitas komersil para pedagang
China ini berasal langsung atau tak langsung dari sistem upeti tradisional itu yang
merupakan alat utama Kekaisaran China menyelenggarakan hubungan dengan
negara-negara tetangganya. Sistem upeti semata-mata suatu alat diplomatik yang
dipakai China untuk mencapai hubungan antarnegara dengan masyarakat
non-China dibawah konsep ’tatanan dunia non-China’.57
Perekonomian China adalah bersifat agraria saat itu, swasembada dan pada
dasarnya terasing dari aktivitas ekonomi internasional. Keterlibatan komersil awal
China dengan Nanyang, umumnya terdiri dari usaha-usaha individual yang tidak
terorganisir. Sesudah abad ke-19, perdagangan China dengan Nanyang mulai
meningkat lebih pesat, bersamaan dengan terus masuknya migran China ke
wilayah ini. Sejak itu, China telah memainkan peranan yang menentukan (crucial
57
role) bukan saja dalam perkembangan ekonomi dan kemajuan sosial dari negara-negara yang dimasukinya di Asia Tenggara, tetapi juga mempengaruhi hubungan
ekonomi dan politik antara negara-negara ini dengan China.58
Setelah berdirinya Republik Rakyat China dalam tahun 1949, hubungan
China dengan negara-negara tetangganya di Selatan, menempuh suatu dimensi
baru dengan masuknya unsur-unsur ideologi dan geo-politik yang rumit. China
segera mulai mengambil suatu sikap umum (general posture) yang dipandang sebagai ancaman oleh sebagian negara-negara ASEAN terhadap keamanan
mereka, baik riil ataupun khayali. Tanggapan mereka berbeda terhadap China
baru ini yang berciri-ciri impuls revolusioner yang kuat dan dipersenjatai dengan
ideologi Marxist. Itulah kecemasan mereka terhadap China komunis ini.
Perbedaan ekonomi dan sosial ini semakin memperlebar jarak politik dan
mempertajam perbedaan ideologi mereka.59 Tidak mengherankan jika ideologi
dan agama menjadi penghalang hubungan ASEAN dan China pada awalnya.60
Di samping mencairnya Perang Dingin, kekuatan-kekuatan geopolitik baru
yang muncul dalam akhir tahun 1970-an telah cenderung meningkatkan hubungan
China – ASEAN. China telah secara konsisten dan terbuka menyatakan
sokongannya kepada organisasi ASEAN, dan ada pula issu-issu untuk diskusi
terhadap issu mana kepentingan China dan ASEAN cenderung sama. Titik
perubahan hubungan ASEAN – China dimulai setelah Deng Xiou Ping
melancarkan reformasi politik ekonominya. Sejak akhir dekade 70-an, Deng
membuat China mulai terbuka dengan dunia luar dan mulai membuka pintu bagi
58
Ibid. hal. 6.
59
Ibid. hal. 8.
60
investasi asing.61 Maka perdagangan China – ASEAN telah melonjak menjadi
7%-8% dari total omset China. Selama bertahun-tahun, dua ciri utama telah
masuk ke dalam struktur perdagangan China – ASEAN. Pertama, pasar ASEAN
telah merupakan saluran yang sangat penting bagi hasil pertanian dan produk
industri ringan yang diekspor China ke luar negeri. Kedua, China telah
mengembangkan suatu pola perdagangan yang tangguh dengan mana ia berusaha
mencapai surplus perdagangan dengan negara-negara berkembang dengan
mendorong ekspor beras, bahan pangan, produk-produk tradisional dan berbagai
barang manufaktur yang padat karya, sementara defisit perdagangan dengan
negara-negara industri dengan mengimpor pangan murah (gandum), peralatan
modal dan teknologi.62
Tahun 1982, perekonomian China telah secara progresif terbuka terhadap
perdagangan luar negeri yang lebih besar dan pemasukan modal asing serta
dibolehkan bereaksi terhadap kebebasan yang lebih besar dari kekuatan-kekuatan
pasar.63
61
Bambang Cipto, Hubungan Internasional di Asia Tenggara, Teropong Dinamika terhadap Dinamika, Realitas dan Masa Depan, Yogyakarta: Pustaka Pelaajar, 2007. hal. 169-170.
62
Dr. John Wong, Op. Cit. hal. 8.
63
Ibid. hal. 10.
Meningkatnya fleksibilitas politik dan ekonomi mempermudah China
memasuki dialog politik yang konstruktuif atau memasuki kerjasama
pembangunan yang sesungguhnya dengan ASEAN atas dasar non-ideologis.
Manfaat perdagangan itu tentu saja timbal balik. Dari sudut pandang ASEAN,
peningkatan perdagangan dengan China dianggap sebagai salah satu cara
terpenting untuk mendiversifikasikan konsentrasi perdagangannya yang sangat
geografis itu. Salah satu cara bagi ASEAN untuk mencapai diversifikasi pasar
intra-regional dan mempererat hubungan dengan kelompok-kelompok negara lain,
seperti negara-negara sosialis atau Timur Tengah. Dilihat dari sudut ini, porsi
negara sosialis dalam perdagangan ASEAN adalah kira-kira 3%, dan China
mengambil lebih tiga per empat daripadanya. Sehingga perdagangan China –
ASEAN dapat berkembang pesat. Pertumbuhan China – ASEAN pada umumnya
adalah sesuai dengan strategi diversifikasi pasar jangka panjang yang hendak
dilaksanakan oleh pemerintah negara-negara ASEAN itu sendiri. Secara
keseluruhannya dipandang dari perspektif ASEAN, perdagangan China – ASEAN
adalah didasarkan atas landasan ekonomis yang kuat.64
Bagi ASEAN, China adalah pasar raksasa bagi produk yang dihasilkan
ASEAN.65 Sementara ASEAN merupakan pasar bagi produk China seperti tekstil,
barang-barang konsumen, sepeda motor, dan barang elektronik. ASEAN juga
kawasan menarik bagi para turis asal China. Lebih dari dua juta turis China
mengunjungi negara-negara ASEAN sepanjang tahun 2000.66
Kemenangan Partai Komunis China atas Partai Nasionalis China (sering
disebut Kuomintang) dalam ”perang saudara kedua” 1945-1949, melahirkan
negara Republik Rakyat China yang diproklamasikan pada 1 Oktober 1949. Mao Dinamika perluasan
hubungan ekonomi China – ASEAN dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan
ekonomi internalnya sendiri. Prospek untuk pertumbuhan perdagangan China –
ASEAN dapat sangat bergantung pada keberhasilan usaha modernisasi China
yang sedang berlangsung.
2.3. Kebangkitan Ekonomi China
64
Ibid. hal. 15-17.
65
Bambang Cipto, Op. Cit. hal. 175.
66
dan kaum revolusioner China memegang kekuasaan dipengaruhi oleh ortodoksi
Stalinis dan mencoba menyamai model Soviet.67 Salah satu kebijakan awal yang
diambil China untuk membenahi China adalah yi bian dao atau ”condong ke satu sisi”. Wujud kebijakan ini adalah China menyatukan langkahnya dengan
negara-negara berideologi komunisme yang saat itu berada di bawah komando Uni
Soviet. Tetapi kemudian, pada 1953, China mulai menyadari bahwa posisi yi bian dao yang diambilnya dan keterlibatannya dalam Perang Korea telah mengisolasinya dari pergaulan antarbangsa di kawasan maupun di dunia, juga
telah menyebabkan Amerika semakin mengetatkan ”kebijakan bendungan”
(containment policy).68 Konsep revolusi Rusia yang diadopsi China ternyata gagal yang ditandai dengan kandasnya perjuangan kaum buruh China dalam
mempelopori revolusi di kota-kota besar akibat serangan pasukan kaum nasionalis
dan hebatnya pemberontakan kaum petani China dalam insiden 30 Mei 1925.69
Tahun 1979, pemerintah China melaksanakan kebijakan pintu terbuka (open door policy) yaitu kebijakan dimana setiap daerah yang telah diberikan otonomi khusus dari pemerintah dapat mengundang atau mengelola modal asing. Salah
satu konsep reformasi ekonomi China adalah penghapusan perencanaan terpusat
dan pemberian otoritas kepada propinsi untuk mengatur sendiri ekonominya
termasuk untuk mengundang masuk investasi asing diberi kebebasan. Kebebasan
pengaturan ekonomi ini berjalan berdampingan dengan pemberlakuan sistem
67
Ronald H. Chilcote, Teori Perbandingan Politik, Penelusuran Paradigma, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004. hal. 334.
68
Kebijakan Bendungan diterapkan Amerika pada masa Perang Dingin untuk membendung penyebaran paham komunis di dunia. Kebijakan ini didasari oleh kepercayaan Amerika atas kebenaran ”Teori Domino” yang berasumsi bahwa bila suatu negara jatuh ke tangan komunis maka itu akan membahayakan negara tetangganya dan kawasan sekitarnya, juga membahayakan Eropa dan Amerika. I. Wibowo dan Syamsul Hadi, Merangkul Cina, Hubungan Indonesia-Cina Pasca-Soeharto. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2009. hal: 27.
69
ekonomi pasar dan penghapusan sistem ekonomi komando. Deng memperbaharui
praktik-praktik pembangunan lama (Jingji Tiaohzheng) dengan praktik-praktik pembangunan yang umumnya dikenal di negara-negara kapitalis. 70
Reformasi ekonomi China ini, diawali oleh sektor pertanian dengan inti
gerakan reformis pada penekanan hak-hak milik terutama atas tanah, liberalisasi
harga produk pertanian dan pengembangan pasar domestik. Pada masa ni,
sumbangan modal asing dan perdagangan internasional relatif tidak berarti bagi
pertumbuhan ekonomi China. Sampai sekitar tahun 1995, komposisi tenaga kerja
sekitar 80% berada di sektor pertanian. Pada tahun 2000, angka tersebut menurun
menjadi sekitar 70% dari sekitar 711,5 juta angkatan kerja di tahun 2000, 499 juta
penduduk bekerja di sektor pertanian. Sebanyak 150 juta orang dari angka ini
diperkirakan migrasi ke daerah kota untuk mencari pekerjaan yang menghasilkan
pendapatan yang lebih tinggi. Dari survey pertanian di tahun 1996, sekitar 25%
yang hidup di pedesaan tidak bekerja sebagai petani tetapi bekerja di industri
pedesaan/rumah tangga atau jasa-jasa.bersamaan dengan tumbuhnya
industri-industri di wilayah perkotaan di tahun 1980-an, peranan investasi asing dan
perdagangan internasional semakin nyata dalam perekonomian China.
71
Pada Februari 1992, Deng Xiaoping melakukan ”perjalanan ke selatan”.
Perjalanan ini ditengarai sebagai tonggak penentu dari sejarah China modern
karena ucapan Deng selama perjalanan itu memberi pencerahan besar kepada
semua pemimpin rakyat China untuk meneruskan keterbukaan dan meneruskan
70
Ibid, . hal. 141.
71